Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan
hambatan untuk mengalir. Beberapa cairan ada yang dapat mengalir cepat,
sedangkan lainnya mengalir secara lambat, cairan yang mengalir secara cepat
seperti air, alkohol dan yang lainya merupakan cairan yang mempunyai
viskositas yang kecil, sedangkan cairan yang mempunyai kecepatan alir yang
lambat seperti gliserin, minyak kastor madu atau yang lainnya memilki
viskositas yang besar. Sehingga dari sini dapat diartikan, bahwa viskositas
merupakan ukuran kekentalan suatu larutan atau fluida. Dan viskositas tidak lain
adalah untuk menentukan kecepatan mengalirnya suatu cairan. Viskositas cairan
akan menimbulkan gesekan antara bagian-bagian atau lapisan-lapisan cairan
yang bergerak antara satu dengan yang lainnya. Hambatan atau gesekan yang
terjadi ditimbulkan terjadi sebagai akibat gaya kohesi yang ada di dalam suatu
cairan, sedangkan viskositas gas ditimbulkan oleh peristiwa tumbukan yang
terjadi antara molekul-molekul gas.
Aliran coquette merupakan suatu bentuk cairan laminar yang terjadi di
antara dua plat yang satunya diam yang lainnya bergerak dengan kecepatan yang
merata. Larutan Coquette merupakan cairan yang penting dalam teori
hidrodinamik dari pelumasan oli seperti yang ditunjukkan pada celah sempit dari
bantalan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi diantara celah dua
silinder sebagai fungsi R (radius aliran) yang disebabkan oleh adanya gradient
kecepatan pada silinder dalam. Disamping itu, penelitian ini menunjukkan
pengaruh kekentalan terhadap distribusi tekanan diantara celah dua silinder.
Sedangkan silinder yang dipakai adalah silinder konsentris dengan ketinggian
200 mm, dimana silinder dalam diputar, sementara silinder luarnya tetap diam
dengan jarak (celah) yaitu 10 mm. Hasilnya menunjukkan bahwa tekanan di
celah antara dua silinder cenderung berkurang dibawah tekanan atmosfir.
Kecenderungan penurunan tekanan terjadi mendekati silinder dalam. Hasil dari
eksperimen meunjukkan bahwa fenomena yang terjadi sama dengan teori,
walaupun ada suatu perbedaan secara kuantitatif.
2.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengaruh kekentalan terhadap distribusi tekanan diantara celah
dua silinder?
b. Apa akibat yang di timbulkan dari adanya gradient kecepatan pada silinder
dalam?
c. Bagaimana pengaruh kekentalan terhadap distribusi tekanan diantara celah
dua silinder?

3.3 Tujuan
a. Mengetahui pengaruh kekentalan terhadap distribusi tekanan diantara celah
dua silinder.
b. Mengetahui akibat yang ditimbulkan dari adanya gradient kecepatan pada
silinder dalam.
c. Memahami pengaruh kekentalan terhadap distribusi tekanan diantara celah
dua silinder.
BAB II
Pembahasan

2.1 Pengertian secara umum


Setiap zat cair mempunyai karakteristik yang khas, berbeda satu zat
cair dengan zat cair yang lain. Oli mobil sebagai salah satu contoh zat cair lebih
kental daripada minyak kelapa. Apa sebenarnya yang membedakan cairan itu
kental atau tidak. Kekentalan atau viskositas dapat dibayangkan sebagai
peristiwa gesekan antara satu bagian dan bagian yang lain dalam fluida. Dalam
fluida yang kental diperlukan gaya untuk menggeser satu bagian fluida terhadap
yang lain. Di dalam aliran kental dapat dilihat persoalan tersebut seperti
tegangan dan regangan pada benda padat. Kenyataannya setiap fluida baik gas
maupun zat cair mempunyai sifat kekentalan karena partikel di dalamnya saling
menumbuk. Bagaimana dapat dinyatakan sifat kekentalan tersebut secara
kuantitatif atau dengan angka, sebelum membahas hal itu perlu diketahui
bagaimana cara membedakan zat yang kental dan kurang kental dengan cara
kuantitatif. Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur kekentalan suatu zat
cair adalah viskosimeter. Apabila zat cair tidak kental maka koefesiennya sama
dengan nol sedangkan pada zat cair kental bagian yang menempel dinding
mempunyai kecepatan yang sama dengan dinding. Bagian yang menempel pada
dinding luar dalam keadaan diam dan yang menempel pada dinding dalam akan
bergerak bersama dinding tersebut. Lapisan zat cair antara kedua dinding
bergerak dengan kecepatan yang berubah secara linier sampai V. Aliran ini
disebut aliran laminer. Aliran zat cair akan bersifat laminer apabila zat cairnya
kental dan alirannya tidak terlalu cepat. Kita anggap gambar di atas sebagai
aliran sebuah zat cair dalam pipa, sedangkan garis alirannya dianggap sejajar
dengan dinding pipa. Karena adanya kekentalan zat cair yang ada dalam pipa,
maka besarnya kecepatan gerak partikel yang terjadi pada penampang melintang
tidak sama besar. Keadaan tersebut terjadi dikarenakan adanya gesekan antar
molekul pada cairan kental tersebut, dan pada titik pusat pipa kecepatan yang
terjadi maksimum.
Akibat lain adalah kecepatan rata-rata partikel lebih kecil daripada
kecepatan partikel bila zat cairnya bersifat tak kental. Hal itu terjadi akibat
adanya gesekan yang lebih besar pada zat cair yang kental. Jika aliran kental dan
tidak terlalu cepat maka aliran tersebut bersifat laminer dan disebut turbulen jika
terjadi putaran/pusaran dengan kecepatan melebihi suatu harga tertentu sehingga
menjadi kompleks dan pusaran-pusaran itu dinamakan vortex.

2.2 Macam-macam Viskometer Dan Pengukuran Kekentalan


Cara menentukan viskositas suatu zat menggunakan alat yang dinamakan
viskometer. Ada beberapa tipe viskometer yang biasa digunakan antara lain:

2.2.1 Viskometer Kapiler / Ostwald


Viskositas dari cairan newton bisa ditentukan dengan mengukur waktu
yang dibutuhkan bagi cairan tersebut untuk lewat antara 2 tanda ketika ia
mengalir karena gravitasi melalui viskometer Ostwald. Waktu alir dari cairan
yang diuji dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan bagi suatu zat yang
viskositasnya sudah diketahui (biasanya air) untuk lewat 2 tanda
tersebut.(Moechtar,1990 ).

2.2.2 Viskometer Hoppler


Berdasrkan hukum Stokes pada kecepatan bola maksimum, terjadi
keseimbangan sehingga gaya gesek = gaya berat–gaya archimides. Prinsip
kerjanya adalah menggelindingkan bola ( yang terbuat dari kaca ) melalui
tabung gelas yang hampir tikal berisi zat cair yang diselidiki. Kecepatan
jatuhnya bola merupakan fungsi dari harga resiprok sampel. (Moechtar,1990).

2.2.3 Viskometer Cup dan Bob


Prinsip kerjanya sample digeser dalam ruangan antara dinding luar dari
bob dan dinding dalam dari cup dimana bob masuk persis ditengah-tengah.
Kelemahan viscometer ini adalah terjadinya aliran sumbat yang disebabkan
geseran yang tinggi disepanjang keliling bagian tube sehingga menyebabkan
penurunan konsentrasi. Penurunan konsentrasi ini menyebabkan bagian tengah
zat yang ditekan keluar memadat. Hal ini disebut aliran sumbat
(Moechtar,1990).
2.2.4 Viskometer Cone dan Plate
Cara pemakaiannya adalah sampel ditempatkan ditengah-tengah
papan, kemudian dinaikkan hingga posisi dibawah kerucut. Kerucut
digerakkan oleh motor dengan bermacam kecapatan dan sampelnya digeser
didalam ruang semit antara papan yang diam dan kemudian kerucut yang
berputar (Moechtar,1990).

1. Aliran turbulensi
Semua jenis aliran fluida menjadi tidak stabil pada bilangan Reynolds
yang tinggi, dan sebaliknya bersifat laminar pada bilanan Reynolds yang
rendah. Turbulen adalah suatu keadaan dimana aliran fluida dengan bilangan
Reynolds diatas Recrit dengan sifat aliran yang acak dan kacau, pergerakan
fluida yang tidak tetap meskipun kondisi batas yang ditentukan konstan.
Bilangan Reynolds ditentukam melalui rumus :

1.1 Transisi dari aliran laminar ke turbulen


Transisi ke turbulen dapat dijelaskan dengan mempertimbangkan
kestabilan aliran laminar terhadap gangguan-gangguan kecil. Teori
kestabilan hidrodinamik mengidentifikasi kondisi yang member
penjelasan tambahan pada gangguan tersebut. Ketidakstabilan pertama kali
diidentifikasi dengan membuat asumsi aliran inviscid dalam persamaan
yang menjelaskan perubahan gangguan. Titik dimana ketidakstabilan
pertama kali muncul menjadi titik dimana transisi ke aliran turbulen
dimulai. Selama ini dilakukan eksperimen dan penelitian tentang formula
khusus untuk beberapa karakteristik tentang subkritikal transisi ke
turbulen.

1.1.1. Subcritical : Dimana profil kecepatan laminar stabil hingga


mengalami gangguan yang sangat kecil pada semua bilangan
Reynolds. Amplitudo dari gangguan yang tak terbatas tersebut
dapat memicu transisi mendadak sehingga R > Rg, memudahkan
observasi dari ketidakaturan aliran yang terus-menerus.
1.1.2. Spatio-temporal intermittency : Aliran tidak teratur ini berada
pada daerah turbulen, yang bergerak, bertambah, berkurang,
berpisah dan menyatu yang mengarah ke spatio-temporal
intermittency, yang mana daerah aktif/turbulen mungkin
menginvasi daerah laminar dimana turbulen tidak dapat muncul
dengan sendirinya.

1.1.3. Meta-stability : Terdapat aliran pada range bilangan Reynolds Ru


< R < Rg pada daerah dimana terdapat spatio-temporal intermittent
bertahan dalam waktu lama, tapi keduanya tidak berdekatan
apapun gangguan yang menimbulkannya. Transients : Ketika
gangguan tidak menimbulkan daerah spatio-temporally
intermittent ada terus-menerus, hal itu mungkin mengurangi
dengan cepat atau justru menimbulkan daerah transisi. Daerah
tersebut muncul selama Ru < R < Rg, tapi juga pada R >, ketika
gangguan tidak cukup kuat.

1.1.4. Strong dependence on the perturbation : Sistem merespon ke


amplitudo aliran yang tidak terbatas dan dapat dihilangkan. Untuk
bilangan Reynolds yang sama dan gangguan yang hampir sama,
aliran mungkin menjadi laminar dengan cepat atau menjadi aliran
transisi, atau bahkan menjadi aliran acak.

1.1.5. Unstable states : Bermacam larutan dari amplitudo aliran yang


tidak stabil menciptakan aliran pusaran (vortices) dan lapisan yang
saling berdampingan pada aliran dengan bilangan Reynolds
transisi. Pada keadaan ini, aliran sudah bersifat turbulen.

2. Aliran Fluida
Aliran fluida dapat diaktegorikan:

3.1 Aliran laminar


Aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan – lapisan, atau
lamina –lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar . Dalam
aliran laminar ini viskositas berfungsi untuk meredam kecendrungan
terjadinya gerakan relative antara lapisan. Sehingga aliran laminar
memenuhi hukum viskositas Newton yaitu :

3.2 Aliran turbulen


Aliran dimana pergerakan dari partikel – partikel fluida sangat tidak
menentu karena mengalami percampuran serta putaran partikel antar
lapisan, yang mengakibatkan saling tukar momentum dari satu bagian
fluida kebagian fluida yang lain dalam skala yang besar. Dalam
keadaan aliran turbulen maka turbulensi yang terjadi membangkitkan
tegangan geser yang merata diseluruh fluida sehingga menghasilkan
kerugian – kerugian aliran.
1.3 Aliran transisi
Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran
turbulen.
3. Aliran Couette

Berbagai studi tentang aliran couette telah banyak di lakukan dengan


menghasilkan bermacam-macam karakteristik aliran. Adapun aliran inti yng
paling terpenting dari aliran dua silinder konsentris beserta paradigm dinamika
fluida telah di dokumentasikan pada peninjauan oleh Di Prima dan Swinney
(1985) dan tagg (1994).

Di tunjukkan oleh penelitian oleh cole, 1965 (takeda, 1999) di mana


aliran di antara dua silinder (taylor-couette system ) sering di gunakan untuk
meneliti transisi herakan fluida dari laminar ke turbulen. Kemudian rezim aliran
di amati dalam celah yang sempit dengan memutar silinder dalam dan silinder
luarnya tetap.(takeda, 1999).

Problem dari kestabilan hidrodinamik pada aliran viscous antara dua


sikali dipelajari oleh taylor. Pada penelitiannya menghasilkan bahwa aliran tidak
stabil karena putaran silinder dalam melebihi beberapa nilai kritis. Gerakan
stedy ke dua dalam bentuk cellualar toroidal vortices, yang kita sebut taylor
vortices secara tetap sepanjang silinder. Prediksi teorinya juga terdapat
persesuaian yang baik sekali dengan eksperimennya. Pada penelitian yang di
lakukan Weisberg dkk (1977) menghasilkan bahwa gerakan periodic axial pada
silinder dalam pada aliran taylor-couette dapat memperlambat transisi ke taylor
vortices.
Landasan teori yang di gunakan berawal dari hokum viskositas newton,
yaitu :

Dengan :
τ adalah tegangan geser fluida [Pa]
μ adalah viskositas fluida – suatu konstanta penghubung [Pa•s]
adalah gradien kecepatan yang arahnya tegak lurus dengan arah
geser [s−1]

Mengasumsikan, bahwa variasi kecepatan terdapat hubungan linear


dengan celah (gap), h,
Persamaam 2
Hubungan tegangan geser atau τ dan torsi , dapat diturunkan sehingga
menghasilkan : persamaan 3
Kemudian persamaan 3 disubstitusikan ke persamaan 1 akan menghasilkan
viskositas dinamik (µ): persamaan 4

Persamaan 4 berlaku untuk fluida Newtonian, viskositas dan putaran konstan


srta celah yang sempit (h << R1). Berkenaan dengan celah aliran, maka dapat
dicatat laporan singkat dari system taylor-couette, dimana aspek
perbandingan Γ = H/h = 20, dimana h = R2 – R1

gambar 1

kemudian rezim aliran tergantung pada parameter yang mendeskripsikan


kondisi aliran, yaitu bilangan reynold (Re) yang dalam kondisi ini
didefinisikan: persamaan 5

dimana ω1 adalah frekuensi dari putaran silinder dalam, (υ) adalah viskositas
kinematik. Sementara itu bilangan Reynolds reduksi (Rred) didefinisikan
sebagai: persamaan 6

dimana aliran terjadi jika Re < Re crl. Bilangan reynold kritis (Re crl) pada
permukaan aliran taylor menurut Di Prima dan Swinney adalah 134,57.

Sementara kondisi aliran menjadi tidak stabil dapat diekspresikan dengan


suatu karakteristik bilangan yan diketahui bilangan taylor, Ta. Dalam kondisi
ini dikonisikan : persamaan 7

Menganggap bahwa gaya badan dari luar diabaikan, maka tekanan juga
merupakan fungsi dari R, atau : persamaan 8
Sehingga persamaan dapat ditulis : persamaan 9 dan 10

Persamaan 9 merupakan keseimbangan gaya sentrifugal yang bekerja pada


elemen fluida dengan gaya yang dihasilkan oleh medan tekanan. Sedangkan
pada persamaan 10 merupakan adanya keseimbangan antara tegangan
viscous dalam fluida. Mengintegralkan persamaan 10, diperileh: persamaan
11

Dengan menerapkan kondisi batas V0 = R1. ω1, pada R = R1 dan V0 = R2.


ω2, pada R = R2, maka didapat: persamaan 12

Pada fluida jenis ini, viskositas fluida akan berubah bila terdapat gaya yang
bekerja pada fluida (seperti pengadukan).

Viskositas fluida dilambangkan dengan simbol  . Jadi tingkat kekentalan suatu


fluida dinyatakan oleh koefisien viskositas fluida tersebut. Secara matematis,
koofisien viskositas bisa dinyatakan dengan persamaan. Untuk membantu
menurunkan persamaan, kita meninjau gerakan suatu lapisan tipis fluida yang
ditempatkan di antara dua pelat sejajar.

Lapisan fluida tipis ditempatkan di antara 2 pelat. Gaya adhesi bekerja


antara pelat dan lapisan fluida yang nempel dengan pelat (molekul fluida dan
molekul pelat saling tarik menarik). Sedangkan gaya kohesi bekerja di antara
selaput fluida (molekul fluida saling tarik menarik).
Mula-mula pelat dan lapisan fluida diam (gambar 1). Setelah itu pelat
yang ada di sebelah atas ditarik ke kanan (gambar 2). Pelat yang ada di sebelah
bawah tidak ditarik (pelat sebelah bawah diam). Besar gaya tarik diatur
sedemikian rupa sehingga pelat yang ada di sebelah atas bergeser ke kanan
dengan laju tetap (v tetap). Karena ada gaya adhesi yang bekerja antara pinggir
pelat dengan bagian fluida yang menempel dengan pelat, maka fluida yang ada
di sebelah bawah pelat juga ikut bergeser ke kanan. Karena ada gaya kohesi
antara molekul fluida, maka fluida yang bergeser ke kanan menarik yang ada
di sebelah bawah. Sedangkan yang ada di sebelah bawah juga ikut bergeser ke
kanan, begitu seterusnya.
Pelat yang ada di sebelah bawah diam, karena itu bagian fluida yang
menempel dengan pelat tersebut juga ikut diam (ada gaya adhesi). Fluida yang
menempel dengan pelat menahan fluida yang ada di sebelah atas. Fluida yang
ada di sebelah atas juga menahan fluida yang ada di sebelah atas, demikian
seterusnya.
Karena bagian fluida yang berada di sebelah atas menarik fluida
sebelah bawah menahan fluida yang ada di sebelah atas, maka laju fluida
tersebut bervariasi. Bagian fluida yang berada di sebelah atas bergerak dengan
laju (v) yang lebih besar, sedangkan yang berada di sebelah bawah bergerak
dengan v yang lebih kecil, demikian seterusnya. Jadi makin ke bawah v makin
kecil. Dengan kata lain, kecepatan lapisan fluida mengalami perubahan secara
teratur dari atas ke bawah sejauh l (lihat gambar 2)
Perubahan kecepatan lapisan fluida (v) dibagi jarak terjadinya
perubahan (l) = v / l. v / l dikenal dengan julukan gradien kecepatan. Pelat yang
berada di sebelah atas bisa bergerak karena ada gaya tarik (F). Untuk fluida
tertentu, besarnya Gaya tarik yang dibutuhkan berbanding lurus dengan luas
fluida yang menempel dengan pelat (A), laju fluida (v) dan berbanding terbalik
dengan jarak l. Secara matematis, dapat ditulis sebagai berikut :
Fluida yang lebih cair biasanya lebih mudah mengalir, sebaliknya
fluida yang lebih kental lebih sulit mengalir. Tingkat kekentalan fluida
dinyatakan dengan koofisien viskositas, jika fluida makin kental maka gaya
tarik yang dibutuhkan juga makin besar. Dalam hal ini, gaya tarik berbanding
lurus dengan koofisien kekentalan.

Secara matematis bisa ditulis sebagai berikut :

Keterangan :

Satuan Sistem Internasional (SI) untuk koofisien viskositas adalah


Ns/m2 = Pa.s (pascal sekon). Satuan CGS (centimeter gram sekon) untuk si
koofisien viskositas adalah dyn.s/cm2 = poise (P). Viskositas juga sering
dinyatakan dalam sentipoise (cP). 1 cP = 1/100 P. Satuan poise digunakan
untuk mengenang seorang Ilmuwan Perancis, Jean Louis Marie Poiseuille
Viskositas suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
(Bambang Kartika, 1990):
 Suhu
Viskositas berbanding terbalik dengan suhu. Jika suhu naik maka
viskositas akan turun, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini disebabkan
karena adanya gerakan partikel-partikel cairan yang semakin cepat apabila
suhu ditingkatkan dan menurun kekentalannya.
 Konsentrasi larutan
Viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Suatu larutan
dengan konsentrasi tinggi akan memiliki viskositas yang tinggi pula,
karena konsentrasi larutan menyatakan banyaknya partikel zat yang
terlarut tiap satuan volume. Semakin banyak partikel yang terlarut,
gesekan antar partikel semakin tinggi dan viskositasnya semakin tinggi
pula.

 Berat molekul solute


Viskositas berbanding lurus dengan berat molekul solute, karena dengan
adanya solute yang berat akan menghambat atau memberi beban yang
berat pada cairan sehingga akan menaikkan viskositasnya.

 Tekanan
Viskositas berbanding lurus dengan tekanan, karena semakin besar
tekanannya, cairan akan semakin sulit mengalir akibat dari beban yang
dikenakannya. Viskositas akan bernilai tetap pada tekanan 0-100 atm.
Pengukuran viskositas absolut secara langsung mendapat banyak
kendala yang sukar diatasi. Viskositas relatif suatu cairan merupakan
perbandingan viskositas cairan Absolut air pada suhu yang bersamaan.
Hubungan ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
1 d1 .t1

 2 d 2 .t 2
BAB III
SIMPULAN

Tekanan pada celah antara dua silinder terlihat menurun secara


keseluruhan pada tiga titik pengukuran, bersamaan dengan meningkatnya
putaran silinder dalam. Tekanan mengecil bila titik pengukuran mendekati
dinding silinder dalam.

Anda mungkin juga menyukai