Anda di halaman 1dari 74

MAKALAH

PROSES BELAJAR DAN PEMBELAJARAN YANG


EFEKTIF
Di Ajukan Untuk Mendapatkan Nilai Ujian Tengah Semester Pada Mata
Kuliah “ Belajar dan Pembelajaran ”

Disusun Oleh : Siti Khodijah


NPM : 10.TI.3479
Semester : VI ( Enam)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SYAMSUL ’ULUM


GUNUNG PUYUH SUKABUMI
Jl. Bhyangkara No 33 Tel ( 0266) 231605 Sukabumi
2014

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‘alamin, tiada kata lain yang patut untuk penulis
ungkapkan selain ucapan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan, kesehatan dan kemampuan kepada penulis sehingga tugas makalah ini
dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.
Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada baginda Muhammad
SAW, para sahabat dan seluruh keluarga beliau serta para pengikut beliau hingga
akhir zaman.
Selama penyusunan makalah ini, penulis telah mendapat bantuan dari
berbagai pihak, terutama dari Drs.H. Syafei Firdaus, M.M.Pd selaku dosen pengasuh
mata kuliah Belajar dan Pembelajaran. Serta ucapan terima kasih juga penulis
persembahkan kepada semua pihak yang baik secara langsung ataupun tidak
langsung ikut terlibat dalam penyelesaian makalah ini.
Akhirnya, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekhilafan. Penulis
mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun guna lebih menyempurnakan
makalah-makalah penulis selanjutnya.

Sukabumi, Maret 2014


Wassalam

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar .............................................. ............................................... i
Daftar Isi.......................................................... ............................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
C. Pembatasan Masalah ..................................................................................... 3
D. Manfaat/ Tujuan ............................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Pembelajaran Efektif ..................... ............................................... 3
B. Karakteristik Belajar Yang Efektif ............................................................ 5
C. Kondisi yang Efektif Dalam Proses Pembelajaran .................................... 6
D. Bagaimanakah Suasana Pembelajaran Efektif .......................................... 9
E. Memelihara Kondisi Dan Suasana Belajar Yang Efektif ......................... 11
F. Strategi Pembelajaran Efektif ..................................................................... 14
G. Manajemen Pengajaran Efektif ................................................................... 15
H. Mengajar Yang Efektif ................................................................................. 17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 18
B. Saran ............................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian
pelaksanaan oleh guru dan siswa atas dasar hubungan timbal-balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau
hubungan timbal balik antara guru dan siswa ini merupakan syarat utama bagi
berlangsungnya proses pembelajaran. Pada kenyataan yang kita lihat di sekolah-
sekolah, seringkali guru terlalu aktif di dalam proses pembelajaran, sementara siswa
dibuat pasif, sehingga interaksi antara guru dengan siswa dalam proses
pembelajaran tidak efektif. Jika proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru,
maka efektifitas pembelajaran tidak akan dapat dicapai. Untuk menciptakan kondisi
pembelajaran yang efektif, guru dituntut agar mampu mengelola proses
pembelajaran yang memberikan rangsangan kepada siswa sehingga ia mau dan
mampu belajar. Untuk bisa belajar efektif setiap orang perlu mengetahui apa arti
belajar sesungguhnya. Belajar adalah sebuah tindakan aktif untuk memahami dan
mengalami sesuatu. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respon. Jadi, proses belajar terjadi jika anak merespon stimulus (rangsangan) yang
diberikan guru, selain itu untuk meraih pembelajaran yang efektif peserta didik juga
dapat dibimbing oleh Guru dari pengetahuan sebelumnya yang mereka miliki yang
tersimpan dalam ingatan dan pemikiran mereka (Kognitif) dengan menggunakan
teori dan metode pembelajaran dengan tepat. Jika hal itu belum terjadi maka proses
pembelajaran tidak akan berjalan dengan efektif dan optimal Tanpa menyiapkan
sejumlah perangkat pembelajaran yang tepat.
Makalah ini membahas bagaimana menerapkan pembelajaran yang efektif
ditinjau dari hakikat sebenarnya, sehingga dengan demikian akan terwujud suatu
pembelajaran yang menghasilkan pembelajaran yang optimal sesuai tujuan yang
akan dicapai.

A. Rumusan Masalah
Untuk memudahakan pembahasan masalah tentang Belajar dan Pembelajaran.
Maka, perlu adanya Perumusan Masalah diantaranya:
1) Bagaimana Hakikat Pembelajaran Efektif ?
2) Bagaimana Karakteristik Belajar Yang Efektif ?
3) Bagaimanakah Kondisi Efektif Dalam Proses Pembelajaran ?
4) Bagaimanakah Suasana Pembelajaran Efektif ?
5) Apa Saja Upaya Memelihara Kondisi Dan Suasana Belajar Yang Efektif ?
6) Apa Saja Strategi Pembelajaran Efektif ?
7) Bagaimanakah Manajemen Pengajaran Efektif ?
8) Bagaimanakah Mengajar Yang Efektif itu ?
B. Pembatasan Masalah
Setiap makhluk di dunia mempunyai keterbatasan baik itu pendengaran,
penglihatan, penciuman dan lain-lain. Begitu juga dengan saya selaku penyusun yang
mempunyai kelemahan dan keterbatasan waktu, biaya, pengetahuan dan lain-lain.
Maka dari itu, Penyusun membahas makalah ini sampai Bagaimanakah Mengajar
Yang Efektif itu.
C. Manfaat / Tujuan
Adapun manfaat/tujuan yang dapatdiambil dari isi makalah ini adalah
1. menambah wawasan pengetahuan tentang mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
2. sebagai sumber bacaan dan pengetahuan bagi yang membutuhkan.
3. sebagai bahan diskusi/pembahasan mahasiswa fakultas tarbiyah sebagai penambah
khazanah ilmu pengetahuan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. HAKIKAT PEMBELAJARAN EFEKTIF


Sebelum menelusuri apa sebenarnya hakikat pembelajaran efektif, akan
diuraikan terlebih dahulu apa sebenarnya yang dimaksud dengan belajar dan
pembelajaran serta apa juga yang dimaksud dengan efektif. Berkenaan dengan hal
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Pengertian Belajar Dan Pembelajaran
Belajar adalah suatu perubahan dalam kepribadian sebagai suatu pola baru
yang berupa kecakapan sikap kebiasaan, atau suatu pengertian. Belajar pada
hakikatnya merupakan suatu usaha, suatu proses perubahan yang terjadi pada
individu sebagai hasil dari pengalaman atau hasil dari pengalaman interaksi dengan
lingkungannya.
Soemanto mengemukakan definisi belajar menurut para ahli bahwa belajar
dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah
melalui latihan atau pengalaman. ”Learning may be defined as the process by which
behavior originates or is altered through training or experience.” Dengan demikian,
perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan,
kelelahan, penyakit, atau pengaruh obat-obatan adalah tidak termasuk sebagai
belajar.
Dapat disimpulkan bahwa secara umum pembelajaran adalah suatu kegiatan
yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke
arah yang lebih baik. Pembelajaran bertujuan membantu siswa agar memperoleh
berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa yang meliputi
pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali
sikap dan perilaku siswa menjadi bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya.
2. Pengertian Efektif
Efektif adalah perubahan yang membawa pengaruh, makna dan manfaat
tertentu. Pembelajaran yang efektif ditandai dengan sifatnya yang menekankan pada
pemberdayaan siswa secara aktif. Pembelajaran menekankan pada penguasaan
pengetahuan tentang apa yang dikerjakan, tetapi lebih menekankan pada
internalisasi, tentang apa yang dikerjakan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai
muatan nurani dan hayati serta dipraktekkan dalam kehidupan oleh siswa.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran efektif merupakan sebuah proses
perubahan seseorang dalam tingkah laku dari hasil pembelajaran yang ia dapatkan
dari pengalaman dirinya dan dari lingkungannya yang membawa pengaruh, makna
dan manfaat tertentu.
3. Hakikat Pembelajaran Efektif
Dari defenisi belajar dan pembelajaran serta efektif, maka hakikat
pembelajaran yang efektif adalah proses belajar mengajar yang bukan saja terfokus
kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun bagaimana proses pembelajaran
yang efektif mampu memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan, ketekunan,
kesempatan dan mutu serta dapat memberikan perubahan prilaku dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka.
Peran utama dalam pengajaran adalah menciptakan model aktivitas pengajaran
kuat dan tangguh. Intinya adalah aktivitas pengajaran sebagai penataan lingkungan,
pengaturan ruang kelas, yang didalamnya para pelajar dapat berinterkasi dan
belajar mengetahui bagaimana caranya belajar. Berkaitan dengan efektivitas
pengajaran, untuk mencapai pembelajaran aktif, satu aspek penting adalah masalah
metode yang digunakan guru dalam menciptakan suasana aktif. Proses
pembelajaran dengan metode ceramah, guru mendominasi pembicaraan sementara
siswa terpaksa atau bahkan dipaksa untuk duduk, mendengar dan mencatat hal ini
sangat tidak dianjurkan. Metode ceramah harus dikurangi bahkan ditinggalkan.
Bentuk perubahan dari hasil belajar meliputi tiga aspek, yaitu :
 Aspek kognitif meliputi perubahan-perubahan dalam segi penguasaan pengetahuan
dan perkembangan eterampilan/kemampuan yang diperlukan untuk menggunakan
pengetahuan tersebut.
 Aspek efektif meliputi perubahan-perubahan dalam segi sikap mental, perasaan dan
kesadaran.
 Aspek psikomotor meliputi perubahan-perubahan dalam segi bentuk-bentuk tindakan
motorik. (Daradjat, 1995: 197) Prestasi belajar siswa yang diperoleh dalam proses
belajar-mengajar disekolah dapat dilihat dan diketahui dari nilai hasil ujian
semester, yang kemudian dituangkan dalam daftar nilai raport.
B. KARAKTERISTIK BELAJAR YANG EFEKTIF
Pembelajaran dapat efektif apabila mencapai tujuan pembelajaran yang
diinginkansesuai dengan indikator pencapaian. Untuk mengetahui bagaimana
memperoleh hasil yang efektif dalam proses pembelajaran, maka sangat penting
untuk mengetahui cirri-cirinya. Adapun Pembelajaran yang efektif dapat diketahui
dengan cirri:
1) Belajar secara aktif baik mental maupun fisik. Aktif secara mental ditunjukkan
dengan mengembangkan kemampuan intelektualnya, kemampuan berfikir kritis.
Dan secara fisik, misalnya menyusun intisari pelajaran, membuat peta dan lain-lain.
2) Metode yang bervariasi, sehingga mudah menarik perhatian siswa dan kelas
menjadi hidup.
3) Motivasi guru terhadap pembelajaran di kelas. Semakin tinggi motivasi seorang
guru akan mendorong siswa untuk giat dalam belajar.
4) Suasana demokratis di sekolah, yakni dengan menciptakan lingkungan yang saling
menghormati, dapat mengerti kebutuhan siswa, tenggang rasa, memberi kesempatan
kepada siswa untuk belajar mandiri, menghargai pendapat orang lain.
5) Pelajaran di sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan nyata.
6) Interaksi belajar yang kondusif, dengan memberikan kebebasan untuk mencari
sendiri, sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar pada pekerjaannya
dan lebih percaya diri sehingga anak tidak menggantungkan pada diri orang lain.
7) Pemberian remedial dan diagnosa pada kesulitan belajar yang muncul, mencari
faktor penyebab dan memberikan pengajaran remedial sebagai perbaikan, jika
diperlukan
Selain mengetahui karakteristik belajar yang efektif perlu diketahui juga
bagaimana Karakteristik Guru Efektif, hal ini berguna untuk mengetahui keahlian
dan keprofesionalan seorang pendidik dalam melaksanakan pembelajaran yang
efektif. Adapun karakteristknya yaitu:
1) Memiliki minat terhadap mata pelajaran
2) Memiliki kecakapan untuk menafsirkan suasana/iklim psikologis siswa
3) Menumbuhkan semangat belajar
4) Memiliki imajinasi dalam menjelaskan
5) Menguasai metode/strategi pembelajaran
6) Memiliki sikap terbuka terhadap siswa.
C. KONDISI EFEKTIF DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Guru sebagai pembimbing diharapkan mampu menciptakan kondisi yang
strategi yang dapat membuat peserta didik nyaman dalam mengikuti proses
pembelajaran tersebut. Dalam menciptakan kondisi yang baik, hendaknya guru
memperhatikan dua hal: pertama, kondisi internal merupakan kondisi yang ada
pada diri siswa itu sendiri, misalnya kesehatan, keamanannya, ketentramannya, dan
sebagainya. Kedua, kondisi eksternal yaitu kondisi yang ada di luar pribadi manusia,
umpamanya kebersihan rumah, penerangan serta keadaan lingkungan fisik yang
lain. Untuk dapat belajar yang efektif diperlukan lingkungan fisik yang baik dan
teratur, misalnya ruang belajar harus bersih, tidak ada bau-bauan yang dapat
mengganggu konsentrasi belajar, ruangan cukup terang, tidak gelap dan tidak
mengganggu mata, sarana yang diperlukan dalam belajar yang cukup atau lengkap.
Dalam mewujudkan kondisi pembelajaran yang efektif, maka perlu dilakukan
langkah-langkah berikut ini:

1. Melibakan Sisiwa Secara Aktif


Mengajar adalah membimbing kegiatan belajar siswa sehingga ia mau belajar.
Dengan demikian aktifitas siswa sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
Aktivitas belajar siswa dapat digolongkan ke dalam beberapa hal, antara lain :
a. Aktivitas visual, seperti membaca, menulis, melakukan eksprimen dsb.
b. Aktivitas lisan, seperti bercerita, tanya jawab, dsb.
c. Aktivitasme mendengarkan, seperti mendengarkan penjelasan guru, mendengarkan
pengarahan guru dsb.
d. Aktivitas gerak, seperti melakukan praktek di tempat praktek.
e. Aktivitas menulis, seperti mengarang, membuat surat, membuat karya tulis dsb.
aktivitas kegiatan pembelajaran siswa di kelas hendaknya lebih banyak
melibatkan siswa, atau lebih memperhatikan aktivitas siswa. Berikut ini cara
meningkatkan keterlibatan siswa :
1. Tingkatkan partisifasi siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan cara
menggunakan berbagai teknik mengajar.
2. Berikanlah materi pelajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
3. Usahakan agar pembelajaran lebih menarik minat siswa. Untuk itu guru harus
mengetahui minat siswa dan mengaitkannya dengan bahan pembelajaran.
2. Menarik Minat Dan Perhatian Siswa
Kondisi pembelajaran yang efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa
dalam belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri
seseorang. Minat ini besar sekali pengaruhnya terhadap belajar, sebab dengan minat
seseorang akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya tanpa minat
seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. Keterlibatan siswa dalam
pembelajaran erat kaitannya dengan sifat, bakat dan kecerdasan siswa.
Pembelajaran yang dapat menyesuaikan sifat, bakat dan kecerdasan siswa
merupakan pembelajaran yang diminati.

3. Membangkitkan Motivasi Siswa


Motif adalah semacam daya yang terdapat dalam diri seseorang yang dapat
mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Sedang motivasi adalah suatu proses
untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan. Tugas guru adalah bagaimana
membangkitkan motivasi siswa sehingga ia mau belajar. Berikut ini beberapa cara
bagaimana membangkitkan motivasi siswa :
 Guru berusaha menciptakan persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan
prestasi belajarnya;
 Pada awal kegiatan pembelajaran, guru hendaknya terlebih dahulu menyampaikan
kepada siswa tentang tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut,
sehingga siswa terpancing untuk ikut serta didalam mencapai tujuan tersebut.
 Guru berusaha mendorong siswa dalam belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
 Guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih
sukses dengan usahanya sendiri;
 Guru selalu berusaha menarik minat belajar siswa.
 Sering-seringlah memberikan tugas dan memberikan nilai seobyektif mungkin.
4. Memberikan Pelayanan Individu Siswa
Memberikan pelayanan individual siswa bukanlah semata-mata ditujuan kepada
siswa secara perorangan saja, melainkan dapat juga ditujukan kepada sekelompok
siswa dalam satu kelas tertentu. Sistem pembelajaran individual atau pembelajaran
privat, belakangan ini memang cukup marak dilakukan melalui les-les privat dan
atau melalui lembagalembaga pendidikan yang memang khusus memberikan
pelayanan yang bersifat individual. Dalam sistem pembelajaran tuntas, pelayanan
individu merupakan kegiatan yang mesti dilakukan. Setiap sub materi pelajaran
yang disajikan harus dapat dimengerti oleh semua siswa, tanpa terkecuali. Oleh
karena itu dalam pembelajaran tuntas, materi pelajaran tidak boleh diteruskan
sebelum materi yang sedang diajarkan dapat diserap oleh seluruh siswa.
5. Menyiapkan Dan Menggunakan Berbagai Media Dalam Pembelajaran
Alat peraga/media pembelajaran adalah alat-alat yang digunakan guru ketika
mengajar untuk membantu memperjelas materi pelajaran yang disampaikan kepada
siswa dan mencegah terjadinya verbalisme pada diri siswa. Sebab, pembelajaran
yang mengggunakan banyak verbalisme tentu akan membosankan. Sebaliknya
pembelajaran akan lebih menarik, bila siswa merasa senang dan gembira setiap
menerima pelajaran dari gurunya.
Di dalam menyiapkan dan menggunakan media atau alat peraga, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, sebagai berikut :
 Alat peraga yang digunakan hendaknya dapat memperbesar perhatian siswa terhadap
materi pelajaran yang diasjikan.
 Alat peraga yang dipilih hendaknya sesuai dengan kematangan dan pengalaman siswa
serta perbedaan individual dalam kelompok.
 Alat yang dipilih hendaknya tepat, memadai dan mudah digunakan.
D. SUASANA PEMBELAJARAN EFEKTIF
Dalam kaitan dengan proses belajar mengajar hendaknya guru dapat
mengarahkan dan membimbing siswa untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar
sehingga tercipta suatu interaksi yang baik antara guru dengan siswa maupun siswa
dengan siswa.
Untuk mewujudkan suasana kelas yang mendukung proses belajar mengajar yang
dapat membantu efektivitas proses belajar mengajar yaitu :
1) Memanggil setiap murid dengan namanya
2) Selalu bersikap sopan kepada murid,
3) Memastikan bahwa anda tidak menunjukkan sikap pilih kasih terhadap murid
tertentu.
4) Merencanakan dengan jelas apa yang anda lakukan dalam setiap pelajaran
5) Mengungkapkan kepada murid-murid tentang apa yang ingin anda capai dalam
pelajaran ini
6) Dengan cara tertentu melibatkan setiap murid selama pelajaran.
7) Memberikan kesempatan bagi murid untuk saling berbicara
8) Bersikaplah konsisten dalam menghadapi murid-murid.
Untuk menciptakan suasana yang dapat menumbuhkan gairah belajar,
meningkatkan prestasi belajar siswa, dan lebih memungkinkan guru memberikan
bimbingan dan bantuan terhadap siswa dalam belajar, maka diperlukan
pengorganisasian kelas yang memadai. dalam hal ini akan diuraikan beberapa
suasana yang efektif dalam pelaksanaan proses pembelajaran:
1. Suasana Belajar Yang Menyenangkan
Suasana belajar yang menyenangkan membuat pembelajaran akan berjalan
efektif, apabila suasana pembelajaran tersebut menyenangkan, peserta didik akan
lebih Rileks, Bebas dari tekanan, Aman, Menarik, Bangkitnya minat belajar, Adanya
keterlibatan penuh, Perhatian peserta didik tercurah, Lingkungan belajar yang
menarik (misalnya keadaan kelas terang, pengaturan tempat duduk leluasa untuk
peserta didik bergerak), Bersemangat, Perasaan gembira, Konsentrasi tinggi.
2. Suasana Bebas
Suasana bebas atau terbuka (permisif) merupakan kebebasan bagi siswa dalam
berbicara dan atau berpendapat sesuai dengan tujuan dari proses pembelajaran,
sehingga dengan hal tersebut siswa tidak akan merasakan tekananan, adanya rasa
takut, malu dan lainnya terhadap guru maupun sesame peserta didik.
3. Pemilihan Media Pengajaran Dan Metode Yang Sesuai
Menurut Nasrun dalam forum pendidikan mengemukakan bahwa guru dituntut
mampu memiliki dan menggunakan media pengajaran sesuai de ngan materi yang
akan di sajikan, dituntut mampu menggunakan metode mengajar secara stimulan
untuk menghidupkan suasana pengajaran dengan baik.

E. UPAYA MEMELIHARA KONDISI DAN SUASANA BELAJAR YANG


EFEKTIF
Strategi pengelolaan kelas adalah pola/siasat, yang menggambarkan langkah-
langkah yang digunakan guru dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi
kelas agar tetap kondusif, sehingga siswa dapat belajar optimal, aktif, dan
menyenangkan dengan efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Keberhasilan Untuk mencegah timbulnya tingkah laku-tingkah laku siswa yang
mengganggu jalannya kegiatan belajar mengajar, guru berusaha mendayagunakan
potensi kelas, memfokuskan perhatian kepada peserta didik, memahami mereka
secara individu dan memberi pelayanan-pelayanan tertentu yang merupakan wujud
dukungan dari warga sekolah.
1. Tanggung Jawab Pendidik
Dalam memelihara kondisi dan suasana belajar yang efektif maka guru sebagai
pembimbing mempunyai tanggung jawab yang besar dalam melaksanakannya.
Adapun yang harus dilakukan seorang guru adalah:
 Guru sebagai perancang pengajaran dituntut memiliki kemampuan untuk
merencanakan kegiatan belajar mengajar secara efektif, yang berarti harus memiliki
pengetahuan dan keahlian yang profesional serta kesiapan pada proses belajar
mengajar.
 Guru sebagai pengelolah pengajaran, dituntut untuk memiliki kemampuan mengelolah
seluruh proses kegiatan belajar mengajar dengan menciptakan suasana belajar yang
menguntungkan bagi siswa sehingga siswa benar-benar belajar secara efektif .
 Guru sebagai evaluator of learning, dituntut untuk secara terus menerus mengikuti
prestasi belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi ini
merupakan umpan balik terhadap proses kegiatan belajar mengajar sehingga
memperoleh hasil yang optimal.
 Guru sebagai pembimbing, dituntut untuk mengadakan pendekatan secara
instruksional yang bersifat pribadi dalam setiap proses belajar mengajar
berlangsung. Pendekatan pribadi dimaksudkan untuk lebih mengenal dan
memahami murid-murid secara mendalam sehingga dapat membantu dalam
keseluruan belajar mengajar.
 Guru harus menjadi pembimbing dan penyuluh yang tegas yang memelihara dan
mengarahkan perkembangan pribadi dan keseimbanggan mental murid-muridnya.
Guru juga menjadi orang tua murid didalam mempelajari dan membangun system
nilai yang dibutuhkan dalam masyarakat dalam dewasa ini.
2. Penataan Lingkungan Belajar
Dalam memelihara kondisi dan suasana yang efektif perlu adanya penataan
lingkungan belajar. Aktivitas guru dalam menata lingkungan belajar lebih
terkonsentrasi pada pengelolaan lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh karena itu
guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar dikelas tiada lain melakukan
aktivitas pengelolaan kelas atau manajemen kelas (classroom management).
Menurut Milan Rianto, pengelolaan kelas merupakan upaya pendidik untuk
menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar serta memulihkannya apabila
terjadi gangguan dan/atau penyimpangan, sehingga proses pembelajaran dapat
berlangsung secara optimal.
3. Cara Pegajaran Pendidik
Dalam rangka memelihara kondisi dan suasana belajar yang efektif maka guru
harus mampu memilih cara yang tepat dalam pelaksanaan pembelajaran. Karena
mengajar adalah hal yang kompleks dan melibatkan peserta didik yang bervariasi,
maka seorang Pendidik harus mampu dan menguasai beragam strategi dan
perspektif serta dapat mengaplikasikannya secara pleksibel.
Dalam hal ini guru harus mempunyai pengetahuan dan keahlian yang
profesional dalam pelaksanaan pembelajaran. Dalam hal ini guru harus mampu
menguasai materi pelajaran, strategi pengajaran, mempunyai keahlian manajemen
kelas, keahlian motivasional, keahlian komunikasi dan dapat bekerja secara efektif
dengan murid dari latar belakang kultural yang beragam. Dalam hal ini Pentingnya
Guru Memotivasi Siswa merupakan salah satu yang urgen dalam meningkatkan
minat belajar siswa. Untuk itu guru harus:
1) Siswa senantiasa memerlukan dorongan dari guru
2) Siswa perlu bekerja dan berusaha sesuai tuntutan belajar
3) Motivasi perlu dimiliki oleh siswa agar mereka memiliki ketangguhan dalam
belajar
Motivasi merupakan proses yang kompleks, hal ini terlihat bahwa motivasi
merupakan upaya untuk mengubah sesuatu hal yang bersifat positif dalam
pembelajaran. Hal ini karena:
a. Motif merupakan sebab terjadinya tindakan
b. Individu memiliki kebutuhan dan harapan yang senantiasa berubah
c. Manusia ingin memiliki kepuasan atas tercapainya kebutuhan
d. Perilaku yang mengarah pada tujuan tidak selalu mencapai kepuasan
Guru harus mampu dan tahu bagaimana memotivasi siswa sesuai dengan tujuan
yang akan dicapai. Dengan ini ada beberapa prinsip-prinsip dalam mengembangkan
memotivasi siswa yaitu:
a. Prinsip Kompetisi
b. Prinsip Pemacu
c. Prisnip Ganjaran dan Hukuman
d. Kejelasan dan kedekatan tujuan
e. Pemahaman hasil
f. Pengembangan minat
g. Lingkungan yang kondusif
h. Keteladanan
Dapat diambil kesimpulan bahwa dalam memelihara kondisi dan suasana belajar
yang efektif maka harus terwujud seorang guru yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan pembelajaran, adanya penataan lingkungan belajar yang baik, serta
cara atau strategi pengajaran seorang guru yang profesional.

F. STRATEGI PEMBELAJARAN EFEKTIF


Cara belajar yang efektif dapat membantu siswa dalam meningkatkan
kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai.
Untuk meningkatkan cara belajar yang efektif diperlukan strategi yang tepat agar
pembelajaran dapat berjalan dengan optimal dan seefektif mungkin. Dalam
melaksanakan strategi tersebut, diperlukan beberapa hal yaitu:
1. Prinsip-Prinsip Belajar
Prinsip belajar merupakan cara untuk mencapai pembelajaran yang efektif.
Dengan adanya prinsip belajar ini, akan terjadi sebuah perubahan bagi peserta didik
yang signifikan diantaranya:
a. Perubahan yang disadari
b. Perubahan yang berkesinambungan
c. Perubahan fungsional
d. Perubahan bersifat positif aktif
e. Perubahan secara permanen
f. Perubuhan yang terarah
2. Esensi Belajar
a. Perubahan seluruh aspek pribadi
b. Proses yang disengaja dan disadari
c. Terjadi karena ada dorongan/kebutuhan yang ingin dicapai
d. Bentuk pengalaman yang sistematis, dan terarah
3. Rangkaian Aktivitas Belajar
a. Adanya kebutuhan dan tujuan : merasakan adanya kekurangan
b. Kesiapan untuk memenuhi kebutuhan
c. Pemahaman situasi : melihat aspek yang terkait dengan belajar
d. Menafsirkan situasi : hubungan berbagai aspek
e. Respons : aktivitas belajar
4. Hasil Pembelajaran
a. Informasi verbal
b. Kecakapan intelektual : diskriminasi, konsep konkret, aturan
c. Strategi kognitif
d. Sikap
e. Kecakapan motorik
5. Kualitas Belajar
a. Belajar untuk menjadi diri sendiri
b. Belajar untuk belajar
c. Belajar untuk berbuat
d. Belajar untuk hidup bersama secara damai
G. MANAJEMEN PENGAJARAN EFEKTIF
Pengelolaan atau manajemen adalah kemampuan dan keterampilan untuk
melakukan suatu kegiatan, baik bersama orang lain atau melalui orang lain dalam
mencapai tujuan organisasi.
Pertama, manajemen pembelajaran adalah proses pendayagunaan seluruh
komponen yang saling berinteraksi (sumber daya pengajaran) untuk mencapai visi
dan misi pengajaran, Kedua, manfaat manajemen pengajaran adalah sebagai
aktivitas profesional dalam menggunakan dan memelihara kurikulum (satuan
program pengajaran) yang dilaksanakan, Ketiga, secara organisasional
pembelajaran atau kegiatan aktivitas pengajaran guru dituntut memiliki kesiapan
mengajar dan murid disiapkan untuk belajar, Keempat, dalam menjalankan fungsi
manajemen pembelajaran guru harus memanfaatkan sumber daya pengajaran
(learning resources) yang ada di dalam kelas maupun di luar kelas.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan berkaitan dengan manajemen
dalam suatu model pembelajaran , yaitu :
 Manajemen efektif adalah hasil dari sejumlah faktor, tidak ada cetak biru/pedoman
yang sederhana bagi manajemen kelas yang efektif. Guru harus menentukan
kebutuhan murid-murid dengan mengembangkan suatu sistem manajemen untuk
keseharian kepada kebutuhan kepribadian anak yang diharapkan berinteraksi
terhadap prestasi tertentu.
 Manajemen efektif mendorong keberhasilan murid. Fungsi manajemen yang baik
adalah sebagai alat penghubung kekuatan yang dimiliki murid ke dalam suatu
pengalaman pembelajaran produktif jika murid belajar secara efisien, maka guru
akan lebih berusaha mencapai prestasi dalam pengelolaan kelas yang lemah.
 Keberhasilan meningkatkan penghargaan kepada murid jika murid-murid
berprestasi, ada hasil perasaan puas, maka harga diri dan dorongan untuk
berprestasi semakin tinggi.
 Manajemen efektif bebas dan tidak terbatas. Banyak guru mempercayai bahwa jika
manajemen terlalu terstruktur, hal itu mengurangi kreativitas murid.
Bagaimanapun manajemen efektif memberikan kepada murid dengan pedoman
yang jelas dan bekerja. Keadaan ini menyebabkan pola kerja yang konsisten dan
bebas dari kebingungan dan disiplin yang kurang terstruktur untuk menghasilkan
penuh kreativitas mereka.
 Manajemen efektif melibatkan perhatian dan pengembangan inovasi. Hal itu
seharusnya muncul untuk murid bahwa manajemen dilaksanakan oleh guru untuk
memelihara pembelajaran murid dan mengembangkan inovasi aktivitas pengajaran.
 Problem manajemen mungkin saja tidak menghargai kualitas sistem pengajaran.
 Manajemen efektif mencakup pengaruh ulang terhadap perilaku diinginkan dan
penguatan dari perilaku yang diinginkan.
 Guru-guru adalah model dari perilaku yang diterima. Pembelajaran yang terobsesi
seharusnya dijadikan model oleh para guru.
 Manajemen efektif menuntut teamworks, kepala sekolah, guru-guru, orang tua,
masyarakat, dan profesional pendidikan lainnya. Bekerja secara konsisten menuju
tujuan yang sama.
Untuk keberhasilan guru dalam melaksanakan pembelajaran, menurut Urlich dkk
ada tiga perlakuan yang harus dilakukan guru yaitu : Pertama, They are well
organized in their planing, Kedua, they communikate effectively with their students,
and, Ketiga, they have high expectations of their student.
H. MENGAJAR YANG EFEKTIF
Mengajar adalah membimbing siswa agar mereka mengalami proses belajar.
Dalam belajar para siswa menghendaki hasil belajar yang efektif: Demi tuntutan
tersebut guru harus membantu dengan cara mengajar yang efektif pula. Mengajar
efektif adalah mengajar yang dapat membawa belajar yang efektif. Untuk dapat
mengajar secara efektif guru harus mampu menciptakan iklim belajar yang
menunjang terciptanya kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar. Kondisi
yang dimaksudkan hanya dapat tejadi apabila guru mengajar menggunakan prinsip-
prinsip mengajar.
Mursel dalam hal ini mengemukakan enam prinsip mengajar, yang apabila ke-
enam prinsip mengajar itu digunakan/ditempatkan dengan sebaik-baiknya maka'-
iklim belajar yang menunjang terciptanya kondisi bagi terjadinya proses belajar
akan dicapai. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a. Konteks
b. Fokus
1) Memobilisasi tujuan
2) Belajar yang efektif mempunyai ciri antara lain uniformitas (keseragaman)
3) Mengorganisasi belajar sebagai suatu proses eksplorasi dan penemuan
c. sosialisasi
d. individualisasi
e. urutan
f. evaluasi

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian
pelaksanaan oleh guru dan siswa atas dasar hubungan timbal-balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau
hubungan timbal balik antara guru dan siswa ini merupakan syarat utama bagi
berlangsungnya proses pembelajaran.
Pada hakikatnya pembelajaran yang efektif merupakan proses belajar mengajar
yang bukan saja terfokus kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun bagaimana
proses pembelajaran yang efektif mampu memberikan pemahaman yang baik,
kecerdasan, ketekunan, kesempatan dan mutu serta dapat memberikan perubahan
prilaku dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka.
Untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif ditinjau dari kondisi dan suasana
serta upaya pemeliharaannya, maka guru selaku pembimbing harus mampu
melaksanakan proses pembelajaran tersebut secara maksimal. Selain itu untuk
menciptakan suasana dan kondisi yang efektif dalam pembelajaran harus adanya
factor factor pendukung tertentu seperti lingkungan belajar, keahlian guru dalam
mengajar, fasilitas dan sarana yang memadai serta kerjasama yang baik antara guru
dan peserta didik.
Upaya-upaya yang tersebut merupakan usaha dalam menciptakan sekaligus
memelihara kondisi dan suasana belajar yang kondusif, optimal dan menyenangkan
agar proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif sehingga tujuan
pembelajaran prestasi dapat dicapai dengan maksimal.

B. SARAN
Adapun saran yang dapat saya sampaikan adalah
1) Agar para pembaca dapat mempelajari makalah yang kami buat dan mengerti isi
serta ruang lingkupnya sehingga dapat diambil pelajaran dan diterapkan dalam
kehidupan, Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.
2) semoga para pembaca dapat mengkaji dengan baik dan bias melengkapi
kekurangan makalah yang kami buat
3) kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata lengkap dan
sempurna. Masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam hal sisitematika makalah
maupun isinya. Maka dari itu, kami sebagai penyusun mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari teman-teman dan dosen mata kuliah BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN demi perbaikan dalam penyusunan makalah yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Djiwandono, Sri Esti Wuryani, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT Grasindo, 2002)


Mulyasa, E., Menjadi kepala sekolah profesional: dalam konteks menyukseskan
MBS dan KBK (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2003)
Nawawi, Hadari, Organisasi Sekolah dan Pengelolaaan Kelas sebagai Lembaga
Pendidikan (Jakarta: Haji Masagung, 1989)
Nasrun, Media, Metode, dan Pengelolaan Kelas Terhadap Keberhasilan Praktek
Lapangan Kependidikan, (Forum pendidikan :Universitas Negeri Padang, 2001)
Purwanto, Ngalim, Psikologi pendidikan remaja (Bandung: Remaja Rosda
Karya,1996)
Prayitno, Dasar teori dan praksis Pendidikan (Jakarta: Grasindo, 2009)
Rianto, Milan, Pengelolaan Kelas Model Pakem (Jakarta: Dirjen PMPTK, 2007)
Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis: sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Prenada Media, 2004)
Santrock, John W., educational Psychology, Terj.Tri wibowo B.S, Psikologi
Pendidikan (Jakarta: Prenada Media Group, 2008)
Semiawan, Cony, Pendekatan Keterampilan Proses (Jakarta: Gramedia, 1990)
Slameto, Belajar dan Faktor - Faktor Belajar yang Mempengaruhi (Jakarta: rineka
cipta, 1995)
W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta : Grasindo, TT)
Hamalik, Oemar. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan : Landasan Kerja Pemimpin
Pendidikan (Edisi Baru). Jakarta : PT Rineka Cipta
Sudjana, Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidikan Nonformal dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Bandung : Falah Production ; 2004)
Syafaruddin dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, (Jakarta : Penerbit
Quantum Teaching,2005

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada ALLAH SWT. Karena telah memberikan kita
kesehatan dan kemampuan sehingga sampai sekarang kita masih bisa menghirup udara
segar yang penuh akan nikmatNYA dan karena rahman rohim NYA lah kita bisa
menyelesaikan tugas makalah ini.
Sholawat serta salam tetap kita curahkan kepada junjungan kita nabi besar
Muhammad SAW. Karena dengan perjuangan dan jihad dari dakwah beliau sekarang kita
bisa merasakan nikmatnya iman dan islam dari agama yang beliau sebarkan. Dan semoga
kelak kita menjadi umat yang beliau syafaati di padang tandus yang tidak kita temui
syafaat selain dari beliau.
Makalah ini dibuat dengan judul “Guru dan proses belajar mengajar” sebagaimana
kita sebgai calon guru seyogyanya mengetahui bagaimanakah proses belajar mengajar
yang menyenangkan bagi peserta didik dan bagaimanakah fungsi guru didalamnya serta
karakteristik guru yang bagaimanakah yang digolongkan sebagai guru yang profesional.
Makalah ini masih sangat sederhana dan masih banyak sekali ditemukan
kekurangan baik isi, atau kata yang kurang tepat dalam penyajiannya dan kami sangat
mengharap kritik dan saran untuk mrnyempurnakan makalah ini. Walaupun demikian
makalah ini juga sangat bermanfaat bagi kita karena dengan membaca makalah ini kita
mengetahui tentang karakteristik kepribadian guru, kompetensi profesionalisme guru,
hubungan guru dalam proses belajar mengajar dan skiil pengajaran. Demikian sebagai
pengantar makalah ini.

Malang, 5 Oktober 2012

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.


Menurut pandangan konstruktivisme, mengajar merupakan kegiatan yang
mengondisikan sehingga memungkinkan berlangsungnya peristiwa belajar. Mengajar
berarti bagaimana guru membelajarkan murid. Dalam pengertian ini guru belum dikatakan
mengajar kalau belum membelajarkan siswa atau membuat murid belajar. Peristiwa
belajar mengajar ini mirip dengan kegiatan jual-beli, ketika komponen-komponen
didalamnya tidak lengkap maka proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik,
misalnya ada guru, ada media pembelajaran, tapi tidak ada murid maka sampai kapanpun
tidak akan berjalan suatu proses belajar mengajar tersebut begitu juga proses jual-beli.
Sebagaimana yang dikatakan oleh William H. Burton, mengajar merupakan upaya
memberikan stimulus, bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi
proses belajar mengajar berarti mengorganisasi aktifitas siswa dan memberi fasilitas
belajar, sehingga mereka bisa belajar dengan baik.
Untuk menjadi guru yang profesional, memang tidak cukup hanya mengandalkan
penguasaan atas materi atau ilmu yang akan diajarkan. Sebab dalam proses belajar
mengajar penguasaan materi hanya merupakan perangsang tindakan guru dalam
memberikan dorongan belajar yang diarahkan pada pencapaian tujuan belajar. karena itu
seorang guru harus membekali diri dengan sejumlah pengetahuan dan keterampilan lain
yang sangat diperlukan, ketika guru memilik skill mengajar yang baik dan bisa menjadi
guru yang profesional maka suasana belajar mengajar akan terasa sangat
menyengkan. Disamping itu guru juga harus memiliki kepribadian yang baik sehingga
menjadi cerminan bagi peserta didiknya, Berhasil atau tidaknya seorang guru bisa dinilai
dari perkembangan dan prilaku siswa yang diajarnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah karakteristik kepribadian guru?
2. Bagaimanakah guru yang profesional itu?
3. Apakah hubungan guru dengan proses belajar mengajar?
4. Apakah skill pengajaran itu?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui karakteristik kepribadian guru.
2. Untuk mengetahui bagaimanakah guru yang profesional itu
3. Untuk mengetahui hubungan guru dengan proses belajar mengajar.
4. Untuk mengetahui skill pengajaran.

1.4 Deskripsi Kasus


Dalam dunia pendidikan saat ini banyak banyak didapati tenaga pengajar yang kurang
professional. Namun, pemerintah telah meminimalisir dengan adanya program-program
peningkatan mutu seorang guru. Akan tetapi dalam kenyataannya masih ada saja oknum
guru yang kurang professional. Meskipun guru tersebut memiliki kecakapan dalam bidang
kognitif namun tidak memiliki kecakapan dalam penyampaian materi atau pesan terhadap
siswanya.
Dalam suatu kasus, seorang guru yang otoriter menggunakan metode pengajaran yang
tidak disukai dan tidak sesuai dengan karakter-karakter siswanya. Guru tersebut
memaksakan kehendaknya dan menyuruh agar siswanya patuh terhadap peraturan yang
telah dibuat. Meskipun siswa yang diajarnya merasa tidak nyaman sehingga terganggu
dalam proses penerimaan ilmu yang diberikan.
Keadaan tersebut menjadikan suasana dalam kelas menjadi tidak kondusif lagi untuk
kegiatan belajar mengajar. Karena siswa cenderung enggan mendengarkan penjelasan guru
yang tidak disukainya. Apalagi dengan metode pengajaran yang tidak sesuai. Misalnya
guru menggunakan metode ceramah secara terus menerus tanpa memperhatikan siswanya
yang sedang lelah dan bosan mendengarkan ceramah tersebut. Dalam makalah ini akan
mencoba mengulas tentang kasus tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kajian Pustaka


A. Karakteristik Kepribadian Guru
Guru memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan. Karena guru memegang
kunci dalam pendidikan dan pengajaran disekolah. Guru adalah pihak yang paling dekat
dengan siswa dalam pelaksanaan pendidikan sehari-hari, dan guru merupakan pihak yang
paling besar peranannya dalam menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan
pendidikan.
Kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan
perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang lain. Setiap individu mempunyai
kepribadian yang berbeda dengan individu yang lainnya, sehingga dari sifat hakiki inilah
kita bisa menilai kepribadian seseorang. Menurut McLeod (1989) Kepribadian
(personalitity) adalah sifat khas yang dimiliki seseorang.[1] Dalam hal ini, kata khas yang
sangat dekat artinya dengan kepribadian adalah karakter dan identitas.
Menurut Reber (1988) dari tinjauan psikologi, kepribadian pada prinsipnya adalah
susunan atau kesatuan aspek prilaku mental (pikiran, perasaan, dan sebagainya) dengan
aspek prilaku behavioral (perbuatan nyata).[2] Aspek-aspek ini berkaitan secara fungsional
dalam diri seorang individu, sehingga membuatnya bertingkah laku secara khas dan tetap.
Dari prilaku psiko-fisik (rohani-jasmani) yang khas dan menetap tersebut muncul julukan-
julukan yang bermaksud menggambarkan kepribadian seseorang seperti: Aminah anak
yang rajin, Handoko anak yang malas dan sebagainya.
Karakteristik kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, dan mampu menjadi teladan
bagi peserta didik denagn akhlak mulianya.
Sebagai seorang guru kepribadian merupakan hal yang sangat penting karena
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai
pengembang sumber daya manusia, guru juga berperan sebagai peembimbing, pembantu
dan anutan.
Mengenai pentingnya kepribadian guru, seorang psikolog terkemuka, Profesor
Doktor Zakiah Daradjat (1982) menegaskan : Kepribadian itulah yang menentukan apakah
ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi
perusak atau penghancur bagi masa depan anak didik, terutama bagi anak didik yang
masih kecil (yang masih berada di tingkat sekolah dasar) atau bagi mereka yang berada di
tingkat menengah.[3] Ketika seorang guru mempunyai kepribadian yang baik maka dalam
proses pembinaan peserta didik pasti akan berjalan dengan baik pula begitu juga
sebaliknya. Misalnya ketika peserta didik masih duduk ditingkat sekolah dasar mereka
masih sangat polos dan lugu sehingga terkadang apa yang mereka lihat, dengar dan yang
diperintahkan kepada mereka langsung mereka kerjakan tanpa memilah-milah apakah itu
perbuatan baik atau tidak.
Setiap guru yang profesional ataupun bagi setiap calon guru harus memahami
karakteristik (ciri khas) kepribadian dirinya yang diperlukan sebagai panutan para
siswanya. Secara konstitusional, guru/pendidik pada setiap jenjang pendidikan formal
wajib memiliki satuan kualifikasi (keahlian yang diperlukan).
Secara rinci karakteristik kepribadian yang harus dimiliki oleh guru yaitu:
a) Guru harus memiliki kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator
berupa: bertindak sesuai dengan norma hukum bertindak sesuai dengan norma sosial,
bangga sebagai guru dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
b) Guru harus memiliki kompetensi kepribadian yang dewasa dimana guru harus
menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja
sebagai guru.
c) Guru harus memiliki kompetensi arif, dimana sikap guru menampilkan tindakan
yang didasarkan pada kemanfaatan untuk peserta didik, sekolah dan masyarakat serta
menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
d) Guru harus memiliki kepribadian yang berwibawa, dimana guru harus
berperilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang
disegani.
e) Guru harus memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki tindakan
yang sesuai dengan norma religius dan perilaku yang bisa diteladani oleh peserta didiknya.
f) Guru harus adil kepada anak didik.
Hendaknya guru bersikap adil di antara para peserta didiknya: tidak cenderung
kepada salah satu golongan di antara mereka, dan tidak melebihkan seseorang atas yang
lain, dan segala kebijaksanaan dan tindakannya ditempuh dengan jalan yang benar dan
dengan memperhatikan setiap pelajar, sesuai dengan perbuatan serta kemampuannya.
Dalam mendidik anak didik guru haruslah bersifat adil.
g) Sifat guru harus sesuai dengan perkataan dan perbuatan.
Guru adalah suatu sosok yang harus bisa ditiru oleh anak didik. Sebelum guru
mengajarkan suatu kebaikan guru harus terlebih dahulu memulainya dari diri sendiri.
Seorang guru tidak hanya dituntut untuk mengajarkan kebaikan tetapi juga harus bisa
mengaplikasikan apa yang dia ajarkan dalam kehidupan sehari-hari.
h) Guru harus bisa menjadi contoh
Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya.
Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat
harus sesuai dengan Agama, norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan
negara.
i) Guru harus demokratis dan bersifat terbuka kepada anak didik
Dalam menciptakan kondisi belajar yang efektif dan sesuai bagi anak didik guru harus
menerima saran dan kririk dari anak didik.
j) Memberi nasihat dan bimbingan kepada anak didik
Guru haruslah senantiasa memberikan nasehat dan bimbingan kepada anak didik karena
hal ini sangat dibutuhkan oleh para anak didik terutama ketika menghadapi suatu persoalan
ataupun permasalahan.
k) Menolong murid-murid yang sedang menghadapi masalah
Dalam artian ketika murid tersebut mengalami sebuah kesulitan, maka guru harus
menanyai apa masalah yang dihadapi muridnya. Ketika dirasa guru bisa membantu
masalah tersebut maka guru harus membantu menyelesaikannya.
l) Guru harus menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih
sayang dan menghindari diri dari tindak kekerasan. Meskipun peserta didik kurang begitu
bisa dikontrol ataupun tergolong murid yang nakal, maka jangan sekali-kali guru
melakukan tindakan kekerasan terhadap mereka.
m) Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi anak didik kecuali dengan alasan
tertentu. Ketika guru sudah dipercaya oleh murid dalam hal menjaga rahasia pribadinya
maka seorang guru harus menjaga kepercayaan tersebut, sehingga murid tidak merasa sakit
hati dan menaruh rasa kepercayaan yang kuat pada pribadi seorang guru, hal ini
berpengaruh baik terhadap proses belajar-mengajar, ketika seorang murid mempercayai
seorang guru, maka seorang murid tadi tidak pernah meremehkan penjelasan maupun
perkataan guru.
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam
menggeluti profesinya adalah meliputi:[4]
1). Fleksibilitas kognitif.
2). Keterbukaan Psikologi.
1). Fleksibilitas Kognitif Guru.
Fleksibilitas kognitif (keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan berpikir
yang dikuti dengan tindakan yang memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel
pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu guru juga
harus memiliki resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur
(terlampau dini) dalam pengamatan dan pengenalan.
Menurut Heger dan Kaye, 1990 berpikir kritis (critical thinking) ialah berpikir
dengan penuh pertimbangan akal sehat yang dipusatkan pada pengambilan keputusan
untuk mempercayai atau mengingkari sesuatu, dan melakukan atau menghindari sesuatu.

Ciri prilaku kognitif guru yang luwees:


1. Menunjukkan keterbukaan dalam perencanaan kegiatan belajar-mengajar
2. Menjadikan materi pelajaran berguna bagi kehidupan nyata.
3. Mampu merencanakan sesuatu dalam keadaan mendesak.

2). Keterbukaan Psikologi Pribadi Guru.


Keterbukaan ini merupakan dasar kompetensi profesional (kemampuan dan
kewenangan melaksanakan tugas) keguruan yang harus dimiliki oleh setiap guru. Hal ini
juga menjadi faktor yang turut menentukan keberhasilan tugas seorang guru. Menurut
(Reber, 1988)[5]. Guru yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan
kesediaannya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor
ekstern antara lain: siswa, teman, dan lingkungan pendidikan tempatnya kerja. Ia mau
menerima kritik dengan ikhlas, disamping itu ia juga memiliki respons terhadap
pengalaman emosional dan perasaan tertentu orang lain.
Ada beberapa signifikansi yang terkandung dalam keterbukaan psikologis guru:
1. Keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau prasyarat penting yang perlu dimiliki
guru untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain.
2. Keterbukaan psikologis diperlukan untuk menciptakan suasana hubungan yang harmonis
antara pribadi pendidik dan peserta didik.
Pengalaman seorang guru ditentukan oleh kemampuannya dalam menggunakan
pengalamannya sendiri dalam hal berkeinginan, berperasaan dan berfantasi untuk
menyesuaikan diri dengan peserta didiknya. Jika seorang guru lebih cakap menyesuaikan
diri, maka ia akan lebih memiliki keterbukaan diri.
Ditinjau dari sudut fungsi dan signifikansinya, keterbukaan psikologis merupakan
karakteristik kepribadian yang penting bagi guru sebagai direktur belajar dan panutan bagi
siswanya. Oleh karena itu, hanya guru yang memiliki keterbukaan psikologis yang
diharapkan berhasil dalam mengelola proses belajar-mengajar. Optimisme muncul karena
guru yang terbuka dapat lebih terbuka dalam berpikir dan bertindak sesuai dengan
kebutuhan para siswanya, dan bukan hanya kebutuhan guru itu sendiri.[6]
B. Kompetensi Profesionalisme Guru.
Pengertian dasar kompotensi (competensy) adalah kemampuan atau kecakapan.
kompotensi juga berarti: the state of being legally competent or qualified (McLeod, 1989),
yaitu keadaan berwewenang atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum.
Istilah “profesional” (professional) adalah kata sifat dari kata profession
(pekerjaan) yang berarti sangat mampu melakukan pekerjaan. Maka pengertian guru
professional adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan tinnggi
(profisiensi) sebagai sumber kehidupan. Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya,
guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies) psikologis, yang
meliputi:
1. Kompetensi Kognitif Guru
Kompotensi ranah cipta menurut hemat penyusun merupakan kompotensi utama
yang wajib dimiliki oleh setiap calon guru dan guru professional. Pengetahuan deklaratif
(declarative knowledge) sebagai mana penyusun uraikan sebelum ini merupakan
pengetahuan yang relative statisnormatifndengan tatanan yang jelas dan dapat dijngkapkan
dengan lisan. Pengentahuan procedural (procedural knowledge) yang juga bersemayam
dalam otak itu pada dasarnya adalah pengentahuan praktis dan dinamis yang mendasari
keterampilan melakukan sesuatu (Best, 1989; Anderson;1990).
Pengetahuan dan keterampilan ranah cipta dapat dikelompokkan kedalam dua
kategori, yaitu: 1) kategori pengetahuan kependidikan/keguruan. 2) kategori pengetahuan
bidang studi yang akan menjadi vak atau mata pelajaran yang akan di ajarkan guru.
a) Ilmu Pengetahuan Kependidikan
Menurut sifat dan kegunaan, displin ilmu kependidikan ini terdiri atas dua macam,
yaitu: pengentahuan kependidikan umum dan pengentahuan kependidikkan khusus.
Pengetahuan kependidikan umum meliputi: ilmu pendidikan, psikologi pendidikan,
administrasi pendidikan, dan seterusnya. Pengetahuan pendidikan khusus meliputi: metode
mengajar, metodik khusus pengajaran materi tertentu, teknik evaluasi, praktik keguruan
dan sebangainya.
b) Ilmu Pengetahuan materi bidang studi
ilmu pengetahuan materi bidang setudi meliputti semua bidang setudi yang akan
menjadi keahlian atau pelajaran yang akan diajarkan oleh guru. Dalam hal ini, penguasaan
atas pokok-pokok bahasa materi belajar yang terdapat dalam bidang setudi yang menjadi
bidang tugas guru, mutlak diperlukan.
Ada juga jenis kognitif lain yang juga perlu dimiliki seorang guru adalah
kemampuan mentransfer strategi kognitif kepada para siswa agar dapat blajar secara
efisien dan efektif (Lawson, 1991).
2. Kompotensi Afektif Guru
Kompotensi ranah akfektif guru bersifat tertutup dan abstrak, sehingga amat sukar
untuk diidintifikasi. Kompotensi ranah ini sebenarnya meliputi seluruh fenomina perasaan
dan emosi seperti: cinta, benci, senang, sedih, dan sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri
dan orang lain.
Sikap dan perasaan diri itu meliputi:
1) Self-concept dan self esteem;
2) Self-efficacy dan contextual effcacay;
3) Attitude of self-acceptance and others acceptance.

A. Konsep-diri dan Harga-diri guru


Self-concept atau koncep-diri guru adalah totalitas sikap dan persepsi seorang guru
terhadap dirinya sendiri. Sementara itu self-esteem (harga diri) guru dapat diartikan
sebagai tingkat pandangan dan penilian seorang guru mengenai dirinya sendiri berdasarkan
prestasinya.
B. Efikasi-diri dan Efikasi Kontekstual Guru
Self-efficacy guru (efikasi guru), lazim juga disebut personal teather efficacy,
adalah keyakinan guru terhadap keefektifan kemampuannya sendiri dalam membangkitkan
gairah dan kegiatan para siswa. Lainnya yang disebut teaching efficacy atau contextual
efficacy yang berarti kemampuan guru dalam berurusan dangan keterbatasan factor di luar
dirinya ketika ia mengajar.
C. Sikap Penerimaan Terhadap Diri Sendiri dan Orang Lain.
self-acceptance attitude adalah gejala ranah rasa seorang guru dalam
berkecenderungan positif atau negative terhadap dirinya sendiri berdasarkan penilian yang
lugas atas bakat dan kemampuan. Sikap seperti ini kurang lebih sama dangan sikap
qana’ah dalam pendidikan akhlak. Sikap qana’ah terhadap kemampuan yang ada pada
umumnya berpengaruh secara psikologis terhadap sikap penerimaan pada orang lain
(others acceptane attitude).
3. Kompotensi Psikomotor Guru
Kompotensi psikomotor guru meliputi segala keterampilan atau kecakapan yang
bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar.
Kompotensa ranah karsa guru terdiri atas dua kategori, yaitu:
1) kecakapan fisik umum.
2) kecakapan fisik khusus.
Kecakapan fisik yang umum, direfreksikan (diwujudkan dalam gerak) dalam
bentuk gerakan dan tindakan umum jasmani guru seperti duduk, berdiri, berjalan, berjabat
tangan, dan sebagainya yang tidak langsung berhubungan dengan aktivitas mengajar.
Adapan kecakapan ranah karsa guru yang khusus, meliputi keterampilan-keterampilan
ekspresi verbal (pernyataan lisan) dan nonverbal (pernyataan tindakkan) tertentu yang
direfreksikan guru terutama ketika mengelola sangat diharapkan terampil dalam arti fasik
dan lancar berbicara baik ketika menyampaikan uraian materi pelajaran maupun ketika
menjawab pertanyaan-pertanyaan para siswa atau mengomentari sanggahan mereka.
Kompetensi professional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam, yang mencangkup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah
dan substansi keilmuan yang menaungi materinya. Kompetensi professional memiliki
subkompetensi berupa:
a) Menguasi substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi dengan
memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep
dan metode keilmuan yang sesuai dengan materi yang diajarkan, memahami hubungan
konsep antar mata pelajaran dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan
sehari-hari.
b) Menguasai struktur dan metode keilmuan dimana seorang guru dituntut untuk
menguasai langkah-langkah penelitian kajian kritis untuk memperdalam
pengetahuan/materi bidang studi secara professional dalam konteks global.

C. Hubungan Guru Dan Proses Belajar Mengajar


Berikut ini akan dibahas beberapa hal pokok mengenai hubungan antara guru
dengan proses belajar mengaja. Hal-hal pokok tersebut meliputi:
1. Fungsi Guru dalam Proses Belajar Mengajar
Pada asasnya, fungsi atau peran penting guru dalam proses belajar mengajar ialah
sebagai “director of learning”. Artinya, setiap guru diharapkan untuk pandai-
pandai mengarahkan kegiatan belajar mengajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar
(kinerja akademik) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan kegiatan
proses belajar mengajar. Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa peranan guru dalam
dunia pendidikan modern seperti sekarang ini semakin meningkat dari sekedar pengajar
menjadi direktur belajar. Konsekuensinya, tugas dan tanggung jawab guru pun menjadi
lebih kompleks dan berat pula.
Dari konsekuensi tersebut maka timbullah fungsi-fungsi khusus yang menjadi
bagian yang menyatu dalam kompetensi profesionalisme guru. Menurut Gagne, setiap
guru berfungsi sebagai:
a. Designer of instruction (perancang pengajaran)
b. Manager of instruction (pengelola pengajaran)
c. Evaluator of student learning (penilai prestasi belajar siswa)
Dari pendapat ahli diatas maka dapat dijelaskan bahwa fungsi guru sebagi berikut:
1. Guru sebagai designer of instruction
Guru sebagai designer oof instruction (perancang pengajaran). Fungsi ini
menghendaki guru untuk senantiasa mampu dan siap merancang kegiatan belajar mengajar
yang berhasil guna dan berdaya guna.
Untuk merealisasikan fungsi tersebut, maka setiap guru memerlukan
pengetahuan yang memadahi mengenai prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam
menyusun rancangan kegiatan belajar mengajar. Rancangan tersebut sekurang-kurangnya
meliputi hal-hal sebagai berikut:
i) Memilih dan menentukan bahan pelajaran
ii) Merumuskan tujuan penyajian bahan pelajaran
iii) Memilih metode penyajian bahan pelajaran yang tepat
iv) Penyelenggaraan kegiatan evaluasi prestasi belajar.
2. Guru sebagai manager of instruction
Guru sebagai manager of instruction, artinya sebagai pengelola pengajaran. Fungsi
ini menghendaki kemampuan guru dalam memgelola (menyelenggarakan dan
mengendalikan) seluruh tahapan proses belajar mengajar. Diantara kegiatan-kegiatan
pengelolaan proses belajar mengajar, yang terpenting ialah menciptakan kondisi dan
situasi sebaik-baiknya, sehingga memungkinkan para siswa belajar secara berdayaguna
dan berhasil guna.
Selain itu, kondisi dan situasi tersebut perlu diciptakan sedemikian rupa
agar proses komunikasi baik dan arah maupun multiarah antara guru dengan siswa dalam
proses belajar mengajar dapat berjalan secara demokratis. Alhasil, baik guru sebagai
pengajar maupun siswa sebagai pembelajar dapat memainkan peranan masing-masing
secara integral dalam konteks komunikasi instruksional yang kondusif (yang membuahkan
hasil).
3. Guru sebagai evaluator of student learning
Asi Guru sebagai evaluator of student learning, yakni guru sebagai penilai
hasil belajar siswa. Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mengikuti
perkembangan taraf kemajuan prestasi belajar atau kinerja akademik siswa dalam setiap
kurun waktu pembelajaran.
Pada asasnya, kegiatan evaluasi prestasi belajar itu seperti kegiatan belajar itu
sendiri, yakni kegiatan akademik yang memerlukan kesinambungan. Evaluasi, idealnya
berlangsung sepanjang waktu dan fase kegiatan belajar. Artinya, apabila hasil evaluasi
tertentu menunjukkan kekurangan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan merasa
terdorong untuk melakukan kegiatan belajar perbaikan. Sebaliknya apabila evaluasi
tertentu menunjukkan hasil yang memuaskan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan
termotivasi untuk meningkatkan volume kegiatan belajarnya agar materi pelajaran lain
yang lebih kompleks dapat pula dikuasai.
Hasil kegiatan evaluasi juga seyogyanya dijadikan pangkal tolak dan bahan
pertimbangan dalam memperbaiki atau meningkatkan penyelenggaraan proses belajar
mengajar pada masa yang akan dating. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar tidak
akan statis, tetapi terus meningkat hingga mencapai puncak kinerja akademik yang sangat
memuaskan.
2. Posisi Dan Ragam Guru Dalam Proses Belajar-Mengajar
Dalam proses belajar mengajar setiap materi pelajaran, posisi para guru sangat
penting dan strategis, meskipun gaya dan penampilan mereka bermacam-macam. Diantara
mereka ada yang terlalu keras dan ada pula yang terlalu lemah bahkan “ogah-ogahan”.

a). Posisi guru dalam proses belajar mengajar


Dikutip dari Darajat (1982), menurut Claife (1976), guru adalah:…an authority in
the disciplines relevant to education, yakni pemegang hak otoritas atas cabang-cabang
ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan. Walaupun begitu, tugas guru
tentu tidak hanya menuangkan ilmu pengetahuan kedalam otak para siswa, tetapi juga
melatih ketrampilan dan menanamkan sikap serta nilai kepada mereka (Muhibbin, 2011).
Sehubungan dengan hal itu, rangkaian tujuan dan hasil yang harus dicapai
oleh guru, terutama belajar, membangkitkan kegiatan belajar siswa. Dengan kegiatan siswa
diharapkan berhasil mengubah tingkah lakunya sendiri kearah yang lebih maju dan positif.
b). Ragam guru dalam proses belajar mengajar
Berdasarkan hasil risett mengenai gaya penampilan dan kepemimpinan para guru
dalam mengelola proses belajar mengajar, ditemukan tiga raga guru, yakni: otoriter,
laissez-faire, dan demokratis. Penjelasan mengenai ragam-ragam guru ini adalah sebagai
berikut.
Pertama, guru otoriter. Secara harfiah, otoriter berarti berkuasa sendiri atau
sewenang-wenang. Dalam proses belajar mengajar, guru yang otoriter selalu mengarahkan
dengan keras segala aktivitas para siswa tanpa dapat ditawar-tawar. Hanya sedikit sekali
kesempatan yang diberirkan kepada siswa untuk berperan serta memutuskan cara terbaik
untuk kepentingan belajar mereka. Memang diakui, kebanyakan guru yang otoriter dapat
menyelesaikan tugas keguruannya secara baik, dalam arti sesuai dengan rencana. Namun
gura semacam ini sering menimbulkan kemarahan dan kekesalan para siswa khususnya
siswa pria, bukan saja karena wataknya yang agresif tetapi juga karena mersa
kreativitasnya terhambat.
Kedua, guru laissez-faire, padanannya adalah individualism. Guru yang berwatak
seperti ini biasanya gemar mengubah arah dan cara pengelolaan proses belajar mengajar
secara seenaknya, sehinga menyulitkan siswa dalam mempersiapkan diri. Sesungguhnya,
ia tidak menyenangi profesinya sebagai tenaga pendidik meskipun mungkin memiliki
kemampuan yang memadahi. Keburukan lain yang biasa disandang adalah kebiasaannya
yang semaunya yang menimbulkan pertengkaran-pertengkaran.
Ketiga, guru demokratis. Arti demokratis adalah bersifat demokrasi yang pada
intinya mengandung makna memperhatikan persamaan hakdan kewajiban semua orang.
Guru yang memiliki sifat ini umumnya dipandang sebagai guru yang paling baik dan ideal.
Alasannya, disbanding dengan guru-guru lainnya guru ragam demokratis lebih suka
bekerja sama dengan rekan-rekan seprofesinya, namun tetap menyelesaikan tugasnyya
secara mandiri. Ditinjau dari sudut hasil pembelajarannya, guru yang demokratis dan
otoriter tidak jauh berbeda. Akan tetapi, dari sudut moral, guru yang demokratis ternyata
lebih baik dan karenanya ia lebih disenangi baik oleh rekan-rekan sejawatnya maupun oleh
para siswanya sendiri[7].
D. Skill Pengajaran (Teaching Skill)
Mengenai pengertian Teaching Skill atau Skill Pengajaran (kecakapan dalam
mengajar) terdapat perbedaan pendapat, namun esensinya tetap sama. Brolin (1980)
Education Skill atau Skill Pengajaran adalah sebagai kontinum pengetahuan dan
kemampuan yang diperlukan oleh seseorang guru agar menjadi independen dalam
kehidupan. Pendapat lain mengatakan , Malik Fajar (2002) mengatakan bahwa Education
Skill adalah kecakapan yang dibutuhkan untuk bekerja selain kecakapan dalam bidang
akademik. Sedangkan Slamet PH mendefinisikan Skill Pengajaran adalah kemampuan,
kesanggupan dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang guru dalam memberikan
pengajaran.
Pengembangan kecakapan pembelajaran selain berupa penguasaan siswa terhadap
kompetensi, kemampuan dasar, dan materi pembelajaran tertentu, juga beberapa
kecakapan lain yang secara implisit diperoleh melalui pengalaman belajar. Jenis-jenis
kecakapan yang perlu di kembangkan melalui pengembangan belajar antara lain, meliputi:
1. Kecakapan diri (personal skill)
 Penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan YME
 Mandiri
 Motivasi berprestasi
 Komitmen
 Percaya diri
2. Kecakapan berpikir rasional (thinking skill)
 Berpikir kritis dan logis
 Berpikir sistematis
 Cakap menyusun rencana secara sistematis
 Cakap memecahkan masalah secara sistematis
3. Kecakapan sosial (social skill)
 Kecakapan berkomunikasi
 Kecakapan bekerjasama, kolaborasi, lobi
 Kecakapan berpartisipasi
 Kecakapan mengelola konflik
 Kecakapan mempengaruhi orang
4. Kecakapan akademik (Academic skill)
 Kecakapan merancang, melaksanakan, dan melaporkan hasil pembelajaran
 Kecakapan membuat kisi-kisi pembelajaran di kelas
 Kecakapan mengevaluasi hasil Kegiatan Proses Belajar Mengajar di kelas, dll.
2.2 Analisis Kasus.
Dalam proses pembelajaran seharusnya guru atau pendidik mampu menciptakan
suasana kelas atau iklim kelas yang kondusif untuk mendukung terciptanya kualitas proses
pembelajaran. Namun sayangnya proses pembelajaran yang terjadi selama ini masih
cenderung satu arah, kurang memperhatikan partisipasi aktif siswa dalam proses
pembelajaran. Akibatnya proses pembelajaran yang terjadi selama ini kurang bermakna
bagi siswa atau peserta didik, sehingga para peserta didik belum mampu mengembangkan
kompetensi dan potensi kemampuan siswa secara lebih optimal. Suatu proses
pembelajaran di sekolah yang penting bukan saja materi yang diajarkan atau pun siapa
yang mengajarkan, melainkan bagaimana materi tersebut diajarkan. Bagaimana guru
menciptakan iklim kelas (Classroom Climate) dalam proses pembelajaran tersebut. Guru
seharusnya tidak menggunakan system otoriter kepada siswanya. Guru juga harus
mendengarkan inspirasi dari siswa-siswanya dan menggunakan metode yang tepat dalam
proses belajar mengajar.
Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam menciptakan iklim kelas yang
berkualitas dan kondusif guna meningkatkan prestasi belajar siswa. Adapun beberapa
faktor yang perlu diperhatikan tersebut antara lain, yaitu:
Pertama, pendekatan pembelajaran hendaknya berorientasi pada bagaimana siswa
belajar (student centered). Pendidik harus memperhatikan bagimanakah perkembangan
peserta didik dalam proses belajar mengajar. Apakah siswa atau peserta didik sudah sudah
benar-benar belajar atau belum.
Kedua, adanya penghargaan guru terhadap partisipasi aktif siswa dalam setiap
konteks pembelajaran. Sebagai pendidik seharusnya harus lebih sering memberikan
apresiasi terhadap keaktifan seorang peserta didik baik itu dengan memberikan pujian,
sanjungan, atau bahkan hadiah yang menyenangkan peserta didik yang aktif, karena hal itu
memacu semangat peserta didik untuk terus aktif dalam proses belajar mengajar.
Ketiga, guru hendaknya bersikap demokratis dalam mengatur kegiatan
pembelajaran. Guru tidak boleh memihak hanya kepada seorang siswa saja, seorang guru
harus terbuka kepada murid-muridnya.
Keempat, setiap permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran
sebaiknya dibahas secara dialogis. Dengan adanya keterbukaan antara seorang guru
dengan murid-muridnya maka akan muncullah hubungan yang harmonis antara murid dan
guru.
Kelima, lingkungan kelas sebaiknya disetting sedemikian rupa sehingga
memotivasi belajar siswa dan mendorong terjadinya proses pembelajaran. Lingkungan
juga sangat mempengaruhi semangat belajar peserta didik, jika kelas tersebut kumuh,
kotor, maka secara otomatis peserta didik merasa tidak nyaman ketika belajar dan hal
tersebut sangat mengganggu kekonsentrasian peserta didik dalam proses belajar mengajar.
Keenam, menyediakan berbagai jenis sumber belajar atau informasi yang
berkaitan dengan berbagai sumber belajar yang dapat diakses atau dipelajari siswa dengan
cepat. Seperti adanya buku panduan, LCD, papan tulis yang bisa menunjang proses
pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan.
1. Seorang guru harus memiliki karakteristik kepridian yang baik karena seorang guru akan
menjadi pembimbing, pembina dan sebagai panutan bagi peserta didiknya. Ketika seorang
guru berkepribadian baik, berakhlak mulia maka guru tersebuat juga akan mengajarkan
sifat-sifat mulia tersebut kepada peserta didiknya, begitu pula sebaliknya ketika ada
seorang guru yang berkepribadian kurang baik maka ketika mengajarpun dia akan
mencerminkan sifat tersebut.
2. Bagi peserta didik yang masih berada di tingkat sekolah dasar, mereka masih tergolong
anak yang sifat emosionalnya masih sangat labil dan mereka masih belum bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, secara otomatis ketika ada seorang
guru yang berkepribadian buruk ketika mengajar mereka juga akan menirukan sifat sifat
guru tersebut meskipun hal itu tidak baik bagi mereka.
3. Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki keanekaragaman
kecakapan (competencies) psikologis, yang meliputi:
1. Kompetensi Kognitif Guru.
2. Kompotensi Afektif Guru
3. Kompotensi Psikomotor Guru
4. Fungsi guru dalam proses belajar mengajar:
1. Guru sebagai designer of instruction.
2. Guru sebagai manager of instruction.
3. Guru sebagai evaluator of student learning.

3.2 Saran
Dalam makalah ini kita telah membahas tentang kepribadian seorang guru,
kompetensi profesionalisme guru, hungngan guru dengan proses belajar mengajar, skill
pengajaran dan cara-cara menciptakan kelas yang kondusif dan diharapkan bagi para
mahasiswa untuk membaca makalah ini karena makalah ini dapat membantu dalam
perkuliahan psikologi pendidikan, sehingga mereka menguasai dan mengetahui tentang
materi-materi tersebut. Ketika menguasai makalah ini sebagai calon guru mereka sudah
mengetahui bagaimanakah cara menjadi seorang guru yang profesional, bagaimana
menanamkan kepribadian yang baik bagi para peserta didik ketika mengajar dan
bagaimana pula menciptakan suasan kelas yang kondusif.
Makalah ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk lebih mendalami isi
makalah kiranya dapat merujuk pada sumber aslinya yang tercantum dalam daftar pustaka.
Kritik dan saran yang membangun tentunya sangat diharapkan untuk kesempurnaan
makalah ini. Dengan mengetahui karakteristik kepribadian yang baik bagi seorang guru
maka kita para calon guru akan lebih muda untuk menanamkam pada diri kita sejak dini
karakteristik tersebut sehingga kita bisa menumbuhkan suasana kelas yang sangat kondusif
dan untuk menjadi pribadi guru yang profesional.

DAFTAR PUSTAKA
Dede Rosyada. (2004). Paradigma pendidikan demokratis: sebuah model
pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Jakarta: Prenada Media
Depdiknas. 2009. Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas: Jakarta,
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Drs. Moh. Uzer Usman. 2011. Tugas Guru. Diakses
dari http://www.scribd.com/doc/24413957/TUGAS-GURU tanggal 4 Desember
2011 pukul 16:22.
Drs. Nur Kholiq. Tt. Peran Dan Teladan Wali Kelas dalam Mendidik Karakter
Siswa Kelas Binaan. Diakses dari http://www.scribd.com/doc/49790720/Peran-wali-
kelas-dlm-membentuk-karakter-siswa tanggal 4 Desember 2011 pukul 16:41.
Ensiklopedi Bebas Wikipedia. 2011. Guru. Diakses dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Guru tanggal 4 Desember 2011 pukul 14:01.
Ensiklopedi Bebas Wikipedia. 2011. Konselor Pendidikan. Diakses
dari http://id.wikipedia.org/wiki/Konselor_pendidikan tanggal 4 Desember 2011
pukul 16:47.
Harahap, Baharuddin. (1983). Supervisi Pendidikan yang Dilaksanakan oleh
Guru, Kepala Sekolah, Penilik dan Pengawas Sekolah. Jakarta: Damai Jaya.
Syah, Muhibbin. 2011. Psikologi Pendidikan dengan pendidikan baru: Bandung,
PT Remaja Rosdakarya.
http://karakteristik guru.com
http:// skiil pengajaran.com
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa indonesia adalah pendidikan. sebab
dengan pendidikan diharapkan setiap individu dapat meningkatkan kualitas keberadaannya
dan mampu berpartisipasi dalam gerak pembangunan. Dengan pesatnya perkembangan
dunia di era globalisasi ini, terutama di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan, maka
pendidikan nasional juga harus terus-menerus dikembangkan seirama dengan zaman. Pada
umumnya sebuah sekolah dan pendidikan bertujuan pada bagaimana kehidupan manusia
itu harus ditata, sesuai dengan nilai-nilai kewajaran dan keadaban (civility). Semua orang
pasti mempunyai harapan dan cita-cita bagaimana sebuah kehidupan yang baik. Karena itu
pendidikan pada gilirannya berperan mempersiapkan setiap orang untuk berperilaku penuh
keadaban(civility). Keadaban inilah yang secara praktis sangat dibutuhkan dalam
setiapgerak dan perilaku.
Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 BAB I Pasal 1 ayat 1
bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia sera keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Selama ini pendidikan di Indonesia masih menggunakan metode tradisional dan dikotomis
(terjadi pemisahan) antara pendidikan yang berorientasi iman dan takwa (imtak) dengan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek). Pendidikan seperti ini tidak memadai lagi untuk
merespon perkembangan masyarakat yang sangat dinamis. Metode pendidikan yang harus
diterapkan sekarang adalah dengan mengembangkan pendidikan yang integralistik yang
memadukan antara iman dan takwa (imtak) dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
(iptek).
Semakin melemahnya bangsa ini pasca krisis moneter yang kita alami telah membuat
Indonesia berada di urutan bawah dalam hal kualitas pendidikannya. Minimnya sarana dan
prasarana pendukung menyebabkan pengajaran tidak dapat dilakukan dengan optimal.

1.2. Rumusan masalah


Dalam permasalahan ini penulis lebih menekankan sejauh mana peran pendidikan dalam
pengembangan peserta didik dalam mutu pendidikan terkait dengan hal – hal teknologi
pendidikan diantara nya komputer dan internet. Pertanyaan dari masalah yang menjadi
analisa dalam penelitian diformulasikan dengan pertanyaan – pertanyaan di bawah ini:
1.Apa Peran Pendidikan Peran Pendidikan dalam Pengembangan Peserta Didik
2.Bagaimana proses upaya membangun budaya belajar melalui pengembangan e-Learning

1.3. Tujuan Penulisan


Penulis menyusun karya tulis ilmiah ini dengan tujuan :
1.Untuk mengetahui seberapa besar tugas dan peran penididikan,pengajar pada proses
belajar-mengajar
2.Mengupayakan agar tugas dan peran pokok seorang pendidik dalam PBM bisa
dijalankan oleh setiap guru dengan baik yang pada akhirnya tujuan utama pendidikan bisa
tercapai

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah agar lebih memahami peranan
pendidikan melalui proses belajar mengajar oleh pendidik agar pemahaman akan fungsi
tugas dan perannya bisa meningkatkan kemampuan mendidik atau mengajar terhadap anak
didiknya serta mampu mengembangkan potensi diri peserta didik, mengembangkan
kreativitas dan mendorong adanya penemuan keilmuan dan teknologi yang inovatif,
sehingga para siswa mampu bersaing dalam masyarakat global.

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1. Beberapa Definisi Mengenai Pendidikan


Beberapa definisi mengenai pendidikan dapat dikemukakan di bawah ini : M.J. Langeveld
(1995) :
1) Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum
dewasa kepada kedewasaan.
2) Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugas-tugas hidupnya, agar
bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung jawab secara susila.
3) Pendidikan adalah usaha mencapai penentuan-diri-susila dan tanggung jawab.
Stella van Petten Henderson : Pendidikan merupakan kombinasai dari pertumbuhan dan
perkembangan insani dengan warisan sosial. Kohnstamm dan Gunning (1995) :
Pendidikan adalah pembentukan hati nurani. Pendidikan adalah proses pembentukan diri
dan penetuan-diri secara etis, sesuai denga hati nurani.
John Dewey (1978) :
Aducation is all one with growing; it has no end beyond itself. (pendidikan adalah segala
sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan; pendidikan sendiri tidak punya tujuan akhir di
balik dirinya).
H.H Horne :
Dalam pengertian luas, pendidikan merupakan perangkat dengan mana kelompok sosial
melanjutkan keberadaannya memperbaharui diri sendiri, dan mempertahankan ideal-
idealnya.
Encyclopedia Americana (1978) :
• Pendidikan merupakan sebarang proses yang dipakai individu untuk memperoleh
pengetahuan atau wawasan, atau mengembangkan sikap-sikap ataupun keterampilan-
keterampilan.
• Pendidikan adalah segala perbuatan yang etis, kreatif, sistematis dan intensional dibantu
oleh metode dan teknik ilmiah, diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tertentu.
Dari berbagai definisi tersebut di atas dapat di simpulkan bahwa pendidikan merupakan
gejala insani yang fundamental dalam kehidupan manusia untuk mengantarkan anak
manusia ke dunia peradaban. Pendidikan juga merupakan bimbingan eksistensial
manusiawi dan bimbingan otentik, agar anak belajar mengenali jati dirinya yang unik, bisa
bertahan hidup, dan mampu memiliki, melanjutkan-mengembangkan warisan-warisan
sosial generasi yang terdahulu.

2.2. Tujuan dan Proses Pendidikan


Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar,
dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu
memberi arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin
dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan pendidikan menduduki posisi penting diantara
komponen-komponen pendidikan lainnya. Dapat dikatakan bahwa seluruh komponen dari
seluruh kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan untuk
pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan yang tidak relevan
dengan tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan salah, sehingga
harus dicegah terjadinya. Di sini terlihat bahwa tujuan pendidikan itu bersifat normatif,
yaitu mengandung unsur norma yang bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan
hakikat perkembangan peserta didik serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilai
hidup yang baik.
Sehubungan dengan fungsi tujuan yang sangat penting itu, maka suatu keharusan bagi
pendidik untuk memahaminya. Kekurang pahaman pendidik terhadap tujuan pendidikan
dapat mengakibatkan kesalah pahaman di dalam melaksanakan pendidikan. Gejala
demikian oleh Langeveld disebut salah teoritis (Umar Tirtarahardja dan La Sula, 37 :
2000).
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen pendidikan oleh
pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana proses pendidikan itu
dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan. Kualitas
proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas
pengelolaannya. Kedua segi tersebut satu sama lain saling tergantung. Walaupun
komponen-komponennya cukup baik, seperti tersedianya prasarana dan sarana serta biaya
yang cukup, juga ditunjang dengan pengelolaan yang andal maka pencapaian tujuan tidak
akan tercapai secara optimal. Demikian pula bila pengelolaan baik tetapi di dalam kondisi
serba kekurangan, akan
mengakibatkan hasil yang tidak optimal.

2.3. Unsur-Unsur Pendidikan


Proses pendidikan melibatkan banyak hal, yaitu :
1) Subjek yang dibimbing (peserta didik).
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut
demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang
otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang memiliki ciri khas dan
otonomi, ia ingin mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus menerus guna
memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya
2) Orang yang membimbing (pendidik).
Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan
sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang
bertanggung jawab terhadap pendidikan yaitu orang tua,guru, pemimpin program
pembelajaran, pelatihan, dan masyarakat/organisasi.
3) Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif).
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antar peserta didik
dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan
secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan memanifulasikan
isi, metode serta alat-alat pendidikan. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan
pendidikan).
4) Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang sifatnya abstrak.
Tujuan demikian bersifat umum, ideal, dan kandungannya sangat luas sehingga sulit untuk
dilaksanakan di dalam praktek. Sedangkan pendidikan harus berupa tindakan yang
ditujukan kepada peserta didik dalam kondisi tertentu, tempat tertentu, dan waktu tertentu
dengan menggunakan alat tertentu.
5) Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan).
Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang akan
disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi ini meliputi materi inti maupun muatan
lokal. Materi inti bersifat nasional yang mengandung misi pengendalian dan persatuan
bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya mengembangkan kebhinekaan kekayaan budaya
sesuai dengan kondisi lingkungan.

6) Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode).


Alat dan metode pendidikan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Alat melihat jenisnya
sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat dan metode diartikan sebagai
segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan
pendidikan.
7) Tempat peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
Lingkungan pendidikan biasa disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan
masyarakat.
2.4. Tugas dan Peran Guru dalam Proses Belajar-Mengajar
Kegiatan Proses belajar-mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukakan
oleh Adams & Decey dalam Basic Principles Of Student Teaching, antara lain guru
sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partissipan,
ekspeditor, perencana, suvervisor, motivator, penanya, evaluator dan konselor.

2.4.1 Tugas Pendidik


Guru memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian.
Tugas tersebut meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih
berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan dirinya sebagai orang tua ke
dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang
diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam
belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam
dalam diri siswa.
Guru adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang
tidak mungkin digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak
dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya
semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata
lain potret manusia yang akan datang tercermin dari potret guru di masa sekarang dan
gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari "citra" guru di tengah-tengah
masyarakat.

2.4.2 Peran Pendidik


a.Dalam Proses Belajar Mengajar
Sebagaimana telah di ungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangar signifikan
dalam proses belajar mengajar. Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak
hal seperti sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator,
dsb. Yang akan dikemukakan disini adalah peran yang dianggap paling dominan dan
klasifikasi guru sebagai:
1).Demonstrator
2).Manajer/pengelola kelas
3).Mediator/fasilitator
4).Evaluator

b. Dalam Pengadministrasian
Dalam hubungannya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang guru dapat berperan
sebagai:
1) Pengambil insiatif, pengarah dan penilai kegiatan
2) Wakil masyarakat
3) Ahli dalam bidang mata pelajaran
4) Penegak disiplin
5) Pelaksana administrasi pendidikan
c. Sebagai Pribadi
Sebagai dirinya sendiri guru harus berperan sebagai:
1) Petugas sosial
2) Pelajar dan ilmuwan
3) Orang tua
4) Teladan
5) Pengaman

d. Secara Psikologis
Peran guru secara psikologis adalah:
1) Ahli psikologi pendidikan
2) Relationship
3) Catalytic/pembaharu
4) Ahli psikologi perkembangan

BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

3.1 Peran Pendidikan dalam Pengembangan Peserta didik


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 5
bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan menurut ayat 6
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Proses belajar/mengajar adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya berarti, setiap
kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi dan sampai sejauh mana kita mengubah lingkungan,
presentasi dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung (Lozanov,
1978). Dalam hal ini pengaruh dari peran seorang pendidik sangat besar sekali. Di mana
keyakinan seorang pendidik atau pengajar akan potensi manusia dan kemampuan semua
peserta didik untuk belajar dan berprestasi merupakan suatu hal yang penting diperhatikan.
Aspek-aspek teladan mental pendidik atau pengajar berdampak besar terhadap iklim
belajar dan pemikiran peserta didik yang diciptakan pengajar. Pengajar harus mampu
memahami bahwa perasaan dan sikap peserta didik akan terlihat dan berpengaruh kuat
pada proses belajarnya. (Bobbi DePorter : 2001)
Proses pendidikan merupakan totalitas ada bersama pendidik bersama-sama dengan anak
didik; juga berwujud totalitas pengarahan menuju ke tujuan pendidikan tertentu, disamping
orde normatif guna mengukur kebaikan dan kemanfaatan produk perbuatan mendidik itu
sendiri. Maka perbuatan mendidik dan membentuk manusia muda itu amat sukar, tidak
boleh dilakukan dengan sembrono atau sambil lalu, tetapi benar-benar harus dilandasi rasa
tanggung jawab tinggi dan upaya penuh kearifan.
Barang siapa tidak memperhatikan unsur tanggung jawab moril serta pertimbangan
rasional, dan perbuatan mendidiknya dilakukan tanpa refleksi yang arif, berlangsung
serampangan asal berbuat saja, dan tidak disadari benar, maka pendidik yang melakukan
perbuatan sedemikian adalah orang lalai, tipis moralnya, dan bisa berbahaya secara sosial.
Karena itu konsepsi pendidikan yang ditentukan oleh akal budi manusia itu sifatnya juga
harus etis. Tanpa pertanggungjawaban etis ini perbuatan tersebut akan membuahkan
kesewenang-wenangan terhadap anak-didiknya. Peran seorang pengajar atau pendidik
selain mentransformasikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada anak didik juga
bertugas melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Hal ini
sesuai dengan UU Republik Indonesia No. 20 Pasal 39 ayat 2.
Di samping itu merupakan suatu keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung jawab,
bahwa di dalam melaksanakan tugasnya harus berbuat dalam cara yang sesuai dengan
keadaan peserta didik Di mana selain peran yang telah disebutkan di atas, hal yang perlu
dan penting dimiliki oleh pendidik yaitu pendidik harus mengetahui psikologis mengenai
peserta didik. Dalam proses pendidikan persoalan psikologis yang relevan pada hakikatnya
inti persoalan psikologis terletak pada peserta didik, sebab pendidikan adalah perlakuan
pendidik terhadap peserta didik dan secara psikologis perlakuan pendidik tersebut harus
selaras mungkin dengan keadaan peserta didik. (Sumardi Suryabrata : 2004)

3.2 Peran Pendidik dalam Proses Belajar-Mengajar


Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan
guru sebagai pemegang peranan utama. Karena Proses belajar-mengajar mengandung
serangkaian perbuatan pendidik/guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau
hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi
berlangsungnya proses belajar-mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar-mengajar ini
memiliki arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi
berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi
pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.
Peran guru dalam proses belajar-mengajar , guru tidak hanya tampil lagi sebagai pengajar
(teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini, melainkan beralih sebagai pelatih
(coach), pembimbing (counselor) dan manager belajar (learning manager). Hal ini sudah
sesuai dengan fungsi dari peran guru masa depan. Di mana sebagai pelatih, seorang guru
akan berperan mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk
bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya.
Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran, masih tetap memegang
peranan penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh
mesin, radio, tape recorder ataupun oleh komputer yang paling modern sekalipun. Masih
terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem, nilai, perasaan, motivasi,
kebiasaan dan Iain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak
dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Di sinilah kelebihan manusia dalam hal ini guru
dari alat-alat atau teknologi yang diciptakan manusia untuk membantu dan mempermudah
kehidupannya.
Namun harus diakui bahwa sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang cepat (di
Indonesia 2,0% atau sekitar tiga setengah juta lahir manusia baru dalam satu tahun) dan
kemajuan teknologi di lain pihak, di berbagai negara maju bahkan juga di Indonesia, usaha
ke arah peningkatan pendidikan terutama menyangkut aspek kuantitas berpaling kepada
ilmu dan teknologi. Misalnya pengajaran melalui radio, pengajaran melalui televisi, sistem
belajar jarak jauh melalui sistem modul, mesin mengajar/ komputer, atau bahkan
pembelajaran yang menggunak system E-learning (electronic learning) yaitu pembelajaran
baik secara formal maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti
internet, CD-ROM, video tape, DVD, TV, handphone, PDA, dan lain-lain (Lende, 2004).
Akan tetapi, e-learning pembelajaran yang lebih dominan menggunakan internet (berbasis
web).
Sungguhpun demikian guru masih tetap diperlukan. Sebagai contoh dalam pengajaran
modul, peranan guru sebagai pembimbing belajar justru sangat dipentingkan. Dalam
pengajaran melalui radio, guru masih diperlukan terutama dalam menyusun dan
mengembangkan disain pengajaran. Demikian halnya dalam pengajaran melalui televisi.
Dengan demikian dalam sistem pengajaran mana pun, guru selalu menjadi bagian yang
tidak terpisahkan, hanya peran yang dimainkannya akan berbeda sesuai dengan tuntutan
sistem ter¬sebut. Dalam pengajaran atau proses belajar mengajar guru memegang peran
sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, pada gurulah tugas dan tanggung jawab
merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah.
Sebagaimana telah di ungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangatlah signifikan
dalam proses belajar mengajar. Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak
hal seperti sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator,
dsb. Yang akan dikemukakan disini adalah peran yang dianggap paling dominan dan
klasifikasi guru sebagai:
1) Demonstrator
2) Manajer/pengelola kelas
3) Mediator/fasilitator
4) Evaluator

1) Guru sebagai demonstrator


Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya
senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa
mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang
dimilikinya karena hal ini akan sangat menetukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru ialah bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini
berarti bahwa guru harus belajar terus-menerus. Dengan cara demikian ia akan
memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam
melaksanakan tugasnya sebagai demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang
diajarkannya secara didaktis. Maksudnya ialah agar apa yang disampaikannya itu betul-
betul dimiliki oleh anak didik.

2) Guru Sebagai Pengelola Kelas


Mengajar dengan sukses berarti harus ada keterlibatan siswa secara aktif untuk belajar.
Keduanya berjalan seiring, tidak ada yang mendahului antara mengajar dan belajar karena
masing-masing memiliki peran yang memberikan pengaruh satu dengan yang lainnya.
Keberhasilan/kesuksesan guru mengajar ditentukan oleh aktivitas siswa dalam belajar,
demikian juga keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan pula oleh peran guru dalam
mengajar. Mengajar berarti menyampaikan atau menularkan pengetahuan dan pandangan
(Ad. Rooijakkers, 1990:1). William Burton mengemukakan bahwa mengajar diartikan
upaya memberikan stimulus, bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar
terjadi proses belajar. Dalam hal ini peranan guru sangat penting dalam mengelola kelas
agar terjadi PBM bias berjalan dengan baik.
Mengajar adalah aktivitas/kegiatan yang dilakukan guru dalam kelas atau lingkungan
sekolah. Dalam proses mengajar, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai oleh guru yaitu
agar siswa memahami, mengerti, dan dapat mengaplikasikan ilmu yang mereka dapatkan.
Tujuan mengajar juga diartikan sebagai cara untuk mengadakan perubahan yang
dikehendaki dalam tingkah laku seorang siswa (Muchtar & Samsu, 2001:39).
Dalam hal ini tentu saja guru berharap siswa mau belajar, baik dalam jam pelajaran
tersebut atau sesudah materi dari guru ia terima. Menurut Sagala (2003:12), belajar adalah
kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku, dan keterampilan dengan cara
mengolah bahan belajar. Proses belajar mengajar akan berlangsung dengan baik jika guru
dan siswa sama-sama mengerti bahan apa yang akan dipelajari sehingga terjadi suatu
interaksi yang aktif dalam PBM di kelas dan hal ini menjadi kunci kesuksesan dalam
mengajar. Dengan demikian proses pembelajaran terjadi dalam diri siswa. Pembelajaran
merupakan suatu proses di mana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk
memungkinkan siswa turut merespon situasi tertentu yang ia hadapi (Corey, 1986:195)
mengajar dengan sukses adalah jika guru dapat memberikan materi kepada siswa dengan
media dan metode yang menarik, menciptakan situasi belajar yang kondusif dalam kelas
sehingga tercipta interaksi belajar aktif. Dengan begitu akan terjadi proses perubahan
dalam diri siswa bukan hanya pada hasil belajar tetapi juga pada perilaku dan sikap siswa.
Jadi, mengajar dengan sukses itu tidak hanya semata-mata memberikan pengetahuan yang
bersifat kognitif saja, tetapi di dalamnya harus ada perubahan berpikir, sikap, dan
kemauan supaya siswa mau terus belajar. Timbulnya semangat belajar dalam diri siswa
untuk mencari sumber-sumber belajar lain merupakan salah satu indikasi bahwa guru
sukses mengajar siswanya. Dengan demikian kesuksesan dalam mengajar adalah seberapa
dalam siswa termotivasi untuk mau terus belajar sehingga mereka akan menjadi manusia-
manusia pembelajar. Caranya? Sebagai guru mari kita mau membuka diri dan melihat
secara jernih apa yang menjadi harapan siswa dalam diri kita

3) Guru sebagai mediator dan fasilitator


Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup
tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih
mengefektifkan proses belajar-mengajar. Dengan demikian jelaslah bahwa media
pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan
merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan.
Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar
yang kiranya berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses
belajar-mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah ataupun surat
kabar.

4) Guru sebagai evaluator


Dalam dunia pendidikan, setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-
waktu tertentu selama satu periode pendidikan akan diadakan evaluasi, artinya pada
waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan tadi orang selalu mengadakan
penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.
Penilaian perlu dilakukan, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan
pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan
metode mengajar.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka penulis dapat mengambil beberapa
kesimpulan, diantaranya :
1) Peran guru sebagai demonstrator dalam PBM guru hendaknya senantiasa menguasai
bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya
dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini
akan sangat menetukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
2) Dalam kapasitasnya sebagai penglola kelas, seorang guru dituntut untuk bisa
menjadikan suasana kelas menjadi kondusif sehingga proses belajar mengajara atau
penyampaian pengetahuan dari guru ke murid atau proses pertukaran ilmu dan
pengetahuan diantara siswa yang satu dengan yang lainnya bisa berjalan dengan baik.
3) Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup
tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih
mengefektifkan proses belajar-mengajar.
4) Setiap kegiatan belajar mengajar hendaknya guru senantiasa melakukan evaluasi atau
penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan,
penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar.

4.2 Saran
Untuk tercapainya tujuan pokok pendidikan hendaklah peran pendidik tidak hanya
berorientasi pada nilai akademik yang bersifat pemenuhan aspek kognitif saja, melainkan
juga berorientasi pada bagaimana seorang anak didik bisa belajar dari lingkungan dari
pengalaman dan kehebatan orang lain, dari kekayaan luasnya hamparan alam, sehingga
dengan pementapan adanya tugas dan peran guru dalam dunia pendidikan khususnya
dalam kegiatan proses belajar mengajar diharapkan guru dapat mengetahui tugas dan
tanggungjawabnya sebagai pendidik dan diharapkan terjalinnya hubungan yang harmonis
dengan para peserta didiknya sehingga harapan tercapainya tujuan pendidikan bisa dengan
mudah terwujudkan.

Makalah Keberhasilan Belajar Mengajar


PEMBAHASAN

A. Pengertian Keberhasilan Belajar Mengajar

1. Pengertian Belajar
Sebelum mengetahui pengertian keberhasilan belajar mengajar maka terlebih
dahulu mengetahui pengertian belajar, belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan (
Moh. Surya, 1992, 23). Morgan, seperti dikutip Tim Penulis Psikologi Pendidikan (1993:
60) ringkasnya mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap
dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Siswa
mengalami suatu proses belajar. Dalam proses belajar tesebut, siswa menggunakan
kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan belajar. Kemampuan-kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotorik yang dibelajarkan dengan bahan belajar menjadi
semakin rinci dan menguat. Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya penguatan-
penguatan, adanya evaluasi dan keberhasilan belajar, menyebaban siswa semakin sadar,
akan kemampuan dirinya (Dimyati dan Mudjiono, 2002:22).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu tindakan
sadar yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan dalam diri mereka atas
stimulasi lingkungan dan proses mental mereka sehingga bertambah pengetahuannya.
2. Pengertian Mengajar
Jerome S. Brunner dalam bukunya Toward a theory of instruction mengemukakan bahwa
mengajar adalah menyajikan ide, problem atau pengetahuan dalam bentuk yang sederhana
sehingga dapat dipahami oleh setiap siswa (Uzer Usman dan Lilis Setyawati, 1993: 5).
Ngalim Purwanto dalam bukunya Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (1998: 150)
mengemukakan yang dimaksud dengan mengajar ialah memberikan pengetahuan atau
melatih kecakapan-kecakapan atau keterampilan-ketrampilan kepada anak-anak. Jadi,
mengajar bukan sekedar proses penyampaian ilmu pengetahuan, melainkan mengandung
makna yang lebih luas dan kompleks, yaitu terjadinya komunikasi dan interaksi manusiawi
dengan berbagai aspeknya.
3. Pengertian Keberhasilan Belajar Mengajar
Keberhasilan Belajar Mengajar menurut Moh Uzer Usman dan Lilis Setyawati dalam buku
Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar (1993: 7-8) mengemukakan sebagai
berikut. Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil,
bahwa setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filosofinya. Namun
untuk menyamakan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat
ini yang telah disempurnakan antara lain bahwa suatu proses belajar mengajar tentang
suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila TIK tersebut dapat tercapai. Untuk
mengetahui tercapai tidaknya TIK, guru perlu mengadakan tes formatif setiap selesai
menyajikan satu satuan bahasan kepada siswa. Indikator yang dijadikan sebagai tolak ukur
dalam menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil.
Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil,
setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun, untuk
menyamakan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini
yang telah disempurnakan, antara lain bahwa ''Suatu proses belajar mengajar tentang Suatu
bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khusus (TIK)-nya dapat
tercapai".

Untuk mengetahui tercapai tidaknya TIK, guru perlu mengadakan tes formatif setiap
selesai menyajikan satu pembahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini untuk
mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan instruksional khusus (TIK) yang
ingin dicapai. Fungsi penilaian ini adalah untuk memberikan umpan batik kepada guru
dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan program remedial
bagi siswa yang belum berhasil.

Karena itulah, suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran
dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan instruksional khusus dari bahan
tersebut. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian keberhasilan belajar mengajar
adalah tercapainya tujuan instuksional khusus yang Sudah direncanakan/dibuat
sebelumnya.
B. Indikator Keberhasilan Belajar Mengajar
Yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil adalah
hal-hal sebagai berikut:
1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik
secara individual maupun kelompok.
2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK) telah
dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.

Namun demikian, indikator yang-banyak dipakai sebagai tolak ukur keberhasilan


adalah daya serap.
C. Penilaian Keberhasilan Belajar Mengajar
Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar tersebut dapat
dilakukan melalui tes prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang Iingkupnya, tes
prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian sebagai berikut:

1. Tes Formatif
Penilaian ini digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu
dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok
bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar
bahan tertentu dalam waktu tertentu.

2. Tes Subsumatif
Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu
tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoJeh gambaran tentang daya serap siswa untuk
meningkatkan tingkat prestasi belajar siswa .Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk
memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan daJam menentukan nilai rapor.

3. Tes Sumatif
Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok-pokok
bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun pelajaran.
Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau tarafkeberhasilan belajar siswa dalam
suatu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan
kelas, menyusun peringkat (ranking) atau sebagai ukuran mutu sekolah.

D. Tingkat Keberhasilan Belajar Mengajar

Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah yang
dihadapi adalah sampai di tingkat mana prestasi (hasil) belajar yang telah dicapai.
Sehubungan dengan hal inilah keberhasilan proses mengajar itu dibagi atas beberapa
tingkatan atau taraf. Tingkatan keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Istimewa/ maksimal: Apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai
oleh siswa
2. Baik sekali/ optimal: Apabila sebagian besar (76% s.d. 99%) bahan pelajaran yang
diajarkan dapat dikuasai olehsiswa.
3. Baik/minimal : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d. 75%
saja dikuasai oleh siswa.
4. Kurang : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa.

Dengan melihat data yang terdapat dalam format daya serap siswa dalam pelajaran
dan persentase keberhasilan siswa dalam mencapai TIK terse but, dapatlah diketahui
keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilakukan siswa dan guru.

E. Program Perbaikan
Taraf atau tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar dapat dimanfaatkan untuk
berbagai upaya. Pada taraf atau tingkat keberhasilan proses belajar mengajar yang baru
saja dilaksanakan, hendaknya didasarkan pada aspek berikut.
1. Apabila 75% dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar atau mencapai
taraf keberhasilan minimal, optimal, atau bahkan maksimal, maka proses belajar mengajar
berikutnya dapat membahas pokok bahasan yang baru.
2. Apabila 75% atau lebih dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar
mencapai taraf keberhasilan kurang (di bawah taraf minimal), maka proses belajar
mengajar berikutnya hendaknya bersifat perbaikan (remedial).

Pengukuran tentang taraf atau tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar ini
temyata berperan penting. Karena itu, pengukurannya harus betul-betul shahih (valid),
andal (reliabel), dan lugas (objective). Hal ini mungkin tercapai bila alat ukurannya
disusun berdasarkan kaidah, aturan, hukum atau ketentuan penyusunan butir tes.
Pengajaran perbaikan biasanya mengandung kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a) Mengulang pokok bahasan seluruhnya.
b) Mengulang bagian dari pokok bahasan yang hendak dikuasai.
c) Memecahkan masalah atau menyelesaikan soal-soal bersama-sama.
d) Memberikan tugas-tugas khusus.

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Mengajar

Jika ada guru yang mengatakan bahwa dia tidak ingin berhasil dalam mengajar, itu
adalah ungkapan seorang guru yang sudah putus asa dan jauh dari kepribadian seorang
guru. Mustahil setiap guru tidak ingin berhasil dalam mengajar. Apalagi jika guru itu hadir
ke dalam dunia pendidikan berdasarkan tuntutan hati nurani. Panggilan jiwanya pasti
merintih atas kegagalan mendidik dan membina anak didiknya.

Betapa tingginya nilai suatu keberhasilan, sampai-sampai seorang guru berusaha


sekuat tenaga dan pikiran mempersiapkan program pengajarannya dengan baik dan
sistematik. Namun terkadang, keberhasilan yang dicita-citakan, tetapi kegagalan yang
ditemui; disebabkan oleh berbagai faktor sebagai penghambatnya. Sebaliknya, jika
keberhasilan itu menjadi kenyataan, maka berbagai faktor itu juga sebagai pendukungnya.
Berbagai faktor dimaksud adalah tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, alat
evaluasi, bahan evaluasi, dan suasana evaluasi. Berbagai faktor tersebut akan dijelaskan
satu per satu sebagai berikut:

1. Tujuan
Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan
belajar mengajar. Kepastian dari perjalanan proses belajar mengajar berpangkal tolak dari
jelas tidaknya perumusan tujuan pengajaran. Tercapainya tujuan sama halnya keberhasilan
pengajaran.

Sedikit banyaknya perumusan tujuan akan mempengaruhi kegiatan pengajaran yang


dilakukan oleh guru, dan secara langsung guru mempengaruhi kegiatan belajar anak didik.
Guru dengan sengaja menciptakan lingkungan belajar guna mencapai tujuan. Jika kegiatan
belajar anak didik dan kegiatan mengajar guru bertentangan, dengan sendirinya tujuan
pengajaran pun gagal untuk dicapai.

Karena sebagai pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam setiap
kali kegiatan belajar mengajar, maka guru selalu diwajibkan merumuskan tujuan
pembelajarannya. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) adalah wakil dari Tujuan
Pembelajaran Umum (TPU). Maka perbuatanTPK harus berpedoman pada TPU. Agar
TPK dapat mewakili terhadap TPU perlu dipikirkan beberapa petunjuk (indikator) suatu
TPU. lndikator suatu TPU itu banyak, namun dalam hal ini hendaknya yang dipilih yang
betul-betul penting sehingga dapat mewakili (representatif) TPU.
Akhirnya, tujuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasiIan belajar
mengajar dalam setiap kali pertemuan kelas.

2. Guru

Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada
anak didik di sekolah. Guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang profesinya.
Dengan keilmuan yang dimilikinya, dia dapat menjadikan anak didik menjadi orang yang
cerdas.

Setiap guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai dengan latar belakang


kehidupan sebelum mereka menjadi guru. Kepribadian guru diakui sebagai aspek yang
tidak bisa dikesampingkan dari kerangka keberhasilan belajar mengajar untuk
mengantarkan anak didik menjadi orang yang berilmu pengetahuan dan berkepribadian.
Dari kepribadian itulah mempengaruhi pola kepemimpinan yang guru perlihatkan ketika
melaksanakan tugas mengajar di kelas.

Pandangan guru terhadap anak didik akan mempengaruhi kegiatan mengajar guru di
kelas. Guru yang memandang anak sebagai makhluk individual dengan segala perbedaan
dan persamaannya, akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai
makhluk sosial. Perbedaan pandangan dalam memandang anak didik ini akan melahirkan
pendekatan yang berbeda pula. Tentu saja, hasil proses belajar mengajarnya pun berlainan.

Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang
mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Guru
pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri
dengan lingkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai
pendukung pengabdiannya. Kalaupun ditemukan kesulitan hanya pada aspek-aspek
tertentu. Hal itu adalah suatu hal yang wajar. Jangankan bagi guru pemula, bagi guru yang
sudah berpengalaman pun tidak akan pernah dapat menghindarkan diri dari berbagai
masalah di sekolah. Hanya yang membedakannya adalah tingkat kesulitan yang
ditemukan. Tmgkat kesulitan yang ditemukan guru semakin hari semakin berkurang pada
aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalaman sebagai guru.

Guru yang bukan berlatar belakang pendidikan keguruan dan ditambah tidak
berpengalaman mengajar, akan banyak menemukan masalah di kelas. Terjun menjadi guru
mungkin dengan tidak membawa bekal berupa teori-teori pendidikan dan keguruan.
Seperti kebanyakan guru pemula jiwanya juga labil, emosinya mudah terangsang dalam
bentuk keluhan dan berbagai bentuk sikap lainnya, tetapi dengan semangat dan penuh ide
untuk suatu tugas.

Berbagai permasalahan yang dikemukakan di depan adalah aspekaspek yang ikut


mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Paling tidak, keberhasilan belajar mengajar
yang dihasilkan bervariasi. Kevariasian ini dilihat dari tingkat keberhasilan anak didik
menguasai bahan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam setiap kali pertemuan kelas.
Variasi hasil produk ini patokannya adalah tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh
setiap anak didik.

3. Anak Didik

Anak didik adalah orang yang dengan sengaja datang ke sekolah. Orang tuanyalah
yang memasukkannya untuk dididik agar menjadi orang yang berilmu pengetahuan di
kemudian hari. Kepercayaan orang tua anak diterima oleh guru dengan kesadaran dan
penuh keikhlasan. Maka jadilah guru sebagai pengemban tanggungjawab yang diserahkan
itu.

Tanggungjawab guru tidak hanya terdapat seorang anak, tetapi dalam jumlah yang
cukup banyak. Anak yang dalam jumlah yang cukup banyak itu tentu saja dari latar
belakang kehidupan sosial keluarga dan masyarakat yang berlainan. Karenanya, anak-anak
berkumpul di sekolah pun mempunyai karakteristik yang bermacam-macam. Kepribadian
mereka ada yang pendiam, ada yang periang, ada yang suka bicara, ada yang kreatif, ada
yang keras kepala, ada yang manja, dan sebagainya. Intelektual mereka juga dengan
tingkat kecerdasan yang bervariasi. Biologis mereka dengan struktur atau keadaan tubuh
yang tidak selalu sama. Karena itu, perbedaan anak pada aspek biologis, intelektual, dan
psikologis ini mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.

Anak yang dengan ciri-ciri mereka masing-masing itu berkumpul di dalam kelas, dan
yang mengumpulkannya tentu saja guru atau pengelola sekolah. Banyak sedikitnya jumlah
anak didik di kelas akan mempengaruhi pengelolaan kelas. jumlah anak didik yang banyak
di kelas, misalnya 30 sampai 45 orang, cenderung lebih sukar dikelola, karena lebih mudah
terjadi konflik di antara mereka. Hal ini akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar
mengajar. Apalagi bila anak-anak yang dikumpulkan itu sudah terbiasa kurang disiplin.

Anak yang menyenangi pelajaran tertentu dan kurang menyenangi pelajaran yang lain
adalah perilaku anak yang bermula dari sikap mereka karena minat yang berlainan. Hal ini
mempengaruhi kegiatan belajar anak. Biasanya pelajaran yang disenangi, dipelajari oleh
anak dengan senang hati pula. Sebaliknya, pelajaran yang kurang disenangi jarang
dipelajari oleh anak, sehingga tidak heran bila isi dari pelajaran itu kurang dikuasai oleh
anak. Akibatnya, hasil ulangan anak itu jelek.

Sederetan angka yang terdapat di buku rapor adalah bukti nyata dari keberhasilan
belajar mengajar. Angka-angka itu bervariasi dari angka lima sampai angka sembilan. Hal
itu sebagai bukti bahwa tingkat penguasaan anak terhadap bahan pelajaran berlainan untuk
setiap bidang studi Daya serap anak bermacam-macam untuk dapat menguasai setiap
bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Karena itu, dikenallah tingkat keberhasilan yang
maksimal (istimewa), optimal (baik sekali), minimal (baik), dan kurang untuk setiap bahan
yang dikuasai oleh anak didik.

Dengan demikian, dapat diyakini bahwa anak didik adalah unsur manusiawi yang
mempengaruhi kegiatan belajar mengajar berikut hasil dari kegiatan itu, yaitu keberhasilan
belajar mengajar.

4. Kegiatan Pengajaran

Pola umum kegiatan pengajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dengan anak
didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru yang mengajar, anak didik yang belajar.
Maka guru adalah orang yang menciptakan Iingkungan belajar bagi kepentingan belajar
anak didik. Anak didik adalah orang yang digiring ke dalam lingkungan belajar yang telah
diciptakan oleh guru.

Dalam kegiatan belajar mengajar, pendekatan yang guru ambil akan menghasilkan
kegiatan anak didik yang bermacam-macam. Guru yang menggunakan pendekatan
individual, misalnya berusaha memahami anak didik sebagai makhluk individual dengan
segala persamaan dan perbedaannya. Guru yang menggunakan pendekatan kelompok
berusaha memahami anak didik sebagai makhluk sosial. Dari kedua pendekatan tersebut
lahirlah kegiatan belajar mengajar yang berlainan, dengan tingkat keberhasilan belajar
mengajar yang tidak sama pula. Perpaduan dari kedua pendekatan itu malah akan
menghasilkan hasil belajar mengajar yang lebih baik.

Strategi penggunaan metode mengajar amat menentukan kualitas hasil belajar


mengajar. Hasil pengajaran yang dihasilkan. dari penggunaan metode ceramah tidak sama
dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode tanyajawab atau metode
diskusi. Demikian juga halnya dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan
metode problem solving berbeda dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari
penggunaan metode resitasi.

Jarang ditemukan guru hanya menggunakan satu metode dalam melaksanakan


kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan rumusan tujuan yang guru buat tidak hanya
satu, tetapi bisa lebih dari dua rumusan tujuan. ltu berarti menghendaki penggunaan
metode mengajar harus lebih dari satu metode. Metode mengajar yang satu untuk
mencapai tujuan yang satu, sementara metode mengajar yang lain untuk mencapai tujuan
yang lain. Bermacam-macam penggunaan metode mengajar akan menghasilkan hasil
belajar mengajar yang berlainan kualitasnya. Penggunaan metode ceramah misalnya,
adalah strategi pengajaran untuk mencapai tujuan pada tingkat yang rendah. Berbeda
dengan penggunaan metode problem solving. Penggunaan metode ini tentu saja untuk
mencapai tujuan pengajaran pada tingkat yang tinggi. Jadi, penggunaan metode mengajar
mempengaruhi tinggi rendahnya mutu keberhasilan belajar mengajar.

5. Bahan dan Alat Evaluasi

Bahan evaluasi adalah suatu bahan yang terdapat di dalam kurikulum yang sudah
dipelajari oleh anak didik guna kepentingan ulangan. Biasanya bahan pelajaran itu sudah
dikemas dalam bentuk buku paket untuk dikonsumsi oleh anak didik. Setiap anak didik
dan guru wajib mempunyai buku paket tersebut guna kepentingan kegiatan belajar
mengajar di kelas.

Bila tiba masa ulangan, semua bahan yang telah diprogramkan dan harus selesai
dalam jangka waktu tertentu dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan item-item soal
evaluasi. Gurulah yang membuatnya dengan perencanaan yang sistematis dan dengan
penggunaan alat evaluasi. Alat-alat evaluasi yang umumnya digunakan tidak hanya benar-
salah (true-false) dan pilihan ganda (multiple-choice), tapijuga menjodohkan (matching),
melengkapi (completion), dan essay.

Masing-masing alat evaluasi itu mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan.


Menyadari akan hal itu, jarang ditemukan pembuatan item-item soal yang hanya
menggunakan satu alat evaluasi. Tetapi guru sudah menggabungnya lebih dari satu alat
evaluasi. Benar-salah (B-S) dan pilihan ganda adalah bagian dari tes objektif. Maksudnya,
objektif dalam hal pengoreksian, tapi belum tentu objektif dalam jawaban yang dilakukan
oleh anak didik. Karena sifat alat ini mengharuskan anak didik memilih jawaban yang
sudah disediakan dan tidak ada alternatif lain di luar dari alternatif itu, maka bila anak
didik tidak dapat menjawabnya, dia cenderung melakukan tindakan spekulasi,
pengambilan sikap untung-untungan ketimbang tidak berisi. Bila benar untung, bila salah
tidak menjawab soal. Strategi lainnya lagi adalah anak didik melakukan kerja sama dengan
teman-temannya yang kebetulan duduk berdekatan. Kerja samanya teratur rapi dan
terkadang guru kurang dapat mengontrolnya. Sebab dalam melakukan kerja sama itu
mereka menggunakan sandi-sandi tertentu yang hanya kelompok mereka itulah yang dapat
mengetahuinya.
Pembuatan item soal dengan memakai alat tes objektif dapat menampung hampir
semua bahan pelajaran yang sudah dipelajari oleh anak didik dalam satu semester, tapi
kelemahannya terletak pada penguasaan anak didik terhadap bahan pelajaran bersifat
semu, suatu penguasaan bahan pelajaran yang masih samar-samar. Jika alternatif itu tidak
dicantumkan, kemungkinan besar anak didik kurang mampu memberikan jawaban yang
tepat.
Alat tes dalam bentuk essay dapat mengurangi sikap dan tindakan spekulasi pada anak
didik. Sebab alat tes ini hanya dapat dijawab bila anak didik betul-betul menguasai bahan
pelajaran dengan baik. Bila tidak, kemungkinan besar anak didik tidak dapat menjawabnya
dengan baik dan benar. Kelemahan alat tes ini adalah dari segi pembuatan item soal tidak
semua bahan pelajaran dalam satu semester dapat tertampung untuk disuguhkan kepada
anak didik pada waktu ulangan. Essay memang alat tes yang tidak objektif, karena dalam
penilaiannya, kalaupun ada standar penilaian, masih terpengaruh dengan selera guru.
Apalagi bila tulisan anak didik tidak mudah terbaca, kejengkelan hati segera muncul dan
pemberian nilai tanpa pemeriksaan pun dilakukan.

Maraknya tindakan spekulatif pada anak didik barangkali salah satu faktor
penyebabnya adalah teknik penilaian yang berlainan dengan rumus penilaian menurut
kesepakatan para ahli. Untuk tes objektif mempunyai rumus penilaian masing-masing.
Jadi, ke sanalah rujukan standar penilaian itu, bukan membuat rumus penilaian yang
cenderung mendatangkan sikap dan tindakan spekulatif pada anak didik. Bahkan
pembuatan soal pun harus bergerak dari yang mudah, sedang, hingga ke yang sukar,
dengan proporsi tertentu.
Berbagai permasalahan yang telah dikemukakan tersebut mempengaruhi keberhasilan
belajar mengajar. Validitas dan reliabilitas data dari hasil evaluasi itulah yang
mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Bila alat tes itu tidak valid dan tidak
reliable, maka tidak dapat dipercaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar
mengajar.

6. Suasana Evaluasi

Selain faktor tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, serta bahan dan alat
evaluasi, faktor suasana evaluasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan
belajar mengajar. Pelaksanaan evaluasi biasanya dilaksanakan di dalam kelas. Semua anak
didik dibagi menurut kelas masing-masing. Kelas I, kelas II, dan kelas III dikumpulkan
menurut tingkatan masing-masing. Besar kecilnya jumlah anak didik yang dikumpulkan di
dalam kelas akan mempengaruhi suasana kelas. Sekaligus mempengaruhi suasana evaluasi
yang dilaksanakan.

Karena sikap mental anak didik belum semuanya siap untuk berlaku jujur, maka
dihadirkanlah satu atau dua orang pengawas atau guru yang ditugaskan untuk
mengawasinya. Selama pelaksanaan evaluasi, selama itu juga seorang pengawas
mengamati semua sikap, gerak-gerik yang dilakukan oleh anak didik. Pengawasan yang
dilakukan itu tidak hanya duduk berlama-lama di kursi, tapi dapat berjalan dari muka ke
belakang sewaktu-waktu, sesuai keadaan.

Sikap yang merugikan pelaksanaan evaluasi dari seorang pengawas adalah


membiarkan anak didik melakukan hubungan kerja sama di antara anak didik. Pengawas
seolah-olah tidak mau tau apa yang dilakukan oleh anak didik selama ulangan. Tidak
peduli apakah anak didik nyontek, membuka kertas kecil yang berisi catatan yang baru
diambil dari balik pakaian, atau membiarkan anak didik bertanya jawab dalam upaya
mendapatkan jawaban yang benar. Lebih merugikan lagi adalah sikap pengawas yang
dengan sengaja menyuruh anak didik membuka buku atau catatan untuk mengatasi
ketidakberdayaan anak didik dalam menjawab item-item soal.
Suasana evaluasi yang demikian tentu saja, disadari atau tidak, merugikan anak didik
untuk bersikap jujur dengan sungguh-sungguh belajar di rumah dalam mempersiapkan diri
menghadapi ulangan. Anak didik merasa diperlakukan secara tidak adil, mereka tentu
kecewa, mereka sedih, mereka berontak dalam hati, mengapa harus terjadi suasana
evaluasi yang kurang sedap dipandang mata itu. Di manakah penghargaan pengawas atas
jerih payahnya belajar selama ini. Mungkin masih banyak lagi pertanyaan yang
berkecamuk di dalam diri anak didik.

Dampak di kemudian hari dari sikap pengawas yang demikian itu, adalah
mengakibatkan anak didik kemungkinan besar malas belajar dan kurang memperhatikan
penjelasan guru ketika belajar mengajar berlangsung, Hal inilah yang seharusnya tidak
boleh terjadi pad a diri anak didik. Inilah dampak yang merugikan terhadap keberhasilan
belajar mengajar.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka kami dapat menyimpulkan bahwa:
1. Suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila
hasilnya memenuhi tujuan instruksional khusus dari bahan tersebut. Maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pengertian keberhasilan belajar mengajar adalah tercapainya tujuan
instuksional khusus yang Sudah direncanakan/dibuat sebelumnya oleh guru.
2. Yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil adalah hal-
hal sebagai berikut:
1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik
secara individual maupun kelompok.
2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK) telah
dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.
3. Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar tersebut dapat dilakukan
melalui tes prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang Iingkupnya, tes prestasi belajar
dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian sebagai berikut: Tes Formatif, Tes Subsumatif,
dan Tes Sumatif.
4. Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi
adalah sampai di tingkat mana prestasi (hasil) belajar yang telah dicapai. Sehubungan
dengan hal inilah keberhasilan proses mengajar itu dibagi atas beberapa tingkatan atau
taraf. Tingkatan keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut:
Istimewa/ maksimal, Baik sekali/ optimal, Baik/minimal, dan Kurang.
5. Pengajaran perbaikan biasanya mengandung kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a) Mengulang pokok bahasan seluruhnya.
b) Mengulang bagian dari pokok bahasan yang hendak dikuasai.
c) Memecahkan masalah atau menyelesaikan soal-soal bersama-sama. d)
Memberikan tugas-tugas khusus.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar adalah tujuan, guru, anak
didik, kegiatan pengajaran, alat evaluasi, bahan evaluasi, dan suasana evaluasi.
INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok

Mata kuliah Strategi Pembelajaran

Semester 2 Tahun Akademik 2012/2013

Nama kelompok:

Nurhasanah 12214240086

Pamela Palasifa 12214240454

Rosdiana Dwi Astuti 12214241201

Uci Hidayatul Khafidoh 12214241562

PROGRAM STUDI PGMI

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS IBNU KHALDUN BOGOR

2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Interaksi Belajar Mengajar” yang
alhamdulillah tepat pada waktunya.

Makalah ini berisikan mengenai beberapa poin kompetensi seorang guru yang terbagi
menjadi beberapa bagian terutama dalam kaitannya dengan kompetensi kepribadian serta
menjelaskan upaya-upaya dalam meningkatkan kompetensi kepribadian yang diperlukan
bagi kehidupan siswa.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu didalam
penyusunan makalah ini diantaranya:

1. Ibu Siti Zulaikha S.Ag. M.ag. selaku dosen pembimbing mata kuliah Strategi dan
Metode Pembelajaran yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis.
2. Orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan berupa dukungan materi
maupun nonmateri.

Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran
sangat diharapkan oleh penulis dari pembaca sekalian untuk perbaikan dimasa yang akan
datang.

Akhir kata dari penulis, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang sangat besar
bagi penulis khususnya dan umumnya bagi pembaca sekalian. Sekian dan terima kasih.

Bogor, 14 Maret 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI. ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1. Latar Belakang 1
2. Rumusan Masalah 1
3. Tujuan Penulisan. 2
4. Metode Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN. 3

1. Pengertian interaksi belajar mengajar. 3


2. Unsur-unsur interaksi belajar mengajar . 4
3. Faktor-faktor interaksi belajar mengajar. 4
4. Pola interaksi belajar mengajar 9

BAB III PENUTUP. 10

1. Kesimpulan . 10

DAFTAR PUSTAKA. 11

LAMPIRAN FOTO 12

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik, untuk
mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Lingkungan ini diatur
serta diawasi agar kegiatan belajar terarah sesuai dengan tujuan pendidikan. Pendidikan berfungsi
membantu peserta didik dalam pengembangan dirinya, yaitu pengembangan semua potensi,
kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah yang positif, baik bagi dirinya maupun
lingkungannya.

Dalam proses pembelajaran antara pendidik dan peserta didik harus ada interaksi.
Sebagai guru sudah menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk menciptakan lingkungan
belajar yang serasi bagi peserta didik yang dapat menghantarkan peserta didik ke tujuan. Di sini
tentu saja tugas guru sebagai pendidik berusaha menciptakan suasana belajar yang menggairahkan
dan menyenangkan bagi peserta didik. Guru sebagai pendidik tidak mendominasi kegiatan,
tetapi membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan motivasi dan
bimbingan agar siswa dapat mengembangkan potensi dan kreativitasnya, melalui interaksi
belajar mengajar.

Oleh karena itu untuk meningkatkan keaktifan proses pembelajaran ini, guru harus
memahami apa yang ada di dalam interaksi belajar mengajar, baik dari tujuan, faktor,
unsur dan pola interaksi belajar mengajar. Dengan demikian, diharapkan hasil belajar lebih
baik lagi sehingga terjadi keseimbangan keaktifan baik dipihak guru maupun dipihak
siswa.

1. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud interaksi belajar mengajar?
2. Unsur-unsur apa saja yang ada di dalam interaksi belajar mengajar?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi belajar mengajar?
4. Bagaimana pola interaksi belajar mengajar?
2. Tujuan Penulisan
1. Memahami pengertian interaksi belajar mengajar.
2. Mengetahui dan memahami unsur-unsur interaksi belajar mengajar.
3. Memahami faktor-faktor interaksi belajar mengajar
4. Mengetahui apa saja pola interaksi mengajar.

3. Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan. Pada


metode ini, penulis membaca buku-buku dan literatur yang berhubungan dan
berkaitan dengan Interaksi Belajar Mengajar sebagai informasi untuk penulisan
makalah ini

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Interaksi Belajar Mengajar


1. Pengertian Interaksi

Interaksi Sosial berasal dari istilah dalam bahasa Inggris Social Interaction
yang berarti saling bertindak, interaksi sosial merupakan hubungan sosial
yang dinamis, bersifat timbal balik antara individu, antara kelompok dan
antara individu dengan kelompok. Apabila dua orang bertemu dan terjadi
keadaan saling mempengaruhi diantara mereka.

2. Pengertian Belajar

Menurut Poerwodarminto, dalam kamus umum bahasa Indonesia


menjelaskan ” Belajar adalah berusaha supaya memperoleh kepandaian
(ilmu dan sebagainya).” Namun secara umum belajar dapat diartikan
sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan
lingkungan.

3. Pengertian Mengajar

Mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi


kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar dengan tujuan yang
dirumuskan, hal tersebut dapat diartikan bahwa sasaran akhir proses
pembelajaran adalah siswa belajar.

4. Pengetian Interaksi dalam belajar mengajar

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan:

Interaksi belajar mengajar adalah hubungan timbal balik antara seorang


guru yang berupaya memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya
proses belajar melalui proses perubahan, perilaku akibat adanya komunikasi
guru dan siswa.

1. Unsur-Unsur Interaksi Belajar Mengajar

Dalam setiap interaksi pendidikan akan senantiasa mengandung dua unsur pokok, yakni:

1. Unsur Normatif

Dalam interaksi normatif, antara guru dan peserta didik harus berpegang pada norma yang
diyakini bersama. Pengajaran sebagai bagian dari pendidikan, sedangkan pendidikan itu
sifatnya normatif. Maka dalam proses pengajaran mesti mencerminkan interaksi yang
bersumber pada sumber-sumber norma yakni agama, falsafah hidup dan kesulitan.

2. Unsur Teknis

Pendidikan dapat dirumuskan pula secara teknis. Pada hakikatnya pendidikan merupakan
suatu peristiwa yang merupakan kegiatan praktis yang berlangsung dalam satu masa,terikat
dalam situasi, serta terarah pada satu tujuan.
Jika pendidikan diformulasikan usaha pembentukan manusia susila,pancasila
sejati,manusia beragam, dan sebagainya adalah normatif dalam formulasinya. Adapun
peristiwa atau rangkaian peristiwa menuju kepada pembentukan itu sendiriadalah suatu
proses teknis.

Secara teoritis pemisahan pembahasan mengenai aspek normatif dan aspek teknis lazim
terjadi. Namun secara praktiknya merupakan suatu kesulitan bahkan mustahil untuk
memisahkan kedua unsur tersebut. Karena pendidikan merupakan satu senyawa terhadap
suatu persoalan dasar yang sama.

2.3 Faktor—faktor Interaksi Belajar Mengajar

Sebagaimana diketahui bahwa proses pengajaran pada hakikatnya merupakan rangkaian


kegiatan komunikasi antar subjek didik; guru dan siswa. Komunikasi antar dua subjek ini
dipengaruhi oleh berbagi faktor yang mendasari terjadinya interaksi belajar mengajar yang
meliputi sebagai berikut:

1. Faktor Tujuan

Terdapat istilah tujuan, baik yang bersifat umum maupun khusus dengan rincian sebagai
berikut:

a. Tujuan umum yang dikenal dengan istilah aims.

Aims sebagai suatu statemen umum yang memberikan gambaran dan arah yang akan
dituju, ia menjadi pangkal tolak, ide/inspirasi dan pengarahan . Sifat umum dan luas dari
aims mengharuskan untuk dijabarkan/dijelaskan secara nyata dan terarah. Maka dikenal
istilah goals.

Goals lebih menyatakan suatu aktivitas. Dari atu rumusan aims dapat dijabarkannya dan
dikembangkan beberapa rumusan goals. Goals lebih bersifat operasional, praktis, dan
realistik daripada aims.

b. Tujuan khusus yang dikenal dengan istilah objectives

Dalam gambaran objectives tertulis suatu kegiatan peserta didik setelah menjalani interaksi
pengajaran. Kegiatn yang tertulis dalam tujuan khusus ini sering dinyatakan dalam bentuk
kelakuan yang dalam istilah lain disebut behavior. Maka tujuan khusus sering disebut
behavioral objactives.

Dalam memantapkan rumusan tujuan khusus , maka berhubungan dengan dua hal yaitu
“kesesuaian ” dan “kegunaan. Istilah kesesuian menunjukan bahwa tujuan khusus mesti
sesuai dengan keadaan dan masalah yang dihadapi. Sedangkan istilah kegunaan
menunjukan bahwa tujuan khusus mesti berguna serta mencerminkan nilai kegunaan
dalam interaksi pengajaran.

Tujuan pendidikan yang bersifat umum maupun khusus, umumnya berkisar pada tiga jenis,
yakni:

1. Tujuan kognitif; tujuan yang berhubungan dengan pengertian dan pengetahuan.


2. Tujuan afektif; tujuan yang berhubungan dengan usaha merubah minat, setiap nilai
dan alasan
3. Tujuan psikomotorik; tujuan yang berkaitan dengan keterampilan dengan
menggunakan alat indera.

Sedangkan fungsi dari tujuan pengajaran itu sendiri ialah:

1. Menjadi titik sentral perhatian dan pedoman dalam melaksanakan aktivitan/


interaksi belajar mengajar.
2. Menjadi penentu arah kegiatan
3. Menjadi titik sentral perhatian dan pedoman dalam menyusun desain pengajaran
4. Menjadi materi pokok yang akan dikembangkan dalam memperdalam dan
mempeluasruang lingkupnya.
5. Menjadi pedoman untuk mencegah/menghindari penyimpangan yang akan terjadi.

2. Faktor Bahan Atau Materi Pengajaran

Penguasaan materi oleh guru seyogyanya mengarah pada spesifik atas kecakapan yang
diajarkannya. Mengingat isi, sifat dan luasnya ilmu, maka guru harus mampu menguraikan
ilmu atau kecakapan dan apa—apa yang akan diajarkannya kedalam bidang ilmu yang
bersangkutan.

Penetapan/penentuan materi tersebut harus didasarkan pada upaya pemenuhan tujuan


pengajaran dan tidak boleh menyimpang dari tujuan yang telah ada.

3. Faktor Guru Dan Peserta Didik

Guru dan peserta didik adalah dua subjek dalam interaksi pembelajaran. Guru sebagai
pengarah dan pembimbing berdasarkan tujuan yang telah ditentukan, sedangkan peserta
didik sebagai yang langsung menuju pada arah tujuan melalui aktivitas dan berinteraksi
langsung dengan lingkungan sebagai sumber belajar atas bimbingan guru.

Imam Ghazali pernah mengatakan bahwa tugas seorang pengajar/guru itu sesuatu yang
mulia. Kemuliaan ini mengandung dua kemanfaatan.
1. Bagi orang yang mengajar (guru) yang menyampaikan ilmu pengetahuan maka ia
akan semakin bertambah pengetahuan dan pengalamannya.
2. Bagi orang yang diberi ilmu pengetahuan (peserta didik) akan semakin bertambah
pula pengetahuan dan pengalamnanya hingga mereka dapat mengambil manfaat
dari ilmu tersebut.

Peran guru adalah ganda, disamping ia sebagai pengajar adalah sekaligus sebagai pendidik.
Dengan demikian dalam waktu bersamaan ia harus mengemban dua tugas utama yaitu
mengajar dan mendidik. Dalam rangka mengemban peran ganda tersebut maka secara
garis besar guru harus harus memiliki persyaratan kepribadian sebagai guru yang
dikemukakan oleh Zakiah Daradjat yang disimpulkan menjadi 3 kompetensi yakni:

1. Kompetensi individual
2. Kompetensi sosial
3. Kompetensi profesional

Bagi peserta didik juga berlaku pada dirinya tugas dan kewajiban. Setidaknya ada 4 hal
yang perlu diperhatikan peserta didik.

1. Peserta didik harus mendahulukan kesucian jiwa. Imam Ghazali menyatakan:


“Mendahulukan kesucian jiwa dari kerendahan akhlak dan sifat—sifat tercela.”
Menurutnya, ilmu pengetahuan itu kebaikan hati, shalatnya jiwa, dan mendekatkan
batin pada Allah.
2. Peserta didik harus bersedia untuk mencari ilmu pengetahuan. Sedia mencurahkan
segala tenaga,jiwa,raga dan pikiran untuk berkonsentrasi pada ilmu pengetahuan
yang dimilikinya.
3. Jangan menyombongkan diri dengan ilmu yang telah diperolehnya, apalagi
menetang guru. Ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan ilmu yang
bermanfaat.
4. Peserta didik harus mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan yang dipelajarinya.
Dalam hal ini Imam Ghazali menyatakan bahwa untuk dapat mengetahui
kedudukan ilmu pengetahuan dapat melalui dua sebab; Kemuliaan hasil/perolehan
dan kepercayaan dan kekuatan dalil/argumentasinya.

4. Faktor Metode

Metode adalah suatu cara kerja yang sistematik dan umum. Ia berfungsi sebagai alat
untuk mencapai suatu tujuan dan tujuan yang akan dicapai tersebut merupakan faktor
utama yang menentukan suatu metode.

5. Faktor situasi

Yang dimaksud situasi adalah suasana belajar atau suasana kelas pengajaran. Termasuk
dalam pengertian ini adalah suasana yang berkaitan dengan peserta didik, seperti faktor
kelelahan dan semangat belajar. Juga keadaan cuaca, keadaan guru, keadaan sarana dan
prasarana yang memadai yang mungkin mengganggu atau menghambat dalam proses
pembelajaran.

Diantara keadaan tersebut ada yang dapat diperhitungkan dan ada pula yang tidak dapat
diperhitungkan sebelumnya. Terhadap situasi yang dapat diperhitungkan, guru dapat
menyediakan alternatif metode—metode mengajar dengan mengingat kemungkinan—
kemungkian perubahan situasi.

Sedangkan terhadap situasi yang tidak dapat diperhitungkan yang disebabkan perubahan
secara tiba-tiba/mendadak diperlukan kecekatan untuk mengambil keputusan dengan
segera mengenai cara/metode yang digunakan.

D. Pola Interaksi dalam Pembelajaran

Dalam proses interaksi antara guru dan siswa memiliki pola yang meliputi sebagai berikut:

1. Pola dasar interaksi

Dalam pola dasar interaksi belum terlihat unsur pembelajaran yang meliputi unsur guru, isi
pembelajaran dan siswa yang semuanya belum ada yang mendominasi proses interaksi
dalam pembelajaran. Dijelaskan bahwa adakalanya guru mendominasi proses interaksi,
adakalanya isi yang lebih mendominasi, adakalanya juga siswa yang mendominasi
interaksi tersebut atau bahkan adakalanya antara guru dan siswanya secara seimbang saling
mendominasi.

2. Pola interaksi berpusat pada isi

Dalam proses pembelajaran terdapat kegiatan guru mengajarkan isi pembelajaran disatu
sisi dan siswa mempelajari isi pembelajaran tersebut disisi lain, namun kegiatan tersebut
masih berpusat pada isi/materi pembelajaran.

3. Pola interaksi berpusat pada guru

Pada pembelajaran yang kegiatannya semata-mata bepusat pada guru, pada umumnya
terjadi proses yang bersifat penyajian atau penyampaian isi atau materi pembelajaran.
Dalam praktik pembelajaran semacam ini, kegiatan sepenuhnya ada dipihak guru yang
bersangkutan, sedangkan siswa hanya menerima dan diberi pembelajaran yang disebut
juga siswa pasif.
4. Pola interaksi berpusat pada siswa

Pada pembelajaran yang kegiatannya semata-mata berpusat pada siswa, siswa


merencanakan sendiri materi pembelajaran apa yang akan dipelajari dan melaksanakan
proses belajar dalam mempelajari materi pembelajaran tersebut. Peran guru lebih banyak
bersifat permisif, yakni membolehkan setiap kegiatan yang dilakukan para siswa dalam
mempelajari apapun yang dikehendakinya.

Untuk meningkatkan keaktifan proses pembelajaran ini, guru membuat perencanaan


sebaik-baiknya dan pelaksanaannya didasarkan atas rencana yang telah dibuat. Dengan
cara semacam ini, diharapkan hasil belajar lebih baik lagi sehingga terjadi keseimbangan
keaktifan baik dipihak guru maupun dipihak siswa.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Interaksi belajar mengajar adalah hubungan timbal balik antara seorang guru yang
berupaya memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar melalui proses
perubahan, perilaku akibat adanya komunikasi guru dan siswa.

Interaksi belajar mengajar mengandung 2 unsur, yaitu unsur normatif dan unsur teknis.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi interaksi belajar mengajar meliputi:

 Faktor tujuan:

Tujuan kognitif; tujuan yang berhubungan dengan pengertian dan pengetahuan.

Tujuan afektif; tujuan yang berhubungan dengan usaha merubah minat, setiap nilai
dan alasan

Tujuan psikomotorik; tujuan yang berkaitan dengan keterampilan dengan


menggunakan alat indera.

 Faktor bahan/materi pengajaran: guru harus mampu menguraikan ilmu atau


kecakapan dan apa-apa yang akan diajarkannya kedalam bidang ilmu yang
bersangkutan.
 Faktor guru dan peserta didik: Guru dan peserta didik adalah dua subjek dalam
interaksi pembelajaran.
 Faktor metode: Metode adalah suatu cara kerja yang sistematik dan umum.
 Faktor situasi: suasana belajar atau suasana kelas pengajaran.
Dalam proses interaksi antara guru dan siswa terdiri dari 4 pola, yaitu:

1. Pola dasar interaksi

2. Pola interaksi berpusat pada isi

3. Pola interaksi berpusat pada guru

4. Pola interaksi berpusat pada siswa

DAFTAR PUSTAKA

HM, Rohani Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta:PT. Rineka

Cipta.

Murniasih, Eri dkk. Tanpa Tahun. 101


Tips
Belajar
Efektif
dan

Menyenangkan. Semarang: PT. Sindur Press.

Suhardi dan Sri Sunarti. 2009. Sosiologi 1. Jakarta: Pusat Perbukuan,

Departemen Pendidikan Nasional.

Sumiati dan Asra. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana

Prima.

Anda mungkin juga menyukai