DISUSUN OLEH:
Mutmainnah
C111 13 063
RESIDEN PEMBIMBING
dr. Wahyu Eka P. G.
SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Irma Santy, Sp.KJ
Halgin & Whitbourne (1994) mengungkapkan bahwa gangguan penyesuaian diri adalah reaksi
terhadap satu atau beberapa perubahan (stressor) dalam kehidupan seseorang yang lebih ekstrem
dibandingkan dengan reaksi normal orang pada umumnya, terhadap perubahan (stressor) yang
sama. Reaksi maladaptif terlihat dari adanya hendaya yang bermakna (signifikan) dalam fungsi
sosial, pekerjaan, akademis, atau adanya kondisi distress emosional yang melebihi batas normal.
Hendaya tersebut muncul dalam 3 bulan setelah adanya stressor.5
Reaksi maladaptif dalam bentuk gangguan penyesuaian ini, mungkin teratasi bila
stressor dipindahkan atau individu belajar mengatasi stressor. Bila reaksi maladaptif ini
berlangsung lebih dari enam bulan setelah stressor (konsekuensinya) dialihkan, diagnosis
gangguan penyesuaian perlu diubah.6
ICD-10 dan DSM-V mendefinisikan gangguan penyesuaian sebagai keadaan sementara yang
ditandai dengan munculnya gejala dan terganggunya fungsi seseorang akibattekanan pada emosi
dan psikis, yang muncul sebagai bagian adaptasi terhadap perubahanhidup yang signifikan,
kejadian hidup yang penuh tekanan, penyakit fisik yang serius, atau kemungkinan adanya penyakit
yang serius. Stresor bisa hanya melibatkan individual, atau bahkan mempengaruhi komunitas yang
lebih luas. Predisposisi dan vulnerabilitas individu memiliki peran yang lebih penting dalamrisiko
munculnya manifestasi dari gangguan penyesuaian dibandingkan dengan reaksiterhadap kejadian
penuh tekanan lainnya, seperti post-traumatic stress disorder.2
Gangguan Penyesuaian diasumsikan sebagai suatu keadaan yang tidak akan terjadi tanpa
adanya stressor. ICD-10 mendefinisikan stressor di sini sebagai stressor yang “tidak termasuk tipe
yang tidak biasa atau katastropik”.2
1.2 Epidemiologi
Gangguan ini dapat dijumpai pada semua usia dan lebih sering pada remaja . Prevalensi
diperkirakan 2-8% dari populasi umum. Suatu Penelitian di Amerika, mendapatkan 5-20% pasien
dewasa berobat di poliklinik jiwa menderta gangguan penyesuaian, sedangkan 70% anak dirawat
di klinik jiwa menderita gangguan penyesuaian.1
Pada usia dewasa, perempuan dengan gangguan penyesuaian jumlahnya dua kali daripada
laki-laki. Berbeda pada anak dan remaja, baik pada perempuan maupun laki-laki prevalensi
gangguan tersebut adalah sama1
Gangguan penyesuaian merupakan salah satu diagnosis psikiatrik yang paling lazim untuk
gangguan pada pasien yang dirawat untuk masalah medis dan pembedahan. Sampai dengan 50%
orang dengan masalah atau stressor medis spesifik telah didiagnosis mengalami gangguan
penyesuaian. Lebih jauh lagi 10-30% pasien jiwa rawat jalan dan sampai 12% pasien rawat inap di
rumah sakit umum dirujuk untuk konsultasi jiwa telah didiagnosis mengalami gangguan
penyesuaian.3
Karakter kelima:
F43.20 : Reaksi depresi singkat
F43.21 : Reaksi depresi berkepanjangan
F43.22 : Reaksi campuran anxietas dan depresi
F43.23 : Dengan predominan gangguan emosi lain
F43.24 : Dengan predominan gangguan perilaku
F43.25 : Dengan gangguan campuran emosi dan perilaku
F43.28 : Dengan gejala predominan lainnya YD
b. Farmakoterapi
Medikasi dengan obat-obatan harus diberikan untuk waktu yang singkat, tergantung dari
tipe gangguan penyesuaian, dapat diberikan pengobatan yang efektif.1
Penggunaan terapi farmakologi oleh individu dengan ganguan penyesuaian adalah untuk
mengurangi gejala seperti insomnia, kecemasan dan serangan panik. Yang paling umum
diresepkan untuk agen individu dengan gangguan penyesuaian adalah benzodiazepine dan anti-
depresan.4 Obat yang di gunakan pada golongan benzodiazepine adalah Alprazolam. Dan pada
golongan obat depresi di gunakan SSRI untuk atasi depresinya. Alprazolam merupakan pilihan
obat pertama dengan dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas tipe antisipatorik,
“onset of action” lebih cepat dan mempunyai komponen efek anti-depresi. Pemberian
benzodiazepine dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi.
Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya
efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa
tapering off selama 1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-anxietas,
antikonvulsan, anti-insomnia, dan premedikasi tindakan operatif.10
2.7 Prognosis
Dengan terapi yang efektif, prognosis pada umumnya adalah baik. Kebanyakan pasien
kembali ke fungsi semula dalam waktu 3 bulan.8 Ada gangguan penyesuaian yang berlangsung
sementara dan dapat sembuh sendiri atau setelah mendapat terapi.1
Remaja membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih kembali dibandingkan dengan orang
dewasa . Terdapat penelitian follow-up setelah 5 tahun mendapatkan 71 % pasien dewasa sembuh
tanpa gejala residual, 21 % erkembang menjadi gangguan depresi mayor atau alkoholisme.1
Pada remaja prognosis kurang baik, karena 43% menderita gangguan skizofrenia dengan
gangguan skizoafektif, depresi mayor. Gangguan penyalahgunaan zat, serta gangguan
kepribadian. Adapun risiko bunuh diri cukup tinggi.
BAB III
KESIMPULAN
1. Kandou JE. 2014. Gangguan Penyesuaian. Buku Ajar Psikiatri Edisi kedua. Jakarta. FK UI
2. Wilson DS. Adjustment Dsiorder. 2008: 1-3. http://www.veteranus-
uk.info/publications/adjustment_disorder.pdf diakses pada tanggal 29 Januari 2017
3. Sadock,Benjamin J. 2014. Gangguan Penyesuaian. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta : EGC
4. Tami D Benton M. Adjustment Disorder Medscape. 2012. In:
http://emedicine.medscape.com/article/292759-overview diakses pada tanggal 29 Januari
2017
5. Halgin, R.P & Whitbourne, S.K. 2010. Psikologi Abnormal (Perspektif Klinis Pada Gangguan
Psikologis). Jakarta : Salemba Humanika.
6. Nevid, J.S., Rathus, S.A. & Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal, Edisi kelima, Jilid 2.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
7. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT
Nuh Jaya; 2001
8. Chapter 61: Adjusment Disorder. In: Kay J, Tasman A, editors. Essentials of Psychiatry.Spain:
John Wiley & Sons; 2006. p. 1-13
9. Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan. Airlangga
University Press : Surabaya Puri, Basant K, dkk. 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta : EGC
10. Stein, Dan J. 2015. Etifoxine Versus Alprazolam for the Treatment of Adjustment Disorder with
Anxiety: a Randomized Controlled Trial. Advances in theraphy The Springer: Adv Ther (2015)
32:57–68 DOI 10.1007/s12325-015-0176-6.