Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN TERNAK AYAM BROILER

Manajemen ternak Ayam Broiler


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Menurut Sudradjat (1994:9) mengatakan bahwa usaha ternak ayam tak ubahnya
seperti mendirikan bangunan bertingkat, selain pondasi (anak ayam) harus baik, bangunan
diatasnya (tata laksana) juga harus baik. Anak ayam yang baik bisa dipilih dari bibit unggul
yang dijual tetapi tata laksana yang baik harus dipelajari, baik dari pengalaman maupun dari
bacaan.
Tata laksana usaha ternak ayam meliputi pemeliharaan, pemakaian ransum yang baik,
pengetahuan tentang penyakit, dan pelaksanaan ongkos produksi. Ongkos produksi
diusahakan seminimal mungkin karena usaha ternak ini adalah usaha mencari keuntungan.
Karya tulis ini memberikan petunjuk-petunjuk praktis tata laksana fase broiler, cara
menyusun ransum, dan penyakit ayam yang perlu diketahui. Pengetahuan tata laksana
pemeliharaan fase starter, grower, cara melakukan vaksinasi, dan tentang obat-obatan.

1.2. Tujuan
1. Mengetahui mekanisme pelaksanaan program untuk bagaimana berternak ayam yang sehat
serta produktif.
2. Mengetahui tata laksana pemeliharaan ayam broiler.

1.3. Manfaat
Diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat sebagai berikut :
1. Mendapatkan informasi secara langsung tentang program berternak Ayam Broiler.
2. Memberikan informasi pada pembaca tentang manajemen ternak unggas.

II. PEMBAHASAN

2.1 Ayam Broiler


Ayam broiler merupakan hasil teknologi yaitu persilangan antara ayam Cornish
dengan Plymouth Rock. Yang mana memiliki karakteristik ekonomis, pertumbuhan yang
cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan rendah, dipanen cepat karena
pertumbuhannya yang cepat, dan sebagai penghasil daging dengan serat lunak (Murtidjo,
1987). Menurut Northe (1984) pertambahan berat badan yang ideal adalah 400 gram per
minggu untuk jantan dan untuk betina 300 gram per minggu.
Menurut Suprijatna et al. (2005) Ayam broiler adalah ayam yang mempunyai sifat
tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan
produksi telur rendah. Dijelaskan lebih lanjut oleh Siregar et al. (1980) bahwa ayam Broiler
dalam klasifikasi ekonomi memiliki sifat-sifat antara lain : ukuran badan besar, penuh daging
yang berlemak, temperamen tenang, pertumbuhan badan cepat serta efisiensi penggunaan
ransum tinggi.
Ayam broiler adalah ayam tipe pedaging yang telah dikembangbiakan secara khusus
untuk pemasaran secara dini. Ayam pedaging ini biasanya dijual dengan bobot rata-rata 1,4
kg tergantung pada efisiensinya perusahaan. Menurut Rasyaf (1992) ayam pedaging adalah
ayam jantan dan ayam betina muda yang berumur dibawah 6 minggu ketika dijual dengan
bobot badan tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat, serta dada yang lebar dengan
timbunan daging yang banyak.
Ayam broiler merupakan jenis ayam jantan atau betina yang berumur 6 sampai 8
minggu yang dipelihara secara intensif untuk mendapatkan produksi daging yang optimal.
Ayam broiler dipasarkan pada umur 6 sampai 7 minggu untuk memenuhi kebutuhan
konsumen akan permintaan daging. Ayam broiler terutama unggas yang pertumbuhannya
cepat pada fase hidup awal, setelah itu pertumbuhan menurun dan akhirnya berhenti akibat
pertumbuhan jaringan yang membentuk tubuh. Ayam broiler mempunyai kelebihan dalam
pertumbuhan dibandingkan dengan jenis ayam piaraan dalam klasifikasinya, karena ayam
broiler mempunyai kecepatan yang sangat tinggi dalam pertumbuhannya. Hanya dalam tujuh
atau delapan minggu saja, ayam tersebut sudah dapat dikonsumsi dan dipasarkan padahal
ayam jenis lainnya masih sangat kecil, bahkan apabila ayam broiler dikelola secara intensif
sudah dapat diproduksi hasilnya pada umur enam minggu dengan berat badan mencapai 2
kilogram per ekor (Anonimus, 1994).
Untuk mendapatkan bobot badan yang sesuai dengan yang dikehendaki pada waktu
yang tepat, maka perlu diperhatikan pakan yang tepat. Kandungan energi pakan yang tepat
dengan kebutuhan ayam dapat mempengaruhi konsumsi pakannya, dan ayam jantan
memerlukan energy yang lebih banyak daripada betina, sehingga ayam jantan mengkonsumsi
pakan lebih banyak, (Anggorodi, 1985).
Hal-hal yang terus diperhatikan dalam pemeliharaan ayam broiler antara lain
perkandangan, pemilihan bibit, manajemen pakan, sanitasi dan kesehatan, recording dan
pemasaran. Banyak kendala yang akan muncul apabila kebutuhan ayam tidak terpenuhi,
antara lain penyakit yang dapat menimbulkan kematian, dan bila ayam dipanen lebih dari 8
minggu akan menimbulkan kerugian karena pemberian pakan sudah tidak efisien
dibandingkan kenaikkan/penambahan berat badan, sehingga akan menambah biaya produksi
(Anonimus, 1994)
Daghir (1998) membagi tiga tipe fase pemeliharaan ayam broiler yaitu fase starter
umur 0 sampai 3 minggu, fase grower 3 sampai 6 minggu dan fase finisher 6 minggu hingga
dipasarkan.
Ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an dimana pemegang
kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu
semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia
dengan berbagai kelebihannya. Hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen. Dengan waktu
pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta
peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia.
Banyak strain ayam pedaging yang dipelihara di Indonesia. Strain merupakan
sekelompok ayam yang dihasilkan oleh perusahaan pembibitan melalui proses pemuliabiakan
untuk tujuan ekonomis tertentu. Contoh strain ayam pedaging antara lain CP 707, Starbro,
Hybro (Suprijatna et al., 2005).
2.2. Perkandangan
Kandang yang baik adalah kandang yang dapat memberikan kenyamanan bagi ayam,
mudah dalam tata laksana, dapat memberikan produksi yang optimal, memenuhi persyaratan
kesehatan dan bahan kandang mudah didapat serta murah harganya. Bangunan kandang yang
baik adalah bangunan yang memenuhi persyaratan teknis, sehingga kandang tersebut biasa
berfungsi untuk melindungi ternak terhadap lingkungan yang merugikan, mempermudah tata
laksana, menghemat tempat, menghindarkan gangguan binatang buas, dan menghindarkan
ayam kontak langsung dengan ternak unggas lain (Anonimus, 1994).
Kandang serta peralatan yang ada di dalamnya merupakan sarana pokok untuk
terselenggarakannya pemeliharaan ayam secara intensive, berdaya guna dan berhasil guna.
Ayam akan terus menerus berada di dalam kandang, oleh karena itu kandang harus dirancang
dan ditata agar menyenangkan dan memberikan kebutuhan hidup yang sesuai bagi ayam-
ayam yang berada di dalamnya. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam hal ini
adalah pemilihan tempat atau lokasi untuk mendirikan kandang serta konstruksi atau bentuk
kandang itu sendiri. Kandang merupakan modal tetap (investasi) yang cukup besar nilainya,
maka sedapat mungkin semenjak awal dihindarkan kesalahan-kesalahan dalam
pembangunannya, apabila keliru akibatnya akan menimbulkan problema-problema terus
menerus sedangkan perbaikan tambal sulam tidak banyak membantu (Williamsons dan
Payne, 1993).
Sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras meliputi: persyaratan
temperatur berkisar antara 32,2-35 derajat C, kelembaban berkisar antara 60-70%,
penerangan/pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata letak kandang agar
mendapat sinar matahari pagi dan tidak melawan arah mata angin kencang, model kandang
disesuaikan dengan umur ayam, untuk anakan sampai umur 2 minggu atau 1 bulan memakai
kandang box, untuk ayam remaja ± 1 bulan sampai 2 atau 3 bulan memakai kandang box
yang dibesarkan dan untuk ayam dewasa bisa dengan kandang postal atapun kandang
bateray. Untuk kontruksi kandang tidak harus dengan bahan yang mahal, yang penting kuat,
bersih dan tahan lama(Bambang,1995).
Persiapan dalam perkandangan adalah :
a. Lokasi kandang
Kandang ideal terletak di daerah yang jauh dari pemukiman penduduk, mudah dicapai
sarana transportasi, terdapat sumber air, arahnya membujur dari timur ke barat.
b. Pergantian udara dalam kandang.
Ayam bernapas membutuhkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Supaya
kebutuhan oksigen selalu terpenuhi, ventilasi kandang harus baik.
c. Suhu udara dalam kandang.
Tabel 1. Suhu ideal kandang sesuai umur adalah :
Umur (hari) Suhu ( 0C )
01 - 07 34 – 32
08 - 14 29 – 27
15 - 21 26 – 25
21 - 28 4 – 23
29 - 35 23 – 21
d. Kemudahan mendapatkan sarana produksi
Lokasi kandang sebaiknya dekat dengan poultry shop atau toko sarana peternakan.
e. Kepadatan Kandang
Pada awal pemeliharaan, kandang ditutupi plastik untuk menjaga kehangatan, sehingga
energi yang diperoleh dari pakan seluruhnya untuk pertumbuhan, bukan untuk produksi panas
tubuh. Kepadatan kandang yang ideal untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah 8-10
ekor/m2, lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat meningkat terutama siang hari pada
umur dewasa yang menyebabkan konsumsi pakan menurun, ayam cenderung banyak minum,
stress, pertumbuhan terhambat dan mudah terserang penyakit.
Pengaturan kepadatan kandang dilakukan sedemikian rupa untuk mengatasi kanibalisme
akibat terlalu padatnya kandang. Hal ini juga bermanfaat untuk kenyamanan ayam.
Kepadatan kandang juga berpengaruh terhadap produksi, performen dan tingkat kenyamanan
ayam broiler (May dan Lott, 1992).
Tabel 2. Tingkat kepadatan kandang ayam per bobot hidup
Bobot Badan (kg) Ekor/m2
1,4 13 – 17
1,8 10 – 13
2,3 8 – 10
2,7 6–8

Tabel 3. Standar Bobot Badan Ayam Broiler Berdasarkan Jenis Kelamin pada Umur 1 sampai
6 Minggu ((NRC, 1994)
Umur (minggu) Jenis Kelamin
Jantan (g) Betina (g) Jika
dilihat dari
1 152 144
perbandinga
2 376 344 n table 2 dan
3 686 617 3 maka
4 1085 965 dapat
5 1576 1344 dibandingka
6 2088 1741 n
perbandinga
n antara umur dengan luas kandang yang dibutuhkan sesuai dengan jenis kelamin dan bobot
badan.
Kepadatan tinggi menurunkan berat badan pullet umur 18 minggu (Anderson dan Adams,
1997), meningkatkan kerusakan dada pada broiler, menimbulkan kanibalisme pada ayam,
yakni ayam saling patuk mematuk sehingga menimbulkan luka pada tubuh ternak sehingga
memudahkan masuknya parasit dan menimbulkan penyakit dan akhirnya meningkatkan
angka kematian, pencapaian berat badan yang rendah dan mengurangi konsumsi pakan pada
broiler, sedangkan konsumsi pakan broiler umur 7 minggu menurun sebesar 3,7% pada jantan
dan 3,9% pada betina ketika kepadatan kandang ditingkatkan dari 10 ekor/m2 menjadi 15
ekor/m2.
Kepadatan tinggi yang diasumsikan dengan bobot badan perluasan lantai mengurangi
aktivitas broiler menjadi lebih sedikit berjalan, sebaliknya lebih banyak mengantuk dan tidur
(Cravener et al., 1992).
f. Tipe Kandang
1. Kandang postal.
Kandang ini tidak terdapat halaman umbaran sehingga dalam pemeliharaan sistem ini
ayam-ayam selalu terkurung sepanjang hari di dalam kandang. Litter yang baik harus dapat
memenuhi beberapa kriteria yakni: memiliki daya serap yang tinggi, lembut sehingga tidak
menyebabkan kerusakan dada, mempertahankan kehangatan, menyerap panas, dan
menyeragamkan temperatur dalam kandang (Prayitno dan Yuwono, 1997).
Litter merupakan sistem kandang pemeliharaan unggas dengan lantai kandang ditutup
oleh bahan penutup lantai seperti, sekam padi, serutan gergaji, dan jerami padi (Rasyaf,
1994). Keuntungan sistem ini adalah biaya relatif rendah, menghilangkan bau kotoran, jika
litter kering maka pembuangan kotoran lebih mudah dan dapat menahan panas didalam
kandang. Kekurangannya adalah penyebaran penyakit lebih mudah, Pengawasan kesehatan
lewat kotoran sulit diamati (Campa, 1994).
2. Cage
Bangunan kandang berbentuk sangkar berderet, menyerupai batere dan alasnya dibuat
berlubang (bercelah). Keuntungan sistem ini adalah tingkat produksi individual dan
kesehatan masing-masing terkontrol, memudahkan tata laksana, penyebaran penyakit tidak
mudah. Kelemahannya adalah biaya pembuatan semakin tinggi, ayam dapat kekurangan
mineral, dan sering banyak lalat (Rasyaf, 1994).
3. Panggung
Sistem ini biasanya dibuat diatas kolam ikan. Bahan yang biasa digunakan untuk alas
lantai adalah bambu yang dipasang secara berderet agar ayam tidak terperosok.Kelebihannya
adalah sisa pakan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan, penyebaran penyakit relatif
rendah. Kekurangannya jika jarak pemasangan bambu untuk alas terlalu lebar, akan dapat
mengakibatkan ayam terperosok, biaya pembuatan relatif mahal (Martono, 2006).
2.3. Pakan
Ayam broiler sebagai bangsa unggas umumnya tidak dapat membuat makanannya
sendiri. Oleh sebab itu ia harus makan dengan cara mengambil makanan yang layak baginya
agar kebutuhan nutrisinya dapat dipenuhi. Protein, asam amino, energi, vitamin, mineral
harus dipenuhi agar pertumbuhan yang cepat itu dapat terwujud tanpa menunggu fungsi-
fungsi tubuhnya secara normal. Dari semua unsur nutrisi itu kebutuhan energi bagi ayam
broiler sangat besar (Rasyaf, 1994).
Suprijatna et al. (2005) pakan adalah campuran dari berbagai macam bahan organik
maupun anorganik untuk ternak yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan zat-zat
makanan dalam proses pertumbuhan. Ransum dapat diartikan sebagai pakan tunggal atau
campuran dari berbagai bahan pakan yang diberikan pada ternak untuk pemenuhan
kebutuhan nutrisi ternak selama 24 jam baik diberikan sekaligus maupun sebagian (Lubis,
1992). Rasyaf (1994) menyatakan ransum adalah kumpulan dari beberapa bahan pakan ternak
yang telah disusun dan diatur sedemikian rupa untuk 24 jam.
Ransum memiliki peran penting dalam kaitannya dengan aspek ekonomi yaitu sebesar
65-70% dari total biaya produksi yang dikeluarkan (Fadilah, 2004). Pemberian ransum
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, pemeliharaan panas tubuh
dan produksi (Suprijatna et al. 2005). Pakan yang diberikan harus memberikan zat pakan
(nutrisi) yang dibutuhkan ayam, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral,
sehingga pertambahan berat badan perhari (Average Daily Gain/ADG) tinggi. Pemberian
pakan dengan sistem ad libitum (selalu tersedia/tidak dibatasi).
Apabila menggunakan pakan dari pabrik, maka jenis pakan disesuaikan dengan tingkat
pertumbuhan ayam, yang dibedakan menjadi 2 (dua) tahap. Tahap pertama disebut tahap
pembesaran (umur 1 sampai 20 hari), yang harus mengandung kadar protein minimal 23%.
Tahap kedua disebut penggemukan (umur diatas 20 hari), yang memakai pakan berkadar
protein 20 %. Jenis pakan biasanya tertulis pada kemasannya. Efisiensi pakan dinyatakan
dalam perhitungan FCR (Feed Convertion Ratio). Cara menghitungnya adalah, jumlah pakan
selama pemeliharaan dibagi total bobot ayam yang dipanen.
Contoh perhitungan :
Diketahui ayam yang dipanen 1000 ekor, berat rata-rata 2 kg, berat pakan selama
pemeliharaan 3125 kg, maka FCR-nya adalah :
Berat total ayam hasil panen = 1000 x 2 = 2000 kg
FCR = 3125 : 2000 = 1,6
Semakin rendah angka FCR, semakin baik kualitas pakan, karena lebih efisien (dengan pakan
sedikit menghasilkan bobot badan yang tinggi).
Konsumsi pakan adalah kemampuan ternak dalam mengkonsumsi sejumlah ransum
yang digunakan dalam proses metabolisme tubuh (Anggorodi, 1985). Blakely dan Blade
(1998) menjelaskan bahwa tingkat konsumsi ransum akan mempengaruhi laju pertumbuhan
dan bobot akhir karena pembentukan bobot, bentuk dan komposisi tubuh pada hakekatnya
adalah akumulasi pakan yang dikonsumsi ke dalam tubuh ternak. Kebutuhan ransum ayam
broiler tergantung pada strain, aktivitas, umur, besar ayam dan temperature( Ichwan , 2003).
Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan antara lain umur, nutrisi ransum, kesehatan,
bobot badan, suhu dan kelembaban serta kecepatan pertumbuhan (Wahju, 1997).
Pakan pemula (starter) harus diberi setelah ayam memperoleh minum, pada beberapa
hari pertama pakan dapat diberi dengan cara ditaburkan pada katon box DOC atau tempat
pakan untuk anak ayam. Sisa pakan harus dibuang tiap pagi dan jangan dibuang di litter
karena akan membahayakan kesehatan ayam. Pada 2 hari pertama gunakan air hangat
bersuhu 16 sampai 200C. Untuk air minum larutkan 50 gram gula dan 2 gram vitamin (dalam
1 liter air minum untuk 12 jam pertama) Perlu juga memakai meter air agar dapat diketahui
dengan pasti berapa banyak air yang digunakan pada 2 minggu pertama tempat minum
dibersihkan 3 kali sehari setelah itu 2 kali sehari (Anonimus, 2004).
Pada ayam broiler fase starter kebutuhan energi adalah 3200 kcal/kg dengan kebutuhan
asam amino methionin 0,38%. Sedangkan pada finisher kebutuhan energi sama tetapi
kebutuhan protein berkurang dan kebutuhan asam amino methionin juga berkurang menjadi
0,32% (NRC. 1994).
Faktor yang dapat mempengaruhi ransum pada ayam broiler, diantaranya yaitu
temperatur lingkungan, kesehatan ayam, tingkat energi ransum yang diberikan sistem
pemberian makanan pada ayam, jenis kelamin ayam dan genetik ayam (Rasyaf, 1994).
Bentuk fisik ransum yang diberikan pada ayam broiler ada tiga bentuk fisik ransum
yang diberikan yaitu bentuk halus seperti tepung (mesh) yang didalamnya merupakan
campuran berbagai bahan makanan yang telah diramu dalam suatu sistem formula. Ransum
berbentuk butiran lengkap atau pellet yang didasarkan pada sifat ayam broiler yang memang
gemar sekali makanan-makanan butiran dan ransum bentuk butiran pecah atau crumble yang
berbentuk butiran tetapi kecil-kecil (Rasyaf, 1994).
Menurut Bambang (1995) kualitas pakan ayam ras broiler ada 2 (dua) fase yaitu fase
starter (umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu):
a. Kualitas pakan fase starter adalah terdiri dari protein 22-24%, lemak 2,5%, serat kasar
4%, Kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9%, ME 2800-3500 Kcal.
b. Kualitas pakan fase finisher adalah terdiri dari protein 18,1-21,2%; lemak 2,5%, serat
kasar 4,5%, kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9% dan energy (ME) 2900-3400 Kcal.

Tabel 4. Kebutuhan Nutrisi Pakan Ayam Broiler pada Periode Starter dan
Periode Finisher(NRC, 1994)
Nutrisi Periode ”Starter” Periode ”Finisher”
Protein (%) 23,00% 20,00%
Energi Metabolis 2800-3200 2900-3200
(kkal/ kg)
Kalsium (%) 1,00 0,90
Fosfor (%) 0,45 0,35
2.4. Manajemen Pemeliharaan
Pemeliharaan ayam daging ditujukan untuk mencapai beberapa sasaran yaitu tingkat
kematian serendah mungkin, kesehatan ternak baik, berat timbangan setiap ekor setinggi
mungkin dan daya alih makanan baik (hemat). Untuk mencapai hal-hal tersebut ada beberapa
hal pokok yang perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya dalam pemeliharaan ayam pedaging
yaitu perkandangan dan peralatan serta persiapannya, pemeliharaan masa awal dan akhir,
pemberian pakan, pencegahan dan pemberantasan penyakit dan pengelolaan (Suyoto, 1983).
Ayam broiler atau ayam daging dipelihara selama kurang lebih 6 sampai 7 minggu.
Ayam ini tidak dimaksudkan untuk produksi telur, tetapi diharapkan dagingnya. Sampai
umur 5 minggu beratnya kira-kira sama dengan ayam telur dewasa yaitu kurang lebih 1,5 kg.
Cara pemeliharaan ayam daging hampir sama dengan ayam telur dari periode starter sampai
grower (Jahja, 2000).
Pemeliharaan dilakukan dengan pembersihan secara tuntas terhadap kandang dan
peralatan yang akan dipakai didalamnya, baik tempat makanan, tempat minuman,brooder,
alat pelingkan dan lain-lain. Terutama pada kandang lama yang sudah dipakai, sisa-sisa dari
ternak yang lama, baik kotoran, bahan-bahan yang tercecer harus dibersihkan secara tuntas
sehingga tidak ada yang tertinggal, sebab setiap butir sisa dari kawanan ayam yang lama akan
ada kemungkinan akan menularkan sesuatu penyakit kepada kawanan berikutnya. Pembersih
dilakukan dengan air dan bahan pencuci (sabun atau detergen) (Suyoto, 1983).
Kebersihan lingkungan kandang (sanitasi) pada areal peternakan merupakan usaha
pencegahan penyakit yang paling murah, hanya dibutuhkan tenaga yang ulet/terampil saja.
Tindakan preventif dengan memberikan vaksin pada ternak dengan merek dan dosis sesuai
catatan pada label yang dari poultry shoup. Agar bangunan kandang dapat berguna secara
efektif, maka bangunan kandang perlu dipelihara secara baik yaitu kandang selalu
dibersihkan dan dijaga/dicek apabila ada bagian yang rusak supaya segera disulam/diperbaiki
kembali. Dengan demikian daya guna kandang bisa maksimal tanpa mengurangi persyaratan
kandang bagi ternak yang dipelihara.
Teknis pemeliharaan ayam broiler yang baik menurut (Anonimus, 2009), yaitu minggu
pertama (hari ke-1 sampai ke-7). DOC dipindahkan ke indukan atau pemanas, segera diberi
air minum hangat yang ditambah gula untuk mengganti energi yang hilang selama
transportasi. Pakan dapat diberikan dengan kebutuhan per ekor 13 gram atau 1,3 kg untuk
100 ekor ayam. Jumlah tersebut adalah kebutuhan minimal, pada prakteknya pemberian tidak
dibatasi. Pakan yang diberikan pada awal pemeliharaan berbentuk butiran-butiran kecil
(crumbles).
Mulai hari ke-2 hingga ayam dipanen sudah diberi air munum. Vaksinasi yang pertama
dilaksanakan pada hari ke-4. Minggu Kedua (hari ke-8 sampai ke-14). Pemeliharaan minggu
kedua masih memerlukan pengawasan seperti minggu pertama, meskipun lebih ringan.
Pemanas sudah bisa dikurangi suhunya. Kebutuhan pakan untuk minggu kedua adalah 33
gram per ekor atau 3,3 kg untuk 100 ekor ayam.
Minggu Ketiga (hari ke-15 sampai ke-21). Pemanas sudah dapat dimatikan terutama
pada siang hari yang terik. Kebutuhan pakan adalah 48 gram per ekor atau 4,8 kg untuk 100
ekor. Pada akhir minggu (umur 21 hari) dilakukan vaksinasi yang kedua menggunakan
vaksin ND strain Lasotta melalui suntikan atau air minum. Jika menggunakan air minum,
sebaiknya ayam tidak diberi air minum untuk beberapa saat lebih dahulu, agar ayam benar-
benar merasa haus sehingga akan meminum air mengandung vaksin sebanyak-banyaknya.
Minggu Keempat (hari ke-22 sampai ke-28). Pemanas sudah tidak diperlukan lagi pada
siang hari karena bulu ayam sudah lebat. Pada umur 28 hari, dilakukan sampling berat badan
untuk mengontrol tingkat pertumbuhan ayam. Pertumbuhan yang normal mempunyai berat
badan minimal 1,25 kg. Kebutuhan pakan adalah 65 gram per ekor atau 6,5 kg untuk 100
ekor ayam. Kontrol terhadap ayam juga harus ditingkatkan karena pada umur ini ayam mulai
rentan terhadap penyakit.
Minggu Kelima (hari ke-29 sampai ke-35). Pada minggu ini, yang perlu diperhatikan
adalah tatalaksana lantai kandang. Karena jumlah kotoran yang dikeluarkan sudah tinggi,
perlu dilakukan pengadukan dan penambahan alas lantai untuk menjaga lantai tetap kering.
Kebutuhan pakan adalah 88 gram per ekor atau 8,8 kg untuk 100 ekor ayam. Pada umur 35
hari juga dilakukan sampling penimbangan ayam. Bobot badan dengan pertumbuhan baik
mencapai 1,8 sampai 2 kg. Dengan bobot tersebut, ayam sudah dapat dipanen. Maka dapat
disimpulkan bahwa kebutuhan pakan hingga berumur 5 minggu adalah 24,7 kg untuk 100
ekor ayam.
Minggu Keenam (hari ke-36 sampai ke-42). Jika ingin diperpanjang untuk
mendapatkan bobot yang lebih tinggi, maka kontrol terhadap ayam dan lantai kandang tetap
harus dilakukan. Pada umur ini dengan pertumbuhan yang baik, ayam sudah mencapai bobot
2,25 kg.
Menurut Bambang (1995) untuk pemberian pakan ayam ras broiler ada 2 (dua) fase
yaitu fase starter (umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu):
a. Kuantitas pakan fase starter adalah terbagi/digolongkan menjadi 4 (empat) golongan
yaitu minggu pertama (umur 1-7 hari) 17 gram/hari/ekor, minggu kedua (umur 8-14 hari) 43
gram/hari/ekor, minggu ke-3 (umur 15-21 hari) 66 gram/hari/ekor dan minggu ke-4 (umur
22-29 hari) 91 gram/hari/ekor. Jadi jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai pada
umur 4 minggu sebesar 1.520 gram.
b. Kuantitas pakan fase finisher adalah terbagi/digolongkan dalam empat golongan
umur yaitu: minggu ke-5 (umur 30-36 hari) 111 gram/hari/ekor, minggu ke-6 (umut 37-43
hari) 129 gram/hari/ekor, minggu ke-7 (umur 44-50 hari) 146 gram/hari/ekor dan minggu ke-
8 (umur 51-57 hari) 161 gram/hari/ekor. Jadi total jumlah pakan per ekor pada umur 30-57
hari adalah 3.829 gram.
Sedangkan Pemberian minum disesuaikan dangan umur ayam yang dikelompokkan
dalam 2 (dua) fase yaitu:
a. Fase starter (umur 1-29 hari), kebutuhan air minum terbagi lagi pada masing-masing
minggu, yaitu minggu ke-1 (1-7 hari) 1,8 lliter/hari/100 ekor; minggu ke-2 (8-14 hari) 3,1
liter/hari/100 ekor, minggu ke-3 (15-21 hari) 4,5 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-4 (22-29
hari) 7,7 liter/hari/ekor. Jadi jumlah air minum yang dibutuhkan sampai umur 4 minggu
adalah sebanyak 122,6 liter/100 ekor. Pemberian air minum pada hari pertama hendaknya
diberi tambahan gula dan obat anti stress kedalam air minumnya. Banyaknya gula yang
diberikan adalah 50 gram/liter air.
b. Fase finisher (umur 30-57 hari), terkelompok dalam masing-masing minggu yaitu
minggu ke-5 (30-36 hari) 9,5 liter/hari/100 ekor, minggu ke-6 (37-43 hari) 10,9 liter/hari/100
ekor, minggu ke-7 (44-50 hari) 12,7 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-8 (51-57 hari) 14,1
liter/hari/ekor. Jadi total air minum 30-57 hari sebanyak 333,4 liter/hari/ekor.
Cara Pemberian Pakan:
a. Untuk anak ayam umur 1 - 6 hari (kutuk), pakan ditabur atau sediakan pada wadah
yang mudah terjangkau, jenis pakan yang dipakai adalah ransum ayam ras starter (pakan
komersial).
b. Ayam umur 7 hari s/d 1 bulan dapat diberikan pakan campuran yaitu pakan ayam ras
starter dicampur dengan katul dan dedak halus, dengan perbandingan 1: 1 atau jagung giling
dan katul dengan perbandingan 2 : 1 dan dapat di tambah protein hewani.
c. Ayam umur 2-4 bulan dan seterusnya, diberikan pakan campuran, dedak halus, jagung
giling, dan pakan komersil dengan perbandingan 3:1:1 dan dapat di tambahan gabah, gaplek
dan tepung ikan.
2.5. Vaksinasi dan Pencegahan Penyakit
1. Vaksinasi
Vaksinasi adalah pemasukan bibit penyakit yang dilemahkan ke tubuh ayam untuk
menimbulkan kekebalan alami. Vaksinasi penting yaitu vaksinasi ND/tetelo. Dilaksanakan
pada umur 4 hari dengan metode tetes mata, dengan vaksin ND strain B1 dan pada umur 21
hari dengan vaksin ND Lasotta melalui suntikan atau air minum.
Vaksin adalah mikroorganisme penyebab penyakit yang sudah dilemahkan atau
dimatikan dan mempunyai sifat immunogenik. Immunogenik artinya dapat merangsang
pembentukan kekebalan. Vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin ke dalam tubuh ternak
dengan tujuan supaya ternak tersebut kebal terhadap penyakit yang disebabkan organisme
tersebut. Vaksin ada dua macam, yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif adalah
vaksin yang mikroorganismenya masih aktif atau masih hidup. Biasanya vaksin aktif
berbentuk sediaan kering beku, contoh: MEDIVAC ND LA SOTA, MEDIVAC ND-IB dan
MEDIVAC GUMBORO A. Vaksin inaktif adalah vaksin yang mikroorganismenya telah
dimatikan. Biasanya berbentuk sediaan emulsi atau suspensi, contoh: MEDIVAC ND-EDS
EMULSION, MEDIVAC CORYZA B (Jahja, 2000).
Pelaksanaan Kegiatan vaksinasi dapat dilakukan dengan cara membagi ayam menjadi 2
kelompok besar dalam sekatan. Ayam kemudian digiring ke dalam 2 sekatan yang terbentuk.
Vaksinasi dilakukan mulai dari pen terakhir hingga pen pertama. Ayam yang telah
divaksinasi diletakan diluar sekatan hingga kemungkinan terjadinya pengulangan vaksinasi
dapat diminimalisir.
Pemberian vaksin dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti tetes mata, hidung,
mulut (cekok), atau melalui air minum. Vaksinasi harus dilakukan dengan benar sehingga
tidak menyakiti, unggas dan mempercepat proses vaksinasi, dan tidak meninggalkan sisa
sampah dari peralatan vaksinasi seperti suntikan, sarung tangan, masker maupun sisa vaksin
yang digunakan (botol vaksin).
Unggas yang divaksin harus benar- benar dalam keadaan sehat tidak dalam kondisi
sakit maupun stress sehingga akan mendapatkan hasil yang maksimal dan tidak terjadi
kematian dalam proses vaksinasi. Tata cara vaksinasi harus ditempat yang teduh, bersih,
vaksin tidak dalam kondisi sakit maupun stress sehingga tidak merusak vaksin. Program
vaksinasi untuk unggas, harus disesuaikan dengan umur dari unggas tersebut dan harus
berhati-hati dalam memvaksin karena sangat sensitif terhadap jarum suntik dan dapat
menimbulkan stress dan kematian mendadak (Jahja, 2000).
2. Penyakit dan pencegahannya
Penyakit yang sering menyerang ayam broiler yaitu:
1) Tetelo (Newcastle Disease/ND)
Pertama kali ditemukan oleh Kraneveld di Jakarta (1926). Setahun kemudian, virus
tetelo ditemukan juga di Newcastle (Inggris). Sejak saat itu, penyakit ini dikenal sebagai
newcastle disease (NCD) dan ditemukan di berbagai penjuru dunia. Di India, penyakit ini
dikenal dengan nama aanikhet. Penyakit ini merupakan suatu infeksi viral yang menyebabkan
gangguan pada saraf pernapasan. Disebabkan virus Paramyxo yang bersifat menggumpalkan
sel darah dan biasanya dikualifikasikan menjadi:
a. Velogenik
b. Mesogenic
c. Lentogenik
1. Tipe Velogenik yaitu Strain yang sangat berbahaya atau disebut dengan Viscerotropic
Velogenic Newcastle Disease (VVND) Tipe Velogenic ini menyebabkan kematian yang luar
biasa bahkan hingga 100%.
2. Tipe Mesogenic Kematian tipe mesogenic pada anak ayam mencapai 10% tetapi ayam
dewasa jarang mengalami kematian. Pada tingkat ini ayam akan menampakan gejala seperti
gangguan pernapasan dan saraf.
3. Tipe Lentogenik merupakan stadium yang hampir tidak menyebabkan kematian.
Hanya saja dapat menyebabkan produktivitas telur menjadi turun dan kualitas kulit telur
menjadi jelek.
Gejala yang tampak tidak terlalu nyata hanya terdapat sedikit gangguan pernapasan.
Gejala: ayam sering megap-megap, nafsu makan turun, diare dan senang berkumpul pada
tempat yang hangat, ayam sulit bernafas, batuk-batuk, bersin, timbul bunyi ngorok, lesu, mata
ngantuk, Jengger dan kepala kebiruan, kornea menjadi keruh, sayap turun, tinja encer
kehijauan kadang berdarah. Setelah 1 sampai 2 hari muncul gejala (tortikolis) syaraf, yaitu
kaki lumpuh, leher berpuntir dan kepala ayam berputar-putar yang akhirnya mati.
Belum ada obat yang dapat menyembuhkan, maka untuk mengurangi kematian, ayam
yang masih sehat divaksin ulang atau dengan melakukan vaksinasi melalui tetes mata atau
hidung pada anak ayam umur 3-4 hari, umur 3 minggu dan setiap 3 bulan secara teratur,
peralatan dan kandang dijaga supaya tetap bersih. Vaksinasi pertama ayam umur 3-4 hari
dengan vaksin Bl, diulangi setelah 3 minggu dengan vaksin Lasota dan kemudian setiap 3
bulan. Dan dijaga agar lantai kandang tetap kering.

Pengendalian:
(1) menjaga kebersihan lingkungan dan peralatan yang tercemar virus, binatang vektor
penyakit tetelo, ayam yang mati segera dibakar/dibuang;
(2) pisahkan ayam yang sakit, mencegah tamu masuk areal peternakan tanpa baju yang
mensucihamakan/ steril serta melakukan vaksinasi NCD. Sampai sekarang belum ada
obatnya.
2) Penyakit cacar ayam
Dengan memberikan vaksinasi, mencungkil kutil-kutil dengan gunting dan diolesi
dengan yodium tintur, atau obat anti infeksi dan cuci hamakan kandang.
3) Gumboro (Infectious Bursal Disease/IBD)
Penyakit gumboro (Infectious Bursal Disease / IBD) ini ditemukan tahun 1962 oleh
Cosgrove di daerah Delmarva Amerika Serikat. Penyakit Gumboro merupakan penyakit yang
menyerang sistem kekebalan tubuh yang disebabkan virus golongan Reovirus. Ayam yang
terkena penyakit Gumboro akan menunjukkan gejala seperti hilangnya nafsu
makan, gangguan saraf, merejan, suka bergerak tidak teratur, diare, tubuh
gemetar, peradangan disekitar dubur, bulu di sekitar anus kotor dan lengket serta diakhiri
dengan kematian ayam. Sering menyerang pada umur 36 minggu.
Dapat dilakukan adalah pencegahan dengan vaksin Gumboro. Penyakit Gumboro
menyerang kekebalan tubuh ayam, terutama bagian fibrikus dan thymus. Kedua bagian ini
merupakan pertahanan tubuh ayam. Pada kerusakan yang parah, antibodi ayam tersebut tidak
terbentuk. Karena menyerang system kekebalan tubuh, maka penyakit ini sering disebut
sebagai AIDSnya ayam.
Penyakit Gumboro sendiri sebenarnya memang tidak menyebabkan kematian secara
langsung pada ayam, tetapi karena adanya infeksi sekunder yang mengikutinya akan
menyebabkan kematian dengan cepat karena virus Avibirnavirus bersifat imunosupresif yang
menyebabkan kekebalan tubuhnya tidak bekerja sehingga memudahkan kawanan ayam yang
diserang oleh virus dan infeksi sekunder oleh bakteri.

4) Penyakit Ngorok (Chronic Respiratory Disease)


Merupakan infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma
gallisepticum. Gejala yang nampak adalah ayam sering bersin dan ingus keluar lewat hidung
dan ngorok saat bernapas. Pada ayam muda menyebabkan tubuh lemah, sayap terkulai,
mengantuk dan diare dengan kotoran berwarna hijau, kuning keputih-keputihan. Penularan
melalui pernapasan dan lendir atau melalui perantara seperti alat-alat. Pengobatan dapat
dilakukan dengan obat-obatan yang sesuai. Untuk ayam broiler atau ayam pedaging penyakit
CRD masih menduduki posisi pertama (yang sering menyerang ayam pedaging).
5) Berak Kapur (Pullorum)
Disebut penyakit berak kapur karena gejala yang mudah terlihat adalah ayam diare
mengeluarkan kotoran berwarna putih dan setelah kering menjadi seperti serbuk kapur.
Disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum (Anonimus, 2009).
Kematian dapat terjadi pada hari ke-4 setelah infeksi. Penularan melalui kotoran.
Pengobatan belum dapat memberikan hasil yang memuaskan, yang sebaiknya dilakukan
adalah pencegahan dengan perbaikan sanitasi kandang. Infeksi bibit penyakit mudah
menimbulkan penyakit, jika ayam dalam keadaan lemah atau stres. Kedua hal tersebut
banyak disebabkan oleh kondisi lantai kandang yang kotor, serta cuaca yang jelek.
Cuaca yang mudah menyebabkan ayam lemah dan stres adalah suhu yang terlalu
panas, terlalu dingin atau berubah-ubah secara drastis. Penyakit, terutama yang disebabkan
oleh virus sukar untuk disembuhkan. Untuk itu harus dilakukan sanitasi secara rutin dan
ventilasi kandang yang baik (Anonimus, 2009). Pullorum merupakan penyakit menular pada
ayam yang dikenal dengan nama berak putih atau berak kapur (Bacilary White Diarrhea=
BWD). Penyakit ini menimbulkan mortalitas yang sangat tinggi pada anak ayam umur 1-10
hari.
Cara penularan
Penularan penyakit Pullorum dapat melalui 2 jalan yaitu:
-Secara vertikal yaitu induk menularkan kepada anaknya melalui telur.
-Secara horizontal terjadi melalui kontak langsung antara unggas secara klinis sakit dengan
ayam karier yang telah sembuh, sedangkan penularan tidak langsung dapat melalui kontak
dengan peralatan, kandang, litter dan pakaian dari pegawai kandang yang terkontaminasi.
Gejala klinis
- Nafsu makan menurun
- Feses (kotoran) kotoran berwarna putih seperti kapur
- Kotorannya menempel di sekitar dubur berwarna putih
- Kloaka akan menjadi putih karena feses yang telah kering
- Jengger berwarna keabuan
- Mata menutup dan nafsu makan turun
- Badan anak ayam menjadi lemas
- Sayap menggantung dan kusam
- Lumpuh karena arthritis
- Suka bergerombol
Pengobatan
Pengobatan Berak Kapur dilakukan dengan menyuntikkan antibiotik seperti
furozolidon, coccilin, neo terramycin, tetra atau mycomas di dada ayam. Obat-obatan ini
hanya efektif untuk pencegahan kematian anak ayam, tapi tidak dapat menghilangkan infeksi
penyakit tersebut. Sebaiknya ayam yang terserang dimusnahkan untuk menghilangkan karier
yang bersifat kronis.
6) Berak darah (Coccidiosis)
Gejala: tinja berdarah dan mencret, nafsu makan kurang, sayap terkulasi, bulu kusam
menggigil kedinginan.
Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungaan, menjaga litter tetap kering; (2) dengan
Tetra Chloine Capsule diberikan melalui mulut; Noxal, Trisula Zuco tablet dilarutkan dalam
air minum atau sulfaqui moxaline, amprolium, cxaldayocox.
2.6. Mortalitas
Mortalitas merupakan angka kematian dalam pemeliharaan ternak. Ada banyak hal
yang berpengaruh terhadap mortalitas dalam pemeliharaan unggas. Misalnya, adalah karena
penyakit, kekurangan pakan, kekurangan minum, temperatur, sanitasi, dan lain sebagainya.
Penyakit didefinisikan sebagai segala penyimpangan gejala dari keadaan kesehatan yang
normal.
Tingkat kematian yang disebabkan oleh penyakit tergantung dari jenis penyakit
yang menyerang unggas. Dalam pemeliharaan petelur yang berhasil, tingkat kematian 10
sampai 12% dianggap normal dalam satu tahun produksi. Dalam kelompok pedaging,
kematian maksimum per tahun normalnya adalah sekitar 4%. Setiap kematian yang melebihi
angka tersebut harus dianggap sebagai kondisi yang serius yang harus mendapat perhatian
segera dari peternak yang bersangkutan (Blakely and Bade, 1991).
Menurut Sidadolog (2001) ayam dewasa dan merpati mampu bertahan hidup tanpa
makan selama 2 sampai 3 minggu. Kehilangan berat akibat kekurangan pakan (kelaparan)
pada merpati antara 38 sampai 42% dari berat badan semula, sedangkan pada ayam setelah
berpuasa selama 11 hari dan bebas minum, kehilangan berat 25% dari berat semula.
Pemberian pakan yang terkontrol dan teratur dapat menurunkan mortalitas ayam dan daya
hidup bertambah.
Kecukupan air minum pada ayam sangat penting diperhatikan. Ayam lebih baik
mengalami kelaparan daripada kehausan dan kehilangan air. Ayam akan mati apabila
kehilangan air 5 sampai 15% berat hidup. Kematian terjadi pada ayam akibat kekurangan air
dinyatakan sebagai berikut, ayam berumur 8 minggu selama 72 jam, merpati dewasa selama
12 sampai 13 hari, ayam petelur selama 8 sampai 13 hari dan ayam dewasa yang tidak
bertelur sampai 32 hari. Pada periode starter, ayam broiler yang dipelihara pada temperatur
rendah (5 0C) terjadi kematian pada 4 minggu pertama sekitar 18%, karena secara nyata
temperature tubuh terlalu rendah di bawah soll wert (Sidadolog, 2001).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menekan angka kematian adalah mengontrol
kesehatan ayam, mengontrol kebersihan tempat pakan dan minum serta kandang, melakukan
vaksinasi secara teratur, memisahkan ayam yang terkena penyakit dengan ayam yang sehat,
dan memberikan pakan dan minum pada waktunya (Siregar et al., 1980).

III. KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Frekuensi dan waktu pemberian pakan yang berbeda pada ayam broiler sampai umur
lima Minggu tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan,
konversi pakan, bobot akhir. Indeks performa terbaik dan pendapatan yang menguntungkan
adalah pada frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari pada pagi, siang, dan sore hari.
3.2. Saran
Pemberian pakan ayam broiler sampai umur lima Minggu sebaiknya diberikan secara
bertahap baik pagi, siang, dan sore.

DAFTAR PUSTAKA

Akpobome, G. D and R. C. Funguy. 1992. Evaluation of Cage Floor System of Production of


Comercial Broiler. Poultry Science. Vol. 71: 274.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta.
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta. Lunstra, D.

Suprijatna, Umiyati dan Ruhyat. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Cetakan Kedua, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai