Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ORTOPEDI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2018

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PRIMARY SURVEY

DISUSUN OLEH :

Muz Muhammad

111 2015 2287

PEMBIMBING

dr. Muh Imran Sp.OT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

ORTOPEDI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2017

PRIMARY SURVEY
Sebelum kita melangkah ke penderita perlu diperhatikan terlebih dahulu alat
pelindung diri yang harus kita pakai, karena pada prinsipnya dalam hal menangani
penderita adalah aman diri kita, aman lingkungan, dan aman penderita.4
Setelah kita menggunakan Alat Proteksi Diri (APD) kemudian kita cek respon
penderita dengan memanggil nama, dengan menepuk bahu, dengan dirangsang nyeri,
hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana respon penderita pada rangsang
suara dan rangsang nyeri atau bahkan tidak respon sama sekali.4
Dalam bahasa Inggris, ini sering disebut sebagai AVPU, yaitu :4
A = Alert/Sadar
Penderita di katakan sadar apabila pasien dapat berorientasi terhadap tempat
waktu dan orang.
V = Verbal/Respon terhadap suara.
Penderita ini dalam keadaan disorientasi, namun masih dapat diajak bicara.
P = Pain/Respon terhadap nyeri.
Pasien hanya berespon terhadap rangsangan nyeri.
U = Unresponsive/tidak sadar.
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis
perlakuan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pada penderita yang terluka
parah terapi diberikan berdasarkan prioritas. Tanda vital penderita harus dinilai secara
cepat dan efesian. Pengelolaan penderita berupa primary survey yang cepat dan
kemudian resusitasi, secondary survey dan akhirnya definitif. Proses ini berusaha
mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu dengan berpatokan pada
ABCDE.4
A : Airway, menjaga airway dengan kontrol cervikal (cervikal spine control).
B : Breathing, menjaga pernapasan dengan ventilasi.
C : Circulation dengan menghentikan atau mengontrol perdarahan (hemorrhage
control).
D : Disability, pemeriksaan untuk mendapatkan kemungkinan adanya gangguan
neurologist (status neurologis).
E : Exposure/environmental control, pemeriksaan pada seluruh tubuh penderita
dengan menjaga supaya tidak terjadi hipotermi.
Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali, dan
resusitasinya dilakukan pada saat itu juga.4

1. Airway
a. Anatomi Fisiologi Sistem Respirasi

Gambar 5. Organ-Organ Respirasi


Dikutip dari kepustakaan 1

Jalur udara pernapasan dimulai dari Cavum nasi, kemudian menuju Pharynx
yang merupakan tabung muscular berukuran 4,5 cm yang merentang dari bagian
dasar tengkorak sampai Oesophagus. Kemudian Larynx yang menghubungkan
Pharynx dan Trachea, yaitu tabung pendek berbentuk kotak triangular dan ditopang
oleh Sembilan kartilago ; tiga berpasangan dan tiga tunggal. Trachea merupakan tuba
dengan panjang 10 – 4 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan
anterior Oesophagus. Merentang dari Larynx hingga area vertebra kelima yang
kemudian bercabang menjadi Bronchus principalis dextra dan Bronchus principalis
sinistra, dan selanjutnya menuju ke Pulmo.1
Bronchus principalis dextra berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih
vertikal dibandingkan dengan Bronchus principaslis sinistra. Hal ini disebabkan
karena arkus aorta membelokkan trakea bawah ke kanan. Setiap Bronchus principalis
bercabang 3 hingga 4 kali membentuk Bronchus lobaris kemudian Bronchus
segmentalis dengan diameter yang semakin kecil.1
Bronchus segmentalis kemudian membentuk Bronchiolus terminalis yang
merupakan saluran udara terkecil. Bronchiolus terminalis kemudian dilanjutkan oleh
Bronchiolus respiratorius yang merupakan tempat terjadinya pertukaran gas, lalu
menuju ductus alveolaris, kemudian berakhir di saccus alveolaris terminalis.1
Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil O2 dari atmosfer ke dalam
sel-sel tubuh (inspirasi) dan untuk mentranspor CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme kembali ke atmosfer (ekspirasi).1
Sebelum inspirasi dimulai, tekanan udara atmosfer (sekitar 710 mmHg) sama
dengan tekanan udara dalam alveoli yang disebut sebagai tekanan intra-alveolar.
Sementara tekanan intrapleura dalam rongga pleura adalah tekanan sub-atmosfer atau
kurang dari tekanan inta-alveolar. Peningkatan atau penurunan volume rongga toraks
mengubah tekanan intrapleura dan intra-alveolar yang secara mekanik menyebabkan
pengembangan atau pengempisan paru-paru.1
Otot-otot inspirasi memperbesar rongga toraks dan meningkatkan volumenya.
Otot-otot inspirasi terdiri dari Diaphragma, M. intercostalis externa, M. pectoralis
major, M. sternocleidomastoideus, M. serratus anterior, dan M. scalenus. Ekspirasi
yang tenang dipengaruhi oleh relaksasi otot dan disebut proses pasif. Otot-otot
ekspirasi meliputi M. rectus abdominis, M. obliquus abdominis, M. transversus
abdominis, dan M. intercostalis interna.1
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi)
dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua
macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut
terjadi secara bersamaan.1
1) Pernapasan dada, yaitu pernapasan yang melibatkan otot antar tulang rusuk.
Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut.
a) Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk
sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada
menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang
kaya oksigen masuk.1
b) Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot
antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang
rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan
di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar,
sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.1
2) Pernapasan perut, merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan
aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada.
Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni sebagai
berikut.1
a) Fase inspirasi. Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga
diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan
menjadi kecil sehingga udara luar masuk.1
b) Fase ekspirasi. Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot
diafragma (kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga
dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar
dari paru-paru.1
Suara paru-paru normal terbagi atas empat kelompok, yaitu: tracheal,
bronchial, bronchovesikular dan vesikular.1
Suara pernafasan tracheal sangat nyaring dan pitch-nya relatif tinggi. Inspirasi
dan ekspirasi relatif sama panjang. Suara ini dapat didengar di atas trachea yang agak
jarang dilakukan pada pemeriksaan rutin.1
Suara pernafasan vesikular merupakan suara pernafasan normal yang paling
umum dan terdengar hampir di semua permukaan paru-paru. Suaranya lembut dan
pitch rendah. Suara inspirasi lebih panjang dibanding suara ekspirasi.Suara vesikular
bisa terdengar lebih kasar dan sebagian terdengar lebih panjang apabila ada ventilasi
yang cepat dan dalam (misal setelah berolah raga) atau pada anak-anak yang memiliki
dinding dada yang lebih tipis. Suara vesikular juga bisa lebih lembut jika pasien
lemah, tua, gemuk, atau sangat berotot.1
Suara bronchial sangat nyaring, pitch tinggi, dan suara terdengar dekat dengan
stetoskop. Terdapat gap antara fasa inspirasi dan ekspirasi pada pernafasan, dan suara
ekspirasi pada pernafasan, dan suara ekspirasi terdengar lebih lama dibanding suara
inspirasi. Jika suara ini terdengar dimana-mana kecuali di manubrium, hal tersebut
biasanya mengindikasikan terdapat daerah konsolidasi yang biasanya berisi udara
tetapi berisi air. Terdapat suara pernafasan yang tingkat intensitas dan pitch-nya
sedang. Inspirasi dan ekspirasinya sama panjang. Dengan suara bronchi, jika
terdengar di mana-mana selain di batang utama bronchus, biasanya mengindikasikan
daerah konsolidasi.1
Selain suara pernapasan normal, terdapat pula suara-suara pernapasan
abnormal, yang terjadi akibat adanya obstruksi saluran pernapasan dan
diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Stridor, yaitu suara abnormal bernada tinggi yang dihasilkan oleh aliran udara
turbulen melalui sebagian jalan napas yang terhambat pada tingkat
supraglottis, glotis, subglottis, dan atau trakea. Stridor adalah suara napas
inspirasi yang keras, kasar, dan bernada sedang.1
2) Wheezing, yaitu bunyi “ngiik. . .” yang terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi
karena penyempitan bronkus eksudat yang lengket pada pasien asma dan
bronkitis.1
3) Ronchi adalah suara yang dihasilkan saat udara melewati jalan nafas yang penuh
cairan/mukus, terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi.1
Sebagian udara yang dihirup oleh seseorang tidak pernah sampai pada daerah
pertukaran gas, tetapi hanya mengisi saluran napas yang tidak mengalami pertukaran
gas, seperti pada hidung, pharynx, dan trachea. Udara ini disebut udara ruang rugi
sebab tidak berguna untuk pertukaran gas.1
Ruang rugi terbagi atas dua, yaitu ruang rugi anatomis dan ruang rugi
fisiologis. Ruang rugi anatomis terdiri dari seluruh ruang sistem pernapasan selain
alveoli dan daerah pertukaran gas lainnya yang berkaitan erat. Ruang rugi fisiologis
adalah sebagian alveoli yang tidak berfungsi karena tidak adanya atau buruknya aliran
darah yang melewati kapiler paru yang berdekatan.1
b. Pemeriksaan airway
Telinga didekatkan ke mulut dan hidung penderita sambil menjaga jalan napas
tetap terbuka. Kemudian pada saat yang sama mengamati dada penderita dengan cara
look, listen, and feel.4
1) Lihat (look). Apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun.
Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kekurangan
oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku dan kulit sekitar mulut.
Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila
ada merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway. 4
2) Dengar (listen). Adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi (napas
tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat. Suara mendengkur (napas
tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat. Suara mendengkur (snoring),
berkumur (gurgling) dan bersiul (crowing sound, stridor) mungkin
berhubungan dengan sumbatan parsial pada faring atau laring. Penderita yang
melawan dan berkata-kata kasar (gaduh gelisah) mungkin mengalami hipoksia
dan tidak boleh dianggap karena keracunan/batuk.4
3) Raba (feel). Lokasi trakea dan dengan cepat menentukan apakah trakea ada
ditengah. Juga merasakan adanya atau tidaknya, hembusan nafas penderita.4
Dengan look listen feel kita dapat mengetahui beberapa hal diantaranya ada
sumbatan jalan nafas partial / sumbatan total karena memang kedua hal inilah yang
kita cari dan temukan pada pemeriksaan jalan nafas. Obstruksi jalan nafas dapat
disebabkan oleh benda asing, cairan, lidah jatuh ke belakang pada penderita tidak
sadar, kelainan adsnatomis dan beberapa fraktur di daerah wajah dan trachea, luka
bakar (trauma inhalasi), dsb.4
Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servical,
karena kemungkinan patahnya tulang servical harus selalu diperhitungkan.
Adapun kemungkinan patahnya tulang servikal diduga bila :4
1) Trauma dengan penurunan kesadaran
2) Adanya luka / trauma tumpul diatas klavikula
3) Multi trauma
4) Biomekanik trauma yang mendukung
c. Permasalahan
Terjadinya sumbatan sumbatan jalan nafas dapat mengakibatkan kematian
kurang dari 4 menit jika tidak diberikan pertolongan, masalah yang terjadi pada jalan
nafas adalah:4
1) Sumbatan total : Sumbatan total dapat terjadi karena makanan atau benda asing
yang mengganjal atau menghalangi jalan nafas. Keadaan ini sering disebut
tesedak / chocking.4
2) Sumbatan parsial : Sumbatan parsial atau sebagian disebabkan karena lidah jatuh
ke belakang pada korban tidak sadar, perdarahan atau banyaknya secret, dan
edema laring yang masih proses ( belum terjadi edema total ). Pada saat
korban tidak sadar dan terbaring telentang, gaya gravitasi akan membuat dagu
jatuh ke belakang. Mulut akan terbuka tetapi jalan nafas cenderung tertutup.
Dalam keadaan tidak sadar otot menjadi rileks dan lidah jatuh ke arah dinding
belakang mulut.4
Keadaan gawat nafas akibat sumbatan jalan nafas atas mulai hidung sampai ke
karina, dapat terjadi pada bayi, anak dan orang dewasa. Berat ringan gejala yang
timbul tergantung dari derajat sumbatan dan lokasi sumbatan. Gawat nafas lebih cepat
trerjadi pada bayi dan anak, karena adanya perbedaan bentuk anatomi yang
memudahkan terjadinya sumbatan total. Pada bayi, diameter saluran pernafasan
relative lebih kecil, submukosa daerah subglotik lebih banyak mengandung jaringan
ikat sehingga mudah mebengkak serta letak laring relative lebih tinggi dengan
epiglottis yang kecil dan panjang sehingga ujungnya mudah menekuk dan
mengganggu saluran nafas pada inspirasi.3
Tanda – tanda obstruksi jalan napas :4
1) Mendengkur (Snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi
dengan chin lift, jaw thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring dan
pemasangan endotrakeal.
2) Berkumur (Gargling), penyebabnya adalah cairan di daerah hipofaring. Cara
mengatasi dengan finger sweap, pengisapan/suction.
3) Stridor (crowing), sumbatan di plica vokalis. Cara mengatasi dengan
cricotirotomi, trakeostomi.
4) Nafas cuping hidung (flaring of the nostrils)
5) Retraksi trakea
6) Retraksi thoraks
7) Tak terasa ada udara ekspirasi

d. Penanganan
Snoring :4
1) Head tilt – chin lift
2) Jaw Trust
3) OPA/ NPA
Crowing :4
1) Airway definitive
2) Intubasi
3) Nidle cricothiroidotomi
Gargling :4
1) Miringkan (logroll)
2) Suction
3) Finger sweep
Jika yang terjadi adalah sumbatan total, maka dapat dilakukan beberapa cara
pembebasan berikut:5
1) Abdominal Thrust (Heimlich Manuever)
a) Pada posisi berdiri atau duduk
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang
korban dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan
letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar
dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan
lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas.
Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.5
b) Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak
sadar)
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka
ke atas. Penolong berlutut di sisi paha korban.Letakkan salah satu tangan pada
perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung
tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong
menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas.5

Gambar 1. Abdominal Thrust


Dikutip dari perpustakaan 5
Gambar 7. Abdominal Thrust pada anak dan bayi
Dikutip dari kepustakaan 6

c) Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri


Caranya : Kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di
atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan
kuat, beri tekanan ke atas kearah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika
tidk berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja
atau belakang kursi.5

Gambar 2. Abdominal Thrust yang dilakukan sendiri


Dikutip dari kepustakaan 5
2) Back Blow
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif
atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik
silang garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae).6

Gambar 3. Back blow pada orang dewasa


Dikutip dari kepustakaan 5

Gambar 10. Back blow pada anak dan bayi


Dikutip dari kepustakaan 5

3) Chest Thrust
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari
telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua
putting susu pasien). Bila penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukan chest thrust,
tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan.5
a) Keluarkan benda padat dengan jari telunjuk sementara jari tangan pada
tangan yang lain mempertahankan lidah dan rahang atas.5
b) Apabila terdapat cairan dalam jalan napas misalnya darah dapat
dilakukan suction.5
c) Penyebab obstruksi saluran napas bagian atas adalah lidah yang jatuh ke
belakang dan menutup nasofarings. Selain itu bekuan darah, muntahan,
edema atau trauma dapat juga menyebabkan obstruksi tersebut.5
Jika dengan cara di atas kurang berhasil, maka dapat digunakan jalan napas
buatan, sebagai berikut:
1) Nasopharyngeal airway

Gambar 8. Nasopharyngeal Tube


Dikutip dari kepustakaan 5
2) Oropharyngeal airway

Gambar 10. Oropharyngeal Tube


Dikutip dari kepustakaan 5

Gambar 8. Oropharyngeal Tube


Dikutip dari kepustakaan 5
3) Laringoskop

Gambar 4. Laringoskop
Dikutip dari kepustakaan 5
4) Endotracheal tube

Gambar 5. Endotracheal Tube


Dikutip dari kepustakaan 5

Gambar 6. Endotracheal Tube


Dikutip dari kepustakaan 5
Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah jalan nafas bebas.
1) Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas.
2) Beri oksigen bila ada 1 liter/menit .
3) Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi
leher netral.
4) Nilai apakah ada suara nafas tambahan.5
Pada prinsipnya apabila kita curiga fraktur servikal maka tidak boleh
dilakukan ekstensi, fleksi, head tilt-chin lift ataupun rotasi.5
Adapun langkah-langkah dalam pemasangan neck collar adalah sbb:5
1) Penolong pertama melakukan immobilisasi secara manual pada kepala dan leher.
Penolong kedua mengukur leher dengan cara membuat garis khayal-dari dagu
ke arah sudut rahang (angulus mandibula) lalu tempatkan jari sampai pangkal
leher (clavicula).
2) Tempatkan jari di tempat untuk mengukur pada neck collar, lalu ganti ukuran
pada neck collar
3) Masukkan neck collar di bawah leher dengan perlahan jangan sampai posisi leher
berubah
4) Lakukan sapuan dada lalu posisikan pada dagu sehingga neck collar mengelilingi
leher.
5) Setelah itu amankan neck collar dengan velcro
6) Pastikan collar pada posisi nyaman
7) Jaga posisi leher dan kepala selama proses pemasangan
2. Breathing
a. Pemeriksaan
Memastikan pasien / korban tidak bernafas dengan cara melihat naik turunnya
dada, mendengar bunyi nafas, dan merasakan hembusan nafas, dengan teknik
penolong mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung pasien / korban sambil tetap
mempertahankan jalan nafas tetpa terbuka. Dilakukan tidak lebih dari 10 detik. Untuk
menilai seseorang bernafas secara normal dapat dilihat dari bebrapa kali seseorang
bernafas dalam satu menit, secara umum:5
1) Frekuensi / jumlah pernafasan 4 – 20 x / menit ( dewasa ), anak ( 20 – 30 x /
manit ), bayi ( 30 – 40 x / menit).
2) Dada sampai mengembang.
b. Permasalahan6
1) Tidak ada tanda-tanda pernapasan
2) Tidak ada gerakan dada
3) Tidak ada suara napas
4) Tidak dirasakan hembusan napas
5) Sesak napas
a) Penderita mengeluh sesak
b) Bernafas cepat (tachypneu)
c) Pernafasan cuping hidung
d) Pemakaian otot pernafasan tambahan :
1. Retraksi suprasternal
2. Retraski intercostalis
3. Retraksi sternum
4. Retraksi infrasternal

c. Penanganan
Nilai pernapasan, berikan oksigen bila ada masalah * canul 2-6 LPM
 Face mask / RM (Rebreathing Mask) 6-10 LPM
 NRM 10-12 LPM
Bila pernapasannya tidak adekuat berikan ventilasi tambahan dengan baging /
ventilator. Pada pasien trauma waspada terhadap gangguan/masalah breathing yg
cepat menyebabkan kematian. Beberapa masalah yg mengancam breathing serta
tindakannya adalah :
 Tension pneumothoraks (px sesak, trakea bergesar dan disertai distensi vena
jugularis) tindakannya adalah needle thoracosintesis di ICS 2 midclavikula
 Open pneumothoraks (adanya sucking cest wound pada luka, yaitu paru
menghisap udara lewat lubang luka) tindakannya adalah tutup kassa 3 sisi yg
kedap udara
 Masive Haematothoraks (perdarahan dirongga thoraks) lapor dokter untuk segera
 WSD, nilai apa perlu Thoracotomy atau tidak
 Flail chest dengan Kontusio paru perlu definitif

3. Sirkulasi
a. Anatomi dan Fisiologi Sistem Sirkulasi
Jantung adalah organ berongga dan memiliki empat ruang yang terletak antara
kedua paru-paru di bagian tengah rongga toraks. Dua per tiga jantung terletak di
sebelah kiri linea midsternal. Jantung dilindungi mediastinum. Posisi jantung terletak
diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu pada diaphragma
thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus.7

Gambar 5. Letak Jantung


Dikutip dari kepustakaan 7

Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III
dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi
cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Tepi kiri
cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral
sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 3 cm di kiri linea
medioclavicularis. Jantung dibungkus oleh kantong berdinding ganda yang dapat
membesar dan mengecil, disebut perikardium. Sementara dindingnya tersusun dari
tiga lapisan, yaitu epikardium, miokardium, dan endokardium.7
Pada orang dewasa, jumlah volume darah yang mengalir di dalam system
sirkulasi mencapai 5-1 liter (4,7-5,7 liter). Darah terus berputar mengalir di dalam
sistem sirkulasi sistemik dan paru-paru tanpa henti. Sistem sirkulasi tubuh terbagi atas
dua, yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemik.8
1) Sirkulasi Paru
Darah di atrium kanan mengalir ke ventrikel kanan melalui katup katup
semilunaris. Dari vetikel kanan mengalir melalui katup pulmonaris kearteri
pulmonaris. Arteri pulmonaris bercabang-cabang menjadi arteri pulmonaris kiri dan
kanan yang masing-masing mengalir ke paru-paru kiri dan kanan. Di paru-paru arteri
pulmonaris becabang-cabang berkali-kali menjadi ateriol kemudian kapiler. Setiap
kapiler memberi perfusi kepada satuan pernafasan melalui sebuah alveolus. Semua
kapiler menyatu kembali menjadi venula, kemudian vena. Vena-vena menyatu untuk
membentuk vena pulmonaris besar dan kembali ke atrium kiri.8

Gambar 20. Sirkulasi paru


Dikutip dari kepustakaan 8

2) Sirkulasi Sistemik
Darah masuk ke atrium kiri dari vena pulmonaris. Darah di atrium kiri
mengalir ke dalam ventrikel kiri melalui katup atrioventrikel (AV), yang terletak di
sambungan atrium dan ventrikel (katup mitralis). Darah dari ventrikel kiri menuju
aorta melalui katup aorta. Darah di aorta diteruskan ke seluruh sirkulasi sistemik
melalui arteri, arteriol dan kapiler yang kemudiaan menyatu kembali untuk
membentuk vena-vena.7
Vena-vena dari bagian bawah tubuh mengembalikan darah ke vena terbesar,
vena cava inferior, sedangkan vena dari bagian atas tubuh mengembalikan darah ke
vena cava superior. Kedua vena bermuara ke atrium kanan.7
Gambar 21. Sirkulasi sistemik
Dikutip dari kepustakaan 5

b. Pemeriksaan
Memastikan ada tidaknya denyut jantung pasien/korban ditentukan dengan
meraba arteri karotis didaerah leher pasien/korban dengan cara dua atu tiga jari
penolong meraba pertengahan leher sehingga teraba trakea, kemudian digeser kearah
penolong kira-kira 1-2 cm, raba dengan lembut selama 5 – 10 detik. Bila teraba
penolong harus memeriksa pernapasan,bila tidak ada nafas berikan bantuan nafas 4
kali/menit.bila ada nafas pertahankan airway pasien/korban.9
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang mungkin
dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah sakit. Ada 3 penemuan
klinis yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi yakni:
1) Tingkat kesadaran : bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang,
yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran (jangan dibalik : penderita
yang sadar belum tentu normovolemik).9
2) Warna kulit : membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma yang kulitnya
kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang yang dalam keadaan
hipovolemia. Sebaliknya, wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang
pucat, merupakan tanda hipovolemia.9
3) Nadi : periksa nadi besar seperti a. femoralis atau a. karotis (kiri-kanan), untuk
kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur
biasanya merupakan tanda-tanda normovolemia (bila penderita tidak minum
obat beta blocker). Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia,
walaupun dapat disebabkan keadaan yang lain. Kecepatan nadi yang normal
bukan jaminan bahwa normovolemia. Nadi yang tidak teratur biasanya
merupakan tanda gangguan jantung. Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri
besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi segera.9
c. Permasalahan
Pada kasus trauma dikenal adanya perdarahan luar (eksternal) dan perdarahan
dalam (internal). Perdarahan luar adalah perdarahan yang terlihat biasanya tidak
begitu parah tergantung luar dan dalamnya perlukaan sedang perdarahan dalam adalah
perdarahan yang tidak kelihatan dan sering kali membahayakan penderita, adapun
perdarahan dalam yang bisa menyebabkan shock antara lain :4
1) Rongga dada
2) Rongga Abdomen
3) Rongga Pelvis
4) Tulang panjang
5) Retroperitoneal
Gangguan sirkulasi yang mengancam jiwa terutama jika terjadi henti jantung
dan syok.5
1) Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis
dalam waktu 5 – 10 detik. Henti jantung dapat disebabkan kelainan jantung
(primer) dan kelainan di luar jantung (sekunder) yang harus segera dikoreksi.
2) Diagnosis syok secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau
melemahnya nadi radialis/nadi karotis, pasien tampak pucat, ekstremitas teraba
dingin, berkeringat dingin dan memanjangnya waktu pengisian kapiler
(capilary refill time > 2 detik).
Tanda-tanda sirkulasi normal :3
1) Perfusi perifer : teraba hangat, kering
2) Warna akral : pink/merah muda
3) Capillary refill time : < 2 detik
4) Denyut nadi < 100
5) Tekanan darah sistole >30-100
6) Produksi urine 1 ml/kgBB/jam
Tanda klinis syok :3
1) Kulit telapak tangan dingin, pucat, basah
2) Capillary refill time > 2 detik
3) Nafas cepat
4) Nadi cepat > 100
5) Tekanan darah sistole < 30-100
6) Kesadaran : gelisah s.d koma
7) Pulse pressure menyempit
8) JVP rendah
9) Produksi urin < 0,5 ml/kgBB/jam
Perkiraan besarnya tekanan darah sistolik jika nadi teraba di
1) Radialis :> 20 mmHg
2) Femoralis :> 70 mmHg
3) Carotis :> 10 mmHg
Klasifikasi Syok Hemoragik :
1) Pendarahan kelas I :
Kehilangan volume darah hingga 7%. Gejala klinis minimal. Bila tidak ada
komplikasi, akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan berarti dari tekanan
darah, tekanan nadi, atau frekuensi pernapasan. Pada penderita yang dalam keadaan
sehat, jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti, karena pengisian transkapiler
dan mekanisme kompensasi akan memulihkan volume darah dalam 24 jam.3
2) Pendarahan kelas II:
Kehilangan volume darah 7-30%. Pada laki-laki 70 kg, kehilangan volume
darah 750-700 cc.Gejala klinis berupa takikardi ( >100 x/menit), takipneu, penurunan
tekanan nadi, perubahan sistem saraf sentral yang tidak jelas seperti cemas, ketakutan,
atau sikap permusuhan. Walau kehilangan darah dan perubahan kardiovaskular besar,
namun produksi urin hanya sedikit terpengaruh (20-30 ml/jam untuk orang dewasa).3
3) Pendarahan kelas III: 4
Kehilangan volume darah 30-40%. Kehilangan darah dapat mencapai 2000 ml.
Penderita menunjukkan tanda klasik perfusi yang tidak adekuat, antara lain: takikardi
dan takipneu yang jelas, perubahan status mental dan penurunan tekanan darah
sistolik. Penderitanya hampir selalu memerlukan transfusi darah. Keputusan untuk
memberikan transfusi darah didasarkan atas respon penderita terhadap resusitasi
cairan semula, perfusi dan oksigenasi organ yang adekuat.
4) Pendarahan kelas IV: 4
Kehilangan volume darah > 40%. Jiwa penderita terancam. Gejala: takikardi
yang jelas, penurunan tekanan darah sistolik yang besar, tekanan nadi sangat sempit
(atau tekanan diastolik tidak teraba), kesadaran menurun, produksi urin hampir tidak
ada, kulit dingin dan pucat. Penderita membutuhkan transfusi cepat dan intervensi
pembedahan segera. Keputusan tersebut didasarkan atas respon terhadap resusitasi
cairan yang diberikan. Jika kehilangan volume darah >50%, penderita tidak sadar,
denyut nadi dan tekanan darah menghilang.
d. Penanganan
Dengan meninggikan ekstrimitas bawah ± 45 derajat, kalau tidak ada respon
cari sumber perdarahan dan hentikan, tambah lagi cairan kristaloid, apabila tidak
berhasil juga berikan tranfusi darah tipe spesific.2
Langkah-langkah ini juga bisa dilakukan pada penderita dengan shock karena
perdarahan internal. Sedangkan perdarahan eksternal dapat kita lakukan dengan balut
cepat/ balut tekan, elevasi daerah yang luka atau kombinasi dengan penekanan pada
arteri yang besar.2
Untuk torniquet sudah tidak dianjurkan lagi karena bisa merusak jaringan,
kecuali pada luka amputasi yang tidak mungkin disambung kembali.2
Pada penderita fraktur dibeberapa bagian tubuh bisa kita lakukan pembidaian.2
1) Resusitasi Kardio Pulmonal
Resusitasi kardio pulmonal adalah tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
henti nafas dan henti jantungsehingga dapat pulih kembali.7
Resusitasi kardio pulmonal dilakukan bila:
a. Henti nafas (Respiratory Arrest), henti nafas yang bukan disebabkan
gangguan pada jalan nafas dapat terjadi karena gangguan pada sirkulasi
(asistole, bradikardia, fibrilasi ventrikel)6
b. Henti jantung (Cardiac Arrest) dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti:
1. Hipoksemia karena berbagai sebab
2. Gangguan elektrolit (hipokalemia, hiperkalemia, hipomagnesia)
3. Gangguan irama jantung (aritmia)
4. Penekanan mekanik pada jantung (tamponade jantung, tension
pneumothoraks)6
RKP merupakan proses serial, yang menimbulkan aliran darah dengan cara
meningkatkan tekanan dalam rongga dada atau langsung menekan jantung. Darah
bersirkulasi menuju jantung, dikombinasikan dengan pernapasan buatan akan
memberikan suplai oksigen yang cukup adekuat ke otak dan organ vital lainnya
hingga defibrilasi dapat dilakukan.3
2) Menentukan Titik Kompresi
a) Posisikan diri Anda berlutut disamping korban.
b) Gunakan jari telunjuk dan jari tengah tangan Anda untuk menentukan
batas bawah dari sangkar costa.
c) Jika sudah Anda dapatkan, gerakkan jari Anda menelusuri lengkung
costa sampai ke takik pada ujung sternum (proc. Xiphoideus).
d) Letakkan jari tengah Anda di atas atau pada takik dan jari telunjuk di
sebelah atasnya.
e) Letakkan tumit tangan Anda yang lain (tangan yang dekat dengan
kepala korban) di atas sternum, di sebelah atas jari telunjuk.
f) Angkat jari-jari Anda dari takik dan letakkan tangan tersebut di atas
tangan yang lain pada dada.3
Langkah-langkah kompresi jantung :
a) Letakkan korban di tempat yang datar dan keras.
b) Bebaskan dada korban dari baju yang dikenakan korban.
c) Perlu diingat sebelum melakukan kompresi dada jalan nafas harus
dipastikan tetap bebas.
d) Letakkan punggung telapak tangan kanan atau tangan yang dominan
tepat di tengah-tengah tulang dada diantara kedua puting susu.
e) Letakkan tangan yang satu lagi diatas tangan yang dominan tadi.
f) Pastikan kedua tangan dapat saling terkait dengan stabil.
g) Arahkan bahu agar tepat berada diatas kedua telapak tangan tersebut
hingga lengan menjadi lurus.
h) Dengan menggunakan bantuan berat badan, lakukan penekanan ke dada
korban hingga kedalaman 2 inci pada dewasa dan 1,5 inci pada bayi.2
Gambar 22. Posisi tangan saat RKP
Dikutip dari kepustakaan 2

Gambar 23. Posisi saat RKP


Dikutip dari kepustakaan 2

i.) Lakukan kompresi ini sebanyak 30 kali (dulu 7, yang terbaru 30


kompresi) kemudian diselingi dengan nafas buatan sebanyak 2 kali. Ini
merupakan satu siklus. (AHA 2010; penolong meningkatkan kecepatan
kompresi dinding dada setidaknya 100 kali permenit &pada anak
menekankan pengelolaan penanganan dalam periode 2 menit kompresi
terus menerus).
j.) Setelah lima siklus, dapat diperiksa kembali apakah sudah ada denyut
jantung. Bila belum ada, ulangi kembali siklus.2
Gambar 24. Resusitasi kardio pulmonal
Dikutip dari kepustakaan 2

3) Resusitasi Kardio Pulmonal pada Anak dan Bayi


a) Korban anak-anak (1 – 2 tahun)
Untuk anak-anak (baik itu penolongnya sendirian atau 2 orang), RJP
dilakukan sebanyak 6 – 20 siklus per menit yang tiap siklusnya terdiri dari 5
kali pijat jantung dan sekali nafas buatan. Yang perlu diperhatikan disini
adalah penekanan jantung tidak boleh terlalu dalam, hanya 3 – 4 cm saja, dan
tiupan pada saat pemberian nafas buatan juga tidak boleh terlalu kencang.6
b) Korban bayi (kurang dari 1 tahun)
Untuk bayi (baik itu penolongnya sendirian atau 2 orang), RJP dilakukan
sebanyak 20 siklus per menit yang tiap siklusnya terdiri dari 5 kali tekan
jantung dan 1 kali nafas buatan. Untuk bayi yang baru lahir, RJP dilakuakan
sebanyak 40 siklus yang tiap siklusnya terdiri dari 3 kali tekan jantung dan 1
kali nafas buatan. Yang perlu diperhatikan pada RPJ pada bayi adalah
penekanan jantung dilakukan dengan 2 jari saja (jari tengah dan jari manis)
dengan kedalaman 1,5 – 2,5 cm dan volume nafas yang diberikan hanya
sebanyak penggembungan pipi penolong saja.6
4) Penghentian Tindakan Resusitasi
a) Jantung sudah berdetak ditandai adanya nadi dan nafas sudah spontan.
b) Mengecek nadi dan pernafasan.
c) Penolong sudah kelelahan.
d) Pasien dinyatakan tidak mempunyai harapan lagi/meninggal.
RJP yang efektif tidak berarti bahwa pasien harus hidup. Banyak korban yang
mendapatkan usaha resusitasi yang baik tidak dapat pulih (tidak hidup). Kesempatan
pasien untuk hidup menjadi lebih besar jika RJP dilakukan secara efisien.2
Jika usaha RJP tidak efektif, biasanya disebabkan satu atau lebih dari problem
–problem di bawah ini :
1) Posisi kepala korban tidak sesuai dengan posisi head-tilit pada waktu diberikan
nafas buatan.
2) Mulut korban kurang terbuka lebar untuk pergantian udara.
3) Mulut penolong tidak melingkupi mulut korban secara erat.
4) Hidung korban tidak ditutup selama pemberian nafas buatan.
5) Korban tidak berbaring diatas alas yang keras.
6) irama kompresi yang tidak teratur.
REFERENSI

1.Sherwood L. Editor : Ahli Bahasa, Brahm U. Pendit . Fisiologi Manusia dari Sel ke
Sistem. Edisi 1. EGC: Jakarta. 204. Hal 531

2.Suparjo. Konsep Dasar Bantuan Hidup Dasar. 2003. [Cited 205 September 5];
Available from URL: http://www.scribd.com

3.Meredith JW, Kaufmann C, Hunt RC, Krohmer JR. Initial Assesment. In : Peterson
N, Scardiglia J, editors, Advanced Trauma Life Support for Doctors. 2 ed. USA :
American College of Surgeon; 2004

4.Anonym. Innital Assessment. 2010 [Cited 205September 10]; Available from :


http://www.agddinkes.com

5.Anonym. How Do The Heimlich Manuver. 2007 [Cited 205September 10];


Available from: http://www.heimlichinstitute.com

6.Handley AJ, et al. Adult Basic Life Support and Use of Automated External
Defibrilators, in European Resucitation Council Guidelines for Resucitation 2005, P.
Baskett and J. Nolan, Editors. 2005, Elsevier Ireland Ltd: USA. P. 2-7

7.Moore KL. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates; 2000

8.Sylvia P. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 1 ed. Jakarta : EGC;


2001
9.Anonym. PPGD (Pertolongan Pertama pada Gawat Darurat). 2010 [Cited 205
September 20]; Available from: http://www.usman.21.com.cc

Anda mungkin juga menyukai