OLEH :
HUKUM ACARA
FAKULTAS HUKUM
MAKASSAR
2015
HALAMAN JUDUL
OLEH :
SKRIPSI
Pada
FAKULTAS HUKUM
MAKASSAR
2015
i
PENGESAHAN SKRIPSI
PANITIA UJIAN
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Makassar, 2015
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. H. Ma’ruf Hafidz, S.H. M.H H. Iwan Akil, S.H. M.H
Mengetahui
iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI
Memenuhi syarat untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian akhir
Program Studi.
Makassar, 2015
A.n. Dekan
iv
ABSTRAK
Handar Subhandi Bakhtiar (040 2011 0095), Penerapan Sanksi
Pidana dan Tindakan Terhadap Anak Menurut UU No.11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dibawah Bimbingan Bapak
Prof. Dr. H. Ma’ruf Hafidz, SH. MH, Sebagai Pembimbing I dan Bapak H.
Iwan Akil, SH. MH, Sebagai Pembimbing II.
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Skripsi ini ditulis dan disusun sebagai tugas akhir penulis guna
memenuhi syarat untuk menyelesaikan Program Strata Satu Program
Studi Ilmu Hukum dan memperoleh gelar sebagai Sarjana Hukum di
Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia
vi
BAKHTIAR yang tak henti-hentinya memberi dukungan dan motivasi agar
penyelesaian penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis juga mendapatkan bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Masrurah Mokhtar, MA selaku Rektor
Universitas Muslim Indonesia beserta para Pembantu Rektor.
2. Bapak Dr. H. Muhammad Syarif Nuh, S.H.,M.H. selaku Dekan
Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia.
3. Bapak Prof. Dr. H. Ma’ruf Hafidz, S.H.,M.H. selaku
Pembimbing I dan Bapak H. Iwan Akil, S.H, M.H dan selaku
Pembimbing II atas segala masukan, bantuan, serta perhatian
yang diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.
4. Ibu Hj. Fauziah Basyuni S.H.,M.H selaku penguji I, dan Ibu
Hj. Nur Fadhilah M, S.H., M.H selaku penguji II
5. Bapak H. Sudirman Sunusi S.H,M.H selaku penasihat
akademik yang selalu memberikan saran dan kritik kepada
penulis selama masa studi di Fakultas Hukum UMI.
6. Terkhusus buat bunda Hj. Nur Fadhilah M, S.H., M.H yang
telah banyak memberikan bantuan, nasihat dan arahan kepada
penulis selama masa studi di Fakultas Hukum UMI.
7. Seluruh dosen serta para civitas akademika Fakultas Hukum
Universitas Muslim Indonesia yang tidak bisa saya sebutkan
namanya satu persatu.
8. Terspesial untuk seluruh teman-teman mahasiswa Fakultas
Hukum UMI angkatan 2011 atas seluruh kerjasama dan
kebersamaan selama masa studi di Fakultas Hukum UMI.
vii
penyajian maupun dalam bentuk penggunaan bahasa. Maka dengan
kerendahan hati, Penulis mengharapkan kritik, saran ataupun masukan
yang sifatnya membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan
skripsi ini ke depannya dapat bermanfaat bagi semua orang.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
khususnya pada diri penulis pribadi semoga Allah SWT senantiasa menilai
perbuatan kita sebagai amal ibadah dan senantiasa meridhoi segala
aktifitas kita semua. Amin Yaa Robbal Alamin.
Makassar, 2015
Penulis,
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................. ii
ABSTRAK...................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................... 6
C. Tujuan Penelitian................................................................. 6
D. Kegunaan Penelitian............................................................ 7
A. Pengertian Anak.................................................................. 8
B. Pengertian Dan Unsur Tindak Pidana................................. 11
1. Pengertian Tindak Pidana.............................................. 11
2. Unsur Tindak Pidana...................................................... 13
C. Pengertian Sanksi Pidana dan Tindakan............................. 16
1. Sanksi Pidana................................................................. 17
2. Sanksi Tindakan............................................................. 22
D. Proses Peradilan Pidana Anak............................................ 23
1. Tahapan Penyidikan....................................................... 24
ix
2. Tahapan Penangkapan Dan Penahanan........................ 25
3. Tahapan Penuntutan...................................................... 27
4. Tahapan Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan................ 28
E. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana............... 30
1. Hal Yang Meringankan................................................... 31
2. Hal Yang Memberatkan.................................................. 31
A. Lokasi Penelitian.................................................................. 33
B. Jenis dan Sumber Data........................................................ 33
C. Teknik Pengumpulan Data................................................... 33
D. Teknik Analisa Data............................................................. 34
x
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................ 59
B. Saran.................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS.At-Tahrim ayat 6).
Ayat-ayat tersebut menjelaskan salah satu ujian yang diberikan Allah
kepada orang tua adalah anak-anak mereka hendaklah benar-benar
bertanggung jawab terhadap amanah yang diberikan Allah SWT yakni
menjaga dan mendidik anak agar tidak melakukan perbuatan yang dapat
menjerumuskan ke dalam api neraka. Itulah sebabnya setiap orangtua harus
membangun hubungan yang baik dengan anak agar anak tidak melakukan
penyimpangan atau perilaku yang dapat merugikan diri sendiri, keluarga
maupun masyarakat.
Anak merupakan bagian dari masyarakat, mereka mempunyai hak yang
sama dengan masyarakat lain yang harus dilindungi dan dihormati. Setiap
Negara dimanapun di dunia ini wajib memberikan perhatian serta
perlindungan yang cukup terhadap hak-hak anak, yang antara lain berupa hak-
hak sipil, ekonomi, sosial dan budaya, namun sepertinya kedudukan dan hak-
hak anak jika dilihat dari prespektif yuridis belum mendapatkan perhatian
serius baik oleh pemerintah, penegak hukum maupun masyarakat pada
umumnya dan masih jauh dari apa yang sebenarnya harus diberikan kepada
mereka. Kondisi inipun dipersulit oleh lemahnya penerapan hukum mengenai
hak-hak anak yang dilakukan oleh aparat penegak hukum itu sendiri.
Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas,
kelangsungan hidup, pengembangan fisik dan mental serta perlindungan dari
berbagai mara bahaya yang dapat mengancam integritas dan masa depan
2
mereka, perlu upaya pembinaan yang berkelanjutan dan terpadu. Dalam
kenyataan, upaya pengembangan generasi muda, sering kali dihadapkan pada
berbagai masalah dan tantangan yang sulit dihindari, antara lain dijumpai
penyimpangan sikap perilaku sementara anak. Bahkan lebih jauh dari itu,
terdapat anak-anak yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum, baik
anak dari kalangan sosial ekonomi tinggi, menengah, maupun bawah.
Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian “Anak” dimata hukum positif
Indonesia Lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa
(minderjaring/person under age), orang yang dibawah umur atau keadaan
dibawah umur (minderjarigheid/inferiority) atau kerap disebut sebagai anak
yang dibawah pengawasan wali (minderjarige ondervoordij)1. Pengertian anak
itu sendiri jika kita tinjau lebih lanjut dari segi usia kronologis menurut hukum
dapat berbeda-beda tergantung tempat, waktu dan untuk keperluan apa, hal ini
juga akan mempengaruhi batasan yang digunakan untuk menentukan umur
anak.
1
Lilik Mulyadi, Pengadilan Anak di Indonesia , Bandung: Mandar Maju, 2005. Hal . 3.
2
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2004.
Hal. 17
3
Suatu fakta terungkap dari internet (antarasulsel.com dan
klikmakassar.com) pada 1 april 2014 menyebutkan bahwa 3 bocah diduga
melakukan penganiayaan terhadap teman sekelasnya. Dari pengakuan 3 anak
ini, diketahui bahwa mereka menendang perut korban 1 kali, menendak 2 kali,
dan memukul kepala 1 kali. Siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri (SDN)
Tamalanrea V, Muhammad Syukur (7), meninggal dunia di Rumah Sakit Ibnu
Sina, Senin (31/3/14) dini hari setelah dianiaya oleh 3 temannya. Pihak
kepolisian sendiri akan tetap melakukan penyidikan terhadap para pelaku
sesuai dengan ketentuan serta tetap mengedepankan perlindungan anak. Fakta
tersebut menjadi salah satu bukti nyata kenakalan yang dilakukan anak,
seharusnya anak lebih berkonsentrasi kepada pendidikan dan prestasi bukan
berurusan terhadap hukum.
Mengingat ciri dan sifat yang khas pada Anak dan demi pelindungan
terhadap Anak, perkara Anak yang berhadapan dengan hukum wajib
disidangkan di pengadilan pidana Anak yang berada di lingkungan peradilan
umum. Proses peradilan perkara Anak sejak ditangkap, ditahan, dan diadili
pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami masalah
Anak.
Jika harus dilakukan proses hukum terhadap anak maka tentunya kurang
adil jika kepada terdakwa anak diberlakukan proses hukum yang sama dengan
terdakwa dewasa. Begitu juga dengan pidana yang nantinya akan dijatuhkan
kepada anak, tentunya sangat tidak adil jika pidana yang harus dijalani sama
dengan pidana terdakwa dewasa. Apalagi mengingat bahwa anak merupakan
penerus cita-cita perjuangan bangsa, sehingga dalam menanangani tindak
4
pidana yang dilakukan oleh anak, harus betul-betul memperhatikan
kepentingan dan masa depan anak.
Oleh karena itu, melalui Pasal 103 KUHP, masih dibenarkan adanya
perbuatan lain yang menurut undang-undang selain KUHP dapat dipidana
sepanjang undang-undang itu bertalian dengan masalah anak dan tidak
bertentangan dengan ketentuan KUHP (lex specialis derogat legi generali).
Berkaitan dengan hal tersebut di atas yang dalam kenyataan hakim dalam
menjatuhkan putusan kadang-kadang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Akibatnya dapat merugikan bagi diri si
pelaku, terutama dalam menjatuhkan putusan terhadap anak yang seharusnya
mendapatkan perlindungan dan perhatian khusus untuk terus tumbuh dan
berkembang sebagai generasi penerus bangsa, dalam konteksnya sering
dianggap tidak adil bagi anak.
3
Wigiati Soetedjo, Hukum Pidana Anak, Cetakan ketiga, Bandung, Refika Aditama, 2010, hlm 29.
5
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, penulis merasa tertarik untuk
mengkaji lebih dalam tentang penerapan hukum dan pertimbangan hukum
hakim terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Untuk itu penulis
mengangkat skripsi dengan judul: Penerapan Sanksi Pidana dan Tindakan
Terhadap Anak Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan Penelitian
6
D. Kegunaan Penelitian
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Anak
Anak merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus
dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai
manusia yang harus dijunjung tinggi. Anak adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah
bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis
yang secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas pelindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
8
keputusan dahulu yang menyalahkan dia melakukan salah satu pelanggaran ini
atau sesudah kejahatan ; atau menghukum anak yang bersalah itu.
1. Memuat batas antara belum dewasa dengan telah dewasa yaitu umur 21
(dua puluh satu) tahun, kecuali :
a. Anak yang sudah kawin sebelum umur 21 (dua puluh satu) tahun
b. Pendewasaan (pasal 419 KUH Perdata)
2. Menyebutkan bahwa perbuatan perkawinan yang terjadi pada seseorang
belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun, tidak mempunyai pengaruh
status kedewasaannya. Jadi, menurut hukum perdata yang dinamakan anak
adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu)
tahun dan tidak lebih dahulu kawin.
1. Anak adalah Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah
mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan
belas) tahun dan belum pernah kawin.
2. Anak Nakal adalah :
a. anak yang melakukan tindak pidana; atau
b. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi
anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun
menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan.
9
Menurut Pasal 47 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan
“ Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau
belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang
tuanya selama mereka tidak mencabut dari kekuasaanya.”
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang
Kesejahteraan Anak
“Anak adalah seseorang yang belum mencapai 21 (dua puluh satu)
tahun dan belum pernah kawin.”
Menurut Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan
"Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas)
tahun".
Menurut Pasal 1 angka 8 huruf a, b dan c Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyarakatan
Anak didik pemasyarakatan adalah:
a. Anak Pidana, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani
pidana di LAPAS anak, paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)
tahun;
b. Anak Negara, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan
kepada negara untuk di didik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling
lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
c. Anak Sipil, yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya
memperoleh penetapan pengadilan untuk di didik di LAPAS Anak paling
lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.
10
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak
Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi
belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak
pidana.
Beberapa pengertian diatas yang telah diuraikan secara terperinci dan
dapat disimpulkan bahwa anak yang dikatakan belum dewasa dan yang dapat
diajukan kesidang anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun
tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak
pidana. Dalam undang-undang ini tidak menyebutkan apa anak tersebut sudah
atau belum kawin, sehingga apabila anak terikat dalam suatu perkawinan atau
perkawinannya putus karena perceraiannya, maka anak tersebut dianggap
sudah dewasa meskipun umurnya belum 18 (delapan belas) tahun. Dari
berbagai hal menurut ilmu pengetahuan atau Undang-Undang memberikan
pengertian anak yang berbeda-beda yang menurut masing-masing sesuai apa
yang diperlukan dan batasan-batasan yang ada didalamnya masing-masing
disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
11
Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dikenal dengan istilah strafbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang
hukum pidana sering mempergunakan delik, sedangkan pembuat undang-
undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa
pidana atau pebuatan pidana atau tindakan pidana.4
Menurut rumusan para ahli hukum dari terjemahan straafbaarfeit yaitu
suatu perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan undang-undang
atau hukum, perbuatan mana dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Berikut beberapa defenisi tentang staafbaarfeit menurut para pakar :
Simons mengartikan strafbaarfeit sebagai berikut:
“strafbaarfeit adalah suatu tindakan yang melanggar hukum yang telah
dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang
tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang
telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.”5
Moeljatno menyebut tindak pidana sebagai perbuatan pidana yang diartikan
sebagai berikut:
“Perbuatan yang melanggar yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan
mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa
saja yang melanggar larangan tersebut.”6
Jonkers merumuskan bahwa
“Strafbaarfeit sebagai peristiwa pidana yang diartikannya sebagai suatu
perbuatan yang melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan
kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat
dipertanggungjawabkan.”7
4
Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta, Rengkang Education Yogyakarta dan Pukap
Indonesia, 2012 Hlm 20.
5
Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Cetakan ketujuh, Jakarta, Sinar Grafika,
2012, hlm 8.
6
Amir Ilyas, Op.Cit., hlm 25.
7
Ibid, hlm 25
12
S.R. Sianturi merumuskan tindak pidana sebagai berikut :
“Tindak pidana adalah sebagai suatu tindakan pada, tempat, waktu, dan
keadaan tertentu yang dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana
oleh undang-undang bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan
dilakukan oleh seseorang (yang bertanggungjawab).”8
Banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk pengertian
strafbaarfeit, bermacam-macam istilah dan pengertian yang digunakan oleh
para pakar dilatarbelakangi oleh alasan dan pertimbangan yang rasional sesuai
sudut pandang masing-masing pakar.
8
Ibid, hlm 25
13
Beberapa pakar memberikan pendapat tentang Unsur-unsur tindak
pidana yaitu :
Menurut Moeljatno unsur-unsur tindak pidana adalah :9
a. Perbuatan
b. Yang dilarang oleh aturan hukum
c. Ancaman pidana bagi yang melanggar larangan
Menurut Tresna unsur-unsur tindak pidana adalah10
a. Perbuatan atau rangkaian perbuatan (manusia)
b. Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
c. Diadakan tindakan penghukuman
Dari batasan yang dibuat Jonkers dapat dirinci unsur-unsur tindak pidana :11
a. Perbuatan (yang)
b. Melawan hukum (yang berhubungan dengan)
c. Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat)
d. Dipertanggungjawabkan
Sementara itu, Schravendijk dalam batasan yang dibuatnya secara panjang
lebar itu, jika dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut :12
a. Kelakuan (orang yang)
b. Bertentangan dengan keinsyafan hukum
c. Diancam dengan hukuman
d. Dilakukan oleh orang (yang dapat)
e. Dipersalahkan/kesalahan
9
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1. Cet-6, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011,
hlm 79
10
Ibid, hlm 80
11
Ibid, hlm 81
12
Ibid
14
laku/perbuatan walaupun ada pengecualian seperti Pasal 351 KUHP
(penganiayaan). Unsur kesalahan dan melawan hukum kadang-kadang
dicantumkan mengenai unsur kemampuan bertanggung jawab. Disamping itu,
banyak mencantumkan unsur-unsur baik sekitar atau mengenai objek
kejahatan maupun perbuatan secara khusus untuk rumusan tertentu.
Menurut Adami Chazawi dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu
dalam KUHP itu, dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana, yaitu :13
a. Unsur tingkah laku
b. Unsur melawan hukum
c. Unsur kesalahan
d. Unsur akibat konstitutif
e. Unsur keadaan yang menyertai
f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana
g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana
h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana
i. Unsur objek hukum tindak pidana
j. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana
k. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.
Dari 11 unsur itu, diantaranya dua unsur, yakni kesalahan dan
melawan hukum yang termasuk unsur subjektif, sedangkan selebihnya berupa
unsur objektif, misalnya melawan hukum perbuatan mengambil pada
pencurian (Pasal 362 KUHP) terletak dalam mengambil itu dari luar
persetujuan atau kehendak pemilik (melawan hukum objektif). Atau pada
Pasal 251 KUHP pada kalimat “tanpa izin memerintah” juga pada pasal 253
pada kalimat “menggunakan cap asli secara melawan hukum objektif”. Tetapi
ada juga melawan hukum subjektif misalnya melawan hukum dalam penipuan
(Pasal 378 KUHP), pemerasan (Pasal 368 KUHP), pengancaman (Pasal 369)
dimana disebutkan untuk mengantungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum. Begitu juga unsur melawan hukum pada perbuatan
13
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002,
hlm 82
15
C. Pengertian Sanksi Pidana dan Tindakan
16
1. Sanksi Pidana
a. Pidana Pokok
Ada beberapa pidana pokok terhadap anak yaitu : 14
1. Pidana peringatan
Pidana peringatan merupakan pidana ringan yang tidak
mengakibatkan pembatasan kebebasan anak.
2. Pidana dengan syarat
Mengenai pidana dengan syarat dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2012 terbagi atas 3 yaitu :
1) Pembinaan di luar lembaga
Dalam pembinaan di luar lembaga, yang pada pokoknya
sebagai berikut
a) Dalam hal Hakim memutuskan bahwa Anak dibina
di luar lembaga, maka lembaga tempat pendidikan
dan pembinaan ditentukan dalam putusannya.15
b) Pidana pembinaan di luar lembaga dapat berupa
keharusan:16
mengikuti program pembimbingan dan
penyuluhan yang dilakukan oleh pejabat
pembina
mengikuti terapi di rumah sakit jiwa
mengikuti terapi akibat penyalahgunaan
alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya.
14
Pasal 71 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
15
Pasal 74 UU Sistem Peradilan Pidana Anak
16
Pasal 75 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
17
c) Jika selama pembinaan anak melanggar syarat
khusus, pejabat pembina dapat mengusulkan kepada
hakim pengawas untuk memperpanjang masa
pembinaan yang lamanya tidak melampaui
maksimum 2 (dua) kali masa pembinaan yang
belum dilaksanakan.17
2) Pelayanan masyarakat
Dalam pelayanan terhadap masyarakat, yang pokoknya
sebagai berikut :
a) Pidana pelayanan masyarakat merupakan pidana
yang dimaksudkan untuk mendidik Anak dengan
meningkatkan kepeduliannya pada kegiatan
18
kemasyarakatan yang positif.
b) Jika Anak tidak memenuhi seluruh atau sebagian
kewajiban dalam menjalankan pidana pelayanan
masyarakat tanpa alasan yang sah, pejabat pembina
dapat mengusulkan kepada hakim pengawas untuk
memerintahkan Anak tersebut mengulangi seluruh
atau sebagian pidana pelayanan masyarakat yang
dikenakan terhadapnya.19
c) Pidana pelayanan masyarakat untuk Anak
dijatuhkan paling singkat 7 (tujuh) jam dan paling
lama 120 (seratus dua puluh) jam.20
3) Pengawasan.
Dalam hal pidana pengawasan, yang pokoknya sebagai
berikut :
17
Pasal 75 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
18
Pasal 76 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
19
Pasal 76 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
20
Pasal 76 ayat (3) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
18
a) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada
Anak paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama
2 (dua) tahun.21
b) Dalam hal Anak dijatuhi pidana pengawasan, Anak
ditempatkan di bawah pengawasan Penuntut Umum
dan dibimbing oleh Pembimbing Kemasyarakatan.22
19
3. Pelatihan kerja
Pelatihan kerja dijatuhkan kepada anak, dengan ketentuan sebagai
berikut :
a) Pidana pelatihan kerja dilaksanakan di lembaga yang
melaksanakan pelatihan kerja yang sesuai dengan usia
Anak.24
b) Pidana pelatihan kerja dikenakan paling singkat 3 (tiga)
bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.25
4. Pembinaan dalam lembaga
Penjatuhan pembinaan dalam lembaga dijatuhkan terhadap anak
dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Pidana pembinaan di dalam lembaga dilakukan di tempat
pelatihan kerja atau lembaga pembinaan yang
26
diselenggarakan, baik oleh pemerintah maupun swasta.
b) Pidana pembinaan di dalam lembaga dijatuhkan apabila
keadaan dan perbuatan Anak tidak membahayakan
masyarakat.27
c) Pembinaan dalam lembaga dilaksanakan paling singkat 3
(tiga) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.28
d) Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya
pembinaan di dalam lembaga dan tidak kurang dari 3 (tiga)
bulan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan
bersyarat.29
5. Penjara
Dalam menjatuhkan pidana penjara ada beberapa ketentuan yang
perlu diperhatikan yakni sebagai berikut :
24
Pasal 78 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
25
Pasal 78 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
26
Pasal 80 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
27
Pasal 80 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
28
Pasal 80 ayat (3) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
29
Pasal 80 ayat (4) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
20
a) Pidana pembatasan kebebasan diberlakukan dalam hal
Anak melakukan tindak pidana berat atau tindak pidana
yang disertai dengan kekerasan.30
b) Pidana pembatasan kebebasan yang dijatuhkan terhadap
Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum pidana
penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa.31
c) Minimum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap
Anak.32
d) Ketentuan mengenai pidana penjara dalam KUHP berlaku
juga terhadap Anak sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang ini.33
e) Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan
perbuatan Anak akan membahayakan masyarakat.34
f) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling
lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana
penjara bagi orang dewasa.35
g) Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur
18 (delapan belas) tahun.36
h) Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya
pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak
mendapatkan pembebasan bersyarat.37
i) Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai
upaya terakhir.38
j) Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak
pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana
30
Pasal 79 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
31
Pasal 79 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
32
Pasal 79 ayat (3) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
33
Pasal 79 ayat (4) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
34
Pasal 81 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
35
Pasal 81 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
36
Pasal 81 ayat (3) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
37
Pasal 81 ayat (4) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
38
Pasal 81 ayat (5) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
21
penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.39
b. Pidana Tambahan
Seperti yang telah disebut bahwa selain pidana pokok yang dapat
dijatuhkan kepada anak dapat juga dijatuhkan pidana berupa :40
1. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
2. Pemenuhan kewajiban adat
2. Sanksi Tindakan
2. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf
f dikenakan paling lama 1 (satu) tahun.42
39
Pasal 81 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
40
Pasal 71 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
41
Pasal 82 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
22
Dalam hal penyerahan kepada seseorang yang dimaksud adalah
penyerahan kepada orang dewasa yang dinilai cakap, berkelakuan baik, dan
bertanggung jawab, oleh Hakim serta dipercaya oleh Anak dan ini dilakukan
untuk kepentingan anak yang bersangkutan.
42
Pasal 82 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
43
Pasal 21 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
44
Pasal 21 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
23
Setiap anak yang ditangkap atau ditahan berhak mendapatkan bantuan
hukum dari Advokat atau pemberi bantuan hukum pada setiap tingkat
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini. Dan dalam
setiap tingkatan pemeriksaan anak wajib didampingi oleh orang tua dan atau
orang yang dipercayakan.
Pasal 16 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak
menyebutkan bahwa “Ketentuan beracara dalam Hukum Acara Pidana
berlaku juga dalam acara peradilan pidana anak, kecuali ditentukan lain
dalam Undang-Undang ini”. Ini berarti bahwa prosedur dalam pemeriksaan
dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak pada prinsipnya sama
dengan prosedur pemeriksaan dalam KUHAP kecuali Undang-Undang ini
menentukan hal lain. Perlakuan khusus yang diatur dalam undang-undang ini
semata-mata dilakukan untuk kepentingan terbaik anak dan segala
pengambilan keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup
dan tumbuh kembang Anak serta selalu mengusahakan agar suasana
kekeluargaan tetap terpelihara.
Dalam proses penyelesaian perkara pidana anak, para penegak hukum
telah ditentukan secara khusus baik penyidik, penuntut umum, hakim bahkan
sampai hakim kasasi.
Proses peradilan pidana anak memiliki 4 tahapan yaitu Tahapan
Penyidikan, Tahap Penangkapan dan Penahanan, Tahapan Penuntutan dan
Tahapan Pemeriksaan di sidang pengadilan
1. Tahapan Penyidikan
Penyidikan mengandung arti serangkaian tindakan yang dilakukan
pejabat penyidik sesuai dengan cara dalam undang-undang untuk mencari
serta mengumpulkan bukti, dengan bukti itu membuat atau menjadi terang
tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau
pelaku tindak pidananya45
45
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan
Penuntutan, Edisi Kedua, Jakarta : Sinar Grafika, 2006, hlm 109
24
Penyidik dalam perkara pidana anak adalah Penyidik anak yang telah
memenuhi syarat sesuai peraturan perundang-undangan ini yang secara khusus
melakukan penyidikan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.
Penyidik perkara anak wajib meminta pertimbangan atau saran dari
Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan
bahkan jika dianggap perlu Penyidik dapat meminta pertimbangan atau saran
dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, Pekerja Sosial
Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan tenaga ahli lainnya.46
Pada tingkat ini penyidik wajib mengupayakan Diversi yaitu
pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses
di luar peradilan pidana yang dilakukan dalam waktu 7 hari setelah penyidikan
dimulai, sedangkan Diversi sendiri dilakukan paling lama 30 hari setelah
Diversi dimulai. Jika Diversi berhasil dilakukan atau mencapai suatu
kesepakatan maka sesuai dengan pasal 29 ayat 3, penyidik menyampaikan
berita acara Diversi beserta Kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan
negeri untuk dibuat penetapan. Tetapi, apabila Diversi gagal maka sesuai
dengan pasal 29 ayat 4 Penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan
melimpahkan perkara ke Penuntut Umum dengan melampirkan berita acara
Diversi dan laporan penelitian kemasyarakatan.47
46
Pasal 27 UU Sistem Peradilan Pidana Anak
47
Pasal 29 UU Sistem Peradilan Pidana Anak
48
M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, Catatan Pembahasan UU Sistem Peradilan
Pidana Anak, Jakarta: Sinar Grafika, 2013, hlm 156
25
Pasal 30 UU Sistem Peradilan Pidana Anak berbunyi :
1) Penangkapan terhadap Anak dilakukan guna kepentingan
penyidikan paling lama 24 (dua puluh empat) jam.
2) Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang
pelayanan khusus Anak.
3) Dalam hal ruang pelayanan khusus Anak belum ada di
wilayah yang bersangkutan, Anak dititipkan di LPKS.
4) Penangkapan terhadap Anak wajib dilakukan secara
manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai
dengan umurnya.
5) Biaya bagi setiap Anak yang ditempatkan di LPKS
dibebankan pada anggaran kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
Disamping itu, Dalam melaksanakan penyidikan, Penyidik
berkoordinasi dengan Penuntut Umum. Koordinasi tersebut dilakukan dalam
waktu paling lama 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak dimulai
penyidikan.
Penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan dalam hal Anak
memperoleh jaminan dari orang tua/Wali dan/atau lembaga bahwa Anak tidak
akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti,
dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana. Penahanan terhadap Anak
hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut: 49
a. Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih
b. Diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7
(tujuh) tahun atau lebih.
Ketentuan ini menjadi hal baru sebagai bentuk pemberian batas usia
anak yang dapat ditahan, mengingat usia dibawah 14 (empat belas) tahun yang
masih rentan untuk bisa ditahan. Jaminan hak anak juga masih harus diberikan
selama anak ditahan, berupa kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus
49
Pasal 32 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
26
tetap dipenuhi. Untuk melindungi keamanan anak, dapat dilakukan
penempatan di LPKS.
Penahanan untuk kepentingan penyidikan dilakukan paling lama 7
(tujuh) hari. Jangka waktu penahanan atas permintaan Penyidik dapat
diperpanjang oleh Penuntut Umum paling lama 8 (delapan) hari. Apabila
waktu itu telah berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi hukum. Penahanan
terhadap Anak dilaksanakan di LPAS. Dalam hal tidak terdapat LPAS,
penahanan dapat dilakukan di LPKS setempat.50
Dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan penuntutan,
Penuntut Umum dapat melakukan penahanan paling lama 5 (lima) hari.
Jangka waktu penahanan atas permintaan Penuntut Umum dapat diperpanjang
oleh Hakim pengadilan negeri paling lama 5 (lima) hari. Dalam hal jangka
telah berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi hukum.51
Dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di
sidang pengadilan, Hakim dapat melakukan penahanan paling lama 10
(sepuluh) hari. Jangka waktu atas permintaan Hakim dapat diperpanjang oleh
ketua pengadilan negeri paling lama 15 (lima belas) hari. Dalam hal jangka
waktu telah berakhir dan Hakim belum memberikan putusan, Anak wajib
dikeluarkan demi hukum.52
Pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan wajib
memberitahukan kepada Anak dan orang tua/Wali mengenai hak memperoleh
bantuan hukum. Dalam hal pejabat tidak melaksanakan ketentuan itu,
penangkapan atau penahanan terhadap Anak batal demi hukum.53
3. Tahapan Penuntutan
Tahapan proses peradilan pidana anak selanjutnya merupakan proses
penuntutan. Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum (PU) untuk
melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri (PN), yang berwenang
50
Pasal 33 UU Sistem Peradilan Pidana Anak
51
Pasal 34 UU Sistem Peradilan Pidana Anak
52
Pasal 35 UU Sistem Peradilan Pidana Anak
53
Pasal 40 UU Sistem Peradilan Pidana Anak
27
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam persidangan. Penuntutan dalam
acara pidana anak mengandung pengertian tindakan Penuntut Umum Anak
untuk melimpahkan perkara anak ke pengadilan anak dengan permintaan
supaya diperiksa dan diputus oleh hakim anak dalam persidangan anak. Pada
proses tahapan ini jaksa penuntut umum yang diberi tugas melakukan
penuntutan terhadap anak yang melakukan tindak pidana adalah merupakan
Penuntut Umum Anak. Ini sesuai dengan ketentuan pada pasal 41 ayat 1
Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dalam hal jika dalam proses perkara pidana anak belum terdapat
penuntut umum yang memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam Undang-
Undang ini, maka sesuai dengan pasal 41 ayat 3 tugas penuntutan
dilaksanakan oleh penuntut umum yang melakukan tugas penuntutan bagi
tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.
Pada tahapan ini pula penuntut umum tetap diwajibkan untuk
mengupayakan Diversi. Jika Diversi berhasil dilakukan maka penuntut umum
Penuntut Umum menyampaikan berita acara Diversi beserta kesepakatan
Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan. Tetapi,
apabila Diversi gagal, Penuntut Umum wajib menyampaikan berita acara
Diversi dan melimpahkan perkara ke pengadilan dengan melampirkan laporan
hasil penelitian kemasyarakatan. Ketentuan ini tertuang dalam pasal 42 ayat 3
dan 4 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak
28
hakim memeriksa perkara anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk
umum, kecuali pembacaan putusan. Dalam sidang anak, hakim wajib
memerintahkan orangtua/wali atau pendamping, advokat, atau pemberi
bantuan hukum lainnya dan pembimbing kemasyarakatan untuk mendampingi
anak. Meskipun pada prinsipnya tindak pidana merupakan tanggung jawab
Anak sendiri, tetapi karena dalam hal ini terdakwanya adalah Anak, Anak
tidak dapat dipisahkan dengan kehadiran orang tua/Wali. Dan jika hakim tidak
melibatkan orang tua atau wali pendamping, advokat atau pemberi hukum,
maka sidang anak dinyatakan batal demi hukum, ini tertuang dalam pasal 55
ayat 3.
Persidangan perkara anak bersifat terturtup agar tercipta suasana
tenang dan penuh dengan kekeluargaan, sehingga anak dapat mengutamakan
segala peristiwa dan perasaannya secara terbuka dan jujur selama sedang
berjalan.
Pada saat memeriksa anak korban dan atau anak saksi, hakim dapat
memerintahkan agar anak dibawa keluar ruang sidang. Pada saat pemeriksaan
anak korban dan atau anak saksi, orang tua/wali, advokat, atau pemberi
bantuan hukum lainnya dan pembimbing kemasyarakatan tetap hadir. Maka
dalam hal anak korban dan atau anak saksi tidak dapat hadir untuk
memberikan keterangan di depan sidang pengadilan, hakim dapat
memerintahkan anak korban dan atau anak saksi untuk didengar
keterangannya.
Pada dasarnya, sidang anak dilanjutkan setelah anak diberitahukan
mengenai keterangan yang telah diberikan oleh anak korban dan atau anak
saksi pada saat anak berada diluar sidang pengadilan. Maka sebelum
menjatuhkan putusan, hakim memberikan kesempatan kepada orang tua atau
wali dan atau pendamping untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi
anak. Dalam hal tertentu anak korban diberi kesempatan oleh hakim untuk
menyampaikan pendapat tentang perkara yang bersangkutan. Sehingga, hakim
wajib mempertimbangkan laporan penelitian masyarakat dari pembimbing
kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara, serat dalam hal
29
laporan penelitian kemasyarakatan sebagaimana dimaksud diatas tidak
dipertimbangkan dalam putusan hakim, maka putusan batal demi hukum.
Pada proses pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang
yang terbuaka untuk umum dan dapat tidak dihadiri oleh anak. Identitas anak,
anak korban, dan atau anak saksi tetap harus dirahasiakan oleh media massa
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 dengan hanya mengunakan inisial
tanpa gambar. Untuk itu, pengadilan wajib memberiakan petikan putusan pada
hari putusan dibacakan kepada anak atau advokat atau pemberi bantuan
lainnya, pembimbing kemasyarakatan dan penuntut umum serta pengadilan
wajib memberikan salinan putusan paling lama 5 hari sejak putusan diucapkan
kepada anak atau advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, pembimbing
kemasyarakatan dan penuntut umum.
30
Di dalam pelaksanaannya, hakim maupun jaksa mengemukakan
faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam tuntutan dan penjatuhan
pidana yaitu hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Faktor yang
meringankan antara lain adalah terdakwa masih muda, mengakui perbutannya
dan berperilaku sopan. Faktor-faktor yang memberatkan adalah terdakwa tidak
mengakui perbuatannya, menganggu atau meresahkan masyarakat, merugikan
negara dan sebagainya.
1. Hal Yang Meringankan
Hal yang meringankan hukuman menurut KUH Pidana adalah
sebagai berikut :
a. Dalam hal umur yang masih muda (incapacity or infacy),
berdasarkan pasal 47 ayat (1) KUH Pidana yang berbunyi
sebagai berikut:
“Jika Hakim menghukum anak yang bersalah itu, maka
maksimum hukuman pokok bagi tindak pidana itu,
dikurangi sepertiga.”
31
sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam
dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya
satu pidana
2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum
pidana-pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu,
akan tetapi tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang
terberat ditambah sepertiganya.
Dan Pasal 66 KUH Pidana yang berbunyi
1) Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang masing-
masing harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri
sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang
diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka
dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi jumlahnya
tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat
ditambah sepertiga.
2) Dalam hal ini pidana denda dihitung menurut lamanya
maksimum pidana kurungan pengganti yang ditentukan
untuk perbuatan itu.”
b. Dalam hal Recidive, Berdasarkan Pasal 486, 487, dan 488 KUH
Pidana.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Adapun jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain berupa :
1. Data primer, yakni data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti yang
diperoleh dilapangan melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait.
2. Data sekunder, yakni data yang diperoleh melalui studi pustaka berupa
buku-buku, dokumen, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah,
literatur dari internet dan lain-lain, yang berhubungan dan menunjang
dalam penulisan ini.
33
b) Dokumentasi yaitu menelusuri data berupa dokumen dan arsip
yang diberikan oleh pihak terkait.
2. Penelitian kepustakaan (library research) penelitian dilaksanakan dengan
mengumpulkan, membaca, dan menelusuri sejumlah buku-buku,
dokumen, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, literatur dari
internet dan lain-lain, yang berhubungan dan menunjang dalam penulisan
ini.
D. Analisa Data
Data yang diperoleh baik primer maupun sekunder diolah terlebih dahulu
kemudian dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif yaitu
menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan
yang erat kaitannya dengan penelitian ini, kemudian menarik suatu
kesimpulan berdasarkan analisis yang telah dilakukan.
34
BAB IV
Ada 2 (dua) kasus anak yang dibahas oleh penulis yakni kasus anak yang
dijatuhi Sanksi Pidana dalam Studi Kasus Putusan Nomor 08/Pid.Sus-
Anak/2014/PN.Mrs dan kasus anak yang dijatuhi Tindakan dalam Studi Kasus
Putusan Nomor 114/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mrs
35
Menjatuhkan pidana kepada Anak M. IQBAL Alias IQBAL Bin MUH
YUSUF oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (Tujuh) Bulan
Menetapkan masa penangkapan dan penahanan Anak dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang diajukan
Memerintahkan agar Anak M. IQBAL Alias IQBAL Bin MUH
YUSUF tetap ditahan.
Menetapkan barang bukti berupa :
1 (satu) lembar celana Jeans panjang warna biru merek Mandalay
1 (satu) lembar baju lengan panjang warna pink muda bagian
depan bergaris warna biru, merah dan gambar perempuan
1 (satu) BH warna ungu
1 (satu) lembar celana dalam warna hitam dengan kembang warna
merah
Dipergunakan dalam Perkara An. Muh.Ramadhan Bin Madani dkk
Membebankan biaya perkara kep\ada Para Anak masing-masing
sebesar Rp. 2.000.- (dua ribu rupiah)
36
Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 2.000,-
(dua ribu rupiah)
3. Analisa Penulis
37
B. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana
Dan Tindakan Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana
38
lingkungan Bontokadatto ,Kelurahan Maccini Baji ,Kecamatan
Lau,Kabupaten Maros,anak M Iqbal mengajak Saksi korban Hasni
turun dari motor dan kemudian menarik tangan Saksi korban Hasni ke
arah timbunan ,saat tiba di timbunan tersebut Saksi korban Hasni
membuka celana yang dipakai sampai lutut , dan anak M Iqbal juga
membuka celana yang dipakainya , pada saat itu juga anak M Iqbal
kemudian memasukkan alat kelaminnya ke dalam vagina saksi korban
Hasni Alias Ani , mendorongnya keluar masuk dalam posisi berdiri,
anak M Iqbal melakukan hal tersebut ± 10 menit sehingga anak M
Iqbal akhirnya mengeluarkan cairan sperma yang anak M Iqbal
keluarkan di luar kemaluan Saksi korban Hasni
7) Bahwa benar setelah itu anak M Iqbal memakai celana yang
dipakainya begitupula Saksi korban Hasni memakai celananya sendiri ,
lalu anak M Iqbal dan Saksi korban Hasni mendekati Lk. Muh.
Ramadhan yang Sedang berdiri
8) Bahwa benar pada saat itu anak M Iqbal dan Lk. Muh. Ramadhan
ingin mengantar Saksi korban Hasni pulang namun Saksi korban Hasni
tidak mau diantar pulang dan tidak berapa lama ada yang menelpon
Saksi korban Hasni,dan saat itu Saksi korban Hasni Minta Di antar ke
rumah Lk. Zaenal
9) Bahwa benar kemudian anak M Iqbal bersama dengan Lk. Muh.
Ramadhan mengantar Saksi korban Hasni ke rumah Lk. Zaenal Alias
Ennal setelah itu anak M Iqbal Pulang ke rumahya diantar oleh Lk.
Muh.Ramadhan
10) Bahwa benar yang mengetahui kalau anak M Iqbal bersama dengan
Saksi korban Hasni adalah Lk. Muh Ramadhan alias Madani namun
anak M Iqbal tidak mengetahui apakah Lk. Muh Ramadhan melihat
anak M Iqbal pada saat setubuhi saksi korban Hasni atau tidak karena
saat itu malam hari dan suasana gelap apalagi Jarak anak M Iqbal
dengan Lk. Muh. Ramadhan Als. Madani saat itu sekitar 20 meter
39
11) Bahwa benar setelah anak M Iqbal menyetubuhi Saksi korban Hasni
maka anak M Iqbal membonceng saksi korban Hasni ke rumah Lk.
Saenal yang terletak di Bontoa Kec. Bontoa Kab. Maros dengan
berboncengan tiga dengan Lk.Muh. Ramadhan Als. Madani dan
selanjutnya anak M Iqbal kembali ke rumah anak M Iqbal dengan di
bonceng dengan Lk. Muh. Ramadhan Als. Madani
12) Bahwa benar anak M Iqbal mengetahui kalau Lk. Muh. Ramadhan
Als.Madani juga telah menyetubuhi Saksi korban Hasni setelah di
Polres Maros dan anak M Iqbal mendengar kalau Lk. Muh. Ramadhan
juga telah menyetubuhi Saksi korban Hasni di rumah Lk. Saenal
berarti setelah Lk. Muh. Ramadhan Als. Madani mengantar anak M
Iqbal pulang Lk.Muh. Ramadhan Als. Madani kembali ke rumah Lk.
Zaenal dan menyetubuhiSaksi korban Hasni seperti yang telah anak M
Iqbal lakukan
13) Bahwa benar anak M Iqbal tidak mengetahui kalau Saksi Saenal juga
Menyetubuhi Saksi korban Hasni karena anak M Iqbal tidak melihat
namun pada saat di Polsek barandasi anak M Iqbal mendengar juga
pengakuan dari Lk. Zaenal yang mengatakan bahwa Saenal juga telah
menmenyetubuhi Saksi korban Hasni di rumahnya bersama dengan
saksi Ramadhan Als. Madani.
14) Bahwa benar sepengetahuan saksi, saksi korban Hasni masih
bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
15) Bahwa benar kepada anak M Iqbal diperlihatkan barang bukti berupa 1
(satu) lembar celana Jeans panjang warna biru merek Mandalay.,1
(satu) lembar baju lengan panjang warna pink muda bagian depan
bergaris warna biru, merah dan gambar perempuan.,1 (satu) BH warna
ungu.,1 (satu) lembar celana dalam warna hitam dengan kembang
warna merah.saksi mengenali dan membenarkan barang bukti tersebut
adalah milik Saksi korban Hasni yang dipakai pada waktu kejadian
40
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tentang perbuatan Anak M Iqbal
sebagaimana dikemukakan di atas dari keterangan saksi-saksi dan keterangan
Anak M Iqbal serta dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan di muka
Persidangan, Anak M Iqbal dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana
sebagaimana dikemukakan oleh Penuntut Umum dalam surat dakwaannya.
Kesatu
Primair :
Pasal 81 Ayat (2) UU N0.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Subsidair :
Pasal 82 UU N0.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Atau
Kedua
Primair :
Pasal 287 Ayat (1) KUHPidana
Subsidair :
Pasal 290 Ayat (2) Kuhpidana
41
di sebuah tempat yang terbuka, dan tidak jauh dari tempat tersebut ada Lk.
Muh Ramadhan, dimana tidak ada penolakan dari saksi korban Hasni atas
hubungan seksual yang dilakukan tersebut, maka antara anak M Iqbal dan
saksi korban Hasni melakukan hubungan seksual tanpa paksaan, oleh karena
itu Majelis berkesimpulan lebih tepat mempertimbangkan dakwaan kedua
Penuntut Umum
1) Barangsiapa
2) Bersetubuh
3) Dengan seorang wanita diluar pernikahan padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya umurnya belum limabelas tahun atau kalau
umurnya tidak jelas belum waktunya untuk dikawin
1) Barang Siapa
42
yang diajukan kepadanya oleh karena itu Anak M Iqbal adalah orang
yang mampu bertanggung jawab.
2) Unsur Bersetubuh
43
meter ,setelah anak.M.Iqbal selesai bersetubuh dengan saksi korban
Hasni, kemudian anak, saksi korban Hasni berbocengan tiga dengan
saksi Muh.Ramadhan pergi ke rumah Lk. Zaenal, dan setelah sampai
anak pulang di antar Lk. Muh Ramadhan sedangkan Saksi korban
Hasni ditinggal di rumah Lk. Zaenal
44
sekolah di Sekolah Menengah Pertama dan antara anak M Iqbal
dengan saksi korban tidak terikat dalam suatu perkawinan
Menimbang bahwa oleh karena seluruh unsur dari Pasal 287 ayat (1)
KUHPidana telah terpenuhi secara sah menurut hukum, maka Anak M Iqbal
haruslah dinyatakan telah terbukti melakukan perbuatan sebagaimana
didakwakan dalam dakwaan Kedua Primair Penuntut Umum
45
MUHAMMAD IQBAL Bin MUH. YUSUF pada pokoknya pada saat kejadian
Anak berumur 17 tahun dan 3 (tiga) bulan dan latar belakang kejadian adalah
karena pergaulan anak denagn teman yang lebih dewasa oleh karena itu Bapas
memberikan pendapat/saran agar Anak ditempatkan di Lembaga Penyeleggara
Kesejahteraan Sosial (LPKS) paling lama 6 (enam) bulan untuk mendapatkan
pelatihan dan ketrampilan demi masa depannya;
Bahwa Anak bergaul dengan teman yang sudah dewasa dan anak
pernah menonton film porno
Bahwa perbuatan anak M Iqbal dapat menimbulkan beban psikis
bagi saksi korban
Anak M Iqbal masih perlu bimbingan dan pendidikan moral
keagamaan serta pembinaan agar tidak mengulangi lagi
perbuatannya
Anak M Iqbal masih muda usia dan harus diberi kesempatan untuk
melanjutkan pendidikannya
46
perbuatan tersebut, dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung
jawab bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungannya
Menimbang bahwa karena tidak ada alasan yang sah untuk mengeluarkan
anak dari tahanan maka memerintahkan agar anak M Iqbal tetap ditahan
47
Menimbang bahwa barang bukti tersebut di atas masih dipergunakan
dalam Perkara An.Anak Muh.Ramadhan Bin Madani, dkk maka barang bukti
tersebut dipergunakan dalam perkara an anak Muh Ramadhan dkk;
Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti dan barang bukti yang diajukan
diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut :
Bahwa benar pada hari Minggu tanggal 25 Mei 2014 sekitar pukul
17.00 Wita bertempat di dekat kuburan Dusun Kaemba Desa
Pabentengan Kecamatan Marusu Kabupaten Maros, terdakwa telah
mengisap tete (buah dada)saksi korban.
48
Bahwa benar awalnya terdakwa, saksi korban dan teman terdakwa
sedang main sembunyi-sembunyian, terdakwa teringat adegan film
porno yang sering terdakwa tonton di handphone milik teman
terdakwa, sehingga terdakwa timbul hasrat untuk mempraktekkan
adegan porno tersebut, terdakwa kemudian menarik paksa tangan saksi
korban untuk pergi ke belakang rumah dekat kuburan.
Bahwa benar setelah terdakwa berhasil menarik tangan saksi korban
menuju kuburan, terdakwa kemudian memeluk, dan mencium pipi
saksi korban kemudian mengangkat baju saksi korban dan kemudian
mengisap buah dada saksi korban.
Bahwa benar sebab sehingga terdakwa melakukan perbuatan tersebut
kepada saksi korban karena terdakwa teringat film porno yang pernah
terdakwa tonton di handphone milik teman terdakwa.
Bahwa benar saksi korban tidak mau diperlakukan seperti itu oleh
terdakwa dan melarang terdakwa melakukan hal tersebut, namun
terdakwa tetap memaksa saksi korban dan menjatuhkan saksi korban
ke tanah kemudian terdakwa menindih saksi korban dan kembali
mengisap-isap tete (buah dada) saksi korban tetapi tidak lama
kemudian datang adik saksi korban yang bernama Riri memanggil
saksi korban untuk pulang ke rumah, terdakwa kemudian berdiri dan
pergi.
Bahwa benar terdakwa sangat menyesali perbuatannya dan berjanji
tidak akan mengulangi perbuatannya serta tidak akan menonton film
porno (film orang dewasa).
Bahwa benar terdakwa saat itu tidak pernah membuka celana saksi
korban.
49
Menimbang, bahwa Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan
dakwaan tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 82 Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002, yang unsur-unsurnya adalah
sebagai berikut:
1) Setiap Orang.
2) Dengan Sengaja Melakukan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan,
Memaksa, melakukan Tipu Muslihat, Serangkaian Kebohongan
atau membujuk Anak, Melakukan atau Membiarkan Dilakukan
Perbuatan Cabul.
1) Setiap Orang
50
MUH.SALTUNG ALS ATTUNG BIN AGUS adalah termasuk orang
yang mampu bertanggung jawab sebagai subjek hukum pidana.
51
porno tersebut, terdakwa kemudian menarik paksa tangan saksi korban
untuk pergi ke belakang rumah dekat kuburan. Bahwa setelah
terdakwa berhasil menarik tangan saksi korban menuju kuburan,
terdakwa kemudian memeluk, dan mencium pipi saksi korban
kemudian mengangkat baju saksi korban dan kemudian mengisap buah
dada saksi korban. Bahwa berdasarkan keterangan saksi korban dan
terdakwa, saat itu saksi korban menolak diperlakukan seperti itu oleh
terdakwa dan sempat melarang terdakwa melakukan hal tersebut,
namun terdakwa tetap memaksa saksi korban dan menjatuhkan saksi
korban ke tanah kemudian terdakwa menindih saksi korban dan
kembali mengisap buah dada saksi korban tetapi tidak lama kemudian
datang saksi Riri (adik saksi korban) memanggil saksi korban untuk
pulang ke rumah, terdakwa kemudian berdiri dan pergi.
Pemeriksaan Fisik :
o Keadaan umum baik dan sadar
o Tampak luka gores berwarna kemerahan sepanjang 1 cm
disebelah kanan putting susu kanan.
o Tampak dua luka gores berwarna kemerahan sepanjang
masing-masing 3 cm disebelah kiri putting susu kanan.
Pemeriksaan USG : tidak dilakukan
Lab : tidak dilakukan
Pemeriksaan melalui dubur: tidak tampak robekan pada selaput
darah
52
Kesimpulan : - Hymen Intake
53
seharusnya hukuman kepada terdakwa diperberat namun mengingat terdakwa
yang masih berstatus anak dan kasus ini berada dalam sistem nilai peradilan
anak dimana di satu sisi terdakwa sebagai pelaku tindak pidana yang dimintai
pertanggungjawaban pidana, di sisi lain juga sebagai korban atau objek dalam
proses peradilan anak, maka tanpa bermaksud mengabaikan keadaan korban
akibat perbuatan pidana yang telah dilakukan terdakwa terhadapnya, maka
Hakim dalam perkara ini sependapat dengan tuntutan penuntut umum dan
Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS) atas nama terdakwa
tertanggal 10 Juni 2014 yang menuntut dan merekomendasikan terdakwa agar
”Dikembalikan kepada kedua orang tuanya untuk dibina”. Selain itu dengan
merujuk pada pasal 71 ayat (4) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 yang
menyatakan agar pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar
harkat dan martabat Anak, pasal 69 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun
2012 yang menyatakan anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya
dapat dikenai tindakan dan asas sistem peradilan anak diantaranya
Kepentingan terbaik bagi anak dan perampasan kemerdekaan dan pemidanaan
sebagai upaya terakhir sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf d dan i
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012, maka terdakwa tidak akan dijatuhi
pidana penjara melainkan Tindakan. Bahwa tindakan yang dijatuhkan kepada
terdakwa adalah berupa terdakwa dikembalikan kepada orang tuanya. Bahwa
menurut pertimbangan Hakim, terdakwa melakukan perbuatan pidana
sebagaimana yang didakwakan oleh penuntut umum disebabkan karena
sebelumnya terdakwa pernah menonton adegan atau video porno melalui
handphone temannya, dimana sewaktu terdakwa sedang bermain
sembunyisembunyian bersama saksi korban, terdakwa teringat adegan tersebut
sehingga akhirnya timbul hasrat terdakwa untuk mempraktekkan adegan
tersebut. Bahwa menurut pertimbangan Hakim dalam perkara a quo, terdakwa
hanyalah seorang anak yang belum memahami dan mengerti tentang apa yang
telah dilakukannya sehingga orang tua sebagai orang terdekat terdakwa
diharapkan kedepannya dapat mendidik, membina dan mengawasi terdakwa
54
lebih sungguh-sungguh lagi agar terdakwa kedepannya bisa menjadi anak
yang lebih baik dalam segala hal dan tidak melanggar hukum lagi.
Menimbang, bahwa barang bukti berupa 1 (satu) lembar baju kaos warna
biru langit bis warna biru yang telah disita dari Anti Binti Karaeng Gading
(ibu kandung terdakwa) menurut pertimbangan Hakim dikembalikan kepada
saksi korban Andi Fina als Fina Rein.
55
persidangan untuk singkatnya dianggap telah dipertimbangkan untuk
mengambil putusan dalam perkara ini.
3. Analisa Penulis
56
terbaik dilakukan untuk kepentingan anak. Selain itu, sebelum
menjatuhkan pidana kepada anak hakim mempertimbangkan keadaan yang
memberatkan dan juga keadaan yang dapat meringankan terdakwa.”
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hakim
menjatuhkan Sanksi Pidana terhadap anak mempertimbangkan keadaan yang
memberatkan dan keadaan yang meringankan terdakwa, kemudian dalam
memutuskan menjatuhkan pidana terhadap anak bukan merupakan wujud
pembalasan dendam kepada Anak tetapi untuk mengingatkan bahwa
perbuatan yang telah dilakukan oleh Anak adalah melanggar suatu ketentuan
Undang-Undang, agar dikemudian hari anak bertanggung jawab pada
perbuatannya dan diharapkan tidak akan mengulangi lagi perbuatannya serta
kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri sendiri,
keluarga dan lingkungannya.
57
Kelas 2, kalau merujuk pada UU SPPA yang menyebutkan anak yang
belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenakai tindakan. Berlandaskan hal
itu, maka hakim memutuskan untuk menjatuhkan tindakan yakni
mengembalikan kepada orang tua untuk dibina. Mengingat orang tua
adalah orang yang paling tepat mendidik, membina dan mengawasi
terdakwa lebih sungguh-sungguh, agar dikemudian hari anak tidak
melakukan atau melanggar hukum lagi. Kemudian juga dalam hal hakim
memutuskan untuk menjatuhkan tindakan terhadap terdakwa, hakim
terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal
yang dapat meringankan terdakwa.”
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa hakim menjatuhkan
tindakan kepada anak mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-
hal yang meringankan terdakwa, kemudian merujuk pada pasal 71 ayat (4)
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 yang menyatakan agar pidana yang
dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar harkat dan martabat Anak, pasal
69 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 yang menyatakan anak
yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan dan
asas sistem peradilan anak diantaranya Kepentingan terbaik bagi anak dan
perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf d dan i Undang-undang Nomor 11
Tahun 2012, serta mengingat anak tersebut masih belum memahami dan
mengerti tentang apa yang telah dilakukannya sehingga orang tua sebagai
orang terdekat terdakwa diharapkan kedepannya dapat mendidik, membina
dan mengawasi terdakwa lebih sungguh-sungguh lagi agar terdakwa
kedepannya bisa menjadi anak yang lebih baik dalam segala hal dan tidak
melanggar hukum lagi.
58
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
59
memberikan tindakan terhadap anak berupa pengembalian kepada orang
tua untuk dibina, menurut penulis sudah tepat karena mengingat anak
tersebut masih berumur 13 tahun yang dipandang belum memahami dan
mengerti tentang apa yang telah dilakukannya sehingga orang tua sebagai
orang terdekat terdakwa diharapkan kedepannya dapat mendidik, membina
dan mengawasi terdakwa lebih sungguh-sungguh lagi agar terdakwa
kedepannya bisa menjadi anak yang lebih baik dalam segala hal dan tidak
melanggar hukum lagi.
B. Saran
60
DAFTAR PUSTAKA
61
Wigiati Soetedjo, 2010. Hukum Pidana Anak. Cetakan ketiga, Bandung: Refika
Aditama.
Wirjono Prodjodikoro, 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Yesmil Anwar, dan Adang, 2010, Kriminologi, Bandung Refika: Aditama.
Peraturan Perundangan-Undangan
Sumber Internet :
http://handarsubhandi.blogspot.com
http://www.antarasulsel.com/berita/54139/penyidikan-anak-bawah-umur-tetap-
kedepankan-perlindungan
http://klikmakassar.com/2014/04/01/3-bocah-penganiaya-anak-sdn-tamalanrea-
diperiksa-polisi/
62