Anda di halaman 1dari 74

SKRIPSI

PENERAPAN SANKSI PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP ANAK


MENURUT UU NO.11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN
PIDANA ANAK

OLEH :

HANDAR SUBHANDI BAKHTIAR

040 2011 0095

HUKUM ACARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2015
HALAMAN JUDUL

PENERAPAN SANKSI PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP ANAK


MENURUT UU NO.11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN
PIDANA ANAK

OLEH :

HANDAR SUBHANDI BAKHTIAR

040 2011 0095

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi


Sarjana Pada Bagian Hukum Acara Program Studi Ilmu Hukum

Pada

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2015

i
PENGESAHAN SKRIPSI

PENERAPAN SANKSI PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP ANAK


MENURUT UU NO.11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN
PIDANA ANAK

Disusun dan diajukan oleh


HANDAR SUBHANDI BAKHTIAR
040 2011 0095

Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi yang Dibentuk


dalam rangka Penyelesaian Studi Program Sarjana
Bagian Hukum Acara Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia
Pada Kamis Tanggal 5 Maret 2015
Dan Dinyatakan Diterima

PANITIA UJIAN

1. Prof. Dr. H. Ma’ruf Hafidz, SH., MH (.......................................)


(Ketua)

2. H. Iwan Akil, SH., MH (.......................................)


(Anggota)

3. Hj. Fauziah Basyuni SH., MH (.......................................)


(Anggota)

4. Hj. Nur Fadhilah M, SH.,MH (.......................................)


(Anggota)

ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Diterangkan bahwa Skripsi mahasiswa :

Nama : HANDAR SUBHANDI BAKHTIAR

Nomor Stambuk : 040 2011 0095

Program Studi : Ilmu Hukum

Bagian : Hukum Acara

Judul Skripsi : Penerapan Sanksi Pidana dan Tindakan


Terhadap Anak Menurut UU No.11 Tahun
2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak

Dasar Penetapan : SK Dekan Nomor 038/H.05/FH-UMI/VII/2014

Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam Ujian Skripsi.

Makassar, 2015

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H. Ma’ruf Hafidz, S.H. M.H H. Iwan Akil, S.H. M.H

Mengetahui

Ketua Bagian Hukum Acara

Dr. Hasbuddin Khalid, S.H. M.H

iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI

Diterangkan bahwa Skripsi mahasiswa :

Nama : HANDAR SUBHANDI BAKHTIAR

Nomor Stambuk : 040 2011 0095

Program Studi : Ilmu Hukum

Bagian : Hukum Acara

Judul Skripsi : Penerapan Sanksi Pidana dan Tindakan


Terhadap Anak Menurut UU No.11 Tahun
2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak

Memenuhi syarat untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian akhir
Program Studi.

Makassar, 2015

A.n. Dekan

Wakil Dekan Bidang Akademik

Dr. Baharuddin Badaru S.H.,M.H.

iv
ABSTRAK
Handar Subhandi Bakhtiar (040 2011 0095), Penerapan Sanksi
Pidana dan Tindakan Terhadap Anak Menurut UU No.11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dibawah Bimbingan Bapak
Prof. Dr. H. Ma’ruf Hafidz, SH. MH, Sebagai Pembimbing I dan Bapak H.
Iwan Akil, SH. MH, Sebagai Pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana penerapan


sanksi pidana dan tindakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana.
dan untuk mengetahui Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam
menjatuhkan sanksi pidana dan tindakan terhadap anak yang melakukan
tindak pidana.

Penelitian ini dilakukan di Kota Maros dengan lokasi Pengadilan


Negeri Maros. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang bersifat
deskriptif, tehnik analisis data secara kualitatif terhadap data primer dan
data sekunder, selanjutnya disajikan dalam bentuk deskriptif untuk
memberikan gambaran mengenai penerapan sanksi pidana terhadap
anak dalam putusan Nomor 08/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mrs dan tindakan
terhadap anak dalam putusan Nomor 114/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mrs.
dan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi
pidana terhadap anak dalam putusan Nomor 08/Pid.Sus-
Anak/2014/PN.Mrs dan tindakan terhadap anak dalam putusan Nomor
114/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mrs.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Penerapan sanksi pidana dan


tindakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana telah sesuai
dengan ketentuan pada Pasal 71 yakni Penjatuhan Sanksi Pidana dan
Pasal 69 Ayat 2 atau Pasal 82 yakni Penjatuhan Tindakan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dan Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana dan
tindakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana adalah dengan
terpenuhinya semua unsur-unsur pasal dalam dakwaan, serta keterangan
saksi dan keterangan terdakwa yang saling bersesuaian ditambah dengan
keyakinan hakim. Selain itu dalam menjatuhkan pidana dan tindakan
hakim terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan
yang meringankan. Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana
terhadap anak adalah untuk memberikan efek jera terdakwa dan agar
terdakwa tidak mengulangi perbuatannya lagi serta untuk mendidik
terdakwa agar menyadari perbuatannya, namun harus tetap
memperhatikan hak-hak dan kebutuhan anak selama menjalani proses
hukuman. Kemudian Usia dan akibat perbuatan terdakwa menjadi salah
satu bagian dari pertimbangan hakim dalam menjatuhkan Tindakan
terhadap anak yakni berupa pengembalian terhadap orang tua untuk
dibina, agar terdakwa kedepannya bisa menjadi anak yang lebih baik
dalam segala hal dan tidak melanggar hukum lagi

v
UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu ‘alaikum Wr.Wb.

Pertama-tama marilah kita sekali lagi memanjatkan puji dan syukur


kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-
Nya, kepada kita masih diberi nikmat kekuatan, nikmat kesempatan
terlebih lagi nikmat kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Skripsi dengan Judul “Penerapan Sanksi Pidana dan Tindakan
Terhadap Anak Menurut UU No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak.”

Skripsi ini ditulis dan disusun sebagai tugas akhir penulis guna
memenuhi syarat untuk menyelesaikan Program Strata Satu Program
Studi Ilmu Hukum dan memperoleh gelar sebagai Sarjana Hukum di
Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia

Salawat dan salam, semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi


Besar Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, serta para
pengikut beliau, dan insya Allah termasuk kita semua hingga akhir zaman.

Skripsi ini, aku persembahkan kepada ibunda tercinta


HJ. HARIANI BACHRONG S.IP dengan belaian kasih sayangnya telah
membesarkan dan mendidik penulis dengan segala kerendahan hati dan
doa yang selalu dipanjatkan untuk menyertai tiap langkahku. Juga kepada
ayahanda tercinta H. BAKHTIAR SYARIFUDDIN S.E yang telah
membantu dan menafkahiku dalam menyelesaikan studi penulis dengan
penuh perjuangan menempuh hidup yang keras dan penuh rintangan ini,
bahkan terkadang berat untuk dilalui dalam keadaan keterbatasan dan
penuh ketabahan. Terkhusus pula kepada Adik-adikku yang tercinta
HANDINI SARASWATI BAKHTIAR dan HANDINA SULASTRINA

vi
BAKHTIAR yang tak henti-hentinya memberi dukungan dan motivasi agar
penyelesaian penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis juga mendapatkan bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Masrurah Mokhtar, MA selaku Rektor
Universitas Muslim Indonesia beserta para Pembantu Rektor.
2. Bapak Dr. H. Muhammad Syarif Nuh, S.H.,M.H. selaku Dekan
Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia.
3. Bapak Prof. Dr. H. Ma’ruf Hafidz, S.H.,M.H. selaku
Pembimbing I dan Bapak H. Iwan Akil, S.H, M.H dan selaku
Pembimbing II atas segala masukan, bantuan, serta perhatian
yang diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.
4. Ibu Hj. Fauziah Basyuni S.H.,M.H selaku penguji I, dan Ibu
Hj. Nur Fadhilah M, S.H., M.H selaku penguji II
5. Bapak H. Sudirman Sunusi S.H,M.H selaku penasihat
akademik yang selalu memberikan saran dan kritik kepada
penulis selama masa studi di Fakultas Hukum UMI.
6. Terkhusus buat bunda Hj. Nur Fadhilah M, S.H., M.H yang
telah banyak memberikan bantuan, nasihat dan arahan kepada
penulis selama masa studi di Fakultas Hukum UMI.
7. Seluruh dosen serta para civitas akademika Fakultas Hukum
Universitas Muslim Indonesia yang tidak bisa saya sebutkan
namanya satu persatu.
8. Terspesial untuk seluruh teman-teman mahasiswa Fakultas
Hukum UMI angkatan 2011 atas seluruh kerjasama dan
kebersamaan selama masa studi di Fakultas Hukum UMI.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari


kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dalam bentuk

vii
penyajian maupun dalam bentuk penggunaan bahasa. Maka dengan
kerendahan hati, Penulis mengharapkan kritik, saran ataupun masukan
yang sifatnya membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan
skripsi ini ke depannya dapat bermanfaat bagi semua orang.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
khususnya pada diri penulis pribadi semoga Allah SWT senantiasa menilai
perbuatan kita sebagai amal ibadah dan senantiasa meridhoi segala
aktifitas kita semua. Amin Yaa Robbal Alamin.

Wabillahi Taufik Walhidayah

Wassalamu Alaikum Wr. Wb.

Makassar, 2015

Penulis,

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................. ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................... iii

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI............................ iv

ABSTRAK...................................................................................... v

UCAPAN TERIMA KASIH............................................................. vi

DAFTAR ISI .................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................... 6
C. Tujuan Penelitian................................................................. 6
D. Kegunaan Penelitian............................................................ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Anak.................................................................. 8
B. Pengertian Dan Unsur Tindak Pidana................................. 11
1. Pengertian Tindak Pidana.............................................. 11
2. Unsur Tindak Pidana...................................................... 13
C. Pengertian Sanksi Pidana dan Tindakan............................. 16
1. Sanksi Pidana................................................................. 17
2. Sanksi Tindakan............................................................. 22
D. Proses Peradilan Pidana Anak............................................ 23
1. Tahapan Penyidikan....................................................... 24

ix
2. Tahapan Penangkapan Dan Penahanan........................ 25
3. Tahapan Penuntutan...................................................... 27
4. Tahapan Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan................ 28
E. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana............... 30
1. Hal Yang Meringankan................................................... 31
2. Hal Yang Memberatkan.................................................. 31

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian.................................................................. 33
B. Jenis dan Sumber Data........................................................ 33
C. Teknik Pengumpulan Data................................................... 33
D. Teknik Analisa Data............................................................. 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Sanksi Pidana Dan Tindakan Terhadap Anak


Yang Melakukan Tindak Pidana........................................... 35
1. Putusan Pengadilan
Nomor 08/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mrs............................ 35
2. Putusan Pengadilan
Nomor 114/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mrs.......................... 36
3. Analisa Penulis............................................................... 37
B. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi
Pidana Dan Tindakan Terhadap Anak Yang Melakukan
Tindak Pidana....................................................................... 38
1. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan
Nomor 08/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mrs............................ 38
2. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan
Nomor 114/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mrs.......................... 48
3. Analisa Penulis............................................................... 56

x
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................ 59
B. Saran.................................................................................. 60

DAFTAR PUSTAKA

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup


manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Dalam konstitusi
Indonesia, anak memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa
negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta atas pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Anak perlu mendapat pelindungan dari dampak negatif perkembangan


pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan
informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perubahan gaya
dan cara hidup sebagian orang tua yang telah membawa perubahan sosial yang
mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap
nilai dan perilaku Anak. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan
melanggar hukum yang dilakukan oleh Anak, antara lain, disebabkan oleh
faktor dari dalam diri anak (keluarga) dan diluar diri Anak (lingkungan)
tersebut. Oleh karena itu peranan orangtua untuk menjaga dan mendidik anak
dalam perkembangan menuju kedewasaan menjadi kewajiban utama.

Di dalam Al-Qur’an menjelaskan bahwa Anak merupakan ujian bagi


setiap orangtua dan juga memerintahkan kita menjaga diri dan keluarga dari
perbuatan yang dapat menjerumuskan kita ke dalam api neraka sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Anfal ayat 28 dan Surah At-Tahrim
ayat 6 yang berbunyi :

Artinya :”Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah


sebagai cobaan dan sesungguhnya disisi Allahlah pahala yang
besar.” (QS.al-Anfal ayat 28).

1
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS.At-Tahrim ayat 6).
Ayat-ayat tersebut menjelaskan salah satu ujian yang diberikan Allah
kepada orang tua adalah anak-anak mereka hendaklah benar-benar
bertanggung jawab terhadap amanah yang diberikan Allah SWT yakni
menjaga dan mendidik anak agar tidak melakukan perbuatan yang dapat
menjerumuskan ke dalam api neraka. Itulah sebabnya setiap orangtua harus
membangun hubungan yang baik dengan anak agar anak tidak melakukan
penyimpangan atau perilaku yang dapat merugikan diri sendiri, keluarga
maupun masyarakat.
Anak merupakan bagian dari masyarakat, mereka mempunyai hak yang
sama dengan masyarakat lain yang harus dilindungi dan dihormati. Setiap
Negara dimanapun di dunia ini wajib memberikan perhatian serta
perlindungan yang cukup terhadap hak-hak anak, yang antara lain berupa hak-
hak sipil, ekonomi, sosial dan budaya, namun sepertinya kedudukan dan hak-
hak anak jika dilihat dari prespektif yuridis belum mendapatkan perhatian
serius baik oleh pemerintah, penegak hukum maupun masyarakat pada
umumnya dan masih jauh dari apa yang sebenarnya harus diberikan kepada
mereka. Kondisi inipun dipersulit oleh lemahnya penerapan hukum mengenai
hak-hak anak yang dilakukan oleh aparat penegak hukum itu sendiri.
Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas,
kelangsungan hidup, pengembangan fisik dan mental serta perlindungan dari
berbagai mara bahaya yang dapat mengancam integritas dan masa depan

2
mereka, perlu upaya pembinaan yang berkelanjutan dan terpadu. Dalam
kenyataan, upaya pengembangan generasi muda, sering kali dihadapkan pada
berbagai masalah dan tantangan yang sulit dihindari, antara lain dijumpai
penyimpangan sikap perilaku sementara anak. Bahkan lebih jauh dari itu,
terdapat anak-anak yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum, baik
anak dari kalangan sosial ekonomi tinggi, menengah, maupun bawah.

Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian “Anak” dimata hukum positif
Indonesia Lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa
(minderjaring/person under age), orang yang dibawah umur atau keadaan
dibawah umur (minderjarigheid/inferiority) atau kerap disebut sebagai anak
yang dibawah pengawasan wali (minderjarige ondervoordij)1. Pengertian anak
itu sendiri jika kita tinjau lebih lanjut dari segi usia kronologis menurut hukum
dapat berbeda-beda tergantung tempat, waktu dan untuk keperluan apa, hal ini
juga akan mempengaruhi batasan yang digunakan untuk menentukan umur
anak.

Penjatuhan sanksi merupakan alat kekuasaan untuk menguatkan


berlakunya suatu norma dan untuk mencegah serta memberantas tindakan-
tindakan yang mengganggu berlakunya suatu norma. Tujuan yang ingin
dicapai dari penjatuhan sanksi terhadap anak adalah agar anak tersebut dapat
berbaur kembali terhadap masyarakat. Double track system merupakan sistem
dua jalur mengenai sanksi dalam hukum pidana, yaitu sanksi pidana dan jenis
sanksi tindakan. Sekalipun dalam prakteknya, perbedaan antara sanksi pidana
dan sanksi tindakan sering agak samar, namun di tingkat ide dasar keduanya
memiliki perbedaan mendasar, dimana sanksi pidana bersumber pada ide
dasar ”mengapa diadakan pemidanaan”, sedangkan sanksi tindakan bertolak
dari ide dasar ”untuk apa diadakan pemidanaan itu”2.

1
Lilik Mulyadi, Pengadilan Anak di Indonesia , Bandung: Mandar Maju, 2005. Hal . 3.
2
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2004.
Hal. 17

3
Suatu fakta terungkap dari internet (antarasulsel.com dan
klikmakassar.com) pada 1 april 2014 menyebutkan bahwa 3 bocah diduga
melakukan penganiayaan terhadap teman sekelasnya. Dari pengakuan 3 anak
ini, diketahui bahwa mereka menendang perut korban 1 kali, menendak 2 kali,
dan memukul kepala 1 kali. Siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri (SDN)
Tamalanrea V, Muhammad Syukur (7), meninggal dunia di Rumah Sakit Ibnu
Sina, Senin (31/3/14) dini hari setelah dianiaya oleh 3 temannya. Pihak
kepolisian sendiri akan tetap melakukan penyidikan terhadap para pelaku
sesuai dengan ketentuan serta tetap mengedepankan perlindungan anak. Fakta
tersebut menjadi salah satu bukti nyata kenakalan yang dilakukan anak,
seharusnya anak lebih berkonsentrasi kepada pendidikan dan prestasi bukan
berurusan terhadap hukum.

Khusus mengenai sanksi terhadap Anak ditentukan berdasarkan perbedaan


umur Anak, yaitu bagi Anak yang masih berumur kurang dari 14 (empat
belas) tahun hanya dikenai tindakan, sedangkan bagi Anak yang telah
mencapai umur 14 (empat belas) tahun sampai dengan 18 (delapan belas)
tahun dapat dijatuhi tindakan dan pidana.

Mengingat ciri dan sifat yang khas pada Anak dan demi pelindungan
terhadap Anak, perkara Anak yang berhadapan dengan hukum wajib
disidangkan di pengadilan pidana Anak yang berada di lingkungan peradilan
umum. Proses peradilan perkara Anak sejak ditangkap, ditahan, dan diadili
pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami masalah
Anak.

Jika harus dilakukan proses hukum terhadap anak maka tentunya kurang
adil jika kepada terdakwa anak diberlakukan proses hukum yang sama dengan
terdakwa dewasa. Begitu juga dengan pidana yang nantinya akan dijatuhkan
kepada anak, tentunya sangat tidak adil jika pidana yang harus dijalani sama
dengan pidana terdakwa dewasa. Apalagi mengingat bahwa anak merupakan
penerus cita-cita perjuangan bangsa, sehingga dalam menanangani tindak

4
pidana yang dilakukan oleh anak, harus betul-betul memperhatikan
kepentingan dan masa depan anak.

Oleh karena itu, melalui Pasal 103 KUHP, masih dibenarkan adanya
perbuatan lain yang menurut undang-undang selain KUHP dapat dipidana
sepanjang undang-undang itu bertalian dengan masalah anak dan tidak
bertentangan dengan ketentuan KUHP (lex specialis derogat legi generali).

Melalui asas ini pula hukum pidana anak membenarkan undang-undang


lain, di luar KUHP yang bertalian dengan masalah anak seperti Ketentuan
hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak, di dalam undang-undang ini mengatur
pembedaan perlakuan di dalam hukum acara maupun ancaman
pemidanaannya.

Pembedaan perlakuan dan ancaman yang diatur dalam undang-undang ini


dimaksudkan untuk lebih memberikan perlindungan dan pengayoman
terhadap anak dalam menyongsong masa depannya yang masih panjang.
Selain itu, pembedaan tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan
kepada anak agar setelah melalui pembinaan akan memperoleh jati dirinya
untuk menjadi manusia yang lebih baik, yang berguna bagi diri, keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara3.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas yang dalam kenyataan hakim dalam
menjatuhkan putusan kadang-kadang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Akibatnya dapat merugikan bagi diri si
pelaku, terutama dalam menjatuhkan putusan terhadap anak yang seharusnya
mendapatkan perlindungan dan perhatian khusus untuk terus tumbuh dan
berkembang sebagai generasi penerus bangsa, dalam konteksnya sering
dianggap tidak adil bagi anak.

3
Wigiati Soetedjo, Hukum Pidana Anak, Cetakan ketiga, Bandung, Refika Aditama, 2010, hlm 29.

5
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, penulis merasa tertarik untuk
mengkaji lebih dalam tentang penerapan hukum dan pertimbangan hukum
hakim terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Untuk itu penulis
mengangkat skripsi dengan judul: Penerapan Sanksi Pidana dan Tindakan
Terhadap Anak Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas,

maka penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan sanksi pidana dan tindakan terhadap anak yang


melakukan tindak pidana ?
2. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan sanksi
pidana dan tindakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, ada beberapa tujuan yang


melandasi penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan sanksi pidana dan tindakan
terhadap anak yang melakukan tindak pidana
2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pertimbangan hukum
hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana dan tindakan terhadap anak yang
melakukan tindak pidana

6
D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan, baik secara


akademis maupun secara praktis, sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi
pengembangan substansi disiplin dibidang ilmu hukum, khususnya di
bidang hukum kepidanaan.
2. Secara praktis, sebagai bahan yang dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pemerintah atau para pengambil keputusan dalam
menyelesaikan permasalahan pidana khususnya pada proses peradilan
pidana anak.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Anak

Anak merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus
dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai
manusia yang harus dijunjung tinggi. Anak adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah
bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis
yang secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas pelindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.

Terdapat beberapa pengertian anak menurut peraturan perundang-


undangan begitu juga menurut para pakar. Namun tidak ada keseragaman
mengenai pengertian anak tersebut. Secara umum kita ketahui yang dimaksud
dengan anak yaitu orang yang masih belum dewasa atau masih belum kawin.

Berikut ini merupakan beberapa perbedaan pengertian anak dalam


peraturan perundang-undangan.

Menurut Pasal 45 KUHP

Anak adalah jika seorang yang belum dewasa dituntut karena


perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum 16 (enam belas) tahun,
hakim boleh : memerintahkan, supaya sitersalah itu dikembalikan kepada
orang tuanya ; walinya atau pemeliharanya, dengan tidak dikenakan sesuatu
hukuman ; atau memerintahkan, supaya si tersalah diserahkan kepada
pemerintah dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman, yakni jika perbuatan itu
masuk bagian kejahatan atau salah satu pelanggaran yang diterangkan dalam
Pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 514, 417-32, 519, 526, 531, 532, 536
dan 540 dan perbuatan itu dilakukannya sebelum lalu dua tahun sesudah

8
keputusan dahulu yang menyalahkan dia melakukan salah satu pelanggaran ini
atau sesudah kejahatan ; atau menghukum anak yang bersalah itu.

Menurut Pasal 330 KUH Perdata

1. Memuat batas antara belum dewasa dengan telah dewasa yaitu umur 21
(dua puluh satu) tahun, kecuali :
a. Anak yang sudah kawin sebelum umur 21 (dua puluh satu) tahun
b. Pendewasaan (pasal 419 KUH Perdata)
2. Menyebutkan bahwa perbuatan perkawinan yang terjadi pada seseorang
belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun, tidak mempunyai pengaruh
status kedewasaannya. Jadi, menurut hukum perdata yang dinamakan anak
adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu)
tahun dan tidak lebih dahulu kawin.

Menurut Pasal 153 ayat 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang


KUHAP

“Hakim ketua sidang dapat menentukan bahwa anak yang belum


mencapai umur 17 (tujuh belas) tidak diperkenankan menhadiri sidang”

Menurut Pasal 1 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997


Tentang Pengadilan Anak

1. Anak adalah Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah
mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan
belas) tahun dan belum pernah kawin.
2. Anak Nakal adalah :
a. anak yang melakukan tindak pidana; atau
b. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi
anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun
menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan.

Mengenai batasan usia di atas, telah dirubah oleh Putusan


Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010, dari 8 menjadi 12 tahun dan
sebelum berusia 18 tahun. Jadi menurut undang-undang ini, bahwa orang yang
telah berumur delapan belas tahun keatas pada waktu 18 melakukan tindak
pidana maka tuntutan yang diberlakukan sama dengan tuntutan terhadap orang
dewasa. Dalam hal ini mereka sudah dianggap dewasa.

9
Menurut Pasal 47 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan
“ Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau
belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang
tuanya selama mereka tidak mencabut dari kekuasaanya.”
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang
Kesejahteraan Anak
“Anak adalah seseorang yang belum mencapai 21 (dua puluh satu)
tahun dan belum pernah kawin.”
Menurut Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan
"Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas)
tahun".
Menurut Pasal 1 angka 8 huruf a, b dan c Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyarakatan
Anak didik pemasyarakatan adalah:
a. Anak Pidana, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani
pidana di LAPAS anak, paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)
tahun;
b. Anak Negara, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan
kepada negara untuk di didik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling
lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
c. Anak Sipil, yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya
memperoleh penetapan pengadilan untuk di didik di LAPAS Anak paling
lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang


Hak Asasi Manusia
Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas)
tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan
apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

10
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak
Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi
belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak
pidana.
Beberapa pengertian diatas yang telah diuraikan secara terperinci dan
dapat disimpulkan bahwa anak yang dikatakan belum dewasa dan yang dapat
diajukan kesidang anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun
tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak
pidana. Dalam undang-undang ini tidak menyebutkan apa anak tersebut sudah
atau belum kawin, sehingga apabila anak terikat dalam suatu perkawinan atau
perkawinannya putus karena perceraiannya, maka anak tersebut dianggap
sudah dewasa meskipun umurnya belum 18 (delapan belas) tahun. Dari
berbagai hal menurut ilmu pengetahuan atau Undang-Undang memberikan
pengertian anak yang berbeda-beda yang menurut masing-masing sesuai apa
yang diperlukan dan batasan-batasan yang ada didalamnya masing-masing
disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.

B. Pengertian dan Unsur Tindak Pidana


1. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari strafbaarfeit, di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat
penjelasan dengan yang dimaksud strafbaarfeit itu sendiri. Tindak pidana
yang dalam Bahasa Belanda disebut strafbaarfeit, terdiri atas tiga suku kata,
yaitu straf yang diartikan sebagai pidana dan hukum, baar diartikan sebagai
dapat dan boleh, dan feit yang diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran
dan perbuatan.

11
Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dikenal dengan istilah strafbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang
hukum pidana sering mempergunakan delik, sedangkan pembuat undang-
undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa
pidana atau pebuatan pidana atau tindakan pidana.4
Menurut rumusan para ahli hukum dari terjemahan straafbaarfeit yaitu
suatu perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan undang-undang
atau hukum, perbuatan mana dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Berikut beberapa defenisi tentang staafbaarfeit menurut para pakar :
Simons mengartikan strafbaarfeit sebagai berikut:
“strafbaarfeit adalah suatu tindakan yang melanggar hukum yang telah
dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang
tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang
telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.”5
Moeljatno menyebut tindak pidana sebagai perbuatan pidana yang diartikan
sebagai berikut:
“Perbuatan yang melanggar yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan
mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa
saja yang melanggar larangan tersebut.”6
Jonkers merumuskan bahwa
“Strafbaarfeit sebagai peristiwa pidana yang diartikannya sebagai suatu
perbuatan yang melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan
kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat
dipertanggungjawabkan.”7

4
Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta, Rengkang Education Yogyakarta dan Pukap
Indonesia, 2012 Hlm 20.
5
Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Cetakan ketujuh, Jakarta, Sinar Grafika,
2012, hlm 8.
6
Amir Ilyas, Op.Cit., hlm 25.
7
Ibid, hlm 25

12
S.R. Sianturi merumuskan tindak pidana sebagai berikut :
“Tindak pidana adalah sebagai suatu tindakan pada, tempat, waktu, dan
keadaan tertentu yang dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana
oleh undang-undang bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan
dilakukan oleh seseorang (yang bertanggungjawab).”8
Banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk pengertian
strafbaarfeit, bermacam-macam istilah dan pengertian yang digunakan oleh
para pakar dilatarbelakangi oleh alasan dan pertimbangan yang rasional sesuai
sudut pandang masing-masing pakar.

2. Unsur Tindak Pidana


Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan atas 2 unsur yaitu unsur
Subjektif dan unsur Objektif :
Unsur subjektif adalah unsur yang melekat atau yang ada dalam diri si
pelaku, unsur-unsur tersebut diantaranya adalah :
a. Niat
b. Maksud atau tujuan
c. Kesengajaan dan ketidaksengajaan (dolus dan culpa)
d. Kemampuan bertanggungjawab

Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada kaitannya


dengan keadaan-keadaan dimana tindakan-tindakan si pelaku itu harus
dilakukan. Unsur tersebut diantaranya :
a. Perbuatan
b. Akibat
c. keadaan-keadaan

8
Ibid, hlm 25

13
Beberapa pakar memberikan pendapat tentang Unsur-unsur tindak
pidana yaitu :
Menurut Moeljatno unsur-unsur tindak pidana adalah :9
a. Perbuatan
b. Yang dilarang oleh aturan hukum
c. Ancaman pidana bagi yang melanggar larangan
Menurut Tresna unsur-unsur tindak pidana adalah10
a. Perbuatan atau rangkaian perbuatan (manusia)
b. Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
c. Diadakan tindakan penghukuman
Dari batasan yang dibuat Jonkers dapat dirinci unsur-unsur tindak pidana :11
a. Perbuatan (yang)
b. Melawan hukum (yang berhubungan dengan)
c. Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat)
d. Dipertanggungjawabkan
Sementara itu, Schravendijk dalam batasan yang dibuatnya secara panjang
lebar itu, jika dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut :12
a. Kelakuan (orang yang)
b. Bertentangan dengan keinsyafan hukum
c. Diancam dengan hukuman
d. Dilakukan oleh orang (yang dapat)
e. Dipersalahkan/kesalahan

Selain menurut para pakar, di dalam Buku II KUHP memuat rumusan-


rumusan perihal tindak pidana tertentu yang masuk dalam kelompok
kejahatan, dalam buku III memuat pelanggaran. Ternyata ada unsur yang
selalu disebutkan dalam setiap rumusan, yaitu mengenai tingkah

9
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1. Cet-6, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011,
hlm 79
10
Ibid, hlm 80
11
Ibid, hlm 81
12
Ibid

14
laku/perbuatan walaupun ada pengecualian seperti Pasal 351 KUHP
(penganiayaan). Unsur kesalahan dan melawan hukum kadang-kadang
dicantumkan mengenai unsur kemampuan bertanggung jawab. Disamping itu,
banyak mencantumkan unsur-unsur baik sekitar atau mengenai objek
kejahatan maupun perbuatan secara khusus untuk rumusan tertentu.
Menurut Adami Chazawi dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu
dalam KUHP itu, dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana, yaitu :13
a. Unsur tingkah laku
b. Unsur melawan hukum
c. Unsur kesalahan
d. Unsur akibat konstitutif
e. Unsur keadaan yang menyertai
f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana
g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana
h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana
i. Unsur objek hukum tindak pidana
j. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana
k. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.
Dari 11 unsur itu, diantaranya dua unsur, yakni kesalahan dan
melawan hukum yang termasuk unsur subjektif, sedangkan selebihnya berupa
unsur objektif, misalnya melawan hukum perbuatan mengambil pada
pencurian (Pasal 362 KUHP) terletak dalam mengambil itu dari luar
persetujuan atau kehendak pemilik (melawan hukum objektif). Atau pada
Pasal 251 KUHP pada kalimat “tanpa izin memerintah” juga pada pasal 253
pada kalimat “menggunakan cap asli secara melawan hukum objektif”. Tetapi
ada juga melawan hukum subjektif misalnya melawan hukum dalam penipuan
(Pasal 378 KUHP), pemerasan (Pasal 368 KUHP), pengancaman (Pasal 369)
dimana disebutkan untuk mengantungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum. Begitu juga unsur melawan hukum pada perbuatan

13
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002,
hlm 82

15
C. Pengertian Sanksi Pidana dan Tindakan

Sanksi adalah konsekuensi logis dari sebuah perbuatan yang


dilakukan. Sanksi dapat mempunyai pengertian yang sama dengan hukuman
namun pengertiannya berbeda dengan pidana. Pidana (starf) merupakan sanksi
yang hanya diberlakukan dalam lapangan hukum pidana. Pengertian sanksi
pidana mencakup semua jenis pidana baik dalam KUHP maupun ketentuan
pidana di luar KUHP. Di Indonesia merupakan negara yang mengunakan dua
jenis sanksi pidana sekaligus, yaitu berupa pidana (straf) dan tindakan
(maatregels).

Secara teoritik, pidana lebih mengandung penderitaan, meskipun unsur


pendidikan dan pembinaan serta pengawasannya menjadi tujuan utama.
Sedangkan tindakan lebih mengarah pada kegiatan perlindungan, pendidikan
dan pembinaan terhadap anak.

Pidana didefenisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja


diberiakan atau dijatuhkan negara kepada seseorang atau beberapa orang
sebgai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar
larangan hukum pidana.

Pidana merupakan rasa tidak nyaman (misalnya berupa pembatasan-


pembatasan, pemenuhan kewajiban tertentu) yang dijatuhkan oleh negara
melalui peradilan pidana karena seseorang atau badan hukum yang dijatuhi
pidana tersebut melanggar hukum secara sah dan menyakinkan bersalah.

Ringannya perbuatan, keadaan pribadi Anak, atau keadaan pada waktu


dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar
pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan
tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.

16
1. Sanksi Pidana

Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem


Peradilan Pidana Anak, terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dapat
dijatuhkan pidana yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Dengan
menyimak pasal 71 ayat 1 dan ayat 2 diatur pidana pokok dan tambahan
terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.

a. Pidana Pokok
Ada beberapa pidana pokok terhadap anak yaitu : 14
1. Pidana peringatan
Pidana peringatan merupakan pidana ringan yang tidak
mengakibatkan pembatasan kebebasan anak.
2. Pidana dengan syarat
Mengenai pidana dengan syarat dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2012 terbagi atas 3 yaitu :
1) Pembinaan di luar lembaga
Dalam pembinaan di luar lembaga, yang pada pokoknya
sebagai berikut
a) Dalam hal Hakim memutuskan bahwa Anak dibina
di luar lembaga, maka lembaga tempat pendidikan
dan pembinaan ditentukan dalam putusannya.15
b) Pidana pembinaan di luar lembaga dapat berupa
keharusan:16
 mengikuti program pembimbingan dan
penyuluhan yang dilakukan oleh pejabat
pembina
 mengikuti terapi di rumah sakit jiwa
 mengikuti terapi akibat penyalahgunaan
alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya.

14
Pasal 71 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
15
Pasal 74 UU Sistem Peradilan Pidana Anak
16
Pasal 75 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak

17
c) Jika selama pembinaan anak melanggar syarat
khusus, pejabat pembina dapat mengusulkan kepada
hakim pengawas untuk memperpanjang masa
pembinaan yang lamanya tidak melampaui
maksimum 2 (dua) kali masa pembinaan yang
belum dilaksanakan.17

2) Pelayanan masyarakat
Dalam pelayanan terhadap masyarakat, yang pokoknya
sebagai berikut :
a) Pidana pelayanan masyarakat merupakan pidana
yang dimaksudkan untuk mendidik Anak dengan
meningkatkan kepeduliannya pada kegiatan
18
kemasyarakatan yang positif.
b) Jika Anak tidak memenuhi seluruh atau sebagian
kewajiban dalam menjalankan pidana pelayanan
masyarakat tanpa alasan yang sah, pejabat pembina
dapat mengusulkan kepada hakim pengawas untuk
memerintahkan Anak tersebut mengulangi seluruh
atau sebagian pidana pelayanan masyarakat yang
dikenakan terhadapnya.19
c) Pidana pelayanan masyarakat untuk Anak
dijatuhkan paling singkat 7 (tujuh) jam dan paling
lama 120 (seratus dua puluh) jam.20
3) Pengawasan.
Dalam hal pidana pengawasan, yang pokoknya sebagai
berikut :

17
Pasal 75 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
18
Pasal 76 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
19
Pasal 76 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
20
Pasal 76 ayat (3) UU Sistem Peradilan Pidana Anak

18
a) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada
Anak paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama
2 (dua) tahun.21
b) Dalam hal Anak dijatuhi pidana pengawasan, Anak
ditempatkan di bawah pengawasan Penuntut Umum
dan dibimbing oleh Pembimbing Kemasyarakatan.22

Dan secara umum pidana dengan syarat, yang pada pokoknya


sebagai berikut :23
a) Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh Hakim dalam
hal pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua)
tahun.
b) Dalam putusan pengadilan mengenai pidana dengan syarat,
ditentukan pula syarat umum dan syarat khusus.
c) Syarat umum adalah Anak tidak akan melakukan tindak
pidana lagi selama menjalani masa pidana dengan syarat.
d) Syarat khusus adalah untuk melakukan atau tidak
melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan
hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan Anak.
e) Masa pidana dengan syarat khusus lebih lama daripada
masa pidana dengan syarat umum.
f) Jangka waktu masa pidana dengan syarat paling lama 3
(tiga) tahun.
g) Selama menjalani masa pidana dengan syarat, Penuntut
Umum melakukan pengawasan dan Pembimbing
Kemasyarakatan melakukan pembimbingan agar Anak
menempati persyaratan yang telah ditetapkan.
h) Selama Anak menjalani pidana dengan syarat, Anak harus
mengikuti wajib belajar 9 (sembilan) tahun.
21
Pasal 77 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
22
Pasal 77 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
23
Pasal 73 UU Sistem Peradilan Pidana Anak

19
3. Pelatihan kerja
Pelatihan kerja dijatuhkan kepada anak, dengan ketentuan sebagai
berikut :
a) Pidana pelatihan kerja dilaksanakan di lembaga yang
melaksanakan pelatihan kerja yang sesuai dengan usia
Anak.24
b) Pidana pelatihan kerja dikenakan paling singkat 3 (tiga)
bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.25
4. Pembinaan dalam lembaga
Penjatuhan pembinaan dalam lembaga dijatuhkan terhadap anak
dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Pidana pembinaan di dalam lembaga dilakukan di tempat
pelatihan kerja atau lembaga pembinaan yang
26
diselenggarakan, baik oleh pemerintah maupun swasta.
b) Pidana pembinaan di dalam lembaga dijatuhkan apabila
keadaan dan perbuatan Anak tidak membahayakan
masyarakat.27
c) Pembinaan dalam lembaga dilaksanakan paling singkat 3
(tiga) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.28
d) Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya
pembinaan di dalam lembaga dan tidak kurang dari 3 (tiga)
bulan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan
bersyarat.29
5. Penjara
Dalam menjatuhkan pidana penjara ada beberapa ketentuan yang
perlu diperhatikan yakni sebagai berikut :

24
Pasal 78 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
25
Pasal 78 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
26
Pasal 80 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
27
Pasal 80 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
28
Pasal 80 ayat (3) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
29
Pasal 80 ayat (4) UU Sistem Peradilan Pidana Anak

20
a) Pidana pembatasan kebebasan diberlakukan dalam hal
Anak melakukan tindak pidana berat atau tindak pidana
yang disertai dengan kekerasan.30
b) Pidana pembatasan kebebasan yang dijatuhkan terhadap
Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum pidana
penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa.31
c) Minimum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap
Anak.32
d) Ketentuan mengenai pidana penjara dalam KUHP berlaku
juga terhadap Anak sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang ini.33
e) Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan
perbuatan Anak akan membahayakan masyarakat.34
f) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling
lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana
penjara bagi orang dewasa.35
g) Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur
18 (delapan belas) tahun.36
h) Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya
pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak
mendapatkan pembebasan bersyarat.37
i) Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai
upaya terakhir.38
j) Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak
pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana

30
Pasal 79 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
31
Pasal 79 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
32
Pasal 79 ayat (3) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
33
Pasal 79 ayat (4) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
34
Pasal 81 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
35
Pasal 81 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
36
Pasal 81 ayat (3) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
37
Pasal 81 ayat (4) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
38
Pasal 81 ayat (5) UU Sistem Peradilan Pidana Anak

21
penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.39
b. Pidana Tambahan
Seperti yang telah disebut bahwa selain pidana pokok yang dapat
dijatuhkan kepada anak dapat juga dijatuhkan pidana berupa :40
1. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
2. Pemenuhan kewajiban adat

2. Sanksi Tindakan

Disamping sanksi pidana, dikenal pula sanksi tindakan. Tindakan


merupakan penjatuhan sanksi tindakan terhadap seseorang yang terbukti
secara sah dan menyakinkan bersalah dengan tujuan memberikan pendidikan
dan pembinaan serta tindakan tertentu lainnya. Menurut Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pasal 69 ayat 2
bahwa Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai
tindakan.

Pasal 82 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tersebut ditentukan


mengenai sanksi tindakan yang dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap anak
yang berkonflik dengan hukum yang terbukti secarah sah bersalah yaitu :

1. Tindakan yang dikenakkan kepada anak meliputi :41


a. pengembalian kepada orang tua/Wali
b. penyerahan kepada seseorang;
c. perawatan di rumah sakit jiwa
d. perawatan di LPKS;
e. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang
diadakan oleh pemerintah atau badan swasta
f. pencabutan surat izin mengemudi
g. perbaikan akibat tindak pidana

2. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf
f dikenakan paling lama 1 (satu) tahun.42

39
Pasal 81 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
40
Pasal 71 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
41
Pasal 82 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak

22
Dalam hal penyerahan kepada seseorang yang dimaksud adalah
penyerahan kepada orang dewasa yang dinilai cakap, berkelakuan baik, dan
bertanggung jawab, oleh Hakim serta dipercaya oleh Anak dan ini dilakukan
untuk kepentingan anak yang bersangkutan.

D. Proses Peradilan Pidana Anak


Batas umur 12 (dua belas) tahun bagi Anak untuk dapat diajukan ke
sidang anak didasarkan pada pertimbangan sosiologis, psikologis, dan
paedagogis bahwa anak yang belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun
dianggap belum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Penyidik terhadap Anak
dilakukan bukan dalam rangka proses peradilan pidana, melainkan digunakan
sebagai dasar mengambil keputusan oleh Penyidik, Pembimbing
Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional.
Dalam ketentuan ini, pertimbangan dari Pembimbing Kemasyarakatan
berupa laporan penelitian kemasyarakatan yang merupakan persyaratan wajib
sebelum Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial
Profesional mengambil keputusan
Sesuai dengan pasal 21 ayat 1, Penyidik, Pembimbing
Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan
terhadap anak yang diduga atau melakukan tindak pidana yaitu:43
a. Menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali
b. Mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan,
dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di
instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di
tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.

Keputusan yang diambil oleh Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan


dan Pekerja Sosial Profesional tersebut diserahkan ke pengadilan untuk
ditetapkan dalam waktu paling lama 3 hari.44

42
Pasal 82 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
43
Pasal 21 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
44
Pasal 21 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak

23
Setiap anak yang ditangkap atau ditahan berhak mendapatkan bantuan
hukum dari Advokat atau pemberi bantuan hukum pada setiap tingkat
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini. Dan dalam
setiap tingkatan pemeriksaan anak wajib didampingi oleh orang tua dan atau
orang yang dipercayakan.
Pasal 16 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak
menyebutkan bahwa “Ketentuan beracara dalam Hukum Acara Pidana
berlaku juga dalam acara peradilan pidana anak, kecuali ditentukan lain
dalam Undang-Undang ini”. Ini berarti bahwa prosedur dalam pemeriksaan
dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak pada prinsipnya sama
dengan prosedur pemeriksaan dalam KUHAP kecuali Undang-Undang ini
menentukan hal lain. Perlakuan khusus yang diatur dalam undang-undang ini
semata-mata dilakukan untuk kepentingan terbaik anak dan segala
pengambilan keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup
dan tumbuh kembang Anak serta selalu mengusahakan agar suasana
kekeluargaan tetap terpelihara.
Dalam proses penyelesaian perkara pidana anak, para penegak hukum
telah ditentukan secara khusus baik penyidik, penuntut umum, hakim bahkan
sampai hakim kasasi.
Proses peradilan pidana anak memiliki 4 tahapan yaitu Tahapan
Penyidikan, Tahap Penangkapan dan Penahanan, Tahapan Penuntutan dan
Tahapan Pemeriksaan di sidang pengadilan

1. Tahapan Penyidikan
Penyidikan mengandung arti serangkaian tindakan yang dilakukan
pejabat penyidik sesuai dengan cara dalam undang-undang untuk mencari
serta mengumpulkan bukti, dengan bukti itu membuat atau menjadi terang
tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau
pelaku tindak pidananya45

45
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan
Penuntutan, Edisi Kedua, Jakarta : Sinar Grafika, 2006, hlm 109

24
Penyidik dalam perkara pidana anak adalah Penyidik anak yang telah
memenuhi syarat sesuai peraturan perundang-undangan ini yang secara khusus
melakukan penyidikan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.
Penyidik perkara anak wajib meminta pertimbangan atau saran dari
Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan
bahkan jika dianggap perlu Penyidik dapat meminta pertimbangan atau saran
dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, Pekerja Sosial
Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan tenaga ahli lainnya.46
Pada tingkat ini penyidik wajib mengupayakan Diversi yaitu
pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses
di luar peradilan pidana yang dilakukan dalam waktu 7 hari setelah penyidikan
dimulai, sedangkan Diversi sendiri dilakukan paling lama 30 hari setelah
Diversi dimulai. Jika Diversi berhasil dilakukan atau mencapai suatu
kesepakatan maka sesuai dengan pasal 29 ayat 3, penyidik menyampaikan
berita acara Diversi beserta Kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan
negeri untuk dibuat penetapan. Tetapi, apabila Diversi gagal maka sesuai
dengan pasal 29 ayat 4 Penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan
melimpahkan perkara ke Penuntut Umum dengan melampirkan berita acara
Diversi dan laporan penelitian kemasyarakatan.47

2. Tahapan Penangkapan dan Penahanan


Wewenang yang diberikan kepada penyidik sedemikian luasnya.
Bersumber dari wewenang yang diberikan sebuah undang-undang, penyidik
berhak mengurangi kebebasan dan hak asasi seseorang, asal hal itu masih
berpihak pada landasan hukum yang sah berupa penangkapan dan penahanan.
Hal tersebut juga ada dalam hukum acara peradilan pidana anak.48

46
Pasal 27 UU Sistem Peradilan Pidana Anak
47
Pasal 29 UU Sistem Peradilan Pidana Anak
48
M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, Catatan Pembahasan UU Sistem Peradilan
Pidana Anak, Jakarta: Sinar Grafika, 2013, hlm 156

25
Pasal 30 UU Sistem Peradilan Pidana Anak berbunyi :
1) Penangkapan terhadap Anak dilakukan guna kepentingan
penyidikan paling lama 24 (dua puluh empat) jam.
2) Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang
pelayanan khusus Anak.
3) Dalam hal ruang pelayanan khusus Anak belum ada di
wilayah yang bersangkutan, Anak dititipkan di LPKS.
4) Penangkapan terhadap Anak wajib dilakukan secara
manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai
dengan umurnya.
5) Biaya bagi setiap Anak yang ditempatkan di LPKS
dibebankan pada anggaran kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
Disamping itu, Dalam melaksanakan penyidikan, Penyidik
berkoordinasi dengan Penuntut Umum. Koordinasi tersebut dilakukan dalam
waktu paling lama 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak dimulai
penyidikan.
Penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan dalam hal Anak
memperoleh jaminan dari orang tua/Wali dan/atau lembaga bahwa Anak tidak
akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti,
dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana. Penahanan terhadap Anak
hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut: 49
a. Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih
b. Diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7
(tujuh) tahun atau lebih.
Ketentuan ini menjadi hal baru sebagai bentuk pemberian batas usia
anak yang dapat ditahan, mengingat usia dibawah 14 (empat belas) tahun yang
masih rentan untuk bisa ditahan. Jaminan hak anak juga masih harus diberikan
selama anak ditahan, berupa kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus

49
Pasal 32 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak

26
tetap dipenuhi. Untuk melindungi keamanan anak, dapat dilakukan
penempatan di LPKS.
Penahanan untuk kepentingan penyidikan dilakukan paling lama 7
(tujuh) hari. Jangka waktu penahanan atas permintaan Penyidik dapat
diperpanjang oleh Penuntut Umum paling lama 8 (delapan) hari. Apabila
waktu itu telah berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi hukum. Penahanan
terhadap Anak dilaksanakan di LPAS. Dalam hal tidak terdapat LPAS,
penahanan dapat dilakukan di LPKS setempat.50
Dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan penuntutan,
Penuntut Umum dapat melakukan penahanan paling lama 5 (lima) hari.
Jangka waktu penahanan atas permintaan Penuntut Umum dapat diperpanjang
oleh Hakim pengadilan negeri paling lama 5 (lima) hari. Dalam hal jangka
telah berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi hukum.51
Dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di
sidang pengadilan, Hakim dapat melakukan penahanan paling lama 10
(sepuluh) hari. Jangka waktu atas permintaan Hakim dapat diperpanjang oleh
ketua pengadilan negeri paling lama 15 (lima belas) hari. Dalam hal jangka
waktu telah berakhir dan Hakim belum memberikan putusan, Anak wajib
dikeluarkan demi hukum.52
Pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan wajib
memberitahukan kepada Anak dan orang tua/Wali mengenai hak memperoleh
bantuan hukum. Dalam hal pejabat tidak melaksanakan ketentuan itu,
penangkapan atau penahanan terhadap Anak batal demi hukum.53

3. Tahapan Penuntutan
Tahapan proses peradilan pidana anak selanjutnya merupakan proses
penuntutan. Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum (PU) untuk
melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri (PN), yang berwenang

50
Pasal 33 UU Sistem Peradilan Pidana Anak
51
Pasal 34 UU Sistem Peradilan Pidana Anak
52
Pasal 35 UU Sistem Peradilan Pidana Anak
53
Pasal 40 UU Sistem Peradilan Pidana Anak

27
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam persidangan. Penuntutan dalam
acara pidana anak mengandung pengertian tindakan Penuntut Umum Anak
untuk melimpahkan perkara anak ke pengadilan anak dengan permintaan
supaya diperiksa dan diputus oleh hakim anak dalam persidangan anak. Pada
proses tahapan ini jaksa penuntut umum yang diberi tugas melakukan
penuntutan terhadap anak yang melakukan tindak pidana adalah merupakan
Penuntut Umum Anak. Ini sesuai dengan ketentuan pada pasal 41 ayat 1
Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dalam hal jika dalam proses perkara pidana anak belum terdapat
penuntut umum yang memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam Undang-
Undang ini, maka sesuai dengan pasal 41 ayat 3 tugas penuntutan
dilaksanakan oleh penuntut umum yang melakukan tugas penuntutan bagi
tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.
Pada tahapan ini pula penuntut umum tetap diwajibkan untuk
mengupayakan Diversi. Jika Diversi berhasil dilakukan maka penuntut umum
Penuntut Umum menyampaikan berita acara Diversi beserta kesepakatan
Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan. Tetapi,
apabila Diversi gagal, Penuntut Umum wajib menyampaikan berita acara
Diversi dan melimpahkan perkara ke pengadilan dengan melampirkan laporan
hasil penelitian kemasyarakatan. Ketentuan ini tertuang dalam pasal 42 ayat 3
dan 4 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak

4. Tahapan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan


Dalam proses peradilan hakim memiliki peranan dalam memutuskan
perkara pidana anak. Hakim yang bertugas dalam menangani dan memutuskan
perkara anak adalah Hakim Anak. Dalam tahapan ini pula hakim tetap
diwajibkan mengupayakan Diversi yang tertuang dalam pasal 52 ayat 2.
Pada pasal 53 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak
disidangkan dalam ruang khusus sidang anak, ruang tunggu sidang anak
berbeda dengan ruang tunggu sidang orang dewasa dan waktu pelaksanaan
sidang anak lebih didahulukan dari pada sidang orang dewasa. Di samping itu,

28
hakim memeriksa perkara anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk
umum, kecuali pembacaan putusan. Dalam sidang anak, hakim wajib
memerintahkan orangtua/wali atau pendamping, advokat, atau pemberi
bantuan hukum lainnya dan pembimbing kemasyarakatan untuk mendampingi
anak. Meskipun pada prinsipnya tindak pidana merupakan tanggung jawab
Anak sendiri, tetapi karena dalam hal ini terdakwanya adalah Anak, Anak
tidak dapat dipisahkan dengan kehadiran orang tua/Wali. Dan jika hakim tidak
melibatkan orang tua atau wali pendamping, advokat atau pemberi hukum,
maka sidang anak dinyatakan batal demi hukum, ini tertuang dalam pasal 55
ayat 3.
Persidangan perkara anak bersifat terturtup agar tercipta suasana
tenang dan penuh dengan kekeluargaan, sehingga anak dapat mengutamakan
segala peristiwa dan perasaannya secara terbuka dan jujur selama sedang
berjalan.
Pada saat memeriksa anak korban dan atau anak saksi, hakim dapat
memerintahkan agar anak dibawa keluar ruang sidang. Pada saat pemeriksaan
anak korban dan atau anak saksi, orang tua/wali, advokat, atau pemberi
bantuan hukum lainnya dan pembimbing kemasyarakatan tetap hadir. Maka
dalam hal anak korban dan atau anak saksi tidak dapat hadir untuk
memberikan keterangan di depan sidang pengadilan, hakim dapat
memerintahkan anak korban dan atau anak saksi untuk didengar
keterangannya.
Pada dasarnya, sidang anak dilanjutkan setelah anak diberitahukan
mengenai keterangan yang telah diberikan oleh anak korban dan atau anak
saksi pada saat anak berada diluar sidang pengadilan. Maka sebelum
menjatuhkan putusan, hakim memberikan kesempatan kepada orang tua atau
wali dan atau pendamping untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi
anak. Dalam hal tertentu anak korban diberi kesempatan oleh hakim untuk
menyampaikan pendapat tentang perkara yang bersangkutan. Sehingga, hakim
wajib mempertimbangkan laporan penelitian masyarakat dari pembimbing
kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara, serat dalam hal

29
laporan penelitian kemasyarakatan sebagaimana dimaksud diatas tidak
dipertimbangkan dalam putusan hakim, maka putusan batal demi hukum.
Pada proses pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang
yang terbuaka untuk umum dan dapat tidak dihadiri oleh anak. Identitas anak,
anak korban, dan atau anak saksi tetap harus dirahasiakan oleh media massa
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 dengan hanya mengunakan inisial
tanpa gambar. Untuk itu, pengadilan wajib memberiakan petikan putusan pada
hari putusan dibacakan kepada anak atau advokat atau pemberi bantuan
lainnya, pembimbing kemasyarakatan dan penuntut umum serta pengadilan
wajib memberikan salinan putusan paling lama 5 hari sejak putusan diucapkan
kepada anak atau advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, pembimbing
kemasyarakatan dan penuntut umum.

E. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana


Menjatuhkan pidana kepada terdakwa harus dilakukan apabila
kesalahan terdakwa terbukti didepan sidang pengadilan dan tentu kesalahan
terdakwa sesuai yang termaktub dalam dakwaan penuntut umum.
Dalam menyatakan seorang terdakwa bersalah membutuhkan alat
bukti minimum yang sah dan dapat menyakinkan hakim akan kesalahan yang
dilakukan oleh terdakwa. Setelah itu maka terdakwa dapat dijatuhkan pidana.
Hal ini sesuai dengan rumusan pasal 183 KUHAP yang menegaskan bahwa
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya. Sesuai hal itu, dalam undang-undang mengkendaki
adanya dua alat bukti yaitu dua alat bukti minimum yang menyakinkan hakim
menyatakan bersalah terhadap tindak pidana yang dilakukannya.
Pasal 184 ayat 1 KUHAP menyebutkan bahwa alat bukti yang sah
adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan
terdakwa.

30
Di dalam pelaksanaannya, hakim maupun jaksa mengemukakan
faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam tuntutan dan penjatuhan
pidana yaitu hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Faktor yang
meringankan antara lain adalah terdakwa masih muda, mengakui perbutannya
dan berperilaku sopan. Faktor-faktor yang memberatkan adalah terdakwa tidak
mengakui perbuatannya, menganggu atau meresahkan masyarakat, merugikan
negara dan sebagainya.
1. Hal Yang Meringankan
Hal yang meringankan hukuman menurut KUH Pidana adalah
sebagai berikut :
a. Dalam hal umur yang masih muda (incapacity or infacy),
berdasarkan pasal 47 ayat (1) KUH Pidana yang berbunyi
sebagai berikut:
“Jika Hakim menghukum anak yang bersalah itu, maka
maksimum hukuman pokok bagi tindak pidana itu,
dikurangi sepertiga.”

b. Dalam hal percobaan melakukan kejahatan, berdasarkan Pasal


53 ayat (2) KUH Pidana yang berbunyi sebagai berikut.
“Maksimum hukuman pokok yang ditentukan atas
kejahatan itu dikurangi sepertiganya dalam hal percobaan.”

c. Dalam hal membantu melakukan kejahatan, berdasarkan Pasal


57 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut.
“Maksimum hukuman pokok yang ditentukan atas
kejahatan itu, dikurangi sepertiga bagi pembantu.”

2. Hal Yang Memberatkan


Hal yang meringankan hukuman menurut KUH Pidana adalah
sebagai berikut :
a. Dalam hal Concursus, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 65
KUH Pidana :
1) Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang harus
dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri

31
sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam
dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya
satu pidana
2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum
pidana-pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu,
akan tetapi tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang
terberat ditambah sepertiganya.
Dan Pasal 66 KUH Pidana yang berbunyi
1) Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang masing-
masing harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri
sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang
diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka
dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi jumlahnya
tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat
ditambah sepertiga.
2) Dalam hal ini pidana denda dihitung menurut lamanya
maksimum pidana kurungan pengganti yang ditentukan
untuk perbuatan itu.”

b. Dalam hal Recidive, Berdasarkan Pasal 486, 487, dan 488 KUH
Pidana.

32
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan berkaitan dengan


permasalahan dan pembahasan penulisan skripsi ini, maka penulis melakukan
penelitian dengan memilih lokasi penelitian di Kabupaten Maros.
Pengumpulan data dan informasi akan dilaksanakan ditempat yang dianggap
mempunyai data yang sesuai dengan objek yang diteliti, yaitu Pengadilan
Negeri Maros.

B. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain berupa :

1. Data primer, yakni data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti yang
diperoleh dilapangan melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait.
2. Data sekunder, yakni data yang diperoleh melalui studi pustaka berupa
buku-buku, dokumen, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah,
literatur dari internet dan lain-lain, yang berhubungan dan menunjang
dalam penulisan ini.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data-data dilakukan dengan


dua cara yakni:

1. Penelitian lapangan (field research). Penelitian yang dilaksanakan dengan


turun langsung ke lokasi penelitian untuk mengadakan pengamatan
langsung. Metode ini menempuh dua cara yaitu:
a) Wawancara langsung dengan hakim yang pernah menangani
perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

33
b) Dokumentasi yaitu menelusuri data berupa dokumen dan arsip
yang diberikan oleh pihak terkait.
2. Penelitian kepustakaan (library research) penelitian dilaksanakan dengan
mengumpulkan, membaca, dan menelusuri sejumlah buku-buku,
dokumen, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, literatur dari
internet dan lain-lain, yang berhubungan dan menunjang dalam penulisan
ini.

D. Analisa Data

Data yang diperoleh baik primer maupun sekunder diolah terlebih dahulu
kemudian dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif yaitu
menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan
yang erat kaitannya dengan penelitian ini, kemudian menarik suatu
kesimpulan berdasarkan analisis yang telah dilakukan.

34
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Sanksi Pidana Dan Tindakan Terhadap Anak Yang


Melakukan Tindak Pidana

Tindak Pidana merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum yang


telah dilakukan baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja oleh
seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh
Undang-Undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat
dihukum. Apabila seseorang melakukan Tindak Pidana maka perbuatannya
tersebut harus dipertanggungjawabkan.

Ada 2 (dua) kasus anak yang dibahas oleh penulis yakni kasus anak yang
dijatuhi Sanksi Pidana dalam Studi Kasus Putusan Nomor 08/Pid.Sus-
Anak/2014/PN.Mrs dan kasus anak yang dijatuhi Tindakan dalam Studi Kasus
Putusan Nomor 114/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mrs

1. Putusan Pengadilan Nomor 08/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mrs


Memperhatikan Pasal 287 ayat (1) KUHPidana, Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak serta peraturan
perundang-undangan lain yang berkaitan dengan perkara ini,
MENGADILI
 Menyatakan Anak M. IQBAL Alias IQBAL Bin MUH YUSUF,
terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “BERSETUBUH DENGAN SEORANG WANITA DI LUAR
PERKAWINAN PADAHAL DIKETAHUINYA ATAU
SEPATUTNYA DIDUGA BAHWA UMURNYA BELUM LIMA
BELAS TAHUN ATAU KALAU UMURNYA TIDAK JELAS
BAHWA BELUM WAKTUNYA UNTUK DIKAWIN” sebagaimana
dakwaan alternative kedua primair

35
 Menjatuhkan pidana kepada Anak M. IQBAL Alias IQBAL Bin MUH
YUSUF oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (Tujuh) Bulan
 Menetapkan masa penangkapan dan penahanan Anak dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang diajukan
 Memerintahkan agar Anak M. IQBAL Alias IQBAL Bin MUH
YUSUF tetap ditahan.
 Menetapkan barang bukti berupa :
 1 (satu) lembar celana Jeans panjang warna biru merek Mandalay
 1 (satu) lembar baju lengan panjang warna pink muda bagian
depan bergaris warna biru, merah dan gambar perempuan
 1 (satu) BH warna ungu
 1 (satu) lembar celana dalam warna hitam dengan kembang warna
merah
Dipergunakan dalam Perkara An. Muh.Ramadhan Bin Madani dkk
 Membebankan biaya perkara kep\ada Para Anak masing-masing
sebesar Rp. 2.000.- (dua ribu rupiah)

2. Putusan Pengadilan Nomor 114/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mrs


Mengingat dan memperhatikan Pasal 197 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 82 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak serta peraturan lain yang
bersangkutan, MENGADILI
 Menyatakan Terdakwa MUH. SALTUNG Alias ATTUNG Bin AGUS
telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “ Perbuatan Cabul Terhadap Anak”
 Menjatuhkan Tindakan oleh karena itu kepada terdakwa tersebut
berupa “mengembalikan Terdakwa Kepada Orang Tuanya”
 Menyatakan barang bukti berupa :
 1 (satu) lembar baju kaos warna biru langit bis warna biru

36
 Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 2.000,-
(dua ribu rupiah)

3. Analisa Penulis

Hakim dalam pemeriksaan perkara pidana berusaha mencari dan


membuktikan kebenaran materil berdasarkan fakta yang terungkap dalam
persidangan, serta berpegang teguh pada apa yang dirumuskan dalam surat
dakwaan penuntut umum.

Berdasarkan putusan diatas yang dibacakan oleh Hakim dalam


persidangan pembacaan putusan, ini telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak bahwa terhadap anak yang terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana dan memenuhi semua unsur-unsur yang
didakwakan oleh jaksa, maka terhadap anak tersebut dapat dijatuhi salah satu
sanksi sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 71 mengenai sanksi pidana
dan Pasal 82 mengenai tindakan

Putusan Pengadilan Nomor 08/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mrs menjatuhkan


Sanksi Pidana Penjara yakni 7 bulan terhadap terdakwa telah sesuai dengan
ketentuan Pasal 71 ayat 1 huruf e UU SPPA, dan Putusan Pengadilan Nomor
114/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mrs menjatuhkan Sanksi Tindakan terhadap
terdakwa yakni Mengembalikan Kepada Orang Tuanya juga telah sesuai
dengan ketentuan Pasal 82 ayat 1 huruf a UU SPPA.

Dalam menjatuhkan sanksi pidana dan tindakan terhadap anak dilarang


melanggar harkat dan martabat anak. Oleh karena itu, peranan Hakim sangat
penting karena sanksi yang dijatuhkan diharapkan dapat memperbaiki diri dan
dapat membuat efek jera agar anak tidak mengulangi perbuatan yang
dilakukan dimasa yang akan datang.

37
B. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana
Dan Tindakan Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana

1. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Nomor 08/Pid.Sus-


Anak/2014/PN.Mrs

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi keterangan Anak


M iqbal dan barang bukti yang diajukan dalam persidangan telah diperoleh
fakta-fakta hukum sebagai berikut :

1) Bahwa benar anak M Iqbal telah melakukan persetubuhan dengan


Saksi korban Hasni
2) Bahwa benar anak M Iqbal kenal dengan Saksi korban Hasni baru dua
hari
3) Bahwa benar pada mulanya hari Jumat tanggal 05 September 2014
sekitar pukul 19.30 Wita Saksi korban Hasni Menelpon Lk. Muh
Ramadhan dan pada saat itu saksi korban Hasni Meminta untuk
dijemput di dekat mesjid Bonto Mairo Kota Maros
4) Bahwa benar kemudian saksi Muh.,Ramadhan mengajak anak M Iqbal
untuk menjemput Saksi korban Hasni , dengan menggunakan sepeda
motor milik Om Lk. Muh Ramadhan kemudian anak M Iqbal bersama
dengan Lk. Muh Ramadhan menjemput Saksi korban Hasni
5) Bahwa benar ketika sampai di samping mesjid sudah ada Saksi korban
Hasni menunggu, dan pada saat itu dengan berboncengan tiga dimana
saat itu ,Saksi korban Hasni duduk ditengah sedang anak M Iqbal yang
mengemudikan sepeda motor tersebut sedang Lk. Muh. Ramadhan
duduk di belakang
6) Bahwa benar pada saat dibonceng tersebut Saksi korban Hasni
mengatakan kepada anak M Iqbal dengan kata-kata “ambakka” yang
pada waktu itu menurut pengertian anak M Iqbal, Saksi korban Hasni
meminta kepada anak M Iqbal untuk disetubuhi sehingga ketika
sampai di lokasi Timbunan Milik Perusahaan Jaffa yang terletak di

38
lingkungan Bontokadatto ,Kelurahan Maccini Baji ,Kecamatan
Lau,Kabupaten Maros,anak M Iqbal mengajak Saksi korban Hasni
turun dari motor dan kemudian menarik tangan Saksi korban Hasni ke
arah timbunan ,saat tiba di timbunan tersebut Saksi korban Hasni
membuka celana yang dipakai sampai lutut , dan anak M Iqbal juga
membuka celana yang dipakainya , pada saat itu juga anak M Iqbal
kemudian memasukkan alat kelaminnya ke dalam vagina saksi korban
Hasni Alias Ani , mendorongnya keluar masuk dalam posisi berdiri,
anak M Iqbal melakukan hal tersebut ± 10 menit sehingga anak M
Iqbal akhirnya mengeluarkan cairan sperma yang anak M Iqbal
keluarkan di luar kemaluan Saksi korban Hasni
7) Bahwa benar setelah itu anak M Iqbal memakai celana yang
dipakainya begitupula Saksi korban Hasni memakai celananya sendiri ,
lalu anak M Iqbal dan Saksi korban Hasni mendekati Lk. Muh.
Ramadhan yang Sedang berdiri
8) Bahwa benar pada saat itu anak M Iqbal dan Lk. Muh. Ramadhan
ingin mengantar Saksi korban Hasni pulang namun Saksi korban Hasni
tidak mau diantar pulang dan tidak berapa lama ada yang menelpon
Saksi korban Hasni,dan saat itu Saksi korban Hasni Minta Di antar ke
rumah Lk. Zaenal
9) Bahwa benar kemudian anak M Iqbal bersama dengan Lk. Muh.
Ramadhan mengantar Saksi korban Hasni ke rumah Lk. Zaenal Alias
Ennal setelah itu anak M Iqbal Pulang ke rumahya diantar oleh Lk.
Muh.Ramadhan
10) Bahwa benar yang mengetahui kalau anak M Iqbal bersama dengan
Saksi korban Hasni adalah Lk. Muh Ramadhan alias Madani namun
anak M Iqbal tidak mengetahui apakah Lk. Muh Ramadhan melihat
anak M Iqbal pada saat setubuhi saksi korban Hasni atau tidak karena
saat itu malam hari dan suasana gelap apalagi Jarak anak M Iqbal
dengan Lk. Muh. Ramadhan Als. Madani saat itu sekitar 20 meter

39
11) Bahwa benar setelah anak M Iqbal menyetubuhi Saksi korban Hasni
maka anak M Iqbal membonceng saksi korban Hasni ke rumah Lk.
Saenal yang terletak di Bontoa Kec. Bontoa Kab. Maros dengan
berboncengan tiga dengan Lk.Muh. Ramadhan Als. Madani dan
selanjutnya anak M Iqbal kembali ke rumah anak M Iqbal dengan di
bonceng dengan Lk. Muh. Ramadhan Als. Madani
12) Bahwa benar anak M Iqbal mengetahui kalau Lk. Muh. Ramadhan
Als.Madani juga telah menyetubuhi Saksi korban Hasni setelah di
Polres Maros dan anak M Iqbal mendengar kalau Lk. Muh. Ramadhan
juga telah menyetubuhi Saksi korban Hasni di rumah Lk. Saenal
berarti setelah Lk. Muh. Ramadhan Als. Madani mengantar anak M
Iqbal pulang Lk.Muh. Ramadhan Als. Madani kembali ke rumah Lk.
Zaenal dan menyetubuhiSaksi korban Hasni seperti yang telah anak M
Iqbal lakukan
13) Bahwa benar anak M Iqbal tidak mengetahui kalau Saksi Saenal juga
Menyetubuhi Saksi korban Hasni karena anak M Iqbal tidak melihat
namun pada saat di Polsek barandasi anak M Iqbal mendengar juga
pengakuan dari Lk. Zaenal yang mengatakan bahwa Saenal juga telah
menmenyetubuhi Saksi korban Hasni di rumahnya bersama dengan
saksi Ramadhan Als. Madani.
14) Bahwa benar sepengetahuan saksi, saksi korban Hasni masih
bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
15) Bahwa benar kepada anak M Iqbal diperlihatkan barang bukti berupa 1
(satu) lembar celana Jeans panjang warna biru merek Mandalay.,1
(satu) lembar baju lengan panjang warna pink muda bagian depan
bergaris warna biru, merah dan gambar perempuan.,1 (satu) BH warna
ungu.,1 (satu) lembar celana dalam warna hitam dengan kembang
warna merah.saksi mengenali dan membenarkan barang bukti tersebut
adalah milik Saksi korban Hasni yang dipakai pada waktu kejadian

40
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tentang perbuatan Anak M Iqbal
sebagaimana dikemukakan di atas dari keterangan saksi-saksi dan keterangan
Anak M Iqbal serta dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan di muka
Persidangan, Anak M Iqbal dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana
sebagaimana dikemukakan oleh Penuntut Umum dalam surat dakwaannya.

Menimbang, bahwa Anak M Iqbal oleh Penuntut Umum diajukan ke muka


Persidangan dengan dakwaan Alternatif subsidaritas yaitu :

Kesatu
Primair :
Pasal 81 Ayat (2) UU N0.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Subsidair :
Pasal 82 UU N0.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Atau
Kedua
Primair :
Pasal 287 Ayat (1) KUHPidana
Subsidair :
Pasal 290 Ayat (2) Kuhpidana

Menimbang bahwa anak di dakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan


berbentuk alternatif subsidaritas maka majelis akan memilih
mempertimbangkan dakwaan yang sesuai dengan fakta hukum yang
ditemukan di persidangan, dan dari dakwaan yang dipilih akan
dipertimbangkan dakwaan primair terlebih dahulu

Menimbang bahwa berdasarkan fakta hukum, bahwa anak M Iqbal


melakukan hubungan seksual dengan saksi korban Hasni diawali dengan saksi
korban Hasni menelpon Lk. Muh Ramadhan dan anak M Iqbal diajak oleh Lk.
Muh Ramadhan untuk menjemput saksi korban di dekat Masjid Bonto Maero
di dekat rumah saksi korban dan dalam perjalanan menuju rumah Lk. Zaenal

41
di sebuah tempat yang terbuka, dan tidak jauh dari tempat tersebut ada Lk.
Muh Ramadhan, dimana tidak ada penolakan dari saksi korban Hasni atas
hubungan seksual yang dilakukan tersebut, maka antara anak M Iqbal dan
saksi korban Hasni melakukan hubungan seksual tanpa paksaan, oleh karena
itu Majelis berkesimpulan lebih tepat mempertimbangkan dakwaan kedua
Penuntut Umum

Menimbang bahwa dalam dakwaan kedua Primair Penuntut Umum, anak


M Iqbal didakwa melanggar Pasal 287 ayat (1) KUHPidana, yang unsur-
unsurnya sebagai berikut :

1) Barangsiapa
2) Bersetubuh
3) Dengan seorang wanita diluar pernikahan padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya umurnya belum limabelas tahun atau kalau
umurnya tidak jelas belum waktunya untuk dikawin

Menimbang bahwa majelis selanjutnya akan mempertimbangkan unsur-


unsur tersebut sebagai berikut :

1) Barang Siapa

Menimbang, bahwa adapun unsur barang siapa mengandung


pengertian orang atau manusia sebagai subyek hukum pelaku tindak
pidana yang dalam hal ini adalah Anak M. IQBAL Alias IQBAL Bin
MUH YUSUF, di muka Persidangan identitasnya telah dicocokkan
dengan identitas sebagaimana surat dakwaan Penuntut Umum ternyata
adanya kecocokkan antara satu dengan lainnya sehingga dalam perkara
ini tidak terdapat kesalahan orang (error in persona) yang diajukan ke
muka Persidangan

Menimbang bahwa selama pemeriksaan di persidangan Anak M


Iqbal mampu dengan tanggap dan tegas menjawab setiap pertanyaan

42
yang diajukan kepadanya oleh karena itu Anak M Iqbal adalah orang
yang mampu bertanggung jawab.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas


Majelis berkeyakinan unsur barang siapa telah terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum

2) Unsur Bersetubuh

Menimbang, bahwa yang dimaksud bersetubuh berarti


persentuhan sebelah dalam dari kemaluan Laki-laki dan perempuan
yang pada umumnya dapat menimbulkan kehamilan, tidak perlu
bahwa telah terjadi pengeluaran mani dalam kemaluan si perempuan
(Mr..MH.Tirtaamidjaja.S.H)

Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana terjadi penetrasi


penis kedalam vagina, penetrasi tersebut dapat lengkap atau tidak
lengkap dan dengan atau tanpa disertai ejakulasi ( dr.Abdul Muin
Idries, Pedoman ilmu kedokteran forensik, hal,215 )

Menimbang bahwa berdasarkan fakta hukum yang ditemukan di


persidangan bahwa pada hari Jumat tanggal 05 September 2014 sekitar
pukul 20.00 Wita bertempat di lokasi Timbunan Milik Perusahaan
Jaffa yang terletak di lingkungan Bontokadatto, Kelurahan Maccini
Baji, Kecamatan Lau, Kabupaten Maros, anak Muh.Iqbal
menghentikan sepeda motor yang dikendarainya, M Iqbal mengajak
Saksi korban Hasni ke lokasi timbunan Milik Perusahaan Jaffa, dan M
Iqbal mengajak saksi korban Hasni Alias Anni untuk berhubungan
badan, anak.M.Iqbal Membuka celana yang dipakainya dan Saksi
korban Hasni Alias Anni membuka celana yang dipakainya,
anak.M.Iqbal memasukkan alat kelaminnya dengan cara mendorong
keluar masuk ke kemaluan Saksi korban Hasni dan setelah beberapa
saat keluar sperma dan di tumpah di luar kemaluan Saksi korban Hasni
sementara Lk. Muh Ramadhan menunggu dengan jarak sekitar 20

43
meter ,setelah anak.M.Iqbal selesai bersetubuh dengan saksi korban
Hasni, kemudian anak, saksi korban Hasni berbocengan tiga dengan
saksi Muh.Ramadhan pergi ke rumah Lk. Zaenal, dan setelah sampai
anak pulang di antar Lk. Muh Ramadhan sedangkan Saksi korban
Hasni ditinggal di rumah Lk. Zaenal

Menimbang bahwa sesuai Visum Et Repertum


No.1108/RSU/VI/2014 Tanggal 13 September 2014 dari RSU
Salewangang Maros yang ditandatangani oleh dr.Wahyuni Saddang
SPOG ,Dokter Pemeriksa pada RSU Salewangang Maros dengan Hasil
Pemeriksaan : Selaput Dara (hymen) tidak intak.

Menimbang bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut bahwa anak


M Iqbal telah memasukkan alat kelaminnya (penisnya) ke dalam
vagina saksi korban Hasni hingga mengeluarkan mani, dan
dihubungkan dengan visum et repertum tersebut bahwa benar keadaan
selaput dara saksi korban Hasni sudah tidak utuh lagi dengan demikian
telah terjadi persetubuhan antara anak M Iqbal dengan saksi korban
Hasni

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, unsur


““Bersetubuh “” telah terbukti secara sah dan menyakinkan.

3) Dengan seorang wanita diluar pernikahan padahal


diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya umurnya
belum limabelas tahun atau kalau umurnya tidak jelas belum
waktunya untuk dikawan

Menimbang bahwa berdasarkan fakta hukum saksi korban Hasni


yang lahir di Bunggawai tanggal 13 Mei tahun 2000, jadi ketika
kejadian saksi korban Hasni baru berumur 14 (empat belas) tahun dan
4 (empat) bulan, dan anak M Iqbal mengerti saksi korban Hasni masih

44
sekolah di Sekolah Menengah Pertama dan antara anak M Iqbal
dengan saksi korban tidak terikat dalam suatu perkawinan

Menimbang bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut di atas anak


M Iqbal sudah seharusnya menyadari tidak layak untuk menyetubuhi
saksi korban Hasni yang belum pantas dikawin dan tidak ada ikatan
perkawinan dengan M Iqbal Menimbang bahwa berdasarkan
pertimbangan tersebut Majelis berkesimpulan unsur “dengan seorang
wanita di luar pernikahan padahal diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya umurnya belum limabelas tahun atau kalau umurnya tidak
jelas belum waktunya untuk dikawin” telah terbukti secara sah dan
meyakinkan

Menimbang bahwa oleh karena seluruh unsur dari Pasal 287 ayat (1)
KUHPidana telah terpenuhi secara sah menurut hukum, maka Anak M Iqbal
haruslah dinyatakan telah terbukti melakukan perbuatan sebagaimana
didakwakan dalam dakwaan Kedua Primair Penuntut Umum

Menimbang bahwa dakwaan kedua Primair Penuntut Umum telah terbukti


maka dakwaan kedua subsidair tidak perlu dipertimbangkan lagi

Menimbang, bahwa selama pemeriksaan Anak M Iqbal di muka


persidangan tidak ditemukan adanya alasan pembenar maupun alasan pemaaf
tentang kesalahan Anak M Iqbal maka Anak M Iqbal harus dinyatakan secara
sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana menyetubuhi
wanita diluar perkawinan yang umurnya belum genap lima belas tahun atau
belum waktunya untuk dikawin sebagaimana dakwaan Kedua Primair
Penuntut Umum oleh karena itu anak M Iqbal harus bertanggung jawab atas
perbuatannya.

Menimbang, bahwa Pembimbing Kemasyarakatan dari Bapas yang


melakukan penelitian kemasyarakatan dalam saran dan pendapatnya
sebagaimana tersebut dalam laporan Penelitian Kemasyarakatan Nomor Daftar
: Reg.Lit/Resort Maros/8/IX/2014-28 tanggal 17 September 2014 atas nama

45
MUHAMMAD IQBAL Bin MUH. YUSUF pada pokoknya pada saat kejadian
Anak berumur 17 tahun dan 3 (tiga) bulan dan latar belakang kejadian adalah
karena pergaulan anak denagn teman yang lebih dewasa oleh karena itu Bapas
memberikan pendapat/saran agar Anak ditempatkan di Lembaga Penyeleggara
Kesejahteraan Sosial (LPKS) paling lama 6 (enam) bulan untuk mendapatkan
pelatihan dan ketrampilan demi masa depannya;

Menimbang bahwa di persidangan anak di dampingi oleh orang tuanya


yang menerangkan bahwa orang tua ingin agar anaknya menyadari
kesalahannya sehingga tidak akan mengulangi lagi perbuatannya dan masih
sanggup untuk mendidik anaknya

Menimbang, bahwa mengenai tuntutan Penuntut Umum, dihubungkan


dengan permohonan dari Anak melalui Penasihat Hukumnya dan tanggapan
dari orang tua Anak serta saran dan pendapat dari Pembimbing
Kemasyarakatan, Hakim akan mempertimbangkannya sebagai berikut :

 Bahwa Anak bergaul dengan teman yang sudah dewasa dan anak
pernah menonton film porno
 Bahwa perbuatan anak M Iqbal dapat menimbulkan beban psikis
bagi saksi korban
 Anak M Iqbal masih perlu bimbingan dan pendidikan moral
keagamaan serta pembinaan agar tidak mengulangi lagi
perbuatannya
 Anak M Iqbal masih muda usia dan harus diberi kesempatan untuk
melanjutkan pendidikannya

Menimbang, bahwa tujuan penghukuman adalah bukan untuk membalas


dendam kepada Anak tetapi untuk mengingatkan bahwa perbuatan yang telah
dilakukan oleh Anak adalah melanggar suatu ketentuan Undang- Undang oleh
karenanya salah, agar kemudian hari lebih berhati-hati dan tidak melakukan

46
perbuatan tersebut, dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung
jawab bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungannya

Menimbang bahwa sebagaimana saran Pembimbing Kemasyarakatan dari


Balai Pemasyarakatan Makassar bahwa Anak ditempatkan di Lembaga
Penyelenggara Kesejahteraan Sosial paling lama 6 (enam) bulan, Majelis tidak
sependapat dengan saran dari Pembimbing Kemasyarakatan tersebut, karena
keadilan tidak saja untuk anak akan tetapi juga harus memperhatikan saksi
korban, dimana saksi korban dan keluarganya telah menanggung aib dan saksi
korban telah menanggung akibat dari perbuatan anak yang bisa menjadi
trauma dan beban di kehidupannya kelak.

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut Majelis akan


menjatuhkan pidana bagi anak, agar anak bertanggung jawab pada
perbuatannya dan diharapkan tidak akan mengulangi lagi perbuatannya

Menimbang bahwa Anak M Iqbal telah ditangkap dan selama proses


persidangan perkara ini telah ditahan berdasarkan surat perintah penangkapan
dan penahanan yang sah maka masa penangkapan dan lamanya anak berada
dalam tahanan akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan

Menimbang bahwa karena tidak ada alasan yang sah untuk mengeluarkan
anak dari tahanan maka memerintahkan agar anak M Iqbal tetap ditahan

Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa :

 1 (satu) lembar celana Jeans panjang warna biru merek


Mandalay
 1 (satu) lembar baju lengan panjang warna pink muda bagian
depan bergaris warna biru, merah dan gambar perempuan
 1 (satu) BH warna ungu
 1 (satu) lembar celana dalam warna hitam dengan kembang
warna merah

47
Menimbang bahwa barang bukti tersebut di atas masih dipergunakan
dalam Perkara An.Anak Muh.Ramadhan Bin Madani, dkk maka barang bukti
tersebut dipergunakan dalam perkara an anak Muh Ramadhan dkk;

Menimbang, bahwa oleh karena Anak M Iqbal dinyatakan bersalah dan


dijatuhi pidana dan tidak pernah ada permohonan untuk dibebaskan dari
pembayaran biaya perkara maka Anak M Iqbal patut dibebani untuk
membayar biaya perkara.

Menimbang, bahwa sebelum pengadilan menjatuhkan pidana kepada Anak


M Iqbal terlebih dahulu akan dipertimbangkan keadaan yang memberatkan
dan keadaan yang meringankan dari perbuatan Anak tersebut :

Keadaan yang memberatkan :

 Perbuatan Anak M Iqbal dapat menimbulkan trauma psikis bagi


saksi Korban

Keadaan yang meringankan :

 Anak M Iqbal menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan


mengulangi lagi
 Anak M Iqbal masih muda diharapkan masih dapat memperbaiki
diri demi masa Depannya

2. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Nomor 114/Pid.Sus-


Anak/2014/PN.Mrs

Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti dan barang bukti yang diajukan
diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut :

 Bahwa benar pada hari Minggu tanggal 25 Mei 2014 sekitar pukul
17.00 Wita bertempat di dekat kuburan Dusun Kaemba Desa
Pabentengan Kecamatan Marusu Kabupaten Maros, terdakwa telah
mengisap tete (buah dada)saksi korban.

48
 Bahwa benar awalnya terdakwa, saksi korban dan teman terdakwa
sedang main sembunyi-sembunyian, terdakwa teringat adegan film
porno yang sering terdakwa tonton di handphone milik teman
terdakwa, sehingga terdakwa timbul hasrat untuk mempraktekkan
adegan porno tersebut, terdakwa kemudian menarik paksa tangan saksi
korban untuk pergi ke belakang rumah dekat kuburan.
 Bahwa benar setelah terdakwa berhasil menarik tangan saksi korban
menuju kuburan, terdakwa kemudian memeluk, dan mencium pipi
saksi korban kemudian mengangkat baju saksi korban dan kemudian
mengisap buah dada saksi korban.
 Bahwa benar sebab sehingga terdakwa melakukan perbuatan tersebut
kepada saksi korban karena terdakwa teringat film porno yang pernah
terdakwa tonton di handphone milik teman terdakwa.
 Bahwa benar saksi korban tidak mau diperlakukan seperti itu oleh
terdakwa dan melarang terdakwa melakukan hal tersebut, namun
terdakwa tetap memaksa saksi korban dan menjatuhkan saksi korban
ke tanah kemudian terdakwa menindih saksi korban dan kembali
mengisap-isap tete (buah dada) saksi korban tetapi tidak lama
kemudian datang adik saksi korban yang bernama Riri memanggil
saksi korban untuk pulang ke rumah, terdakwa kemudian berdiri dan
pergi.
 Bahwa benar terdakwa sangat menyesali perbuatannya dan berjanji
tidak akan mengulangi perbuatannya serta tidak akan menonton film
porno (film orang dewasa).
 Bahwa benar terdakwa saat itu tidak pernah membuka celana saksi
korban.

Menimbang, bahwa selanjutnya Hakim akan mempertimbangkan apakah


berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas, Terdakwa dapat dinyatakan
telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya;

49
Menimbang, bahwa Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan
dakwaan tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 82 Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002, yang unsur-unsurnya adalah
sebagai berikut:

1) Setiap Orang.
2) Dengan Sengaja Melakukan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan,
Memaksa, melakukan Tipu Muslihat, Serangkaian Kebohongan
atau membujuk Anak, Melakukan atau Membiarkan Dilakukan
Perbuatan Cabul.

Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Hakim


mempertimbangkan sebagai berikut:

1) Setiap Orang

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “Setiap Orang” adalah


siapa saja atau subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban
yang melakukan suatu tindak pidana dan kepadanya dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatan pidana yang dilakukannya.

Menimbang, bahwa penuntut umum telah mengajukan terdakwa


kepersidangan karena diduga telah melakukan tindak pidana
sebagaimana yang terurai dalam surat dakwaan penuntut umum, hal
mana terdakwa telah membenarkan identitas seperti yang tercantum
dalam surat dakwaan tersebut dan saling berkaitan dan bersesuaian
setelah dihubungkan dengan keterangan saksi-saksi dan barang bukti
dipersidangan.

Menimbang, bahwa selain itu terdakwa dipersidangan


menerangkan bahwa terdakwa sehat jasmani dan rohani, demikian pula
pada waktu mengikuti jalannya persidangan terdakwa dapat menjawab
secara baik dan benar, oleh karena itu menurut Hakim terdakwa

50
MUH.SALTUNG ALS ATTUNG BIN AGUS adalah termasuk orang
yang mampu bertanggung jawab sebagai subjek hukum pidana.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas,


maka unsur ke-1 “Setiap Orang” telah terpenuhi.

2) Dengan Sengaja Melakukan Kekerasan atau Ancaman


Kekerasan, Memaksa, melakukan Tipu Muslihat, Serangkaian
Kebohongan atau membujuk Anak, Melakukan atau
Membiarkan Dilakukan Perbuatan Cabul.

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “Anak” menurut pasal


1 angka 1 Undang-undang nomor 23 Tahun 2002 adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan.

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “Perbuatan Cabul”


adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau
perbuatan yang keji yang kesemuanya itu dalam lingkungan nafsu
birahi kelamin misalnya ciumciuman, meraba-raba anggota kemaluan,
meraba-raba buah dada dan lain sebagainya.

Menimbang, bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan di persidangan


sesuai dengan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa yang
antara satu dengan lainnya saling bersesuaian, telah diperoleh fakta
hukum bahwa benar pada hari Minggu tanggal 25 Mei 2014 sekitar
pukul 17.00 Wita bertempat di dekat kuburan Dusun Kaemba Desa
Pabentengan Kecamatan Marusu Kabupaten Maros, terdakwa telah
mengisap buah dada saksi korban Andi Fina Alfina Rein als Andi fina
Binti A.Samsunar. Bahwa perbuatan terdakwa diawali ketika
terdakwa, saksi korban dan teman terdakwa sedang main
sembunyisembunyian, tiba-tiba terdakwa teringat adegan film porno
yang sering terdakwa tonton di handphone milik teman terdakwa,
sehingga saat itu timbul hasrat terdakwa untuk mempraktekkan adegan

51
porno tersebut, terdakwa kemudian menarik paksa tangan saksi korban
untuk pergi ke belakang rumah dekat kuburan. Bahwa setelah
terdakwa berhasil menarik tangan saksi korban menuju kuburan,
terdakwa kemudian memeluk, dan mencium pipi saksi korban
kemudian mengangkat baju saksi korban dan kemudian mengisap buah
dada saksi korban. Bahwa berdasarkan keterangan saksi korban dan
terdakwa, saat itu saksi korban menolak diperlakukan seperti itu oleh
terdakwa dan sempat melarang terdakwa melakukan hal tersebut,
namun terdakwa tetap memaksa saksi korban dan menjatuhkan saksi
korban ke tanah kemudian terdakwa menindih saksi korban dan
kembali mengisap buah dada saksi korban tetapi tidak lama kemudian
datang saksi Riri (adik saksi korban) memanggil saksi korban untuk
pulang ke rumah, terdakwa kemudian berdiri dan pergi.

Menimbang, bahwa perbuatan terdakwa telah pula diperkuat


dengan adanya Visum Et Refertum No. 94/RSU/VI/2014 tanggal 25
Mei 2014 yang dibuat dan ditanda tangan oleh dr.
SYAHRUNISYAHRIR, SPOG selaku dokter pemeriksa pada RSU
Salewangang yang telah memeriksa Saksi korban ANDI.FINA dengan
hasil pemeriksaan Sebagai berikut :

 Pemeriksaan Fisik :
o Keadaan umum baik dan sadar
o Tampak luka gores berwarna kemerahan sepanjang 1 cm
disebelah kanan putting susu kanan.
o Tampak dua luka gores berwarna kemerahan sepanjang
masing-masing 3 cm disebelah kiri putting susu kanan.
 Pemeriksaan USG : tidak dilakukan
 Lab : tidak dilakukan
 Pemeriksaan melalui dubur: tidak tampak robekan pada selaput
darah

52
Kesimpulan : - Hymen Intake

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi korban Andi


Fina Alfina Rein als Andi fina Binti A.Samsunar dan saksi ANTI
BINTI KARAENG GADING (ibu kandung saksi korban) dan
dikaitkan dengan bukti surat yang diajukan penuntut umum
dipersidangan berupa foto copy Kutipan Akta Kelahiran No :
7973/CS-Mrs/IV/2011 tertanggal 27 April 2011 yang ditandatangani
oleh Drs. H. Irianto A. Achmad selaku Kepala Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil Kabupaten Maros telah diperoleh fakta hukum
bahwa benar saksi korban Andi Fina Alfina Rein adalah anak pertama
dari pasangan suami istri Andi Samsunar dan Yanti yang dilahirkan di
Maros pada tanggal 28 Mei 2005. Sehingga usia saksi korban ketika
terdakwa melakukan perbuatan seperti diuraikan diatas adalah masih
berusia 9 (sembilan) tahun 3 (tiga) bulan. Dengan demikian saksi
korban masih tergolong “Anak” sesuai pasal 1 angka 1 Undang-
undang nomor 23 Tahun 2002.

Menimbang, bahwa dengan pertimbangan seperti terurai di atas


maka unsur ke-2 ”Dengan Sengaja Memaksa Anak Melakukan
Perbuatan Cabul” menurut pertimbangan Hakim telah terpenuhi.

Menimbang, bahwa dengan terpenuhinya semua unsur yang terkandung


dalam pasal 82 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 maka terbuktilah semua
unsur dalam pasal 82 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 maka dengan
demikian Hakim berkesimpulan bahwa dakwaan penuntut umum terhadap diri
terdakwa melanggar pasal 82 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 telah
terbukti secara sah menurut hukum dan Hakim memperoleh keyakinan bahwa
terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang
dimaksud dalam dakwaan tunggal penuntut umum.

Menimbang, bahwa meskipun terdakwa telah terbukti melakukan tindak


pidana sebagaimana yang telah didakwakan penuntut umum, dimana

53
seharusnya hukuman kepada terdakwa diperberat namun mengingat terdakwa
yang masih berstatus anak dan kasus ini berada dalam sistem nilai peradilan
anak dimana di satu sisi terdakwa sebagai pelaku tindak pidana yang dimintai
pertanggungjawaban pidana, di sisi lain juga sebagai korban atau objek dalam
proses peradilan anak, maka tanpa bermaksud mengabaikan keadaan korban
akibat perbuatan pidana yang telah dilakukan terdakwa terhadapnya, maka
Hakim dalam perkara ini sependapat dengan tuntutan penuntut umum dan
Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS) atas nama terdakwa
tertanggal 10 Juni 2014 yang menuntut dan merekomendasikan terdakwa agar
”Dikembalikan kepada kedua orang tuanya untuk dibina”. Selain itu dengan
merujuk pada pasal 71 ayat (4) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 yang
menyatakan agar pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar
harkat dan martabat Anak, pasal 69 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun
2012 yang menyatakan anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya
dapat dikenai tindakan dan asas sistem peradilan anak diantaranya
Kepentingan terbaik bagi anak dan perampasan kemerdekaan dan pemidanaan
sebagai upaya terakhir sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf d dan i
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012, maka terdakwa tidak akan dijatuhi
pidana penjara melainkan Tindakan. Bahwa tindakan yang dijatuhkan kepada
terdakwa adalah berupa terdakwa dikembalikan kepada orang tuanya. Bahwa
menurut pertimbangan Hakim, terdakwa melakukan perbuatan pidana
sebagaimana yang didakwakan oleh penuntut umum disebabkan karena
sebelumnya terdakwa pernah menonton adegan atau video porno melalui
handphone temannya, dimana sewaktu terdakwa sedang bermain
sembunyisembunyian bersama saksi korban, terdakwa teringat adegan tersebut
sehingga akhirnya timbul hasrat terdakwa untuk mempraktekkan adegan
tersebut. Bahwa menurut pertimbangan Hakim dalam perkara a quo, terdakwa
hanyalah seorang anak yang belum memahami dan mengerti tentang apa yang
telah dilakukannya sehingga orang tua sebagai orang terdekat terdakwa
diharapkan kedepannya dapat mendidik, membina dan mengawasi terdakwa

54
lebih sungguh-sungguh lagi agar terdakwa kedepannya bisa menjadi anak
yang lebih baik dalam segala hal dan tidak melanggar hukum lagi.

Menimbang, bahwa sebelum Hakim menjatuhkan putusan terhadap diri


terdakwa maka terlebih dahulu akan dipertimbangkan Hal-Hal yang
memberatkan dan Hal-hal yang meringankan.

 Hal-Hal Yang Memberatkan


 Perbuatan terdakwa, membuat keluarga saksi korban merasa malu.
 Hal-Hal Yang Meringankan
 Terdakwa bersikap sopan dipersidangan.
 Terdakwa masih anak-anak dan masih memerlukan bimbingan
dalam berbuat dan bertindak dan besar harapan masih bisa
memperbaiki diri.
 Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya serta berjanji
tidak akan mengulanginya lagi.
 Terdakwa masih berstatus sebagai siswa SMP 9 Ujung Bolo
Kabupaten Maros.

Menimbang, bahwa barang bukti berupa 1 (satu) lembar baju kaos warna
biru langit bis warna biru yang telah disita dari Anti Binti Karaeng Gading
(ibu kandung terdakwa) menurut pertimbangan Hakim dikembalikan kepada
saksi korban Andi Fina als Fina Rein.

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dinyatakan bersalah dan


dijatuhi Tindakan, maka sesuai dengan ketentuan pasal 222 ayat 1 KUHAP
kepada Terdakwa harus pula dibebani untuk membayar biaya perkara yang
besarnya akan ditentukan dalam amar putusan ini.

Menimbang, bahwa segala sesuatu yang termuat dalam Laporan Hasil


Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS) atas nama terdakwa MUH. SALTUNG
ALS ATTUNG BIN AGUS tertanggal 10 Juni 2014 dan berita acara

55
persidangan untuk singkatnya dianggap telah dipertimbangkan untuk
mengambil putusan dalam perkara ini.

3. Analisa Penulis

Pengambilan keputusan sangat diperlukan oleh hakim dalam menentukan


putusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa. Hakim harus dapat mengelola
dan memproses data-data yang diperoleh selama proses persidangan dalam hal
ini bukti-bukti, keterangan saksi, pembelaan, tuntutan jaksa penuntut umum
serta laporan penelitian pembimbing kemasyarakatan maupun muatan
psikologis baik hakim dan terdakwa. Sehingga keputusan yang akan
dijatuhkan kepada terdakwa dapat didasari oleh tanggung jawab, keadilan,
kebijaksanaan, dan profesionalisme.

Hakim memutuskan menjatuhkan Sanksi Pidana terhadap terdakwa juga


mempertimbangkan rasa keadilan terhadap korban karena korban dan
keluarganya telah menanggung aib dan korban telah menanggung akibat dari
perbuatan terdakwa yang bisa menjadi trauma dan beban di kehidupannya
kelak.

Dalam melakukan penelitian terhadap Putusan 08/Pid.Sus-


Anak/2014/PN.Mrs penulis melakukan wawancara Pada Hari Rabu 18
Desember 2014 dengan salah satu hakim yang memeriksa dan mengadili
kasus tersebut dan hasil wawancara penulis dengan Ibu Christina Endarwati,
SH., MH yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut, beliau mengatakan
bahwa:

“Dalam hal hakim menjatuhkan sanksi kepada anak, memperhatikan


fakta-fakta persidangan, seperti barang bukti, keterangan terdakwa dan
keterangan saksi yang saling bersesuaian ditambah dengan keyakinan
hakim bahwa sanksi pidana dalam hal ini sanksi penjara sudah tepat yang
juga merupakan alternatif terakhir dijatuhkan kepada terdakwa. Hakim
juga sangat menjunjung tinggi rasa keadilan terhadap korban, dimana
korban telah mengalami trauma psikis dan juga akibat perbuatan terdakwa
secara langsung memberikan dampak negatif terhadap keluarga korban.
Sebelumnya hakim mendengarkan Laporan Penelitian Pembimbing
Kemasyarakatan dan keterangan dari orang tua mengenai hal-hal yang

56
terbaik dilakukan untuk kepentingan anak. Selain itu, sebelum
menjatuhkan pidana kepada anak hakim mempertimbangkan keadaan yang
memberatkan dan juga keadaan yang dapat meringankan terdakwa.”
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hakim
menjatuhkan Sanksi Pidana terhadap anak mempertimbangkan keadaan yang
memberatkan dan keadaan yang meringankan terdakwa, kemudian dalam
memutuskan menjatuhkan pidana terhadap anak bukan merupakan wujud
pembalasan dendam kepada Anak tetapi untuk mengingatkan bahwa
perbuatan yang telah dilakukan oleh Anak adalah melanggar suatu ketentuan
Undang-Undang, agar dikemudian hari anak bertanggung jawab pada
perbuatannya dan diharapkan tidak akan mengulangi lagi perbuatannya serta
kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri sendiri,
keluarga dan lingkungannya.

Sedangkan dalam pertimbangan hakim menjatuhkan Tindakan terhadap


anak yang menyebutkan bahwa meskipun terdakwa telah terbukti melakukan
tindak pidana sebagaimana yang telah didakwakan penuntut umum, dimana
seharusnya hukuman kepada terdakwa diperberat namun mengingat terdakwa
yang masih berstatus anak yang berumur 13 tahun dan kasus ini berada dalam
sistem nilai peradilan anak dimana di satu sisi terdakwa sebagai pelaku tindak
pidana yang dimintai pertanggungjawaban pidana, di sisi lain juga sebagai
korban atau objek dalam proses peradilan anak, maka tanpa bermaksud
mengabaikan keadaan korban akibat perbuatan pidana yang telah dilakukan
terdakwa hakim berkesimpulan agar terdakwa Dikembalikan kepada kedua
orang tuanya untuk dibina.

Berkaitan dengan Putusan 114/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mrs yang penulis


teliti, Pada Hari Rabu 18 Desember 2014 di Pengadilan Negeri Maros, penulis
melakukan wawancara kepada hakim yang memutus perkara ini, adapun hasil
wawancara dengan Ibu Samsidar Nawawi S.H.,M.H, mengatakan bahwa:

“Hakim dalam menjatuhkan sanksi tindakan terhadap anak itu,


mempertimbangkan usia dan akibat dari perbuatan anak. Usia terdakwa
pada saat itu adalah 13 tahun dan masih berstatus sebagai siswa SMP

57
Kelas 2, kalau merujuk pada UU SPPA yang menyebutkan anak yang
belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenakai tindakan. Berlandaskan hal
itu, maka hakim memutuskan untuk menjatuhkan tindakan yakni
mengembalikan kepada orang tua untuk dibina. Mengingat orang tua
adalah orang yang paling tepat mendidik, membina dan mengawasi
terdakwa lebih sungguh-sungguh, agar dikemudian hari anak tidak
melakukan atau melanggar hukum lagi. Kemudian juga dalam hal hakim
memutuskan untuk menjatuhkan tindakan terhadap terdakwa, hakim
terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal
yang dapat meringankan terdakwa.”
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa hakim menjatuhkan
tindakan kepada anak mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-
hal yang meringankan terdakwa, kemudian merujuk pada pasal 71 ayat (4)
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 yang menyatakan agar pidana yang
dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar harkat dan martabat Anak, pasal
69 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 yang menyatakan anak
yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan dan
asas sistem peradilan anak diantaranya Kepentingan terbaik bagi anak dan
perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf d dan i Undang-undang Nomor 11
Tahun 2012, serta mengingat anak tersebut masih belum memahami dan
mengerti tentang apa yang telah dilakukannya sehingga orang tua sebagai
orang terdekat terdakwa diharapkan kedepannya dapat mendidik, membina
dan mengawasi terdakwa lebih sungguh-sungguh lagi agar terdakwa
kedepannya bisa menjadi anak yang lebih baik dalam segala hal dan tidak
melanggar hukum lagi.

58
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis dapat


menyimpulkan sebagai berikut :

1. Penerapan sanksi pidana dan tindakan terhadap anak yang melakukan


tindak pidana pada 2 putusan pengadilan yakni Nomor 08/Pid.Sus
Anak/2014/PN.Mrs telah sesuai dengan ketentuan pada Pasal 71 ayat 1
huruf e yakni Penjatuhan Sanksi Pidana yang berupa penjara selama 7
bulan dan Putusan Nomor 114/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mrs telah sesuai
dengan ketentuan Pasal 69 Ayat 2 dan Pasal 82 ayat 1 huruf a yakni
Penjatuhan Tindakan yang berupa pengembalian kepada orang tua dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak.
2. Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana dan
tindakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana pada 2 putusan
Pengadilan Nomor 08/Pid.Sus/Anak/2014/PN.Mrs dan Putusan Nomor
114/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mrs adalah dengan terpenuhinya semua
unsur-unsur pasal dalam dakwaan, serta keterangan saksi dan keterangan
terdakwa yang saling bersesuaian ditambah dengan keyakinan hakim.
Selain itu dalam menjatuhkan pidana dan tindakan hakim terlebih dahulu
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan.
Menurut Penulis hakim menjatuhkan pidana terhadap anak dengan tujuan
pemidanaan untuk memberikan efek jera terdakwa dan agar terdakwa tidak
mengulangi perbuatannya lagi serta untuk mendidik terdakwa agar
menyadari perbuatannya maka sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim
menurut penulis adalah sudah tepat, namun harus tetap memperhatikan
hak-hak dan kebutuhan anak selama menjalani proses hukuman sehingga
kelak setelah menjalani proses hukuman, anak dapat memperbaiki diri dan
tidak akan mengulangi perbuatannya. Kemudian hakim yang memutuskan

59
memberikan tindakan terhadap anak berupa pengembalian kepada orang
tua untuk dibina, menurut penulis sudah tepat karena mengingat anak
tersebut masih berumur 13 tahun yang dipandang belum memahami dan
mengerti tentang apa yang telah dilakukannya sehingga orang tua sebagai
orang terdekat terdakwa diharapkan kedepannya dapat mendidik, membina
dan mengawasi terdakwa lebih sungguh-sungguh lagi agar terdakwa
kedepannya bisa menjadi anak yang lebih baik dalam segala hal dan tidak
melanggar hukum lagi.

B. Saran

Adapun saran yang penulis dapat berikan sehubungan dengan penulisan


skripsi ini, sebagai berikut :

1. Diharapkan kepada para orang tua agar lebih meningkatkan kewaspadaan


dan pengawasan kepada anaknya karena seringnya terjadi tindak pidana
yang tidak terduga karena adanya kesempatan. Dan juga para orang tua
lebih mengutamakan pendidikan anak agar kelak anak tersebut tidak akan
terjerumus kepada hal-hal yang negatif.

2. Diharapkan kepada aparat penegak hukum agar memperhatikan ketentuan


aturan yang diberlakukan kepada terdakwa yang dalam hal ini
dikategorikan sebagai anak, dalam hal penjatuhan sanksi lebih kearah
pendidikan dan pembangunan karakter terhadap anak sehingga ancaman-
ancaman pidana penjara menjadi alternative terakhir dalam memberikan
sanksi bagi anak.
3. Diharapkan agar masyarakat dan pemerintah bersedia menerima dan
membantu mengawasi terdakwa ditengah-tengah kehidupan mereka
setelah proses hukumnya selesai, dengan tujuan mencegah terdakwa yang
telah dipidana agar iya tidak mengulangi lagi kejahatan pada umumnya
dan perbuatan yang sama pada khususnya, sesuai dengan tujuan
pemidanaan yang bersifat memperbaiki diri terdakwa.

60
DAFTAR PUSTAKA

Abintoro Prakoso, 2013, Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak.


Yogyakarta: Laksbang Grafika
Adami Chazawi, 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
_____________, 2011. Pelajaran Hukum Pidana 1. Cet-6. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Amir Ilyas, 2011. Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Rangkang Education
dan Pukap Indonesia.
Andi Hamzah. 2011. KUHP & KUHAP Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta.
Bambang Waluyo, 2008, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika.
Barda Nawawi, 2011, Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta: Raja Grafindo.
Bunadi Hidayat, 2010, Pemidanaan Anak Di Bawah Umur, Bandung: Alumni.
H. R. Abdussalam. 2012. Hukum Perlindungan Anak. Jakarta : PTIK
Leden Marpaung, 2005. Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana. Jakarta : Sinar
Grafika.
Lilik Mulyadi, 2005. Pengadilan Anak di Indonesia. Bandung: Mandar Maju.
Maidin Gultom, 2010, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Bandung: Refika
Aditama.
M. Nasir Djamil, 2013. Anak Bukan untuk Dihukm: Catatan Pembahasan
Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana. Jakarta: Sinar Grafika
M. Sholehuddin, 2004. Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Romli Atmasasmita, 1983. Problem Kenakalan Anak. Bandung: Armico.
________________, 1996. Sistem Peradilan Pidana : Perspektif
Eksistensialisme dan Abolisionisme. Bandung : Putra A. Bardin
R. Soesilo, 1991. Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).Bogor :
Politea.
Sri Sutatiek, 2013. Rekonstruksi Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Anak
Di Indonesia. Jakarta : Aswaja Pressindo.

61
Wigiati Soetedjo, 2010. Hukum Pidana Anak. Cetakan ketiga, Bandung: Refika
Aditama.
Wirjono Prodjodikoro, 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Yesmil Anwar, dan Adang, 2010, Kriminologi, Bandung Refika: Aditama.

Peraturan Perundangan-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyarakatan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010

Sumber Internet :

http://handarsubhandi.blogspot.com

http://www.antarasulsel.com/berita/54139/penyidikan-anak-bawah-umur-tetap-
kedepankan-perlindungan

http://klikmakassar.com/2014/04/01/3-bocah-penganiaya-anak-sdn-tamalanrea-
diperiksa-polisi/

62

Anda mungkin juga menyukai