Disusun oleh:
1. Ryan Cantona Pambudi (14315)
2. Sapto Rio Sasongko (14316)
3. Anugrahi Mahastri (14357)
4. Rina Dwi Tantika (14398)
5. Vaya Noorachmi S (14446)
LABORATORIUM AGROHIDROLOGI
DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
ACARA III
PENGUKURAN KEHILANGAN AIR DI SALURAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam pokok bagi kehidupan manusia. Tidak hanya
manusia, namun makhluk lain juga tidak bisa hidup tanpa kehadiran air di bumi. Seiring
meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk di bumi maka kebutuhan air juga meningkat.
Air digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi manusia seperti memasak dan mandi
maupun kegiatan di bidang industri, dan bidang lainnya. Salah satu penggunaan air terbesar
adalah bidang pertanian. Air di sektor pertanian sangat besar peranannya, karena hampir
setiap kegiatan di sektor pertanian membutuhkan air dalam jumlah yang besar dibanding
kegiatan lain. Keberadaan air sebagai sumberdaya alam yang sangat vital bagi sektor
pertanian sangat perlu diperhatikan, sehingga efisiensi penggunaan air meningkat dan
kehilangan air dapat dikurangi (Pusposutardjo dan Susanto, 1993 dalam Yuana 2016). Proses
utama dalam menciptakan kesuburan tanah bagi tanaman dunia pertanian akan berlangsung
bila terdapat air.
Peran penting air dalam pertanian tidak memungkiri perlunya manajemen pemakaian
air. Mengingat sumber daya air digunakan pada sektor lain. Jumlah penggunaan air tanah
terus meningkat yang pada gilirannya mempengaruhi keseimbangan akuifer. Upaya
penghematan air dalam rangka efisiensi penggunaan air perlu dilakukan. Irigasi merupakan
salah satu teknologi pertanian yang menjadi perhatian dalam mengupayakan efisiensi
penggunaan air. Fakta dilapangan terjadi kehilangan air pada saluran irigasi, sehingga
mengurangi efisiensi pengairan. Kemungkinan terjadinya kehilangan air dalam saluran irigasi
cukup besar. Air yang mengalir dapat berkurang jumlahnya, hal tersebut diakibatkan oleh
kehilangan air dalam saluran. Kehilangan air selama penyaluran antara lain disebabkan oleh
evapotranspirasi dan transpirasi, perkolasi, perembesan, dan dan kebocoran saluran.
Terbatasnya persediaan air untuk irigasi di beberapa daerah menuntut pemakaian air
irigasi harus dilaksanakan secara lebih efisien dan efektif. Dengan demikian, kehilangan air
dalam saluran penting untuk diketahui karena berkaitan dengan efisiensi pengairan. Dari
kenyataan tersebut maka perlu dilakukan pengkajian untuk mengetahui faktor-faktor
penyebab kehilangan air disaluran irigasi, dan pada akhirnya diharapkan ditemukan solusi
untuk mengurangi masalah tersebut
B. Tujuan Praktikum
Air adalah salah satu sumber daya alam yang sangat besar manfaatnya terutama bagi
manusia. Kebutuhan air adalah banyaknya jumlah air yang dibutuhkan untuk keperluan
rumah tangga, industri, penggelontoran kota dan lain-lain. Prioritas kebutuhan air meliputi
kebutuhan air domestik, industri, pelayanan umum dan kebutuhan air untuk mengganti
kebocoran, (Deny, 2010 cit. Hidayat, 2015). Akan tetapi, dari semua sektor yang
membutuhkan air tersebut, sebagian besar air dimanfaatkan untuk sektor pertanian.
Berdasarkan data FAO tahun 2000, penggunaan air pada sektor pertanian di Indonesia
sebesar kurang lebih 80%. Kehilangan air irigasi yang umum terjadi pada suatu areal
pertanian selama pemberian air adalah aliran permukaan dan perkolasi (Hansen et al.,1979;
Doorenbos dan Pruitt, 1977; Sapei, 2000; Huda, 2012; Sapei, 2012 cit. Fajar et. al., 2016).
Efisiensi penggunaan air (EPA) dinyatakan dalam banyaknya hasil yang di dapat per
satuan air yang digunakan, yang dapat dinyatakan dalam kilogram bahan keing per meter
kubik air. Efisiensi penggunaan air irigasi dapat ditingkatkan dengan: (1) mengurangi
banyaknya air yang diberikan; (2) mengurangi kebocoran-kebocoran saluran irigasi; (3)
meningkatkan produktivitas; (4) pergiliran pemberian air; dan (5) pemberian air secara
terputus (Besarnya efisiensi dan kehilangan air berbanding terbalik, bila angka kehilangan air
besar maka nilai efisiensi kecil begitu juga sebaliknya jika angka kehilangan air kecil maka
nilai efisiensinya besar. Adapun kehilangan air pada jaringan irigasi diakibatkan karena
Evaporasi, Perkolasi, Perembesan (seepage), air terbuang sia-sia, dan kehilangan energi
(Bos,1990, Tabbal,1992, Thompson, 1999 cit. Rizalihadi et. al., 2014).
Meskipun jumlah air tersedia cukup, namun bila konsistensi efisiensi distribusi air
tidak terjaga, maka dapat menyebabkan air tidak dapat mencukupi seluruh areal yang
direncakan. Salah satu kinerja jaringan irigasi dapat dilihat dari konsistensi nilai efisiensi
irigasi itu sendiri. Penurunan efesiensi dapat terjadi karena pengelolaan daerah irigasi yang
kurang baik.
Pada umumnya efisiensi penyaluran pada saluran primer yaitu sebesar 90%, saluran
sekunder sebesar 90% dan saluran tersier sebesar 80%. Angka tersebut berarti bahwa setelah
air mengalir melewati saluran primer air yang tersisa adalah 90% dari air yang disadap, yang
kemudian air ini mengalir ke saluran sekunder. Setelah melewati saluran sekunder air tersisa
90% dari air yang berasal dari saluran primer atau tinggal 90% dari air yang disadap yaitu
80% dari air yang disadap. Kemudian setelah melewati saluran tersier air yang tersisa 80%
dari air yang berasal dari saluran sekunder atau 80% dari 90% dari 90% air yang disadap
yaitu 65% dari air yang disadap. Hal ini menunjukkan bahwa air yang sampai ke petak tersier
hanya 65% dari air yang disadap dan angka ini umumnya dipakai sebagai nilai efisiensi pada
perencanaan irigasi (Sri, 2000 cit. Fajar et. al., 2016).
(a) Untuk menghasilkan penggunaan air irigasi yang efisien di tingkat petani yang
disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman.
(b) Untuk penelitian terapan dalam evaluasi tingkat efisiensi penggunaan air irigasi
permukaan, misalnya rembesan/bocoran di saluran, debit yang diperlukan, panjang alur
(furrow) dan sebagainya.
(c) Untuk keperluan iuran pelayanan air irigasi diperlukan alat ukur untuk menetapkan
jumlah air yang telah digunakan dan besarnya iuran air yang harus dibayar oleh pemakai
air tersebut (Soewarno, 1991).
Mengetahui kehilangan air di saluran pada dasarnya perlu mengetahui debit air di
saluran. Debit (discharge) adalah volume aliran yang mengalir melalui suatu penampang
melintang saluran per satuan waktu. Biasanya dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik
(m3 /det) atau liter per detik (l/detik). Rumus untuk menghitung debit air adalah sebagai
berikut: Q = A x V, dengan Q = debit air (m3/det); V = kecepatan aliran (m/det); A = luas
penampang aliran (m2). Adapun kehilangan air selama penyaluran antara lain disebabkan
oleh evaporasi, perkolasi, rembesan dan kebocoran saluran (Darajat et. al., 2017).
Menurut Asdak (1995 cit. Darajat et. al., 2017) evaporasi permukaan air terbuka
adalah penguapan permukaan air lebar tumbuhan. Pada permukaan air yang tenang dan tidak
bergelombang, laju penguapan akan tergantung pada suhu dan tekanan uap air pada
permukaan air, dan laju evaporasi sebanding dengan perbedaan tekanan uap air antara
permukaan air di atasnya. Faktor utama yang mempengaruhi evaporasi adalah kecepatan
angin (v) di atas permukaan air, tekanan uap air pada permukaan (e0) dan tekanan uap air
pada permukaan air (ea).
Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994 cit. Darajat et. al., 2017) Perkolasi dapat
berlangsung secara vertikal dan holizontal. Perkolasi yang berlangsung secara vertikal
merupakan kehilangan air ke lapisan tanah yang lebih dalam, sedangkan yang berlangsung
secara horisontal merupakan kehilangan air ke arah samping. Perkolasi ini sangat dipengaruhi
oleh sifat-sifat fisik tanah antara lain permeabilitas dan tekstur tanah. Pada tanah bertekstur
liat laju Perkolasi mencapai 13 mm/hari, pada tanah bertekstur pasir mencapai 26,9 mm/hari,
pada tanah bertekstur lempung berpasir laju Perkolasi mencapai 3-6 mm/hari, pada tanah
berekstur lempung laju Perkolasi mencapai 2-3 mm/hari, pada tanah lempung liat mencapai
1-2 mm/hari. 3.
Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994 cit. Darajat et. al., 2017) rembesan air dan
kebocoran air pada saluran pengairan pada umumnya berlangsung ke samping (horisontal)
terutama terjadi pada saluran-saluran pengairan yang dibangun pada tanah-tanah tanpa
dilapisi tembok, sedangkan pada saluran yang dilapisi (kecuali jika kondisinya retak-retak)
kehilangan air sehubungan dengan terjadinya perembesan dan bocoran tidak terjadi.
Pengukuran debit air pada saluran terbuka dapat dilakukan dengan menggunakan
weir. Weir adalah perangkat struktur hidrolik yang merupakan alat ukur primer, yaitu suatu
perintang (penahan) yang memiliki hubungan spesifik antara kedalaman tinggi muka air
terhadap debit.[2] Debit air yang mengalir dapat ditunjukkan dengan melihat kurva korelasi
atau perhitungan matematis berdasarkan tinggi muka air yang melewati weir. Dengan
demikian, weir dapat digunakan sebagai instrumen basis pengukuran (Rustandi, 2016).
Salah satu metode pengukuran debit dengan weir yaitu Thompson Weir. Perhitungan
debit yang mengalir pada Thompson Weir menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana:
Q : debit aliran (m3 /dt)
α : 90o
Cd : koefisien debit Thompson
g : 9,81 m/dt2
hTh : tinggi aliran diatas pintu Thompson (m)
III. METODOLOGI
Praktikum Pengelolaan Air untuk Pertanian Acara III yang berjudul “Pengukuran
Kehilangan Air di Saluran” dilaksanakan pada hari Senin, 19 Febuari 2018. Praktikum ini
dilaksanakan di Laboratorium Agrohidrologi, Departemen Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada. Adapun peralatan dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini
berupa alat ukur meteran dan mistar untuk mengukur tinggi air dan jarak pengamatan, alat
pengukur kehilangan air di selokan yaitu weirs tipe Thompson, kalkulator, alat tulis, dan
aliran air di selokan.
Pada praktikum acara III ini dilakukan menentukan dua bagian saluran yaitu weirs
besar dan weirs kecil. Kedua weirs diukur lebarnya. Langkah selanjutnya menentukan dua
titik pengamatan pada saluran terlebih dahulu kemudian mengukur jarak antar keduanya
(dalam satuan meter). Alat weirs dipasang pada masing-masing titik pengamatan sebagai Q1
(saluran hulu) dan Q2 (salura hilir). Pemasangan weirs diusahakan rapat dengan dinding dan
dasar selokan sehingga air tidak bocor. Tinggi air yang mengalir dari kedua weirs yang
dipasang diukur (h dalam meter) secara bersamaan. Pengukuran dilakukan 3 (tiga) kali
ulangan. Berikut gambar weirs yang digunakan.
B. Pembahasan
Kegiatan sektor pertanian tidak dapat dipisahkan dengan pemanfaatan sumber daya
air yang ada. Sebagian besar kegiatan pertanian memerlukan air untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. air dibutuhkan oleh tanaman untuk kegiatan metabolisme seperti
transpirasi dan fotosintesis yang menghasilkan produk samping yang dapat dimanfaatkan
oleh manusia. Selain itu, air juga berpengaruh terhadap keadaan tanah suatu lahan. Tanah
yang kekurangan air atau memiliki ketersediaan air yang sedikit maka tidak akan mampu
mencukupi kebutuhan tanaman nantinya. Selain diserap tanaman, air yang ada di dalam tanah
sebagian hilang karena terjadi proses evaporasi maupun perkolasi. Oleh karena itu, petani
sering melakukan irigasi pada sawah mereka untuk menjaga ketersediaan air dalam tanah.
Oleh karena itu, pengaturan dan pengelolaan air tanaman perlu diperhatikan untuk
menyeimbangi terjadinya kehilangan air yang terjadi.
Alat yang digunakan untuk mengukur kehilangan air adalah Weirs tipe Thompson.
Prinsip kerja alat ini adalah dengan menghitung air yang mengalir di hulu dikurangi dengan
hilir. Weirs berbentuk segi tiga pada umumnya digunakan untuk pengukuran debit kecil. Alat
ukur ini menghasilkan pengukuran yang akurat untuk pengaliran debit kecil dibandingkan
dengan alat ukur yang lain. Sementara itu, pada pengaliran debit besar, bentuk segi tiga
menghasilkan muka air diatas mercu lebih tinggi dari bentuk yang lain.
Pengukuran kehilangan air dengan Weirs tipe Thompson adalah dengan mengukur
ketinggian air yang melewati Weirs sehingga menunjukkan besar kecilnya debit saluran itu.
Kelemahan dari metode ini yaitu alat yang digunakan harus disesuaikan dengan lebar saluran,
hanya dapat dilakukan pada saluran dengan aliran lambat dan di perlukan ketelitian yang
tinggi dalam pemasangan alat. Kelebihan dari metode ini yaitu murah dan mudah dilakukan.
Kehilangan air secara umum dibagi dalam 2 kategori, yaitu kehilangan air akibat fisik dan
kehilangan air akibat operasional. Kehilangan akibat fisik dimana kehilangan air terjadi
karena adanya rembesan air di saluran dan perkolasi di tingkat usaha tani (sawah).
Sedangkan, kehilangan akibat operasional terjadi karena adanya pelimpasan dan kelebihan air
pembuangan pada waktu pengoperasian saluran dan pemborosan penggunaan air oleh petani.
Kehilangan air yang terjadi di pada saluran dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain disebabkab oleh evaporasi pada muka air, perkolasi pada lapisan tanah di bawah
saluran, rembesan melalui saluran, peluapan di atas saluran, pecahnya saluran, limpasan
melalui saluran, dan lubang tikus pada saluran. Evaporasi merupakan penguapan didalam
saluran yang dipengaruhi oleh beberapa unsur klimatologi seperti intensitas cahaya matahari
dan suhu atau temperatur. Apabila jumlah intensitas cahaya matahari yang jatuh pada saluran
cukup tinggi atau banyak maka hal ini berkorelasi positif dengan suhu yang terjadi di sekitar
yaitu semakin tinggi pula suhu. Sehingga, kegiatan evaporasi yang terjadi di saluran semakin
besar karena pengaruh kedua faktor tersebut. Perkolasi terjadi apabila keadaan jenuh pada
lapisan tanah bagian atas terlampaui, sehingga sebagian dari air tersebut mengalir kebawah
tanah yang lebih dalam lagi dan menembus permukaan air tanah. Saluran yang sudah
semakin lama umurnya akan mengalami pelapukan sehingga akan memperbesar rembesan
air lewat permukaan dinding saluran dan berakibat berkurangnya air dalam saluran.
Kebocoran pada saluran dapat diakibatkan karena umur saluran yang sudah tua atau terdapat
lubang tikus pada saluran sehingga dapat mengakibatkan air hilang melalui celah-celah bocor
tersebut. Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah yaitu dengan melakukan pengecekan
terhadap saluran dan memperbaiki saluran yang mengalami kerusakan.
Berdasarkan hasil uji t dengan alpha 0,05 pada weirs besar dan weirs kecil, diperoleh
p-value sebesar 0.004185. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan antara weirs besar dan weirs
kecil memberikan perbedaan yang nyata. Pada weirs besar, kehilangan air yang terjadi cukup
besar hal ini sedangkan rerata kehilangan air pada weirs kecil sangat kecil. Hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor diatas yaitu evaporasi, perkolasi, rembesan dan faktor
lainnya.
Dalam praktikum ini diambil untuk saluran sepanjang 10 km dan diketahui bahwa
apabila menggunakan weirs berukurann kecil maka kehilangan air lebih kecil dibanding
menggunakan weirs berukuran. Pada weirs besar, besar kehilangan air dari ketiga saluran
(ulangan 1, ulangan 2, dan ulangan 3) yaitu berturut-turut sebesar 0,001523 m3 /detik,
0,001654 m3 /detik, 0,001326 m3 /detik dengan hasil konversi menjadi 3,05 m3 /10 km, 3,31
m3 /10 km, 2,65 m3 /10 km. Adapun pada weirs kecil, besar kehilangan air dari ketiga saluran
(ulangan 1, ulangan 2, dan ulangan 3) yaitu berturut-turut sebesar 0,000064m3 /detik,
0,000056 m3 /detik, 0,000042 m3 /detik dengan hasil konversi menjadi 0,13 m3 /10 km, 0,11
m3 /10 km, 0,08 m3 /10 km. Berdasarkan perhitungan dua weirs di atas didapatkan rerata
keduanya cukup berselisih besar yaitu weirs besar sebesar 3,00 m3 /10 km dan weirs kecil
0,11 m3 /10 km.Hal ini dibuktikan dalam uji-T yang menunjukkan p-value dari rerata
keduanya sebesar 0,004185, artinya perlakuan weirs besar berbeda nyata dengan perlakuan
weirs kecil. Lebar v-notch weirs kecil lebih kecil dibandingkan lebar v-notch weirs besar.
Pada laju aliran air yang cenderung kecil bila melewati weirs yang lebar akan membutuhkan
waktu lebih lama. Dalam keadaan ini kemungkinan kehilangan air menjadi lebih besar saat
menggunakan weirs besar. Adapun air yang mengalir melalui saluran tersebut besar
kemungkinan akan berkurang atau terjadi kehilangan air akibat peristiwa evaporasi,
perkolasi, perembesan dan kebocoran saluran air. Di dasar saluran yang berupa tanah air
mudah merembes dan masuk ke dalam tanah sedangkan di permukaan air mudah terjadi
evaporasi.
Dari perhitungan kehilangan air ini dapat mempermudah perkiraan besar air yang
hilang dalam suatu saluran dan menghitung efisiensi penggunaan air pada lahan pertanian.
Menurut Sumadiyono (2012), manfaat pengukuran efisiensi pada jaringan irigasi adalah: (a)
Untuk menghasilkan penggunaan air irigasi yang efisien di tingkat petani yang disesuaikan
dengan kebutuhan air tanaman; (b) Untuk penelitian terapan dalam evaluasi tingkat efisiensi
penggunaan air irigasi permukaan, misalnya rembesan/bocoran di saluran, debit yang
diperlukan, panjang alur (furrow) dan sebagainya; (c) Untuk keperluan iuran pelayanan air
irigasi diperlukan alat ukur untuk menetapkan jumlah air yang telah digunakan dan besarnya
iuran air yang harus dibayar oleh pemakai air tersebut. Selain itu bermanfaat pula untuk
membuat suatu rancangan bangunan irigasi yang efisien dan memecahkan berbagai persoalan
terkait dengan saluran air. Selain itu, dapat mengukur efisiensi penyaluran air, efisiensi
pemberian air, efisiensi penyimpanan air, dan efisiensi pengagihan air dalam menunjang
pengelolaan air pada lahan pertanian.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Melalui percobaan menggunakan Weirs tipe Thompson besar dan kecil, bisa diketahui
terdapat perbedaan nyata dalam kehilangan air. Kehilangan air diakibatkan antara lain karena
evaporasi, perembesan dan kebocoran saluran air.
DAFTAR PUSTAKA
Darajat, A. R., F. Nurrochmad, R. Jayadi. 2017. Analisis efisiensi saluran irigasi di daerah
irigasi Boro Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. INERSIA, XIII (2),
164-166.
Fajar, A., M. Yanuar, J. Purwanto, S. D. Tarigan. 2016. Efisiensi sistem irigasi pipa untuk
mengidentifikasi tingkat kelayakan pemberian air dalam pengelolaan air irigasi.
Jurnal Irigasi, 11(1) : 33-42.
Hidayat, A. 2015. Prediksi kebutuhan air bersih untuk lima belas tahun yang akan datang di
Kabupaten Rokan Hulu – Provinsi Riau. Jurnal Teknik Sipil, 1 (1).
Rustandi, D. 2016. Prototipe sistem pengukuran debit air pada saluran terbuka berbasis v-
notch weir dan differential pressure transmitter. Instrumentasi, 40 (2) : 53-59.
Soewarno. 1991. Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai. PT. Nova,
Bandung.
Sumadiyono, A. 2012. Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi Karau Kabupaten
Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah. http://www.ftsl.itb.ac.id/wp-
content/uploads/2012/07/95010015-Agus-Sumadiyono.pdf diakses pada tanggal
24 Februari 2018 pukul 6.20 WIB.
Yuana, S Ria. 2016. Partisipasi Petani dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan
Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (Jitut) Di Desa Tulus Rejo Kecamatan
Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Skripsi, STIPER Dharma
Wacana Metro.
Lampiran 1. Tabel Pengamatan
Tabel 1. Lokasi dan ukuran weirs
Jenis Weirs Besar Weirs Kecil
Lokasi pengamatan Saluran Perikanan Saluran Perikanan
Panjang titik pengamatan (m) 5,0 m 5,0 m
Lebar saluran (B) 0,285 m 0,185 m
Ulangan 2
1. Perhitungan kehilangan air weirs besar
Q1 besar = 8/15 (k) √B ( tan 900/2 ( h1 )5)1/2 m3/s
= 8/15 x (0.87) x √0,285 x (1 x ( 0,155)5)1/2 m3/s
= 0,464 x 0,533 x 9,459 x 10-3 m3/s
= 2,343 x 10-3 m3/s
= 0,002343 m3/s