DISUSUN OLEH :
ANDI ABDUL MALIK (425 15 042)
2017
PENGENALAN
DE0-Nano sangat baik untuk digunakan dengan embedded sot processors karena memiliki
fitur Altera Cyclone IV FPGA (dengan 22,320 element logic), 32 MB SDRAM, 2 Kb EEPROM,
dan 64 Mb serial configuration memory device. Untuk di hubungkan dengan sensor asli DE0-Nano
memiliki sebuah penghubung National semiconductor 8-channel 12-bit A/D, dan juga terdapat
fitur analag devices 13-bit, 3-axis accelerometer device.
SPESIFIKASI
The key features of the board are listed below:
Featured device
o Altera Cyclone® IV EP4CE22F17C6N FPGA
o 153 maximum FPGA I/O pins
Expansion header
o Two 40-pin Headers (GPIOs) provide 72 I/O pins, 5V power pins, two 3.3V power pins
and four ground pins
Memory devices
o 32MB SDRAM
o 2Kb I2C EEPROM
General user input/output
o 8 green LEDs
o 2 debounced pushbuttons
o 4-position DIP switch
G-Sensor
o ADI ADXL345, 3-axis accelerometer with high resolution (13-bit)
A/D Converter
o NS ADC128S022, 8-Channel, 12-bit A/D Converter
o 50 Ksps to 200 Ksps
Clock system
o On-board 50MHz clock oscillator
Power Supply
o USB Type mini-AB port (5V)
o DC 5V pin for each GPIO header (2 DC 5V pins)
o 2-pin external power header (3.6-5.7V)
Gambar figure 2-3 merupakan sebuah blok diagram dari perangkat DE0-Nano, untuk
memaksimalkan fleksibilitas dari pengguna, semua koneksi dibangun berasarkan Cyclone IV
FPGA device. Sehinggga pengguna dapat mengatur FPGA untuk membuat berbagai system
design.
POWER-UP PERANGKAT
1. Menghubungkan USB mini-B cable dengan USB(Type A) host port dan perangkat. Untuk
komunikasi antara host dan perangkat DE0-Nano, kita dapat menginstallkan Altera USB
Blaster driver software.
2. Cara alternative, pengguna dapat menyalakan perangkat DE0-Nano dengan
menghubungkan dengan tegangan 5V untuk dua DC +5 (VCC5) pin dari GPIO header atau
tegangan (3.6-5.7V) untuk 2-pin header.
MIKROKONTOLLER DAN FPGA
Secara umum, FPGA (Field Programmable Gate Array) dan Mikrokontroler mempunyai
konsep yang sama, yaitu sebagai pemroses sinyal (input dan output) dan pengendali. Hanya saja,
kapan kita lebih baik (jadi bukan keharusan) menggunakan FPGA dan kapan lebih baik
menggunakan mikrokontroler adalah penting untuk diketahui. Tentu tetap sesuai kebutuhan.
Dalam embedden system dikenal dengan pemrograman berbasis software (C, C++,
BASIC, pascal, dll) dan pemrograman berbasis hardware (VHDL, verilog dan SystemC).
Pemrogram mikrokontoller merupakan pemgrogram software. Artinya, hardware sudah ada dan
disedikaan oleh pabrik. Kit dan mikrokontroler bentuk dan spesifikasinya ditentukan oleh pabrik.
Artinya, jumlah memori dan fasilitas dan IC mikrokontroler seperti ADC, pencacah, dll tidak bisa
kita tambah atau ubah. Kita hanya bisa menggunakan atau tidak menggunakan fungsi tersebut.
Kita sebagai pemrogram hanya merangkai kit tersebut kemudian mengisinya dengan program.
Nah, ini lah yang disebut pemrograman berbasis software.
Tentu dari segi fungsi sama, tpi dari segi design berbeda. Perlu diingat bahwa FPGA (field
programable gate array) hanya gate-gate logic yang bisa diprogrmable. karena berbasis gate
(harware) tentu dari segi kecepatan berbeda dengan berbasis programabe software. Dalam
perancangan embedded device terbagi menjadi dua pilihan, real time atau non realtime. Pilihan ini
lah yang mempengaruhi seberapa cepat embedded device kita merespon terhadap input dan output.
Tergantung dari aplikasi yang kita buat. Kalau aplikasi yg dibuat tidak memerlukan
kecepatan dan kepresisian tinggi, kita cukup dengan mikrokontroler. Untuk aplikasi besar kita
membutuhkan FPGA untuk perancangan arsistekturnya yang bisa dicombine dengan mikro atau
yang bisa disebut SoC (System on Chip).
Misalnya aplikasi (alat) untuk signal dan image processing yang membutuhkan proses
aritmatika yang rumit dan butuh kecepatan tinggi, kita membutuhkan FPGA. Pembuatan aplikasi
RF dengan orde MHz atau GHz, semisal sistem GSM, CDMA, LTE, dan WIMAX, lebih bagus
juga jika menggunakan FPGA. Untuk aplikasi pesawat luar angkasa yang membutuhkan presisi
tinggi dan tahan terhadap reduksi ionosfir, juga lebih baik menggunakan FPGA. Jadi kalau untuk
kontrol standar dan sederhana, lebih baik menggunakan mikrokontroler untuk efektifitas.
Kalau mikrokontoler, ada Atmel AVR (AT89* , ATMega, ATTiny, dll), PIC. Kedua jenis
mikrokontroler tersebut paling banyak dipakai di Indonesia. Sedangkan untuk FPGA yang biasa
dipakai adalah Xilinx (biasa include prosesro Microblaze, LEON, ARM), Altera (biasa include
procesor ARM cortex), Actel(include NIOS II), dll.