Anda di halaman 1dari 13

BAB I

KEGAWATDARURATAN PSIKIATRIK

Pengertian :
 Kegawatdaruratan psikiatrik : kondisi yang ditandai oleh adanya gangguan pada pikiran,
perasaan, dan perilaku seseorang yang memerlukan perhatian dan intervensi terapeutik
segera, termasuk di dalamnya kondisi yang berhubungan dengan gaduh gelisah (agitasi,
agresif, perilaku kekerasan) dan percobaan bunuh diri. Kondisi ini dapat terjadi di dalam atau
di luar gedung layang kesehatan.
 Agitasi : merupakan perilaku patologis yang ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas
verbal atau motorik yang tak bertujuan.
 Agresif : dapat berbetuk agresi verbal atau fisik terhadap benda atau seseorang.
 Kekerasan (violence) : merupakan bentuk agresi fisik oleh seseorang yang bertujuan
melukai orang lain.
 Percobaan bunuh diri : segala bentuk tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk dengan segera mengakhiri kehidupannya.
ALGORITMA UTAMA

Kegawatdaruratan
Psikiatri

Gaduh Gelisah Percobaan Bunuh Diri

Manajemen Umum Gaduh Gelisah Manajemen umum Resiko Bunuh Diri

Tanda dan Gejala Delirium Tanda dan Gejala Delirium

Tanda dan Gejala Demensia Tanda dan Gejala Demensia

Tanda dan Gejala Tanda dan Gejala


Penyalahgunaan Zat Penyalahgunaan Zat

Tanda dan Gejala Psikotik Tanda dan Gejala Psikotik

Tanda dan Gejala Efek Tanda dan Gejala Efek


Samping Obat yang berat Samping Obat yang berat

Tanda dan Gejala Anxietas yg Tanda dan Gejala Anxietas yg


Terkesan sebgai Terkesan sebgai
Kegawatdaruratan psikiatrik Kegawatdaruratan psikiatrik

Algoritma utama ini merupakan gambaran akur berpikir secara hirarki untuk menyingkirkan
diagnosis banding, mulai dari gangguan jiwa akibat penyakit organik/fisik yang mengacam
nyawa hingga ditegakkannya jiwa lainnya.
 Lakukan penilaian adanya bahaya melukai/menyakiti diri sendiri maupun orang lain.
 Dapat dilakukan di dalam maupun di luar gedung layanan kesehatan.
 Penting untuk memperhatikan keselamatan staf dan anggota tim selain keselamatan
pasien .
 Jangan menolong sendiri, minimal 4 (empat) orang dalam satu tim.
 Cegah perlukaan.
 Cek benda – benda berbahaya yang munkin di sembunyikan seperti senjata, gunting,
pisau, atau benda berbahaya lainnya.
 Menyadari bahwa semua pasien memiliki potensi untuk melakukan kekerasan.

MODIFIKASI LINGKUNGAN
 Ciptakan lingkungan dengan kebisingan minimal atau rangsangan minimal untuk
mengurangi kecemasan pasien.
 Pencahayaan ruang cukup untuk mengurangi ilusi dan mispersepsilingkungan yang dapat
meningkatkan resiko perilaku kekerasan atau agresif.
 Ciptakan lingkungan yang aman dan tidak mengancam.

PRINSIP WAWANCARA
 Lakukan pengkajian pada area yang tertutup (privasi). Prifasi merupakan bagian
terpenting untuk membentuk interaksi yang terapeutik, tetapi harus tetap
memperhatikan keamanan pribadi. Berbicara dengan pasien di daerah terbuka,
dilakukan terutama jika pasien berada dibawah pengaruh obat(mabuk) atau gangguan
kognitif ; ini dilakukan untuk mempertahankan keamanan petugas. Tentu saja, ketika
pasien secara mental stabil, privasi sangat penting dalam proses pengumpulan data dan
memungkinkan petugas kesehatan untuk memperoleh informasi.
 Ciptakan hubungan kerap peatutik, diawali dengan mengucapkan salam dan
memperkenalkan diri. Yakinkan bahwa pasien berda di tempat aman, tenaga kesehatan
akan melindungi pasien dari kemungkinana melukai diri maupun orang lain.
 Lakukan komunikasi terapeutik :
a. Bicara dengan tenang ajak pasien untuk tenang
b. Vokal jelas dan nada suara tegas
c. Intonasi rendah
d. Gerakan tidak tergesa-gesa
e. Pertahankan posisi tubuh
f. Hargai pendapat pasien yang berbeda meskipin hal tersebut adalah waham atau
halusinasinya dan bicaralah dengan sopan.
 Selama melakukan kajian awal, kumpulkan sebanyak mungkin informasi tentan riwayat
pasien (baik saat ini maupun riwayat sebelumnya) yang dapat dilakukan dengan
berdiskusi dengan pihak yang merujuk, anggota keluarga (alo/heteroanamnesis) dan
pasien sendiri (autoanamnesis).
 Pertanyaan difokuskan pada keluahan saat ini menggunakan kalimat pendek dan mudah
di pahami.
 Lakukan wawancara dengan tetap memperhatikan keselamatan petugas dan pasien
dengan jarak yang aman. 2-3 langkah dari pasien.
 Gunakan diagram alur berpikir diatas (algoritma utama) untuk menyingkirkan masalah
terkait penyakit fisik dan ketergantungan zat/alkohol yang mungkin mengancam nyawa
atau pertimbangan gangguan jiwa lainnya baik psikiotik maupun non-psikiotik (depresi,
anxietas, dll).
 Nilai juga derajat fungsi berat ringannya gejala psikiatri,adanya penyakit penyerta
(komorbiditas), kualitas dan ketersedian sistem pendukung serta sumber bantuan lainnya.

HAL-HAL YANG PERLU DILAKUKAN HAL-HAL YANG HARUS DIHINDARI


 Berfikir dan bersifat kritis, selalu sadar  Mengacam
bahwa kegawatdaruratan bisa muncul di  Menertawakan pasien saat melakukan
mana dan kapan saja. wawancara
 Tetap tenang  Merasa tidak adekuat ataupun sangat
 Perlu kontrol terhadap persaan bingung, tidak pasti
aneh, atau depresi  Merasa terancam
 Bersikap suportif  Sering menghakimi
 Jaga jarak aman, bila diperlukan lakukan  Marah terhadap keluarga yang
fiksasi
membawah
 Tawaran pilihan, contoh, “apakah anda
mau mengontrol diri anda, minum obat,
atau dibantu dengan menggunakan fiksasi”
 Tegaskan bahwa perilaku kekerasan tidak
dapat ditolerir dan yakinkan bahwa pasien
akan aman
 Lakukan dokumentasi terhadap hal-hal
yang dilakukan terhadap pasien maupun
keluarga
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan fisik dan neurologik – tanda vital utama
Pemeriksaan status mental
Pemeriksaan penunjang bila diperlukan dan tersedia, terutama pada pasien yang berusia di atas
40 tahun (skrining tokdikologi, EKG, rontgen, laboratorium)

TIM KEGAWATDARURATAN
Tim kegawatdaruratan meliputi :
a. Tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan,dll)
b. Tenaga keamanan (satpam, hansip, pamong praja, keamanan desa,dll) yang telah dilatih
untuk melakukan manajemen gaduh gelisah.
c. Tokoh masyarakat dapat disiapkan dalam kotak untuk kegawatdaruratan psikiatri. Setiap
jenis obat, hendak memiliki tempat terpisah dengan keterangan nama obat dan tanggal
kadaluwarsa obat tersebut. Kotak akan berisi alat-lat dan obat sebgai berikut :
Alat-alat :
a. Alat fiksasi fisik untuk tangan dan kaki yang aman
Alat fiksasi fisik dapat dibuat dari bahan atau kain yang kuat tetapi halus seperti kain blacu
dengan ukuran manset panjang 40 cm x lebar 20 cm x tinggi 0,5 cm. Memiliki 2 tali
pengikat, satu tali pengikat digunakan untuk mengikat manset, tali lainnya yang lebih kokoh
digunkan untuk mengikat ke tempat tidur. Alat fiksasi disiapkan empat buah, ,masing-masing
untuk dua untuk lengan dan dua untuk tungkai.
b. Jaket fiksasi yang digunakan untuk pasien dengan hiperaktifitas motorik pada ekstremitas
atas, namun tidak untuk ekstremitas bawah.
c. Alat injeksi – spuit 3 cc
Gambar.
A. Alat fiksasi kaki dan tangan A. Jaket fiksasi

Sediaan obat – obatan :


1. Obat oral :
a. Haloperidol tablet 0,5 mg, 1,5 mg dan 5 mg
b. Klorpromazin tablet 25 mg, 100 mg
c. Risperidon tablet 2 mg
d. Diazepam tablet 5 mg
e. Lorazepam 1 mg, 2 mg
f. Propanolol 10 mg, 40 mg
g. Triheksifenidil 2 mg
2. Obat injeksi :
a. Haloperidol injeksi 5 mg/ml (Kerja singkat)
Catatan : Bukan haloperidol decanoas 50 mg/ml (depo, kerja panjang), tidak untuk
kegawatdaruratan.
b. Diazepam injeksi 10 mg
c. Klorpromazin injeksi 25 mg
d. Difenhidramin injeksi 25 mg/ml
e. Sulfas atropin injeksi 0,25 mg/ml

Tindak lanjut dann Rujukan


Lakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan atau RS yang memiliki layanan psikiatri atau
RS Jiwa, bagi pasien dengan perilaku kekerasan yang tidak teratasi dipuskesmas. Jika pasien
atau kekuarga menolak hospitalisasi maka perlu dilakukan informed concent dengan tanda
tangan pasien atau keluarga, serta diinformasikan tindakan yang dilakukan di rumah. Untuk
terapi psikiatri lanjutan dirumah terdapat pada buku pedoman layanan keswa di puskesmas (tidak
di buku ini).
Catatan : Informed concent pada keluarga (Suami/Istri, Orang Tua, Anak cukup umur atau
saudara kandung yang cukup umur) dilakukan apabila pasien dianggap tidak kompeten dalam
membuat keputusan tindakan medis.

Referensi :
1. Glick, RL, et al ; Emergency psychiatry : Principle and Practice. Philadelphia .
Lippincott, Willian & Wilkins ; 2008
2. Otong, Antai D. Psychiatry Emergencies : How to Accuratelly Asses and Manage the
Patients in crisis.Wisconsin : PESI Health Care ; 2001.
3. Kaplan H. I, Sadock B. J. Emergency in psychiatry. Philadelphia. Lippincott, Willian &
Wilkins ; 1994
BAB II
PENATALAKSANAAN UMUM KEGAWARDARURATAN PADA
PASIEN DENGAN GADUH GELISAH

A. Pasien mungkin datang dengan tanda dan gejala :


 Aktivitas motorik berlebihan, tidak sesuai dan tidak bertujuan
 Menyerang
 Kontrol impuls yang buruk
 Postur tegang dan condong kedepan
 Merusak lingkungan
 Mata melotot
 Ketakutan dan / Ansietas yang berat
 Iritabilitas yang dapat meningkat intensitasnya menjadi perilaku yang mengancam
 Ketidakmampuan untuk menilai situasi dengan baik
 Isi pembicaraan berlebihan dan bersifat menghina
 Tekanan suara keras dan menuntut
 Marah – marah
 Dendam
 Merasa tidak aman

B. Penilaian
1. Wawacara
 Lakukan prinsip wawancara saat kegawatdaruratan seperti yang mengancam di Bab I.
 Apabila pasien gaduh gelisah membawa senjata tajam, yakinkan pasien berada dalam
keadaan aman dan secara perlahan diminta untuk meletakan senjatanya.
 Identifikasi kemungkinan penyebab :
a. Kondisi organik (Demam, Kejang/Epilepsi, Trauma kepala, Keganasan, Kesadaran
yang menurun, kepikunan progresif pada orang tua), Penggunaan zat psikoaktif dan
alkohol.
b. Kondisi mental, ada atau tidaknya gangguan jiwa (gangguan psikotik, gangguan
suasana perasaa (Mood), gangguan ansietas, gangguan kepribadian)
 Kaji riwayat penyakit dan riwayat pengobatan medis dan psikiatrik sebelumnya.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Riwayat penyakit medik : pemeriksaan fisik terutama kesadaran dan tanda vital serta
neurologis.
b. Riwayat penggunaan obat, zat psikoaktif dan alkohol.
c. Riwayat penyakit psikiatrik : Pemeriksaan status mental dan riwayat psikososial.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan misalnya : Darah perifer lengkap, Urinalisis
Lengkap, Elektrolit, Gula Darah, Fungsi Hati, Fungsi ginjal, Radiologi, dan EKG (Jika
tersedia, terutama pada pasien berusia diatas 40 Tahun).
C. Diagnosis banding
a. Gangguan mental organik misalnya Derilium, Demensia, Gangguan Perilaku Organik.
b. Gangguan akibat penyalahgunaan zat psikoaktif dan alkohol baik dalam fase intoksikasi
maupun fase putus zat.
c. Gangguan psikotik misalnya psikotik akut dan skizofrenia, termasuk kondisi yang terjadi
akibat efek samping obat misalnya akathisia
d. Gangguan depresi (tipe agitatif ) dan gangguan mania.
e. Gangguan ansietas seperti gangguan panik, gangguan kesurupan.
f. Gangguan kepribadian, seperti pada gangguan kepribadian histrionik / histerikal,
gangguan kepribadian ambang.
D. Penatalaksanaan
Pasien Gaduh Gelisah

Persuasi Menenangkan Dan Menjamin


Keamanan

Nilai Kesadaran Dan Tanda-Tanda


Cedera
Tawaran Obat Oral

Gagal

Pengikatan Fisik Berikan Obat Injeksi Sesuai Kebutuhan


Bila Perlu

Pasien Tenang

Lakukan Penilaian Secara Lengkap:


Wawancara, Pemeriksaan Fisik,
Neurologis
Dan Status Mental
Rujuk Atau Melanjutkan Medikasi Dalam
Bentuk Oral

Manajemen penatalaksanaan Gaduh Gelisah secara umum


1. Lakukan prinsip penatalaksanaan seperti BAB I Kegawatdaruratan Psikiatri (Strategi
umum, Modifikasi lingkungan)
2. Tawarkan untuk mengontrol kondisi gadul gelisah dengan pemberian medikasi oral
misalnya haloperidol 2 x 2,5 mg (untuk pasien yang baru pertama kali minum obat
antipsikotik) atau 2 x 5 mg atau lebih disesuaikan dosis yang pernah efektif
sebelumnya(Untuk pasien yang pernah mendapat antipsikotik). Terapi oral dapat
diberikan tunggal atau kombinasi. Diazepam tablet 2 – 5 mg atau lorazepam1 - 2 mg
dapat diberikan untuk membantu pasien merasa tenang, agar evaluasi dapat dilakukan.
Untuk pasien usia 6 – 18 Tahun haloperidol dapat diberikan dengan dosis 2 x 0,5 – 2,5
mg. Catatan : Untuk penatalaksanaan bagi pasien dengan gangguan mental organik
perhatikan penatalaksanaan bagi pasien dengan gangguan mental organik, perhatikan
BAB Berikut yang terkait.
3. Bila terapi oral ditolak atau gagal, dapat diberikan injeksi tunggal haloperidol 2,5 – 10
mg (I.M.) yang dapat diulang setiap 30 menit hingga mencapai dosis maksimal 30 mg
ATAU diazepam injeksi 10 mg (I.V. lebih baik, dapat diberikan I.M. bila I.V sulit
dilakukan,kontraindikasi pada penurunan kesadaran) yang dapat diulang setiap 30 menit
hingga mencapai dosis maksimal 20 mg. Kombinasi keduanya dapat diberikan bila
kondisi gaduh gelisah pasien sangat berat. Perihatikan tanda-tanda efek samping
pemberian haloperidol (Baca Bab VIII. Efek samping Obat yang Berat). Untuk pasien
usia 6 – 12 tahun haloperidol injeksi dapat diberikan dengan dosis awal 1-2,5 mg.
Sementara pasien usia 12-18 tahun dapat menggunakan haloperidol injeksi dengan dosis
2,5-5 mg. Dosis ini dapat diulang setiap 30 menit sampai dengan dosis maksimal 10 mg
per hari. Catatan :untuk penatalaksanaan bagi pasien dengan gangguan mental organik
perhatikan bab berikutnya yang terkait.
4. Bila pasien sulit untuk ditenangkan untuk pemberian injeksi, dapat dilakukan tindakan
pengikat fisik (restraint) dengan tujuan untuk membantu pasien mengendalikan diri,
menjaga keselamatan pasien, dan memudahkan pemberian obat.
5. Setelah kondisi pasien tenang, lakukan pemeriksaan yang diperlukan. Observasi pasien
setiap 15-30 menit sekali, catat adanya peningkatan atau penurunan perilaku (terkait
dengan perilaku, verbal, emosi, dan fisik)
Pelaksanaan pembatasan gerak/pengekangan fisik (restraint) :
 Lakukan infomed consent secara lisan dan tulisan di dalam status pasien. Jelaskan tindakan
yang akan dilakukakan, bukan sebagai hukuman tapi untuk mengamankan pasien, orang lain
dan lingkungan dari perilaku pasien yang tidak terkontrol.
 Siapkan ruang isolas/alat pengikat (restraint) yang aman-lihat gambar di Bab I
 Lakukan kontrak/kesepakatan untuk mengontrol perilaku
 Pilih alat pengikat yang aman dan nyaman, tebuat dari bahan blacu.
 Pengikatan dilakukan oleh minimum empat orang ; satu orang memegang kepala pasien, dua
orang memegang ekstremitas atas dan satu orang memegang ekstremitas bawah.
 pengikat dilakukan di tempat tidur bukan di sisi tempat tidur dengan posisi terlentang, kedua
kaki lurus, satu lengan di samping badan, satu lengan ke arah kepala.
 Ikatan sebaiknya tidak terlalu kencang, jug atidak longgar untuk mencegah cedera.
 Beri bantal di daerah kepala.
 Lakukan observasi pengekangan setiap 30 menit. Hal-hal yang perlu di observasi :
o Tanda-tanda vital
o Tanda-tanda cedera yang berhubungan dengan proses pengikatan
o Nutrisi dan hidrasi
o Sirkulasi dan rentang gerak ekstremitas (kuat lemahnya ikatan)
o Higiene dan eliminasi
o Status fisik dan psikologis
o kesiapan klien untuk dilepaskan dari pengikatan, termasuk tanda vital
 Lakukan perawatan pada daerah pengikatan, pantau kondisi kulit yang diikat (warna,
temperatur, sensasi), lakukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara bergantian setiap
dua jam, lakukan perubahan posisi pengikatan.
 Libatkan dan latih pasien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka secara bertahap.
 Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya : ikatab dibuka satu persatu secara bertahap
dimulai dari pergelangan kaki kiri, dilanjutkan pergelangan kaki lainnya, selanjutnya jika
pasien tidak menunjukan perilaku agresif lepaskan pengekangan pada pergelangan tangan
yang tidak dominan dan terakhir tangan yang dominan (biasanya tangan kanan).
 Jika pasien sudah dapat mengontrol perilakunya, maka pasien dapat dicoba untuk
berinteraksi tanpa pengikatan dengan terlebih dahulu membuat kesepakatan yaitu jika
kembali perilakunya tidak terkontrol maka akan diisolasi/dilakukan pengikatan kembali.
 Runjuk dan Tidak Lanjut
Observasi setiap perubahan perilaku yang dialami pasien, jika perilaku terkontrol, latih
pasien menurunkan kemaran dengan teknik napas dalam, jika perilaku tetap terkontrol
pertimbangan untuk runjuk ke rumah sakit.

Refrensi :
1. stuart,G.WT. principles and practice of psyhiatric nursing, 9th ed, louis, missouri: Mosby,
inc.;2009
2. Varcarollis & Halter. Essentials of psychiatric mental health nursing. Philadelphia: W.B
saunders Co;2009.
3. Videbeck,S.L.pdychiatric mental health nursing. 3thed. Philadhelpia: lippincott williams
& wilkins; 2006.
4. Dulcan MK.lake M, concise guide to child and adolescent psychiatry.edisi ke-4
washington DC: American Psychiatric Association; 2012
5. Heyneman EK. Emergency child psychiatry. Child adolesc psychiatric N Am; 2003;
12;667-677.

Anda mungkin juga menyukai