Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kerjasama Antara:
PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN
Dengan
BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
Tahun 2012
LAPORAN AKHIR
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya laporan “Penyusunan Masterplan Teknopolitan Kabupaten
Pelalawan” dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.
Laporan Penyusunan Masterplan Teknopolitan Kabupaten Pelalawan memuat
ide gagasan, hasil survey, analisis dan rencana tindak yang dituangkan dalam 6
(enam) bagian tulisan yaitu : Pendahuluan, Tinjauan Kebijakan, Gambaran Umum
Wilayah Kabupaten Teknopolitan, Analisis Pengembangan, Rencana Pembangunan
Fisik dan Rencana Pengembangan.
Penyusunan Masterplan Teknopolitan Kabupaten Pelalawan disusun sebagai
rujukan dan merupakan inisiasi awal persiapan pembangunan kawasan teknopolitan.
Rencana pengembangan ini akan dilakukan secara bertahap mulai tahun 2013 hingga
tahun 2027 yang akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah,
perguruan tinggi, lembaga litbang dan dunia usaha.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala BPPT,
Bupati Pelalawan dan Deputi Kepala BPPT Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi atas
bimbingan, arahan dan masukannya hinggga laporan ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah
membantu kelancaran penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik serta saran konstruktif masih kami harapkan untuk penyempurnaan
Laporan akhir ini.
Semoga laporan Penyusunan Masterplan Teknopolitan Kabupaten Pelalawan ini
menjadi setitik sumbangan bagi penguatan sistem inovasi di Indonesia.
Jakarta,
Desember 2012
PENYUSUN
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap daerah mempunyai keunikan yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Karena
itu masing-masing daerah memiliki kemampuan menciptakan/mengembangkan dan
menawarkan iklim/lingkungan yang paling produktif bagi bisnis dan inovasi, daya tarik
atau menarik “investasi,” talenta (talented people), dan faktor-faktor mudah bergerak
(mobile factors) lainnya, serta potensi berkinerja unggul yang berkelanjutan.
1.2.1. Tujuan
1.2.2. Sasaran
a. Persiapan;
d. Analisis;
e. Konsultasi Publik;
f. Penyusunan Laporan.
1.4. METODOLOGI
a. sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, dan tidak berpotensi mengganggu
kawasan lindung; RTRW yang direview meliputi RTRWN, RTR Pulau Sumatera,
RTRW Provinsi Kepulauan Riau, RTRW Kabupaten Pelalawan, dan RDTR
Kecamatan-kecamatan yang tercakup di wilayah rencana. Di dalam RTRW telah
dilakukan berbagai analisis terkait dengan kesesuaian lahan, kemampuan lahan
dan ketersediaan lahan untuk kawasan lindung dan budidaya.
c. terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau
berdekatan dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau pada wilayah
potensi sumber daya unggulan seperti kelautan dan perikanan, kelapa sawit,
karet, pertambangan, dan pariwisata.
e. mempunyai batas yang jelas. Batas yang jelas adalah batas alam (sungai atau
laut) maupun buatan (pagar atau tembok).
Hal penting dilakukan adalah mengetahui status kepemilikan lahan yang ada,
pada umumnya data berasal dari BPN.
Analisis Makro.
Analisis Mikro.
Lingkup analisis akan terbagi dalam 2 (dua) kajian utama yakni analisis spasial
(Spatial Analysis) dan analsis sektoral (Sectoral Analysis). Analisis spasial akan menitik
beratkan pada analisis kemampuan sumberdaya kawasan. Untuk memperoleh hasil
analisis berupa kinerja kemampuan sumber daya lahan yang dimiliki kawasan,
beberapa proses analisis perlu dilakukan, antara lain analisis terhadap potensi rawan
bencana, analisis pola pemanfaatan ruang dan analisis kesesuian rencana tata ruang.
Teknik analisis utama yang digunakan adalah analisis spasial (Spatial Analysis).
Gambar 1.1 Peta Awal Rencana Lokasi Kawasan Teknopolitan Kabupaten Pelalawan
Dalam kajian eksternal, penekanan analisis dilakukan pada 3 (tiga) aspek utama
yaitu analisis kebijakan spasial dan sektoral, analisis peran dan kedudukan kawasan
dalam lingkup regional dan nasional, serta peluang dan ancaman yang dimiliki
kawasan dalam konteks regional. Secara garis besar konsep dan alur pendekatan yang
dilakukan untuk menyelasaikan kegiatan ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Dari gambar tersebut pendekatan analisis dilakukan untuk analisis internal dan
eksternal. Analisis eksternal difokuskan pada antisipasi kawasan terhadap peluang dan
ancaman eksternal yang mungkin terjadi, sedangkan analisis internal menyangkut
optimalisasi potensi dan sumberdaya yang ada.
Pendekatan Analisis
Pengembangan Kawasan
Analisis Neraca Sumber Analisis Pola Pemanfaatan Analisis Analisis Pola Keterkaitan Analisis Sektor
Rencana Pemanfaatan Analisis Kebijakan Spasial
Daya Lahan Kawasan Ruang Kawasan Ekonomi Kawasan Strategis Kawasan
Ruang Kawasan
maupun Sektoral dalam
Analisis Daerah Rawan Analisis Tingkat Ekspoitasi Lingkup Regional-Nasional
Analisis
Bencana Lahan Rencana Pemanfaatan Analisis Keterakaitan Analisis Potensi Sektor
Ruang Secara Vertikal Input-ouput Produksi Ekonomi Analisis Kedudukan
Analisis Hutan Lindung, Analisis Dominasi Kawasan Dalam
Lahan Kritis dan Hutan Pemanfaatan Lahan
Analisis Lingkup Regional-
Produksi Analisis Keterkaitan Analisis Penyerapan
Rencana Pemanfaatan Nasional
Analisis Arah dan Pola Input-ouput Tenaga Kerja Tenaga kerja
Analisis Status Pemilikan Ruang Secara Horisontal
Lahan Perkembangan
Pemanfaatan Lahan Analisis Peluang dan
Analisis Analisis Keunggulan Ancaman Eksternal
Analisis Kesesuaian Analisis Potensi Konflik Rencana Pengembanban Analisis Keterkaitan Komparatif Sektor : Kawasan
Lahan Pemanfaatan Ruang Infrastruktur Distribusi LQ, Shift-Share
Rencana Investasi Rencana Pengembangan Kelembagaan Rencana Pengembangan SDM Rencana Strategik (Skenario Pengembangan)
Masterplan Teknopolitan
Kabupaten Pelalawan
Gambar 1.2. Alur Pikir Pendekatan Penyusunan Masterplan Teknopolitan Kabupaten Pelalawan
Pendekatan Studi
Desain Survai
A. Survai Instansional
Survai ini dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi yang telah
terdokumentasikan dalam buku, laporan dan statistik yang umumnya terdapat di
instansi terkait.Data yang dikumpulkan menyangkut wilayah perencanaan dari berbagai
aspek dalam lingkup internal maupun eksternal. Data dapat berupa peta grafis, data
teks dan numerik, data teknis engineering, kebijaksanaan dan peraturan. Disamping
pengumpulan data, pada kegiatan ini dilakukan pula wawancara atau diskusi dengan
pihak instansi mengenai permasalahan-permasalahan di tiap bidang/aspek yang
menjadi kewenangannya serta menyerap informasi mengenai kebijakan-kebijakan dan
program yang sedang dan akan dilakukan. Sumber data adalah berbagai instansi, baik
departemental maupun pemerintah daerah hingga tingkat kecamatan serta
badan/instansi non pemerintah (LSM, Swasta/ pelaku pasar, Perguruan Tinggi).
B. Survai primer.
Survai Transportasi.
Survai ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sistem
transportasi di wilayah perencanaan dengan bentuk survai yang dilakukan
adalah :
C. Studi Kepustakaan
Melalui studi kepustakaan ini akan digali teori-teori yang berkembang dan terkait
dengan pekerjaan Penyusunan Masterplan Teknopolitan Kabupaten Pelalawan, hasil
studi yang telah dilakukan yang berkaitan dengan wilayah perencanaan dan materi
pekerjaan, serta metode-metode dan teknik penelitian yang pernah digunakan. Studi
kepustakaan merupakan studi yang dilakukan terhadap data yang telah ada. Melalui
studi kepustakaan ini akan digali teori-teori yang telah berkembang yang berkaitan
dengan pekerjaan penyusunan Masterplan Teknopolitan Kabupaten Pelalawan, hasil-
hasil studi yang telah dilakukan yang berkaitan dengan wilayah perencanaan dan
materi pekerjaan, serta metode-metode dan teknik penelitian yang pernah digunakan.
Data serta informasi yang diperlukan dikumpulkan melalui buku teks, laporan-laporan
studi, makalah, jurnal dan buletin.
Adanya issue dan kecenderungan masalah tersebut diatas maka perlu disusun
Masterplan Teknopolitan Kabupaten Pelalawan. Kawasan sendiri mempunyai
pengertian sebagai suatu bangunan, tempat, atau kawasan dengan batas-batas
tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahanbarang dan
bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal,
pemeriksaan akhir, dan pengepakan atasbarang dan bahan asal impor atau barang
dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL), yang hasilnya
terutama untuk tujuan ekspor. Pada dasarnya, fasilitas yang dimiliki oleh Kawasan
diberikan terhadap :
1. impor barang;
4. pengeluaran barang;
6. peminjaman mesin;
a. Analisis Spasial.
Analisis Spasial adalah teknik analisis yang menggunakan data spasial sebagai
input utamanya. Analisis spasial akan menghasilkan keluaran berupa informasi spasial
yang umumnya berperan sebagai masukan dalam pengambilan keputusan untuk
Berdasarkan jenis analisis yang dapat dilakukan, analisis spasial memiliki lingkup
kajian yang sangat luas. Namun bila dilihat dari filosofi analisisnya, maka analisis
spatial pada prinsipnya merupakan suatu model matematik (mathematic modelling)
yang diterapkan dalam suatu media grafis. Dengan demikian maka salah satu teori
yang mendasari analisis spasial analisis adalah teori grafik (Graph Theory). Bila dilihat
berdasrkan jenis data yang digunakan, maka analisis spasial dapat dibedakan dalam
dua tipe yakni analisis statistik (Statistical analysis) dan analisis permukaan (Surface
analyis).
Dalam konteks teknologi, sampai saat ini sudah banyak perangkat lunak yang
dapat digunakan untuk melakukan analisis spasial. Namun teknologi yang erat kaitanya
dengan analisis sapasial dalam proses penataan ruang adalah teknologi Geographical
Information System (GIS). Teknologi ini lebih cocok digunakan untuk kegiatan
penataan ruang karena telah mempertimbangkan unsur teknologi informasi dan sistem
referensi geografis yang sangat menunjang pelaksanaan aktvitas penataan ruang.
data
g = s/k
dimana :
PDRBt PDRBt 1
PDRBt = x 100%
PDRBt 1
dimana :
Analisis ini diturunkan dari skenario pengembangan sektor strategis dan komoditas
unggulan industri hilir sawit. Penentuan sektor strategis dan komoditas unggulan
dapat didekati dengan menggunakan beberapa alat analisis berikut :
Berdasarkan peluang-peluang investasi yang ada, maka perlu pula dianalisis, siapa
atau pihak mana saja yang dapat menjadi pelaku investasi ? Apakah pemerintah
atau swasta atau masyarakat saja? Apakah terdiri dari gabungan pihak
pemerintah, swasta, dan/atau measyarakat? Kemudian, bagaimana skala usahanya
: usaha kecil, menengah, besar, atau koperasi? Untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan ini, pendekatan yang bisa digunakan antara lain berdasarkan
pendekatan ekonomi (seperti besarnya nilai investasi yang dibutuhkan,
pengembangan usaha kecil, menengah, dan koperasi, dan lain-lain), pendekatan
sosial (membuka lapangan kerja, pengembangan sosial budaya, dan lain-lain), dan
pendekatan politis regional (pengembangan usaha strategis bagi daerah, stabilitas
daerah, dan lain-lain).
Analisis iklim investasi ini berkaitan erat dengan kebijaksanaan penciptaan iklim
investasi dan iklim usaha yang kondusif bagi tumbuhnya dunia usaha yang
berdaya saing tinggi. Karena itu, analisis iklim investasi mengarah pada insentif
dan disinsentif yang perlu ditempuh pemerintah dalam rangka pengembangan
Teknopolitan Kabupaten Pelalawan. Bentuk-bentuk insentif dan disinsentif tersebut
dapat berupa:
a) Bidang Finansial :
e) Bidang Lainnya :
Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari kajian makro di atas, maka
dapat disusun kelayakan investasi untuk setiap project profile. Di samping untuk
menentukan calon-calon proyek investasi yang akan dipertimbangkan untuk
dilaksanakan, penyusunan kelayakan investasi juga ditujukan untuk menentukan
seberapa jauh project profile dapat dilaksanakan dan seberapa besar kendala yang
ada dapat menghambat pelaksanaannya, sehingga dapat disusun
pemeringkatannya.
pada dasarnya menyangkut analisis ketersediaan dan kebutuhan SDM, terutama yang
berkaitan dengan rencana pengembangan investasi dan program-program penunjang
lainnya.
Analisis ketersediaan dan kebutuhan SDM sangat erat kaitannya dengan investasi
sumberdaya manusia (human resources investment). Beberapa penelitian di
negara-negara maju, mulai dari zaman Adam Smith hingga tahun 1960an,
menunjukkan bahwa investasi SDM (di bidang pendidikan) memberikan dampak
positif kepada peningkatan pertumbuhan ekonomi (Psacharopoulos dan Woodhall,
1985:3). Keuntungan (rate of return) yang diperoleh dari tingkat pendidikan yang
lebih tinggi tidak hanya dinikmati oleh individu yang bersangkutan, melainkan juga
bisa dipetik oleh masyarakat luas (Simanjuntak, 1985:60). Artinya, pengembangan
SDM melalui jalur pendidikan tidak hanya mengentaskan masyarakat dari
kemiskinan, tetapi juga dapat dijadikan sebuah mekanisme untuk mendistribusikan
pendapatan (mengurangi ketimpangan).
a) Pengertian partisipasi.
Pemerintah Pusat dan Daerah dalam hal ini mempunyai peranan yang penting
untuk merangsang tumbuhnya serta mendukung semua kegiatan-kegiatan
diatas, misalnya dalam :
d. Analisis Kelembagaan.
Kebijakan Sektoral;
Membangun reputasi global yang dimulai dari tindakan dan kemanfaatan lokal.
Lingkungan tempat tinggal dekat dengan fasilitas R&D (dapat berjalan kaki).
6. Jaringan (networks) harus dibentuk sejak awal. Harus ada jaringan dan saluran
(channels) agar informasi dapat mengalir.
7. Strategi jangka pendek memang lebih mudah, bahkan tindakan (move) jangka
pendek dapat menjadi negatif jika antar institusi tidak berkomunikasi satu
dengan lainnya. Lab swasta perlu didorong untuk bergerak bersamaan dengan
badan riset pemerintah , atau tidak akan ada spin-off.
11. Jaga konsistensi. Misalnya, suatu technopark tidak boleh diubah menjadi office
park (perkantoran) murni hanya karena yang terakhir itu lebih menguntungkan.
12. Terbaik mungkin menjadi musuh bagi yang baik. Negara dan daerah sebaiknya
tidak menilai semua usaha mereka hanya dengan kriteria yang paling ketat
dan eksklusif.
3. Infrastruktur Fisik: seperti transportasi yang memadai (jalan raya, kereta api,
bandara), telekomunikasi, air bersih, listrik.
4. SDM: termasuk pasokan yang memadai untuk tenaga kerja yang terlatih,
ilmuwan, insinyur, teknisi, inkubasi teknologi dari universitas dan lembaga riset
pemerintah di kawasan teknopolitan.
5. Kualitas Pelayanan: kawasan tempat tinggal, taman, fasiltas olah raga yang
berkualitas tinggi.
6. Basis Ekonomi yang Beragam: termasuk jaringan penyuplai dan distribusi yang
ekstensif.
7. Daya Tarik: seperti biaya rendah untuk melakukan bisnis (misalnya, mudahnya
perijinan, insentif pajak), biaya untuk makan, transportasi, perumahan.
Jaringan informasi;
Keberadaan Inkubator.
Invensi dan penjualan produk yang terkait dengan teknopolitan dan inkubator-
inkubator.
Teknopark mulai dikembangan sejak tahun 1954, dimana staf perguruan tinggi
yang memiliki jiwa entrepreneur ingin mengkonversikan pengetahuan dan hasil
penelitian yang dikembangkan menjadi nilai ekonomi. Teknopark pertama dibuat oleh
Stanford University di Amerika Serikat. Teknopark tidak identik dengan inkubator
bisnis. Sebuah teknopark biasanya memiliki sebuah inkubasi bisnis. Sementara itu
bisnis yang diinkubasi tidak harus secara fisik berada di teknopark. Ada irisan antara
teknopark dan inkubasi bisnis.
diberikan di kelas. Namun, untuk teori “entrepreneurship” atau bisnis tidak ada
laboratoriumnya. Teknopark (dalam fungsinya sebagai inkubator) dapat
digunakan sebagai laboratorium oleh peneliti/perekaya, mahasiswa dan staf
pengajar/peneliti perguruan tinggi.
Dari uraian di atas, fungsi dari teknopark dapat dibagi dua, yaitu:
a. membawa hasil riset ke luar dengan membuat bisnis dengan pelaku bisnis (atau
venture capital) yang sudah ada (misalnya melalui inkubasi hasil riset);
Fasilitas yang diberikan oleh teknopark tidak sekedar fasilitas fisik saja, namun
lebih dari itu. Berikut beberapa contoh fasilitas dari teknopark :
Akses kepada pakar (intellectual) yang ada di lembaga riset atau kampus. Ini
termasuk akses kepada staf pengajar, staf peneliti, dan mahasiswa.
BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab 1 akan dijelaskan beberaha hal seperti : (1)
Latar Belakang, (2) Tujuan dan Sasaran, (3) Ruang
Lingkup dan (4) Metodologi, (5) Terminologi, dan (6)
Sistematika Penulisan.
BAB 3 GAMBARAN UMUM Dalam Bab ini dipaparkan mengenai (1) Kondisi Wilayah
WILAYAH Kabupaten Pelalawan , (2) Deliniasi Kawasan
Teknopolitan dan (3) Kondisi Lahan Peruntukan
Kawasan Teknopolitan Di Kabupaten Pelalawan.
BAB 4 ANALISIS Pada Bab 4 akan dianalisis berbagai aspek seperti (1)
PENGEMBANGAN Analisis Spasial (2) Analisis Infrastruktur, (3) Analisis
TEKNOPOLITAN Ekonomi dan Investasi¸(4) Analisis Sumber Daya
KABUPATEN PELALAWAN manusia (SDM), (5) Analisis Kelembagaan dan (6)
Analisis SWOT.
BAB II
TINJAUAN KEBIJAKAN
PENGEMBANGAN
Selain itu, kegiatan ekonomi utama pengolahan besi baja yang terkonsentrasi di
Banten juga diharapkan menjadi salah satu lokomotif pertumbuhan koridor ini,
terutama setelah adanya upaya pembangunan Jembatan Selat Sunda.
Kelapa sawit adalah sumber minyak nabati terbesar yang dibutuhkan oleh
banyak industri di dunia. Di samping itu, permintaan kelapa sawit dunia terus
mengalami pertumbuhan sebesar 5 persen per tahun. Pemenuhan permintaan kelapa
sawit dunia didominasi oleh produksi Indonesia. Indonesia memproduksi sekitar 43
persen dari total produksi minyak mentah sawit (Crude Palm Oil/CPO) di dunia.
Pertumbuhan produksi kelapa sawit di Indonesia yang sebesar 7,8 persen per tahun
juga lebih baik dibanding Malaysia yang sebesar 4,2 persen per tahun. Di Sumatera,
kegiatan ekonomi utama kelapa sawit memberikan kontribusi ekonomi yang besar.
Dimana 70 persen lahan penghasil kelapa sawit di Indonesia berada di Sumatera dan
membuka lapangan pekerjaan yang luas. Sekitar 42 persen lahan kelapa sawit dimiliki
oleh petani kecil
Kegiatan ekonomi utama kelapa sawit dapat dilihat melalui rantai nilai yaitu dari
mulai Perkebunan, penggilingan, penyulingan, dan pengolahan kelapa sawit di industri
hilir. Kegiatan tersebut terlihat pada gambar berikut.
Gambar 2.3. Produktivitas dari Beberapa Kategori Pemilik Perkebunan dan Benchmark
Lainnya
Waktu antar Tandan Buah Segar (TBS) ke penggilingan yang lama (di atas 48 jam)
membuat menurunnya produktivitas CPO yang dihasilkan.
Penggilingan: Hal yang perlu diperbaiki dari rantai nilai ini adalah akses yang
kurang memadai dari perkebunan kelapa sawit ke tempat penggilingan. Kurang
memadainya akses ini menjadikan biaya transportasi yang tinggi, waktu tempuh yang
lama, dan produktivitas yang rendah. Pembangunan akses ke area penggilingan ini
merupakan salah satu hal utama untuk peningkatan produksi minyak kelapa sawit.
Selain itu, kurangnya kapasitas pelabuhan laut disertai tidak adanya fasilitas tangki
penimbunan mengakibatkan waktu tunggu yang lama dan berakibat pada biaya
transportasi yang tinggi.
persen) utilisasi, rantai nilai penyulingan mempunyai margin yang rendah (USD 10/ton)
jika dibandingkan dengan rantai nilai perkebunan (sekitar USD 350/ton). Hal ini yang
membuat kurang menariknya pembangunan rantai nilai ini bagi investor.
Hilir kelapa sawit: Industri hilir utama dalam mata rantai industri kelapa
sawit antara lain oleo kimia, dan biodiesel. Seperti halnya rantai nilai penyulingan,
bagian hilir kelapa sawit ini juga mempunyai kapasitas yang kurang memadai. Hal ini
membuat rendahnya margin dari rantai nilai tersebut. Namun demikian,
pengembangan industri hilir sangat dibutuhkan untuk mempertahankan posisi strategis
sebagai penghasil hulu sampai hilir, sehingga dapat menjual produk yang bernilai
tambah tinggi dengan harga bersaing.
Meskipun bagian hilir dari rantai nilai kegiatan ekonomi utama ini kurang
menarik karena margin yang rendah, bagian hilir tetap menjadi penting dan perlu
menjadi perhatian karena dapat menyerap banyak produk hulu yang ber-margin tinggi,
seperti misalnya dengan diversifikasi produk hilir kelapa sawit.
Peningkatan kepastian tata ruang untuk pengembangan kegiatan hulu kelapa sawit
(perkebunan dan penggilingan/pabrik kelapa sawit (PKS);
Peningkatan kualitas jalan (lebar jalan dan kekuatan tekanan jalan) sepanjang
perkebunan menuju penggilingan kelapa sawit dan kemudian ke kawasan industri
maupun pelabuhan yang perlu disesuaikan dengan beban lalu lintas angkutan
barang. Tingkat produktivitas CPO sangat bergantung pada waktu tempuh dari
perkebunan ke penggilingan, sebab kualitas TBS (Fresh Fruit Brunch-FFB) akan
menurun dalam 48 jam setelah pemetikan;
Peningkatan kapasitas dan kualitas rel kereta api di beberapa lokasi untuk
mengangkut CPO dari penggilingan sampai ke pelabuhan;
Peningkatan riset untuk memproduksi bibit sawit kualitas unggul dalam rangka
peningkatan produktivitas kelapa sawit;
6. Terjadinya pergeseran lapangan kerja dari sektor pertanian menuju industri dan
jasa berbasis pertanian dan sumber daya alam lainnya.
8. Tersedianya infrastruktur sosial, politik, dan budaya yang dapat dijangkau oleh
seluruh masyarakat Riau melalui dukungan sarana elektronik dan hasil
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya.
4. Tersedianya air bersih dan air minum untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup
layak terutama bagi masyarakat di wilayah pesisir.
10. Tersedianya sumberdaya manusia yang berkualitas dalam jumlah yang cukup
diwilayah yang menjadi sentra produksi dan pusat-pusat kegiatan.
9. Membangun jaringan jalan provinsi dan kabupaten yang kokoh yang dapat
memperlancar lalu lintas produk pertanian dan industri.
10. Membangun jalur kereta api sebagai bagian dari Trans Sumatera Railway
terutama bagi angkutan barang jarak jauh dan massal.
15. Membangun struktur prasarana transportasi darat, laut, udara, sungai dan
penyeberangan secara hirarkis dan terintegrasi antar moda melalui pusat-pusat
kegiatan sebagai transhipment point serta meningkatkan pelayanan sarana
transportasi sesuai dengan fungsinya.
7. Meningkatkan usaha perikanan dan peternakan rakyat dan usaha skala besar
melalui pemanfaatan bioteknologi dalam penyediaan bibit unggul dan
peningkatan mutu produk serta mengembangkan industri pengolahannya
dengan memanfaatkan teknologi pasca panen untuk menjamin mutu dan
ketersediaan produk dalam jangka panjang.
10. Membina kegiatan usaha berskala kecil dan menengah agar menjangkau
persyaratan dan standar intemasional untuk mutu produk dan jasa pelayanan.
11. Menciptakan iklim investasi melalui pembenahan arah kebijakan, regulasi, dan
perijinan; pemberian insentif bagi sektor unggulan; penyiapan lokasi kegiatan;
promosi potensi daerah; dan menjaga stabilitas politik, sosial, keamanan dan
ketertiban umum, dan kepastian hukum.
15. Mengelola dan mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam untuk menjaga,
Mengelola dan mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam untuk menjaga
keberlanjutan perkembangan perekonomian daerah dan perlindungan
lingkungan guna penyelarasan terhadap ently barrier pasar dunia.
5. Membangun bandar udara baru pengganti Bandara Sultan Syarif Kasim II yang
berfungsi sebagai pusat penyebaran primer serta membangun dan
meningkatkan pelayanan bandar udara lainnya yang berfungsi sebagai pusat
penyebaran sekunder, tersier, dan perintis sebagai pengumpan.
12. Memperkuat fungsi RTRW Provinsi Riau dan rencana yang lebih rinci sebagai
acuan pemanfaatan ruang serta membangun sistem pengendalian alih fungsi
lahan sesuai dengan fungsi ruang yang ditetapkan. Implementasi dan
pengendalian pemanfaatan ruang ditujukan untuk meningkatkan produktifitas
kawasan budidaya dan melestarikan kawasan berfungsi lindung di darat,
pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.
14. Menjalin kemitraan dengan pihak swasta untuk membangun prasarana dan
infrastruktur wilayah berskala besar.
Secara hirarkis fungsi pelayanan pusat-pusat diperankan oleh PKL yang diwakili
oleh Bangkinang, Ujung Batu, Bagan Siapi-api, Bagan Batu, Sei Pakning, Selat Panjang,
Dun,Tanjung Buton, Pangkalan Kerinci, Air Molek, Tembilahan, Sei Guntung, dan Taluk
Kuantan. Dengan dukungan prasarana wilayah dan sub-pusat kegiatan, maka pusat-
pusat sebagai simpul koleksi dan distribusi dan pusat pelayanan terhadap hinterland-
nya berperan mendorong perkembangan di seluruh wilayah Provinsi Riau hingga ke
perdesaan dan pedalaman. Dalam konstelasi tersebut, akses wilayah Riau bagian
Selatan dan Barat terhadap wilayah Riau bagian Utara dan Tengah serta wilayah yang
berbatasan diperkuat melalui ketersediaan jaringan jalan, pelabuhan laut, dan bandar
udara yang terbangun sebagai sistem antarmoda, sehingga mampu mendorong
perkembangan bagian wilayah provinsi sebagai sub-wilayah pembangunan Provinsi
Riau. Perkuatan struktur tersebut diupayakan melalui pengembangan jaringan
transportasi udara, sungai, penyeberangan, jalan raya, dan jalur kereta api. Akses
Barat - Timur mengandalkan jalan tol Pekanbaru - Dumai, didukung oleh peningkatan
kapasitas jalan arteri Lintas Tengah dan Timur Trans Sumatera serta jalur jalan
menyusur pesisir pantai Timur. Pembangunan Pelabuhan Dumai, Kuala Enok,
Mengkapan Buton, dan Pekanbaru dan pelabuhan pengumpan lainnya ditujukan untuk
memperkuat struktur ruang serta menciptakan aksesibilitas antar moda di Provinsi
Riau. Hal tersebut diperkuat melalui pembangunan bandar udara internasional
pengganti Bandara Sultan Syarif Kasim II, Bandara Pinang Kampai di Dumai, Bandara
Japura Rengat, Pasir Pangaraian, Pinang Kampai di Dumai, Sei Pakning, SSH Setia
Negara di Pangkalan Kerinci, dan Tembilahan/Tempuling di Indragiri Hilir.
pengangguran terdidik; dan bagian masyarakat yang tergolong miskin menurun hingga
sekitar 8% dan penduduk Provinsi Riau.
outlet utama Provinsi Riau melalui laut. Pembangunan pelabuhan lainnya tetap
berlangsung sesuai dengan fungsi yang melekat pada masing-masing pelabuhan.
Pembangunan infrastruktur transportasi dilengkapi oleh pembangunan jaringan
angkutan keretaapi Trans Sumatera Railway. Pembangunan pusat-pusat distribusi dan
koleksi barang dan jasa pada pusat-pusat kegiatan berskala lokal (PKL) tetap
dilanjutkan bersamaan dengan pengembangan PKW. Penyediaan sumber daya energi
primerdan fasilitas telekomunikasi di wilayah Riau bagian Utara, Selatan, dan Barat
tetap dilanjutkan seiring dengan perkembangan kegiatan ekonomi di bagian wilayah
tersebut. Upaya peningkatan perekonomian dilaksanakan selaras dengan struktur dan
pola ruang yang ditetapkan RTRW Provinsi Riau dan pengendalian pemanfaatan
ruang yang taat asas.
Pembangunan sektor publik juga lebih dimantapkan agar iklim investasi mampu
bersaing dengan negara-negara lain di Asia Tenggara; peningkatan kemitraan usaha
ekonomi antara sektor swasta dan publik. dengan masyarakat; pemantapan tata kelola
pemerintahan yang lebih baik; kinerja dan profesionalisme aparatur yang lebih
mantap; dan penegakan hukum secara menyeluruh. Pembangunan ekonomi diikuti
oleh pelaksanaan pengelolaan lingkungan sesuai standar mutu lingkungan dan
konvensi internasional yang disepakati, yakni melalui pengendalian pencemaran dan
kerusakan lingkungan, pemanfaatan sumber energi terbarukan; penyelenggaraan
mitigasi bencana dengan memanfaatkan teknologi mutakhir; pelaksanaan program
mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim; kompetensi lembaga dan aparatur
bidang lingkungan hidup; dan peran serta masyarakat yang melembaga dalam
pelestarian dan pengawasan kualitas lingkungan.
wisata nasional dan dunia, bukan berarti menafikan sasaran bidang lain yang tidak
menjadi prioritas unggulan melainkan sebagai pengungkit (leverage) serta perekat
antar sasaran bidang yang ada dalam rangka mencapai tujuan pembangunan daerah
sesuai visi dan misi akhir masa periode pada tahun 2016.
2) Proses pemberian izin usaha pariwisata dan usaha lainnya secara cepat dan
terpadu dengan dukungan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
2) Kampanye sadar wisata, melek TIK serta berwawasan Lingkungan bagi seluruh
birokrasi dan masyarakat untuk menunjang kemandirian.
3) Insentif pembiayaan dan reward pada usaha pemula wisata berbasis masyarakat
dan berwawasan lingkungan.
1) Menyelenggarakan dan atau Mengikuti event wisata serta forum diskusi TIK pada
tingkat nasional atau internasional.
Jaringan informasi;
Keberadaan Inkubator.
Meskipun tidak ada aturan standar, interaksi dan transaksi pengetahuan yang
difasilitasi oleh teknopolitan harus memperoleh nilai ekonomi dan nilai kompetitif baru
dari tiga komponen fungsional utama:
yang intensif, pengelolaan yang sinergis dan dan fasilitasi pembiayaan terintegrasi
maka pembangunan teknopolitan harus mendapat dukungan semua stakeholder
secara tepat pada tahap awal pembangunannya.
Pembuat kebijakan tidak harus diminta untuk menjadi anggota asosiasi: selain
itu dewan direksi harus dibentuk berdasarkanmasukan dari para perintis awal
Teknopolitan, termasuk wakil yang mereka pilih, ke dalam lembaga-lembaga
yang berbeda. Pelaku ekonomi dan keuangan, serta peneliti dan akademisi juga
harus dikelompokkan ke dalam lembaga-lembaga yang relevan di dalam
organisasi Teknopolitan.
berorientasi pada keuntungan jangka pendek tetapi di masa depan nilai saham di
teknopolitan akan meningkatkan value perusahaannya.
5. Membangun reputasi global yang dimulai dari tindakan dan kemanfaatan lokal.
Lingkungan tempat tinggal sangat dekat sekali dengan fasilitas R&D (dapat
ditempuh dengan berjalan kaki).
6. Jaringan (networks) harus dibentuk sejak awal. Harus ada jaringan dan saluran
(channels) agar informasi dapat mengalir.
7. Strategi jangka pendek memang lebih mudah, bahkan tindakan (move) jangka
pendek dapat menjadi negatif jika antar institusi tidak berkomunikasi satu
dengan lainnya. Lab swasta perlu didorong untuk bergerak bersamaan dengan
badan riset pemerintah, atau tidak akan ada spin-off.
10. Identifikasi ceruk yang baru. Sebagai contoh, kembangkan industri high-tech
yang khusus untuk memenuhi kebutuhan lokal, kemudian gali potensi ekspor-
nya.
11. Jaga konsistensi. Misalnya, suatu technopark tidak boleh diubah menjadi office
park (perkantoran) murni hanya karena yang terakhir itu lebih menguntungkan.
12. Terbaik mungkin menjadi musuh bagi yang baik. Negara dan daerah sebaiknya
tidak menilai semua usaha mereka hanya dengan kriteria yang paling ketatdan
eksklusif.
KEK terdiri atas satu atau beberapa Zona: pengolahan ekspor; logistik; industri;
pengembangan teknologi; pariwisata; energi; dan/atau ekonomi lain.
Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja.
Di dalam setiap KEK disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah
(UMKM), dan koperasi, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung
kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK.
Lokasi yang dapat diusulkan menjadi KEK, harus memenuhi kriteria adalah:
a. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 8 ayat (3).
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Luas (Ha)
%
No. Kecamatan Daratan Sungai/ Jumlah
Wilayah
Danau
1 Langgam 144.269,47 1.037,03 145.306,50 11,05
2. Pangkalan Kerinci 18.991,81 540,01 19.531,82 1,48
3. Bandar Seikijang 30.686,95 - 30.686,95 2,33
4. Pangkalan Kuras 119.955,36 53,01 120.008,37 9,12
5. Ukui 134.519,09 - 134.519,09 10,23
6. Pangkalan Lesung 50.928,95 - 50.928,95 3,87
7. Bunut 42.300,11 42.300,11 3,22
8. Pelalawan 146.069,13 2.199,14 148.265,27 11,27
9. Bandar 37.230,54 - 37.230,54 2,83
Petalangan
Luas (Ha)
%
No. Kecamatan Daratan Sungai/ Jumlah
Wilayah
Danau
10. Kuala Kampar 67.564,87 2.271,30 69.836,17 5,31
11. Kerumutan 95.481,54 202,59 95.684,13 7,27
12. Teluk Meranti 388.438,61 32.842,92 421.281,53 32,02
Jumlah 1.276.433,44 39.146,00 1.315.579,44 100,00
Luas Wilayah Laut 66.630,64
Total Luas Wilayah 1.382.210,08
Sumber : RTRW Kabupaten Pelalawan
PEKANBAR
U, DUMAI, JALUR LAUT : TJ.
BALAI KARIMUN,
SUMATERA
BATAM DAN SELAT
UTARA MALAKA
JAMBI,
SUMATERA
SELATAN
Gambar 3.1. Posisi Kabupaten Pelalawan pada Lintas Timur Sumatera dan Selat Malaka
Kabupaten Pelalawan terdiri atas 12 wilayah Kecamatan, dengan 106 Desa dan
12 Kelurahan. Karakteristik ke 118 Desa/Kelurahan di Kabupaten Pelalawan terdiri dari:
Tabel 3.4. Jumlah Penduduk Kabupaten Pelalawan Tahun 2011 Dirinci Menurut
Kecamatan
Tabel 3.5. Jumlah Penduduk Kabupaten Pelalawan Menurut Kelompok Umur Keadaan
Pertengahan Tahun 2011
Tabel 3.6. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan per Km2 menurut
Kecamatan
Kecamatan Yang
Dermaga Dermaga
No. Ditopang Angkutan Keterangan
Permanen Kayu
Air
1. Kuala Kampar 2 8
2. Teluk Meranti 3 6
3. Pelalawan - 5
4. Pangkalan Kerinci - 1
Di Kabupaten Pelalawan juga terdapat Bandar Udara khusus yang diberi nama
Bandar Udara Sultan Syarif Haroen Setia Negara di Kecamatan Pelalawan, dikelola
untuk kepentingan PT Riau Andalan Pulp and Paper. Namun demikian bandara ini juga
dipergunakan sebagai bandara pemberangkatan jamaah haji Kabupaten Pelalawan
menuju bandara embarkasi batam.
Kawasan Pelabuhan/
Industri T. Balai Karimun
Pelabuhan Sokoi
Pelabuhan Samudera
Kuala Enok
Gambar 3.3 Rencana Jaringan Transportasi termasuk jalur kereta api dalam RTRWN
yang melintasi wilayah Kabupaten Pelalawan.
7,07 7,02
6,88
dengan migas
6,69 tanpa migas
6,61
Tabel 3.9. Perkembangan PDRB Kabupaten Pelalawan menurut harga berlaku (Rp.Juta)
Tabel3.10 Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Pelalawan Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Sektor 2007 - 2010 (Dengan Migas)
Lebih dari separuh bagian Kabupaten Pelalawan terdiri dari kawasan hutan,
baik dalam kategori kawasan lindung maupun kawasan budidaya. Luas hutan di
Kabupaten Pelalawan sebesar 779.122,31 Ha (59,22 %), sebahagian besarnya berupa
hutan produksi (466.701,92 Ha). Pemanfaatan potensi sumberdaya hutan ini berupa
pemanfaatan kayu untuk industri dan bangunan, pengolahan menjadi pulp (bubur
kertas) dan kertas, serta pemanfaatan hasil hutan lainnya berupa madu lebah, dan
lain-lain. Di Kabupaten Pelalawan terdapat perusahaan pulp dan kertas yang terbesar
di dunia, yang bahan bakunya tidak hanya berasal dari wilayah Kabupaten Pelalawan,
tapi juga dari berasal dari kabupaten yang ada di Riau, bahkan juga dari provinsi lain.
Jumlah HTI di bawah penguasaan perusahaan dimaksud (PT. Riau Andalan Pulp and
Paper) seluas 151.254 Ha. Produksi Tahun 2011 terdiri dari ; 2.448.898 Ton Pulp dan
813.020 Ton Kertas.
Dengan kapasitas pabrik mencapai 3 Juta Ton per tahun dan Hutan Tanaman
Industri pemasok bahan baku yang cukup luas di wilayah Kabupaten Pelalawan,
keberadaan pabrik kertas ini menjadi penopang perekonomian yang cukup penting di
Kabupaten Pelalawan.
b)Sektor Perkebunan
Kategori Luas
Pengelola Produksi
Perkebunan (Ha)
Perkebunan Besar 218.538 34 Perusahaan 1.093.403 Ton CPO
per Tahun
Perkebunan Inti 36.740 18.370 Petani
Rakyat
Perkebunan Rakyat 158.948 17.725 Petani 489.978 Ton CPO
per Tahun
Jumlah 320.000 1.583.381 Ton
CPO per Tahun
Sumber : Data Olahan
Perkebunan kelapa sawit yang luas ini ditopang pula oleh keberadaan Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) yang berjumlah tidak kurang dari 18 Unit dengan total kapasitas
produksi tidak kurang 1.045 Ton/Jam. Namun demikian sampai saat ini PKS yang ada
baru mengolah kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) untuk kemudian diekspor.
Tabel 3.13. Jumlah dan Sebaran Pabrik Kelapa Sawit di Kabupaten Pelalawan
Alamat Kapasitas
No. Nama Perusahaan Produksi
Desa Kecamatan (Ton/Jam)
1. PT. Serikat Putra Sialang Godang Bandar Petalangan 75
2. PT. Sari Lembah Subur 1 Kerumutan Kerumutan 60
3. PT. Sari Lembah Subur 2 Genduang Pangkalan Lesung 30
4. PT. Sinar Siak Dian Permai Muda Setia Bandar Sei Kijang 60
5. PT. Musim Mas 1 Batang Kulim Pangkalan Kuras 90
6. PT. Musim Mas 2 Pangkalan Lesung Pangkalan Lesung 90
7. PT. Mitra Unggul Pusaka Segati Langgam 60
8. Inti Indo Sawit Silikuan Hulu Ukui 60
9. PT. Surya Bratasena Surya Indah Pangkalan Kuras 60
10. PT. Gandaerah Hendana Ukui II Ukui 60
11. PT. Adei Plantation Kemang Pangkalan Kuras 120
12. PT. Multi Palma Sejahtera Lubuk Ogung Bandar Sei Kijang 45
13. PT. Jalur Pusaka Kiyap Jaya Bandar Sei Kijang 10
14. PT. Sinar Agro Raya Kiyap Jaya Bandar Sei Kijang 45
15. PT. Sumber Sawit Terantang manuk Pangkalan Kuras 45
Sejahtera
16. PT.. Langgam Inti Kemang Pangkalan Kuras 30
Hibrindo
17. Peputra Supra Jaya Segati Langgam 45
18. PT. Inti Indo Sawit Bukit Agung Pangkalan Kerinci 60
Bratasena
19. PT. Adei Plantation Sei Buluh Bunut 70
Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Pelalawan
Gambar 3.5. Peta Sebaran Kelapa Sawit dan PKS di Kabupaten Pelalawan
Sub sektor pertanian memiliki potensi yang cukup besar terutama komoditas
padi dan berpeluang memberikan konstribusi bagi peningkatan ketahanan pangan di
Indonesia. Wilayah andalan sawah di Kabupaten Pelalawan ialah Kecamatan Kuala
Kampar, tepatnya Pulau Mendol yang merupakan pulau delta yang berada di muara
Sungai Kampar. Pulau dengan luas 31.250 Ha, ini memiliki potensi 9.970 Ha lahan
sawah pasang surut, dan baru dikelola seluas 8.670 Ha. Sawah seluas 8.670 Ha
tersebut dikelola secara konvensional dengan pola tanam sekali setahun tersebut telah
menghasilkan produksi padi sebanyak 33.800 Ton Gabah Kering Giling, dan merupakan
86 % dari produksi padi di Kabupaten Pelalawan. Produktivitas sawah pasang surut di
daerah ini 3,85 Ton/Ha masih sangat jauh di bawah standar nasional. Dengan pola
intensifikasi, potensi padi di Kuala Kampar ini sangat berpeluang menjadi kawasan
andalan untuk menopang kebutuhan pangan di Indonesia. Upaya intensifikasi memang
harus didukung dengan infrastruktur yang memadai, yang saat ini masih sangat minim.
perikanan yang dilakukan oleh petani/nelayan selama ini berupa budidaya keramba
dan penangkapan ikan di perair umum dan laut. Namun demikian usaha yang
dilakukan masih sangat tradisional dan bersifat subsisten, dan belum dapat
mengangkat perekonomian pelaku usahanya. Intensifikasi usaha terutama budidaya
akan dapat menjadi sub sektor ini sebagai andalan ekonomi yang menjanjikan.
Tabel 3.14. Luas Perairan Umum dan Laut Sebagai Potensi Pengembangan Usaha
Perikanan di Kabupaten Pelalawan
Jumlah 105.776,64
d) Sektor Pertambangan
Kabupaten Pelalawan dieksplorasi oleh PT. Medco dan PT. Pertamina, dan
menghasilkan tidak kurang dari 556.620 barel per tahun.
Tabel 3.15. Potensi dan Produksi Minyak dan Gas di Kabupaten Pelalawan
Produksi
Jenis Tambang Cadangan
2008 2009 2010
e) Sektor Pariwisata
Keberadaan objek wisata bono ini juga ditopang oleh beberapa objek lainnya
serta adat budaya baik di Kabupaten Pelalawan sendiri maupun di Kabupaten/Kota
yang ada di Provinsi Riau. Di Kabupaten Pelalawan terdapat suaka marga satwa dan
hutan lindung yakni Taman Nasional Tesso Nilo dengan luas 83.068 Ha. Di dalamnya
terdapat beragam flora dan fauna asli kawasan ini, dan tentu menjadi daya tarik untuk
dikunjungi. Selain itu Kabupaten Pelalawan merupakan daerah yang berada pada garis
khatulistiwa. Saat ini sudah terdapat tugu equator yang berada pada jalan lintas timur
sumatera ke arah selatan menuju Jambi dan Sumatera Selatan. Keberadaan tugu
equator juga menjadi andalan dan daya tarik pendukung kawasan bono. Terdapat
pula replika Istana Raja Pelalawan di Kelurahan Pelalawan yang disebut Istana Sayap
yang memiliki beragam peninggalan sejarah kerajaan dan masih dipelihara prosesi
adat dan budaya yang kesemuanya tentu menarik untuk dikunjungi.
Selain Kerajaan Pelalawan sebagai salah satu pusat budaya yang menjaga
tradisi adat dan kebudayaan di daerah ini, yang tidak kalah pentingnya adalah
keberadaan Pusat Budaya Petalangan di Desa Betung Kecamatan Pangkalan Kuras
Tabel 3.16. Data Investasi/Proyek Sektor Riil yang Sudah Berjalan di Kabupaten
Pelalawan
Nilai Investasi
No. Proyek/Jenis Investasi Perusahaan/Investor
(Rp)
1. Industri Bubur Kertas, PT. Riau Andalan Pulp and 44.182.814.365.864,-
Kertas dan HTI Pendukung Paper
2. Penyediaan Energi Listrik PT. Riau Prima Energi 6.805.021.575.538,-
3. Perkebunan Kelapa Sawit PT. Sari Lembah Subur 332.757.000.000,-
dan 2 PKS
4. Perkebunan Kelapa Sawit PT. Serikat Putra 117.239.000.000,-
dan PKS
5. Perkebunan Kelapa Sawit PT. Surya Bratasena 110.831.200.000,-
dan PKS
6. Perkebunan Kelapa Sawit PT. Musim Mas 998.624.300.000,-
dan PKS
7. Perkebunan Kelapa Sawit PT. Indosawit Subur 229.488.611.158,-
dan PKS
Nilai Investasi
No. Proyek/Jenis Investasi Perusahaan/Investor
(Rp)
8. Industri Pengolahan CPO / PT. Multi Palma Sejahtera 128.720.000.000,-
PKS
9. Perkebunan Kelapa Sawit PT. Raja Garuda Mas 31.348.920.000,-
dan PKS Sejati
10. Perkebunan Kelapa Sawit PT. Cipta Daya Lestari 11.000.000.000,-
11. Pabrik Kelapa Sawit PT. Sinar Agro Raya 49.797.500.000,-
12. Pabrik Kelapa Sawit dan PT. Mitra Unggul Pusaka 286.240.425.914,-
Pabrik Karet
13. Pabrik Kelapa Sawit PT. Jalur Pusaka Sakti 12.200.000.000,-
Kumala
14. Pabrik Kelapa Sawit PT. Pusaka Megah Bumi 109.892.260.000,-
Nusantara
15. Industri Minyak Kasar, PT. Mitra Supra 35.000.000.000,-
Minyak Makan dari Nabati
(PKS)
16. Perkebunan Kelapa Sawit PT. Langgam Inti Hibrindo 285.504.746.388,-
dan PKS
17. Pabrik Kelapa Sawit PT. Sumber Sawit 157.334.250.000,-
Sejahtera
18. Perkebunan Kelapa Sawit PT. Adei Plantation 1.265.290.327.518,-
dan PKS
19. Perkebunan Kelapa Sawit PT. Sinar Siak Dian Permai 40.331.112.070,-
20. Perkebunan Kelapa Sawit PT. Agrita Sari Prima 25.000.000.000,-
21. Perkebunan Kelapa Sawit PT. Peputra Supra Jaya 13.302.533.652,-
22. Perkebunan Kelapa Sawit PT. TH. Indo Plantations 2.629.268.312.576,-
dan PKS
23. Perkebunan Kelapa Sawit PT. Gandahera Hendana 200.292.000.000,-
dan PKS
24. Industri Minyak Makan PT. Sawit Rajaveni Lestari 100.000.000.000,-
25. Kebun Kelapa Sawit PT. Safari Riau 207.915.096.144,-
26. Kebun Kelapa Sawit PT. Steelindo Wahana 39.090.000.000,-
Perkasa
27. Hutan Tanaman Industri PT. Arara Abadi 429.644.198.022,-
28. Peternakan Ayam PT. Charoen Pokphan Jaya 20.150.000.000,-
farm
29. Retail dan Pertokoan PT. Kerinci Bisnis Centre
30. Perhotelan PT. Unimegah Utama Raya 11.551.000.000,-
31. Jasa Konstruksi PT. Pec-Tech Service 93.100.000.000,-
Indonesia
32. Jasa Penyewaan Peralatan PT. Pech-Tech Limited 111.885.149.000,-
Konstruksi dan Plant Hire
Service
33. Industri Calcium Carbonat PT. Esesindo Cipta 207.128.007.796,-
(Industri Kimia Dasar) Cemerlang
34. Industri Kimia Anorganik PT. Asia Prima Kimia Raya 2.996.199.094,-
Penyusunan Masterplan Teknopolitan Kabupaten Pelalawan III-20
LAPORAN AKHIR
Nilai Investasi
No. Proyek/Jenis Investasi Perusahaan/Investor
(Rp)
35. Jasa Konstruksi PT. Indo Karya Bangun 3.672.495.000,-
Bersama
36. Eksplorasi Gas PT. Kalila
37. Eksplorasi Minyak Bumi PT. Medco
PT. Pertamina
Tabel 3.17. Data Investasi/Proyek Sektor Riil yang Akan Groundbreaking 2012-2014
Proyek/Jenis
No. Perusahaan/Investor Nilai Investasi Keterangan
Investasi
1. Pembangkit PT. Navigate Energy 280.000.000.000,- Sudah Mulai
Listrik Tenaga Dikerjakan
Gas
2. Pembangunan APBN 420.016.430.209,- DED sudah
Jalan Alternatif tersedia
Lintas Timur
G) Regulasi Investasi
20/PRT/M/2011 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, yakni :
Analisis Makro
Analisis makro terdiri dari analisis kondisi fisik, ekonomi, sosial budaya,
infrastruktur, dan kelembagaan pada level wilayah-wilayah yang mempunyai
keterkaitan tinggi terhadap KawasanTeknopolitan Kabupaten Pelalawan, yaitu
kabupaten dan kota di Provinsi Riau. Keterkaitan Kawasan Teknopolitan
Kabupaten Pelalawan dengan wilayah Provinsi Riau juga dianalisis.
Analisis Mikro
Kec. Langgam terdiri dari 1 kelurahan yaitu keluraham Langgam dan tujuh desa
yaitu Desa Segati, Desa Sotol, Desa Tambak, Desa Langkan, Desa Pangkalan Gondai,
Desa Penarikan dan Desa Padang Luas. (lihat Tabel 3.3 dan Gambar 3.3).
Total 3.650
3) Pada Tanggal yang sama (10 April 2012) telah pula dicanangkan Pusat Inovasi
di Kabupaten Pelalawan oleh Menteri Koodinator Bidang Perekonomian dan
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
5) Telah dilakukan promosi dan pengenalan terutama bagi calon investor baik
dalam maupun luar negeri.
Gambar 3. 6 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Menteri Negara Riset dan
Teknologi RI dan Kepala BPPT menandatangani Prasasti Pencanagan Teknopolitan
Pelalawan 10 April 2012
Gambar 3.7. Direktur Kelembagaan dan Kerjasama Ditjen Dikti Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan RI Menerima Penyerahan Proposal Pendirian Perguruan Tinggi
Kabupaten Pelalawan dari Bupati Pelalawan, Di Pangkalan Kerinci 12 April 2012
KPI
PRIORITAS
SUMATER
A 3 1
4
6 1
2 9
Usulan
KPI
Potens
1
ial 1 8
4
1 1
3 5
2 2
0 1 2
2
Gambar 3.8. Koridor Ekonomi Sumatera dan Peta Lokasi Usulan KPI Potensial
(Kabupaten Pelalawan)
1. Berada dekat dengan ibukota Propinsi Riau (Pekanbaru) dengan jarak tempuh
darat lebih kurang 60 Km.
2. Dekat dengan sumber energi, yakni terdapat sumur gas di sekitar lokasi, dan
sedang dibangun Pusat Listrik Tenaga Gas di mulut tambang tersebut.
4. Akses bahan baku industri pada empat arah, dari utara berasal dari Kecamatan
Bandar Seikijang, dari timur berasal dari kecamatan Pangkalan Kerinci, Kecamatan
Pelalawan, dari selatan berasal dari Kecamatan Pangkalan Kuras, Pangkalan
Lesung, dan Ukui, dan dari arah barat berasal dari Kabupaten Kampar dan
Kabupaten Kuantan Singingi.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pelalawan saat ini masih dalam proses
revisi. Persetujuan substansi telah dikeluarkan Kementerian Pekerjaan Umum. Saat
ini sedang dalam tahapan pengajuan ke DPRD untuk ditetapkan ke dalam Peraturan
Daerah. Di dalam persetujuan substansi yang dikeluarkan Kementerian Pekerjaan
Umum, disebutkan bahwa secara umum apa yang dirumuskan di dalam Rancangan
RTRW tersebut dapat disetujui kecuali status kawasan hutan yang harus mengacu
pada apa yang ditetapkan di dalam RTRW Provinsi Riau. Saat ini juga sedang dalam
tahap revisi. Di dalam Naskah RTRWP tersebut telah dicantumkan bahwa status lahan
yang dicadangkan untuk Teknopolitan tersebut masuk kawasan hutan dalam kategori
Areal Penggunaan Lain (APL). Namun demikian hal tersebut masih harus mendapat
persetujuan Kementerian Kehutanan RI.
1. Pelalawan memiliki komoditi potensial yakni kelapa sawit yang cukup besar
sebagaimana menjadi andalan Koridor Ekonomi Sumatera, adanya industri kertas
kelas dunia, dan terdapat sumber energi berupa minyak bumi, gas dan batubara,
dan berada pada titik konektivitas yang strategis.
2. Pelalawan dihuni oleh penduduk yang sangat beragam (heterogen) yang hidup
secara harmonis, dan diperkirakan menjadi daya dukung semakin meningkatnya
investasi di daerah ini.
BAB IV
ANALISIS PENGEMBANGAN
TEKNOPOLITAN KABUPATEN
PELALAWAN
A. Kriteria Umum.
a. Kebutuhan Penduduk.
dilayani, maka semakin besar pula kapasitas dan intensitas serta ragam bentuk
pelayanannya.
b. Jangkauan Pelayanan.
Besar kecilnya pelayanan kegiatan kawasan juga ditentukan oleh luas wilayah
pelayanan yang harus dijangkau. Penentuan lokasi pelayanan diintegrasikan dalam
struktur tata ruang kawasan, sehingga pelayanannya dapat menjangkau seluruh
penduduk secara merata dan dilaksanakan secara efisien.
c. Tingkat Pencapaian.
Lokasi jenis pelayanan kegiatan kawasan juga ditentukan oleh tingkat kemudahan
pencapaian (aksesibilitas) ke lokasi pelayanan tersebut. Semakin tinggi tingkat
pencapaian, semakin besar pula potensi untuk menjadi pusat pelayanan
kebutuhan penduduk.
Memusatkan sarana yang setingkat di satu lokasi atau yang berdekatan untuk
mengefisiensikan dan mengefektifkan pelayanannya.
perkantoran jasa dan komersial, kegiatan mixed use, kegiatan rekreasi golf dan sport
club, manajemen kawasan, ruang terbuka hijau (RTH) dan infrastruktur kawasan.
1. Kriteria Teknis.
d. Kondisi air tanah, struktur geologi tata lingkungan dan daya dukung tanah
cukup memungkinkan untuk dibangun kegiatan perkawasanan.
a. Alokasi pemanfaatan lahan sesuai dengan rencana tata ruang kawasan yang
berlaku.
a. Jarak ke Pusat Kota. Pertimbangan jarak ke pusat kota bagi lokasi Kawasan
Industri adalah dalam rangka kernudahan memperoleh fasilitas pelayanan baik
prasarana dan prasarana maupun segi-segi pemasaran.
c. Jaringan Jalan Yang Melayani. Jaringan bagi kegiatan industri memiliki fungsi
yang sangat penting terutama dalam rangka kemudahan mobilitas pergerakan dan
2) Jaringan Telekomunikasi. Kegiatan industri tidak akan lepas dari aspek bisnis,
dalam rangka pemasaran maupun pengembangan usaha. Untuk itulah jaringan
telekomunikasi seperti telepon dan internet menjadi kebutuhan dasar bagi
pelaku kegiatan industri untuk menjalankan kegiatannya. Sehingga
ketersediaan jaringan telekomunikasi tersebut menjadi syarat dalam penentuan
lokasi industri.
1) Daya Dukung Lahan. Daya dukung lahan erat kaitannya dengan jenis
konstruksi pabrikdan jenis produksi yang dihasilkan. Jenis konstruksi pabrik
sangatdipengaruhi oleh daya dukung jenis dan komposisi tanah,
sertatingkat kelabilan tanah, yang sangat mempengaruhi biaya
danteknologi konstruksi yang digunakan.
i. Harga Lahan. Salah satu faktor utama yang menentukan pilihan investor dalam
memilih lokasi peruntukan industri adalah harga beli/sewa lahan yang kompetitif,
artinya bila lahan tersebut dimatangkan dalam arti kapling siap bangun yang telah
dilengkapi prasarana penunjang dapat dijangkau oleh para pengguna (user).
Untuk mengetahui kriteria dan pertimbangan pemilihan lokasi dapat dilihat pada
Tabel 4.1, berikut ini.
C. Proses Analisis.
Konsep dasar yang digunakan dalam analisis penentuan lokasi adalah tanah
sebagai ruang. Tanah sebagai ruang dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu tanah
sebagai ruang yang available dan not available. Atau dengan kata lain tanah sebagai
ruang yang tersedia/ bisa dimanfaatkan dan yang tidak tersedia/ tidak bisa
dimanfaatkan. Tanah sebagai ruang yang not available dapat disebabkan oleh 2 faktor,
yaitu karena faktor alami dan karena faktor peraturan. Pada analisis fisik ini, yang
menjadi fokus adalah tanah sebagai ruang yang tidak tersedia/ tidak bisa
dimanfaatkan karena faktor alami, tepatnya karena constrain fisik. Kendala fisik ini di
ukur dari variabel topografi dan kemiringan, hidrologi, jenis tanah, klimatologi,
bencana alam, dan penggunaan tanah. Tahapan analisis fisik tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Peta Topografi di overlay kan dengan peta kemiringan. Kondisi topografi kawasan
Teknopolitan Pelalawan berada pada ketinggian 0– 80 m dpl dan kemiringannya
berada antara 0 – 10 %. Dengan tingkat topografi yang demikian sangat mudah
dalam pengaturan tata letak bangunan seperti pengaturan kegiatan industri,
perumahan maupun kegiatan lainnya, Selain itu kondisi ini akan mempengaruhi
terhadap siluet bangunan di kawasan tersebut serta akan memudahkan
pengaturan system drainase. (disebut peta overlay1 ), (lihat Gambar 4.1)
2) Peta overlay 1 dioverlaykan dengan peta jenis tanah. Jenis tanah di Kawasan
Teknopolitan Pelalawan. Secara umum, fisiografi di wilayah Kabupaten Pelalawan
dikelompokkan dalam 4 (empat) jenis endapan batuan, yaitu: endapan Aluvial
Tua, Aluvial Muda, Formasi Minas dan Formasi Petani. Endapan Aluvial Tua dan
Aluvial Muda menempati wilayah yang terluas sampai berbatasan dengan
endapan nitrogen (Formasi Minas dan Formasi Petani). Endapan aluvial ini
tersebar di bantaran sungai-sungai dan sekitamya, terutama di Sungai Kampar
(Kecamatan Kuala Kampar, Teluk Meranti, Pelalawan, Kerumutan, Pangkalan
Kuras, Pangkalan Lesung dan Ukui). (lihat Gambar 4.2)
Batuan sedimen ini berumur Pleistosen Atas dan Kuarter Holosen yang terjadi
secara terus menerus sampai sekarang. Secara litologi endapan Aluvial Tua ini
terdiri atas; lempung, kerikil, sisa-sisa tumbuhan dan rawa gambut yang
ketebalannya dapat mencapai lebih dari 8 meter, sedangkan endapan Aluvial
Muda terdiri atas kerikil, pasir dan lempung. Stratigrafi daerah Pelalawan
berdasarkan crossection, yang menunjukkan umur batuan dari tua ke muda
adalah batu pasir konglomeratan, batu lanau, batu lumpur, batu lumpur yang
mengandung karbonan dan sebagai penutup atas berupa aluvial kerikil pasir
lempungan. (Lihat Gambar 4.3)
Di wilayah Kabupaten Pelalawan terdapat 3 (tiga) jenis tanah, yaitu jenis tanah
organosol dan gley humus bahan induk aluvial, podsolik merah kuning dengan
bahan induk batuan endapan dan batuan beku serta jenis tanah podsolik merah
kuning kompleks dengan bahan induk bahan batuan endapan.
Tingkat pemanfaatan lahan permukiman, terdapat disisi barat dan utara berjarak
sekitar 15 Km dari batas sisi barat dan utara kawasan teknopolitan dan
membentang di sepanjang Sungai Kampar.
c. Jaringan Drainase.
g. Pengolah Limbah.
h. Sistem Persampahan.
Pengembangan jaringan lalu lintas dan angkutan jalan akan meliputi jaringan
jalan, jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, dan jaringan pelayanan lalu-
lintas dan angkutan jalan.
Gambar 4.7. Skema Keterkaitan Sistem Pusat dan Sistem Jaringan Jalan
- Rengat – Pekanbaru.
Jalan Arteri Primer ditetapkan dalam RTRW Nasional dan ditetapkan lanjut
dalam RTRW Provinsi Riau. Sesuai dengan Keputusan Menteri PU Nomor
630/KPTS/M/2009, ruas-ruas Jalan Nasional dengan fungsi sebagai Jalan Arteri
Primer yang terletak dalam wilayah Kabupaten Pelalawan meliputi:
1) Nomor ruas 010: Batas Kabupaten Kampar – Sikijang Mati (12,970 km);
4) Nomor ruas 013: Sorek 1 – Batas Kabupaten Indragiri Hulu (37,740 km).
Dalam RTRW Provinsi Riau, ruas-ruas Jalan Arteri Primer yang dimaksudkan di
atas merupakan bagian dari jalur utama Pekanbaru – Pangkalan Kerinci –
Rengat – Batas Jambi.
Jalan Kolektor Primer ditetapkan dalam RTRW Provinsi Riau. Jalan Kolektor
Primer yang ditetapkan di Kabupaten Pelalawan adalah Jalan Provinsi yang
dalam RTRW Provinsi Riau ditetapkan sebagai Jalan Kolektor Primer 2, yaitu
ruas jalan:
6) Langgam – Sorek.
- Jalan Logging PT. RAPP, yaitu ruas 039 (Ponton RAPP – Simpang
Tengkorak, panjang 7,360 km), ruas 040 (Simpang Tengkorak –
Simpang Empat Segati, panjang 11,567 km), dan ruas 041 (Simpang
Empat Segati – Batas Kampar, panjang 20,213 km). Dari batas Kampar
selanjutnya ke Simpang Koran.
- Teluk Binjai – Teluk Meranti, yang diidentifikasi dengan nomor ruas 016
dan panjang 6,021 km.
Ruas Sorek – Teluk Meranti ini mempunyai arti strategis sebagai akses ke
bagian timur wilayah Kabupaten Pelalawan, yang sekaligus menjadi akses
ke perairan Sungai Kampar dengan fenomena gelombang Bono. Oleh
karena itu ruas jalan ini merupakan akses dan sebagian di antaranya
merupakan jalan strategis yang dikenal dengan Jalan Lintas Bono.
- Labuhan Bilik – Sokoi, yang diidentifikasi dengan nomor ruas 021 dan
panjang 15,350 km;
- Sokoi – Tenaga, yang diidentifikasi dengan nomor ruas 022 dan panjang
3,315 km;
Ruas Teluk Meranti – Guntung ini merupakan sambungan atau lanjutan dari
ruas Sorek – Teluk Meranti di atas. Oleh karena itu sebagian dari ruas ini
merupakan bagian dari Jalan Lintas Bono.
f) Langgam – Sorek.
- Sorek – Betung, yang diidentifikasi dengan nomor ruas 006 dan panjang
9,733 km.
Jalan Lokal Primer (JLP) adalah jalan dengan status Jalan Kabupaten, yang
menghubungkan antara PKW/PKLp dan PPK, dan yang menghubungkan antara
PPK dan PPL, serta jalan strategis kabupaten lainnya. Jalan Lokal Primer (JLP)
di dalam wilayah Kabupaten Pelalawan dimaksud meliputi ruas-ruas jalan
sebagai contoh berikut:
Jalan Arteri Sekunder (JAS) adalah jalan dalam kawasan perkotaan Pangkalan
Kerinci, yang dikenal dengan Jalan Lingkar Perkotaan Pangkalan Kerinci.
Jalan ini dapat diidentifikasikan merupakan Jalan Kabupaten dengan nomor
ruas 125: Jalan KM 55 (Lintas Timur) – Simpang Kualo dengan panjang 8,305
km. Jalan ini mempunyai arti sangat penting bagi pengembangan Kawasan
Perkotaan Pangkalan Kerinci, sehubungan dengan peran pentingnya untuk:
- sebagai jalan alternatif terhadap Jalan Arteri Primer yang melintasi kawasan
perkotaan Pangkalan Kerinci.
f. Jalan Khusus.
Jalan khusus yang penting diidentifikasikan adalah jalan yang dipakai oleh
perusahaan pengolahan pulp untuk pengangkutan bahan baku berupa kayu
log. Oleh karena itu, jalan khusus ini dikenal juga dengan istilah setempat
sebagai Jalan Logging. Ada 2 ruas jalan khusus yang penting dalam
mendukung struktur ruang wilayah Kabupaten Pelalawan, yaitu:
Kedua ruas jalan ini menghubungkan industri atau pabrik pengolahan pulp di
Pangkalan Kerinci dengan kawasan HTI sebagai sumber bahan baku berupa
kayu log. Jalan khusus tersebut juga dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
pergerakan ke Kecamatan Langgam dan ke Kecamatan Pelalawan.
Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan terdiri atas: terminal
penumpang, terminal barang, jembatan timbang, dan unit pengujian kendaraan
bermotor.
a. Terminal Penumpang.
b) PKLp Ukui.
Tabel 4.2. Sistem Jaringan Jalan Dalam Rencana Struktur Ruang Wilayah
Kabupaten Pelalawan
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN PELALAWAN
No. Fungsi Jalan Ruas Jalan Keterangan
I. Jalan Bebas Hambatan Pekanbaru - Rengat - Jambi Ditetapkan dalam RTRWN
(Highway) (melintasi/terletak di wilayah Kabupaten Pelalawan)
II. Jalan Arteri Primer (JAP)
(Status: Jalan Nasional, dikenal 1. Batas Kabupaten Kampar - Sikijang Mati Sesuai dengan penetapan dalam
juga sebagai: Jalan Lintas Timur 2. Sikijang Mati - Simpang Lago Kep.Men.PU No.630/KPTS/M/2009
Sumatera - Jalintim) 3. Simpang Lago - Sorek 1 dan ditetapkan dalam RTRWN dan
4. Sorek 1 - Batas Kabupaten Indragiri Hulu RTRW Provinsi Riau
III. Jalan Kolektor Primer (JKP)
Jalan Kolektor Primer 2(JKP2)
(Status: Jalan Provinsi, dan pening- 1. Simpang Lago - Batas Kabupatan Siak (ke Simpang Ditetapkan dalam RTRW Provinsi
katan Jalan Kabupaten menjadi Buatan) Riau
Jalan Provinsi) 2. Simpang Beringin - Batas Kabupaten Siak (ke Simpang
Buatan)
3. Simpang Langgam - Langgam - Batas Kab. Kampar
(ke Simpang Koran), dengan rincian:
- Simpang Langgam - Langgam
- Langgam - Jalan RAPP
- Jalan Logging RAPP:
- Ponton RAPP - Simpang Tengkorak
- Simpang Tengkorak - Simp. Empat Segati
- Simp. Empat Segati - Batas Kampar
(dari Batas Kampar ke Simpang Koran)
4. Sorek - Teluk Meranti, dengan rincian:
- Simpang Bunut - Bunut
- Bunut - Merbau
- Merbau - Pangkalan Panduk/Tampui
- Pangkalan Panduk/Tampui - Kuala Panduk/Petodaan
- Kuala Panduk/Petodaan - Teluk Binjai
- Teluk Binjai - Teluk Meranti
5. Teluk Meranti - Guntung, dengan rincian:
- Teluk Meranti - Pulau Muda
- Pulau Muda - Gambut Mutiara
- Gambut Mutiara - Labuhan Bilik
- Labuhan Bilik - Sokoi
- Sokoi - Tenaga - Batas Indragiri Hilir (ke Guntung)
6. Langgam - Sorek, dengan rincian:
- Langgam - Simpang Gondai
- Simpang Gondai - Pangkalan Gondai
- Pangkalan Gondai - Pangkalan Papan
- Betung - Pangkalan Papan
- Sorek - Betung
a) PPK Sikijang;
b) PPK Pelalawan;
c) PPK Langgam;
g) PPK Kerumutan;
b) PPL Betung;
d) PPL Sokoi.
b. Terminal Barang.
c. Jembatan Timbang.
Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan mencakup jaringan trayek
perkotaan dan jaringan trayek perdesaan.
1) Pelabuhan Sungai.
Pelabuhan sungai yang akan mendukung struktur ruang wilayah dan sekaligus
mendukung pergerakan orang dan barang melalui angkutan sungai meliputi atau
terletak di:
5) Pelabuhan Laut.
a. Teluk Dalam di Pulau Mendol Kecamatan Kuala Kampar (mendukung PPK Teluk
Dalam);
Pelabuhan laut khusus adalah pelabuhan laut yang dikelola perusahaan untuk
keperluan angkutan sendiri, yang terletak di:
Alur pelayaran untuk angkutan laut tersebut yang berada di Kabupaten Pelalawan
adalah bagian dari perairan Laut Cina Selatan yang berbatasan dengan perairan
Selat Malaka, sejak dari muara Sungai Kampar sampai ke perbatasan dengan
Provinsi Kepulauan Riau khususnya Kabupaten Karimun.
1) Tatanan Kebandarudaraan.
Bandar udara Sultan Syarif Haroen Setia Negara dari sudut penggunaannya adalah
sebagai bandar udara domestik, dan dari sudut hierarkinya adalah sebagai bandar
udara pengumpan.
Ruang udara untuk penerbangan yang berkenaan dengan Bandara Khusus SSHSN
berkenaan dengan keselamatan operasional penerbangan terutama untuk
mendarat (landing) dan tinggal landas (take off). Sehubungan dengan karakter
Bandara SSHSN sebagai Bandara Khusus, maka ruang udara untuk penerbangan
tersebut akan mengacu kepada ketentuan Aerodromes for Light Aircraft (ALA).
Kabupaten Pelalawan cukup strategis karena dilewati oleh jalan lintas Sumatera
yang menghubungkan Pekanbaru, Jambi, Sumatera Selatan, serta memiliki akses yang
cukup dekat ke Selat Malaka, Tanjung Balai Karimun, Batam, Singapura dan Malaysia.
JAMBI,
SUMATERA SELATAN
Akses jalan menuju Pelabuhan Kuala Enok hingga saat ini belum ada, sehingga
untuk membuka akses ke Selat Malaka direncanakan membuka Pelabuhan Sokoi,
bekas pelabuhan industri perkayuan yang sudah tidak digunakan. Badan jalan ke
Sokoi sudah ada, hanya perkerasannya belum baik, sehingga perlu ditingkatkan
supaya dapat dilalui oleh angkutan berat.
Selain jalan Lintas Sumatera dan jalan akses pelabuhan, untuk angkutan darat
juga direncanakan pembangunan jalan tol dan jalan kereta api.
Untuk angkutan udara, bandara terdekat terletak di Pangkalan Kerinci (milik RAPP)
dan Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru.
Fungsi drainase :
B. Curah Hujan.
Curah hujan di kawasan ini rata-rata adalah sebesar 2.000 mm per tahun.
Curah hujan yang dipakai untuk menghitung saluran drainase adalah curah hujan
dengan durasi jam-jaman, untuk dapat menyusun Curva Intensitas – Durasi yang
digunakan sebagai dasar perencanaan drainase.
C. Jaringan Drainase.
D. Waduk Tunggu.
Yang termasuk dalam sitem drainase lokal adalah sistem saluranawal yang
melayani suatu kawasan kota tertentu sepertikompleks permukiman, areal pasar,
perkantoran, areal industridan komersial. Sistim ini melayani area kurang dari 10 ha.
Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggung jawabmasyarakat, pengembang
atau instansi lainya.
Adalah saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerimaaliran air dari
saluran tersier dan limpasan air dari permukaansekitarnya, dan meneruskan air ke
saluran primer. Dimensisaluran tergantung pada debit yang dialirkan.
Adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran drainase local.
Disamping fungsi, bentuk dan jenis material saluran seperti diuraikan diatas, saluran
drainase berhubungan erat dengan bangunan pelengkapnya diantaranya :
a) Gorong-gorong;
e) Bangunan terjunan;
h) Resapan Air.
Umumnya saluran kolektor ini mengumpulkan air dari sub kawasan atau kumpulan
beberapa zona kawasan. Dari saluran sekunder (kolektor) ini kemudian dialirkan ke
saluran primer yang lingkup pelayanannya kawasan untuk kemudian disalurkan sistem
jaringan tata air makro (sistem pengendali banjir).
Orientasi pembuangan air dari Kawasan Teknopolitan ini dapat dilihat pada
gambar berikut.
5. Losses 38 liter/detik
Total Kebutuhan Air 800 liter/detik
Sumber air baku untuk kawasan dapat diambil dari sungai terdekat. Dari hasil
uji laboratorium terhadap kualitas air menunjukkan bahwa ada beberapa unsur yang
melewati batas yang diijinkan untuk air minum yaitu:
a. E.Coli : 93(0);
c. Fe : 1,66 (0,3);
Karena kualitas air bakunya masih melewati ambang batas yang diperbolehkan
untuk air minum, maka perlu dilakukan pengolahan air sebelum didistribusi untuk
industri dan masyarakat.
mengingat kualitas air baku yang kurang memenuhi syarat sebagai air minum,
oleh karena itu diperlukan unit pengolahan air baku dengan kapasitas 800 liter/detik.
Jaringan pipa penyadap dibutuhkan untuk mengambil air dari sungai terdekat
dengan jarak sekitar 5 km dari unit pengolahan air.
2) Jaringan Pipa Distribusi.
Pipa distribusi dipasang sepanjang jalan kolektor, lokal menuju sub kawasan
sekitar 50 km.
Proses pengolahan air bersih secara umum dapat dilihat pada gambar berikut.
Proses diawali dengan sedimentasi lumpur dari sumber air baku yang ada kemudian
proses koagolasi yaitu penggumpalan beberapa zat terlarut menggunakan koagulan
yang diikuti dengan proses sedimentasi hasil penggumpalan (koagulasi). Setelah itu
dilakukan filtrasi sebelum disimpan pada reservoir dengan elevasi tertentu untuk
distribusinya.
Untuk air baku dengan kualitas tertentu (warna tinggi, pH rendah, Fe dan zat
organik tinggi), perlu dilakukan beberapa proses pengolahan tambahan.
1) Intake.
Intake merupakan bangunan yang berfungsi untuk menangkap air dari badan air
(sungai) sesuai dengan debit yang diperlukan bagi pengolahan air bersih.
Menara air baku berfungsi mengontrol dan mengatur laju alir dan tinggi permukaan
air baku agar tetap konstan, sehingga proses pengolahan berupa pembubuhan
bahan kimia, koagulasi, pengendapan, dan penyaringan dapat berjalan dengan
baik serta maksimal.
3) Clarifier.
Proses pengadukan lambat (slow mixing) terjadi pada pulsator. Di sini flok – flok
yang lebih besar akan terbentuk dan stabil, sehingga akan lebih mudah untuk
diendapkan dan disaring. Cara kerja pulsator yaitu dengan sistem ruang hampa
bekerja dengan menaikkan dan menurunkan air, sehingga flok – flok yang ada
dapat bercampur. Lumpur dari endapan partikel flokulen dibuang setiap 15 (lima
belas) menit sekali. Setelah mengalami proses pada pulsator, diharapkan tingkat
kekeruhan air mencapai 1 FTU yang selanjutnya akan diproses di filter.
6) Bangunan filtrasi.
7) Reservoir.
Penyaringan dan pengendapan bertujuan untuk memisahkan air baku dari zat-zat,
seperti: sampah, daun, rumput, pasir dan lain-lain berdasarkan berat jenis zat.
b) Koagulasi.
Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia Al2 (SO4) 3 (Tawas) kedalam
air agar kotoran dalam air yang berupa padatan resuspensi misalnya zat warna
organik, lumpur halus, bakteri dan lain-lain dapat menggumpal dan cepat
mengendap.
c) Flokulasi.
Flokulasi adalah proses pembentukan flok sebagai akibat gabungan dari koloid-
koloid dalam air baku (air sungai) dengan koagulan. Pembentukan flok akan
terjadi dengan baik jika di tambahkan koagulan kedalam air baku (air sungai)
kemudian dilakukan pengadukan lambat.
d) Sedimentasi.
Setelah proses koagulasi dan flokulasi, air tersebut di diamkan sampai gumpalan
kotoran yang terjadi mengendap semua. Setelah kotoran mengendap air akan
tampak lebih jernih.
e) Filtrasi.
f) Desinfeksi.
Pemberian desinfektan (gas khlor) pada air hasil penyaringan bertujuan agar
dapat mereduksi konsentrasi bakteri secara umum dan menghilangkan bakteri
pathogen (bakteri penyebeb penyakit).
A. Kebutuhan Listrik.
Dari alternatif ini, dengan luas lahan industri 600 ha, dibutuhkan tenaga kerja
60.000 orang (100 tenaga kerja per ha), sehingga diperkirakan terdapat 240.000
orang.
Dari alternatif ini, dengan luas lahan pemukiman 200 ha, maka akan terdapat
20.000 KK (1 kk 100 m2), sehingga jumlah penduduknya 80.000 orang.
Dari kedua alternatif diatas, maka dapat dihitung kebutuhan listrik kawasan
sebagai berikut :
1. Listrik Industri
Listrik/ha 0,2 MW/ha
Kebutuhan Listrik 120 MW
2. Listrik komersial
Listrik/ha 0,08 MW/ha
Kebutuhan listrik 12 MW
3. Listrik fasos fasum
Listrik/ha 0,08 MW/ha
Kebutuhan listrik 4 MW
4. Listrik rumah tangga
Listrik/RT 900 W/RT
Kebutuhan listrik alt1 54 MW
Kebutuhan listrik alt2 18 MW
5. Lain-lain (10 %)
Alt 1. 19 MW
Alt 2. 15 MW
Total kebutuhan listrik alt 1 209 MW
Total kebutuhan listrik alt 2 169 MW
Dari hasil diatas, terlihat kebutuhan listrik kawasan antara 170 – 210 MW.
B. Energi Primer.
Hidro.
Solar/Matahari.
Angin.
Hybrid.
Potensi energi ini belum dikaji berapa besar yang layak untuk dikembangkan
menjadi energi listrik.
C. Jenis Pembangkit.
Melihat potensi gas yang cukup berlimpah, serta potensi batubara dan biomass,
maka yang memungkinkan dalam waktu dekat untuk dikembangkan adalah :
- PLTG/U (based).
- PLTU (based).
- PLTD (peaker).
D. Perkiraan Biaya.
Prediksi
Laju generasi
Persentase Luas volume
Penggunaan Lahan ZONA sampah
luas area (Ha) sampah
(m3/ha/hari)
(m3/ha/hari)
Kawasan Reasearch & Dev 4 80 A 2,320 185,6
Kawasan Perguruan Tinggi 5 100 A 2,320 232,0
Kawasan Industri dan UKM 30 600 B 1,540 924,0
0,02
Kawasan Permukiman 7 140 C
m3/org/hari
Fasilitas Sosial dan Umum 4 80 C 1,540 123,2
Kawasan Perkantoran 2 40 D 0,635 25,4
Kawasan Jasa dan 0,665 26,6
Komersial 2 40 E
Kawasan Mixed Use 2 40 E 0,665 26,6
Kawasan Rekreasi 2 40 F 0,150 6,0
Kawasan RTH 30 600 F 0,042 25,2
Kawasan Golf and Sport 0,042 1,680
Club 2 40 F
Infrastruktur 10 200 G 0,100 20,000
Jumlah 100 2.000
Untuk sampah dengan komposisi terbesar berupa sampah organik ini dapat
ditangani dengan mengangkatnya dari rumah-rumah penduduk dengan memakai
gerobak sampah biasa dan kemudian mengumpulkannya di beberapa TPS (tempat
penampungan sementara), untuk selanjutnya diolah lebih lanjut atau diangkut dengan
truk pengangkut sampah menuju TPA yang berada di luar area.
Seperti uraian pada butir di atas, digunakan hasil survey sampah di DKI Jakarta
sebagai perbandingan untuk komposisi sampah kawasan jasa dan komersial, dengan
pertimbangan bahwa aktivitas di kawasan jasa dan komersial tidak jauh berbeda.
Berbeda dengan sampah permukiman, komposisi sampah kawasan jasa dan komersial
mengandung bahan anorganik yang lebih besar (lihat tabel di bawah ini). Dari tabel
tersebut terlihat bahwa komposisi bahan organik hanya 45,48 %, sedangkan bahan
anorganik mencapai nilai 54,52 %. Sebagian bahan anorganik tersebut berupa kertas
(26,06 %) dan plastik (12,10 %).
Komponen % Total
Komponen % Total
Komponen % Total
Kayu
Kain/ tekstil
Karet/ kulit tiruan 0,28
Logam/ metal 2,02
Gelas/ kaca 5,68
Sampah bongkahan 0,63
Sampah B3 3,65
Lain-lain (batu, pasir, dll) 4,79
Total 100
Sumber : Hasil Survai WJEMP DKI 3-11, Januari 2005
Hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah adanya fakta bahwa
sampah B3 di kawasan perkantoran memiliki porsi yang cukup besar (3,65%).
Komposisi sampah dari fasilitas sosial dan umum mirip dengan komposisi
sampah perkantoran. Komponen terbesar terdiri dari kertas (34,93 %) dan plastik
(26,21 %). Bahan organiknya (sisa makanan, daun, dll) hanya (28,17 %) rinciannya
dapat dilihat pada tabel berikut di bawah ini.
Komponen % Total
Komponen % Total
Kayu 1,69
Kain/ tekstil
Karet/ kulit tiruan 0,28
Logam/ metal 1,05
Gelas/ kaca 2,82
Sampah bongkahan
Sampah B3 0,90
Lain-lain (batu, pasir, dll) 3,94
Total 100
Sumber : Hasil Survai WJEMP DKI 3-11, Januari 2005
Mengingat komoditi yang cukup unggul di hinterland kawasan ini adalah kelapa
sawit, maka industri yang akan berkembang pesat di kawasan teknopolitan ini akan
didominasi oleh industri pengolahan kelapa sawit dan berbagai industri turunannya.
Nilai kalor dalam kcal/kg sampah yang merupakan nilai panas dari sampah;
Tabel 4.12. Nilai Kalor dan Kadar Air Sampah dari Berbagai Sumber
Perhitungan Karakteristik
Nilai Kadar Kadar
Sumber Sampah
Kalor Air Abu
(Kkal/Kg) (%) (%)
Industri 3.553 23,73 11,93
Pasar modern (Kawasan Komersil) 2.102 36,59 17,13
Perkantoran 2.434 23,17 17,60
Pasar 1.778 56,58 10,26
Sekolah 3.248 31,31 13,92
Permukiman pendapatan tinggi 2.332 47,40 16,43
Permukiman pendapatan menengah 2.795 44,81 16,03
Permukiman pendapatan rendah 2.149 45,85 16,27
Rata-rata 25.31 36,22 14,51
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium Balai Pelatihan Air Bersih dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman,Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia, Mei 2005.
Tabel 4.13. Perkiraan Karakteristik Rata-Rata Sampah DKI Jakarta Sebagai Studi
Banding
Untuk menjaga kelestarian daya dukung lahan di TPA (yang berada di luar
kawasan teknopolitan), maka salah satu alternatif untuk mereduksi sampah yang
masuk ke TPA adalah dengan menanganinya terlebih dahulu di Intermediate
Treatment Facility (ITF). Intermediate Treatment Facility adalah suatu teknologi yang
merubah bentuk, komposisi dan/atau volume sampah padat dengan tujuan untuk
mereduksi jumlah sampah/residu yang harus dibuang ke TPA. Ada beberapa jenis
proses/teknologi sebagai pilihan yang dapat digunakan di ITF untuk menangani
sampah, yaitu sebagai berikut :
Untuk menghasilkan kompos yang berkualitas baik, perlu dipilah antara sampah
organik dan non organik mulai dari sumbernya (rumah-rumah, kawasan
komersial, dst). Proses diseminasi mengenai pemilahan ini diharapkan bisa
diterapkan mengingat kawasan teknopolitan ini masih baru (dalam tahap awal).
Untuk mengurangi volume sampah yang akan dibuang dengan biaya minimum,
maka alternatif composting ini masih dapat diaplikasikan di kawasan
teknopolitan Kabupaten Pelalawan.
Untuk teknologi composting, dana yang dibutuhkan relatif tidak besar, akan
tetapi diperlukan lahan yang cukup luas, dan baru bisa memproses sampah
hingga menjadi kompos dalam kurun waktu sekitar 3 bulan.
c. Methanization.
Komposisi sampah organik yang cukup besar dari total sampah yang ada
(sekitar 50-60%) cukup sesuai untuk mengadopsi teknologi metanisasi
(methanization/ methane fermentation), walaupun sampah organik tersebut
harus dipilah lebih lanjut untuk menghasilkan senyawa organik yang mudah
terurai. Bila sampah organik dapat dipilah mulai dari sumbernya, teknologi ini
akan lebih bisa diaplikasikan. Sebaliknya, jika sampah bercampur, akan sulit
menghasilkan methan secara efisien.
Untuk ini, perlu upaya sosialisasi pada seluruh lapisan masyarakat, pelaku aktivitas
industri, perdagangan dan jasa, tentang pentingnya mereduksi sampah serta
berbagai contoh penerapannya sehari-hari, seperti mengurangi kemasan yang tidak
diperlukan, menggunakan bahan-bahan yang mudah diuraikan secara alami, dan
sebagainya
b. Pemilahan sampah dari sumbernya, menjadi 3 kelompok, yaitu sampah organik,
sampah non-organik, dan sampah beracun.
Wadah untuk sampah kering dan sampah basah terpisah dan diberi warna yang
berbeda;
Wadah sampah basah harus kedap air dan tertutup;
Lokasi penempatan wadah adalah di halaman muka rumah (tidak diluar pagar);
e. Pengumpulan sampah dari sumber sampah menuju TPS, disertai proses pemilahan
sampah untuk proses daur ulang, dengan pelibatan para pemulung.
TPS ditempatkan pada lokasi yang mudah bagi sarana pengumpul dan
pengangkut untuk masuk dan keluar, tidak mengganggu pemakai jalan atau
sarana umum lainnya;
f. Selama pengumpulan sampah dari TPS ke SPA dan ITF, dilakukan proses
pengurangan volume sampah dan pengolahan sampah lebih lanjut menjadi/
menghasilkan produk lain, seperti kompos dan energi.
Pasang surut
Arus
A. Pasang Surut
Hasil pengukuran manual pasang surut yang telah dilakukan di Dermaga Sokoi,
selama 15 hari disajikan pada Tabel 4.14 dan Gambar 4.9. Dari data tersebut dilakukan
perhitungan dengan Metode Least Sqare (kuadrat terkecil) untuk mendapatkan
Konstanta pasang surut di lokasi kajian.
Periode Amplitudo
No. Konstanta Phase (o)
(jam) (cm)
Tipe pasang surut ditentukan oleh frekuensi air pasang dengan air surut setiap
harinya. Hal ini disebabkan karena perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya
pembangkit pasang surut. Jika suatu perairan mengalami satu kali pasang dan satu
kali surut dalam satu hari, maka kawasan tersebut dikatakan bertipe pasang surut
harian tunggal (diurnal tides), namun jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dalam sehari, maka tipe pasang surutnya disebut tipe harian ganda (semidiurnal tides).
Tipe pasang surut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda disebut
dengan tipe campuran (mixed tides) dan tipe pasang surut ini digolongkan menjadi
dua bagian yaitu tipe campuran dominasi ganda dan tipe campuran dominasi tunggal.
B. Arus
pengukuran arus pada tiap kali pengukuran menggunakan ADCP, disajikan dalam
grafik berupa Mawar Arus (Gambar 4 dan 5).
Tabel 4.15. Hasil pengukuran arus di muara dengan currentmeter saat spring tide
Tabel 4.16. Hasil pengukuran arus di muara dengan currentmeter saat neap tide
C. Batimetri
D. Sedimen
Pengambilan sample sedimen dasar (bed load) dan sedimen yang tersuspensi
dengan air (suspended load) bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai laju
distribusi sedimen serta jenis karakteristik sedimen yang mengendap di dasar perairan,
maupun informasi angkutan sedimen melayang.
Sampel sedimen dasar pada perairan yang cukup dalam diambil dengan
menggunakan sediment graber (Gambar 4.14a), sedang pada perairan yang dangkal
dan mudah dijangkau tangan maka sedimen dasar dapat diambil langsung dengan
tangan, maupun dengan alat bantu seperti sekop, dan lainnya. Sedimen melayang
pengambilannya menggunakan botol Nansen (Gambar 4.14b). Pengambilan sedimen
melayang ini memerlukan ketelitian khusus, karena pengambilannya harus dilakukan
pada kedalaman yang tertentu.
(a) (b)
Gambar 4.14. Sedimen grab (a), alat untuk mengambil sampel sedimen dasar; dan
botol Nansen (b), alat untuk mengambil sampel air
Adapun hasil analisis sedimen layang (suspended load) terhadap sampel air
yang di ambil di lokasi rencana pelabuhan dan sekitarnya, menunjukkan bahwa
konsentrasi sedimen tersuspensi di kawasan ini termasuk kategori rendah hingga
sedang (0,10 - 0.37 mg/L). Tentu saja kandungan sedimen layang ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi hinterland dan hulu sungai Kampar (musim,
aktifitas/kepadatan penduduk, dll). Untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik,
sebaiknya perlu dilakukan uji sampel air pada musim lainnya.
Berdasarkan data-data hasil survei dan data sekunder lainnya, lokasi Sokoi
cukup layak untuk dikembangkan sebagai lokasi rencana pelabuhan untuk mendukung
Kawasan Teknopolitan di Kabupaten Pelalawan. Untuk itu perlu didukung oleh
pembangunan infrastruktur pendukung lainnya, seperti jalan akses, sarana air bersih
dan sebagainya.
Mengingat kondisi arus yang cukup kuat di muara Kampar, pemanfaatan arus pasut
sebagai pembangkit energi alternatif dapat dipertimbangkan sebagai sumber energi
listrik bagi pelabuhan maupun penduduk setempat
1) Pertumbuhan Ekonomi.
ekonomi Riau pada triwulan I-2012 diperkirakan tumbuh relatif stabil pada kisaran
5,00%-5,40% (yoy). Beberapa hal yang berpotensi membawa pertumbuhan ekonomi
Riau mencapai batas bawah (downside risks) antara lain diantaranya adalah
meningkatnya bea keluar ekspor CPO dan kemungkinan peningkatan inflasi, tingkat
inflasi pada triwulan mendatang diproyeksikan berada pada kisaran 4,80% - 5,20%
(yoy). Kondisi ini utamanya disebabkan oleh kemungkinan adanya penyesuaian biaya
transportasi di Riau serta meningkatnya ekspektasi inflasi terkait rencana kenaikan
BBM bersubsidi terutama di tingkat pelaku usaha.
Kabupaten Pelalawan belum memiliki data serial mengenai kapital dan upah
(tenaga kerja) yang diperlukan untuk perhitungan nilai Total Factor Productivity
Growth (TFPG). Ketidaktersediaan data tersebut menyebabkan Nilai TFPG Kabupaten
Pelalawan tidak bisa dihitung. Untuk itu Nilai TFPG Pelalawan diprediksi dari nilai TFPG
1) Pertumbuhan Ekonomi.
Kontribusi sektor non migas terhadap PDRB Kabupaten Pelalawan selama tahun
2007 hingga 2010 sangat besar yakni mencapai rata-rata 97,04%, sementara migas
hanya mencapai rata-rata 2,96%. Struktur PDRB Kabupaten Pelalawan tahun 2007-
2010 dengan migas dan tanpa migas dapat dilihat pada Gambar 4.16 dan 4.17, berikut
ini.
Gambar 4.17. Struktur PDRB Kabupaten Pelalawan Tahun 2007-2010 dengan Migas
dan Tanpa Migas
Struktur PDRB Kabupaten Pelalawan yang ditopang oleh sektor non migas ini
dapat dijadikan sebagai faktor kekuatan untuk mengembangkan industri hilir kelapa
sawit. Upaya memperkuat basis industri pengolahan atau manufaktur menjadi lebih
mudah bagi daerah yang pada awalnya telah memang telah memiliki kompetensi di
bidang industri manufaktur atau pengolahan dibandingkan dengan daerah yang basis
pertumbuhan ekonominya didasarkan pada industri hulu maupun industri jasa.
6,61
Bila dikaji lebih dalam mengenai sektor utama penyumbang terbesar PDRB
Kabupaten Pelalawan maka industri pengolahan, industri pertambangan dan
penggalian serta industri pertanian merupakan kontributor utama terhadap PDRB
Kabupaten Pelalawan selama tahun 2007-2010. Rata-rata kontribusi sektor pertanian
terhadap PDRB Kabupaten Pelalawan pada kurun waktu tersebut mencapai Rp.
4.929.912.910.000,-, dimana kontribusi sektor pertanian tertinggi dicapai pada tahun
2010 sebesar Rp. 5.972.068.940.000,- sementara terendah dicapai pada tahun 2007
yakni mencapai Rp. 3.907.277.950.000,-. Untuk sektor Pertambangan dan Penggalian,
kontribusi rata-rata sektor terhadap PDRB selama kurun waktu tersebut mencapai Rp.
410.398.490.000 dimana kontribusi tertinggi dicapai pada tahun 2009 sebesar Rp.
18,00
16,00 9,22
14,00
12,00
10,00 5,35
Millions
8,14 5,97
8,00
6,00
0,46
4,00 3,91
0,30
2,00 0,49
0,00 0 0
2007 2008 2009 2010
Gambar 4.19. Kontribusi 3 Sektor Utama terhadap PDRB Kabupaten Pelalawan Tahun
2007-2010
Tabel 4.18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Pelalawan Tahun
2010
A. PENDAPATAN DAERAH/
847.618.876.825,18
Regional Government Revenue
01. Pendapatan Asli Daerah/Regional Original
38.382.025.593,18
Income
02. Dana Perimbangan/Balanced Fund 767.766.271.586,00
03. Lain-lain Pendapatan yang Sah/Other Revenue 41.470.579.646,00
3) Perkembangan Investasi
industri penyediaan tenaga listrik senilai Rp. 3.255.000.000.000 PMDN dan Rp.
2.261.000.000.000 PMA serta industri kelapa sawit dan PKS yang berkisar Rp.
1.441.189.601.324 PMDN dan Rp. 1.058.333.107.000 PMA.
Industri kelapa sawit dan PKS yang akan dikembangkan menjadi industri
hilirnya di kawasan Teknopolitan menempati peringkat ketiga dari sisi nilai investasi di
Kabupaten Pelalawan. Kemampuan pasokan bahan baku seperti CPO dan PKO untuk
kebutuhan industri hilir sawit secara faktual dapat dipenuhi bila dilihat dari hasil
identifikasi industri kelapa sawit dan PKS di atas. Perkembangan Penanaman Modal
Menurut Bidang Usaha di Kabupaten Pelalawan Tahun 2010 secara lengkap dapat
dilahat pada tabel 4.19 di bawah ini.
2010 (Rp)
Lapangan Usaha/
Industrial Origin
PMDN PMA
4.3.2 Analisis Pohon Industri Rantai Nilai Industri Hilir Kelapa Sawit.
Kelapa sawit merupakan salah komoditas yang memiliki produk turunan yang
sangat banyak. Dari Crude Palm Oil (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) saja bisa
dihasilkan lebih dari 60 (enam puluh) produk turunan yang banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat. Banyaknya produk turunan (derivatif) yang dapat dihasilkan oleh
komoditas kelapa sawit menberikan andil yang sangat besar bagi akselerasi
perkembangan perkelapasawitan dunia.
Pengembangan industri hulu (CPO) yang telah berjalan dengan baik belum
diimbangi oleh pengembangan industri hilir yang intensif. Tercatat hanya 11 industri
oleo kimia yang beroperasi di Indonesia saat ini. Pengembangan industri hilir sawit
memang tidaklah mudah disamping perlu investasi yang besar, industri ini juga
membutuhkan teknologi impor dan kualitas SDM yang tinggi.
Gambar 4.20. Produk Industri Sawit yang belum diproduksi di dalam negeri
Produk industri sawit memiliki rantai nilai industri yang panjang dan lengkap.
Bila dilihat dari sisi horisontal hulu-hilir, rantai nilai industri sawit meliputi (1) upstream,
(2) midstream, (3) downstream, dan (4) consumer products. Aktivitas dan produk dari
setiap tingkatan memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik di setiap tingkatan
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Upstream, pada rantai tingkatan hulu ini beberapa aktivitas yang dilakukan
meliputi produksi benih, pembibitan, penanaman, pemanenan dan penggilingan.
Sementara itu produk yang dihasilkan terdiri atas benih, tandan buah segar, Crude
Palm Oil (CPO), Palm Kernel Oil (PKO), biomasa, dan sisa penggilingan sawit.
2) Midstream, pada rantai ini kegiatan yang berlangsung adalah perdagangan dan
penyimpanan CPO sedangkan produknya meliputi CPO, PKO, Crude PKO dan Palm
Kernel Cake.
4) Consumer goods, pada rantai ini kegiatan yang dilakukan meliputi packaging and
branding, produk makanan dan non makanan. Produk yang dihasilkan terdiri atas
cooking oil, frying fats, margarine, shortening, vanaspaty, ice cream, non diary-
creamer, candles, soap, emulsifier, vitamin E supplement, confectionery, bakery
fats, biodiesel, energy generation, animal feed, dan organic fertilizer.
Margarin
Cocoa Butter
Minyak Minyak Metil Sabun Metil Fat Kosmetika
Shortening Substitute
Goreng Salad Ester Cuci Ester Powder
(CBS )
Shortening
Surfaktan Biodiesel Confectioneries Sabun
Vegetable
Ghee
Vanaspati
Cocoa Butter
Substitute
(CBS )
Ester Asam Lemak : Metalic Salt: Polyethoxylated Oxygenated Fatty Fatty Alkohol Fatty Acids Amides: Gliserol Food
Fatty Amines:
Palmitat/Propand Derivates: Acid/Ester : Emulsifier
Oleat/Ba C 16&C 18 Alcohol/ Stearamide
Stearat Palmitat/Ethylene Secondary C16 & Sulphated
Palmitat Stearat/ Propylene Oxide Epoxy Stearic/
Metil Ester Sulfonat Ca, Zn C18 / Ethoxylated Octanol Ester C 16&C 18 Alcohol/ Alkanolamides
Stearat/Ethylene Betain Epthio Stearin Esterified with
Oleat/Glycol Stearat/Ca , Mg Higher Saturated Sulphated
Propylene Glycol Propylene Oxide Mono&
C 16 & C18 / Fatty Acid Alcanolamide of
Stearat/ Al, Li Oleic Acid Dimer Polyhydric Alcohol
C 16&C 19 Alcohol/ Palmitat, Stearic &
Ethoxylated Ester
Oleat/ Zn, Pb Ethylene Ethoxylation Oleic Acids
Propylene Oxide
Monogliserida Oleamide
Keterangan Warna: Ethoxylation
Gambaran lengkap rantai nilai industri kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 4.22
berikut ini.
4.3.3 Analisis Nilai Tambah dan Kemampuan Teknologi Industri Hilir Sawit.
Apabila dicermati tabel 4.16 mengenai nilai tambah dan kemampuan teknologi
industri hilir di Indonesia terlihat bahwa pengembangan industri hilir sawit baik oleo
pangan, oleokimia dasar maupun oleokimia turunan menciptakan Rasio Output-
Input yang beragam dengan kisaran antara 10% hingga 99%. Kelompok Oleo pangan
seperti minyak goreng dan margarine memiliki rasio output-input 73% dan 21%,
Kelompok Oleokimia Dasar Fatty Acid/Fatty Alcohol 88% dan kelompok Olekimia
Turunan seperti Metil Ester Sulfonate (MES) 230%, Biodiesel 99% dan Glycerine 10%.
Nilai tambah material dibandingkan dengan CPO pada tahun 2008 dari Oleo
pangan mencapai Rp 1.480/kg CPO, Oleokimia Dasar Rp 2.530/kg CPO, dan Oleokimia
Turunan Rp 1.117/kg CPO. Sementara itu nilai tambah industri tercatat Rp 15.402
milyar/Th 2008 untuk Oleo pangan, Rp 2.151 milyar/Th 2009 untuk Oleokimia Dasar
dan Rp 1.128 milyar/Th 2008 untuk Oleokimia Turunan. Gambaran rinci mengenai
nilai tambah dan kemampuan teknologi industri hilir sawit nasional dapat dilihat pada
tabel 4.20, berikut ini.
Tabel 4.20. Nilai Tambah dan Kemampuan Teknologi Industri Hilir Sawit di Indonesia
Pada bagian ini akan dianalisis beberapa faktor yang mendukung pengembangan
industri hilir sawit di kawasan teknopolitan seperti ketersediaan bahan baku, skenario
pembangunan industri, tenaga kerja, tenaga kerja , peluang investasi industri hilir
sawit. Faktor-faktor di atas akan sangat membantu para pelaku industri untuk
menanamkam modalnya di Kawasan Teknopolitan. Pada bagian akhir akan dijelaskan
dampak investasi di industri hilir sawit terhadap perekonomian Kabupaten Pelalawan.
Seperti yang terlihat pada Skenario I, produksi CPO dari PKS yang ada di
Kabupaten Pelalawan mencapai 1.575.680 ton. Apabila diasumsikan CPO tersebut
seluruhnya dialokasikan untuk pengembangan industri hilir di kawasan Teknopolitan
Pelalawan maka jumlah pabrik produk hilir sawit seperti Oleo Pangan, Oleo Kimia
Dasar dan Oleo Kimia Turunan yang dapat dibangun diskenariokan sebagai berikut :
Skenario I, dengan jumlah pasokan CPO yang mencapai 1.575.680 ton, maka jumlah
minyak goreng yang dapat diproduksi mencapai 1.150.246,4 ton dan
margarine sebesar 330.892,8 ton. Jumlah pabrik minyak goreng yang
dapat dibangun untuk memproduksi 1.150.246,4 ton seluruhnya
berjumlah 12 unit (100.000 ton/tahun) atau 4 unit (270.000 ton/tahun)
atau 3 unit (340.000 ton/tahun), atau 2 unit (470.000 ton/tahun).
Sementara itu pabrik margaeine yang dapat dibangun sebanyak 1 unit
dengan kapasitas 300.000 ton per tahun
Skenario II, dengan jumlah pasokan CPO yang sama sebesar 1.575.680 ton, maka
jumlah Oleo Kimia dasar (Fatty Acid atau Metyl Ester) yang dapat
diproduksi mencapai 1,386,598 ton. Jumlah pabrik FAME yang dapat
dibangun mencapai 10 unit dengan kapasitas 140.000 ton/tahun
Skenario III, Produksi Oleo Kimia Turunan yang dapat diproduksi seperti Surfaktan
(MES) seluruhnya berjumlah 3.189.175 ton. Apabila pabrik yang didirikan
berkapasitas 16.000 ton/tahun maka jumlah pabrik Surfaktan yang bisa
dibangun berjumlah 199 unit. Sedangkan bila yang akan dibangun
adalah pabrik Biodiesel maka jumlah pabrik yang dapat dibangun
berturut-turut 31 unit (50.000 ton/tahun), 26 unit (60.000 ton/tahun)
atau 16 unit (100.000 ton/tahun).
50,000 31 unit
60,000 26 unit
100,000 16 unit
a. Kebutuhan tenaga kerja untuk industri minyak goreng kapasitas 1.000 ton
CPO per hari.
Jumlah tenaga kerja yang terlibat langsung dengan proses produksi, atau
disebut dengan tenaga kerja langsung, adalah 134 orang yang terdiri dari 128
orang tenaga operasional dan 6 orang tenaga manajerial. Dari 128 orang
tenaga operasional, 18 orang di antaranya melakukan pekerjaan manajerial
dan 110 orang lainnya bekerja sebagai tenaga operasional. Selain itu, setiap
b. Kebutuhan tenaga kerja untuk industri margarin kapasitas 1.000 ton per hari
c. Kebutuhan tenaga kerja untuk industri fatty acid dan methyl ester
Tenaga kerja di industri fatty acid maupun methyl ester secara garis besar
juga dikelompokkan menjadi tenaga kerja manajerial dan tenaga kerja
operasional. Tenaga kerja manajerial terdiri dari direktur, manajer, asisten
manajer, supervisor dan kepala bagian. Secara keseluruhan, kebutuhan
tenaga kerja untuk industri fatty acid dan methyl ester diperkirakan masing-
masing mencapai sekitar 300 orang.
e. Kebutuhan tenaga kerja untuk industri biodiesel kapasitas 1.000 ton CPO per
hari.
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja siap pakai di berbagai jenis industri
hilir kelapa sawit di atas, hingga kini Kabupaten Pelalawan belum mampu
menyediakannya. Sumber daya manusia profesional dan terdidik yang ada di
kabupaten ini memang masih sangat terbatas. Karena itu, dalam jangka pendek
sumber daya manusia profesional dan terdidik harus didatangkan dari daerah lain di
luar Kabupaten Pelalawan. Namun, dalam jangka menengah dan jangka panjang
Kabupaten Pelalawan diharapkan sudah mampu memenuhi kebutuhan tenaga kerja
siap pakai di berbagai jenis industri hilir kelapa sawit. Tenaga kerja tersebut berasal
dari Sekolah Tinggi Teknologi Pelalawan (STTP). Institut ini rencananya juga akan
dibangun di dalam Kawasan Teknopolitan Pelalawan.
Dengan asumsi produksi CPO Pelalawan sebesar 1.575.680 ton dan harga Fatty
Acid Rp. 18.050,-/kg dan harga Metyl Ester Rp. 17.575,-/kg maka pembangunan
industri hilir sawit Oleo Kimia Dasar Fatty Acid akan meningkatkan akumulasi kapital
sebesar Rp. 13.998.341.120.000 menjadi Rp. 25.028.101.120.000,- atau meningkat
126,9%. Sedangkan pembangunan industri Metyl Ester akan meningkatkan akumulasi
kapital sebesar Rp. 13.339.706.880.000,- menjadi Rp. 24.369.466.880.000 atau
meningkat 120,9%.
Analisis nilai tambah pembangunan industri hilir sawit baik Oleo Food, Oleo
Kimia Dasar dan Oleo Kimia Turunan secara lengkap dapat dilihat pada tabel 4.21
berikut ini.
Lima macam produk oleokimia dasar yang dapat dihasilkan adalah asam lemak,
metil ester asam lemak, fatty alkohol, fatty amina, dan gliserin. Sedangkan produk
oleokimia turunan antara lain adalah fatty amida, asam-asam dimeratautrimer,minyak
atau ester terepoksidasi, etoksilat, asam lemak sulfat, asam lemak sulfonat, garam
fatty ester.
Unit operasi yang digunakan dalam produksi oleokimia dasar antara lain adalah
splitting (hidrolisis), distilasi, fraksinasi, separasi, hidrogenasi, metilasi, deionisasi.
Sedangkan unit operasi yang digunakan dalam produksi oleokimia turunan antara lain
adalah amidasi, klorinasi, dimerisasi, epoksidasi, etoksilasi, kuaternisasi, sulfasi,
sulfonasi transesterifikasi, esterifikasi,dan saponifikasi.
Peluang pasar produk-produk oleokimia seperti fatty acid, fatty alcohol dan
glycerine selama kurun waktu 2007 hingga 2010 berdasarkan data yang diperoleh dari
Tim Terpadu Pengembangan Industri CPO Kementerian Perindustrian menunjukkan
bahwa pertumbuhan produksi, ekspor dan konsumsi masing-masing fattyacid sebesar
9,17%, 4,74% dan 6,47% per tahun. Peluang pasar industri fatty acid di Indonesia
dapat dilihat pada tabel 4.22, berikut ini.
Pabrik pada industri oleokimia pada umumnya dibangun secara terpadu untuk
menghasilkan beberapa jenis produk. Pabrik untuk industri oleokimia ini pada
umumnya berkapasitas bervariasi antara 5.000 ton per tahun hingga 120.000 ton per
tahun. Dengan asumsi pabrik oleokimia yang dibangun berkapasitas 15.000ton/tahun,
maka peluang investasi industri oleokimia pada tahun 2008–2010 berjumlah 11 buah.
c. Sumber daya manusia yang handal dan bekerja keras (perlu universitas /
training centre).
g. Fasilitas kesehatan dan pendidikan untuk anak (perlu medical centre dan
education centre).
j. Tempat tinggal yang nyaman dan aman (perlu perumahan yang terjaga).
Untuk pemerintah :
Untuk industri :
Akses yang mudah ke sumber daya manusia berkualitas, akses yang mudah ke
fasilitas dan sumber daya di Universitas, produk-produk baru, pasar baru,
meningkatkan daya saing.
KEK terdiri atas satu atau beberapa Zona: pengolahan ekspor; logistik; industri;
pengembangan teknologi; pariwisata; energi; dan/atau ekonomi lain.
Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja.
Di dalam setiap KEK disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah
(UMKM), dan koperasi, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung
kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK.
Lokasi yang dapat diusulkan menjadi KEK, harus memenuhi kriteria adalah:
a. Tahap ini merupakan fase persiapan dengan membentuk Tim Kebijakan. Tim
Kebijakan ini akan bekerja untuk mengantarkan kelembagaan operasional
Kawasan Strategis Teknopolitan Pelalawan ke dalam bentuk yang lebih
definitive. Karena itu status operasional Tim Kebijakan ini diperkirakan masih
dalam bentuk pelaksanaan kebijakan proyek;
d. Pada fase ini, Tim Kebijakanmerupakan gabungan dari unsur-unsur SKPD dan
instansi teknis terkait dalam rangka pengembangan kawasan strategis
teknopolitan Pelalawan;
a. Pada tahap ini, menjalankan hasil Tim Kebijakan yaitu pelaksanaan kebijakan
dan program kegiatan, pengembangan infrastruktur dasar, sosialisasi dan
kerjasama dengan pihak terkait dalam kegiatan pendidikan, riset dan
pengembangan serta produksi sudah mulai berjalan;
b. Fokus kegiatan ini adalah untuk pelayanan, dan karena itu bentuk kelembagaan
operasional Kawasan Teknopolitan Pelalawan ini yang dianggap tepat adalah
Unit Pelaksana Teknis (UPT), dibawah binaan SKPD Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Pelalawan;
c. Diharapkan status UPT ini sudah mulai ditetapkan dan disyahkan oleh Bupati
Pelalawan sebelum masuk tahun ke III operasi;
a. Tahap ini merupakan fase uji coba, sekaligus transisi bentuk kelembagaan
operasional Kawasan Strategis Teknopolitan Pelalawan, dari UPTD ke bentuk
Unit Usaha;
c. Pada fase ini, karena organisasi akan dijalankan sebagai unit usaha, pembina
dapat menyusun ulang manajemen lembaga kawasan strategis teknopolitan
Pelalawan, dengan tidak menutup kemungkinan untuk memasukkan orang dari
kalangan profesional non PNS;
d. Hasil evaluasi dari fase uji coba ini akan mengarahkan kepada produk dan /
atau jasa apa yang akan dikomersialkan, dan bentuk unit usaha model apa
yang tepat untuk Kawasan Strategis Teknopolitan Pelalawan.
e. Alternatif bentuk unit usaha sesuai ketentuan yang berlaku adalah Perusahaan
Daerah (Perusda/BUMD) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Dasar
pembentukan Perusda adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 Tentang
Perusahaan Daerah. Sementara, dasar pembentukan BLUD adalah Peraturan
PemerintahNomor 23 tahun 2005 yang diperjelas dengan Permendagri Nomor
61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum Daerah;
A. Kedudukan.
B. Struktur Organisasi.
1) Tim Kebijakan.
Anggota :
1. Dinas Pendidikan;
9. Unsur Pengusaha.
bidang dibawah kepala Bappeda. Artinya eselonisasi UPTD merupakan bagian dari
eselon IIIa.
Gambar 4.25: Posisi UPTD dalam Struktur Organisasi Bappeda Kabupaten Pelalawan.
Tugas dan Tanggung Jawab UPTD adalah menyusun dan melaksanakan program /
kegiatan terkait dengan pengelolaan Kawasan Teknopolitan Pelalawan.
Kualifikasi personil yang dibutuhkan untuk kepala UPTD adalah eselon IIIa. Kepala
UPTD dibantu beberapa orang staf yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan,
dengan kualifikasi memiliki kemampuan dan penguasaan keilmuan dibidang
pengelolaan Kawasan Teknopolitan Pelalawan.
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah
atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan
dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan
PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.
Persyaratan substantif tersebut harus terpenuhi apabila tugas dan fungsi SKPD
atau Unit Kerja bersifat operasional dalam menyelenggarakan pelayanan umum yang
menghasilkan semi barang/jasa publik (quasipublic goods). Sedangkan pelayanan
umum ini berhubungan salah satunya dengan pengelolaan wilayah/kawasan
tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum.
1. Pemimpin;
3. Pejabat teknis.
Perusahaan Daerah dipimpin oleh suatu Direksi yang jumlah anggota dan
susunannya ditetapkan dalam peraturan pendiriannya. Anggota Direksi adalah warga
negara Indonesia yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Daerah setelah
mendengar pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Direksi mengangkat dan
memberhentikan pegawai/pekerja Perusahaan Daerah menurut peraturan
kepegawaian yang disetujui oleh Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet
berdasarkan peraturan pokok kepegawaian Perusahaan Daerah.
a. Dasar Pemikiran:
Konsep teknopolitan sebagai KEK karena mempunyai lingkup yang sama dalam
penyelenggaraan perekonomian berbasis teknologi yang memperoleh fasilitas
tertentu.
b. Bentuk Kelembagaan:
Menurut Sayuti Hasibuan (2000, p3), sumber daya manusia adalah semua
manusia yang terlibat di dalam suatu organisasi dalam mengupayakan terwujudnya
tujuan organisasi tersebut. Nawawi (2003, p37) membagi pengertian SDM menjadi
dua, yaitu pengertian secara makro dan mikro. Pengertian SDM secara makro adalah
semua manusia sebagai penduduk atau warga negara suatu negara atau dalam batas
wilayah tertentu yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah maupun
belum memperoleh pekerjaan (lapangan kerja). Pengertian SDM dalam arti mikro
secara sederhana adalah manusia atau orang yang bekerja atau menjadi anggota
suatu organisasi yang disebut personil, pegawai, karyawan, pekerja, tenaga kerja, dll.
Jadi, sumber daya manusia (SDM) adalah semua orang yang terlibat yang bekerja
untuk mencapai tujuan perusahaan.
Sumber Daya Manusia (SDM) adalah potensi yang merupakan asset dan
berfungsi sebagai modal (non material/non finansial) didalam organisasi bisnis,
yang dapat diwujudkan menjadi potensinyata(real) secara fisik dan non fisik
dalam mewujudkan eksistensi organisasi
Tenaga Kerja menurut Jenis Kelamin: Terbagai atas tenaga kerja wanita dan
tenaga kerja pria. Pengelompokan tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin ini pada
dasarnya agar kualitas produksi bisa terjamin karena adanya kesesuaian antara tenaga
dengan jenis pekerjaannya.
a. Tenaga kerja terdidik/ahli yaitu tenaga kerja yang memiliki keahlian yang diperoleh
dari jenjang pendidikan formal seperti dokter, notaris, arsitektur dan sebagainya.
b. Tenaga kerja terampil/terlatih yaitu tenaga kerja yang memiliki keterampilan yang
diperoleh dari pengalaman atau kursus-kursus seperti monitor, tukang las.
c. Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terampil yaitu tenaga kerja yang tidak
memiliki kemampuan tertentu. Tenaga kerja tersebut hanya mengandalkan
kemampuan kekuatan fisik seperti Kuli Panggul, Tukang Gali, Tukang Becak.
b. Tenaga kerja terampil (terlatih) tenaga yang memiliki keterampilan khusus dalam
bidang tertentu yang diperoleh dari pendidikan seperti pendidikan menengah plus
sampai setara Diploma 3, seperti tenaga pembukuan.
c. Tenaga kerja biasa adalah tenaga kerja yang tidak memerlukan keterampilan
khusus dalam melaksanakan pekerjaannya, seperti tukang gali sumur.
Benchmarking.
Magang.
Delegasi Tugas.
Jumlah penduduk kabupaten Pelalawan pada akhir tahun 2010 sebanyak 303.021
jiwa dimana 159.247 jiwa (52,55%) merupakan laki-laki dan perempuan sebanyak
143.774 jiwa atau 47,45%, sedangkan jumlah penduduk pada pertengahan tahun
2011 berjumlah 321.947 jiwa, terdiri dari 169.282 jiwa laki-laki (52,58%) dan
152.665 jiwa perempuan (47,42%). Pertumbuhan penduduk kabupaten Pelalawan
dari tahun 2000 sampai dengan pertengahan tahun 2011 dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
350,000
321,947
300,000 303,021
280,197285,813
271,662
250,000 256,644
223,256230,665
208,373 Laki-laki
200,000
179,199 Perempuan
150,000 Jumlah
100,000
50,000
-
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk per tahun dalam kurun waktu 2002 –
2011 adalah 6,73 persen. Angka tersebut mencerminkan laju pertumbuhan penduduk
yang sangat tinggi, jumlah penduduk kabupaten Pelalawan meningkat hampir dua kali
lipat selama periode sepuluh tahun. Tingginya laju pertumbuhan penduduk tersebut
dapat dilihat pada gambar 4.24, lonjakan jumlah penduduk mulai terjadi setelah
pemekaran kabupaten Pelalawan yang terpisah dari kabupaten Kampar.
b. Sebaran Penduduk.
Langgam
6,09 4,48 Pangkalan Kerinci
5,5
4,07 7,33
Bandar Sei Kijang
5,06 23,88 Pangkalan Kuras
3,9 Ukui
8,3
Pangkalan Lesung
10,55 14,89
Bunut
5,95
Pelalawan
Bandar Petalangan
Kuala Kampar
Kuras sebanyak 12.427 rumah tangga. Sementara rumah tangga paling sedikit di
kecamatan Bunut yaitu sebanyak 3.311 rumah tangga.
Rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Pelalawan pada pertengahan tahun 2011
sebesar 111. Hal ini menunjukkan jumlah penduduk laki-laki lebih besar daripada
perempuan. Berdasarkan kecamatan, Kecamatan Ukui memiliki rasio jenis kelamin
terbesar bila dibandingkan dengan kecamatan lain di kabupaten Pelalawan, yaitu
sebesar 116. Sedangkan kecamatan yang memiliki rasio jenis kelamin terkecil
adalah kecamatan Bandar Petalangan, yaitu sebesar 106 yang mencerminkan
perbandingan penduduk laki-laki dan perempuan yang relatif seimbang di
kecamatan Bandar Petalangan.
e. Kepadatan Penduduk.
f. Komposisi Penduduk.
Tabel 4.25 Penduduk Kabupaten Pelalawan menurut Jenis Kelamin dan Kelompok
Umur Produktif Keadaan Pertengahan Tahun 2011
Dilihat dari kelompok umur penduduk Kab. Pelalawan tengah berada dalam
Bonus Demografi, dimana kelompok usia produktif jauh lebih besar dari kelompok usia
non prduktif, yaitu 64,29%. Pembagian kelompok umur secara rinci dapata dilihat pada
gambar berikut
1,55%
34,25%
0 - 14
64,20% 15 - 64
65+
tenaga kerja. Sedangkan Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) selalu meningkat selama
tiga tahun terakhir. Hal ini menunjukkan peluang di pasar tenaga kerja semakin
terbuka.
Pada tahun 2010 pencari kerja yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten
Pelalawan berjumlah 10.941 jiwa terdiri dari 5.673 laki-laki (51,85%) dan perempuan
5.268 orang (48,15%). Jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar
pencari kerja yang terdaftar adalah tamatan SMU atau juga sederajat sebanyak 1.410
jiwa (12.89%) dan tamatan Sarjana Muda (D1, D2 atau D3) yang mencapai 5.306 jiwa
(48,49%). Besarnya jumlah pencari kerja tamatan SMU dan yang sederajat serta D1-
D3 mengindikasikan bahwa perlu diciptakan lapangan kerja yang mampu menampung
pekerja dengan kualifikasi tamatan SMU hingga D3.
Tingkat Pendidikan.
Tabel 4.27 Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Usia Sekolah di Kabupaten
Pelalawan Tahun 2010
Lama sekolah selama tiga tahun terakhir berada di kisaran 6 – 8 tahun. Ini
menandakan masih membutuhkan usaha keras dari semua pihak untuk mencapai
pendidikan dasar 9 tahun. Sedangkan untuk angka melek huruf tahun 2009 cukup
tinggi. Persentasenya mencapai 98,39% untuk laki-laki dan 96,52 untuk
perempuan.
IPM merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran umum dari
pencapaian pembangunan dan penentuan priorotas-prioritasnya yang dicapai oleh
suatu wilayah. Pencapaian pembangunan yang dimaksud adalah pembangunan
yang berwawasan manusia yaitu pembangunan yang bertujuan untuk memperluas
peluang. Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan kabupten Pelalawan yaitu
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan mutu pendidikan, serta
meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses pembangunan sehingga salah
satu misi pembangunan kabupten Pelalawan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat dapat terwujud dengan meningkatkan kualitas pelayanan dalam bidang
pendidikan dan kesehatan.
IPM merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan
masyarakat yang dianggap sangat mendasar yaitu bidang kesehatan yang diukur
dengan angka harapan hidup, bidang pendidikan yang diukur dengan angka melek
huruf dan rata-rata lama sekolah serta ekonomi yang diukur dengan paritas daya
beli.
Angka Harapan Hidup (AHH), Tahun 68,3 68,7 68,6 68,7 68,82
Rasio Lama Sekolah (RLS), Tahun 7,3 7,7 7,9 8,0 8,21
Angka Melek Huruf (Lit) dan Rata-rata Lama Sekolah (MYS) diharapkan dapat
mencerminkan tingkat pengetahuan dan ketrampilan penduduk. Di kabupen
Pelalawan sebesar 98,46% penduduk dapat membaca huruf latin dan/atau huruf
lainnya. Sementara rata-rata lama sekolah penduduk kabupetn Pelalawan adalah
selama 8,21 tahun. Sebagai perbandingan, angka melek huruf dan rata-rata lama
sekolah pada tahun 2009, berturut-turut sebesar 98,44% dan 7,85 tahun.
a. Pendidikan.
b. Kesehatan.
c. Agama.
d. Rumah ibadah.
Rumah ibadah yang ada di Kabupaten Pelalawan sampai dengan tahun tahun
2011 :
4. Lainnya 5 buah
e. Budaya.
Sebagai bekas sebuah kerajaan, Kabupaten Pelalawan kaya akan aktifitas seni dan
budaya masih dipertahankan dan digelar pada kegiatan-kegiatan tertentu baik
pada pemberian gelar pembesar maupun penobatan lainnya sesuai dengan yang
telah diwariskan oleh sultan-sultan terdahulu. Berbagai aktifitas kesenian tumbuh
dan tetap dilestarikan dikalangan masyarakatnya, seperti:
Tabel 4.29 Banyaknya Sekolah menurut Kecamatan dan Tingkat Sekolah di Kab.
Pelalawan Tahun 2010
Lulusan sekolah dari SD s/d SLTA yang tidak melanjutkan sekolah akan
memasuki dunia kerja. Akan tetapi sekolah yang lulusannya dipersiapkan untuk masuk
dunia kerja adalah SMK, sehingga jumlah lulusan SMK adalah jumlah angkatan kerja
yang bisa menjadi sumber tenaga kerja dari kawasan teknopolitan. Berikut ini adalah
jumlah murid menurut tingkat sekolah.
Tabel 4.30 Jumlah Murid Menurut Kecamatan dan Tingkat Sekolah Di Kabupaten
Pelalawan Tahun 2010
lembaga pendidikan baik tingkat menengah maupun tinggi juga terus meningkat, akan
tetapi peningkatan pertumbuhan lembaga pendidikan yang dikhususkan pada industri
kelapa sawit tidak sepesat perkembangan pertumbuhan industri sawit, hal ini ditandai
dengan masih banyaknya rekruitmen tenaga lapangan perkebunan yang berasal dari
perguruan tinggi umum, untuk selanjutnya dilakukan pelatihan khusus perkebunan
kelapa sawit. Demikian juga dengan kebutuhan tenaga kerja di sektor industri
pengolahan kelapa sawit. Beberapa perguruan tinggi yang mengkhususkan melakukan
pendidikan di bidang industri kelapa sawit dan turunannya adalah sebagai berikut:
Tabei 4.31 Perguruan Tinggi Pertanian dan Perkebunan di P. Jawa dan Sumatera
Merujuk pada definisi yang telah dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), Teknopolitan berfungsi menjadi kawasan untuk
pengelolaan berbagai kegiatan, pelayanan dan fasilitas terkait dengan riset industri,
pengembangan hasil riset/ eksperimen, dan transfer teknologi. Semua ini dilaksanakan
dalam kerangka jaringan inovasi antar aktor akademisi, bisnis, dan pemerintah (ABG)
yang berlokasi di kawasan tertentu dan didukung oleh Pemerintah Daerah bekerjasama
dengan perguruan tinggi, pusat-pusat penelitian atau pusat-pusat unggulan. Oleh
karena itu, semenjak tahap awal kegiatan/perencanaan perlu dilakukan sosialisasi
kepada pihak-pihak terkait tersebut.
1) Kelompok Industri Hulu, yaitu perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan buah
kelapa sawit atau tandan buah segar. Selanjutnya tandan buah segar diproses
menjadi minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak inti sawit (palm kernel oil-PKO).
Kedua jenis minyak sawit tersebut merupakan output dari industri hulu dan
menjadi input bagi kelompok industri antara.
2) Kelompok Industri Antara meliputi antara lain industri olein, stearin, oleokimia
dasar (fatty acis, fatty alcohol, fatty amines, methyl esther, glycerol). Produk-
produk dari industri antara menjadi input untuk industri hilirnya.
3) Kelompok Industri Hilir. Dari 100 jenis produk hilir yang telah dapat dihasilkan pada
skala industri, baru 23 jenis yang sudah diproduksi secara komersial di Indonesia
(untuk pangan dan non pangan).
Produk hilir kategori pangan adalah minyak goreng, minyak salad, shortening,
margarine, cocoa butter substitute (CBS), vanaspati, vegetable ghee, food
emulsier, fat powder dan es krim.
Produk hilir kategori non pangan antara lain surfaktan, bio diesel dan oleokimia
turunan lainnya.
Produk yang dihasilkan merupakan produk yang ramah lingkungan dan baik untuk
dikonsumsi masyarakat Indonesia.
Walaupun pada saat ini kapasitas terpasang industri oleokimia dasar dunia jauh
lebih besar dari kebutuhan oleokimia dunia, namun permintaan dunia akan produk
oleokimia terus meningkat dari tahun ke tahun. Kenaikan permintaan oleokimia dunia
dengan laju rata-rata sekitar 5% pertahun. Produsen oleokimia dasar sebagian besar
berada di wilayah Asia, dengan tingkat pertumbuhan produksi sekitar 7,1 % pertahun,
disusul oleh wilayah Amerika 2,4 %, dan Eropa 1,3 %. Secara menyeluruh
pertumbuhan produksi oleokimia dunia hingga tahun 2010 mencapai 3,7 % pertahun
(Departemen Perindustrian, 2009).
Tenaga kerja di pabrik atau industri pengolahan CPO dan turunannya (termasuk
pabrik oleokimia) dikelompokan sebagai Staf dan Non Staf. Kelompok staf terdiri dari:
general manager, manager (pabrik), dan asisten manager (pabrik) dengan pendidikan
terendah Sarjana Strata Satu (S1). Kelompok non staf terdiri dari supervisor, team
leader/foreman, operator dan technician. Supervisor dan team leader minimum
berpendidikan setingkat Diploma 3 (D3), sedangkan untuk tenaga operator
berpendidikan Sekolah Menengah Atas Kejuruan (SMK atau STM). Disamping itu
adapula SDM laboratorium setingkat operator, terdiri dari analis (level lebih tinggi) dan
inspektor; serta SDM bidang administrasi dan keuangan.
Analisis kebutuhan SDM untuk kawasan industri secara umum, apapun jenis
industri /manufakturnya dapat merujuk pada Peraturan Menteri Perindustrian R.I. No:
35/M-IND/ PER/3/2010 tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri.
Diasumsikan kawasan industri dapat menyerap 100 tenaga kerja per hektar, maka
dalam jangka panjang kawasan Teknopolitan Pelalawan dengan zona industri seluas
600 hektar diperkirakan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 60.000 orang. Jika
diasumsikan komposisi manager : staf : buruh adalah 3% : 21% : 77%, maka dalam
jangka panjang dibutuhkan 1.800 manager, 12.600 staf, dan 45.600 karyawan
pelaksana/buruh.
Tabel 4.32 Perkiraan Kebutuhan SDM Teknik di Industri Hilir CPO (Orang)
a) SDM bidang produksi, teknis administrasi, yang dapat dipenuhi oleh SDM lulusan
SLTA, lulusan program-program Diploma I, II, maupun D III. Dapat juga oleh
lulusan lembaga-lembaga pendidikan non formal, yaitu: kursus-kursus, balai latihan
kerja. Mereka merupakan SDM siap pakai untuk mengisi kebutuhan SDM jenjang
menengah di perusahaan/industri.
b) SDM yang bekerja pada kegiatan khusus yang berkaitan dengan perkembangan
produk, perencanaan strategis, pemasaran, pengawasan mutu/kualitas, dan
sebagainya. Mereka adalah tenaga ahli yang harus mempunyai keahlian khusus,
termasuk pula tenaga kerja di litbang industri. Pengadaan SDM tersebut berasal
dari lulusan perguruan tinggi.
d) Lulusan perguruan tinggi yang banyak diperlukan oleh industri hilir sawit/ industri
pengolahan CPO adalah yang berlatar belakang pendidikan teknik, yaitu: teknik
kimia, teknik mesin, teknik elektro, dan teknik industri.
Sebagaimana telah disebutkan pada bagian awal laporan ini bahwa konsep
pengembangan Teknopolitan adalah terintegrasinya dunia industri, lembaga riset dan
perguruan tinggi dalam suatu kawasan. Oleh karena itu perguruan tinggi dalam suatu
kawasan Teknopolitan tidak hanya sebagai penyedia SDM dalam hal riset bersama
lembaga riset dan industri tetapi juga sebagai penyedia SDM untuk sektor industri
dalam kawasan teknopolitan khususnya dan di luar kawasan pada umumnya. Terkait
dengan tujuan dan waktu perencanaan pengembangan teknopolitan, maka pemilihan
jenis perguruan tinggi menjadi penting.
(2) Program diploma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyiapkan Mahasiswa
menjadi praktisi yang terampil untuk memasuki dunia kerja sesuai dengan
bidang keahliannya.
(3) Program diploma sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas program:
a. diploma satu;
b. diploma dua;
Dalam RUU Pendidikan tinggi salah satu syarat tenaga pengajar (Dosen) baik
pendidikan akademik maupun vokasi untuk program diploma, minimal berpendidikan
magister. Akan tetapi khusus pendidikan vokasi dengan program diploma 1 (satu) dan
diploma 2 (dua) dapat menggunakan instruktur yang berkualifikasi akademik minimum
lulusan diploma tiga atau sederajat yang memiliki pengalaman (pasal 21 ayat 5).
Dengan demikian jika tenaga pengajar setingkat master masih sangat terbatas,
maka program pendidikan vokasi yang memungkinkan adalah program diploma baik
tingkat 1 maupun 2. Instruktur praktisi bisa diperoleh dari industri kelapa sawit yang
ada.
a. Universitas;
b. Institut;
c. Sekolah tinggi;
d. Politeknik;
e. Akademi; dan
f. Akademi Komunitas.
a) Menghasilkan tenaga terampil dalam bidang industri kelapa sawit tetapi juga
mampu menghasilkan tenaga profesional (hasil pendidikan profesi).
Jurusan Akutansi.
a. Kekuatan.
b. Kelemahan.
c. Peluang.
Secara umum iklim bisnis di Provinsi Riau relatif baik, khususnya ikllim
industri kelapa sawit, dan didukung pula dengan banyaknya pemain-
pemain kuat dalam dunia industri kelapa sawit dengan kapasitas besar.
d. Hambatan.
Sering terjadi isu lingkungan, sosial dan HAM yang sering terjadi di
Industri Kelapa Sawit.
KEKUATAN
Dukungan Pemeritah Kabupaten Pelalawan yang
sangat bersar, serta dana pemerintah sebagai modal
1 dasar pembangunan Kawasan Teknopolitan 4 0.15 0.58
Kawasan Teknopolitan dekat dengan sumber bahan
2 baku 4 0.11 0.42
3 Kawasan Teknopolitan lokasinya sangat strategis 3 0.09 0.28
Sudah terdapat beberapa jalan penghubung ke
Kawasan, meskipun kondisinya masih perlu
4 peningkatan 3 0.10 0.29
KELEMAHAN
Tingkat pendidikan masih dibawah standar
1 masyarakat industri 1 0.09 0.09
Transfer teknologi relative rendah dengan tingkat
2 penguasaan teknologi masyarakat. 1 0.07 0.07
3 Jiwa wirausaha yang relatif rendah 2 0.07 0.15
4 Terdapat area gambut di kawasan teknopolitan 2 0.09 0.19
Belum terdapat infrastruktur khusus pembangunan
5 teknopolitan di Kabupaten Pelalawan 2 0.10 0.21
Belum terdapat regulasi spesifik terhadap kawasan
6 teknopolitan 2 0.13 0.26
Total BAIK-RENDAH 2.54
Sumber : Hasil Analisis, 2012
PELUANG
Sudah terdapat pemain kuat industri kelapa sawit di
1 Provinsi Riau dan sekitarnya. 3 0.07 0.21
Iklim bisnis khususnya untuk industri kelapa sawit relatif
2 baik di Provinsi Riau dan Sekitarnya 3 0.11 0.34
Sudah terdapat dukungan stakholder terkait terhadap
3 pembangunan Kawasan Teknopolitan 3 0.12 0.37
Rencana Sistem Transportasi Sumatera akan
mendukung aksesibilitas pembangunan Kawasan
4 Teknopolitan 3 0.09 0.28
Terdapat beberapa perguruan tinggi di sekitarnya yang
5 mendukung pembangunan Kawasan Teknopolitan 3 0.11 0.33
6 Banyak bentuk industri turunan kelapa sawit 4 0.10 0.39
Pasar industri hilir kelapa sawit, khususnya oleofood dan
7 oleochemical yang cukup menjanjikan. 4 0.11 0.45
HAMBATAN
Industri kelapa sawit rawan terdapap isu lingkungan,
1 sosial dan HAM 1 0.05 0.05
Belum terdapat pemodalan untuk industri baru berbasis
2 teknologi di Indonesia 2 0.10 0.19
3 Koherensi kebijakan Pusat-Daerah 2 0.13 0.26
Total BAIK 2.88
Sumber : Hasil Analisis, 2012
3.5
3
(2.54,2.88)
2.5
1.5
1
1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
FAKTOR EKSTERNAL
BAB V
RENCANA PEMBANGUNAN FISIK
TEKNOPOLITAN PELALAWAN
2. Membuka peluang bagi masyarakat dan dunia usaha secara luas untuk turut serta
berpartisipasi dalam pengembanganTeknopolitan Pelalawan.
Kawasan Teknopolitan Pelalawan ini akan melayani kegiatan dengan skala lokal,
nasional hingga internasional. Adapun lokasi dari Kawasan Teknopolitan Pelalawan ini
adalah di Desa langgam Kabupaten Pelalawan. Dipilihnya lokasi ini sebagai Kawasan
Teknopolitan Pelalawan dengan pertimbangan sebagai berikut (lihat Gambar 5.1) :
Lokasi strategis dan dilalui oleh jaringan jalan utama regional antara Provinsi
Riau dengan Kabupaten Pelalawan.
Posisi sentral relatif pengelola kawasan dengan kegiatan bidang lain yang
terdapat di kawasan;
Sesuai dengan bentuk kawasan perencanaan dan kebutuhan bidang yang ada
maka konsep yang diterapkan adalah Radial.
Sistem Jaringan jalan diarahkan untuk membentuk pola jaringan melingkar yang
menghubungkan antar sektor kegiatan.
Gambar 5.2. Peta Rencana Konsep Struktur Ruang Kawasan Teknopolitan Kabupaten Pelalawan
1. Blok A : Blok Kegiatan Pendidikan dan R&D Center meliputi Institut Teknologi
Pelalawan, Akademi Komunitas/Politeknik dan Pusat Penelitian dan
Pengembangan (R&D Center).
2. Blok B : Blok Kegiatan Industri dan UKM; beberapa bangunan fasilitas utama
yang ada di areal ini adalah bangunan pabrik oleo kimia, oleo pangan, dan
limbah sawit.
5. Blok E: Blok Kegiatan perdagangan dan jasa beberapa fasilitas utama yang ada
di areal ini adalah kawasan perdagangan dan layanan jasa.
6. Blok F : Blok Kegiatan Rekreasi, Olah Raga, Rumah Ibadah, Ruang Terbuka
Hijau dan Buffer.
7. Area Fasilitas prasarana dan sarana penunjang kawasan meliputi Badan jalan,
drainase dan sanitasi lingkungan, jaringan TIK, pengolahan air bersih,
pengolahan air limbah, jaringan listrik, pengolahan sampah.
Penyusunan Masterplan Teknopolitan Kabupaten Pelalawan V-7
LAPORAN AKHIR
JUMLAH 3.650,00
Catatan : * = sudah masuk dalam 30% dari masing-masing area kegiatan Sumber :
Hasil Perhitungan Tim secara GIS.
Lahan Basah
Rencana pola ruang yang dikembangkan adalah sesuai dengan konsep struktur
ruang diatas. Oleh karena itu, penekanan utama dari konsep pola ruang kawasan
Teknopolitan adalah penyediaan atau alokasi ruang yang optimal bagi kegiatan-
kegiatan pendidikan, penelitian dan pengembangan, industri dan UKM, perdagangan
dan jasa, permukiman, perkantoran, dll. Pola ruang di Kawasan Teknopolitan secara
garis besar diwujudkan dalam arahan pemanfaatan kawasan lindung dan kawasan
budidaya dengan tetap mengedepankan kelestarian lingkungan hidup mengingat
besarnya kecenderungan pergeseran pemanfaatan kawasan lindung dan RTH untuk
kawasan budidaya. Sehingga komponen yang harus dikembangkan dalam pola ruang
kawasan Teknopolitan antara lain meliputi:
1. Kawasan sekitar kolam/situ dan mata air yaitu kawasan untuk melindungi
kolam dan mata air dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu
kelestarian fungsi kolam/situ dan mata air.
2. Kolam/Situ adalah suatu wadah air di atas permukaan tanah yang terbentuk
secara alami maupun buatan, yang airnya berasal dari air tanah, mata air
dan air permukaan sebagai bahan dari siklus hidrologis yang potensial dan
merupakan salah satu bentuk kawasan lindung.
3. Mata air adalah sumber air yang mengalir dari dalam tanah atau batuan ke
permukaan tanah secara alamiah.
6. Idealnya kawasan setebal 200 meter di sekeliling mata air dan kolam/situ
seluruhnya ditanami vegetasi secara rapat. Namun, pada kenyataannya,
kawasan di sekitar situ dan mata air telah banyak berubah menjadi area
terbangun. Bila upaya pengosongan area tidak dapat lagi dilakukan, maka
perlu dilakukan beberapa cara untuk menjaga kelestarian sumber air dan
mata air.
9. Area sempadan mata air dan kolam/situ dapat juga dimanfaatkan untuk
beragam aktifitas selama prinsip-prinsip jenis vegetasi yang
direkomendasikan untuk ditanam di area ini adalah jenis-jenis vegetasi yang
memiliki karakteristik minimal sebagai berikut :
Memiliki kualitas estetika dan manfaat yang cukup baik, artinya selain
indah secara visual memiliki fungsi tambahan, misalnya, dapat
mendatangkan burung, atau menghasilkan buah yang dapat dimakan
oleh manusia, dan seterusnya.
Dengan demikian potensi lokasi kolam/situ, mata air, dan sempadan yang ada di
Kawasan Kawasan teknopolitan berada di Blok C.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berbentuk kawasan tutupan hijau hutan yang
dikembangkan terutama untuk tujuan pengaturan iklim mikro dan resapan air.
Ruang terbuka yang akan diatur adalah ruang terbuka yang bersifat publik
dan semi publik. Ruang publik adalah ruang yang digunakan bersama dimana
warga komunitas bertemu dan menggunakan ruang pada teritorial tertentu dalam
suasana yang bebas dengan kesamaan derajatnya. Ruang publik pada dasarnya
adalah ruang bagi representasi kepentingan masyarakat. Sedangkan ruang semi
publik adalah ruang terbuka yang tercipta karena adanya korelasi publik dan privat
di dalam suatu ruang. Kepemilikan ruang tersebut merupakan bagian dari pelataran
atau halaman dari suatu bangunan.
Ruang terbuka pada sisi jaringan jalan berupa jalur hijau. Fungsi utama dari
ruang terbuka ini mencakup fungsi estetika, perlindungan (dari faktor iklim khususnya
sinar matahari serta pemisah jalur kendaraan dan jalur pedestrian) dan mengurangi
pencemaran. Tercapainya fungsi-fungsi tersebut akan tergantung dari pemilihan jenis
pepohonan yang ditanam di sepanjang jalur hijau.
Secara umum kriteria jenis pepohonan yang akan ditanam pada rencana jalur
hijau jaringan jalan adalah sbb:
Perakaran kuat (tidak mudah tumbang) dan tidak merusak jalan atau trotoir;
Melindungi sisten-sistem yang ada agar tidak tercemar oleh limbah, terutama
sistem tata air.
D. Taman Lingkungan.
Taman lingkungan merupakan taman dengan klasifikasi yang lebih kecil dan
diperuntukkan untuk kebutuhan rekreasi terbatas, yang meliputi populasi yang
terbatas pula. Berbeda dengan taman kota yang diperuntukkan untuk kebutuhan
interaksi mayarakat kota, taman lingkungan diperuntukkan untuk interaksi
masyarakat setempat.
Untuk itu, maka vegetasi di taman lingkungan diatur sebagai bagian dari
kombinasi lapangan terbuka tanpa perkerasan (rumput), pohon-pohon keras
Jarak antar tanaman agak jarang, karena 70% dari area taman lingkungan lebih
ditujukan untuk kegiatan-kegiatan lingkungan.
E. Taman Rekreasi
a) Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam
serta formasi geologi yang menarik;
b) Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik
untuk dimanfaatkan bagi rekreasi alam;
Adapun potensi lokasi di Kawasan teknopolitan berada dalam area untuk fasiltas
prasarana dan sarana penunjang lainnya.
F. Sempadan Jalan
Jalur hijau sempadan jalan adalah ruang terbuka yang terletak di daerah milik
jalan (damija) maupun di dalam daerah pengawasan jalan (dawasda) memiliki peranan
dalam menurunkan kadar pencemar udara dengan menyerap sisa pembakaran, debu,
memberikan perlindungan dari teriknya matahari, dan juga berfungsi sebagai tempat
berteduh, penyerap air hujan dan pengarah jalur lalu lintas (pengaturan lalu lintas).
Jalur hijau ini dapat berada di sepanjang kiri-kanan jalan ataupun pada bagian tengah
jalan (median jalan).
FUNGSI
NO. KRITERIA JENIS TANAMAN
TANAMAN
Tanaman pada Sempadan Jalan
1 . Tanaman - Ditempatkan pada jalur - Kiara payung (Filicium decipiens)
Peneduh tanaman (minimal 1,5 m dari - Tanjung (Mimusops elengi)
tepi median) - Angsana (Ptherocarphus indicus)
- Percabangan 2 m di atas tanah
- Bentuk percabangan batang
tidak merunduk
- Bermassa daun padat
2 . Penyerap polusi -- Ditanam secara
Terdiri dari berbaris
pohon, perdu/semak - Angsana (Ptherocarphus indicus)
udara - Memiliki ketahanan tinggi - Akasia daun besar (Accasia
terhadap pengaruh udara mangium)
- Jarak tanam rapat - Oleander (Nerium oleander)
3 . Penyerap Bermassa
- Terdiri dar daun padat
pohon, perdu/semak - Bogenvil (Mimusops
Tanjung (Bougenvillea Sp)
elengi)
Kebisingan - Membentuk massa - Kiara payung (Filicium decipiens)
- Bermassa daun rapat - Teh-tehan pangkas (Acalypha
- Berbagai bentuk tajuk sp)
- Kembang sepatu (Hibiscus rosa
sinensis)
FUNGSI
NO. KRITERIA JENIS TANAMAN
TANAMAN
4 . Pemecah angin - Tanaman tinggi, perdu/semak - Cemara (Cassuarina
- Bermassa daun padat equisetifolia)
- Ditanam berbaris atau - Angsana (Ptherocarphus indicus)
membentuk massa - Tanjung (Mimusops elengi)
- Jarak tanam rapat < 3 m - Kiara payung (Filicium decipiens)
5 . Pembatas - Tanaman tinggi, perdu/semak - Bambu (bambusa sp)
Pandang - Bermassa daun padat - Cemara (Cassuarina
- Ditanam berbaris atau equisetifolia)
membentuk massa - Oleander (Nerium oleander)
Tanaman Median Jalan- Jarak tanam rapat - Kembang sepatu (Hibiscus rosa
6 . Penahan silau - Tanaman perdu/semak - Oleander (Nerium oleander)
lampu kendaraan - Ditanam rapat - Kembang sepatu (Hibiscus rosa
- Ketinggian 1,5 m sinensis)
- Bermassa daun padat - Bogenvil (Bougenvillea Sp)
Tanaman pada Persimpangan Jalan/Pulau Jalan - Nusa Indah (Mussaenda sp)
7 . Daerah bebas - Tanaman rendah berbentuk - Soka berwarna-warni (Ixora
pandang tanaman perdu dengan stricata)
ketinggian < 0,80 m - Lantana (Lantana camara)
8 . Persimpangan -- Tanaman
Tanamanberbunga atau
perdu rendah - Duranta
Tanaman sp (Pangkas
berbatang kuning)
tunggal
yang mungkin - Palem raja (Oreodoxa regia)
ditanami - Pinang jambe (Areca catechu)
- Lontar/siwalan (Borassus
9. Tanaman
Flabellife)
pengarah
Tanaman pohon bercabang
> 2 meter
- Khaya (Khaya Sinegalensis)
Sumber: Disarikan dari Berbagai Sumber, 2011 - Bungur (Lagerstromea loudonii)
Fasilitas parkir adalah suatu area terbuka atau tertutup yang memiliki fungsi
utama sebagai tempat memberhentikan dan menyimpan kendaraan, baik bermotor
maupun tidak bermotor, dalam waktu tertentu dan rutin.
Secara umum penataan fasilitas parkir kurang diperhatikan karena fungsinya yang
cenderung dinilai tidak penting. Padahal, baik secara luas lahan, fungsi, maupun
estetika fasilitas parkir memiliki potensi untuk ruang terbuka hijau, dengan persyaratan
teknis, meliputi:
Penyusunan Masterplan Teknopolitan Kabupaten Pelalawan V-16
LAPORAN AKHIR
Fasilitas parkir terbuka karena luasnya dan permukaannya yang keras kerap
menjadi area yang memancarkan panas (hot spot). Oleh karenanya, sebaiknya
memanfaatkan material penutup lantai yang dapat menyerap air limpasan
seperti grass block. Cara lain adalah dengan menyisakan area yang tidak
memerlukan perkerasan tetap tanah atau diberi rumput atau batu. Misalnya
area antara dua sisi roda mobil dapat tetap rumput, tanah, atau batu.
Area parkir harus memiliki proporsi antara kendaraan parkir dan vegetasi yang
seimbang. Sebuah area parkir sebaiknya menanam satu buah pohon untuk
setiap ruang untuk lima buah mobil.
Karena secara estetika fasilitas parkir tidak menarik, maka fasilitas parkir
sebaiknya dilengkapi dengan pagar pembatas setinggi paling tidak 1,2 meter,
baik berupa pagar tanaman, atau pagar buatan dengan kombinasi tanaman
rambat. Penggunaan berem dengan ketinggian di atas 50 cm juga dapat
mengurangi pemandangan tidak menarik fasilitas parkir.
Tampak bangunan yang khusus dibuat untuk fasilitas parkir harus dibuat
menarik. Karena umumnya bangunan sejenis ini dibuat fungsional, maka
tampak akan sederhana. Penanaman tanaman rambat menjadi alternatif,
selama dapat menutupi 80% dari tampak bangunan.
Persyaratan untuk tanaman pada lahan parkir merupakan jenis tanaman yang
dapat tumbuh baik pada tanah padat :
- Pohon yang cukup tinggi dan rindang, sehingga lingkungan tempat parkir
dapat lebih sejuk dan nyaman.
a) Kegiatan Komersial
1) Kegiatan komersial diarahkan berlokasi dalam satu area khusus dengan konsep
pengembangan blok kawasan terpadu.
2) Komersial skala pusat pelayanan berada di pusat pelayanan dekat dengan pusat
pengelola.
4) Selain itu pengembangan obyek wisata dan rekreasi juga meliputi kegiatan.
Salah satu hal yang penting yang perlu dituangkan dalam Masterplan Kawasan
teknopolitan Pelalawan adalah rencana pengaturan dan pengendalian bangunan.
Rencana pengaturan dan pengendalian bangunan ini pada dasarnya dimaksudkan
untuk menciptakan estetika kawasan yang mendukung terciptanya pola interaksi antar
kegiatan yang efisien. Titik berat dari rencana penataan dan pengendalian bangunan
adalah pada aspek perancangan kota (urban design). Adapun aspek-aspek yang
termasuk dalam pedoman penataan dan pengendalian bangunan, meliputi:
Penataan jalur pergerakan yang efisien melalui penataan jalur pergerakan (jalan,
pedestrian) serta street furniture (jenis, pelatakan dan desain)
GSB yang ditetapkan untuk jalur utama Bulevar Jalan Lingkungan satu, ring road
dan centre point adalah sebagai berikut.
Pada prinsipnya proporsi lahan terbuka di suatu kawasan seharusnya lebih besar
daripada lahan terbangun, agar tercapai sirkulasi udara dan air yang ideal. Semakin
luas lahan terbuka maka akan semakin besar besar bidang peresapan air hujan dan
akan menurunkan debit atau limpasan permukaan yang berarti turut mencegah
banjir, serta menambah cadangan air tanah. Untuk kawasan Kawasan teknopolitan
KDB maksimum yang ditetapkan adala 20 %
3) Koefisiensi Lantai Bangunan (KLB) adalah besaran ruang yang dihitung dari
angka perbandingan jumlah luas seluruh lantai bangunan terhadap luas tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana teknis ruang kota.
Secara matematis KLB dapat dinyatakan dalam persamaan :
Ketinggian bangunan yang dimaksud adalah jumlah lantai penuh dalam satu
bangunan dihitung mulai lantai dasar sampai puncak atap suatu bangunan, yang
dinyatakan dalam meter, atau ketinggian bangunan (TB) adalah suatu angka yang
membatasi ketinggian suatu bangunan yang dapat berupa lapis/tingkat bangunan,
atau dalam satuan ketinggian (m).
Tinggi puncak atap bangunan tidak bertingkat maksimum 8 meter dari lantai
dasar.
Tinggi puncak atap bangunan dua lantai maksimum 12 meter dari lantai dasar.
Jarak vertikal dari lantai dasar ke lantai di atasnya tidak boleh lebih dari 5
meter.
Peta Rencana Pola Ruang dan Peta Illustrasi Pengembangan Pola Ruang
Teknopolitan Pelalawan dapat dilihat pada gambar 5.5 dan 5.6 berikut ini.
BAB VI
RENCANA PENGEMBANGAN
TEKNOPOLITAN KABUPATEN
PELALAWAN
1) Penyiapan kawasan;
8) Pembentukan kelembagaan.
3) Pengembangan kelembagaan.
6.2. PENUTUP.
dan kerjasama dengan instansi dan mitra lokal diarahkan kepada kesamaan fokus
dalam pengembangan dan pemasaran produk, perkuatan sumberdaya produksi, dan
penggalangan sikap kerja bersama agar tidak muncul ketersinggungan institusional.
%
Desa Sekijang Mati %
[ Proyeksi : .............UTM
[ N Sistem grid : .............Geografis
101.807629 Zone UTM : .............48N
0.249162 1:15000
Desa Kualaterusan
PETA GEOLOGI
Legenda :
Lahan Basah
Batas Desa
0°14' 0°14'
Kanal
Jalan
1.485 Ha
Sungai
PLTG
Deliniasi Kawasan Teknopolitan
Kecamatan Langgam
PT AGRITA SARI PRIMA
0°12' 0°12'
0.194746 Sumber :
1. Peta Rupa Bumi Indonesia, Bakosurtanal Tahun 2000
2. Peta RTRW Kabupaten Pelalawan, Bappeda Tahun 2011-2020
%
[ 3. Peta RTRW Provinsi Riau, Bappeda Provinsi Tahun 2010-2029
%
Desa Sekijang Mati %
[ Proyeksi : .............UTM
[ N Sistem grid : .............Geografis
101.807629 Zone UTM : .............48N
0.249162 1:15000
Desa Kualaterusan
PETA KONTUR
15
Legenda :
20 Lahan Basah
30
35 30 Batas Desa
Kanal
30
0°14' 45 35 0°14'
30
15
30
Jalan
45 30
1.485 Ha
40
40
45
35
25
Sungai
PLTG 35
55
15
40
20
Deliniasi Kawasan Teknopolitan
35 35
35
50
40
15
GAS
45
35
10 20 30 40 50
%
[
30
15 25
35 45 55
Kontur
2.165 Ha
45
101.730886
40
25
30
25
15
0.222111 35
30
40
35
Mineral
50
25
30
35
40
35
30
40
35
35 25
40
25
35
30
15
20
45
40
30
30
55
50
Kecamatan Langgam
45
50
25
40
30
20
30
20
0°12' 0°12'
30 101.807857
25
Kawasan Teknopolitan
0.194746 Sumber :
35
1. Peta Rupa Bumi Indonesia, Bakosurtanal Tahun 2000
2. Peta RTRW Kabupaten Pelalawan, Bappeda Tahun 2011-2020
35
%
[ 3. Peta RTRW Provinsi Riau, Bappeda Provinsi Tahun 2010-2029
%
Desa Sekijang Mati %
[ Proyeksi : .............UTM
[ N Sistem grid : .............Geografis
101.807629 Zone UTM : .............48N
0.249162 1:15000
Desa Kualaterusan
PETA SISTEM LAHAN
Legenda :
Lahan Basah
Batas Desa
0°14' 0°14'
Kanal
Jalan
1.485 Ha
Sungai
PLTG
Deliniasi Kawasan Teknopolitan
GAS
Gambut
%
[
101.730886 2.165 Ha Mineral
0.222111
Mineral
Kecamatan Langgam
PT AGRITA SARI PRIMA
0°12' 0°12'
0.194746 Sumber :
1. Peta Rupa Bumi Indonesia, Bakosurtanal Tahun 2000
2. Peta RTRW Kabupaten Pelalawan, Bappeda Tahun 2011-2020
%
[ 3. Peta RTRW Provinsi Riau, Bappeda Provinsi Tahun 2010-2029
%
Desa Sekijang Mati %
[ Proyeksi : .............UTM
[ N Sistem grid : .............Geografis
101.807629 Zone UTM : .............48N
0.249162 1:15000
Desa Kualaterusan
PETA KOORDINAT KAWASAN TEKNOPOLITAN
Legenda :
Lahan Basah
Batas Desa
0°14' 0°14'
Kanal
Jalan
1.485 Ha
Sungai
PLTG
Deliniasi Kawasan Teknopolitan
GAS %
[ Titik Koordinat
%
[
101.730886 2.165 Ha
0.222111
Mineral
Kecamatan Langgam
PT AGRITA SARI PRIMA
0°12' 0°12'
0.194746 Sumber :
1. Peta Rupa Bumi Indonesia, Bakosurtanal Tahun 2000
2. Peta RTRW Kabupaten Pelalawan, Bappeda Tahun 2011-2020
%
[ 3. Peta RTRW Provinsi Riau, Bappeda Provinsi Tahun 2010-2029
%
Desa Sekijang Mati %
[ Proyeksi : .............UTM
[ N Sistem grid : .............Geografis
101.807629 Zone UTM : .............48N
0.249162 1:15000
Desa Kualaterusan
PETA TUTUPAN LAHAN
Legenda :
Lahan Basah
Batas Desa
0°14' 0°14'
Kanal
Jalan
1.485 Ha
Sungai
PLTG
Deliniasi Kawasan Teknopolitan
GAS Belukar
%
[
Hutan
101.730886 2.165 Ha Hutan Akasia
0.222111 Lahan Kosong/Terbuka
Mineral Perkebunan Rakyat
Semak/Alang-alang/Rumput
Desa Rantau Baru PT MITRA UNGGUL PUSAKA
Kecamatan Langgam
PT AGRITA SARI PRIMA
0°12' 0°12'
0.194746 Sumber :
1. Peta Rupa Bumi Indonesia, Bakosurtanal Tahun 2000
2. Peta RTRW Kabupaten Pelalawan, Bappeda Tahun 2011-2020
%
[ 3. Peta RTRW Provinsi Riau, Bappeda Provinsi Tahun 2010-2029