Anda di halaman 1dari 2

Proyeksi Perbankan Indonesia Tahun 2018

Pada tahun 2017 lalu, perbankan Indonesia belum melalui pertumbuhan industri seperti yang
dicanangkan di awal. Di bulan Desember 2017, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan perkiraan
pertumbuhan kredit perbankan selama tahun 2017 hanya berada sekitar 7-9 persen, dan bernilai lebih
rendah daripada Rencana Bisnis Bank (RBB) 2017 di awal yang menargetkan pertumbuhan kredit
perbankan sebesar 11,86 persen.

Pertumbuhan yang belum maksimal ini disinyalir memiliki salah satu penyebab penyebab yaitu
dilakukannya konsolidasi perbankan yang bertujuan untuk menekan Non Performing Loan (NPL),
sehingga perbankan bersifat lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit.

Sifat yang diadopsi oleh perbankan ini membuat perbankan belum akan berani untuk menyalurkan
kredit secara ekstensif, bahkan pada awal tahun 2018. Bahkan, di tahun 2017 angka pertumbuhan kredit
perbankan tersebut sebenarnya mainly didominasi oleh Bank BUMN, di mana sebagian besar kredit
diberikan oleh Bank BUMN untuk proyek infrastruktur dan juga perusahaan BUMN. Jika Bank BUMN
dikeluarkan dari perhitungan, maka pertumbuhan kredit bahkan bisa bernilai lebih rendah dari dua
persen.

Hal ini dikarenakan oleh terjadinya booming komoditas pada tiga tahun lalu, dan perbankan pun larut
di dalamnya. Alhasil sebagian besar porsi kredit perbankan akhirnya disalurkan pada sektor tersebut.
Maka dari itu, ketika harga komoditas jatuh maka kredit perbankan juga turut jatuh, dan hal ini
meningkatkan Non Performing Loan yang bahkan mencapai angka di atas 3 persen.

Industri perbankan pada tahun 2017 memang belum mengalami pertumbuhan yang sesuai dengan
ekspektasi, hal lain yang dapat menyebabkan ini terjadi juga ialah karena pertumbuhan industri pasar
modal sangat agresif. Para pelaku bisnis di Indonesia tahun lalu mulai switch metode penyimpanan dana
dari perbankan menuju pasar modal.

Melihat bagaimana pertumbuhan industri perbankan pada tahun lalu mengalami pertumbuhan yang
belum terlalu menggembirakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) tahun 2018 ini
menetapkan target pertumbuhan kredit perbankan nasional pada rentang 10-12 persen.

Penetapan target tersebut didasarkan adanya proyeksi bahwa kinerja perbankan pada tahun 2018 akan
lebih bagus dibandingkan tahun 2017. Tahun 2018 dianggap lebih bagus; ekonomi luar negeri
diprediksikan lebih bagus, inflasi Indonesia tidak begitu tinggi, di mana suku bunga akan cenderung
turun, sehingga ekspektasi yang dipasang adalah akan ada pergerakan positif pada tahun ini. Selain itu,
fakta bahwa tahun 2018 merupakan tahun politik juga akan menjadi stimulus banyak aktivitas ekonomi
yang kemudian akan berdampak pada pertumbuhan kredit.

Untuk berusaha mencapai pertumbuhan kredit perbankan yang lebih baik di tahun 2018, akhir tahun
2017 telah menerapkan suku bunga acuan yang lebih rendah dari sebelumnya. Hal ini memang akan
membuat pertumbuhan kredit perbankan Indonesia menjadi lebih pesat pada tahun 2018 dibandingkan
tahun 2017, namun terdapat tantangan bagi perbankan sendiri.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) menetapkan target atas pertumbuhan kredit
perbankan nasional sebesar 10-12 persen. Target yang cukup optimis, mengingat ada tantangan yang
harus dihadapi. Dengan menurunkan kredit perbankan, maka orang-orang dan institusi memang akan
tergerak untuk mengajukan kredit ke bank. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa background dari
masing-masing klien berbeda-beda. Hal ini membuat bank tidak bisa leluasa untuk menurunkan bunga
kredit perbankan serendah-rendahnya.

Untuk para klien yang memiliki background yang baik dan terpercaya, maka bank akan merasa aman
untuk memberikan kredit kepada mereka. Namun, jika penurunan bunga kredit perbankan ini malah
dipergunakan oleh para klien yang memiliki background yang kurang meyakinkan, maka bank akan
malah meningkatkan risiko naiknya tingkat Non Performing Loan. Akan menjadi merugikan apabila
pertumbuhan kredit perbankan naik, namun tingkat Non Performing Loan dari masing-masing bank
juga naik.

Selain itu, di tahun 2018 ini sedang marak implementasi teknologi digital pada dunia perbankan. Bank
harus bisa mengimbangi perkembangan ini agar tidak tertinggal dari perkembangan fintech. Namun,
ada sisi lain dari perkembangan teknologi yang semakin pesat ini, yaitu aspek sumber daya manusia.

Dengan maraknya implementasi teknologi digital dalam dunia perbankan ini, otomatis bank akan
melakukan lay-off pada sumber daya manusianya, karena beberapa bagian dari perbankan ini sudah
dapat diotomisasi dan tidak perlu assistance dari sumber daya manusia tersebut lagi. Hal ini tentu akan
menyebabkan pergeseran pada sumber daya manusia di sektor perbankan, dan akan membuat jumlah
pengangguran di Indonesia semakin tinggi.

Anda mungkin juga menyukai