Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap individu akan mengalami suatu proses perkembangan sehingga tercipta
suatu pribadi yang ada pada saat ini. Proses perkembangan manusia ini terdiri dari
beberapa fase,termasuk di dalamnya adalah fase perkembangan anak-anak. Pada
setiap tahapan perkembangan anak terdapat beberapa aspek perkembangan yang
mengalami tumbuh kembang secara kompleks, memiliki karakterisitk yang berbeda
sesuai dengan tahapan usia masing-masing.Aspek-aspek tersebut meliputi
perkembangan fisik atau biologis, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosio-
emosional. Hambatan yang terjadi pada salah satu aspek tidak hanya berdampak pada
aspek tertentu tersebut di kemudian hari namun dapat juga menghambat
perkembangan aspek lainnya.
Gangguan perkembangan psikologis menurut PPADAGJ III merupakan suatu
gangguan pada diri seseorang yang memiliki gambaran seperti onset munculnya
gejala bervariasi selama masa bayi atau anak, adanya hendaya atau keterlambatan
perkembangan fungsi yang berlangsung erat dengan kematangan biologis dari
susunan sistem saraf pusat serta berlangsung secara terus menerus tanpa remisi dan
kekambuhan yang khas bagi banyak gangguan jiwa.

1.2 Rumusan Masalah


1.
2.
3.
1.3 Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Gangguan perkembangan psikologi adalah perilaku yang menyimpang,


maladaptive, atau menimbulkan distress pribadi pada waktu yang cukup lama.
American Psychiatric Assosiation (2001,2006) mendefinisikan perilaku abnormal
dalam pemahaman medis adalah sebuah penyakit mental yang memengaruhi atau
yang termanifestasi dalm otak seseorang dan dapat memegaruhi cara orang tersebut
berfikir, bertindak, dan berinteraksi dengan orang lain.

Gangguan-gangguan psikolohgi umum ditemukan di Amerika Serikat dan


seluruh dunia. Diperkirakan 26 % dari warga Amerika di atas usia 18 tahun mengidap
gangguan psikologi yang dapat didiagnosis setiap tahunnya sekitar 57,7 juta warga
dewasa Amerika Serikat (Kessler,et al, 2005; National Institute on Mental Healt
[NIMH], 2006). Gangguan-gangguan psikologis merupakan penyebab utama pada
ketidakmampuan individu usia 15 sampai 44 tahun di Amerika serikat dan Kanada
(World Healt Organization, 2004).

2.2 Pendekatan Teoritis terhadap Gangguan-gangguan Psikologis

1. Pendekatan Biologis
Pendekatan biologis terhadap gangguan psikologis mengatribusikan
gangguan kepada penyebab organis, internal. Para ilmuan yang mengguanakan
pendekatan biologis memusatkan perhtian terutama pada otak, faktor-faktor
genetika, dan fungsi neurotransmitter sebagai sumber abnormalitas.
Sudut pandang biologis terhadap gangguan psikologis dapat dibagi
menjadi tiga kategori utama (Nolen-Hoeksema,2007) :
a. Pandangan struktual : abnormalitas di otak menyebabkan gangguan-gangguan
psikologis
b. Pandanga biokimia : ketidakseimbangan dalam neurotransmitter atau
hormonmenyebabkan gangguan psikologis
c. Pandangan genetika : gen-gen yang terganggu menyebabkan gangguan
psikologis .

2. Pendekatan Psikologis
Sudut pandang menjadi dasar untuk memhami faktor-faktor psikologis
yang terlibat dalam gangguan-gangguan psikologis :

a. Sudut pandang psikodinmika : sudut pandang psikodinamika menekankan


bahwa gangguan psikologis muncul dari konflik-konflik yang tidak disadari
yang menimbulkan kecemasan dan menyebabkan perilku maladaptive.
Gagasan-gagasan ini muncul dari teori psikoanalisis Freud, namun beberapa
pendukung kontemporer dari pendekatan ini memberi penekanan lebih sedikit
pada pikiran yang tidak disadari dan seksualitas (Novie,2007).
b. Sudut pandang behaviorisme dan social kognitif : teori social kognitif
menerima bahwa pengaruh lingkungan adalah penentu penting dalam
gangguan-gangguan psikologis, namun meneknkan pada faktor-faktor social
kognitif yang terlibat (Bandura,2007a, 2007b).
c. Sudut pandang sifat : sudut pandang sifat melihat perilaku dan karakteristik
abnormal sebagai variasi-variasi dari karakteristik kepribadian normal yang
terlihat dari populasi yang sehat (Widiger & Trull, 2007).
d. Sudut pandang humanistic : sudut pandang humanistic memberi penekanan
pada kualitas pribadi positif, kemampuan untuk tumbuh, dan kebebasan untuk
menentukan tujuan akhir seseorang (Hazler, 2007).
3. Pendekatan Sosio-kultural
Pendekatan sosio-kultural memberi penekanan lebih pada konteks social
tempat individu hidup yang lebih besar termasuk juga prnikahan dan keluarga
individu, lingkungan tempt tinggal, status sosio-ekonomi,etnis, gender, dan
budaya dibandingkan pendekatan-pendekatan lainnya. Dalam pandangan ini
ketika anggota dari sebuah keluarga memiliki sebuah masalah psikologis, maka ini
bukn disebabkan oleh suatu dari dalam diri individu, tetapi lebih karena fungsi
keluarga yang tidak efektif (Appleton & Dykeman,2007).
4. Pendekatan Interaksi : Model Biopsikososial
Dari sudut pandang biopsikososial tidak ada satu faktorpun yang dianggap
lebih penting dari faktor lainnya, melainkan semua faktor biologis,psikologis, dan
sosio-kultural adalah elemen kunci yang mendorong perilaku normal maupun
abnormal. Lebih jauh elemen-elemen ini mungkin membuat kombinasi unik,
sehingga satu orang yang depresi mungkin berbeda dari orang lain dalam faktor-
faktor kunci yang diasosiasikan dengan perkembangan gangguan tersebut.

2.3 Etiologi
Penyebab dari gangguan perkembangan psikologis bergantung pada jenis
gangguannya itu sendiri. Untuk penyebab spesifik gangguan bahasa ekspresif masih
belum diketahui secara pasti. Diduga penyebabnya adalah adanya kerusakan otak
yang samar serta keterlambatan pematangan perkembangan otak didalilkan sebagai
penyebab yang mendasari. Beberapa penelitian menyebutkanadanya factor genetic
juga memainkan peran dalam gangguan perkembangan berbahasa seseorang.
Dalam gangguan belajar etiologi masih belum dapat diidentifikasi Akan tetapi dari
beberapa hasil penelitian adanya factor genetik,lingkungan dan factor perkembangan
dapat berperan dalam perkembangan gangguan belajar.
2.4 Kriteria Diagnostik dan Gejala Klinis
Masing-masing gangguan perkembangan mempunyai gejala klinis serta
kriteria diagnostic tersendiri, yang meliputi (Maslim, 2013; Saddock, 2010):
Gangguan yang termasuk dalam kategori F80-f89 mempunyai gambaran:
1. Onset bervariasi selama masa bayi atau anak
2. Hendaya/kelambatan perkembangan fungsi yang berhub erat dengan kematangan
biologis SSP
3. Berlangsung terus menerus tanpa remisi & kekambuhan yang khas bagi banyak
gangguan jiwa
Fungsi yang dipengaruhi termasuk :
– Bahasa.
– Keterampilan visuo-spesial.
– Koordinasi motorik.
– Yang khas ialah hendaya berkurang secara progresif dengan bertambahnya
usia anak (defisit lebih ringan sering menetap sampai dewasa).
– Riwayat penyakitnya ialah suatu kelambatan atau hendaya yang sedini
mungkin dapat dideteksi, tanpa didahului masa perkembangan yang normal.
– Anak laki-laki lebih sering daripada anak perempuan.

2.4.1 Gangguan artikulasi berbicara khas (F80.0 )


Gangguan perkembangan khas yang ditandai oleh penggunaan suara
bicara dari anak berada dibawah tingkat yang sesuai untuk usia mentalnya,
sedangkan tingkat kemampuan bahasanya normal.
• Pedoman diagnostik
ditegakkan hanya jika keparahan gangguan artikulasi diluar batas variasi
normal bagi usia mental anak; sedangkan intelegensia nonverbal, kemampuan
berbahasa expresif dalam batas normal; kelainan artikulasi tidak langsung
diakibatkan oleh suatu kelainan sensorik, struktur atau neurologik; dan salah-
ucap jelas abnormal dalam konteks pemakaian bahasa percakapan seharihari
di lingkungan budaya anak.
– Termasuk : Gangguan. Perkembangan Artikulasi, Gangguan. Perkembangan
Fonetik, Dislalia, Gangguan. Artikulasi Fungsional, Bahasa Bayi (Lalling).
2.4.2 Gangguan Berbahasa expresif (F80.1)
Gangguan perkembangan Khas dengan kemampuan anak dalam
mengexpresikan bahasa lisan/ucapan dibawah rata-rata usia mentalnya, namun
pengertian bahasa dalam batas normal, dengan atau tanpa gangguan artikulasi
• Pedoman Diagnostik
Tidak adanya kata atau beberapa kata yang muncul pada usia 2
tahun dan ketidak mampuan dalam mengerti kata majemuk sederhana pada
usia 3 tahun.
Kesulitan yang tampak belakangan termasuk :
– Perkembangan kosakata yang terbatas
– Kesulitan memilih & mengganti kosakata yang tepat
– Penggunaan berlebihan dari sekelompok kecil kata-kata umum
memendekkan ucapan yang panjang
– Struktur kalimat yang mentah
– Kesalahan kalimat (Syntatical)
– Kehilangan awalan atau akhiran yang khas
– Salah atau gagal dalam menggunakan aturan tata bahasa seperti kata
penghubung, kata ganti, artikel dan kata kerja dan kata benda yang
terinfleksi (berubah)
– Dapat dijumpai generalisasi berlebihan yang tdk tepat dari aturan tata
bahasa,seperti kekurangan dalam pengucapan kalimat dan kesulitan
mengurut kejadian yang telah lewat
– Ketidakmampuan dalam bahasa lisan sering disertai dengan keterlambatan
atau abnormalitas dalam bunyi kata yang dihasilkan.
– Diagnosis ditegakkan hanya jika tingkat keparahan dari keterlambatan dalam
perkembangan berbahasa expresif telah melewati batas variasi normal dari
umur mental anak, namun kemampuan pengertian bahasa dalam batas
normal (meski dapat juga dibawah rata)
– Termasuk : Disfasia atau apraksia, tipe ekpresif
2.4.3 Gangguan berbahasa reseptif (F80.2)
Gangguan perkembangan Khas dengan kemampuan anak untuk
mengerti bahasa dibawah rata-rata usia mentalnya. Dalam hampir semua
kasus, bahasa expresif jelas terganggu dan lazim ada abnormalitas.
 Pedoman Diagnostik
Ketidakmampuan dalam :
-Memberi respon terhadap nama benda yang umum (tanpa benda itu) pada
ulang tahun yang pertama.
- Identifikasi beberapa objek yang sederhana dalam usia 18 bulan.
-Atau kegagalan dalam mengikuti instruksisederhana pada usia 2 tahun dapat
dianggap sebagai tanda dari keterlambatan. Kesulitan di masa mendatang
termasuk pengertian strukturtata bahasa (bentuk kalimat negatif, pernyataan,
perbandingan, dsb) dan kurang mengerti aspek kehalusan bahasa (nada suara,
gerakan tubuh, dsb).
-Diagnosis ditegakkan hanya jikatingkat keterlambatan dalam bahasa reseptif
berada di luar batas variasi normal rata usia mental anak, dan jika tidak
dijumpai gangguan perkembangan pervasif.
- Termasuk : Congenital Auditory Imperception, afasia atau Disafasia, Tipe
Reseptif, Afasia Wernicke, Tuli Kata (Word Deafness).

2.4.4 Gangguan Afasia yang di dapat dengan Epilepsi (Sindariom Landau-


Klefner) (F80.3)
• Didahului dengan perkembangan Bahasa yang normal
• Kemudian kehilangan kedua kemampuan berbahasa ekspresif dan reseptif
• Tetap normal dalam intelegensia umum
• Onset gangguan disertai dengan abnormalitas paroximal pada EEG (hampir
selalu Lobus Temporalis, biasanya bilateral, sering meluas)
• Kebanyakan kasus disertai kejang Epileptik
• Onset usia 3-7 tahun, bisa lebih awal atau lebih lambat
• Kehilangan berbahasa bisa perlahan dalam beberapa bulan, bisa mendadak
dalam beberapa hari atau minggu.
• Hubungan waktu antara onset kejang dengan kehilangan berbahasa bernariasi,
biasanya beberapa bulan sampai 2 tahun.
• Yang khas adl hendaya berbahasa reseptif yang sangat berat disertai kesulitan
dalam pengertian melalui pendengaran yang sering mrpkn manifestasi pertama
dari kondisi ini
• Beberapa anak membisu, lainnya mengeluarkan kata ulang tak berarti,
beberapa kekuranglancaran berbahasa dan ucapannya sering ada misartikulasi
• Beberapa kasus kualitas suara terganggu, hilang alunan suara yang normal
• Terkadang kemampuan berbahasatimbul hilang dalam fase awal dari gangguan
ini
• Gangguan emosional dan prilaku sering menyusul beberapa bulan setelah
gangguan berbahasa, tapi cenderung membaik setelah anak mampu
berkomunikasi.
-Penyebab kondisi ini secara klinis diperkirakan oleh radang otak
-Perjalanan penyakit ini cukup bervariasi 2/3 dari anak-anak akan tetap kurang
mampu dalam bahasa reseptif, 1/3 nya dapat sembuh sempurna.
2.4.5 Gangguan perkembangan Berbicara dan berbahasa lainnya (F80.8)
Termasuk : Pelat (Lisping)
2.4.6 Gangguan perkembangan Berbicara dan berbahasa YTT(F80.9)
Termasuk: Gangguan berbahasa YTT

2.4.7 Gangguan Perkembangan Belajar Khas (F81)


 Pedoman Diagnostik
• Secara klinis terdapat hendaya yang bermakna dalam keterampilan skolastik
tertentu. Keparahan kelainan ditentukan berdasarkan istilah, misalnya
keterampilan yang diharapkan adalah < 3% anak sekolah, beratnya gangguan
yang mendahului (didahului oleh keterlambatan atau penyimpangan dalam
perkembangan terutama dalam berbicara atau berbahasa pada usia pra
sekolah), pada masalah yang terkait (minat ↓, aktivitas >>, gangguan
emosional atau kelainan tingkah laku), pada pola, dan pada respons.8
• Hendayanya harus khusus, bukan karena adanya retardasi mental atau hendaya
ringan pada intelegensia umum. Pedoman klinis yang sederhana yaitu tingkat
pencapaian anak harus jauh dibawah prestasi yang diharapkan pada anak
berumur mental yang sebaya.
• Hendaya harus dalam perkembangannya, harus sudah ada pada anak usia
sekolah dan tidak didapatkan kemudian dalam proses perjalanan pendidikan.
Riwayat prestasi sekolah anak harus mendukung data ini.
• Harus tidak ada faktor luar yang menjadi alasan untuk kesulitan skolastik.
Diagnosis harus benar berdasarkan bukti gangguan secara klinis yang nyata
dalam prestasi skolastik, yang berhubungan dengan faktor intrinsik dalam
perkembangan anak.
• Tidak langsung disebabkan oleh hendaya visus atau pendengaran yang tak
terkoreksi.
2.4.8 Gangguan membaca khas (F81.0)
 Pedoman Diagnostik
• Kemampuan membaca anak harus secara bermakna lebih rendah tingkatannya
daripada kemampuan yang diharapkan pada usianya, intelegensia umum,
penempatan sekolahnya. Kemampuan ini terbaik dinilai dengan alat tes
kemampuan ketepatan baca dengan pengertian yang baku
• Mungkin ada beberapa kesalahan dalam kemampuan membaca secara lisan
seperti yang digambarkan dengan pada akhir masa kanak dan usia dewasa,
kesulitan mengeja lebih parah daripada kesulitan membaca.
• Gangguan perkembangan khas membaca biasanya didahului oleh riwayat
gangguan perkembangan Berbicara atau berbahasa.
• Pada masa usia sekolah biasanya disertai gangguan emosional, dan/atau
perilaku. Masalah emosional biasanya lebih banyak pada tahun pertama
sekolah. Sindariom hiperaktif hampir selalu ada pada akhir masa kanak dan
remaja, sering dijumpai rasa rendah diri dan kesulitan penyesuaian disekolah
dan hubungan dengan teman sebaya.
• Termasuk : “membaca terbalik”, disleksia perkembangan, retardasi membaca
yang khas, kesulitan mengeja yang berhubungan dengan gangguan membaca
• Dihilangkannya, digantinya, distorsi, atau imbuhan kata atau suku kata.
• Kecepatan membaca yang lamban.
• Salah mengawali, keraguan yang lama, atau kehilangan bagian dari teks dan
tidak tepat menyusun kalimat.
• Memutar-balikkan kata dalam kalimat atau huruf dalam kata.
• Ketidakmampuan mengucapkan kembali isi bacaan.
• Ketidakmampuan menyimpulkan dari materi bacaan.
• Mempergunakan pengetahuan umum sebagai latar belakang informasi dari
informasi yang berasal dari cerita tertentu, untuk menjawab pertanyaan dari
cerita yang baru dibacakan.
2.4.9 Gangguan mengeja khas (F81.1)
 Pedoman Diagnostik
• Kemampuan mengeja anak harus secara bermakna dibawah tingkat yang
seharusnya sesuai usianya, intelegensia umum, dan tingkat sekolahnya, dan
terbaik dinilai dengan cara pemeriksaan yang baku
• Kemampuan membaca anak harus dalam batas normal dan tidak ada riwayat
sebelumnya yang bermakna tentang kesulitan membaca.
• Kesulitan dalam mengeja bukan sebagai akibat cara pengajaran yang tdk
adewkuat atau kekurangan daya penglihatan, pendengaran atau fungsi
neurologis, dan bukan didapat sebagai akibat gangguan neurologis, psikiatrik
lainnya.
* Termasuk : retardasi mengeja khas tanpa gangguan membaca
2.4.10 Gangguan berhitung khas (F81.2)
 Pedoman Diagnostik

 Kemampuan berhitung anak harus secara bermakna lebih rendah dari tingkat
yang seharusnya dicapaisesuai dengan usianya, intelegensia umum, tingkat
sekolahnya, dan terbaik dinilai dengan cara pemeriksaan untuk kemampuan
berhitung yang baku.kesulitan dalam berhitung bukan karena pengajaran
yang tidak adekuat, gangguan penglihatan, pendengaran, atau fungsi
neurologis, dan tidak disebabkan gangguan neurologis,psikiatrik atau
lainnya.
• Mempunyai daya persepsi pendengaran dan kemampuan verbal yang normal,
tetapi hendaya kemampuan pengenalan ruang dan persepsi visual, beberapa
bermasalah perilaku sosio-emosiaonal, kesulitan interaksi sosial cukup
banyak ditemukan.
• Beragam kesulitan berhitung : sulit mengerti konsep perhitungan yang
mendasari, tidak mengerti istilah dan lambang matematika, tidak mengenal
angka, kesulitan mengaksarakan upaya penghitungan dasar, kesulitan
mengenal angka yang terkait dengan soal berhitung, kesulitan dalam
menjajarkan angka yang sesuai atau meletakkan titik decimal atau lambang
dalam berhitung, tidak pandai mengatur ruang dalam perhitungan
matematika dan tidak mampu untuk menghafal perkalian secara memuaskan.
* Termasuk : akalkulia perkembangan, gangguan perkembangan berhitung,
sindariom gerstmann.
2.4.11 Gangguan belajar campuran(F81.3)
• Ini merupakan kategori sisa gangguan yang batasannya tdk jelas; konsep
yang tidak adekuat (tetapi perlu) dengan hendaya pada kemampuan
berhitung, membaca atau mengejasecara bermakna, tetapi tidak dapat
dijelaskan sebagai akibat dari retardasi mental atau pengajaran yang tidak
adekuat. Ini harus dipergunakan untuk gangguan yang memenuhi kriteria
pada F81,2, F81.0, atau F81.1.
2.4.12 Gangguan perkembangan belajar lainnya (F81.8)
• Termasuk : gangguan perkembangan menulis expresif
2.4.13 Gangguan perkembangan belajat YTT (F81.9)
• Kategori ini harus dihindarkan sebisa mungkin dan dipergunakan hanya
untuk gangguan yang tdk khas dengan disabilitas yang bermakna tentang
belajar yang tidak disebabkan oleh retardasi mental, masalah ketajaman
penglihatan atau pengajaran yang tdk adekuat
* Termasuk : disabilitas memperoleh pengetahuan YTT, disabilitas belajar
YTT, gangguan belajar YTT.
2.4.14 Gangguan perkembangan motorik khas (F82)
• Gambaran utama dari gangguan ini adalah hendaya berat dalam
perkembangan koordinasi motorik yang tdk semata disebabkan oleh retardasi
intelektual umum atau kelainan kongenital atau gangguan neurologik yang
didapat (kecuali satu yang implicit dalam kelainan koordinasi). Kelambanan
motorik sering dihubungkan dengan hendaya dalam kemampuan
melaksanakan tugas kognitif visuo-spasial.
 Pedoman Diagnostik
• Koordinasi motorik anak, dalam gerak halus atau kasar, harus secara
bermakna dibawah rata-rata kemampuan anak dalam usia mentalnya berupa
intelegensia umumnya.
• Kesulitan koordinasi harus tampak dalam fase perkembangan awal, bukan
akibat langsung dari gangguan penglihatan atau pendengaran atau dari
neurologis lainnya.
• Meliputi koordinasi motorik halus dan kasar sangat luas, pola hendaya
motorik bervariasi sesuai usia.
• Tahap perkembangan motorik dapat terlambat dan dapat terjadi kesulitan
berbicara (khususnya gangguan artikulasi).
• Anak tampak aneh berjalannya, lambat belajar berlari, meloncat dan naik
turun tangga.
• Kesulitan belajar mengikat tali sepatu, memasang dan melepaskan kancing,
melempar dan menangkap bola.
• Lamban dalam gerak halus dan gerak kasar, benda yang dipegang mudah
jatuh, terjatuh, tersandung, menabrak tulisan tangan buruk.
• Tak pandai menggambar, biasanya sulit mengerjakan permaianan
“jigzaw”menggunakan peralatan konstruksional, menyusun bentuk
bangunan, membangun model, main bola serta menggambar dan mengerti
peta.
• Pada pemeriksaan klinis yang teliti kebanyakan kasus menunjukkan
kelambatan perkembangan neurologis seperti gerakan koreoform, koordinasi
motorik halus dan kasar (biasanya disebut sebagai soft neurological signs,
lokasi lesi`tidak jelas, refleks tendon ↑ atau ↓secara bilateral.
• Beberapa anak mengalami kesulitan bersekolah kadang tarafnya sangat
berat, dalam beberapa kasus terdapat masalah prilaku sosio-emosional.
• Tidak dijumpai kelainan neurologis yang nyata, pada beberapa kasus dapat
ditemui riwayat komplikasi perinatal, sepertiberat lahir rendah atau lahir
prematur.
* Termasuk : Clumsy Child Syndariome, gangguan perkembangan Koordinasi,
dispraksia perkembangan.
2.4.15 Gangguan Perkembangan Khas Campuran(F83)
• Merupakan sisa kategori gangguan yang batasannya tak jelas, konsepnya
inadekuat dengan perkembangan khas campuran dari berbicara dan
berbahasa, keterampilan akademik, dan/atau fungsi motorik, tetapi tidak ada
satu gejala cukup dominan untuk dibuat sebagai diagnosis utama. Sering
dihubungkan dengan hendaya dalam fungsi kognitif, dan kategoricampuran
ini hanya digunakan jika terjadi tumpang tindih yang jelas. Jadi kategori II
harus digunakan jika dipenuhi kriteria dari dua atau lebih pada F80.-, F81.-,
dan F82.
2.4.16 Gangguan Perkembangan Pervasif (F84)
• Kelompok gangguan ini ditandai oleh abnormalitas kualitatif dalam interaksi
sosial dan pola komunikasi, kecenderungan minat dan meskipun gambaran
gerakan terbatas,stereotiptik, berulang, abnormalitas kualitatif ini merupakan
gambaran yang meluas (pervasif) dari fungsi individu dalam segala situasi,
meskipun dapat berbeda dalam derajat keparahannya (Malhotra, 2010; Eigsti
et al, 2010). Sering terdapat riwayat perkembangan yang abnormal sejak
masa bayi, kebanyakan kondisinya nyata dalam tahun pertama. Dapat terjadi
hendaya kognitif umum tapi gangguannya batasan umum sebagai prilaku
yang menyimpang dalam hal hubungan dengan usia mental (tak peduli
individu retardasi atau tidak).
2.4.17 Gangguan Autisme pada anak (F84.0)
 Pedoman Diagnostik
• Perkembangan abnormal tampak sebelum usia 3 tahun.
• Hendaya kualitatif dalam interaksi sosial, tiadanya apresiasi adekuat
terhadap isyarat sosio-emosional.
• Terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Kurangnya kemampuan
berbahasa; hendaya dalam permainan imaginatif dan imitasi sosial;
buruknya keserasian dan kurangnya interaksi timbal-balik dalam
percakapan; buruknya fleksibilitas dalam bahasa expresif dan relatif kurang
dalam kreativitas dan fantasi dalam proses fikir; kurangnya respon
emosional terhadap ungkapan verbal dan non verbal orang lain; hendaya
dalam menggunakan variasi atau tekanan modulasi komunikatif; dan
kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau mengartikan komunikasi
lisan
• Semua tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubunganya dengan autisme,
tetapi ditemui retardasi mental yang bermakna pada . kasus
• Sebagai tambahan dari gambaran diagnosis yang khas ini, anak autistik
sering menunjukkan beberapa masalah tak khas, seperti ketakutan/fobia,
gangguan tidur dan makan, mengadat (temper tantrum) dan agresivitas.
• Atau dalam tata ruang kondisi ini juga ditandai oleh prilakuminat dan
kegiatan yang terbatas, pengulangan dan stereotiptik. Cenderung berikap
kaku dan rutin dalam kehidupan sehari-hari, biasnya berlaku untuk kegiatan
baru atau kebiasaan kebiasan sehari-hari yang rutin dan pola bermain,
penolakan terhadap perubahan dari rutinitas dari lingkungan pribadi (sulit
menerima perubahan).
* Termasuk : Gangguan autistik, Autisme infantil, Psikosis infantil,
Sindariom kanner .
2.4.18 Gangguan Autisme tak khas (F84.1)
Gangguan perkembangan pervasif yang dibedakan dari autisme dalam usia
awalnya atau dari tidak terpenuhinya ketiga kriteria diagnostik. Abnormalitas
dan/atau hendaya perkembangan baru timbul pertama kali setelah berusia
diatas 3 tahun, tidak cukup menunjukkan abnormalitas dalam satu atau dua
dari tiga psikopatologiyang dibutuhkan untuk diagnostik untuk diagnosis
autisme (interaksi sosial timbal balik, komunikasi, dan prilaku terbatas,
stereotiptik, dan berulang) meskipun terdapat abnormalitas yang khas dalam
bidang lain. Sering muncul dengan retardasi mental yang berat, juga tampak
pada individu dengan gangguan perkembangan yang khas berbahasa reseptif
yang berat. Maka secara bermakna merupakan kondisi yang terpisah dari
autisme.
* Termasuk : Psikosis masa kanak yang tak khas, Retardasi mental dengan
gambaran autistic.
2.4.19 Gangguan Sindrom Rett (F84.2)
• Suatu kondisi yang belum diketahui sebabnya, hanya dilaporkan terjadi pada
anak perempuan
 Pedoman Diagnostik
• Onset biasanya terjadi pada usia 7-24 bulan.
• Gejala khas paling menonjol adalah hilangnya kemampuan gerakan tangan
yang bertujuan dan keterampilan motorik manipulatif yang telah terlatih.
• Kehilangan atau hambatan seluruh atau sebagian kemampuan berbahasa,
gerakan seperti mencuci tangan yang stereotiptik, dengan fleksi lengan
didepan atau dagu, membasahi tangan secara stereotiptik dengan saliva,
hambatan dalam fungsi mengunyah makanan, sering terjadi episode
hiperventilasi, selalu gagal dalam pengaturan BAB dan BAK,
sering terdapat penonjolan lidah dan air liur menetes, kehilangan
hubungansosial
• Cara berdiri dan berjalan cenderung melebar, otot hipotonik, koordinasi
gerak tubuh memburuk, skoliosis atau kifoskoliosis yang berkembang
kemudian.
• Atrofi spinal dengan hendaya motorik berat muncul pada saat remaja atau
dewasa + 50% kasus.
• Kemudian muncul spastisitas dan rigiditas, ekstrimitas bawah > ekstrimitas
atas.
• Serangan epileptik mendadak biasanya dalam bentuk kecil, onset serangan <
usia 8 tahun.
2.4.20 Gangguan disintegratif masa kanak lainnya (F84.3)
 Pedoman Diagnostik
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan suatu perkembangan normal sampai usia
minimal 2 tahun, diikuti kehilangan yang nyata dari keterampilan yang
terlatih disertai dengan abnormalitas yang kualitatif dari fungsi sosial.
• Terjadi regresi yang jelas atau kehilangan kemampuan berbicara, bermain,
keterampilan sosial dan prilaku sosial penyesuaian diri, sering dengan
hilangnya pengendalian fungsi BAB dan BAK, terkadang dengan
deteriorasi pengendalian fungsi motorik.
• Yang khas adalah hilangnya secara menyeluruh perhatian terhadap
lingkungan, adanya manerisme dan stereotiptik. Serta hendaya dalam
interaksi sosial dan komunikasi yang mirip autisme.
* Termasuk : demensia infantil, psikosis disintegratif, sindariom heller,
psikosis simbiotik.
2.4.21 Gangguan aktivitas berlebih yang berhubungan dengan retardasi mental
dan gerakan stereotiptik (F84.4)
• Ini adalah suatu gangguan yang tak jelas batasannya dengan validitas
nosologis yang belum pasti.
 Pedoman Diagnostik
• Diagnostik tergantung pada kombinasi antara perkembangan yang tdk serasi
dari :
– Overaktivitas yang berat.
– Stereotiptik motorik dan
– Retardasi mental berat
• Ketiganya harus ada untuk menegakkan diagnosis. Bila kriteria diagnostik
untuk F84.0, F84.1 atau F84.2 dipenuhi, maka kondisi itu harus didiagnosis.
2.4.22 Gangguan Sindrom Asperger (F84.5)
• Suatu gangguan dengan validitas nosologis yang belum pasti, ditandai oleh
abnormalitas yang kualitatif sama seperti autisme, yaitu hendaya dalam
interaksi sosial yang timbale balik, disertai dengan keterbatasan perhatian
dan aktivitas yang sifatnya stereotiptik dengan pengulangan yang sama.
Tidak ada keterlambatan atau retardasi umum kemampuan berbahasa atau
perkembangan kognitif. Sebagian besar mempunyai intelegensia rata-rata
normal, tapi sering bersikap canggung/kikuk; laki dan perempuan dengan
rasio 8 : 1. Terdapat kecenderungan kuat bahwa abnormalitas berlangsung
sampai masa remaja dan dewasa.
 Pedoman Diagnostik
• Diagnosis berdasarkan kombinasi antara :
– Keterlambatan berbahasa atau perkembangan kognitif,
– Defisiensi kualitatif fungsi interaksi sosial yang timbal-balik dengan pola
prilaku dan perhatianyang terbatas, berulang dan stereotiptik
Termasuk : • Psikopati Autistik
• Gangguan Skizoid masa anak
2.4.23 Gangguan Perkembangan Pervasif lainnya (F84.8)
2.4.24 Gangguan Perkembangan Pervasif YTT(F84.9)
• Ini merupakan kategori diagnosis sisa yang harus dipergunkan untuk
gangguan yang tdk dapat memenuhi deskripsi umum gangguan
perkembangan pervasif, tetapi terdapat informasi yang tdk memadai, atau
adanya hal yang kontradiktif yang tdk memenuhi kriteria untuk kode F84
lainnya.
2.4.25 Gangguan Psikologis Lainnya (F88)
2.4.26 Gangguan Perkembangan Psikologis YTT (F89)

2.5 Penatalaksanaan

Tatalaksana untuk gangguan perkembangan psikologis dapat berbeda sesuai


dengan gangguan masing-masing, dapat dibagi menjadi (Sadock, 2010):
1. Terapi retardasi mental
Retardasi mental dikaitkan dengan berbagai gangguan psikiatri
komorbid dan salah satu kebutuhan utama bagi penderita retardasi mental adalah
berbagai dukungan psikososial. Terapi orang dengan retardasi mental didasari
pada penilaian akan kebutuhan sosial dan lingkungan serta perhatian terhadap
keadaan komorbidnya. Terapi optimal dibagi menjadi pencegahan primer,
sekunder, dan tersier. Semakin banyak data yang menyokong penggunaan
berbagai obat psikotropik untuk pasien dengan gangguan jiwa dan juga retardasi
mental.
2. Terapi gangguan membaca
Terapi untuk gangguan bicara yang efektif dimulai dengan mengajari anak
tersebut untuk membuat hubungan yang akurat antara huruf dan bunyi. Setelah
hal tersebut dikuasai, dapat dilanjutkan dengan menargetkan komponen membaca
yang lebih besar seperti suku kata dan kata, yang kemudian dilanjutkan dengan
menyatukan unit-unit tersebut menjadi sebuah kalimat. Program terapi remedial
membaca yang banyak diterapkan adalah program Merill, SRA Basic Reading
Program, dan Bridging Reading Program yang mengajarkan anak membaca
dengan bantuan visual (Neel et al, 2011; Saddock, 2010).
3. Terapi gangguan ekspresi tertulis
Terapi remedial untuk gangguan ekspresi tertulis mencakup praktik langsung
mengeja dan menulis kalimat, serta mengkaji ulang aturan tata bahasa. Pemberian
terapi menulis kreatif dan ekspresif yang intensif, berkelanjutan dan dirancang
khusus secara individual dan satu-satu tampak memberikan hasil yang baik (Neel
et al, 2011; Sadock, 2010).
4. Terapi gangguan koordinasi perkembangan
Terapi gangguan koordinasi perkembangan umumnya mencakup berbagai
versi program integrasi sensorik dan pendidikan jasmani yang dimodifikasi.
Program integrasi sensorik biasanya diberikan oleh ahli terapi okupasional dan
terdiri atas aktivitas-aktivitas fisik yang meningkatkan kesiagaan fungsi motorik
dan sensorik.
5. Terapi gangguan bahasa ekspresif
Terapi ini melibatkan intervensi langsung dari ahli patologi bahasa dan bicara
yang bekerja langsung dengan anak. Intervensi yang diperantarai, dengan
professional bicara dan bahasa yang mengajarkan guru atau orang tua anak untuk
meningkatkan teknik bahasa terapeutik juga efektif. Terapi bahasa sering
ditujukan untuk memperbaiki strategi komunikasi dan juga interaksi sosial,
dengan menggunakan kata-kata. Psikoterapi juga dapat diterapkan untuk
meningkatkan kepercayaan diri anak tersebut.
6. Terapi gangguan bahasa reseptif-ekspresif
Sebelum dimulai terapi perlu dilakukan evaluasi bahasa dan bicara yang
komprehensif terlebih dahulu. Anak dengan gangguan bahasa reseptif-ekspresif
sering mendapatkan keuntungan dari lingkungan pendidikan khusus yang
memungkinkan mereka belajar secara lebih khusus. Psikoterapi dapat membantu
anak dengan gangguan ini dengan cara memperbaiki masalah emosional dan
perilaku.
7. Terapi gangguan fonologis
Terapi bicara yang dilakukan oleh seorang ahli terapi bahasa dan bicara
dianggap sebagai terapi yang paling berhasil untuk dilakukan pada pasien dengan
gangguan fonologis. Terapi bicara diindikasikan jika pemahaman artikulasi anak
sangat buruk dan jika anak yang mengalaminya berusia lebih dari 8 tahun serta
menimbulkan masalah pada citra diri maupun dengan lingkungan sekitar.
8. Terapi Gagap
Terapi pada gagap meliputi latihan pernafasan, teknik relaksasi, serta terapi
bicara untuk membantu anak memperlambat laju bicara serta mengatur volume
bicara. Intervensi seperti terapi dengan haloperidol (Haldol) telah digunakan
dalam upaya untuk mencetuskan peningkatan keadaan relaksasi.
9. Terapi gangguan autistik
Tujuan terapi untuk anak dengan gangguan autistik adalah untuk
meningkatkan perilaku psikososial serta perilaku yang secara sosial dapat
diterima, untuk mengurangi gejala perilaku yang aneh, dan untuk memperbaiki
komunikasi verbal serta nonverbal. Perbaikan bahasa dan akademik juga sangat
diperlukan. Pemberian obat antipsikotik dapat mengurangi agresi atau perilaku
mencederai diri. Agonis serotonin-dopamin memiliki risiko rendah dalam
menimbulkan efek samping ekstrapiramidal. Obat-obatan golongan ini mencakup
risperidone, olanzapine, quetiapine, clozapine dan ziprasidone (Saddock, 2010).
10. Terapi gangguan Rett
Terapi ditujukan pada intervensi gejala. Fisioterapi memberikan keuntungan
untuk disfungsi otot, dan terapi antikonvulsan biasanya diperlukan untuk
mengendalikan bangkitan. Terapi perilaku bersama dengan terapi obat dapat
membantu untuk mengendalikan perilaku berbahaya.
11. Terapi gangguan Asperger
Terapi bergantung pada tingkat fungsi adaptif pasien. Beberapa teknik yang
digunakan untuk gangguan autistik cenderung memberikan keuntungan pada
pasien gangguan Asperger dengan hendaya sosial yang berat.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gangguan psikologis berdasarkan definisi PPDGJ-III merupakan suatu gangguan


pada diri seseorang yang memiliki gambaran seperti onset munculnya gejala
bervariasi selama masa bayi atau kanak, adanya hendaya atau kelambatan
perkembangan fungsi yang berhubungan erat dengan kematangan biologis dari
susunan saraf pusat serta berlangsung secara terus menerus tanpa remisi dan
kekambuhan yang khas bagi banyak gangguan jiwa. Pada sebagian besar kasus,
fungsi yang dipengaruhi termasuk bahasa, ketrampilan visuo-spasial dan/atau
koordinasi motorik. Masing-masing dari gangguan perkembangan psikologi
mempunyai etiologi spesifik tersendiri serta kriteria diagnostik yang berbeda sehingga
diperlukan tatalaksana yang berbeda untuk setiap gangguan tersebut.

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
Eigsti IM, Marchena AB, Schuh JM, et al. 2010. Language acquisitiom in autisme spectrum
disorders: A developmental review. [online]. Available from: www.researchgate.net.
Accessed on: 23 April 2015. Malhotra S dan Vikas A. Pervasive Developmental Disorders.
Journal of Indian Association for Child and Adolecent. [online]. Available from:
www.jiacam.org/0103/Jiacam05_3_5.pdf. Accessed on: 23 April 2015.
Maslim R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa – Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III
dan DSM 5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.
Neel L, Johnson A, Shahidullah JD. 2011. Reading and writing disorders: Research-based
assessment and intervention. American Psychological Association. [online]. Available
from: www.apadivisions.org/division-16/publications/newsletters/science/2011/10/reading-
writing-disoders.aspx. Accessed on: 23 April 2015.
Sadock, BJ. Sinopsis Psikiatri Kaplan & Sadock Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher.
24 Sadock BJ and Sadock VA. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Hlm. 597-601.
Jakarta:EGC. Sayegh P, Arentoft A, Thaler NS, et al. 2014. Quality of Education Predicts
Performance on theWide Range Achievement Test – 4th Edition Word Reading Subtest.
Archives of Clicincal Neuropsychology. [online]. Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25404004. Accessed on: 23 April 2015.
Vuijk PJ, Hartman E, Mombarg R, et al. 2011. Associations between academic and motor
performance in a heterogeneous sample of children with learning disabilities. Journal
of Learning Disabilities. [online]. Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21521869. Accessed on: 23 April 2015.

Anda mungkin juga menyukai