Anda di halaman 1dari 24

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa remaja merupakan masa dimana dianggap sebagai masa topan badai
dan stress (Storm and Stress). Karena mereka telah memiliki keinginan bebas
untuk menentukan nasib sendiri, kalau terarah dengan baik maka ia akan
menjadi seorang individu yang memiliki rasa tanggungjawab, tetapi kalau
tidak terbimbing maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki masa depan
dengan baik.
Pada masa pubertas itulah perkembangan remaja perlu adanya pengontrolan
diri dari orang tua, masyarakat dilingkungan dimana mereka berada. Karena pada
masa itu remaja merasa semakin mampu dalam pengambilan keputusan. Remaja
yang lebih tua lebih kompeten dalam mengambil keputusan disbanding remaja
yang lebih muda, dimana mereka lebih kompeten daripada anak-anak.
Kemampuan untuk mengambil keputusan tidak menjamin kemampuan itu
diterapkan, karena dalam kehidupan nyata, luasnya pengalaman adalah penting.
Remaja perlu lebih banyak peluang untuk mempraktekkan dan mendiskusikan
keputusan realistis. Dalam beberapa hal, kesalahan pengambilan keputusan pada
remaja mungkin terjadi ketika dalam realitas yang menjadi masalah adalah
prientasi masyarakat terhadap remaja dan kegagalan untu member mereka pilihan-
pilihan yang memadai. Untuk itu sebagai orang tua, dan masyarakat harus
mengenal remaja itu pada tingkat perkembangan dalam masa pubertasnya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan perubahan psikologis?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan gangguan psikologi pada remaja?
1.2.3 Bagaimana yang dimaksud dengan Oppositional Defiant Disorder (ODD)?
1.2.4 Bagaimana yang dimaksud dengan Borderline Personality Disorder?
1.2.5 Bagaimana yang dimaksud dengan antagonisme?
1.2.6 Bagaimana yang dimaksud dengan rasa malu berlebih dan kurang percaya
diri?

1
2

1.2.7 Bagaimana yang dimaksud dengan bipolar?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami mengeni perubahan psikologis pada
remaja
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan memahami mengenai perubahan psikologis
2. Untuk mengetahui dan memahami mengenai gangguan psikologi pada remaja
3. Untuk mengetahui dan memahami mengenai Oppositional Defiant Disorder
(ODD)
4. Untuk mengetahui dan memahami mengenai Borderline Personality Disorder
5. Untuk mengetahui dan memahami mengenai antagonisme
6. Untuk mengetahui dan memahami mengenai rasa malu berlebih dan kurang
percaya diri
7. Untuk mengetahui dan memahami mengenai bipolar
3

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Perubahan Psikologis


Perubahan psikologis pada remaja wajar terjadi namun ia memerlukan
bimbingan terutama dari keluarga agar dapat menerima keadaan yang terjadi dan
dapat memahaminya sehingga ia dapat beradaptasi terhadap perubahan yang
terjadi pada dirinya.

2.2. Definisi Gangguan Psikologi pada Remaja


Gangguan psikologis pada masa remaja merupakan disfungsi psikologis
dalam diri remaja yang berhubungan dengan distres atau respon atipikal secara
kultural yang tidak diharapkan. Disfungsi psikologis yang mengacu pada
gangguan dalam fungsi kognitif, emosional atau perilaku.

2.3. Macam-macam Gangguan Psikologis pada Masa Pubertas atau Adolesence


2.3.1. Oppositional Defiant Disorder (ODD)
1. Definisi Oppositional Defiant Disorder
Oppositional Defiant Disorder (ODD) adalah kelainan masa kecil yang
didefinisikan oleh pola perilaku bermusuhan, tidak taat, dan menantang yang
ditujukan pada orang dewasa atau tokoh otoritas lainnya. ODD juga ditandai
oleh anak-anak yang menampilkan suasana hati yang marah dan mudah
tersinggung, serta perilaku argumentatif dan pendendam. Sementara semua
anak akan menampilkan beberapa jenis perilaku menantang selama tahun-
tahun pertumbuhan mereka, anak-anak yang menderita ODD akan
menampilkan perilaku semacam itu jauh lebih umum daripada perilaku jenis
lainnya.
ODD atau Oppositional Defiant Disorder adalah salah satu gangguan
perilaku pada anak serta remaja. Anak yang mengalami kondisi ini umumnya
akan menunjukkan sikap yang meliputi marah-marah, uring-uringan,
membantah, atau sering berdebat dengan figur otoritas (misalnya orang tua,
pengasuh, maupun guru).

3
4

Bagi anak-anak penderita ODD, tidak ada yang bisa dilakukan untuk
membuat mereka bahagia. Anak-anak ini tidak hanya akan melakukan sesuatu
untuk sengaja menimbulkan konflik atau dengan sengaja mengganggu orang-
orang di sekitar mereka, tapi seringkali mereka menyalahkan orang lain.
2. Penyebab dan Faktor Risiko Oppositional Defiant Disorder
Penyebab spesifik yang mungkin timbul akibat awalan ODD tidak dapat
dipersempit menjadi faktor spesifik. Dipercaya secara luas bahwa kombinasi
faktor bekerja sama untuk menyebabkan seseorang mengembangkan gejala
gangguan menentang oposisi. Berikut adalah beberapa contoh berbagai sebab
dan faktor yang mungkin berperan dalam pengembangan ODD:
a. Genetik
Biasa terjadi pada anak-anak yang didiagnosis menderita ODD untuk
memiliki anggota keluarga yang juga menderita berbagai penyakit jiwa.
Penyakit seperti itu bisa meliputi gangguan mood, gangguan kepribadian,
dan gangguan kecemasan. Fakta ini menunjukkan bahwa ada
kemungkinan komponen genetik yang menyebabkan seseorang lebih
rentan terkena gangguan menentang oposisi, dibandingkan dengan orang
yang sebelumnya tidak terpapar jenis genetika yang sama.
b. Fisik
Kehadiran ciri-ciri gangguan menentang oposisi telah dikaitkan dengan
adanya sejumlah kimiawi otak tertentu yang tidak normal. Bahan kimia
otak ini, yang dikenal sebagai neurotransmitter, bekerja untuk membantu
menjaga agar bahan kimia otak mereka seimbang dengan baik. Bila terjadi
ketidakseimbangan, dan pesan tiba-tiba tidak dapat berkomunikasi dengan
benar dengan aspek otak lainnya, gejala ODD mungkin terjadi.
c. Lingkungan
Lingkungan di mana seseorang dinaikkan dapat memiliki dampak
signifikan pada apakah dia mungkin jatuh ke dalam gejala gangguan
pemberontakan oposisi. Jika seorang anak dikelilingi oleh kehidupan
rumah yang agak kacau (di mana kekerasan, argumen, dan bentuk
perselisihan umum lainnya) lazim, tidak beralasan untuk berasumsi bahwa
5

anak tersebut dapat mulai bertindak sebagai hasilnya. Demikian pula, jika
anak-anak terkena kekerasan atau memiliki teman yang berperilaku tidak
sopan dan ceroboh, anak-anak itu juga cenderung mulai menampilkan
gejala perilaku yang berkorelasi dengan onset ODD.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan Oppositional Defiant Disorder antara
lain:
a. Perselisihan keluarga
b. Kehidupan rumah disfungsional
c. Terpapar kekerasan
d. Sejarah penyakit jiwa dalam keluarga
e. Paparan penyalahgunaan zat
f. Pengasuhan tidak konsisten (disiplin yang tidak konsisten, interaksi yang
tidak konsisten, dll.)
g. Penyalahgunaan / pengabaian
3. Tanda dan Gejala Oppositional Defiant Disorder
Tanda dan gejala ODD akan bervariasi dari orang ke orang. Mungkin juga
ada perbedaan yang signifikan dalam bagaimana gejala muncul pada diri anak
laki-laki dibandingkan dengan penampilan mereka pada anak perempuan.
Berikut adalah beberapa contoh tanda dan gejala yang mungkin menjadi bukti
bahwa seorang anak sedang berjuang melawan gangguan melawan oposisi:
a. Gejala perilaku:
1) Mudah kehilangan kesabaran seseorang / membuang amarah berulang-
ulang
2) Berdebat
3) Pertarungan
4) Menolak mengikuti aturan
5) Sengaja berakting dengan cara yang akan mengganggu orang lain
6) Menyalahkan orang lain
7) Permusuhan terhadap orang lain
8) Tidak mau berkompromi atau bernegosiasi
9) Dengan sengaja menghancurkan persahabatan
6

10) Menjadi dengki dan membalas dendam


11) Blatant dan pengabaian berulang
b. Gejala kognitif:
1) Sering frustrasi
2) Kesulitan berkonsentrasi
3) Gagal untuk "berpikir sebelum berbicara"
c. Gejala psikososial:
1) Kesulitan membuat teman
2) Kehilangan harga diri
3) Negatif yang gigih
4) Perasaan jengkel yang konsisten
4. Contoh Kasus Oppositional Defiant Disorder
Seorang anak laki-laki usia 14 tahun, dia tinggal bersama ayahnya, ia
jarang mendengarkan apa yang dikatakan ayahnya, mudah marah, dan
tersinggung, sering melawan apa yang dikatakan ayahnya, temanya banyak
yang tidak menyukai karena ia selalu tidak sependapat dengan temanya.
Selain itu, dia selalu dimarahi gurunya disekolah karena selalu membuat ulah
di sekolahnya, bahkan saat istirahat sering mencubit tubuh teman-temanya
sampai menangis, dan jika diingatkan oleh gurunya ia marah dan tak mau
mendengarkanya.
5. Cara Mengatasi Oppositional Defiant Disorder
Penanganan yang tepat akan ditentukan oleh dokter setelah pasien
didiagnosis positif mengidap ODD. Langkah ini umumnya dilakukan melalui
terapi psikologis yang akan dijalani oleh pasien secara individual maupun
bersama orang tua. Pasien akan diajari untuk mengatasi emosi-emosi negatif
dan mengekspresikan perasaannya dengan cara yang lebih sehat. Sementara
orang tua akan dilatih untuk membimbing sang anak dalam proses
pembelajaran tersebut dengan cara yang lebih positif dan menyenangkan.
Tujuan terapi ini adalah meningkatkan komunikasi serta kerja sama di antara
anggota keluarga dan pasien.
7

Dalam menangani ODD, dokter jarang menganjurkan obat-obatan.


Penggunaan obat-obatan hanya akan diberikan ketika pasien juga mengidap
gangguan psikologis lain (misalnya, ADHD) bersamaan dengan ODD.
Sebagian besar pasien ODD akan menjalani penanganan selama beberapa
bulan atau lebih. Karena itu, orang tua dihimbau untuk bersabar selama
pelatihan dan senantiasa membantu pasien selama masa menjalani terapi.
Orang tua juga bisa menerapkan cara-cara berikut guna membantu anak
ODD:
a. Memberi contoh perilaku yang ingin Anda terapkan pada anak.
b. Memberikan instruksi atau petunjuk secara spesifik agar jelas.
c. Memuji perilaku positif anak, misalnya memuji anak yang sudah
membereskan mainannya.
d. Membangun rutinitas sehari-hari yang konsisten.
e. Hindari hal-hal yang bisa memicu perdebatan dengan anak.
f. Meluangkan waktu khusus untuk menemani anak.
g. Memberikan tugas rumah agar anak terbiasa. Awali dengan tugas ringan
lalu perlahan-lahan kombinasikan dengan tugas yang lebih berat setelah
anak berhasil menyelesaikan tugas ringannya.
h. Bekerjasama dengan pasangan atau anggota keluarga lain, atau dengan
guru sekolahnya untuk menetapkan batas-batas disiplin yang sama. Dan
harus konsisten saat menerapkannya.

2.3.2. Borderline Personality Disorder


1. Definisi Borderline Personality
Borderline Personality Disorder (BPD) adalah gangguan mental yang
ditandai oleh fluktuasi emosi seseorang yang parah, menyebabkan
ketidakstabilan dalam hubungan interpersonalnya, perilaku mempengaruhi,
citra diri, dan tingkat impulsif. Orang-orang yang menderita BPD bertahan
dalam pertempuran batin setiap hari yang mencerminkan perilaku luar yang
tidak konsisten mereka.
Borderline personality disorder (BPD) atau gangguan kepribadian ambang
adalah sebuah kondisi yang muncul akibat terganggunya kesehatan mental
8

seseorang. Kondisi ini berdampak pada cara berpikir dan perasaan terhadap
diri sendiri maupun orang lain, serta adanya pola tingkah laku abnormal.
2. Penyebab Borderline Personality
Penyebab pasti BPD belum dapat diketahui dengan jelas. Diperkirakan
riwayat pelecehan atau penyiksaan yang dialami semasa kecil memiliki
keterkaitan dengan terjadinya BPD. Hal lain yang juga terkait dengan BPD
adalah faktor genetik. Menurut beberapa penelitian, riwayat gangguan
kepribadian yang dimiliki oleh salah satu anggota keluarga kemungkinan
dapat diwariskan melalui gen ke anggota keluarga lain.
Beberapa penelitian juga menunjukkan perubahan pada beberapa area di
otak, terutama yang berperan mengatur sisi emosi, agresi, dan impulsif
seseorang, dapat dikaitkan dengan kemunculan kondisi BPD. Selain itu,
penurunan fungsi dari zat-zat kimia pada otak, seperti serotonin, juga
dikaitkan dengan BPD. Serotonin berfungsi mengendalikan suasana
hati (mood). Ciri kepribadian tertentu juga dapat menjadi faktor risiko
berkembangnya BPD. Misalnya seseorang dengan kepribadian agresif dan
impulsif.
3. Tanda dan Gejala Borderline Personality
Borderline Personality Disorder ini dapat memengaruhi pola pikir dan
perilaku seseorang. Gejala-gejala yang dapat muncul antara lain:
a. Merasa takut diabaikan sehingga membuat penderitanya menghindari
perpisahan, kritik, atau penolakan.
b. Perubahan citra dan identitas diri yang berlangsung dengan cepat sehingga
memengaruhi nilai-nilai dan tujuan yang diketahuinya. Penderita BPD
dapat memandang dirinya sebagai sosok yang buruk, menyerupai sosok
antagonis di dalam sebuah film.
c. Mengalami periode stres yang memicu paranoia, serta kehilangan
hubungan dengan kenyataan yang dapat berlangsung hingga beberapa jam.
d. Mengalami perubahan suasana hati yang berlangsung hingga berhari-hari.
e. Memiliki perilaku impulsif yang berisiko dan terkadang berbahaya, seperti
judi, hubungan seksualyang tidak aman, mengemudi dengan ceroboh, atau
9

boros. Seseorang dengan BPD dapat berhenti dari pekerjaannya tanpa


alasan yang jelas atau mengakhiri hubungan asmara yang pada dasarnya
baik.
f. Mudah kehilangan kesabaran dan menjadi sangat marah hingga dapat
memicu pertengkaran atau perkelahian.
g. Pada suatu momen dapat menghormati atau menyayangi seseorang, namun
kemudian berubah dan menganggap orang tersebut sebagai sosok yang
buruk.
h. Merasakan kekosongan secara psikologis yang berlangsung terus-menerus.
i. Dapat berperilaku menyakiti diri sendiri hingga bunuh diri sebagai reaksi
dari penyaluran amarah, menghukum diri sendiri, rasa takut ditinggalkan,
atau penolakan.
j. Penderita BPD cenderung berperilaku impulsif saat sakit hati karena setelah
melakukannya muncul suatu perasaan lega. Lama kelamaan, penderita
BPD semakin terpicu untuk berperilaku impulsif saat sakit hati. Siklus
tidak sehat ini dapat dimulai dan terus berlangsung ketika penderita BPD
kemudian merasa malu dan bersalah atas tindakannya, lalu kembali
melakukan tindakan-tindakan yang bersifat impulsif agar dapat merasa
lebih baik. Tindakan ini dapat berkembang menjadi kebiasaan yang
dilakukan untuk menghindari rasa sakit secara emosional.
k. Segera temui dokter jika Anda menyadari kehadiran gejala-gejala kondisi
ini, baik pada diri sendiri maupun pada teman dan keluarga. Bicarakan
dengan teman atau anggota keluarga tentang memperoleh informasi atau
bantuan dari tenaga medis profesional terkait secara baik-baik dan tanpa
paksaan.
4. Contoh Kasus Borderline Personality Disorder
Anak A harus di periksa di psikiater karena mengidap gangguan jiwa.
Sesuai informasi yang didapatkan dari pengacara SH kejaksaan M berkaitan
dengan berkas perkara laporan polisi tanggal 3 Mei 2017 dimana anak A
diharuskan periksa pada Psikiater atas dugaan gangguan kepribadian ambang
(BPD). Anak A sering melampiaskan emosi yang luar biasa dengan merokok
10

dan meminum alkohol hingga mabuk pada 29 April 2012, pukul 12 malam
anak harus mencari kepuasan seks untuk tenang dan bisa tidur nyenyak
dengan cara memperkosa L. Kebiasaan tersebut timbul sejak dia kecil. Dia
melakukan hal tersebut karena tidak mendapatkan perhatian dari ibunya. Saat
ini anak A dihukum kurungan dan menunggu pemeriksaan lebih lanjut dari
psikiater.
5. Cara Mengatasi Borderline Personality Disorder
Pengobatan borderline personality disorder (BPD) yang utama adalah
melalui psikoterapi. Obat-obatan dan perawatan di rumah sakit juga dapat
dianjurkan, sesuai dengan kondisi dan keselamatan pasien jika diperlukan.
Pada kasus tertentu, penderita BPD dapat melalui perawatan di rumah sakit
untuk mencegah kecenderungan melukai dirinya sendiri atau bunuh diri.
Penanganan BPD melalui psikoterapi bermaksud membantu penderita
memiliki hidup yang lebih stabil dan mengarahkan aspek kehidupannya
menjadi lebih baik. Psikoterapi yang juga disebut dengan talk
therapy merupakan pendekatan mendasar dalam penanganan BPD untuk
membantu penderita memahami kondisi ini dan berfokus pada
kemampuannya saat ini. Psikoterapi juga bertujuan membantu penderita BPD
dalam mengatur sisi-sisi emosi yang membuat dirinya tidak nyaman,
mengenali dirinya sendiri, serta mengendalikan perasaannya terhadap diri
sendiri dan orang lain.
Psikoterapi bermaksud melatih penderita dalam mengenali dan
menganalisis perasaannya sendiri. Penderita juga diharapkan mampu
menekan perasaannya yang impulsif, misalnya menahan amarah yang timbul
akibat situasi yang dihadapinya. Dengan demikian dapat mengurangi perilaku
kasar dan akhirnya dapat meningkatkan kualitas hubungan sosial. Maka dari
itu, penderita BPD akan menjalani suatu bentuk terapi psikologi, misalnya:
a. Dialectical behavior therapy (DBT)
Terapi ini menggunakan pendekatan berbasis kemampuan dalam mengajari
penderita BPD mengatur emosi, mentolerasi tekanan jiwa, dan
11

memperbaiki hubungan sosial. Terapi ini dapat dilakukan sendiri atau di


dalam sebuah grup konsultasi bersama seorang terapis.
b. Mentalization-based therapy (MBT)
Terapi ini menitikberatkan metode berpikir sebelum bereaksi. MBT
membantu penderita BPD mengenali perasaan dan pikirannya sendiri
dengan menciptakan perspektif alternatif dari situasi yang tengah dihadapi.
c. Schema-focused therapy
Terapi ini membantu penderita BPD mengenali kebutuhan yang tidak
terpenuhi pada periode awal hidup yang dapat memicu pola perilaku hidup
negatif. Terapi akan memfokuskan kepada usaha pemenuhan kebutuhan
tersebut melalui cara yang lebih sehat agar terbangun pola perilaku hidup
yang positif. Sama seperti terapi DBT, terapi ini dapat dilakukan secara
perorangan maupun di dalam grup konsultasi.
d. Transference-focused psychotherapy (TFP) atau terapi psikodinamis
Terapi ini membantu penderita BPD memahami emosi dan kesulitan yang
dialaminya dalam mengembangkan hubungan interpersonal. TFP melihat
kepada hubungan yang terbangun antara penderita BPD dengan terapis
dalam memahami masalah ini. Selanjutnya, pengetahuan yang didapatkan
penderita akan diterapkan ke dalam situasi yang dialaminya pada saat ini.
e. General psychiatric management
Terapi ini menggunakan manajemen kasus dengan berfokus membuat
peristiwa yang memicu tekanan emosional menjadi masuk akal.
Pendekatan ini dilakukan dengan mempertimbangkan perasaan sebagai
konteks interpersonal dan dapat dipadukan bersama pengobatan, terapi
kelompok, penyuluhan pada keluarga, atau bahkan perorangan.
f. Pelatihan sistem untuk prediktabilitas emosional dan pemecahan masalah
atau systems training for emotional predictability and problem-
solving (STEPPS)
Terapi ini merupakan terapi kelompok bersama anggota keluarga, teman,
pasangan, atau pengasuh sebagai bagian dari kelompok terapi yang
12

berlangsung selama 20 minggu. Terapi ini juga digunakan sebagai terapi


tambahan bersama psikoterapi lainnya.

2.3.3. Antagonisme
Antagonisme terdiri dari dua macam, yaitu:
1. Antagonisme Sex
a. Definisi Antagonisme Sex
Antagonisme sex dapat di artikan sebagai suatu perasaan tidak senang atau
menentang suatu yang berhubungan dengan sex, yang diaplikasikan dalam
sikap dan prilaku. Seorang yang mengalami hambatan sexual, tidak dapat
merasakan ataupun membedakan, antara gender yang ada pada dirinya.
b. Faktor Risiko Antagonisme Sex
1) Meskipun dia seorang laki-laki atau perempuan tidak normal yang sering
kita sebut dengan gay atau lesbi, maka dia tidak akan menikmati fantasi
seksual yang normal, dan dia akan gagal menikmati fantasi sexual pada
dirinya.
2) Memiliki hambatan nafsu sex dengan lawan jenis
3) Trauma perkosaan, atau melihat kejadian penyiksaan yang berhubungan
dengan sex.
4) Mendengar cerita-cerita tentang sex yang tidak jelas, dan yang ada hanya
informasi yang salah tentang sex (ketidaktahuan tentang info sex).
5) Hubungan keluarga dan lingkungan yang buruk, dimana beberapa orang
tua mengajarkan anak gadisnya untuk mempercayai sex adalah sesuatu
yang buruk, kegiatan yang memalukan, dimana seseorang berbuat
sekehendak hatinya, sex tidak pernah dibicarakan terbuka dalam
keluarga.
6) Kesehatan yang buruk, mengalami penyakit fisik dan mental, namun ini
kemungkinannya sangat kecil
c. Contoh Kasus Antagonisme Sosial dan Sex
Anak remaja laki-laki yang berusia 17 tahun. Dia merasakan tertarik
dengan sesama jenis kelamin dan dia merasa tidak ada rasa tertarik dengan
13

lawan jenis. Setiap hari dia selalu bergaul dengan laki-laki. Dan dia sering
tertarik dengan film-film dewasa yang tidak senonoh. Sebenarnya dia
sangat tidak nyaman dengan keadaan dirinya. Tapi, dia tidak bisa merubah
kebiasaannya. Suatu hari dia pergi ke guru BK untuk konsultasi mengenai
keadaannya. Dan dia mengungkapkan dia mulai tertarik dengan laki-laki
dan sering menonton film dewasa sejak dia berumur 10 tahun karena
orangtuanya sering mengekang dia dan dia sering mendengar cerita teman
tentang video-video porno. Dan keluarga cenderung malu-malu dalam
memberikan seks education kepada anaknya.
2. Antagonisme Sosial
a. Pengertian Antagonisme Sosial
Pada usia remaja 14-15 tahun sampai 17-18 tahun, percepatan
pertumbuhan fisik sangat menonjol dan kematangan fungsi layaknya
orang dewasa akan timbul. Gejolak emosional sebagai penyertaan
perkembangan fisik sering terjadi begitu ekstrim sehingga menyulitkan
remaja sendiri maupun lingkungannya. Konflik dengan orang tua, teman
sebaya, umumnya akan berkembang yang sering ditandai oleh satu sisi
kebutuhan untuk mandiri, sedangkan di sisi lain ketergantungan baik
moril maupun materiil masih sangat besar terutama pada orang tua. Dan
pada kenyataannya remaja merasa belum yakin akan kebutuhan otonomi
sehingga remaja sering dihadapkan pada situasi frustrasi.
b. Contoh Kasus Antagonisme Sosial
Di sebuah sekolah SMA terdapat gadis yang bernama Ariani. Dia sejak
SMP sudah berpacaran dengan Glen. Kebetulan Arini dan Glen berada di
sekolah yang sama. Suatu hari Arini mengetahui bahwa Glen keluar ke
kantin dengan cewek lain. Lalu Arini marah dan dia membuat status di
media sosial yang isinya menyindir dan mengolok-olok cewek tersebut.
Akhirnya mengetahui status Arini, cewek tersebut tidak terima lalu
langsung mendatangi Arini di kelasnya dan terjadi percekcokan antara
Arini dan cewek tersebut hingga mereka mendapat teguran guru BK.
14

3. Cara Mengatasi Antagonisme Sosial dan Sex


a. Batasi waktu menonton anak. Alihkan kegiatan mereka ke aktivitas lain
yang lebih menyenangkan dan edukatif. Berikan permainan, buku bacaan
serta tontonan yang sesuai dengan umurnya. Dampingilah si buah hati
ketika menonton televisi. Bersikaplah terbuka ketika si anak bertanya
tentang hal-hal “dewasa”. Berikan jawaban yang mudah diterima oleh
pemahaman mereka. Jangan malah ditutup-tutupi hingga anak mencari
jawaban itu sendiri dengan cara bertanya ke orang lain atau mencarinya di
internet.
b. Bersikap terbuka. Biasakanlah diskusi setiap hari tentang bagaimana
sekolah hari ini. Apa ada masalah di sekolah? Apa ada masalah dengan
teman? Jadilah sosok yang bisa dipercaya oleh si anak. Kebanyakan orang
tua biasanya marah duluan sebelum mendengarkan penjelasan si anak.
Karenanya banyak anak yang lebih terbuka pada temannya daripada
orangtua.

2.3.4. Rasa Malu berlebih dan Kurang percaya diri


1. Definisi Rasa Malu berlebih dan Kurang percaya diri
Perilaku pemalu dan kurang percaya diri merupakan salah satu aspek
kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang
percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki
pengharapan yang realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud,
mereka tetap berpikiran positif dan dapat menerimanya.
Menurut Thantaway dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling
(2005:87),percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang
yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan
sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif,
kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri.
15

2. Penyebab Rasa Malu berlebih dan Kurang percaya diri


Penyebab rasa malu berlebih dan kurang percaya diri pada remaja antara lain:
a. Terabaikan
Anak-anak yang tumbuh tanpa mendapatkan cinta dan kasih sayang yang
cukup akan merasa terabaikan dan bersikap acuh tak acuh saat mereka
dewasa. Mereka akan merasa kesulitan untuk mempercayai dan bergaul
orang lain.
b. Kritik yang berlebihan
Saat seorang anak terus menerus diingatkan bahwa dia nakal, itu akan
membuatnya menjadi depresi dan hilang percaya diri. Kejadian-kejadian
seperti ini akan menyebabkan dirinya merasa tidak berharga, membuatnya
menjadi pesimis, dan enggan untuk melakukan sesuatu yang positif.
c. Pengaruh dari orang tua dan keluarga
Orang tua cenderung utuk mempengaruhi anaknya dengan merefleksikan
mimpi-mimpi mereka yang tidak terpenuhi. Mereka membuat kesalahan
dalam memilih karir sehingga ketidak bahagiaan tersebut mempengaruhi
anak-anaknya.
d. Pencapaian
Orang bekerja untuk mencapai sukses dalam hidupnya dan saat mereka
gagal setelah bekerja keras, mereka memperlakukan kegagalan tersebut
sebagai kenyataan pahit yang menyebabkan hilangnya rasa percaya diri.
e. Penampilan fisik
Penampilan fisik dari seseorang itu sangat penting karena itu yang paling
mempengaruhi. Orang yang berpenampilan buruk akan merasa rendah diri
saat membandingkan dirinya dengan orang yang berpenampilan lebih baik.
Ini akan menciptakan perasaan malu, yang menyebabkan mereka
mengisolasi diri dari kehidupan sosial.
f. Pengalaman negatif
16

Kurangnya rasa percaya diri terkadang disebabkan oleh pengalaman yang


negatif. Anak-anak cenderung untuk meniru hal-hal negatif disekitarnya.
Orang dewasa juga terkadang suka ikut-ikutan melakukan aktivitas-
aktivitas tertentu yang membahayakan rasa percaya dirinya.
g. Kekerasan terhadap anak-anak
Orang yang kurang percaya diri biasanya pernah mengalami kekerasan
yang menyebabkan kerusakan fisk maupun mentalnya sewaktu masih
berusia kanak-kanak. Kekerasan fisik ini termasuk kejahatan seksual
terhadap anak-anak, yang biasanya bisa disembuhkan, akan tetapi,
kekerasan terhadap mental akan membekas sangat dalam dan sangat sulit
untuk disembuhkan. Pelaku kekerasan terhadap anak-anak ini biasanya
adalah keluarga teman, kerabat, tetangga, orang asing dan wali atau orang
tua tiri.
h. Pengangguran seseorang yang tidak mempunyai pekerjaan akan merasa
putus asa dan tidak beguna
Kegagalan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya akan membuat
seseorang menjadi kurang percaya diri.
3. Tanda Rasa Malu berlebih dan Kurang percaya diri
Orang yang kurang percaya diri punya ciri-ciri dasar berikut ini, yang
terkadang sulit untuk di identifikasi:
a. Kurang bisa untuk bersosialisasi dan tidak yakin pada diri sendiri,
sehingga mengabaikan kehidupan sosialnya.
b. Seringkali tampak murung dan depresi.
c. Punya masalah dalam kebiasaan makan misalnya anorexia yang mengarah
pada obesitas, yang membahayakan bagi tubuhnya.
d. Mereka suka berpikir negatif dan gagal untuk mengenali potensi yang
dimilikinya.
e. Takut dikritik dan merespon pujian dengan negatif.
f. Takut untuk mengambil tanggung jawab.
g. Takut untuk membentuk opininya sendiri.
h. Hidup dalam keadaan pesimis
17

4. Contoh Kasus Malu berlebih dan Kurang percaya diri


Remaja “N” adalah anak ke dua dari dua bersaudara, usianya 15 tahun.
Menurut orang tuanya, dia berbeda dengan kakaknya, dia sering menyendiri
dan jarang bergaul dengan temanya, bahkan saat waktu berkumpul di
rumahnya dia lebih memilih bermain handpone di kamaranya dibandingkan
berkumpul di ruang tamu. Dan saat mendapat masalah, dia semakin terlihat
binggung dan jarang bercerita dengan orang lain. Saat di sekolah, dia selalu
menolak apabila diberi kesempatan untuk maju ke depan kelas. Apabila
berhadapan dengan orang yang baru dikenal, dia lebih memilih untuk diam
dan tidak mau memulai pembicaraan
5. Cara Mengatasi Malu berlebih dan Kurang percaya diri
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua untuk membantu anak
mengatasi rasa malu, yaitu :
a. Orang tua sebaiknya tidak mengolok-ngolok sifat pemalu anak ataupun
memperbincangkan sifat pemalunya di depan sang anak. Contohnya,
dengan mengatakan; “kamu sih, pemalu”, “iya loh bu Joko, anak saya
pemalu sekali”. Dengan mengatakan hal-hal ini anak dapat merasa tidak
diterima apa adanya
b. Mengetahui kesukaan dan potensi anak, lalu mendorongnya untuk berani
melakukan hal-hal tertentu lewat media hobi, dan potensi diri. Misalnya,
anak suka main mobil-mobilan
c. Sebaiknya orangtua secara rutin mengajak anak berkunjung ke rumah
teman, tetangga, atau kerabat dan bermain disana. Kunjungan sebaiknya
dilakukan pada teman-teman yang berbeda.
d. Lakukan role playing bersama anak. Misalnya bermain bersama orangtua
bermain bersama diwaktu libur atau di waktu free.
Psikiater anak Swallow pada 2000 membuat daftar hal-hal yang biasanya
dilakukan ataupun dirasakan anak pemalu :
a. Menghindari kontak mata.
18

b. Tidak mau melakukan apa-apa.


c. Tidak mau mengikuti kegiatan di kelas.
d. Tidak mau meminta pertolongan atau bertanya kepada orang yang tidak
dikenal.
e. Mengalami demam panggung (pipi memerah, tangan berkeringat,keringat
dindin, dan bibir terasa dingin) disaat-saat tertentu.
f. Tidak banyak bicara, menjawab secukupnya saja, seperti “ya”, “tidak”,
“tidak tahu”.
g. Mengalami psikosomotis.
h. Merasa tidak ada yang menyukai.

2.3.5. Gangguan Bipolar


1. Definisi Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar adalah kondisi seseorang yang mengalami perubahan
suasana hati secara fluktuatif dan drastis,misalnya tiba-tiba menjadi sangat
bahagia dari yang sebelumnya murung. Nama lain dari gangguan bipolar
adalah manik depresif.
Terdapat dua episode dalam gangguan bipolar, yaitu episode mania (fase
naik) dan depresi (fase turun). Pada periode mania, penderita menjadi terlihat
sangat bersemangat, enerjik, dan bicara cepat. Sedangkan pada periode
depresi, penderita akan terlihat sedih, lesu, dan hilang minat terhadap
aktivitas sehari-hari.
2. Penyebab Gangguan Bipolar
Hingga kini, para ahli belum mengetahui apa yang menyebabkan
terjadinya gangguan bipolar. Beberapa berpendapat bahwa kondisi ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmitter atau zat pengontrol
fungsi otak. Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa gangguan bipolar
berkaitan dengan faktor genetik (keturunan).
Beberapa faktor yang diduga bisa meningkatkan risiko seseorang terkena
gangguan bipolar adalah mengalami stres tingkat tinggi, pengalaman
traumatik, kecanduan minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang, dan
19

memiliki riwayat keluarga dekat (saudara kandung atau orang tua) yang
menderita gangguan bipolar.

3. Tanda dan Gejala Gangguan Bipolar


Tanda dan gejala gangguan bipolar terdapat 2 macam, yaitu:
a. Gejala-gejala pada fase mania
Fase mania ditandai dengan kenaikan suasana hati secara signifikan
sehingga menyebabkan penderita gangguan bipolar yang mengalaminya
akan merasa sangat gembira dan bersemangat. Mereka merasa sangat
berenerjik dan merasa tidak lelah walau kurang tidur dan kurang makan.
Selain itu, mereka juga bicara dengan cepat dan merasa punya banyak ide
atau rencana-rencana yang rumit.
Mania juga membuat ego penderita menjadi tinggi sehingga tidak
jarang mereka menjadi mudah tersinggung dan terusik, merasa dirinya
sangat penting, melakukan hal-hal sembrono dengan menghabiskan uang
tabungan, atau membuat keputusan besar yang berisiko tinggi atau
merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Kadang-kadang pada beberapa kasus bipolar, penderita juga bisa
mengalami gejala psikotik berupa delusi dan halusinasi. Saat berhalusinasi,
seseorang akan merasa seperti mendengar atau melihat sesuatu yang
sebenarnya tidak ada. Saat mengalami delusi, seorang penderita gangguan
bipolar akan meyakini sesuatu yang pada umumnya tidak masuk akal atau
tidak benar secara nalar.
b. Gejala-gejala pada fase depresi
Kebalikan dari fase mania adalah fase depresi. Fase ini ditandai dengan
penurunan suasana hati secara signifikan sehingga penderita bipolar akan
merasa sangat sedih, sulit tidur, tidak nafsu makan, kurang percaya diri,
merasa bersalah, pesimis, merasa tidak berharga, dan cenderung putus
asa. Jika gejala ini makin parah, dikhawatirkan penderita dapat menyakiti
dirinya sendiri atau bahkan melakukan bunuh diri.
20

Fase depresi juga dapat membuat penderita gangguan bipolar menjadi


sulit untuk berkonsentrasi dan mengalami penurunan daya ingat sehingga
tidak jarang mengalami penurunan prestasi atau produktivitas.
Jika dilihat dari perputaran episode suasana hati, ada beberapa penderita
gangguan bipolar yang mengalami periode normal di antara fase mania
dan fase depresi. Meskipun begitu, ada sebagian penderita yang
mengalami perputaran cepat dari fase ke fase tanpa adanya periode
normal. Tiap fase dapat berlangsung beberapa minggu hingga beberapa
bulan.
4. Contoh Kasus Gangguan Bipolar
Seorang remaja bernama Kuntum Mawar Merah, berumur 16 tahun, berasal
dari keluarga yang broken home, dia tinggal bersama ibunya dan seorang
aktris, sebelumnya, ia pernah menggunakan jibab dan meNjadi seorang
motivator terkenal. Kemudia pada suatu hari ia menjadi per bincabngan
public karena mengaploud video di akun media sosialnya, video tersebut
berisi, mawar yang sedang tidak memakai jilbab, kemudia berjoged, sambil
menari dan menangis, marah-marah dan berteriak-teriak, mEmamki kata-kata
kotor pada orang yang dibencinya.
5. Cara Mengatasi Gangguan Bipolar
Ada beberapa cara untuk mengatasi gangguan bipolar pada remaja, antara
lain:
a. Pengobatan
Jika pengobatan berjalan efektif, gejala gangguan bipolar biasanya akan
mereda dalam waktu kurang dari tiga bulan. Namun jika kondisi ini
diabaikan atau tidak mendapat penanganan yang tepat, maka gejala bisa
berlangsung selama berbulan-bulan (3-6 bulan untuk episode mania dan
enam bulan sampai satu tahun untuk episode depresi).
Tujuan pengobatan bipolar adalah untuk menurunkan frekuensi
terjadinya episode mania atau depresi sehingga penderita dapat hidup
secara normal dan membaur dengan orang-orang di sekitarnya. Terdapat
obat untuk mencegah kambuhnya fase bipolar dan terdapat juga obat
21

untuk meredakan gejala ketika sedang kambuh. Obat-obatan yang biasa


digunakan antara lain:
1) Antikonvulsan (contohnya lamotrigine, carbamazepine, dan
valproate).
Antikonvulsan sebenarnya merupakan obat yang biasa digunakan
untuk mengobati epilepsi. Penggunaan antikonvulsan tidak boleh
sembarangan dan harus berdasarkan resep dokter.
2) Lithium
Obat yang digunakan secara jangka panjang ini mampu mencegah
terjadinya gejala mania dan depresi serta menstabilkan suasana hati.
Efek samping penggunaan lithium yang tergolong ringan adalah
muntah dan diare. Dokter kadang-kadang mengombinasikan lithium
dengan obat antikonvulsan seperti valproate atau lamotrigine untuk
mengobati pasien gangguan bipolar yang mengalami rapid
cycling (perubahan episode secara cepat dari tinggi ke rendah atau
sebaliknya tanpa adanya periode normal yang menengahi).
3) Antidepresan.
Salah satu contoh obat antidepresan yang sering digunakan
adalah fluoxetine. Pada sebagian penderita gangguan bipolar, obat
pereda depresi ini dapat memicu episode mania. Oleh karena itu
antidepresan kerap dipasangkan dokter dengan obat-obatan penstabil
suasana hati.
4) Benzodiazepine
Obat yang termasuk kelompok antiansietas ini bisa digunakan secara
jangka pendek untuk meredakan kecemasan. Selain itu,
benzodiazepine juga bisa digunakan untuk memperbaiki kualitas tidur
penderita gangguan bipolar.
5) Antipsikotik
Sama seperti obat-obatan antikonvulsan, antipsikotik diresepkan untuk
mengatasi episode mania dan juga efektif untuk menstabilkan suasana
hati. Namun dokter biasanya akan meresepkan obat ini jika episode
22

mania sudah dianggap parah dan menimbulkan perilaku yang


mengganggu. Beberapa efek samping yang mungkin saja terjadi dari
penggunaan antipsikotik adalah kenaikan berat badan, konstipasi,
mulut kering, dan penglihatan buram.
b. Terapi psikologis
Terapi psikologis untuk gangguan bipolar dapat menunjang obat-
obatan yang telah diberikan. Melalui metode ini diharapkan kesembuhan
pasien bisa tercapai secara lebih efektif.
Di dalam terapi psikologis, pasien akan dikenalkan dengan masalah
kejiwaan yang sedang mereka alami. Pasien juga akan diajak
mengidentifikasi hal-hal yang dapat memicu terjadinya episode, baik itu
dalam bentuk pemikiran maupun perilaku pasien. Setelah faktor pemicu
gejala diketahui, psikiater atau ahli terapi akan membimbing pasien untuk
berupaya mengubah pemikiran dan perilaku negatif tersebut menjadi
sesuatu yang positif. Melalui metode yang dinamakan terapi perilaku
kognitif ini, pasien juga akan diajari cara menanggulangi stres secara
efektif, serta diberi nasihat-nasihat seputar pola makan, tidur, dan
olahraga yang baik untuk kesehatan.
23

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gangguan psikologis pada masa remaja merupakan disfungsi psikologis
dalam diri remaja yang berhubungan dengan distres atau respon atipikal secara
kultural yang tidak diharapkan. Disfungsi psikologis yang mengacu pada
gangguan dalam fungsi kognitif, emosional atau perilaku. Beberapa gangguan
psikologis pada remaja antara lain: Oppositional Defiant Disorder (ODD),
Borderline Personality Disorder, antagonisme, rasa malu berlebih dan kurang
percaya diri, serta bipolar.

3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, pembaca dapat mengambil manfaat dari
topik dari makalah ini, karena banyaknya ilmu pengetahuan yang sangat penting
diketahui oleh pembaca. Pembaca dapat mengembangkan dan menerapkan cara
mengatasi gangguan psikologis pada remaja baik dalam praktik klinik ataupun
kehidupan sehari-hari.

23
24

DAFTAR PUSTAKA

Irawan, Restu. 2013. Gejala dan Penyebab Disorder.


http://www.valleybehavioral.com/disorders/odd/signs-symptoms-causes
tanggal 4 oktober 2017 jam 16.40 WIB

Aisyah, Kartika. 2012. Oppositional Defiant Disorder pada Remaja.


http://www.alodokter.com/odd-oppositional-defiant-disorder tanggal 4
oktober 2017 pukul 16.45

Aziz, Abdul Munir. 2009. Disorder pada Remaja.


http://www.valleybehavioral.com/disorders/borderline 4 oktober 2017
pukul 18.00 WIB

Alatas, Febriana Nur. 2013. Bordeline Disorder. http://www.alodokter.com/bpd-


borderline-personality-disorder 4 oktober 2017 pukul 18.00 WIB

Amira, Irma Firdausin. 2012. Gangguan Bipolar.


http://www.alodokter.com/gangguan-bipolar 4 oktober 2017 pukul 18.40
WIB

24

Anda mungkin juga menyukai