Anda di halaman 1dari 34

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Untuk mengembangkan produk suatu perusahaan, selain membenahi faktor-
faktor produksi, tindakan pemasaran sangat berperan di dalamnya, sehingga melalui
pengembangan produknya tujuan yang ingin dicapai dapat sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan, dan ada kesesuaian dengan keadaan pasar.
Produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan, diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen, atau harga yang ditetapkan dapat memenuhi
harapan konsumen, sehingga memungkinkan konsumen untuk melipatgandakan
pembeliannya terhadap produk yang ditawarkan, yang pada gilirannya mendatangkan
keuntungan bagi perusahaan. Keberhasilan memasarkan produk, dengan sendirinya
diharapkan dapat menjamin kehidupan serta menjaga kestabilan kegiatan-kegiatan
operasional perusahaan.
Keberhasilan suatu perusahaan dalam mengadakan hubungan dengan pembeli
(konsumen) sangat ditentukan oleh keberhasilan usaha-usaha di bidang pemasarannya.
Keberhasilan tersebut juga dapat ditentukan oleh ketetapan produk yang dapat
memenuhi selera konsumen yang biasanya ditentukan lewat penelitian (research)
sebelum produk tersebut dipasarkan.
Dalam upaya untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan
mengadakan riset terhadap produk khususnya terhadap mutu, dan sasaran pasar atau
pasar sasaran. Dalam hal ini sedapat mungkin usaha-usaha pemasaran yang dilakukan
dapat menunjang keberhasilan kegiatan perusahaan yang berpedoman kepada hasil
produk yang ditawarkan kepada konsumen, yaitu produk yang dihasilkan harus
memenuhi selera konsumen.
2

1.2. Rumusan Masalah


Mengacu pada latar belakang yang ada di atas, maka masalah ini secara umum
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah sasaran penetapan harga dan penentuan harga.
2. Apakah metode dasar dalam menetapkan harga.
3. Apa kebijakan dan strategi penetapan harga.

1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui sasaran penetapan harga dan penentuan harga.
2. Mengetahui metode dasar dalam menetapkan harga.
3. Mengetahui kebijakan dan strategi penetapan harga.
3

II. PEMBAHASAN

2.1. Sasaran Penetapan Harga dan Penentuan Harga


2.1.1. Pengertian Harga
Menurut Stanton, (1984) Harga adalah Price is valueexpressed in terms
of dollars and cens, or any other monetary medium of exchange. yang kurang
lebih memiliki arti harga adalah nilai yang dinyatakan dalam dolar dan sen atau
medium moneter lainnya sebagai alat tukar.
Menurut Basu Swastha (1986: 147) Harga diartikan sebagai Jumlah uang
(kemungkinan ditambah barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah
kombinasi dari barang beserta pelayanannya.
Menurut menurut Alex S Nitisemito (1991:55) Harga diartikan sebagai nilai
suatu barang atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai
tersebut seseorang atau perusahaan bersedia melepaskan barang atau jasa yang dimiliki
kepada pihak lain.
Harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang
dan jasa) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu
barang atau jasa, Tjiptono (2001 : 151). Dan harga merupakan unsur satu–
satunya dari unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan
bagi perusahaan di banding unsur bauran pemasaran yang lainnya (produk, promosi
dan distribusi).

2.1.2. Peranan Harga


Ada dua peranan utama dalam proses pengambilan keputusan para pembeli
1. Peranan Alokasi dari Harga :
 Fungsi harga dalam membatu para pembeli untuk memutuskan cara
memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yg diharapkan berdasarkan daya
beli
 Dapat membantu pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya
belinya pada berbagai jenis barang dan jasa
4

 Dapat membandingkan harga dari berbagai alternatif yang tersedia


 Memutuskan alokasi dana yang dikehendaki
2. Peranan Informasi dari Harga :
 Fungsi harga dalam mendidik konsumen mengenai faktor-faktor produk,
seperti kualitas
 Membantu pembeli dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan
untuk menilai faktor Produk/ manfaat secara abjektif.

2.1.3. Tujuan Penetapan Harga


1. Tujuan Berorientasi pada Laba
 Dalam era persaingan global, kondisi yang dihadapi semakin kompleks dan
semakin banyak variabel yang berpengaruh terhadap daya saing setiap
perusahaan, sehingga tidak mungkin suatu perusahaan dapat mengetahui
secara pasti tingkat harga yang dapat menghasilkan laba maksimum.
 Oleh karena itu ada pula perusahaan yang menggunakan pendekatan target
laba, yakni tingkat laba yang sesuai atau pantas sebagai sasaran laba.
 Ada dua jenis target laba yang biasa digunakan, yaitu target marjin dan target
ROI (Return On Investment)
2. Tujuan Berorientasi pada Volume
 Selain tujuan berorientasi pada laba, ada pula perusahaan yang menetapkan
harganya berdasarkan tujuan yang berorientasi pada volume tertentu atau
yang biasa dikenal dengan istilah volume pricing objective.
 Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume
penjualan atau pangsa pasar.
 Tujuan ini banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan penerbangan.
3. Tujuan Berorientasi pada Citra
 Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan
harga.
5

 Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau


mempertahankan citra prestisius.
 Sementara itu harga rendah dapat digunakan untuk membentuk citra nilai
tertentu (image of value), misalnya dengan memberikan jaminan bahwa
harganya merupakan harga yang terendah di suatu wilayah tertentu.
 Pada hakekatnya baik penetapan harga tinggi maupun rendah bertujuan
untuk meningkatkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan bauran
produk yang ditawarkan perusahaan.
4. Tujuan Stabilisasi Harga
 Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila suatu
perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan
pula harga mereka.
 Kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi harga
dalam industri-industri tertentu (misalnya minyak bumi).
 Tujuan stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk
mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan
harga pemimpin industri (industry leader).

2.1.4. Strategi Fleksibilitas Harga


Strategi fleksibilitas harga terdiri atas dua macam strategi, yaitu
a. Strategi Satu Harga (Harga Tunggal)
 Dalam strategi ini, perusahaan membebankan harga yang sama kepada setiap
pelanggan yang membeli produk dengan kualitas dan kuantitas yang sama
pada kondisi yang sama pula (termasuk syarat penjualannya sama).
 Strategi ini sering dijumpai pada perusahaan-perusahaan yang melakukan
distribusi massa dan penjualan massa.
 Tujuan strategi ini adalah untuk mempermudah keputusan penetapan harga
dan untuk mempertahankan goodwill serta menjalin hubungan baik dengan
semua pelanggan (karena tak satupun pelanggan yang mendapatkan harga
khusus atau dianggap lebih penting daripada pelanggan yang lain).
6

Ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi guna melaksanakan strategi ini:
 Perlu adanya analisis secara terperinci mengenai posisi perusahaan dan
struktur biaya bila dibandingkan dengan industri secara keseluruhan
 Dibutuhkan informasi yang berkaitan dengan variabilitas harga pada
penawaran harga yang sama kepada setiap orang
 Perlu pemahaman atas skala ekonomis yang tersedia bagi perusahaan
 Dibutuhkan informasi tentang harga kompetitif,yaitu harga yang sanggup
dibayar oleh pelanggan
Hasil yang diharapkan dari implementasi strategi satu harga meliputi empat
aspek pokok,yaitu:
a. Biaya penjualan dan biaya administrasi yang semakin menurun.
b. Marjin laba yang konstan .
c. Image pelanggan yang baik terhadap perusahaan.
d. Pertumbuhan pasar yang stabil.
b. Strategi Penetapan Harga Fleksibel.
Fleksibilitas dapat dilakukan dengan jalan menetapkan harga yang berbeda
pada pasar yang berlainan atas dasar lokasi geografis, waktu penyampaian/pengiriman,
atau kompleksitas produk yang di harapkan
 Strategi penetapan harga fleksibel merupakan strategi pembebanan harga
yang berbeda kepada pelanggan yang berbeda untuk produk yang
kualitasnya sama.
 Tujuan strategi ini adalah untuk memaksimalkan laba jangka panjang dan
memberikan keluwesan dengan jalan memungkinkan setiap
pentesuaian,baik kebawah maupun k eats terhadap harga.
 Penyesuaian harga sangat tergantung pada tingkat persaingan yang dihadapi
(harga pesaing),hubungan dengan pelanggan,dan seberapa besar pelanggan
bersedia membayar untuk produk tersebut (termasuk didalamnya
kemampuan tawar-menawar pelanggan).
 Penetapan harga fleksibel banyak diterapkan dalam kalangan saluran
distribusi,penjualan langsung produk-produk industrial,dan pada penjualan
7

eceran produk-produk yang mahal,serta dalam pemasaran homogeneous


shopping products (McCarthy dan Perreault,1995).
Strategi ini mengandung beberapa kelemahan :
1. Pertama, seorang pelanggan yang mengetahui bahwa ada orang lain yang
menikmati harga lebih murah untuk mendapatkan bauran pemasaran yang sama
akan merasa tidak puas.
2. Kedua, apabila konsumen mengetahui bahwa tawar-menawar dapat
menguntungkan mereka, maka mereka akan meluangkan lebih bnyak waktu
guna menawar harga barang. Hal ini bisa mempengaruhi biaya penjualan.
3. Ketiga adalah sebagian besar wiraniaga akan terbiasa melakukan penurunan
harga. Ini mengurangi peranan harga sebagai alat persaingan dan menyebabkan
turunnya harga.

2.1.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penentuan Harga


Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan harga. Berdasarkan
hukum permintaan dan penawaran, maka suatu permintaan yang akan meningkat dapat
menaikkan harga dan permintaan yang turun bisa menurunkan harga.
Menurut Simamorang (2001) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
penetapan harga produk antara lain adalah sebagai berikut:
1. Starting point, situasi pasar yang meliputi permintaan dan persaingan.
2. Faktor pembatas yang terjadi pada biaya penempatan harga, bauran pemasaran,
harapan, perantara, dan faktor lingkungan makro.
3. Aspek manajerial organisasi sebagai faktor yang berwenang dalam menetapkan
harga dalam perusahaan.
Menurut Swastha (1999), menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi harga
meliputi:
1. Keadaan perekonomian sangat mempengaruhi tingkat harga yang berlaku,
seperti periode resesi misalnya inflasi harga naik, defaluasi harga akan turun.
Dengan terjadinya nilai rupiah terhadap nila dollar menyebabkan barang-
barang mengalami kenaikan.
8

2. Penawaran dan permintaan dimana dengan adanya permintaan yang besar


terhadap suatu barang tertentu akan mengakibatkan harga barang tersebut
meningkat, sedangkan apabila penawaran terhadap suatu produk meningkat
maka harga akan naik.
3. Elastisitas permintaan dapat juga dikatakan sifat permintaan pasar, sifatnya
tidak hanya berpengaruh pada penetuan harga tetapi mempengaruhi volume
yang dijual apabila terjadi kenaikan harga maka penjualan akan turun dan
sebaliknya.
4. Persaingan dimana harga jual suatu barang juga dipengaruhi oleh keadaan yang
persaingan yang ada antara lain persaingan murni, pada persaingan murni
banyak penjual dan pembeli dalam pasar persaingan tidak sempurna yaitu ada
barang sejenis dalam pasar dengan merk yang berbeda-beda. Oligopoli, adanya
beberapa penjual menguasai pasar sedangkan monopoli jumlah penjual yang
ada di pasar hanya satu, sehingga penentuan harga sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti permintaan barang yang bersangkutan, harga barang
substitusi atau pengganti, peraturan harga dari pemerintah.
5. Biaya merupakan dasar penentuan harga dalam penentuan harga. Sebab suatu
tingkat harga yang tidak dapat menutup biaya akan mengakibatkan kerugian,
apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya akan menghasilkan
keuntungan.
6. Tujuan perusahaan, setiap penentuan harga selalu dikaitkan dengan tujuan
perusahaan yang hendak dicapai antara lain: laba maksimum, volume
penjualan, penguasaan pasar, kembalinya modal yang tertanam dalam jangka
waktu tertentu.
7. Pengawasan pemerintah, pengawasan ini dapat berupa penentuan harga
maksimum dan minimum, deskriminasi harga, serta praktekpraktek lain yang
mendorong atau mencegah usaha-usaha ke arah monopoli.
9

2.2. Metode Dasar Menetapkan Harga


Secara garis besar metode penetapan harga dapat dikelompokkan menjadi
empat kategori utama, yaitu metode penetapan harga berbasis permintaan, berbasisi
biaya, berbasis laba, dan berbasis persaingan.
2.2.1. Metode Penetapan Harga Berbasis Permintaan
Suatu metode yang menekankan pada faktor-faktor yang mempengaruhi selera
dan preferansi pelanggan daripada faktor-faktor seperti biaya, laba, dan persaingan.
Permintaan pelanggan sendiri didasarkan pada berbagai pertimbangan, diantaranya
yaitu:
a. Kemampuan para pelanggan untuk membeli (daya beli).
b. Kemauan pelanggan untuk membeli.
c. Posisi suatu produk dalam gaya hidup pelanggan, yakni menyangkut apakah
produk tersebut merupakan simbol status atau hanya produk yang digunakan
sehari-hari.
d. Manfaat yang diberikan produk tersebut kepada pelanggan.
e. Harga produk-produk substitusi.
f. Pasar potensial bagi produk tersebut.
g. Sifat persaingan non harga.
h. Perilaku konsumen secara umum.
i. Segmen-segmen dalam pasar.
Paling sedikit terdapat tujuh metode penetapan harga yang termasuk dalam
metode penetapan harga berbasis permintaan, yaitu:
1. Skimming Pricing
Strategi ini diterapkan dengan jalan menetapkan harga yang tinggi bagi suatu
produk baru atau inovasi dalam tahap perkenalan, kemudian menurunkan harga
tersebut pada saat persaingan mulai ketat. Strategi ini baru bisa berjalan baik jika
konsumen tidak sensitif terhadap harga, tetapi lebih menekankan pertimbangan-
pertimbangan kualitas, inovasi, dan kemampuan produk tersebut dalam memuaskan
kebutuhan.
10

2. Penetration Pricing
Dalam Strategi ini perusahaan berusaha memperkenalkan suatu produk baru
dengan harga rendah dengan harapan akan dapat memperoleh volume penjualan yang
besar dalam waktu relatif singkat. Tujuan dari strategi ini untuk mencapai skala
ekonomis dan mengurangi biaya per unit. Pada saat bersamaan strategi penetrasi juga
dapat mengurangi minat dan kemampuan pesaing karena harga yang rendah
menyebabkan marjin yang diperoleh setiap peusahaan menjadi terbatas.
3. Prestige Pricing
Merupakan strategi menetapkan tingkat harga yang tinggi sehingga konsumen
yang sangat peduli dengan statusnya akan tertarik dengan produk tersebut, dan
kemudian membelinya. Sedangkan apabila harga diturunkan sampai tingkat tertentu,
maka permintaan terhadap barang atau jasa tersebut akan turun. Produk-produk yang
sering dikaitkan dengan prestige pricing antara lain adalah permata, berlian, mobil
mewah, dan sebagainya.
4. Price Lining
Lebih banyak digunakan pada tingkat pengecer. Di sini, penjual menentukan
beberapa tingkatan harga pada semua barang yang dijual. Sebagai contoh: sebuah toko
yang menjual berbagai macam sepatu dengan model, ukuran dan kualitas yang berbeda,
menentukan 3 tingkatan harga yaitu Rp. 30.000,-; Rp. 50.000,-; dan Rp. 100.000, -. Hal
ini akan memudahkan dalam pengambilan keputusan bagi konsumen untuk membeli
dengan harga yang sesuai kemampuan keuangan mereka.
5. Odd-Even Pricing
Metode penetapan harga ini sering digunakan untuk penjualan barang pada
tingkat pengecer. Dalam metode ini, harga yang ditetapkan dengan angka ganjil atau
harga yang besarnya mendekati jumlah genap tertentu. Misalnya harga Rp. 2.975 bagi
sekelompok konsumen tertentu masih beranggapan harga tersebut masih berada dalam
kisaran harga Rp 2.000-an.
6. Demand-Backward Pricing
Adalah penetapan harga dimana melalui proses berjalan ke belakang,
maksudnya perusahaan memperkirakan suatu tingkat harga yang bersedia dibayar
11

konsumen, kemudian perusahaan menentukan margin yang harus dibayarkan kepada


wholesaler dan retailer. Setelah itu baru harga jualnya dapat ditentukan.
7. Bundle Pricing
Merupakan strategi pemasaran dua atau lebih produk dalam satu harga paket.
Metode ini didasarkan pada pandangan bahwa konsumen lebih menghargai nilai suatu
paket tertentu secara keseluruhan daripada nilai masing-masing item secara individual.
Misalnya travel agency, menawarkan paket liburan yang mencakup transportasi,
akomodasi, dan konsumsi. Metode ini memberikan manfat besar bagi pembeli dan
penjual. Pembeli dapat menghemat biaya total, sedangkan penjual dapat menekan
biaya pemasarannya.

2.2.2. Metode Penetapan Harga Berbasis Biaya


Dalam metode ini faktor penentu harga yang utama adalah aspek penawaran
atau biaya bukan aspek permintaan. Harga ditentukan berdasarkan biaya produksi dan
pemasaran yang ditambah dengan jumlah tertentu sehingga dapat menutupi biaya-
biaya langsung, biaya overhead, dan laba. Metode penetapan harga berbasis biaya
terdiri dari:
1. Standard Markup Pricing
Merupakan penetapan harga yang ditentukan dengan jalan menambahkan
persentase (markup) tertentu dari biaya pada semua item dalam suatu kelas produk.
Persentase markup besarnya bervariasi tergantung pada jenis produk yang dijual.
Biasanya produk yang tingkat perputarannya tinggi dikenakan markup yang lebih kecil
daripada produk yang tingkat perputarannya rendah.
2. Cost Plus Persentage of Cost Pricing
Merupakan penetapan harga yang ditentukan dengan jalan menambahkan
persentase tertentu terhadap biaya produksi atau kontruksi. Metode ini seringkali
digunakan untuk menentukan harga satu item atau hanya beberapa item. Misalnya
suatu perusahaan arsitektur menetapkan tarif sebesar 15% dari biaya konstruksi sebuah
rumah. Jadi, bila biaya konstruksi sebuah rumah senilai Rp 100 juta dan fee arsitek
12

sebesar 15% dari biaya konstruksi (Rp 15 juta), maka harga akhirnya sebesar Rp 115
juta.
3. Cost Plust Fixed Fee Pricing
Metode ini banyak diterapkan dalam produk-produk yang sifatnya sangat
teknikal, seperti mobil, pesawat, atau satelit. Dalam strategi ini, pemasok atau produsen
akan mendapat ganti atas semua biaya yang dikeluarkan, seberapapun besarnya. Tetapi
produsen atau pemasok tersebut hanya memperoleh fee tertentu sebagai laba yang
besarnya tergantung pada biaya final proyek tersebut yang disepakati bersama.

2.2.3. Metode Penetapan Harga Berbasis Laba


Metode ini berusaha menyeimbangkan pendapatan dan biaya dalam
mpenetapan harganya. Upaya ini dapat dilakukan atas dasar target volumelaba spesifik
atau dinyatakan dalam bentuk persentase terhadap penjualan atau investasi. Metode
penetapan harga berbasis laba ini terdiri dari target profit pricing, target return on sales
pricing, dan target return on investment pricing.

2.2.4. Metode Penetapan Harga Berbasis Persaingan


Selain berdasarkan pada pertimbangan biaya, permintaan, atau laba, harga juga
dapat ditetapkan atas dasar persaingan, yaitu apa yang dilakukan pesaing. Metode
penetapan harga berbasis persaingan terdiri dari customary pricing; above, at, or below
market pricing; loss leader pricing; dan sealed bid pricing.

2.3. Kebijakan dan Strategi Penetapan Harga


2.3.1. Potongan dan Kelonggaran
Potongan (discount) dan kelonggaran (allowance) merupakan pengurangan dari
harga yang ada. Pengurangan ini dapat berbentuk tunai atau berupa konsesi yang lain.
Bentuk-bentuk potongan dan penghargaan yang banyak dipakai antara lain berupa :
 Potongan kuantitas (quantity discount)
 Potongan dagang (trade discount)
 Potongan tunai (cash discount)
13

 Potongan musiman (seasonal discount)


 Penghargaan promosional (promotional allowance)
 Penghargaan komisi(brokerage allowance)
 Penghargaan barang (product allwance)
1. Potongan Kuantitas
Potongan kuantitas adalah potongan harga yang ditawarkan oleh penjual agar
konsumen bersedia membeli dalam jumlah yang lebih besar, atau bersedia memusatkan
pembeliannya pada penjual tersebut. Potongan yang diberikan berupa satuan rupiah
atau satuan barang. Potongan kuantitas dapat dilakukan dengan menggunakan dua
macam cara yaitu : (a) potongan kuantitas non kumulatif, dan (b) potongan kualitas
kumulatif
a. Potongan kuantitas non kumulatif
Potongan ini didasarkan pada pesanan terhadap satu atau beberapa barang
dalam jumlah yang besar. Misalnya, pembeli dapat membeli dengan harga Rp 10,-
untuk satu unit barang; tetapi kalau dia membeli 3 unit, maka ia cukup membayar
Rp25,-. Potongan kuantitas non kumulatif ini dapat mendorong pesanan yang lebih
besar; dan penerapannya dapat ditentukan dengan menggunakan persentase.
b. Potongan kuantitas kumulatif
Potongan ini didasarkan pada volume total yang dibeli selama satu periode
tertentu. Cara seperti ini dapat mengikat pembeli untuk membeli berkali-kali pada
penjualan yang sama. Jadi, penjual yang menggunakan potongan ini bertujuan
menciptakan langganan
2. Potongan Dagang
Potongan dagang, juga disebut potongan fungsional (functional discount)
adalah potongan harga yang ditawarkan pada pembeli atas pembayaran untuk fungsi-
fungsi pemasaran yang mereka lakukan. Jadi, potongan dagang ini hanya diberikan
kepada pembeli yang ikut memasarkan barangnya (disebut penyalur), baik pedagang
besar maupun pengecer. Misalnya : potongan diberikan kepada pengecer sebesar 40%
dan kepada pedagang besar sebesar 10%. Apabila harga sebuah barang ditetapkan
sebesar Rp. 400,-, maka pengecer harus membayar Rp.240,- (dari Rp. 400,- dikurangi
14

40%nya), dan pedagang besar harus membayar kepada produsen sebesar Rp.216,- (dari
Rp.240,- dikurangi 10%,-nya).
3. Potongan Tunai
Potongan tunai adalah potongan yang diberikan kepada pembeli atas
pembayaran rekeningnya pada suatu periode, dan mereka melakukan pembayaran tepat
pada waktunya. Sebagai contoh : pembeli telah membeli barang seharga Rp. 100.000,-
dengan syarat pembayaran 2/10,n/30 pada tanggal 7 Agustus. Pembeli akan
memperoleh potongan sebesar 2% (Rp.2.000,-) jika ia dapat membayar dalam jang
waktu sepuluh hari setelah pembelian disetujui atau setelah barang diterima (tanggal
17 Agustus). Cara lain yang harus dilakukan oleh pembeli adalah membayar faktur
tersebut dalam waktu maksimum 30 hari. Jika pembayaran dilakukan pada tanggal
sesudah 17 Agustus, pembeli tidak memperoleh potongan. Dalam praktek, syarat
pembayaran tersebut dapat ditetapkan dengan kombinasi yang berbeda-beda menurut
keinginan masing-masing penjual.
4. Potongan Musiman
Potongan musiman adalah potongan yang diberikan kepada pembeli yang
melakukan pembelian di luar musim tertentu. Misalnya pembeli yang membeli jas
hujan pada musim panas, akan memperoleh potongan sebesar 5%, 10% atau 20%.
5. Kelonggaran Promosional
Kelonggaran promosional (promotional allowance) adalah potongan harga
yang diberikan oleh penjual kepada pembeli yang ikut menjalankan usaha promosi.
Penghargaan ini juga dapat berbentuk bahan-bahan promosi yang diberikan oleh
penjual. Misalnya, pembeli yang bersedia membeli sepeda motor merk tertentu, diberi
dengan Cuma-Cuma sebuah helm, sebuah jaket, sebuah tas dengan merk seperti sepeda
motor yang dibelinya.
6. Penghargaan Komisi
Kelonggaran komisi (brokerage allowance) ini merupakan variasi lain dari
bentuk potongan dagang. Apabila makelar bertindak sebagai perantara dalam saluran
distribusi, maka ia dapat memperoleg persentase tertentu dari volume penjualan
sebagai jasanya. Potongan inilah yang disebut penghargaan komisi.
15

7. Kelonggaran Barang
Kelonggaran barang (product allowance) adalah sejumlah pengurangan dari
harga jual semestinya yang diberikan kepada pembeli karena bersedia membeli barang
dalam kondisi tidak normal. Misalnya pembelian barang yang belum selesai,
ukurannya tidak tepat, warnanya sudah luntur, atau rusak.

2.3.2. Strategi Penetapan Harga Geografis


Dalam penetapan harga, penjual harus mempertimbangkan pula ongkos angkut
untuk barang-barang yang disampaikan kepada pembeli. Ongkos angkut ini merupakan
elemen yang penting dan termasuk dalam biaya variabel total. Menurut politik
penetapan harga tersebut, ongkos angkut dapat ditanggung semuanya oleh pembeli atau
oleh penjual saja, atau sebagian ditanggung pembeli dan sebagian lagi ditanggung oleh
penjual. Putusan tentang masalah ini dapat didasarkan pada batas geografis dari pasar,
letak fasilitas produksi sumber bahan mentahdan kuatnya persaingan di daerah pasar
yang bermacam-macam
Adapun jenis penetapan harga secara geografis yang ada antara lain : (1) Free
on board, (2) Uniform delivered pricing, (3) Zone delivered pricing, (4) freight
absorption pricing, (5) Basing point pricing.
1. Free On Board (F.O.B)
F.O.B. ini merupakan salah satu system penetapan harga geografis yang
banyak. Adapun dua macam F.O.B. yang bisa dipakai, yaitu :
 F.O.B. tempat asal (F.O.B. point of origin)
 F.O.B. tujuan (F.O.B. destination)
Dalam F.O.B. tempat asal, semua ongkos transport ditanggung oleh pembeli;
penjual menentukan harga jualnya atas dasar factor-faktor produksi yang dipakai dan
hanya menanggung biaya pemuatan. Jadi harga yang dibayar pembeli adalah harga
barang dari pabrik ditambah dengan ongkos angkut. Sedangkan pada F.O.B. tujuan,
seluruh beban pengangkutan menjadi tanggung jawab penjual, termasuk keamanan
barang-barang selama diperjalanan.
16

Perusahaan yang menggunakan F.O.B. tempat asal memiliki keuntungan dalam


persaingan jika lokasi pasarnya dengan pabrik, tetapi untuk lokasi pasar yang jauh hal
ini kurang menguntungkan. Jadi, kebijaksanaan ini baik bilamana pasar/konsumen
yang dituju terpusat disekitar lokasi pabrik. Pada cara yang lain, penjual akan
memperoleh keuntungan dalam persaingan bilamana F.O.B. tujuan dipakai, terutama
untuk pembeli yang jauh
2. Uniform Delivered Pricing
Dalam system penetapan harga ini, semua pembeli menanggung ongkos kirim
yang sama besarnya. Jadi mereka membayar harga yang sama untuk barang yang sama
dimanapun mereka bertempat tinggal. Politik semacam ini banyak digunakan apabila
ongkos kirim merupakan jumlah yang tidak begitu besar dalam struktur biaya total
pada penjual. Kebijaksanaan harga ini juga disebut postage estam pricing.
Pengecer dapat pula menggunakan kebijaksanaan harga ini jika ia merasa bebas
dalam melakukan pengiriman barang. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat posisi
pasarnya. Dalam sistem ini, penjual menanggung sebagian dari ongkos pengiriman
barang (absorb freight) kepada pembeli yang berlokasi jauh, dan memperoleh lebih
banyak ongkos pengiriman barang (phantom freight) kepada pembeli yang bertempat
tinggal dekat dengan lokasi pabrik.
3. Zone Delivered Pricing
Dalam kebijaksanaan harga ini, daerah penjualan dibagi kedalam beberapa
wilayah, dan setiap wilayah ditetapkan harga yang seragam. Ongkos kirim yang sudah
diperhitungkan dalam harga jual adalah ongkos kirim rata-rata ketiap tempat didalam
suatu wilayah. Pada setiap wilayah, terjadi pula absorb freight dan phantom freight,
seperti pada postage stamp pricing.
4. Freight Absorption Pricing
Dalam freight absorption pricing ini penjual menetapkan harga yang besarnya
sama dengan harga di pabrik penjual ditambah dengan ongkos kirim dari tempat
perusahaan saingan ke tempat pembeli yang terdekat dari perusahaan saingan tersebut.
Kebijaksanaan ini digunakan dengan tujuan agar dapat bersaing dengan perusahaan-
perusahaan yang dekat dengan pembeli.
17

5. Basing Point Pricing


Penjual yang ingin menggunakan kebijaksanaan ini lebih dulu menentukan
suatu base point, yaitu tempat yang dipilih untuk menentukan harga jual. Dalam hal
ini, harga jual ditetapkan sama dengan harga pabrik ditambah ongkos kirim dari base
point yang terdekat pada pembeli dengan lokasi pembeli, dengan menghiraukan dari
tempat mana barang dikirimkan. Pada pokoknya, kebijaksanaan ini menganut prinsip
penetapan harga yang lebih rendah atau paling tidak sama dengan harga pesaing. Jadi,
dalam menentukan base point penjual harus memperhatikan lokasi pesaing. Sehingga
base point dapat ditentukan lebih dari satu.

2.3.3. Kebijaksanaan Satu Harga dan Harga yang Variabel


Perusahaan dapat mempertimbangkan, apakah akan mengikuti kebijaksanaan
satu harga atau kebijaksanaan harga yang variabel. Penggunaan kebijaksanaan yang
satu tidak tergantung pada kebijaksanaan yang lain.
1. Kebijaksanaan Satu Harga
Perusahaan yang menganut kebijaksanaan satu harga (one price policy) ini akan
menentukan harga yang sama kepada semua pembeli yang membeli barang yang sama,
dalam jumlah yang sama, dan dengan syarat penjualan yang sama pula. Kebijaksanaan
tersebut dapat memberikan keyakinan dari pembeli kepada seorang penjual (apakah ia
produsen, pedagang besar, atau pengecer), walaupun kadang-kadang pembeli tidak
merasa bahwa mereka berada dalam persaingan yang tidak menguntungkan.
2. Kebijaksanaan Harga Yang Variabel
Dalam kebijaksanaan harga ini (variable price policy), perusahaan menetapkan
harga yang berbeda kepada pembeli yang membeli barangnya dalam jumlah sama.
Sering harga yang variabel ini ditawarkan kepada pembeli yang mempunyai hubungan
akrab, sehingga harga yang terjadi dari hasil tawar menawar akan lebih rendah dari
yang ditawarkan.
18

2.3.4. Penetapan Harga Per Unit


Penetapan harga per unit merupakan kebijaksanaan harga yang dilakukan oleh
perusahaan untuk melayani penjual eceran. Barang yang dijual dapat dikelompokkan
ke dalam beberapa macam pak (pak kecil, pak sedang, dan pak besar misalnya) dengan
ukuran atau berat yang berbeda-beda. Sehingga perusahaan menjual beberapa macam
unit. Sebagai contoh adalah penjualan sabun deterjen. Satu pak sabun deterjen yang
berukuran besar (dengan berat 1kg), isinya sama dengan dua pak yang berukuran
sedang (dengan berat ½ kh), atau empat pak yang berukuran kecil. Apabila pembeli
membeli sabun deterjen sebanyak 4pak ukuran kecil, maka ia akan membayar harga
lebih mahal dibandingkan dengan membeli 2 pak ukuran sedang. Dan apabila ia
membeli 2 pak ukuran sedang, ia harus membayar harga lebih mahal daripada membeli
satu pak ukuran besar.
Dapat terjadi bahwa konsumen akan beralih ke merk lain, atau bahkan penjual
lain dan layalitas terhadap suatu merk dapat menurun apabila persaingan harga semakin
kuat.

2.3.5. Penetapan Harga pada Beberapa Macam Barang


Penetapan harga pada beberapa macam barang ini menyangkut jumlah product
line yang ditawarkan oleh perusahaan. Apabila jumlah product line-nya semakin
banyak, maka masalah penetapan harga tersebut menjadi lebih komlek.
Yang perlu diperhatikan dalam strategi ini adalah ukuran, kualitas, merk, dan
sebagainya, yang dapat dipisahkan dari ukuran, kualitas, dan merk barang lain. Hal ini
dapat dipertimbangkan dari segi biaya dan segi permintaan pasarnya.
Dari segi biaya, dapat dilihat kemungkinan terjadinya biaya bersama (join cost)
untuk beberapa macam barang. Dalam penetapan harga yang dikaitkan dengan
beberapa macam barang tersebut, menejemen harus menentukan jumlah biayanya
ditambah dengan laba tertentu, atau masing-masing barang harus dapat menutup biaya
variabelnya, dengan penghasilan yang besarnya melebihi kontribusi pada overhead.
Dari segi permintaan, masing-masing jenis barang mempunyai daya tarik
sendiri-sendiri, baik dala hal kualitas, cara penggunaan, ataupun ukurannya. Hal ini
19

dapat mengurangi fleksibilitas menejemen dalam penetapan harga karena mereka harus
mempertimbangkan berbagai macam akibat yang ditimbulkan oleh adanya harga yang
sama pada beberapa macam barang. Untuk jenis mesin misalnya, dapat dibedakan dari
segi kekuatannya (10 tenaga kuda, 15 tenaga kuda, 25 tenaga kuda, dan sebagainya).
Pada saat menetapkan harga untuk mesin yang berkekuatan 15 tenaga kuda, perusahaan
harus mempertimbangkan harga untuk jenis mesin yang berkekuatan 10 tenaga kuda
dan 25 tenaga kuda. Jadi, perusahaan harus berusaha menetapkan harga pada
sekelompok barang yang berkaitan, bukannya pada masing-masing barang itu sendiri.

2.3.6. Penetapan Harga Psikologis


Kebijaksanaan ini biasanya digunakan untuk penjualan barang pada tingkat
pengecer. Dalam metode ini, harga ditetapkan dengan angka yang ganjil atau janggal,
misalnya Rp. 2.999,- (salah satu jenis harga yang dipakai oleh Perusahaan Sepatu
BATA). Contoh yang lain adalah harga kamera merk RICOH 500 GX yang ditetapkan
sebesar Rp.49.999,-.
Pada umumnya, penjual yang menganut kebijaksanaan harga psikhologis (juga
disebut odd pricing) ini percaya bahwa dengan menetapkan harga yang ganjil akan
menghasilkan penjualan lebih besar. Jadi, harga Rp.2.999,- dan Rp. 49.999,- akan
memberikan penghasilan yang lebih besar daripada Rp.3.000,- dan Rp.50.000,-. Dalam
pembeliannya konsumen mempunyai kesan bahwa jumlah uang yang dikeluarkan
seolah-olah jauh lebih sedikit, meskipun kenyataannya dengan memberikan uang
Rp.3.000,- dan Rp.50.000,- mereka hanya mendapatkan uang kembali Rp.1,-. Sering
pula terjadi bahwa uang kembali sebesar Rp 1,- tersebut tidak diminta kembali oleh
konsumen karena nilainya tidak seberapa.

2.3.7. Penetapan Lini Harga


Penetapan lini harga banyak didayagunakan oleh para pengecer sandang/
pakaian jadi. Pada intinya, strategi ini menyeleksi harga yang terbatas jumlahnya yang
akan dipakai untuk setiap lini barang dagangan. Misalnya sebuah took sepatu menjual
lini produk yang terdiri dari beberapa model sepatu seharga Rp.30.000,- sepasang, lini
20

model yang lain seharga Rp.40.000,- dan lini yang termahal seharga Rp.50.000,-
sepasang.
Bagi konsumen, maslahat (keuntungan) utama dari penetapan lini harga adalah
penyederhanaan keputusan beli. Dari sudut pengecer, strategi ini juga menguntungkan
karena membantu perencanaan dan keberlanjutan toko. Pengecer toko pakaian,
misalnya, pergi kepasar mencari pakaian yang dapat diecerkan seharga Rp.49.500,-,
Rp.59.500,-, atau Rp.69.500,-.
Kendala yang mungkin dihadapi oleh strategi ini, perubahan lini harga yang
harus selalu dilakukan setiap kali biaya naik. Pengecer akna bingung. Keseringan
merubah lini harga akan merusak citra toko. Apabila situasi harga tetap, margin laba
ditekan serendah mungkin, pengecer bisa selalu mencari harga produk yang tidak
terlalu tinggi. Pihak produsen juga bisa menolong par apengecer melalui
penyederhanaan kemasan atau kualitas produk (berarti biaya yang lebih murah) –
pengecer bisa mempertahannkan harga pada tingkat harga yang tetap.

2.3.8. Sarana Pengendalian Harga Eceran


Beberapa pabrikan ingin mengendalikan harga eceran produknya. Ada yang
mencantumkan pedoman harga eceran yang dianjurkan untuk produknya, ada juga
yang secara tegas mencantumkan harga eceran tertinggi (mereka yang melanggarnya
bisa dicabut hak hak menjual produk). Kebijakan yang pertama memperbolehkan
pengecer menambah atau mengurangi dengan potongan harga. Kebijakan yang kedua
harga bisa jalan untuk produk yang laku dan hanya sedikit pengecer yang memiliki hak
jual.
Sekarang seorang pabrikan tidak bisa lagi mengendalikan secara efektif harga
jual eceran produknya. Di amerika serikat, swlma periode 45 tahun (1930-1975)
serangkaian hokum Negara bagian dan federal (pusat) mengizinkan para pabrikan
menentukan harga eceran produk mereka. Hokum Negara bagian secar teknis disebut
hukum sarana harga eceran – makin dikenal sebagai hukum dagang yang bersih (fire-
trade laws). Ditingkat federal dua undang-undang dikeluarkan yaitu Miller-Tydings
21

Act dan McGuire Act. Kedua undang-undang ini diperlukan agar pabrikan dapat
memperdagangkan produknya secara bersih antar Negara bagian.
Sarana harga jual eceran merupakan salah satu strategi penetapan harga yang
paling konvensional. Label “hukum dagang yang bersih” merupakan pilihan judul
yang benar-benar strategis. Masa depresi dunia di tahun 1930-an menyebabkan
berbagai hukum dagang yang bersih lahir. Hukum-hukum ini dibuat untuk melindungi
para pengecer kecil dari kesewenangan para pengecer kelas kakap, terutama rangkaian
toko. Pada masa jayanya, hokum seperti ini berlaku diseluruh Negara bagian kecuali
Vermont, Missouri, Texas dan Distrik Columbia.
Ditahun 1975 hukum federal (consumer goods princing act) dikeluarkan untuk
menghapus Miller-Tydings Act dan McGuire Act. Ini berarti, semua penetapan harga
dagang yang bersih yang berlaku untuk bisnis Negara bagian menjadi tidak ada lagi
kekebalan kukum terhadap tuntutan tuntutan yang timbul praktek monopoli.

2.3.9. Penetapan Harga Pelopor dan Undang-Undangnya


Banyak perusahaan, terutama para pengecer, sering menurunkan harga barang
dagangannya untuk menarik pelanggan. Strategi seperti ini di namai penetapan harga
pelopor (leader princing) dan barang dagangannya disebut dagangan banting harga.
Strategi ini akan efektif jika diterapkan ke produk yang terkenal, sering di iklankan dan
termasuk item yang laris.
Gagasan yang mendasarinya adalah, pelanggan dating ke toko membeli produk
dengan harga pelopor dan kemudian tertarik untuk membeli produk dengan harga
biasa. Hasilnya diharapkan bisa berupa laba total dan volume penjualan total.
Di Amerika Serikat sekitar 25 negara bagian memiliki undang-undang yang
mengatur penetapan harga pelopor (undang-undang penjualan dengan praktek curang).
Mereka mengikuti dua model undang-undang. Model pertama, pengecer dilarang
mennjual barang dibawah biaya faktur ditambah biaya angkutan dan kenaikan untuk
laba. Kenaikan laba biasanya 2% untuk tingkat grosir dan 6% untuk tingkat eceran.
Model kedua, harga minimal ditetapkan pada biaya faktur ditambah biaya angkutan
dan biaya operasi grosir atau pengecer.
22

Tujuan umum dari undang-undang ini baik, yaitu mencegah praktek penurunan
harga secara seenaknya senidiri. Namun demikian, undnag-undang ini masih
mengijinkan praktek banting harga sebagai strategi promosi dan strategi harga. Intinya,
seorang pengecer bisa menawarkan sebuah barang di bawah biaya total tetapi msih
tetap diatas jumlah biaya ditambah 6% kenaikan untuk laba. Tidak seperti hokum
dagang bersih, hokum yang mengatur praktek banting harga ini tidak menjatuhkan
denda pada pengecer dengan biaya rendah atau melindungi pengecer dengan biaya
tinggi. Perbedaan dalam harga pokok pengecer bisa tercermin dalam harga jual mereka.
Serta hasil yang diperoleh dari dihapusnya pelbagai pelayanan ekstra pada pembeli
dapat dikembalikan lagi pada pelanggan.
Keterbatasan hukum ini adalah sukar atau bahkan tidak mungkin untuk
menentukan biaya usaha dari setiap barang dagangan. Karena kelemahan seperti inilah
beberapa hukum dinyatakan tidak konstitusional. Lagipula tujuan dari sebuah bisnis
adalah menghasilkan laba dari operasi total, tidak perlu dari setiap penjulan masing-
masing produk.

2.3.10. Penetapan Harga di Masa Inflasi


Bagi para eksekutif pemasaran terutama dalam hal penetapan harga inflasi
memaksa mereka mengembangkan strategi penetapan harga yang kreativ dan inovatif.
Pengelolaan strategi manaikan harga mencakup waktu, ukuran, dan metoda
pelaksanaan kenaikan. Berikut dikemukakan beberapa contoh:
1. Beberapa perusahaan sekarang membebani pembeli dengan beberapa
pelayanan ekstra yang dahulu sudah tercakup didalam harga jual produk.
Bentuk pelyanan ekstra yang ditambahkan pada harga, misalnya, ongkos kirim
barang, biaya reparasi, dan biayan administrasi dalam penjualan kredit.
2. Persentase potongan kuantitas atau potongan kontan juga mulai dikurangi.
3. Kontrak jual-beli jangka panjang bisa memasukkan kluasala kenaikan harga
yang mungkin terjadi di waktu yang akan dating. Kenaikan harga bisa
mengikuti indeks harga pemerintah atau harga grosir.
23

4. Beberapa perusahaan cukup menambahkan persentase ke harga yang tercantum


di catalog, menu, atau daftar harga lainnya.
Selama masa inflasi, harga biasanya naik karena biaya juga meningkat terus.
Ini berarti tantangan manjerial yang mencakup cara mengendalikan (dan bahkan
mengurangi) beberapa biaya. Pengendalian biaya juga berarti pengurangan tekanan
yang makin meningkat untuk menaikkan harga. Salah satu strategi pengendalian biaya
ialah, menghapus produk dengan laba rendah. Tetapi perusahaan harus berhati-hati jika
ingin menghapuskan salah satu bauran produknya. Jangan menghapus produk sudah
menjadi cirri khas perusahaan. Produk tidak terhapus juga harus dapat menyerap
bagian biaya tetap yang dipikul oleh produk yang dihilangkan.

2.3.11. Persaingan Harga Lawan Persaingan Non Harga


Didalam upaya mengembangkan program pemasaran, manajemen mempunyai
pilihan antara menekankan persaingan harga atau persaingan non-harga. Pilihan dapat
mempengaruhi bagian-bagian lain dari sistem pemasaran perusahaan.
1. Persaingan harga
Dalam perekonomian kita sekarang, persaingan harga masih merupakan
strategi yang banyak didayagunakan perusahaan. Sebuah perusahaan dapat secara
efektif terlihat dalam persainggan harga jika secara teratur menawarkan harga serendah
mugkin. Tetapi dengan harga yang rendah, biasanya pelayanan yang ditawarkan juga
menjadi berkurang. Dahulu rangkaian toko dan pusat-pusat penjualan dengan potongan
harga selalu bersaing dengan cara seperti ini. Sebuah perusahaan juga dapat
mendayagunakan harga dalam persaignan melalui, (1) perubahan harga dan (2) reaksi
terhadap perubahan harga yang dilakukan oelh para pesaingnya.
 Perubahan harga dalam perusahaan
Beberapa situasi yang mendorong perusahaan melakukan perubahan harga.
Misalnya, perusahaan menghadapi kenikan dalam biaya. Manajemen lalu memutuskan,
menaikkan harga tidak mengurangi kualitas produk atau secara agresif
mempromosikan produk. Atau secara tiba-tiba pangsa pasar (market share) perusahaan
menurn karena persaingan yang kuat, para eksekutif nya bereaksi dengan mengurangi
24

harga produk. Dalam jangka panjang, strategi pengurangan harga bukan merupakan
pilihan yang terbaik. Pengirangan harga secara temporer lebih efekti di dayagunakan
terutama untuk memperbaiki ketidakseimbangan dalam persediaan barang atau untuk
merintis produk baru.
Bagi penjual, kekurangan tersebsar dari penurunan harga terletak pada reaksi
dari para pesaing, mereka juga akan ikut menurunkan harga. Hal ini sering terjadi
dalam pasar oligopoly. Akibatnya, terjadilah perang harga dan pada akhirnya harga
produk akan tetap rendah. Perlu dicatat bahwa, oligopoly tidak selalu menyangkut
perusahaan besar. Oligopoli berarti penjual tidak banyak. Jadi sekelompok kecil
usahawan binsnis tata rambut, misalnya bisa membentuk sebuah oligopoly. Para
usahawan ini akan selalu menghindari persaingan harga karena bila salah satu mulai
menurunkan harga, yang lain pasti akan segera ikut.
 Reaksi terhadap perubahan harga yang dilakukan pesaing
Setiap perusahaan pada dasarnya harus selalu waspada terhadap perubahan
harga yang mungkin dilakukan oleh para pesaing. Ini berarti setiap perusahaan haus
selalu siap dengan pedoman kebijakan tentang bagaimana reaksi perusahaan apabila
pesaing mulai menurunkan harga.perencanaan didepan seperti ini terutama sangat
bermanaat dalam perang pengurangan harga karena waktu merupakan faktor utama.
Lain halnya jika pesaing menikkan harga. Lebih bermanfaat lagi jika perusahaan
menunggu dengan sekaligus mengkaji apakah kenaikan harga ini merupakan kebijakan
yagn tepat atau tidak.
2. Persaingan non-harga
Dalam persaingan non-harga melakukan strategi harga stabil. Mereka berupaya
meningkatkan posisi pasar melalui penekanan pada aspek lain dari program pemasaran.
Dengan memakai istilah yang sama dalam teori ekonomi, kita dapat membedakan
persaingan harga dengan persaingan non harga. Dalam persaingan harga, penjual
berusaha menaikkan atau menurunkan kurva permintaan perusahaan melalui
perubahan harga. Dalam persaingan non-harga, penjual berupaya menggesar kurva
permintaan ke sebelah kanan melalui pembedaan produk, kegiatan promosi, atau
aspek-aspek lain dari program pemasaran.
25

Persaingan non-hraga makin banyak digunakan dalam program pemasaran


pelabagi perusahaan. Perusahaan paling tidak ingin menentukan jalannya sendiri.
Dalam persaingan non-harga, dasar pandangan seperti ini bisa terjadi karena posisi
perusahaan sebagai penjual tidak teralalu berubah meskipun pesaing mulai banting
harga. Juga kesetiaan pembeli terhadap produk akan tetap terjaga karena harga bukan
satu-satunya cirri pembeda perusahaan. Dengan strategi persaingan harga, pembeli
akan setia pada perusahaan Selama perusahaan dapat menawarkan produk dengan
harga rendah.
Dua metode utama persaingan non-harga adalah promosi dan pembeda produk
(product differentiation). Selain itu, ada juga perusahaan yang menekankan keragaman
dan kualitas pelayanan perusahaan pada pelanggan. Salah satu bentuk metoda
persaingan non-harga selain 2 metode utama diatas ialah kartu dagang (trading stamps)
– kartu yang dapat dipertukarkan dengan uang atau hadiah-hadiah lain.kartu dagang
mencapai puncak kepopulerannya di tahun 1960-an, tetapi merosot sampai 50% dalam
perusahaan yang memasarkan produk diawal tahun 1970-an. Krisis minyak dan
semakin populernya makanan sederhana mengurangi dua pembeli terbesar dari kartu
dagang yakni pasar raya dan pompa bensin. Kemerosotan kartu dagang perusahaan
diatas sekarang diimbangi oleh meningkatnya penggunaan kartu dagang oelh
perusahaan yang memasarkan jasa bank, biro perjalanan dan lain sebagainya.
Kartu dagang biasanya membebani pengecer 2% dari penjualan. (mereka
membayar Rp.2.000,- untuk 1000 kartu dan kemudian memberi 1 kartu untuk setiap
pembelian senilai Rp.100,-). Jelas pengecer harus menaikkan harga jual produk atau
memotong pengeluaran-pengeluaran lainnya. Atau mereka bisa menaikkan volume
penjualan sehingga biaya tetap unit bisa dikurangi dan cukup untuk menutupi 2%
kenaikan biaya variabel unit.

2.3.12. Studi Kasus Bauran Harga


1. Strategi dan penetapan harga PT. Coca Cola Company
Para eksekutif mengeluh bahwa penetapan harga membuat kepala pusing-dan
semakin buruk dari hari ke hari. Banyak perusahaan tidak menangani penetapan harga
26

dengan baik dan angkat tangan dengan “strategi” seperti berikut ini: “Kami
menentukan biaya kami dan mengambil marjin tradisional industri.” Kesalahan umum
lainnya adalah tidak cukup sering merevisi harga untuk mengkapitalisasikan perubahan
pasar menetapkan harga bauran pemasaran lainnya secara independen dan bukan
sebagai elemen intrinsik dari strategi positioning pasar serta tidak cukup
memvariasikan harga untuk berbagai jenis produk, segmen pasar, saluran distribusi,
dan kejadian pembelian. CEO GE Jeffrey Immelt menawarkan keluhan yang dapat
dihubungkan oleh banyak eksekutif.
GE merespons dengan membuat penetapan harga menjadi salah satu dari tiga
inisiatif teratas dan memperkenalkan sejumlah perubahan:
 Organisasi matriks yang didedikasikan untuk penetapan harga telah diciptakan.
 CMO, melapor ke CEO, memimpin inisiatif penetapan harga.
 Manajer penetapan harga yang berdedikasi memfokuskan diri pada penetapan
harga produk, dan dalam setiap unit bisnis biasanya ada Wakil Presiden atau
direktur penetapan harga yang melapor ke pimpinan pemasaran.
 Penetapan harga telah ditambahkan dalam kurikulum pendidikan eksekutif GE dan
menjadi inisiatif wajib bagi Commercial Excellence Council yang terdiri dari 100
eksekutif puncak GE.
 Dewan Penetapan harga Global, yang terdiri dari pemimpin penetapan harga dari
setiap unit bisnis GE, mencari praktik penetapan harga terbaik di seluruh GE dan
menanamkan ke seluruh organisasi.
 Dalam unit bisnis besar, Dewan Penetapan Harga Industri memenuhi kebutuhan
industri yang unik.
Bagi setiap organisasi, strategi penetapan harga yang dirancang dan
diimplementasikan secara efektif memerlukan pemahaman mendalam tentang
psikologi penetapan harga konsumen dan pendekatan sistematis untuk mengatur,
menyesuaikan, dan mengubah harga
Perusahaan melakukan penetapan harga dengan berbagai cara. Di perusahaan
kecil, harga sering ditentukan oleh atasan. Di Coca Cola, penetapan harga ditangani
oleh manajer divisi dan manajer lini produk. Bahkan di sini, manajemen puncak
27

menetapkan tujuan dan kebijakan penetapan harga umum dan sering menyetujui harga
yang diajukan oleh tingkat manajemen yang lebih rendah. Dalam industri di mana
penetapan harga menjadi faktor kunci, perusahaan sering membentuk departemen
penetapan harga untuk mengatur atau membantu departemen lain dalam menetapkan
harga yang tepat. Departemen ini melapor ke departemen perusahaan, departemen
keuangan atau manajemen puncak. Departemen lain yang mempengaruhi penetapan
harga meliputi manajer penjualan, manajer produksi, manajer keuangan, dan akuntan.
"Meet-the-kompetisi harga": Coca-Cola produk harga yang ditetapkan di sekitar
tingkat yang sama seperti pesaingnya, Coca Cola harus dirasakan berbeda namun tetap
terjangkau.
Seperti perusahaan yang telah berhasil telah ada selama lebih dari satu abad,
Coca Cola telah tetap sangat lancar dan konsisten dengan strategi harga mereka.
Mereka telah memiliki layak dan "berbahaya" pesaing terus mendorong mereka untuk
menjadi lebih cerdas, lebih cepat, dan lebih baik. Sebuah kutipan dari CEO Pepsi Co
"mereka lebih sukses, begitu juga dengan kita semakin harus tajam. Jika Coca Cola
Company tidak ada, kita akan berdoa bagi seseorang untuk menemukan mereka."
Sepanjang tahun Coca Cola telah membuat banyak keputusan harga tetapi tidak
ada keraguan bahwa tujuan utama mereka adalah untuk memaksimalkan nilai
pemegang saham. Dalam rangka untuk merebut pangsa pasar, Pepsi umumnya mulai
turun harga, dan tak lama setelah itu, Coca Cola memutuskan untuk menurunkan
mereka sedikit tapi tidak untuk semua produk. Misalnya, dalam Indi atau Pakistan,
Coca Cola difokuskan pada pengurangan harga wadah 200ml mereka (kaleng).
Coca Cola menggunakan titik harga yang lebih rendah untuk menembus pasar
baru yang sangat sensitif terhadap harga. Coca Cola melakukan itu untuk menghadapi
persaingan dan untuk meningkatkan kesadaran merek di kalangan penduduk. Setelah
diimplementasikan kuat, maka posisinya sebagai "premium" dibandingkan dengan
banyak pesaing (ex: Pepsi), merek memiliki citra membawa manfaat yang bersifat
intangible dalam gaya hidup, afiliasi kelompok, saat sukacita dan kebahagiaan ... tapi
strategi pemasaran masih fokus pada kenikmatan terjangkau kehidupan.
28

Pada pengecer ', biasa promosi on-pack tersedia dalam rangka memenuhi tujuan
perusahaan dan juga untuk menarik konsumen untuk membeli lebih banyak.
Penetapan harga yang berbeda-beda ini dikarenakan setiap komposisi pada
setiap produk mereka yang berbeda-beda, selain itu juga tingkat minat konsumen yang
tinggi mempengaruhi tingkat harga yang berbeda juga.
Semakin besarnya komposisi produk maka semakin besarnya juga harga dari
produk tersebut, karena coca cola tidak mau mengalami kerugian, jika menjual produk
tersebut dengan harga yang terlalu murah.
Tingkat minat konsumen yang tinggi akan mengakibatkan harga produk dari
coca cola juga akan lebih tinggi, hal ini disebapkan karena permintaan dari konsumen
yang sangat tinggi juga.
Namun hal yang terjadi pada saat ini adalah harga produk coca cola dari bahan
plastic lebih mahal daripada yang berbahan kaca, hal ini terjadi lagi karena minat
konsumen terhadap bahan plastic lebih tinggi daripada botol kaca tersebut, melihat hal
ini coca cola juga akhirnya memperbanyak produksi botol plastic daripada botol kaca.

2. Analisis Hasil Penelitian


 Deskripsi Hasil Kuesioner
Dari 30 exampler keusioner yang disebarkan memperoleh data sebagai berikut:
Skor Item untuk Petanyaan
Responden Umur JK Profesi 1 jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
1 20-25 P karyawan 4 4 3 3 3 3 3 4 4 3 34
2 15-19 W pelajar 3 3 2 3 3 3 2 4 3 4 30
3 20-25 W mahasiswa 3 3 3 4 4 2 2 3 3 3 30
4 20-25 P mahasiswa 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 31
5 20-25 P mahasiswa 4 4 4 3 3 3 3 4 3 3 34
6 20-25 P mahasiswa 3 3 2 3 3 3 2 2 4 3 28
7 15-19 P mahasiswa 3 4 3 3 3 3 2 2 3 4 30
29

8 20-25 P mahasiswa 3 3 1 2 1 2 1 3 4 3 23
9 20-25 W mahasiswa 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 28
10 20-25 W mahasiswa 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 22
11 20-25 W mahasiswa 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 30
12 20-25 W mahasiswa 2 3 2 3 3 2 2 3 3 3 26
13 20-25 W mahasiswa 3 3 3 3 4 3 3 3 2 3 30
14 20-25 W mahasiswa 3 3 2 2 3 3 2 2 4 4 28
15 15-19 W Pelajar 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 26
16 15-19 W Pelajar 3 3 3 2 3 2 3 4 2 2 27
17 20-25 W mahasiswa 2 3 3 2 3 2 2 2 3 3 25
18 >36 W Karyawan 3 3 2 3 3 2 2 2 2 3 25
19 26-35 W Karyawan 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 26
20 15-19 P Pelajar 3 3 4 3 4 2 2 2 2 3 28
21 15-19 W Pelajar 3 4 4 4 4 3 3 3 2 3 33
22 >36 P Karyawan 3 3 4 4 2 3 3 3 3 2 30
23 20-25 P mahasiswa 2 3 2 2 2 3 1 2 3 2 22
24 20-25 W Karyawan 4 3 4 3 4 2 2 2 2 2 28
25 20-25 P mahasiswa 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 34
26 20-25 P Karyawan 3 3 1 2 2 3 2 2 3 2 23
27 20-25 P Karyawan 3 3 2 2 1 2 2 1 2 2 20
28 20-25 L Karyawan 3 3 3 3 2 2 2 2 4 4 28
29 15-19 L Pelajar 4 3 2 3 2 3 2 2 3 4 28
30 15-19 P Pelajar 2 4 3 3 4 3 3 2 3 4 31
8 9 8 8 8 7 6 7 8 9
∑x 9 8 1 6 7 7 8 8 4 0
∑y 838
30

 Uji Validitas
Uji validitas adalah uji yang digunakan untuk menunjukkan sejauh mana alat
ukur yang digunakan dalam suatu mengukur apa yang diukur. Ghozali (2009)
menyatakan bahwa uji validitas digunakan untuk mengukur sah, atau valid tidaknya
suatu kuesioner.
Dalam penelitian ini diambil dari 30 responden dari 10 pertanyaan, dapat kita
lihat di corrected item-total correlation nilai yang ada diatas 0,25, karena uji validitas
yang baik nilai dari setiap pertanyaan harus lebih dari 0,25. jika ada nilai yang dibawah
niali tersebut sebaiknya dihilangkan, karena didalam kuesioner ini ada pertanyaan yang
kurang dari 0,25 maka nilai tersebut dihilangkan, pertanyaan yang dihilangkan adalah
pertanyaan no 9 dan 10. karena dihilangkan butir pertanyaan berkurang menjadi 8 dari
30 responden.

Uji validitas dari kuesioner kami dapat dilihat dalam tabel dibawah berikut:
a. Uji validitas sebelum P9 & P10 belum dihilangkan

Item-Total Statistics
Corrected
Scale Scale Item- Cronbach
Mean if Variance Total 's Alpha
Item if Item Correlati if Item
Deleted Deleted on Deleted
P1 24,9667 12,033 ,303 ,733
P2 24,6667 11,402 ,628 ,701
P3 25,2333 9,909 ,513 ,701
P4 25,0667 10,547 ,629 ,687
P5 25,0333 10,171 ,488 ,706
P6 25,3667 11,757 ,434 ,719
P7 25,6667 10,713 ,644 ,688
P8 25,3333 10,782 ,423 ,717
P9 25,1333 13,085 -,016 ,782
P10 24,9333 12,202 ,199 ,748
31

Tabel diatas, memperlihatkan bahwa corrected item-total correlation setiap


item instrument lebih besar dari 0,25 yang berarti keseluruhan item valid, kecuali P9
dan P10 yang kurang dari 0,25 yang berarti tidak valid dan tidak dapat digunakan dalam
penelitian maka harus dihilangkan, seperti pada tabel berikut ini:

b. Uji validitas sesudah P9 & P10 dihilangkan

Item-Total Statistics
Corrected
Scale Scale Item- Cronbach'
Mean if Variance Total s Alpha if
Item if Item Correlati Item
Deleted Deleted on Deleted
P1 19,1667 10,695 ,307 ,810
P2 18,8667 10,189 ,602 ,780
P3 19,4333 8,116 ,647 ,763
P4 19,2667 9,237 ,651 ,765
P5 19,2333 8,668 ,550 ,781
P6 19,5667 10,737 ,342 ,806
P7 19,8667 9,154 ,744 ,754
P8 19,5333 9,499 ,427 ,800

 Uji Reliabilitas
Dalam penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu tes
tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dan dalam kondisi
yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil yang konsisten
untuk pengukuran yang sama.Dari hasil kuesioner yang dibuat menunjukan bahwa
dalam pengujian realibilitas sudah sangat reliable dengan nilai 0,816 dari 8 pertanyaan
karena uji reliabilitas yang baik berada diangka 0,6-0,8. ditunjukan dalam tabel spss
berikut:
32

Reliability Statistics

Cronbach's N of
Alpha Items
,806 8

Dari hasil analisis tabel diatas, diketahui bahwa besarnya koefisien alpha
cronbach yaitu 0,806. Hasil tersebut menunjukan bahwa koefisien reliabilitas lebih
besar dari 0,6 yang berarti bahwa dimensi tersebut sangat reliable (handal) untuk
mengukur variable harga.
33

III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk
diperhatikan, diminta, dicari dan dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar sebagai
pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan.
Didalam perkembangannya, tujuan penetapan harga bukan hanya berdasarkan
tingkat keuntungan dan perolehannya saja melainkan berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan non ekonomis lainnya. Tujuan-tujuan dalam penetapan harga
mengindikasikan bahwa pentingnya perusahaan untuk memilih, menetapkan dan
membuat perencanaan mengenai nilai produk atau jasa dan tujuan yang ingin dicapai
oleh perusahaan atas produk atau jasa tersebut.
Produk tidak terlepas dari masalah harga, agar dapat sukses dalam memasarkan
suatu barang atau jasa, setiap perusahaan harus menetapkan harga secara tepat, ada
beberapa metode penetapan harga yaitu : pendekatan permintaan untuk menetapkan
harga, pendekatan biaya untuk menetapkan harga dan diskon selain itu pula terdapat
beberapa metode penetapan harga khusus untuk produk baru yaitu : Penetracing Pricing
dan Skimming Pricing.

3.2. Saran
Berdasarkan pada permasalahan yang diangkat oleh penulis yaitu mengenai
penentapan harga, maka dari itu penulis memberikan saran yaitu:
1. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang penentuan harga produk,
sesuaikanlah kualitas produk yang akan di jual.
2. Agar dapat sukses dalam memasarkan suatu barang atau jasa, setiap perusahaan
harus menetapkan harga secara tepat.
3. Penetapan harga jangan terlalu berorientasi pada biaya.
4. Harga ditetapkan secara independen dari bauran pemasaran lainnya dan
bukannya sebagai unsur intrinsik dari strategi penentuan posisi pasar.
34

DAFTAR PUSTAKA

Aevunx.”Makalah Penetapan Harga”.17 Februari 2018.


http://cari-carimakalah.blogspot.co.id/2017/01/makalah-penetapan-harga-
kewirausahaan.html

Maulana, Rizky.”Makalah Penetapan Harga”.17 Februari 2018.


http://ikokz14.blogspot.co.id/2013/10/makalah-penetapan-harga.html

Misrai.”Makalah Penetapan Harga dan Strategi Penetapan Harga”.17 Februari 2018.


http://1futureinsights.blogspot.co.id/2016/07/makalah-penetapan-harga-dan-
strategi.html

William J.Stanton, Y.Lamarto.1984.Prinsip Pemasaran.Jakarta:Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai