Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Suatu negara yang tidak memiliki sebuah pengaturan atau peraturan perundang-
undangan maka negara tersebut tidak akan berjalan dengan mulus. Mengingat akan pentingnya
arti sebuah pengaturan yang merupakan dasar dari pembentukan peraturan perundang-undangan
dalam mengatur hubungan antar Negara dan warga Negara. Peraturan perundang-undangan juga
dapat dipahami sebagai bagian dari social contrct (kontrak social) yang memuat aturan main
dalam berbangsa dan bernegara, serta satu-satunya peraturan yang dibuat untuk memberikan
batasan-batasan tertentu terhadap jalannya pemerintahan.
Sehingga hal ini merupakan hal yang penting kiranya bagi kita untuk mempelajari dan
memahami semua hal yang berhubungan dengan konstitusi dan perundang-undangan.oleh kerena
itu kami akan mencoba memeberikan sedikit gambaran tentang peraturan perundang-undangan
ini secara umum dan bagaimana peranannya dalam sebuah Negara.

1.2.Rumusan Masalah

Dalam pembahasan materi tentang peraturan perundang-undangan,disini kami


membatasi pokok pembahasan kedalam beberapa bagian:

a) Bagaimana tentang hierarki peraturan perundang-undangan?

b) Bagaimana pembentukan peraturan perundang-undangan?

1.3.Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah:

a) Agar pembaca mengetahui tentang hierarki peraturan perundang-undangan yang ada di


Indonesia dan mengetahui tata urutan peraturan perundang-undangan

b) Agar pembaca mengetahui bagaimana cara pembuatabn peraturan perundang-undangan


yang ada di Indonesia

1
BAB II.PEMBAHASAN

2.1.Hierarki Peraturan Perundangan-Undangan


Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 “Jenis dan
hierarki Peraturan Perundang-undangan” terdiri atas :

A. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis Negara
Republik Indonesia dalam Peraturan Perundang-undangan, memuat dasar dan garis besar hukum
dalam penyelenggaraan negara. UUD 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia. UUD1945 mulai berlaku sejak 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949.Setelah itu
terjadi perubahan dasar negara yang mengakibatkan UUD 1945 tidak berlaku, namun melalui
dekrit presiden tanggal 5 juli tahun 1959, akhirnya UUD 1945 berlaku kembali sampai dengan
sekarang.
B. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pengemban
kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR atau bentuk putusan Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang berisi hal-hal yang bersifat penetapan (beschikking). Pada masa
sebelum perubahan (amandemen) UUD 1945, ketetapan MPR merupakan Peraturan
Perundangan yang secara hierarki berada di bawah UUD 1945 dan di atas Undang-Undang.
Pada masa awal reformasi, ketetapan MPR tidak lagi termasuk urutan hierarki Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia.
Contoh : Tap MPR Nomor III Tahun 2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-Undangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
III/MPR/2000.
C. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
Perlu diketahui bahwa undang-undang merupakan produk bersama dari presiden dan DPR
(produk legislatif), dalam pembentukan undang-undang ini bisa saja presiden yang mengajukan
RUU yang akan sah menjadi Undang-undang jika DPR menyetujuinya, dan begitu pula
sebaliknya.
2
Undang-Undang memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi
posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan
dalam bentuk Negara.
Contoh : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2010 tentang “LARANGAN
MEROKOK”
D. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Perpu dibuat oleh presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR;
2. Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut;
3. DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan;
4. Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.
Contoh : bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan tuntutan masyarakat sehingga perlu
diganti dengan undang-undang yang baru; diganti dengan : Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
E. Peraturan Presiden (PP)
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-
Undang sebagaimana mestinya. Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
Contoh : Peraturan Pemerintah RI Nomor Tahun 1987 tentang Satuan Turunan,Satuan
Tambahan, dan Satuan lain yang berlaku dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 48 Tahun 1973
tentang pedoman penyelenggaraan keuangan daerah.
F. Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah Negara Indonesia adalah Negara yang
menganut asas desentralisasi yang berarti wilayah Indonesia dibagi dalam beberapa daerah
otonom dan wilayah administrasi. Daerah otonom ini dibagi menjadi daerah tingkat I dan daerah
tingkat II. Dalam pelaksanaannya kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan

3
peraturan daerah. Peraturan daerah ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan
diatasnya.
Contoh : Peraturan daerah Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 4 Tahun 2004
tentang pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
dan PERDA No.10 Tahun 2008 Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2008
tentang urusan pemerintahan Propinsi Jawa Barat.
G. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota.
Contoh : Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Gresik”Nomor 01 Tahun 1990 tentang
Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Gresik Nomor 01 Tahun
1989 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Gresik
Tahun Anggraan 1989/1990.

2.2. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Legal Drafting)


Dalam UU No 12 Tahun 2011 Pasal 1 yang dimaksud dengan Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Asas pembentukan peraturan perundang-undangan terdapat dalam UU RI NO 12 Tahun 2011
yaitu:
1. Pasal 5 : Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan
berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang
meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.
2. Pasal 6 :
(1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
4
e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
(2) Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan
Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum
Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
Tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan:
1.Perencanaan
Perencanaan adalah tahap dimana DPR dan Presiden (serta DPD terkait RUU tertentu)
menyusun daftar RUU yang akan disusun ke depan. Proses ini umumnya kenal dengan istilah
penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Hasil pembahasan tersebut kemudian
dituangkan dalam Keputusan DPR.
Ada dua jenis Prolegnas, yakni yang disusun untuk jangka waktu 5 tahun (Prolegnas
Jangka Menengah/ProlegJM) dan tahunan (Prolegnas Prioritas Tahunan/ProlegPT). Sebelum
sebuah RUU dapat masuk dalam Prolegnas tahunan, DPR dan/Pemerintah sudah harus
menyusun terlebih dahulu Naskah Akademik dan RUU tersebut.
Namun Prolegnas bukanlah satu-satunya acuan dalam perencanaan pembentukan UU.
Dimungkinkan adanya pembahasan atas RUU yang tidak terdapat dalam proleganas, baik karena
muncul keadaan tertentu yang perlu segera direspon.
Secara umum, ada 5 tahap yang dilalui dalam penyusunan Prolegnas:

Pada tahap mengumpulkan masukan, Pemerintah, DPR, dan DPD secara terpisah membuat
daftar RUU, baik dari kementerian/lembaga, anggota DPR/DPD, fraksi, serta masyarakat. hasil
dari proses pengumpulan tersebut kemudian disaring/dipilih untuk kemudian ditetapkan oleh
masing-masing pihak (Presiden, DPR dan DPD -untuk proses di DPD belum diatur). Tahap
selanjutnya adalah pembahasan masing-masing usulan dalam forum bersama antara Pemerintah,

5
DPR dan DPD. Dalam tahap inilah seluruh masukan tersebut diseleksi dan kemudian, setelah ada
kesepakatan bersama, ditetapkan oleh DPR melalui Keputusan DPR.

2.Penyusunan
Tahap Penyusunan RUU merupakan tahap penyiapan sebelum sebuah RUU dibahas
bersama antara DPR dan Pemerintah. Tahap ini terdiri dari:

Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian
lainnya tehadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu rancangan peraturan sebagai solusi terhadap
permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
Penyusunan RUU adalah pembuatan rancangan peraturan pasal demi pasal dengan mengikuti
ketentuan dalam lampiran II UU12/2011.
Harmonisasi, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi adalah suatu tahapan untuk
1. Memastikan bahwa RUU yang disusun telah selaras dengan:
a. Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, dan UU lain
b. Teknik penyusunan peraturan perundang-undangan
2. Menghasilkan kesepakatan terhadap substansi yang diatur dalam RUU.

3.Pembahasan
Pembahasan materi RUU antara DPR dan Presiden (juga dengan DPD, khusus untuk
topik-topik tertentu) melalui 2 tingkat pembicaraan. Tingkat 1 adalah pembicaraan dalam rapat
komisi, rapat gabungan komisi, rapat badan legislasi, rapat badan anggaran atau rapat panitia
khusus. Tingkat 2 adalah pembicaraan dalam rapat paripurna. Pengaturan sebelum adanya
putusan MK 92/2012 hanya “mengijinkan” DPD untuk ikut serta dalam pembahasan tingkat 1,
namun setelah putusan MK 92/2012, DPD ikut dalam pembahasan tingkat 2. Namun peran DPD
tidak sampai kepada ikut memberikan persetujuan terhadap suatu RUU. Persetujuan bersama
terhadap suatu RUU tetap menjadi kewenangan Presiden dan DPR.

6
Apa yang terjadi pada tahap pembahasan adalah “saling kritik” terhadap suatu RUU. Jika RUU
tersebut berasal dari Presiden, maka DPR dan DPD akan memberikan pendapat dan masukannya.
Jika RUU tersebut berasal dari DPR, maka Presiden dan DPD akan memberikan pendapat dan
masukannya. Jika RUU tersebut berasal dari DPD, maka Presiden dan DPR akan memberikan
masukan dan pendapatnya.

3.Pengesahan
Setelah ada persetujuan bersama antara DPR dan Presiden terkait RUU yang dibahas
bersama, Presiden mengesahkan RUU tersebut dengan cara membubuhkan tanda tangan pada
naskah RUU. Penandatanganan ini harus dilakukan oleh presiden dalam jangka waktu maksimal
30 hari terhitung sejak tanggal RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden. Jika
presiden tidak menandatangani RUU tersebut sesuai waktu yang ditetapkan, maka RUU tersebut
otomatis menjadi UU dan wajib untuk diundangkan. Segera setelah Presiden menandatangani
sebuah RUU, Menteri Sekretaris negara memberikan nomor dan tahun pada UU tersebut.
4.Pengundangan

7
Pengundangan adalah penempatan UU yang telah disahkan ke dalam Lembaran Negara
(LN), yakni untuk batang tubung UU, dan Tambahan Lembaran Negara (TLN)m yakni untuk
penjelasan UU dan lampirannya, jika ada. TLN.Sebelum sebuah UU ditempatkan dalam LN dan
TLN, Menteri Hukum dan HAM terlebih dahulu membubuhkan tanda tangan dan memberikan
nomor LN dan TLN pada naskah UU. Tujuan dari pengundangan ini adalah untuk memastikan
setiap orang mengetahui UU yang akan mengikat mereka.

BAB III KESIMPULAN


Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pasal 7 ayat 1 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 “Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-
undangan” terdiri atas :

a.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b.Ketetapan Majelis


Permusyawaratan Rakyat; c.Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d.Peraturan Pemerintah; e.Peraturan Presiden; f.Peraturan Daerah Provinsi; dan g.Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.

8
Dalam UU No 12 Tahun 2011 Pasal 1 yang dimaksud dengan Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan penetapan, serta
pengundangan merupakan langkah-langkah yang pada dasarnya harus ditempuh dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Namun, tahapan tersebut tentu dilaksanakan
sesuai dengan kebutuhan atau kondisi serta jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
tertentu yang pembentukannya tidak diatur dengan Undang-Undang ini.

DAFTAR PUSTAKA

http://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/08/UU-12-Tahun-2011.pdf

http://online-journal.unja.ac.id/index.php/jimih/article/view/371
http://www.peraturan.go.id/welcome/index/prolegnas_pengantar.html#perencanaan_uu
https://dodiksetiawan.wordpress.com/2011/11/21/uu-12-tahun-2011-tentang-
pembentukan-peraturan-perundang-undangan/

Anda mungkin juga menyukai