DEKOMPENSASI CORDIS
I. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah suatu keadaan
ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi
kebutuhan tubuh, meskipun tekanan vena normal (Muttaqin, 2012).
2. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis gagal jantung diantaranya:
a. Dispnea
Manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea disebabkan
oleh peningkatan kerja pernapasan akibat kongesti vaskular paru
yang mengurangi kelenturan paru. Meningkatnya tahanan aliran
udara dapat menimbulkan dispnea. Dispnea saat beraktifitas
menunukkan gejala awal dari gagal jantung kiri (Price and Wilson,
2005)
b. Ortopnea
Sesak napas saat berbaring disebabkan olehredistribusi aliran darah
dari bagian-bagian tubuh yang dibawa ke arah sirkulasi sentral.
Reabsorbsi cairan intertisial dari ekstremitas bawah juga akan
menyebabkan kongesti vaskular paru lebih lanjut.
c. Batuk non produktif
Dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi berbaring.
Timbulnya ronkhi yang disebabkan oleh transudasi cairan paru
adalah ciri khas dari gagal jantung.
d. Hemoptisis
Disebabkan oleh perdarahan vena bronchial yang terjadi akibat
distensi vena. Distensi atrium kiri atau vena pulmonalis dapat
menyebabkan kompresi esophagus.
e. Disfagia atau kesulitan menelan
f. Hepatomegali
Pembesaran hati dan nyeri tekan pada hati karena peregangan
kapsula hati. Gejala saluran cerna yang lain sperti anoreksia, rasa
penuh pada perut, atau mual dapat disebabkan karena kongesti hati
dan usus.
g. Edema perifer
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang intertisial.
h. Nokturia
Disebabkan karena redistribusi cairan dan reabsorbsi cairan pada
waktu berbaring dan berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu
istirahat.
i. Edema perifer
Penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan vena sistemik.
3. Etiologi
a. Kelainan mekanis
1) Peningkatan beban tekanan
- Dari sentral (stenosis aorta)
- Dari peripheral (hipertensi sistemik)
2) Peningkatan beban volume
- Regurgitas katup
- Meningkatnya beban awal akibat regurgitas aorta dan cacat
septum
3) Obstruksi terhadap pengisian ventrikel
- Stenosis mitral atau trikuspid
4) Temponade perikardium
5) Retriksi endokardium dan miokardium
6) Aneurisma ventrikular
7) Dis-sinergi ventrikel
(Muttaqin, 2012).
b. Kelainan miokardial
1) Primer
- Kardiomiopati
- Ganguan neuromuskular miokarditis
- Metabolik (DM)
- Keracunan (alkohol dan lain-lain)
2) Sekunder
- Iskemik, inflamasi, penyakit infiltratif
- Penyakit sistemik, PPOK
- Obat-obatan yang mendepresi miokard
(Muttaqin, 2012).
c. Gangguan irama jantung
1) Henti jantung
2) Ventrikular fibrilasi
3) Takikardi atau bradikardi yang ekstrim
4) Asinkronik listrik dan gangguan konduksi
(Nurarif dan Kusuma, 2013).
4. Patofisiologi
Penyebab decompensasi cordis atau gagal jantung menurut
Smeltzer (2002), yaitu mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi
gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah
jantung lebih rendah dari curah jantung normal, bila curah jantung
berkurang sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung
untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai maka volume
sekuncup harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Tetapi pada gagal jantung masalah utamanya adalah kerusakan dan
kekakuan serabut otot jantung dan volume sekuncup itu dipengaruhi tiga
faktor yaitu preload, kontraktilitas dan afterload, jika salah satu dari
ketiga faktor tersebut terganggu maka curah jantungnya akan berkurang.
Curah jantung yang menurun menyebabkan kongesti jaringan yang
terjadi akibat peningkatan tekanan arteri atau vena kongesti paru terjadi
karena ventrikel kiri gagal memompa darah dari paru. Peningkatan
tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke paru,
manifestasinya meliputi dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi, bunyi
jantung S3, kecemasan dan kegelisahan. Bila ventrikel kanan gagal
mengakibatkan kongesti visera dan jaringan perifer, sebagai akibat sisi
kanan jantung tidak mampu mengosongkan darah secara adekuat.
Manifestasinya yaitu edema dependen, hepatomegali, pertambahan
berat badan, asites, distensi vena jugularis. Menurut Nettina (2002),
penurunan kontraktilitas miokardium, pada awalnya hal ini hanya timbul
saat aktivitas berat atau olah raga dan tekanan vena juga mulai meningkat
dan terjadilah vasokontiksi luas, hal ini kemudian meningkatkan afterload
sehingga curah jantung semakin turun. Menurut Hudak (1997), respon
terhadap penurunan curah jantung untuk mempertahankan perfusi normal
yaitu peningkatan tonus otot simpatis sehingga meningkatkan frekuensi
jantung, tekanan darah, kekuatan kontraksi dan respon fisiologis kedua
adalah terjadinya retensi air dan natrium, akibat adanya penurunan
volume darah filtrasi.
Patofisiologi decompensasi cordis/gagal jantung menurut Price,
(1995) adalah sebagai berikut:
1. Gagal jantung kiri
Kegagalan dari pemompaan oleh ventrikel kiri mengakibatkan
curah jantung menurun. Akibat ke depan menimbulkan gejala
kelemahan atau kelelahan. Sedangkan akibat ke belakang
mengakibatkan toleran dan volume akhir diastole meningkat sehingga
terjadi bendungan vena pulmonalis, kemudian terjadi di paru-paru.
Akibat adanya sisa tekan di ventrikel kiri mengakibatkan rangsang
hipertrofi sel yang menyebabkan kardiomegali. Beban atrium kiri
meningkat dan akhirnya terjadi peningkatan beban vena pulmonalis,
kemudian mendesak paru-paru dan akhirnya terjadi oedema.
Hemoptisis dapat terjadi pada dekompensasi kordis karena dinding
kapiler jantung sangat tipis dan rentan sehingga dapat mengakibatkan
perdarahan.
2. Gagal jantung kanan
Gangguan pompa ventrikel kanan mengakibatkan aliran darah ke
paru-paru menurun mengakibatkan curah jantung menurun. Tekanan
dan volume akhir diastole ventrikel meningkat sehingga terjadi
bendungan di atrium kanan yang mengakibatkan bendungan vena
kava. Akibat bendungan di vena kava maka aliran vena hepatikum,
vena dari limpa terbendung akhirnya timbul hepatosplenomegali,
asites, edema perifer terutama kaki.
5. Klasifikasi
Klasisfikasi fungsional gagal jantung menurut New York Heart
Association (NYHA), yaitu:
2. Derajat 1: Tanpa keluhan, masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-
hari tanpa disertai kelelahan ataupun sesak napas.
3. Derajat 2: Ringan, aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau
sesak napas, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun
hilang.
4. Derajat 3: Sedang, aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau
sesak napas.
5. Derajat 4: Berat, tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari,
bahkan pada saat istirahat keluhan tetap ada dan semakin berat jika
melakukan aktivitas aktivitas ringan
6. Pemeriksaan diagnostik
1. EKG: digunakan untuk mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler,
penyimpangan aksis, iskemia, dan disritmia (takikardi, fibrilasi
atrial). Ekokardiografi, gelombang suara untuk menggambarkan
jantung, dapat memperlihatkan dilatasi abnormal ruang-ruang jantung
dan kelainan kontraktilitas.
2. Kateterisasi jantung: Tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dengan sisi kiri dan
stenosis katup atau insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner.
Zat kontras disuntikkan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran
abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas.
3. Rontgen dada: dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi ventrikel, perubahan pembuluh
darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
4. Sonogram (ekokardiogram-ekokardiogram Doppler): dapat
menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventrikular.
5. Rontgen Dada: menunjukan pembesaran jantung, banyaknya
mencerminkan dilatasi/ hipertropi bilik. Perubahan dalam pembuluh
darah mencerminkan peningkatan pulmonal.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanan utama adalah penderita merasa nyaman dalam melakukan
aktivitas fisik dan bisa memperbaiki kualitas hidup serta meningkatkan
harapan hidup. Ada tiga pendekatan, yaitu:
1. Mengobati penyakit penyebab gagal jantung
a) Pembedahan bisa dilakukan untuk memperbaiki penyempitan/
kebocoran pada katup jantung, memperbaiki hubungan
abnormal diantara ruang-ruang jantung, memperbaiki
penyumpatan arteri koroner
b) Pemberian antibiotic untuk mengatasi infeksi
c) Kombinasi obat, pembedahan dan terapi penyinaran terhadap
kelenjar tiroid yang terlalu aktif
d) Pemberian obat anti-hipertensi
2. Menghilangkan faktor-faktor yang bisa memperburuk gagal jantung
misalnya merokok, konsumsi garam yang berlebihan, obesitas
(kenaikan lebih dari 1 kilogram per hari menunjukkan bahwa adanya
kelainan pada jantung), konsumsi alkohol.
3. Mengobati gagal jantung
Pencegahan atau pengobatan dini terhadap penyebabnya, yaitu:
1. Digitalis
Secara kronotropik dan inotropik maka digitalis akan
memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat, memperkuat
kontraksi otot jantung, dan meninggikan curah jantung.
Beberapa hal yang harus di perhatikan dalam digitalis ialah efek
digitalis sangat individual.
Harus ditulis dengan jelas preparat apa yang digunakan,
cara pemberiannya, total digitalis, dosisi tiap kali dan
jadwal pemberiannya. Pada klien yang berobat jalan diberikan
penerangan yang jelas pada orang tuanya tentang pemakaian,
cara penyimpanan dan kemungkinan tanda-tanda keracunan
b. Digoxin
Obat ini dapat meningkatkan kekuatan setiap denyut jantung
danmemperlambat denyut jantung yang terlalu cepat.
Ketidakteraturan irama jantung (aritmia) dapat diatasi dengan
obat atau alat pacu jantung buatan. Merupakan preparat yang
banyak dipakai. Dosis digitalis pada keadaan gagal jantung
sesuai dengan umur dan berat badan. Dosis digitalis dapat
diberikan dalam 1 ± 3 hari tergantung pada keadaan.
c. Diuretik
Diuretik sangat berguna diberikan pada keadaan digitalis yang
tidak memadai. Pemakai diuretikum dalam jangka waktu lama
memerlukan pemeriksaan elektrolit secara berulang untuk
mencegah timbulnya ganguan elektrolit terutama hipokalemia.
d. Vasodilator (ACE Inhibitor )
Vasodilator dapat melebarkan arteri, vena atau keduanya.
Pelebaran arteri akan melebarkan arteri dan menurunkan
tekanan darah, yang selanjutnya akan menurunkan beban kerja
jantung.
e. Antikoagulan
Berfungsi unstuk mencegah pembentukan bekuan dalam ruang
jantung. Milrinone dan amirinone menyebabkan pelebaran arteri
dan vena, dan juga meningkatkan kekuatan jantung. Obat baru
ini dapat digunakan dalam jangka waktu pendek pada penderita
yang dipantau secara ketat di rumah sakit, karena bisa
menyebabkan ketidakteraturan irama jantung ynag berbahaya.
f. Kardiomioplasti
Pencangkokan jantung dapat dilakukan pada penderita yang
tidak memberikan respon terhadap pemberian obat.
Kardiomioplasti merupakan pembedahan dimana sejumlah besar
otot diambil dari punggung penderita dan dibungkuskan di
sekeliling jantung, kemudian dirangsang dengan alat pacu
jantung buatan supaya berkontraksi secara teratur.
g. Istirahat
Kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-benar
dikurangi dengan tirah baring mengingat konsumsi O2 yang
relatif meningkat. Tirah baring dan istirahat sdengan benar,
gejala-gejala gagal jantung dapat jauh berkurang.
h. Diit
Umumnya diberikan makan lunak dengan rendah garam. Jumlah
kalori sesuai dengan kubutuhan. Klien dengan gizi kurang
diberikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan di
berikan 80-100 ml/kg BB/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Diri
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat, no. Rekam medik, ruang rawat, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, penanggung jawab, alasan masuk.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang paling sering menjadi alasan pasien untuk
meminta pertolongan kesehatan meliputi dispnea, kelemahan fisik,
dan edema sistemik (Muttaqin, 2012) .
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian yang di dapat dengan adanya gejala-gejala kongestif
vaskular pulmonal adalah dyspnea, ortopnea, dyspnea nokturnal
paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Pada pengkajian
dyspnea (dikarakteristikkan oleh pernafasan cepat, dangakal, dan
sensasi sulit dalam mendapatkan udara yang cukup dan menekan
pasien) menyebabkan insomnia, gelisah, dan kelemahan (Muttaqin,
2012).
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada pasien gagal jantung biasanya pasien pernah menderita infark
miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia (Muttaqin, 2012).
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbul pada usia muda
merupakan faktor risiko utama penyakit jantung iskemik pada
keturunannya sehingga meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung
(Muttaqin, 2012).
f. Aktifitas Sehari-hari
Pola aktivitas sebelum dan di rumah sakit meliputi, pola nutrisi, pola
eliminasi, personal hygiene, pola aktivitas sehari – hari dan pola
aktivitas tidur.
g. Pemeriksaan Fisik
1. Anamnesa
a. Aktivitas dan Istirahat
Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan
berdebar. Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal
nokturnal, nokturia, keringat malam hari).
Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena
kerja, takpineu, dispneu.
b. Sirkulasi
Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi,
kongenital: kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur
jantung dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa
sputum, riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.
Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras,
pembukaan yang keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi
arterial.
c. Integritas Ego
Tanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat,
gemetar. Takut akan kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa
tidak berguna. kepribadian neurotic.
d. Makanan/Cairan
Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering
penggunaan diuretik. Tanda: Edema umum, hepatomegali dan
asistes, pernafasan payah dan bising terdengar krakela dan mengi.
e. Neurosensoris
Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing
Tanda: Kelemahan
f. Pernafasan
Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna
bercak darah, gelisah.
g. Keamanan
Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
Tanda: Kelemahan tubuh
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
Tanda: Menunjukan kurang informasi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum pasien gagal jantung biasanya di dapatkan
kesadaran yang baik atau composmetis dan akan berubah sesuai
dengan tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf
pusat (Muttaqin, 2012).
b. TTV
Diambil saat melakukan pengkajian yang meliputi suhu tubuh,
denyut nadi, tekanan darah, nafas, tinggi badan dan berat badan.
2. Diagnosis Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret akibat reflek batuk menurun
2. Penurunan curah jantung berhubungan dnegan perubahan
kontraktilitas miokard
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan berkurangnya curah
jantung akibat retensi cairan dan natrium oleh ginjal
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat turunnya
curah jantung
5. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian atau
kecacatan, perubahan peran dalam lingkungan social atau
ketidakmampuan yang permanen.
3. Intervensi Keperawatan dan rasional
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Rencana Tindakan
1 Ketidakefektifan bersihan jalan NOC NIC
napas berhubungan dengan - Respiratory status: ventilation 1) Auskultasi paru akan ronkhi atau mengi.
- Respiratory status: airway
penumpukan sekret akibat reflek Rasional : melihat adekuatnya pertukaran gas
patency
batuk menurun dan adanya sekret
Kriteria Hasil:
2) Berikan posisi kepala klien lebih tinggi
- mendemonstrasikan batuk
Rasional : Peninggian kepala memungkinkan
efektif
diafragma untuk berkonstraksi
- tidak sianosis dan dyspneu
3) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
(mampu bernafas dengan
Rasional: memudahkan pengeluaran sekret
mudah, tidak ada pursued lips)
4) Ajarkan pasien batuk efektif
- Menunjukkan jalan nafas yang
Rasional : Mengajari pasien cara mengeluarkan
paten (klien tidak merasa
sputum melalui batuk efektif
tercekik, frekuensi pernafasan,
5) Kolaborasi pemberian terapi O2
irama nafas dalam rentang
Rasional : menyuplai O2 dan meringankan kerja
normas, tidak terdapat suara
pernafasan
nafas tambahan)
6) Monitor respirasi dan status O2
Rasional: deteksi dini apabila terjadi
ketidakpatenan status oksigenasi
7) Kolaborasikan pemberian bronkodilator jika
perlu
Rasional : untuk memudahkan pengeluaran
sekret
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta :
EGC.
Muttaqin, A. 2012. Buku Ajar : Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA and NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Udjiati, W. 2013. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta:
EGC