Anda di halaman 1dari 12

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2017


UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT : GANGGUAN PENYESUAIAN (F43.2)

DISUSUN OLEH:
Mutmainnah
C111 13 063

RESIDEN PEMBIMBING
dr. Wahyu Eka P. G.

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Irma Santy, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan penyesuaian di definisikan sebagai gejala-gejala emosional atau perilaku yang


bermakna secara klinis dan terjadi sebagai respons terhadap satu atau lebih stressor yang nyata.1
Gangguan penyesuaian merupakan gangguan jiwa yang paling sering dijumpai pada
pasien-pasien yang dirawat dirumah sakit untuk penyakit medis maupun operasi namun jarang
ada penelitiannya.1
Gangguan ini dapat dijumpai pada semua usia dan lebih sering pada remaja. Prevalensi
diperkirakan 2-8 % dari populasi umum. Suatu penelitian di Amerika , mendapatkan 5-20% pasien
dewasa yang berobat di poliklinik jiwa menderita gangguan penyesuaian, sedangkan 70% anak
yang dirawat di klinik jiwa menderita gangguan penyesuaian.1
Gangguan penyesuaian, berhubungan dengan stress, jangka pendek, gangguan non-
psikotik. Berdasarkan ICD X dan DSM-V mendefinisikan gangguan penyesuaian sebagai keadaan
sementara dari tekanan dan gangguan emosional, yang timbul dalam proses beradaptasi dengan
perubahan hidup yang signifikan, kehidupan yang stress, penyakit fisik yang serius, atau
kemungkinan penyakit serius. Stressor dapat hanya melibatkan individu bahkan mempengaruhi
masyarakat luas.2
Pasien dengan gangguan penyesuaian biasanya terlihat seperti terbebani atau terlalu
berlebihan dalam memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan. Manifestasi respon
dapat berupa reaksi emosional atau perilaku terhadap suatu peristiwa stress atau perubahan
dalam hidup seseorang; misalnya pada populasi anak, peristiwa dapat berupa perceraian kedua
orang tua, kelahiran anggota keluarga baru, atau kehilangan figur atau benda (misalnya hewan
peliharaan). Gangguan ini memiliki batas waktu, biasanya mulai dalam waktu 3 bulan dari peristiwa
stress. Gejala akan berkurang dalam waktu 6 bulan setelah stressor menghilang atau ketika
adaptasi baru terjadi.3
Gangguan penyesuaian merupakan reaksi maladaptif jangka pendek terhadap apa yang
disebut orang awam sebagai bencana pribadi tetapi didalam istilah psikiatri disebut stressor
psikososial. Gangguan penyesuaian diharapkan pulih segera setelah stressor berhenti atau, jika
menetap, diperoleh suatu tingkat adaptasi baru.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Gangguan Penyesuaian


Gangguan penyesuaian (adjustment disorder) merupakan reaksi maladaptif jangka pendek
terhadap stressor yang dapat diidentifikasi, yang muncul selama tiga bulan dari munculnya
stressor tersebut. Gangguan ini merupakan respon patologis terhadap apa yang oleh orang awam
disebut sebagai kekurang beruntungan, atau yang menurut para psikiater disebut sebagai stressor
psikososial. Gangguan ini bukan merupakan kondisi lebih buruk dari gangguan psikiatrik yang
sudah ada.4

Halgin & Whitbourne (1994) mengungkapkan bahwa gangguan penyesuaian diri adalah reaksi
terhadap satu atau beberapa perubahan (stressor) dalam kehidupan seseorang yang lebih ekstrem
dibandingkan dengan reaksi normal orang pada umumnya, terhadap perubahan (stressor) yang
sama. Reaksi maladaptif terlihat dari adanya hendaya yang bermakna (signifikan) dalam fungsi
sosial, pekerjaan, akademis, atau adanya kondisi distress emosional yang melebihi batas normal.
Hendaya tersebut muncul dalam 3 bulan setelah adanya stressor.5

Reaksi maladaptif dalam bentuk gangguan penyesuaian ini, mungkin teratasi bila
stressor dipindahkan atau individu belajar mengatasi stressor. Bila reaksi maladaptif ini
berlangsung lebih dari enam bulan setelah stressor (konsekuensinya) dialihkan, diagnosis
gangguan penyesuaian perlu diubah.6

ICD-10 dan DSM-V mendefinisikan gangguan penyesuaian sebagai keadaan sementara yang
ditandai dengan munculnya gejala dan terganggunya fungsi seseorang akibattekanan pada emosi
dan psikis, yang muncul sebagai bagian adaptasi terhadap perubahanhidup yang signifikan,
kejadian hidup yang penuh tekanan, penyakit fisik yang serius, atau kemungkinan adanya penyakit
yang serius. Stresor bisa hanya melibatkan individual, atau bahkan mempengaruhi komunitas yang
lebih luas. Predisposisi dan vulnerabilitas individu memiliki peran yang lebih penting dalamrisiko
munculnya manifestasi dari gangguan penyesuaian dibandingkan dengan reaksiterhadap kejadian
penuh tekanan lainnya, seperti post-traumatic stress disorder.2

Gangguan Penyesuaian diasumsikan sebagai suatu keadaan yang tidak akan terjadi tanpa
adanya stressor. ICD-10 mendefinisikan stressor di sini sebagai stressor yang “tidak termasuk tipe
yang tidak biasa atau katastropik”.2

1.2 Epidemiologi
Gangguan ini dapat dijumpai pada semua usia dan lebih sering pada remaja . Prevalensi
diperkirakan 2-8% dari populasi umum. Suatu Penelitian di Amerika, mendapatkan 5-20% pasien
dewasa berobat di poliklinik jiwa menderta gangguan penyesuaian, sedangkan 70% anak dirawat
di klinik jiwa menderita gangguan penyesuaian.1
Pada usia dewasa, perempuan dengan gangguan penyesuaian jumlahnya dua kali daripada
laki-laki. Berbeda pada anak dan remaja, baik pada perempuan maupun laki-laki prevalensi
gangguan tersebut adalah sama1
Gangguan penyesuaian merupakan salah satu diagnosis psikiatrik yang paling lazim untuk
gangguan pada pasien yang dirawat untuk masalah medis dan pembedahan. Sampai dengan 50%
orang dengan masalah atau stressor medis spesifik telah didiagnosis mengalami gangguan
penyesuaian. Lebih jauh lagi 10-30% pasien jiwa rawat jalan dan sampai 12% pasien rawat inap di
rumah sakit umum dirujuk untuk konsultasi jiwa telah didiagnosis mengalami gangguan
penyesuaian.3

1.3 Etiologi Gangguan Penyesuaian


Gangguan penyesuaian diperkirakan tidak akan terjadi tanpa adanya stressor. Walaupun
adanya stressor merupakan komponen esensial dari gangguan penyesuaian, namun stress adalah
salah satu dari banyak faktor yang menentukan berkembangnya, jenis dan luasnya psikopatologi.
Hingga sekarang, etiologi belum pasti dan dapat dibagi atas beberapa faktor sebagai berikut :1
1. Genetik
Tempramen yang tinggi dan atau ansietas cenderung lebih bereaksi terhadap suatu
peristiwa yang memicu terjadinya stress dan kemudian dapat terjadi gangguan
penyesuaian. Ada penelitian mendapatkan bahwa berbagai peristiwa kehidupanan stressor
ada korelasi pada anak kembar.
2. Biologik
Kerentanan yang besar dengan riwayat penyakit medis yang serius atau disabilitas.
3. Psikososial
Kerentanan yang besar pada individu yang kehilangan orang tua pada masa bayi atau
mereka yang ada pengalaman buruk dengan ibu, kemampuan mentoleransi frustasi dalam
hidup individu dewasa berhubungan dengan kepuasan dari kebutuhan dasar hidup masa
bayi.

1.4 Gejala Klinik Gangguan Penyesuaian


DSM –V-TR menyatakan bahwa gejala–gejala gangguan penyesuaian timbul dalam 3 (tiga)
bulan awitan stressor dan memenuhi sekurang-kurangnya kriteria berikut :1
1. Penderitaan yang berlebihan dibandingkan dengan yang diharapkan dari respon terhadap
stressor
2. Hendaya yang bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan atau akademik.
Adapun gejala–gejala tidak perlu timbul segera setelah adanya stressor, dapat dalam kurun waktu
3 (tiga) bulan setelah stressor. Demikian pula gejala-gejala tidak segera mereda setelah stressor
berhenti. Apabila stressor berlanjut, gangguan dapat menetap selama hidup.1

Manifestasi juga termasuk perilaku menyerang dan kebut-kebutan, minum berlebihan,


melarikan diri dari tanggung jawab hukum, dan menarik diri. Presentasi klinis dapat sangat
bervariasi berupa kecemasan, depresi, gangguan tingkah laku, campuran gangguan emosi dan
konduksi serta campuran kecemasan dan depresi.6

Ada 6 tipe gangguan penyesuaian dengan gejala-gejala yang predominan:1,3


a. Dengan afek depresif
Manifestasi yang dominan adalah mood depresi, menangis, dan putus asa.
b. Dengan ansietas
Adanya gejala-gejala gelisah, khawatir, cemas dan tidak tenang. Pada anak-anak ada ketakutan
berpisah dari orang tua, menolak untuk tidur sendiri dan masuk sekolah.
c. Dengan campuran ansietas dan afek depresi
Didalam gangguan penyesuaian dengan campuran mood depresi dan ansietas, pasien
menunjukkan gambaran gejala ansietas dan depresi yang tidak memenuhi kriteria gangguan
ansietas atau gangguan depresif yang telah ditegakkan.
d. Dengan gangguan tingkah laku
Manifestasi yang dominan melibatkan tingkah laku yang melanggar hak orang lain atau
mengabaikan norma dan peraturan sosial yang sesuai dengan usia. Contoh perilaku adalah
bolos, perusakan, menyetir dengan ceroboh, dan berkelahi.
e. Dengan campuran gangguan emosi dan tingkah laku
Mencakup gabungan antara perubahan tingkah laku dan perasaan depresi dan ansietas.
f. Gangguan penyesuaian ytt
Mencakup mereka yang kurang dapat beradaptasi terhadap stress dan gejala-gejala yang
tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu kategori spesifik diatas. Contohnya mencakup
respons yang tidak tepat terhadap diagnosis penyakit fisik, seperti penyangkalan hebat,
ketidakpatuhan yang berat terhadap terapi dan penarikan sosial, tanpa mood depresi atau
cemas yang signifikan.

2.5 Diagnosis Gangguan Penyesuaian


Berdasarkan PPDGJ-III, gangguan penyesuaian (F43.2) didiagnosa dengan pedoman diagnostik :7

 Diagnosis tergantung pada evaluasi terhadap hubungan antara :


(a) Bentuk, isi, dan beratnya gejala
(b) Riwayat sebelumnya dan corak kepribadian ; dan
(c) Kejadian, situasi yang “stressful, atau krisis kehidupan
 Adanya faktor ketiga diatas (c) harus jelas dan bukti yang kuat bahwa gangguan tersebut tidak
akan terjadi seandainya tidak mengalami hal tersebut
 Manifestasi dari gangguan bervariasi, dan mencakup afek depresif, anxietas, campuran
anxietas depresif, gangguan tingkah laku disertai adanya gangguan disabilitas dalam kegiatan
rutin sehari-hari. Tidak ada satupun dari gejala tersebut yang spesifik untuk mendukung
diagnosis
 Onset biasanya terjadi dalam 1 bulan setelah terjadinya kejadian yang “stressful”, dan gejala-
gejala biasanya tidak bertahan melebihi 6 bulan, kecuali dalam hal reaksi depresif
berkepanjangan (F43.21)

Karakter kelima:
F43.20 : Reaksi depresi singkat
F43.21 : Reaksi depresi berkepanjangan
F43.22 : Reaksi campuran anxietas dan depresi
F43.23 : Dengan predominan gangguan emosi lain
F43.24 : Dengan predominan gangguan perilaku
F43.25 : Dengan gangguan campuran emosi dan perilaku
F43.28 : Dengan gejala predominan lainnya YD

Kriteria diagnostik menurut DSM-V :7


A. Perkembangan dari gejala emosional atau perilaku dalam menanggapi stress dapat
diidentifikasi
B. Gejala-gejala ini atau perilaku yang signifikan secara klinis, sebagaimana dibuktikan oleh salah
satu atau kedua berikut:
(1) Ditandai oleh kesusahan yang tidak sesuai dengan tingkat keparahan atau intensitas
stressor, bahkan ketika faktor eksternal dan faktor budaya yang mungkin mempengaruhi
keparahan gejala dan presentasi
(2) Penurunan fungsi yang signifikan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau bidang lain.
C. Gangguan yang berhubungan dengan stres tidak memenuhi kriteria untuk gangguan mental
lainnya dan tidak hanya merupakan eksaserbasi dari gangguan mental yang sudah ada
sebelumnya.
D. Gejala tidak mewakili berkabung yang normal
E. Setelah stressor atau konsekuensinya telah dihentikan, gejala tidak bertahan selama lebih dari
tambahan 6 bulan
2.6 Penatalaksanaan
a. Psikoterapi
Intervensi psikoterapi pada gangguan penyesuaian bertujuan untuk mengurangi efek dari
stressor, meningkatkan kemampuan mengatasi (coping) stressor yang tidak bisa dikurangi, dan
menstabilkan status mental dan system dukungan untuk memaksimalkan adaptasi.
Psikoterapi dapat berupa: terapi perilaku-kognitif, terapi interpersonal, upaya psikodinamik
atau konseling.8
Tujuan utama dari psikoterapi ini untuk menganalisa stressor yang mengganggu
pasien kemudian dihilangkan atau diminimalkan. Sebagai contoh adalah amputasi kaki dapat
menghancurkan perasaan seseorang tentang dirinya, terutama jika individu tersebut adalah
seorang atlet lari. Perlu diperjelas bahwa pasien tersebut tetap memiliki suatu kemampuan besar,
dimana ia dapat menggunakannya untuk pekerjaan yang berguna, tidak perlu kehilangan
hubungan yang berharga, dapat bereproduksi, dan ini tidak berarti bagian tubuh yang lain juga
akan hilang. Jika tidak, pasien tersebut dapat berfantasi (bahwa semuanya hilang) dan stressor
(amputasi) dapat mengambil alih, membuat disfungsional (pekerjaan, seks) pada pasien, dan
menyebabkan disforia yang menyakitkan atau kecemasan.8
Beberapa stressor dapat menyebabkan reaksi yang berlebihan (misalnya, pasien
memutuskan untuk bunuh diri atau melakukan pembunuhan setelah ditinggalkan oleh
kekasihnya). Pada kasus seperti reaksi berlebihan dengan perasaan, emosi atau perilaku, terapis
akan membantu individu menempatkan perasaan dan kemarahannya melalui kata-kata daripada
melakukan tindakan destruktif dan memberikan perspektif. Peran verbalisasi dan gabungan afek
dan konflik yang tidak berlebihan dalam upaya mengurangi stressor dan meningkatkan coping.
Obat-obatan dan alkohol tidak dianjurkan.8
Psikoterapi, konseling krisis medis, intervensi krisis, terapi keluarga, terapi kelompok, terapi
perilaku-kognitif, dan terapi interpersonal semua mendorong individu untuk mengekspresikan
pengaruh, ketakutan, kecemasan, kemarahan, rasa tidak berdaya, dan putus asa terhadap
stressor. Mereka juga membantu individu untuk menilai kembali realitas dalam beradaptasi.
Sebagai contoh, hilangnya kaki bukan berarti kehilangan nyawa. Tetapi itu adalah kerugian
besar. Psikoterapi singkat berusaha untuk membingkai makna stressor tersebut, cara
meminimalkannya dan mengurangi defisit psikologis terhadap kejadian tersebut. 8,9

b. Farmakoterapi
Medikasi dengan obat-obatan harus diberikan untuk waktu yang singkat, tergantung dari
tipe gangguan penyesuaian, dapat diberikan pengobatan yang efektif.1

Penggunaan terapi farmakologi oleh individu dengan ganguan penyesuaian adalah untuk
mengurangi gejala seperti insomnia, kecemasan dan serangan panik. Yang paling umum
diresepkan untuk agen individu dengan gangguan penyesuaian adalah benzodiazepine dan anti-
depresan.4 Obat yang di gunakan pada golongan benzodiazepine adalah Alprazolam. Dan pada
golongan obat depresi di gunakan SSRI untuk atasi depresinya. Alprazolam merupakan pilihan
obat pertama dengan dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas tipe antisipatorik,
“onset of action” lebih cepat dan mempunyai komponen efek anti-depresi. Pemberian
benzodiazepine dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi.
Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya
efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa
tapering off selama 1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-anxietas,
antikonvulsan, anti-insomnia, dan premedikasi tindakan operatif.10

2.7 Prognosis
Dengan terapi yang efektif, prognosis pada umumnya adalah baik. Kebanyakan pasien
kembali ke fungsi semula dalam waktu 3 bulan.8 Ada gangguan penyesuaian yang berlangsung
sementara dan dapat sembuh sendiri atau setelah mendapat terapi.1
Remaja membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih kembali dibandingkan dengan orang
dewasa . Terdapat penelitian follow-up setelah 5 tahun mendapatkan 71 % pasien dewasa sembuh
tanpa gejala residual, 21 % erkembang menjadi gangguan depresi mayor atau alkoholisme.1
Pada remaja prognosis kurang baik, karena 43% menderita gangguan skizofrenia dengan
gangguan skizoafektif, depresi mayor. Gangguan penyalahgunaan zat, serta gangguan
kepribadian. Adapun risiko bunuh diri cukup tinggi.
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan penyesuaian didefinisikan sebagai gejala-gejala emosional atau perilaku


yang bermakna secara klinis dan terjadi sebagai respons terhadap suatu stressor dan menghilang
dalam waktu 6 bulan setelah tak ada stressor. Gangguan ini dapat dijumpai pada semua usia dan
lebih sering pada remaja.
Gangguan penyesuaian diperkirakan tidak akan terjadi tanpa adanya stressor.Walaupun
adanya stressor merupakan komponen esensial dari gangguan penyesuaian, namunstress adalah
salah satu dari banyak faktor yang menentukan berkembangnya, jenis dan luasnya psikopatologi.
Berdasarkan DSM IV-TR, gangguan penyesuaian ditandai dengan gejala berdasarkan
beberapa kriteria. Gejala emosional dan perilaku bisa munculdalam jangkawaktu 3 bulan
setelah onset stressor dan seharusnya pulih dalam jangka waktu 6 bulan setelahstressor hilang.
Menurut PPDGJ-III, gangguan penyesuaian dapat terdiagnosis jika gejalamuncul 1 bulan setelah
onset stressor dan biasanya tidak bertahan melebihi 6 bulan. Pada gangguan penyesuaian, dapat
diberikan psikoterapi atau farmakoterapi ataukombinasi kedua terapi. Psikoterapi adalah pilihan
utama; dengan tujuan untuk menganalisa stressor yang mengganggu pasien kemudian dihilangkan
atau diminimalkan. Psikoterapi,konseling krisis medis, intervensi krisis, terapi keluarga, terapi
kelompok, terapi perilaku kognitif, dan terapi interpersonal semua mendorong individu
untuk mengekspresikan pengaruh, ketakutan, kecemasan, kemarahan, rasa tidak berdaya, dan
putus asa terhadapstressor. Farmakoterapi diberikan dalam waktu singkat, dan tergantung dari
tipe gangguan penyesuaian, dapat diberikan penggolongan obat yang efektif. Pemberian
antiansietas berguna untuk pasien dengan kecemasan. Antidepresi dapat diberikan bila dijumpai
adanya depresi. Farmakoterapi adalah sebuah augment psikoterapi dan bukan sebagai terapi
primer.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kandou JE. 2014. Gangguan Penyesuaian. Buku Ajar Psikiatri Edisi kedua. Jakarta. FK UI
2. Wilson DS. Adjustment Dsiorder. 2008: 1-3. http://www.veteranus-
uk.info/publications/adjustment_disorder.pdf diakses pada tanggal 29 Januari 2017
3. Sadock,Benjamin J. 2014. Gangguan Penyesuaian. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta : EGC
4. Tami D Benton M. Adjustment Disorder Medscape. 2012. In:
http://emedicine.medscape.com/article/292759-overview diakses pada tanggal 29 Januari
2017
5. Halgin, R.P & Whitbourne, S.K. 2010. Psikologi Abnormal (Perspektif Klinis Pada Gangguan
Psikologis). Jakarta : Salemba Humanika.
6. Nevid, J.S., Rathus, S.A. & Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal, Edisi kelima, Jilid 2.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
7. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT
Nuh Jaya; 2001
8. Chapter 61: Adjusment Disorder. In: Kay J, Tasman A, editors. Essentials of Psychiatry.Spain:
John Wiley & Sons; 2006. p. 1-13
9. Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan. Airlangga
University Press : Surabaya Puri, Basant K, dkk. 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta : EGC
10. Stein, Dan J. 2015. Etifoxine Versus Alprazolam for the Treatment of Adjustment Disorder with
Anxiety: a Randomized Controlled Trial. Advances in theraphy The Springer: Adv Ther (2015)
32:57–68 DOI 10.1007/s12325-015-0176-6.

Anda mungkin juga menyukai