Anda di halaman 1dari 7

2.

1 Teori Pengupahan

Tinggi rendahnya tingkat upah merupakan suatu hal yang relatif, karena dengan tingkat
upah tertentu seseorang menganggapnya tinggi, sedangkan orang lain menganggapnya rendah.
Akan tetapi pandangan orang tentang tingginya tingkat upah boleh dikatakan tidak berubah yaitu
asal mencukupi. Seberapa besar sebenarnya tingkat upah yang cukup, tergantung dari sisi mana
tingkat upah ditentukan. Untuk membahas hal ini akan dilihat pemikiran beberapa aliran
ekonomi berikut ini.

2.1.1 Teori Pengupahan Karl Marx

Teori pengupahan Karl Marx sebenernya diadopsi dari Teori Nilai Tenaga Kerja. Teori
ini mengatakan bahwa nilai dari setiap barang tergantung pada jumlah buruh yang dipekerjakan
untuk memproduksi barang tersebut (Pressman, 2000). Buruh dalam hal ini dapat berupa tenaga
kerja langsung yang mengerjakan barang yang diproduksi, dan tenaga kerja tidak langsung yaitu
tenaga kerja yang bertugas membuat mesin yang dipergunakan untuk memproduksi barang. Jadi
menurut Marx, nilai dari suatu barang adalah nilai jasa buruh atau dari jumlah tenaga kerja yang
dipergunakan untuk memproduksi barang yang bersangkutan. Implikasi padangan ini adalah :

1. Harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan untuk seluruh proses
produksi barang tersebut.
2. Jumlah jasa kerja yang dikorbankan untuk memproduksi sesuatu jenis barang adalah kira-
kira sama. Oleh karena itu harganyapun di beberapa tempat menjadi kurang lebih sama.
3. Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh, sehingga hanya buruh/pekerja yang
berhak memperoleh seluruh pendapatan nasional suatu Negara.

Mengingat bahwa untuk memproduksi suatu barang diperlukan faktor produksi yang lainnya
yakni bahan baku, modal, dan tanah, bukan hanya tenaga kerja, maka teori ini dianggap tidak
cocok dengan kenyataan di lapangan. Dalam hal ini beraqrti Marx hanya mempertimbangkan
faktor tenaga kerja, sedangkan faktor-faktor yang lain dianggap tidak memiliki peranan dalam
menentukan nilai suatu barang. Padahal dalam kenyataan faktor-faktor lain seperti biaya bahan
baku, biaya penyusutan mesin, dan biaya penyusutan tanah, biaya penyusutan bangunan juga
turut menentukan nilai suatu barang, sehingga harus diperhitungkan dalam menentukan
nilai/harga barang.
Di samping teori nilai tenaga kerja, Marx juga mengajukan Teori Pertentangan Kelas atau
sering juga disebut dengan Teori Perjuangan Kelas. Teori ini menyatakan bahwa dalam kegiatan
ekonomi terjadi pertentangan antara kaum kapitalis dengan kaum buruh. Dikatan bahwa kaum
kapitalis selalu berusaha menciptakan barang-barang modal (mesin) untuk mengurangi
penggunaan tenaga buruh. Tujuan dari strategi ini adalah untuk menurunkan tingkat upah, karena
dengan digunakannya mesin dalam jumlah banyak, tenaga buruh tidak akan diperlukan lagi.
Kondisi yang selanjutnya muncul adalah pengangguran. Seperti yang sudah diuraikan
sebelumnya, dengan tingginya tingkat pengangguran, berarti terdapat suplai tenaga kerja
melebihi permintaan, yang akhirnya menyebabkan penekanan tingkat upah. Kondisi ini akan
meningkatkan standar hidup absolute kapitalis dan menurunkan standar hidup absolute kaum
buruh. Agar dapat sekedar bekerja, buruh terpaksa bekerja keras dan bersedia menerima upah
yang besarnya hanya cukup untuk bertahan hidup, atau hanya menerima upah subsisten. Standar
hidup para pekerja tetap pada tingkat minimum untuk dapat bertahan hidup, sedangkan kaum
kapitalis semakin lama menjadi semakin kaya.dalam hal ini dianggap bahwa kaum kapitalis
melakukan eksploitasi terhadap kaum buruh. Konsekuensi dari keadaan ini, tiada lain bagi buruh
kecuali bersatu merebut capital dari pengusaha agar menjadi milik bersama. Dengan kata lain,
eksploitasi kaum buruh mengakibatkan perjuangan kelas antara kapitalis, yang menguasi cara-
cara produksi, dengan buruh yang tidak menguasai cara-cara produksi, tidak terhindarkan lagi
(Pressman, 2000).

Implikasi pandangan Marx tersebut dalam sistem pengupahan dan pelaksanaannya adalah
sebagai berikut :

1. macam dan jumlah kebutuhan konsumsi tiap-tiap orang kira-kira sama. Di samping itu
nilai setiap barang juga sama. Walaupun terdapat pada tempat yang berdeba.
Akibatnya upah setiap orang juga kurang lebih sama, sehingga dalam hal ini sistem
upah hanya sekedar menjalankan fungsi sosial, yaitu memenuhi kebutuhan konsumtif
dari buruh.
2. Upah tidak mempunyai fungsi pemberian insentif yang sebenernya sangat diperlukan
untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas pekerja, yang pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan nasional.
3. Diperlukan sistem pengawasan yang sangat ketat untuk menjamin setiap orang betul-
betul mau bekerja menurut kemampuannya. Untuk itu diperlukan sentralisasi dan
sistem paksaan, yang bertentangan dengan azas-azas kemanusiaan.

2.1.2 Teori Pengupahan Aliran Klasik

Dalam pembahasan teori pengupahan ini, akan ditinjau pemikiran dari dua orang tokoh
aliran klasik yakni Robert serta John Stuart Mills. Malthus meninjau upah dari segi dengan
penawaran tenaga kerja dan menghubungkannya dengan perubahan jumlah penduduk. Ia
mengatakan bahwa sumber utama penawaran tenaga kerja adalah penduduk usia kerja. Jika
jumlah penduduk bertambah dengan pesat, maka terdapat kecendrungan jumlah penduduk usia
kerja juga meningkat. Berarti jika penduduk bertambah maka penawaran tenaga kerja bertambah,
dan keadaan ini akan dapat menekan tingkat upah. Sebaliknya, jika jumlah penduduk usia kerja
berukrang maka tingkat upah akan naik. Dengan demikian, menurut Malthus, dalam jangka
panjang tidak aka nada gunanya menaikkan tingkat upah, sebab hal ini akan menyebabkan orang
akan lebih kaya sehinga tidak ragu-ragu lagi untuk memiliki anak dalam jumlah besar.
Selanjutnya, apabila sebagian besar penduduk bersikap seperti itu maka jumlah penduduk akan
kembali bertambah pesat, yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat upah. Singkatnya, tidak
aka nada gunanya menaikkan tingkat upah, karena dalam jangka pangjang upah akan turun
kembali ke tingkatnya semula.

Sam halnya dengan Malthus, Mills yang merupakan tokoh aliran klasik lain juga
berpendapat bahwa tingkat upah tidak akan beranjak dari tingkat semula. Dinyatakan, bahwa
untuk membayar tenaga kerja, dalam suatu masyarakat sudah tersedia dana yang berasal dari
investasi. Dari investasi yang ada, sudah dialokasikan bagian tertentu untuk upah. Pada
umumnya alokasi tersebut tidak beda jauh dengan yang sudah ditetapkan semula.

Dari kedua tokoh aliran klasik ini, tercemin bahwa mereka pesimis tingkat upah akan
tinggi, dengan kata lain bahwa tingkat upah akan cenderung berada pada posisi yang rendah.
Tingkat upah yang rendah berarti tingkat upah yang hanya dapat digunkan untuk
mempertahankan hidup. Pemikiran ini didasari pada kenyataan pada saat terjadi revolusi
industry, yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak tetapi dengan upah yang relative
rendah. Upah yang rendah ini antara lain disebabkan tingkat ketrampilan pekerja pada saat
dimulainya revolusi industry tersebut, masih rendah.

2.1.3 Teori Pengupahan Aliran Neo Klasik

Beda halnya dengan pandangan kaum klasik yang pesimis, dalam kaitannya dengan
tingkat upah pandangan aliran Neo Klasik cenderung optimis. Intinya, tingkat upah dapat saja
tinggi asal sesuai dengan produk marjinalnya. Aliran ini menyatakan bahwa tenaga kerja pada
tingkat mikro adalah heterogen, sehingga tingkat upah juga tidak sama untuk masing-masing
tenaga kerja. Tingkat upah akan ditentukan oleh kulitas tenaga kerja yang tersedia. Artinya untuk
setiap tingkat kualitas tenaga kerja terdapat satu tingkat upah. Pada umumnya kualitas tenaga
kerja antara lain ditentukan oleh pendidikan, pelatihan, pengalaman kerja dan kesehatan tenaga
kerja. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat upah untuk masing-masing tenaga keja akan sangat
ditentukan oelh modal insane dari tenaga kerja yang bersangkutan.

2.2 Struktur Upah

Tingkat upah dapat berbeda tergantung dari :

1. Di sektor mana tenaga kerja itu berada


2. Letak geografis usaha
3. Pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja
4. Jenis kelamin
5. Proporsi biaya tenaga kerja terhdapat seluruh biaya produksi
6. Proporsi keuntungan terhadap penjualan
7. Skala organisasi
8. Kelangkaan tenaga kerja
9. Kekuatan serikat pekerja
10. Jenis jabatan

Berbagai tingkat upah tersebut terkait dengan suatu struktur tertentu. Bagian ini akan
membahas struktur upah eksternal dan struktur upah internal. Pembahasan tentang struktur upah
eksternal akan berkaitan dengan poin 1 sampai dengan 9, sedangkan poin 10 akan terkait dengan
struktur upah internal.
2.2.1 struktur upah eksternal

Struktur upah eksternal terkait dengan hal-hal yang berada di luar organisasi
bersangkutan dan dapat dikelompokkan berdasarkan unsur-unsur berikut ini :

1. Sektoral
Dalam kegiatan ekonomi, kemampuan satu sektor untuk menawarkan tingkat upah
berbeda dengan sektor lainnya. Sektor industry dan jasa misalnya, secara umum akan
menawarkan tingkat upah yang lebih tinggi dibandingkan sektor pertanian. Hal ini
anatara lain disebabkan produktivitas tenaga kerja disektor industry dan jasa pada
umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian. Jika produktivitas tenaga
kerja tinggi maka tingkat keuntungan yang dihasilkan juga lebih tinggi, sehingga dana
yang dialokasikan untuk membayar upah/gaji akan cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan sektor dengan produktivitas tenaga kerja yang rendah.
Perbedaan kemampuan tidak saja terjadi antar sektor, bahkan dalam sektor yang sama
dapat dijumpai perbedaan kemampuan. Misalnya saja dalam sub sektor perbankan, bank
swasta seringkali menawarkan tingkat upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan bank
pemerintah. Hal ini mungkin terlepas dari unsure produktivitas karena cenderung lebih
ditentukan oleh nilai produk yang dihasilkan dipasar. Nilai barang dipasar akan sangat
tergantung dari kekuatan permintaan dan penawaran. Misalmya ada dua orang akuntan,
yang satu bekerja disektor A dan yang lain bekerja di sektor B. sektor A memiliki
permintaan pasar yang kuat sedangkan sektor B memiliki permintaan pasar yang lemah.
Dengan demikian, tingkat upah akuntan yang bekerja disektor A cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan bekerja di sektor B. dalam bahasa sehari-hari, sektor A
digolonhkan basah dan sektor B digolongkan kering.
2. letak geografis
perbedaan upah dapat juga disebabkan oleh perbedaan letak geografis pekerjaan yang
bersangkutan. Seorang sekretaris dengan kemampuan sama pada organisasi sejenis dan
dengan sklas yang relative sama di daerah pedesaan/kota kecil, seringkali mendapat upah
yang lebih rendah dibandingkan dengan yang bekerja di kota besar.
3. pendidikan dan ketrampilan
menurut Simanjuntak (2003), pasar krja terdiri dari beberapa pasar kerja yang berbeda
dan terpisah satu sama lain (segmented labor markets). Pada pasar kerja-pasar kerja
tersebut, terdapat pekerjaan yang memerlukan tingkat ketrampilan dan pendidikan yang
berbeda. Secara umum tenaga kerja yang memiliki tingkat pendidikan dan ketrampilan
yang lebih tinggi, lebih produktif dibandingkan mereka yang memiliki tingkat pendidikan
dan ketrampilan yang lebih rendah. Selanjutnya hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat
upah yang diterima.
4. jenis kelamin
seringkali perbedaan tingkat upah terjadi semata-mata adanya perbedaan jenis kemalim
dari tenaga kerja yang dipergunakan. Upah yang diterima oleh tenaga keja laki-laki
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan yang diterima oleh tenaga kerja perempuan.
5. proporsi biaya tenaga kerja terhadap seluruh biaya produksi
semakin kecil proporsi biaya tenaga kerja tehadap seluruh biaya produksi dalam suatu
organisasi upah semakin mudah untuk ditingkatkan. Hal ini disebabkan pada organisasi
semaca, ini. Kenaikan upah tidak akan menjadi persoalan.
6. proporsi keuntungan terhadap penjualan
pihak organisasi cenderung untuk membagikan keuntungan yang diperoleh kepada
pekerjanya. Semakin besar proporsi keuntungan terhadap penjualan, semakin besar
jumlah absolute keuntungan dan semakin besar jumlah absolute yang dibagikan kepada
pekerja. Dengan demikian, pada organisasi semacam ini kemungkinan besar terjadi
tingkat upah yang tinggi.
7. skala perusahaan
besar kecilnya organisasi/perusahaan sangat menentukan tinggi rendahnya tingkat upah.
Organisasi yang berskala besar dapat memperoleh manfaat dari economic of scale,
sehingga dapat menurunkan harga barang dan jasa yang dihasilkan di pasar. Dengan kata
lain organisasi ini akan memiliki dominasi pasar. Karena itulah organisasi semacam ini
dapat memberikan upah yang lebih besar dibandingkan dengan organisasi yang berskala
kecil.
8. kelangkaan tenaga kerja
dalam ilmu ekonomi dikenal suatu konsep bahwa semakin langka suatu komoditas, maka
semakin mahal harganya. Demikian juga bahwa dengan tenaga kerja, semakin langka
tenaga kerja yang memilki ketrampilan dari pendidikan tertentu, maka semakin tinggi,
upah yang ditawarkan.
9. kekuatan serikat pekerja
upah merupakan unsur penting yang menjadi perhatian serikat pekerja dalam
hubungannya dengan organisasi. Serikat pekerja yang kuat biasanya mengemukakan
alasan-alasan yang dapat menyakinkan pihak organisasi dalam mengusahakan kenaikan
tingkat upah. Artinya, tingkat upah pada organisai-organisasi yang memiliki serikat
pekerja yang kuat cenderung lebih tinggi dari pada organisasi dengan serikat pekerja
yang lemah

2.2.2 struktur upah internal

Dalam sebuah organisasi, umumnya terdapat perbedaan tingkat upah yang bersifat
formal. Criteria yang menjadi acuan dalam menentukan tingkat upah dalam suatu organisasi
didasarkan pada jenis jabatan yang mencerminkan jenjang organisator. Jenis jabatan ini adalah
merupakan perwakilan dari beberapa faktor seperti jabatan, tugas, wewenang dan tanggung
jawab dari masing-masing tenaga kerja dengan jabatan tertentu. Misalnya, semakin tinggi
tanggung jawab seorang pekerja dalam organisasi yang bersangkutan maka semakin tinggi upah
yang diterima. Disamping itu, tinggi rendahnya upah dalam suatu organisasi dapat juga
dipengaruhi oleh masa kerja/golongan pekerjaan yang ada di dalamnya. Struktur pengupahan
semavam ini biasanya mengikuti struktur organisasi yang menjadi wadahnya. Secara rinci,
struktur upah internal dapat diikuti pada pembahasan fungsi-fungsi pada manajemen sumber
daya manusia.

Anda mungkin juga menyukai