Anda di halaman 1dari 68

PANDUAN

UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN


RUMAH SAKIT PUTRA WASPADA
2015
JL. JAYENGKUSUMA NO. 66 RT 002 RW 006
KEL : NGUJANG KEC : KEDUNGWARU, TELP / FAX (0355 ) 335550
TULUNGAGUNG – 66226

Katalog Dalam Terbitan. Rumah Sakit Putra Waspada


137
Ind Indonesia. Putra Waspada. Direktur
P Umum Rumah Sakit Putra Waspada
Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit.—
Tulungagung
RUMAH SAKIT PUTRA WASPADA TULUNGAGUNG
JL. JAYENG KUSUMO RT 002 RW 006 KEL : NGUJANG
KEC : KEDUNGWARU, TULUNGAGUNG – 66226

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PUTRA WASPADA


No. : … / Kep /… / 2015

TENTANG

PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN


RUMAH SAKIT PUTRA WASPADA

DIREKTUR RUMAH SAKIT PUTRA WASPADA

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit harus
dilaksanakan dengan baik oleh seluruh pekerja Rumah Sakit Putra
Waspada;
b. Bahwa untuk acuan upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah
Sakit Putra Waspada, maka diperlukan adanya buku Panduan
Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Putra Waspada;
c. Bahwa sesuai butir a dan b tersebut di atas perlu ditetapkan dengan
Peraturan Direktur Rumah Sakit Putra Waspada.
Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit.
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran.
3. Keputusan PT. Putra Waspada Nomor : 02/Kep/III/2014
tentang Struktur Organisasi Rumah Sakit Putra Waspada.
4. Keputusan PT. Putra Waspada Nomor : 01/Kep/II/2014 tentang
Pengangkatan Direktur.

RUMAH SAKIT PUTRA WASPADA TULUNGAGUNG


JL. JAYENG KUSUMO RT 002 RW 006 KEL : NGUJANG
KEC : KEDUNGWARU, TULUNGAGUNG – 66226
TELP / FAX (0355 ) 335550

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

Kesatu : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PUTRA WASPADA


TENTANG PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RUMAH SAKIT PUTRA WASPADA.
Kedua : Panduan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Mutu Pelayanan
Rumah Sakit Putra Waspada dimaksud dalam Diktum Kesatu
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Panduan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Putra
Waspada sebagaimana dimaksud dalam Diktum Ketiga harus
dijadikan acuan untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit
Putra Waspada.
Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila di
kemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Tulungagung
Tanggal : 16 Januari 2015
Rumah Sakit Putra Waspada

KATA PENGANTAR
( dr. Lely Kurniasari, MARS )

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
berkat dan anugerah yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga Buku
Panduan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Putra Waspada ini
dapat selesai disusun.
Buku panduan ini merupakan panduan dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan di Rumah Sakit Putra Waspada.
Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya
atas bantuan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Panduan
Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Putra Waspada.

Tulungagung, 16 Januari 2015

Penyusun
DAFTAR ISI

PERATURAN DIREKIUR RUMAH SAKIT PUTRA WASPADA............ iii


Kata Pengantar............................................................................................. v
Daftar Isi...................................................................................................... vi
Latar Belakang............................................................................................. 1
Pengertian..................................................................................................... 1
Ruang Lingkup Khusus................................................................................ 3
Tujuan Umum.............................................................................................. 3
Tujuan Khusus............................................................................................. 4
Tata laksana.................................................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk


hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsure kesejahteraan umum dari
Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan
biaya yang terjangkau. Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan
keadaan social ekonomi masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai
cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih
bermutu termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan
masyarakat akan mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi pelayanan RS Putra
Waspada secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan
efisien serta member kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RS Putra Waspada dapat seperti
yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya peningkatan Mutu
Pelayanan RS Putra Waspada. Buku panduan tersebut merupakan konsep dan
program peningkatan mutu pelayanan RS Putra Waspada, yang disusun sebagai
acuan bagi pengelola RS Putra Waspada dalam melaksanakan upaya peningkatan
mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini diuraikan tentang prinsip
upaya peningkatan mutu, langkah-langkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan
indikator mutu.
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal


yang baru. Pada tahun 1820-1910 Florence Nightingale seorang perawat dari
Inggris menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu
pelayanan. Salah satu ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah “hospital
should do the patient no harm”, Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau
mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medic dimulai
oleh ahli bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr. E.A Codman
dan beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk,
karena seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu
terjadi karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu
perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait
dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang berusaha
mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of
Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program
standarisasi adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan
mutu pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu
pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan
berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar
bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas
agar dapat mencakup disiplin lain secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of
Physicians, American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint
Commision on Accreditastion of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk
menilai dan mengakreditasi Rumah Sakit.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal
dan essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit,
namun telah memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang
setinggi-tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi
tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi enam
kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelyanan, Pemerintah
Federal member pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”.
Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang
ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh
JCAH tidak dapat ikut program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare),
padahal asuransi di Amerika sangat menentukan utilitas Rumah Sakit karena
hanya 9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu
yang dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan
dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru
berhasil beroperasi dalam 3 negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat
diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua Negara
bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasranya hamper sama
dengan di Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat
tinggi, namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih
agak kabur bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan
secara Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-
masing Negara di Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada
awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa
mengembangkan pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan
sistem pelayanan kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang
upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan symposium di Utrecht, negeri
Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983
di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah
mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk
Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun
pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa
secara nasional upaya peningkatan mutu di berbagai Negara Eropa Barat masih
pada perkembangan awal.
Di Asia, Negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan
mutu dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini
benyak menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia
mengembangkan peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari
Negeri Belanda.
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah
dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu
penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri
kesehatan No. 033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa criteria
untuk tiap kelas Rumah Sakit A, B, C, D. Kriteria ini kemudian berkembang
menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar
baik menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-
masing kelas Rumah Sakit. Di samping standar, Departemen Kesehatan juga
mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan penampilan
pelayanan Rumah Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai
indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah
Sakit pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari
Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan
disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan
indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas
C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi
penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur
kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah
awal dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan
konsep QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi di titik beratkan
kepada pencapaian standar, maka pada CQI focus lebih diarahkan kepada
penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan
pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh
karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan
monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS.
Gatot Subroto telah melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas
derajat kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984
melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya membuat
penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan penampilan kerja perawat.
Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi
nosokomial sebagai salah satu indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo menggunakan upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah
Sakit Islam Jakarta pernah menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan
Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit
lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun hasilnya
belum ada yang dilaporkan.
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah mengadakan
Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan
mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada perbedaan.
BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RS PUTRA WASPADA

Agar upaya peningkatan mutu di RS Putra Waspada dapat dilaksanakan


secara efektif dan efisien maka diperlakukan adanya kesatuan bahasa tentang
konsep dasar upaya peningkatan mutu pelayanan.

A. MUTU PELAYANAN RS PUTRA WASPADA


1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian
yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment)
yang selalu dicurahkan pada pekerjaan.
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
2. Definisi Mutu Pelayanan RS Putra Waspada
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan RS Putra Waspada untuk
memenuhi kebutuhan masyarakt konsumen akan pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di RS Putra Waspada
secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan RS Putra Waspada dan
masyarakat konsumen.
3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu :
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen RS Putra Waspada
d. Karyawan RS Putra Waspada
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi dimensional.
4. Dimensi mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya
5. Mutu Terkait dengan Input, Proses, Output dan Income.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunakan
4 variabel, yaitu :
1) Input, ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk
melakukan pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat,
fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, organisasi, informasi, dan
lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan
dukungan input yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan
mutu pelayanan kesehatan adalah dalam perencanaan dan
penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
2) Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah
merupakan interaksi professional antara pemberi pelayanan
daengan konsumen (pasien/masyarakat). Proses ini merupakan
variable penilaian mutu yang penting.
3) Output, ialah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unit
kerja/rumah sakit.
4) Outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan
perubahan yang terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat),
termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
RS Putra Waspada adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang
kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena
pelayanan di RS Putra Waspada menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta
mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar RS Putra Waspada
mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus memiliki sumber
daya manusia yang professional baik di bidang teknis medis maupun administrasi
kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, RS Putra Waspada harus
mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RS Putra Waspada diawali dengan
penilaian akreditasi RS Putra Waspada yang mengukur dan memecahkan masalah
pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini RS Putra Waspada harus
menetapkan standar input, proses, ouput, dan outcome, serta membakukan seluruh
standar prosedur yang telah ditetapkan. RS Putra Waspada dipacu untuk dapat
menilai diri (self assessment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan. RS Putra Waspada dipacu untuk dapat menilai diri (self
assessment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur
yang lain, yaitu instrument mutu pelayanan RS Putra Waspada yang menilai dan
memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa mengukur hasil
kinerja RS Putra Waspada tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang
baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator RS. Putra disusun
dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu RS Putra Waspada secara
nyata.

B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RS PUTRA


WASPADA
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan
upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integrative memantau dan menilai
mutu pelayanan RS Putra Waspada, memecahkan masalah-masalah yang ada dan
mencari jalan keluarnya, sehingga mutu pelayanan RS Putra Waspada akan
menjadi lebih baik.
Di RS Putra Waspada upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan
yang bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien.
Upaya peningkatan mutu pelayanan RS Putra Waspada akan sangat berarti dan
efektif bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap
unsure di RS Putra Waspada termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung
dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan
atau pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien.
Walaupun disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang
lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih
sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya
peningkatan mutu pelayanan RS Putra Waspada.
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Putra Waspada
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan
integrative yang menyangkut input, proses dan output secara objektif,
sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran
pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang
terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di RS Putra Waspada
berdaya guna dan berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Putra Waspada
Umum : Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya
peningkatan mutu pelayanan RS Putra Waspada secara efektif dan efisien
agar tercapai derajat kesehatan yang optimal.
Khusus : Tercapainya peningkatan mutu pelayanan RS Putra
Waspada melalui :
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai
dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan
pengembangan pelayanan kesehatan.
3. Indikator mutu
Indikator mutu RS Putra Waspada meliputi indikator klinik, indicator
yang berorientasi pada waktu dan indicator ratio yang berdasarkan pada
efektifitas (effectiveness), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan
kelayakan (appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RS Putra Waspada maka
disusunlah strategi sebagai berikut :
1) Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan
prinsip mutu pelayanan RS Putra Waspada sehingga dapat
menerapkan langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing-
masing unit kerjanya.
2) Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya
manusia di RS Putra Waspada, serta upaya meningkatkan
kesejahteraan karyawan.
3) Menciptakan budaya mutu di RS Putra Waspada, termasuk di
dalamnya menyusun program mutu RS Putra Waspada dengan
pendekatan PDCA cycle.
5. Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur)
yang berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah
identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat
penting dari seluruh proses siklus (daur), karena akan menentukan
kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan pemecahan masalah ini.
Masalah akan timbul apabila :
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat
penyimpangan.
b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bias
dilakukan tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bias
tuntas, setelah diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah
masih ada yang tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan
masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan
masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.
C. PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus
dilakukan untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas
produk dan jasa pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada
dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk
menciptakan kepuasan pelanggan (quality of customer’s satisfaction) yang
dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di RS Putra Waspada.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus
pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Check-Action” (P-
D-C-A) = Relaksasi (rencanakan-laksanakan-periksa-aksi). Pola P-D-C-A ini
dikenal sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter
Shewart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya,
metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebut “siklus Deming”. Hal ini karena
Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas
penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat yang
bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus (continous
improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk
proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus-menerus tanpa
berhenti tetapi meningkat ke keadaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh
bagian organisasi, seperti tampat pada gambar 1.
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan
dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya,
harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan
adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta
keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi
masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya
perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.

Peningkatan

AP C D
C D DD
Pemecahan masalah
dan peningkatan
A P
C D D Standar
Pemecahan masalah dan
peningkatan
Standar
Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan menggambarkan diagram


sebab akibat atau diagram tulang ikan ( fish – bone ). Diagram tulang ikan adalah
alat untuk menggambarkan penyebab – penyebab suatu masalah secara rinci.
Diagram tersebut memfasilitasi proses identifikasi masalah sebagai langkah awal
untuk menentukan focus perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan data,
mengenali penyebab terjadinya masalah dan menganalisa masalah tersebut
(Koentjoro, 2007). Diagram tulang ikan diperlihatkan pada gambar 2.

Materials Methods Machines

Problem

Measurements Environment People

Time
Gambar 2. Diagram Tulang Ikan
Langkah – langkah menggambarkan diagram tulang ikan :
1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelah kanan (kepala
tulang ikan)
2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip ikan
(manusia, mesin/ peralatan, metode, material, lingkungan)
3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab masalah
pada setiap komponen struktur dan proses tersebut.
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan
berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship Between Control and Improvement
under P-D-C-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas
berdasarkan siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan
dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti
diperlihatkan pada gambar 3.

Plan Do Check Action

Corrective Follow - Up
action

Improvemen
t

Gambar 3. Relationship Between Control and Improvement Under P-D-C-A Cycle


Gambar 4. Siklus PDCA

Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat pada gambar 4 di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan. Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan
analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula
diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan pada semua
karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh
penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.

b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan →Plan


Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil
dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang
ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak
menyulitkan karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam
menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan
penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua
karyawan.

c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do


Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja.
Agar dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan
para karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang
ditetapkan.

d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan → Do


Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi
dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat
berubah. Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan
dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam
pelaksanaan pekerjaan karena ketidak sempurnaan standar kerja yang telah
ditetapkan.

e. Langkah 5. Memeriksa akibat pelaksanaan → Check


Manager atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan
dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan dan mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan
dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas
dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah
penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan
dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami
dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manager. Untuk mengetahui
penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan
pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.

f. Langkah 6. Mengambil tindakan yang tepat → Action


Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menentukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab
timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan
yang tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor –
faktor penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan merupakan
konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan.
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistim yang
efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelyanan
yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan
semua proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas
pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya
tujuan yang semata – mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut
yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara
bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup
semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama – sama merasa bertanggung
jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses
dalam pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak
hanya terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan
menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai
jika terhadap pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana
dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang
baik antara kelompok karyawan dengan managemen, sebagai tanggung jawab
bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata
rantai dari suatu proses.

BAB IV
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek
yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang
digunakan untuk mengukur pelayanan RS Putra Waspada.

Indikator :
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi.
Indikator merupakan suatu variable yang digunakan untuk busa melihat
perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.

Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indikator.

Standar :
a. Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang
yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi
tersebut.
b. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang
sangat baik.
c. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas,berat, nilai,
atau mutu.

Dalam melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan


prinsip dasar sebagai berikut :
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien
d. Kepuasan pasien
e. Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input
dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan
kelompok daripada untuk perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain,
baik di dalam maupun luar negeri.
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang
dipilih untuk dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat
menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara
mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

BAB V
FOKUS UTAMA UPAYA PENINGKATAN MUTU

Fokus utama upaya peningkatan mutu RS Putra Waspada terintegrasi dengan


Panduan Patient Safety RS Putra Waspada yang menerapkan Tujuan Langkah
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
A. Kepemimpinan dan Perencanaan
Pimpinan RS Putra Waspada dalam berperan aktif dalam kegiatan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
a. Pimpinan bertanggung jawab atas mutu pelayanan RS Putra
Waspada.
b. Pimpinan bertanggung jawab atas keselamatan pasien RS Puta
Waspada.
c. Telah dibentuk panitia mutu dan keselamatan pasien untuk menjadi
“penggerak” dalam hal mutu dan keselamatan pasien.
d. Mutu pelayanan dan keselamatan pasien menjadi prioritas agenda
dalam rapat jajaran direksi maupun rapat – rapat manajemen Rumah
Sakit.
e. Pimpinan melalui panitia mutu dan keselamatan pasien membuat
perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien. Tugas dan program kerja panitia mutu dan
keselamatan pasien secara lengkap dijabarkan dalam Panduan Panitia
Mutu dan Kelamatan Pasien.
f. Pimpinan mendukung peningkatan kompetensi sumber daya
manusia di RS Putra Waspada melalui pelatihan yang disesuaikan.
g. Pimpinan memonitor kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien melalui laporan dari panitia peningkatan mutu dan keselamatan
pasien.
h. Pimpinan RS, dalam hal ini Direktur, melaporkan kegiatan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien setiap 3 bulan (dalam rapat
evaluasi triwulan) dan setiap akhir tahun (dalam laporan tahunan).

B. Managemen Proses Klinik


Salah satu fokus kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RS
Putra Waspada adalah untuk mengurangi resiko dalam proses asuhan klinis.
a. Ditetapkan standar asuhan klinis melalui Panduan Praktik Klinik
(PPK) dan atau Clinical Pathway (CP).
b. Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan RS Putra Waspada.
c. Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway tersebut direview
setiap tahun dan dilakukan perbaikan apabila perlu.
d. Melakukan audit medik minimal 1 x 1 tahun untuk melihat
kepatuhan dan adanya perbaikan.

C. Pengukuran, Evaluasi serta Peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien.


RS Putra Waspada telah menetapkan indikator yang harus dipenuhi oleh
semua unit. Indikator tersebut terdiri dari Indikator manajerial, Indikator
Mutu Pelayanan dan Indikator Patient Safety (Insiden yang harus dicatat).
Indikator Patient Safety terdapat dalam Panduan Patient Safety RS Putra
Waspada (Indikator terlampir).

Pengumpulan data dan evaluasi Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien :


1. Setiap unit/bagian wajib melaksanakan kegiatan pemenuhan
indikator kinerja manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan sesuai
dengan kebijakan/pedoman/acuan yang digunakan di rumah sakit (alur
pelaporan terlampir).
2. Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan indikator
kinerja manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan.
3. Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan tersebut
kepada Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien setiap bulan
4. Unit yang terkait :
1) Bagian pengadaan
2) Bagian HRD
3) Bagian Customer Service / Front Office (FO)
4) Bagian Keuangan
5) Unit Rekam Medis
6) Instalasi Farmasi
7) Unit Laboratorium
8) Unit Radiologi
9) Unit Rehabilitasi Medik
10) Unit Gizi
11) IPSRS
12) Unit Rawat Jalan
13) Unit Rawat Inap
14) Unit Kamar Operasi
15) Instalasi Gawat Darurat (IGD)
16) Unit ICU
17) Panitia PPI
18) Panitia Ponek
19) Panitia K3
20) Pelayanan TB
5. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Putra Waspada secara
berkala (paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan
prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan di RS Putra Waspada
6. Ditetapkan minimal 5 (dari seluruh indikator) indikator kunci yang
sensitif untuk dianalisa lebih jauh sesuai dengan keadaan rumah sakit.
Indikator kunci ini di review setiap tahun dan diganti apabila perlu.
Pemilihan ini didasarkan pada konsensus antara pimpinan dengan panitia
mutu dan keselamatan pasien.
7. Kriteria pemilihan indikator kunci adalah :
1) Proses utama yang kritikal
2) Proses risiko tinggi
3) Proses cenderung bermasalah

Validasi dan analisa Data Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien :


1. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Putra Waspada
melakukan pencataatn kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan
kegiatan kepada Direktur Rumah Sakit secara berkala.
2. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RS Putra Waspada
melakukan analisa terhadap kegiatan pemenuhan indikator, dengan cara
membandingkan secara internal, yaitu dengan bulan sebelumnya dan
dengan standar yang telah ditetapkan.
3. Dilakukan validasi data oleh Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien
apabila terdapat :
1) Indikator atau proses yang baru diberlakukan
2) Kecenderungan peningkatan atau penurunan angka
pemenuhan indikator
3) Terdapat variasi dari pencataatn pemenuhan indikator
4) Data yang dianggap meragukan
5) Secara berkala (3 bulan sekali) dilakukan terhadap semua
data indikator dan dilaporkan dalam laporan triwulan panitia
PMKP.
6) Secara berkala (1 bulan sekali) pada indikator kunci.
4. Validasi data dilakukan dengan menelusuri ke lapangan untuk
melihat bagaimana data dikumpulkan dan di catat. Apabila diperlukan
dilakukan pengumpulan data kembali oleh individu yang berbeda.

Meningkatkan dan Mempertahankan Mutu dan Keselamatan Pasien :


Managemen Resiko
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di lakukan dengan menggunakan
pendekatan proaktif dalam melaksanakan manajemen resiko di semua
unit/bagian RS Putra Waspada. Analisa resiko merupakan proses untuk
mengenali bahaya (hazard) yang mungkin terjadi dan bagaimana potensi
kegawatan dari bahaya tersebut.
Langkah – langkah manajemen resiko:
1) Identifikasi Resiko
2) Menetapkan Prioritas Resiko
3) Analisa Resiko
4) Pengelolaan Resiko
5) Evaluasi

Langkah manajemen resiko seperti yang digambarkan di bawah ini :

M
Establish the contex
o
ni
to
Co < > Identify risks < > r
m
Risk a
mu
assessment n
nic
Analyse risks d
ati
Risk re
on
assessment vi
an
Evaluate risks e
d
w
con

Treat risks

Alat – alat manajemen resiko yang digunakan RS Putra Waspada antara lain :
1. Non statistical tools : untuk mengembangkan ide, mengelompokkan,
memprioritaskan dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan.
Alat – alat tersebut meliputi fish bone, Bagan air, RCA, FMEA
2. statistical tools seperti Diagram Pareto, lembar periksa (check sheet)

A. Root Causes Analysis (RCA)


Langkah – langkah melakukan RCA :
1. Investigasi kejadian
2. Rekonstruksi kejadian
3. Analisis sebab : mengidentifikasi penyebab masalah
4. Menyusun rencana tindakan
5. Melaporkan proses analisis dan temuan

B. Bagan alir/ diagram alur/ flow chart :


Digunakan untuk menggambarkan urutan langkah dari suatu proses
spesifik yang dipakai untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis
masalah serta menentukan “ideal path” dalam perencanaan perbaikan.
Simbol – simbol yang digunakan pada Bagan Alir di tunjukan pada
gambar di bawah ini :

C. FEMA (Failure Mode and Cause Analysis)


Suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan mengenali
model – model adanya kegagalan / kesalahan pada suatu prosedur,
melakukan penilaian terhadap tiap model kesalahan / kegagalan dan
mencari solusi dengan melakukan perubahan disain / prosedur.

Delapan tahap FMEA (JCAHO, 2005)


1. Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim
2. Membuat diagram proses atau alur proses dengan flow chart yang
rinci
3. Untuk setiap kemungkinan kegagalan (failure mode), identifikasi
efek yang mungkin terjadi ke pasien (the effect)
4. Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut ke
pasien (RPN)
5. Melakukan root cause analysis dari failure mode
6. Desain ulang proses
7. Analisa dan ujicobakan proses yang baru
8. Terapkan dan awasi proses yang sudah didesain ulang tadi
Catatan : Risk Priority Numbers (RPN)
 Severity (keparahan) : 1. (Monitor), 2 (Moderate), 3 (Minor
Injury), 4 (Mayor Injury), 5 (Terminal Injury / death)
 O = Occurrence (Keseringan) : 1 (Hampir tidak pernah terjadi), 2
(jarang), 3 (kadang - kadang), 4 (sering), 5 (sangat sering dan pasti)
 D = Detectable (Terdeteksi) : 1 (selalu terdeteksi), 2 (sangat
mungkin terdeteksi), 3 (mungkin terdeteksi), 4 (kemungkinan kecil
terdeteksi), 5 (tidak mungkin terdeteksi)
Pelaksanaan :
RS memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan analisa
akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut
terjadi untuk kemudian menyusun rencana tindak lanjutnya.
 Analisa akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan
identifikasi apabila ditemukan masalah dalam pemenuhan indikator
mutu dan manajerial serta pengelolaan insiden.
 Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam
setahun dan dibuat dokumentasinya, denagn menggunakan FMEA
(Failure Mode and Effect Analysis). Proses yang dipilih adalah proses
dengan resiko tinggi.

BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI

1. Seluruh jajaran manajemen Putra Waspada secara berkala melakukan


monitoring dan evaluasi program keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh
Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Putra Waspada.
2. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Putra Waspada secara berkala
(paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur
keselamatan pasien yang dipergunakan di Putra Waspada.
3. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Putra Waspada melakukan evaluasi
kegiatan setiap bulan dan membuat tindak lanjutnya.
4. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Putra Waspada melakukan analisa
pemenuhan indicator setiap tiga bulan dan membuat tindak lanjutnya (laporan
triwulan).
5. Alur pelaporan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien :

BAB VII
DAFTAR PUSTAKA

1. KARS (2011). Standar Akreditasi Rumah Sakit : Jakarta


2. Koentjoro, T. (2007). Regulasi kesehatan di Indonesia Penerbit. Andi
Yogyakarta : Yogyakarta
3. UGM. (2009) Bahan Kuliah Blok 2: The Service, Magister Manajemen
Rumah Sakit. MMR UGM: Yogyakarta
4. KEMENKES (1994). Buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan
Rumah Sakit : Jakarta
LAMPIRAN
Indikator Manajerial
7 Indikator
UNIT KERJA : Bagian HRD
RUANG LINGKUP : Manajemen Penggunaan Sumber Daya
NAMA INDIKATOR : Pengembangan SDM Rumah Sakit
DASAR PEMIKIRAN : Staf yang memperoleh pelatihan lebih
banyak dari segi waktu diharapkan akan
lebih professional
TUJUAN : Mengetahui kepedulian manajemen terhadap
pengembangan / pemberdayaan sumber daya
manusia di rumah sakit
DEFINISI INDIKATOR : Jumlah jam pelatihan per karyawan per
tahun
KRITERIA :
Inklusi : Pengertian pelatihan dimaksud adalah semua
pelatihan baik di dalam (on the job training)
maupun di luar (off job training) rumah
Eksklusi :
sakit.
-
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah jam pelatihan karyawan secara
komulatif dalam setahun
PENYEBUT : Jumlah karyawan
(Denominator)
STANDARD : 20 jam/karyawan/tahun
PENANGGUNG JAWAB : Kepala Bagian HRD
PERIODE ANALISIS : Setiap tahun
KETERANGAN : Data diperoleh dari bagian pengembangan,
pendidikan dan pelatihan rumah sakit

UNIT KERJA : Bagian HRD


RUANG LINGKUP : Manajemen Penggunaan Sumber Daya
NAMA INDIKATOR : Presentase tenaga terlatih di unit khusus
DASAR PEMIKIRAN : Makin banyak tenaga terlatih khusus, makin
banyak masalah kesehatan khusus yang dapat
ditangani secara bermutu dan professional
(masa berlaku pelatihan 3 tahun)
TUJUAN : Mengetahui kepedulian manajemen terhadap
pengembangan/pemberdayaan sumber daya
manusia di rumah sakit di unit – unit khusus
DEFINISI INDIKATOR : Jumlah tenaga yang terlatih secara khusus
disbanding dengan tenaga yang ada. Petugas
yang terlatih khusus adalah petugas yang
bekerja untuk menangani masalah kesehatan
secara khusus. Seperti tenaga untuk UGD,
ICU, OK
KRITERIA :
Inklusi : UGD : PPGD, BTLS, BCLC, ATLS, ACLS,
dll
ICU : PPGD, FCCS, Pelatihan ICU, ACLS, dll
OK : PPGD, pelatihan khusus OK, dll
-
Eksklusi :
PEMBILANG : Jumlah tenaga khusus yang dilatih pertahun
(Numerator)
PENYEBUT : Jumlah tenaga di unit khusus
(Denominator)
STANDARD : 50 %
PENANGGUNG JAWAB : Kepala Bagian HRD
PERIODE ANALISIS : Setiap tahun
KETERANGAN : Data diperoleh dari bagian pengembangan,
pendidikan dan pelatihan rumah sakit
UNIT KERJA : HUMAS dan Marketing
RUANG LINGKUP : Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga
NAMA INDIKATOR : Kepuasan pasien rawat inap terhadap
pelayanan rumah sakit
DASAR PEMIKIRAN : Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu
pelayanan rumah sakit. Dengan mengetahui
tingkat kepusan pasien, manajemen rumah
sakit dapat melakukan peningkatan mutu
pelayanan
TUJUAN : Mengetahui tingkat kepuasan pasien
terhadap pelayanan rumah sakit
DEFINISI INDIKATOR : Presentase pasien rawat inap yang
menyatakan puas terhadap pelayanan
berdasarkan hasil survey (data diambil dari
kuesioner kepuasan pasien dari keperawatan)
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah pasien rawat inap yang di survei yang
menyatakan puas
PENYEBUT (Denominator) : Jumlah pasien yang di survei secara acak
STANDARD : 90 %
PENANGGUNG JAWAB : HUMAS dan Marketing
PERIODE ANALISIS : Setiap tiga bulan
KETERANGAN :

UNIT KERJA : Unit Rekam Medis


RUANG LINGKUP : Demografi pasien dan diagnose klinis
NAMA INDIKATOR : Angka ketidak lengkapan Rekam Medis
DASAR PEMIKIRAN : Rekam medis merupakan bukti dokumentasi
semua upaya pelayanan di Rumah Sakit
TUJUAN : Mengetahui demografi dan diagnosa klinis
pasien serta tergambarnya tanggung jawab
dokter dalam kelengkapan informasi rekam
medis.
DEFINISI INDIKATOR : Angka ketidak lengkapan pengisian rekam
medis
KRITERIA
Inklusi : Identitas pasien, tanggal, dan wakt, hasil
anamnesis, mencangkup sekurang –
kurangnya keluhan dan riwayat penyakit,
hasil pemeriksaan fisik dan penunjang
medis, diagnosis, rencana penatalaksanaan,
pengobatan, dan atau tindakan, pelayanan
lain yang telah diberikan kepada pasien,
untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan
Eksklusi :
odontogram klinik, dan persetujuan tindakan
bila diperlukan. Serta telah diparaf oleh
dokter yang bertanggung jawab
-
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah rekam medis yang tidak lengkap
dalam periode waktu tertentu.
PENYEBUT (Denominator) : Seluruh rekam medis pada waktu yang sama.
STANDARD : 5%
PENANGGUNG JAWAB : Kepala Instalasi Rekam Medis
PERIODE ANALISIS : Setiap Bulan

UNIT KERJA : Bagian Keuangan


RUANG LINGKUP : Manajemen Keuangan
NAMA INDIKATOR : Angka keterlambatan pembayaran gaji staf
rumah sakit
DASAR PEMIKIRAN : Keterlambatan pembayaran gaji akan
mempengaruhi kinerja staf rumah sakit
TUJUAN : Mengetahui ketepatan pembayaran gaji staf
rumah sakit setiap bulannya
DEFINISI INDIKATOR : Keterlambatan waktu pembayaran gaji staf
rumah sakit dari waktu yang telah
ditentukan
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah staf rumah sakit yang terlambat
menerima gaji
PENYEBUT (Denominator) : Jumlah seluruh staf rumah sakit yang
menerima gaji dalam periode waktu yang
sama.
STANDARD : 0%
PENANGGUNG JAWAB : Kabag keuangan
PERIODE ANALISIS : Setiap Bulan
KETERANGAN :

UNIT KERJA : Instalasi Pembuangan Air Limbah Rumah


Sakit (IPAL-RS)
RUANG LINGKUP : Pencegahan dan pengendalian dari kejadian
yang dapat menimbulkan masalah bagi
keselamatan pasien, keluarga pasien, dan
staf
NAMA INDIKATOR : BOD (Biological oxygen demand)
COD (Chemical oxygen demand)
TSS (Total suspended solid)
DASAR PEMIKIRAN : Pengelolaan limbah cair rumah sakit yang
baik akan melindungi masyarakat di dalam
dan di luar rumah sakit terhadap
pencemaran limbah rumah sakit.
TUJUAN : Mengetahui kepedulian rumah sakit
terhadap pengelolaan limbah cair rumah
sakit
DEFINISI INDIKATOR : Kep Men Neg Lingkungan Hidup No.58
tahun 1995
STANDARD : BOD = 30 mg/liter
COD = 80 mg/liter
TSS = 30 mg/liter, PH 6-9
PENANGGUNG JAWAB : Koordinator IPAL
PERIODE ANALISIS : Setiap enam bulan
KETERANGAN :

UNIT KERJA : Unit Rekam Medis


RUANG LINGKUP : Pelaporan aktivitas yang diwajibkan oleh
peraturan perundang – undangan
NAMA INDIKATOR : BOR (Bed Occupancy rate), LOS (Length of
stay), TOI (Turn over interval), BTO (Bed
Turn Over)
DASAR PEMIKIRAN : Merupakan indikator untuk mengembangkan
efisiensi penggunaan tempat tidur di rumah
sakit
TUJUAN : Mengetahui tingkat efisiensi penggunaan
tempat tidur
DEFINISI INDIKATOR : BOR = presentase penggunaan tempat tidur
rawat inap
LOS = jumlah hari kalender dimana pasien
mendapatkan perawatan rawat inap di rumah
sakit dari admission hingga keluar
(sembuh/meninggal)
TOI = rata – rata jumlah hari sebuah TT
tidak ditempati untuk perawatan pasien
BTO = rata – rata jumlah pasien yang
menggunakan setiap TT dalam periode
tertentu
STANDARD : BOR = 75% - 85%
LOS = 3 – 12 hari
TOI = 1 – 3 hari
BTO = minimal 30 kali dalam periode 1
tahun
PENANGGUNG JAWAB : Koordinator Rekam Medis
PERIODE ANALISIS : Setiap Bulan
KETERANGAN :

LAMPIRAN
Indikator Mutu Pelayanan
REKAM MEDIK
2 Indikator

UNIT KERJA : Unit Rekam Medis


RUANG LINGKUP : Efektifitas pelayanan Instalasi Rekam Medis
NAMA INDIKATOR : Angka keterlambatan pengembalian Rekam
Medis Rawat Inap
DASAR PEMIKIRAN : Rekam medis sebagai dokumen otentik
harus tersimpan dengan baik pada tempat
yang telah ditentukan
TUJUAN : Ketepatan pengembalian rekam medis yang
lengkap diperlukan terutama untuk
pelaporan, studi kasus, laporan kematian dan
sebagai aspek legal
DEFINISI INDIKATOR : Angka Kejadian Berkas Rekam Medis yang
Dikembalikan ke Instalasi Rekam Medis
lebih dari 2 x 24 jam setelah pasien rawat
inap keluar rumah sakit
KRITERIA : Seluruh berkas rekam medis pasien rawat
Inklusi :
inap yang meninggalkan rumah sakit apapun
kondisinya. Ada bukti bahwa berkas rekam
:
medis dipinjam
Eklusi
-
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah keterlambatan pengembalian rekam
medis dalam waktu 2 x 24 jam setelah
pasien keluar rumah sakit dalam periode
waktu tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Seluruh pasien yang keluar rumah sakit
dalam periode waktu yang sama
STANDARD : Kurang dari 5%
PENANGGUNG JAWAB : Koordinator Unit Rekam Medis
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN :

UNIT KERJA : Unit Rekam Medis


RUANG LINGKUP : Efektifitas kepatuhan dokter untuk
melengkapi dokumen Rekam Medis
NAMA INDIKATOR : Angka Ketidaklengkapan persetujuan
tindakan kedokteran
DASAR PEMIKIRAN : Semua pasien yang mendapat tindakan
dengan risiko tinggi harus dilakukan
informed consent untuk mendapatkan
persetujuan tertulis
TUJUAN : Tergambarnya tanggung jawab dokter dalam
kelengkapan rekam medis
DEFINISI INDIKATOR : Ketidaklengkapan pengisian formulir
persetujuan tindakan kedokteran untuk
tindakan dengan risiko tinggi
KRITERIA : Identitas pasien, tanggal dan waktu,
Inklusi :
tindakan yang dilakukan, tanda tangan dan
nama jelas semua pihak terkait (dokter, yang
:
membuat pernyataan dan sanksi).
Eklusi Pasien gawat darurat tanpa keluarga
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah persetujuan tindakan kedokteran
yang tidak lengkap dalam periode waktu
tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah seluruh persetujuan tindakan
kedokteran dalam periode waktu yang sama
STANDARD : 0%
PENANGGUNG JAWAB : Koordinator Unit Rekam Medis
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN :

PPI
2 Indikator
UNIT KERJA : Panitia Pengendalian Pencegahan Infeksi
RUANG LINGKUP : Keselamatan dan efektifitas pelayanan
operasi
NAMA INDIKATOR : Angka Infeksi Luka Operasi
DASAR PEMIKIRAN : Operasi bersih yang memenuhi prosedur
standar tidak menimbulkan infeksi luka
operasi
TUJUAN : Mengetahui hasil pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit.
DEFINISI INDIKATOR : Angka kejadian infeksi luka operasi pada
pasien pasca operasi bersih dan ditandai rasa
panas, kemerahan, pengerasan (tumor), dan
keluarnya nanah (pus) dalam waktu > 3 x 24
jam sampai satu bulan setelah operasi
KRITERIA : Pasien operasi bersih, termasuk operasi cito.
Inklusi : Infeksi terjadi bukan pada tempat luka
operasi, operasi pada daerah yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi (daerah
pencernaan makanan, daerah ginjal dan
:
saluran kencing, daerah mulut dan
tenggorokan, serta daerah saluran kelamin
Eklusi perempuan)
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah infeksi luka operasi pada operasi
bersih dalam periode waktu tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah seluruh operasi bersih dalam periode
waktu yang sama
STANDARD : ≤ 1,5 %
PENANGGUNG JAWAB : Kepala Panitia Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN :
UNIT KERJA : Panitia Pengendalian Pencegahan Infeksi
RUANG LINGKUP : Efektifitas dan keamanan dari asuhan
keperawatan pada pasien rawat inap yang
mendapatkan infuse
NAMA INDIKATOR : Angka infeksi jarum infuse (tromboflebitis)
DASAR PEMIKIRAN : Pemasangan infuse dapat menyebabkan
terjadinya tromboflebitis yang menunjukkan
kualitas asuhan keperawatan
TUJUAN : Tersedianya data pencatatan dan pelaporan
infeksi nosokomial di rumah sakit
DEFINISI INDIKATOR : Angka kejadian terjadinya flebitis pasca
pemasangan jarum infuse yang timbul
setelah 3 x 24 jam
KRITERIA :
Inklusi : Semua pasien yang mendapatkan infuse,
dengan adanya tanda-tanda peradangan,
limpangitis dan discharge purulent pada
tempat pemasangan jarum infuse. Transfuse
darah, pengambilan sampel darah, tindakan
Ekslusi :
invasive intravena selain infuse, tindakan
invasive inta arteri
-
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah lokasi pemasangan infuse yang
mengalami infeksi dalam periode waktu
tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah seluruh lokasi pemasangan jarum
infuse dalam periode waktu yang sama
STANDARD : <5%
PENANGGUNG JAWAB : Kepala Panitia PPI
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN :

RAWAT INAP
2 Indikator
UNIT KERJA : Unit Rawat Inap
RUANG LINGKUP : Efektifitas Asuhan Keperawatan
NAMA INDIKATOR : Angka pasien dengan dekubitus
DASAR PEMIKIRAN : Terjadinya dekubitus menunjukkan asuhan
keperawatan yang tidk baik
TUJUAN : Tersedianya data pencatatan dan pelaporan
infeksi nosokomial di rumah sakit
DEFINISI INDIKATOR : Suatu daerah yang jaringan utaneousnya
mengalami kerusakan diakibatkan oleh
tekanan yang terus-menerus pada pasien non
ambulatory yang tidak dilakukan alih posisi
KRITERIA :
Inklusi : Luka lecet pada bagian bawah pasien tirah
baring
Eklusi :
Luka lecet yang terjadi diluar area tekanan
pada pasien tirah baring, luka lain akibat
trauma
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah kasus dekubitus pasien non
ambulatory dalam periode waktu tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah seluruh pasien non ambulatory
dalam periode waktu yang sama
STANDARD : 0%
PENANGGUNG JAWAB : Koordinator Unit Rawat Inap
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN :

UNIT KERJA : Unit Rawat Inap


RUANG LINGKUP : Efektifitas dan keamanan dari asuhan
keperawatan pada pasien rawat inap yang
mendapat transfuse darah
NAMA INDIKATOR : Angka kejadian penyulit/infeksi karena
transfuse darah
DASAR PEMIKIRAN : Tromboflebitis yang terjadi akan berdampak
pada kesehatan pasien dengan menimbulkan
karakteristik berupa nyeri, rasa tidak enak,
panas, pembengkakan local dan kemerahan pada
atau sekitar insersi jarum infuse dan berakibat
mengurangi mobilitas ekstremitas serta
meningkatkan biaya perawatan keadaan ini juga
menunjukkan kualitas asuhan keperawatan
TUJUAN : Tersedianya data pencatatan dan pelaporan
infeksi nosokomial di rumah sakit
DEFINISI INDIKATOR : Angka kejadian terjadinya flebitis pasca
transfuse darah
KRITERIA :
Inklusi : Semua pasien yang mendapatkan transfuse
darah
Eksklusi :
-
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah pasien yang mengalami flebitis
karena pemberian transfuse darah dalam
periode waktu tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah seluruh pasien yang mendapat transfuse
darah dalam periode waktu yang sama
STANDARD : <2%
PENANGGUNG JAWAB : Kepala Instalasi Rawat Inap
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN :
RAWAT JALAN
1 Indikator

UNIT KERJA : Unit Rawat Jalan


RUANG LINGKUP : Efektifitas pelayanan Instalasi Rawat Jalan
NAMA INDIKATOR : Angka keterlambatan kedatangan dokter ≤
60 menit
DASAR PEMIKIRAN : Diperlukan pengendalian mutu pelayanan
instalasi rawat jalan
TUJUAN : Memberikan kepuasan kepada pelanggan
melalui pelayanan yang cepat dan tepat
DEFINISI INDIKATOR : Kedatangan dokter pada poliklinik rawat
jalan tidak lebih dari 60 menit pada jam
kerja dokter tersebut
KRITERIA :
Inklusi : Dokter sedang tidak berada di Rumah sakit
Eklusi : -
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah keterlambatan kedatangan > 60
menit dalam periode waktu tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah keterlambatan kedatangan dokter >
60 menit dalam periode waktu yang sama
STANDARD : 0%
PENANGGUNG JAWAB : Koordinator Unit Rawat Jalan
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN :

RADIOLOGI
2 Indikator
UNIT KERJA : Unit Radiologi
RUANG LINGKUP : Efektifitas pelayanan Radiologi
NAMA INDIKATOR : Angka pengulangan pemeriksaan
DASAR PEMIKIRAN : Diperlukan pengendalian mutu dan
pemeriksaan radiologi
TUJUAN : Memantau mutu pelayanan radiologi
DEFINISI INDIKATOR : Melaksanakan pemeriksaan ulang atas
pemeriksaan yang sama
KRITERIA :
Inklusi : Semua pemeriksaan radiologi yang harus
diulang karena hasil yang tidak baik yang
Eklusi :
desebabkan karena :
Hasil foto yang tidak dapat dibaca (misalnya
intensitas terlalu keras/lunak, goyang, salah
posisi/salah pemeriksaan
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah pemeriksaan yang diulang dalam
periode waktu tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah seluruh pemeriksaan yang diulang
dalam periode yang sama
STANDARD : ≤ 5%
PENANGGUNG JAWAB : Kepala Instalasi Radiologi
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN :

UNIT KERJA : Unit Radiologi


RUANG LINGKUP : Efektifitas pelayanan instalasi Radiologi
NAMA INDIKATOR : Angka ketelambatan foto ruangan > 15
menit
DASAR PEMIKIRAN : Diperlukan pengendalian mutu pelayanan
radiologi
TUJUAN : Memberikan kepuasan kepada pelanggan
melalui pelayanan yang cepat dan tepat
DEFINISI INDIKATOR : Pelaksanaan permintaan foto ruangan pasien
rawat inap tidak lebih dari 15 menit pada
jam kerja
KRITERIA :
Inklusi : Radiologi sedang melakukan pemeriksaan
radiologi dengan jumlah cukup banyak di
Eklusi : ruang radiologi
-
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah keterlambatan foto ruangan > 15’
dalam periode waktu tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah keterlambatan foto ruangan > 15’
dalam periode waktu yang sama
STANDARD : 0%
PENANGGUNG JAWAB : Kepala Unit Radiologi
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN :
KAMAR OPERASI
1 Indikator
UNIT KERJA : Unit Kamar Operasi
RUANG LINGKUP : Efektifitas pelayanan instalasi kamar operasi
NAMA INDIKATOR : Angka penundaan (keterlambatan) operasi >
30 menit untuk operasi elektif
DASAR PEMIKIRAN : Kepastian waktu operasi diperlukan untuk
tidak menambah beban psikologis pasien
dan keluarganya
TUJUAN : Meningkatkan mutu pelayanan kamar
operasi dengan kepastian dan ketepatan
waktu operasi
DEFINISI INDIKATOR : Penundaan operasi > 30 menit dari jadwal
yang ditentukan yaitu saatserah terima
pasien
KRITERIA :
Inklusi : Semua operasi elektif
Eklusi : Operasi cito
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah penundaan operasi > 30 menit
dalam periode waktu tertentu
PENYEBUT : Jumlah seluruh operasi elektif dalam
(Denomitor)
periode waktu yang sama
STANDARD : < 2%
PENANGGUNG JAWAB : Kepala Instalasi Kamar Operasi
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN :
LABORATORIUM
2 Indikator

UNIT KERJA : Laboratorium


RUANG LINGKUP : Efektifitas pelayanan laboratorium
NAMA INDIKATOR : Angka perbedaan hasil skrining
DASAR PEMIKIRAN : Perbedaan hasil skrining menimbulkan
keraguan dan ketidakpercayaan pasien
terhadap laboratorium Rumah Sakit
TUJUAN : Penilaian terhadap akurasi hasil
pemeriksaan laboratorium yang sesuai
dengan keadaan klinis pasien
DEFINISI INDIKATOR : Perbedaan hasil skrining pemeriksaan lab
pada pasien rawat inap dan rawat jalan di
RS dengan hasil skrining pemeriksaan darah
pasien yang dilakukan lab lain
KRITERIA :
Inklusi : Perbedaan hasil skrining pada pemeriksaan
lab di Rumah Sakit dengan lab lain
Eklusi :
-
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah perbedaan hasil skrining dalam
periode waktu tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah seluruh hasil skrining dalam periode
waktu yang sama
STANDARD : 0%
PENANGGUNG JAWAB : Koordinator Laboratorium
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN :

UNIT KERJA : Laboratorium


RUANG LINGKUP : Efektifitas pelayanan laboratorium
NAMA INDIKATOR : Angka keterlambatan penyerahan hasil
laboratorium
DASAR PEMIKIRAN : Diperlukan pengendalian mutu pelayanan
laboratorium
TUJUAN : Memberikan kepuasan kepada pelanggan
melalui pelayanan yang cepat dan tepat
DEFINISI INDIKATOR : Penyerahan hasil peemriksaan laboratorium
dinyatakan terlambat bila melampaui waktu
yang ditentukan
KRITERIA :
Inklusi : Kerusakan alat, dokter tidak di tempat, hasil
terselip, pengulangan pemeriksaan
Eklusi :
-
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah hasil pemeriksaan laboratorium yang
terlambat pada periode waktu tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah seluruh hasil pemeriksaan
laboratorium yang terlambat pada periode
tertentu
STANDARD : Kurang dari 5%
PENANGGUNG JAWAB : Kepala Instalasi Laboratorium
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN :

K3
1 Indikator

UNIT KERJA : Panitia Kesehatan dan Keselamatan Kerja


RUANG LINGKUP : Keselamatan dan efektifitas pelayanan
NAMA INDIKATOR : Angka ketidaksertaan Alat Pelindung Diri
(APD)
DASAR PEMIKIRAN : Ketidaktersediaan APD dapat
mengakibatkan terancamnya keselamatan
para pekerja yang memerlukan alat
pelindung diri pada saat bekerja
TUJUAN : Untuk keselamatan para pekerja
DEFINISI INDIKATOR : Ketidaktersediaan APD adalah kebutuhan
alat yang belum tersedia pada saat ingin
bekerja
KRITERIA :
Inklusi : Stok kebutuhan alat pelindung diri sedang
tidak ada
Eklusi :
-
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah kebutuhan alat pelindung diri yang
tidak tersedia dalam periode waktu tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah alat pelindung diri dalam periode
waktu yang sama
STANDARD : 0%
PENANGGUNG JAWAB : Koordinator Panitia Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN : -

UNIT GAWAT DARURAT


2 Indikator
UNIT KERJA : Instalasi Gawat Darurat
RUANG LINGKUP : Pelayanan Gawat Darurat
NAMA INDIKATOR : Angka Keterlambatan Pelayanan Pertama
Gawat Darurat (KPPGD)
DASAR PEMIKIRAN : Keterlambatan pertolongan pasien gawat
darurat (true emergency) dapat berakhir
memperburuk prognosis.
TUJUAN : Terselenggaranya pelayanan yang cepat,
responsive dan mampu menyelamatkan
pasien gawat darurat.
DEFINISI INDIKATOR : Angka kejadian pasien gawat dan atau
darurat (true emergency) yang dilayani
dengan tindakan life saving oleh petugas
gawat darurat lebih dari 5 menit di Unit
Gawat Darurat, yang dihitung sejak pasien
datang di Unit Gawat Darurat.
KRITERIA :
Inklusi : Semua pasien gawat dan atau darurat (true
emergency)
Pasien false emergency dan Death On
Eklusi :
Arrival (DOA)
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah pasien true emergency yang
mendapat pertolongan pertama lebih dari 5
menit.
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah pasien true emergency yang
mendapat pertolongan pertama dalam
periode waktu yang sama.
STANDARD : 0%
PENANGGUNG JAWAB : Kepala instalasi gawat darurat
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan

UNIT KERJA : Instalasi Gawat Darurat


RUANG LINGKUP : Efektifitas Pelayanan Gawat Darurat
NAMA INDIKATOR : Angka Kematian Paisen True Emergency
DASAR PEMIKIRAN : Kemampuan pelayanan gawat darurat
kepada pasieen true emergency dapat
menghindarkan pasien dari kematian atau
kecacatan.
TUJUAN : Sebagai penilaian terhadap kemampuan
pelayanan gawat darurat kepada pasien true
emergency.
DEFINISI INDIKATOR : Angka kejadian pasien true emergency yang
meninggal dalam upaya penolongan pertama
di Unit Gawat Darurat
KRITERIA :
Inklusi : Pasien true emergency yang mendapat
pertolongan gawat darurat, pasien yang
masih dalam observasi di Unit Gawat
Darurat, pasien yang meninggal dalam
perjalanan menuju tempat rawat selanjutya.
Eklusi :
Death On Arrival (DOA) dan pasien yang
meninggal di tempat rawat selanjutnya
-
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah pasien true emergency yang
meninggal di unit gawat darurat dalam
periode waktu tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah semua pasien true emergency yang
mendapat pertolongan di unit gawat darurat
dalam periode waktu yang sama
STANDARD : ≤ 2 perseribu
PENANGGUNG JAWAB : Kepala instalasi gawat darurat
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan

ICU
1 Indikator
UNIT KERJA : Intensive Care Unit (ICU)
RUANG LINGKUP : Efektifitas Pelayanan Intensive Care Unit
NAMA INDIKATOR : Angka keterlambatan konsultasi
DASAR PEMIKIRAN : Angka keterlambatan konsultasi > 10 menit
dapat menghambat penatalaksanaan
pengobatan selanjutnya pada pasien tersebut
TUJUAN : Konsultasi dini menentukan ketepatan
penatalaksanaan pengobatan pada pasien
DEFINISI INDIKATOR : Angka konsultasi yang ditunda lebih 10
menit dari waktu yang telah ditentukan
KRITERIA :
Inklusi : Dokter tidak berada di tempat pada jam
kerja dan permintaan konsul di luar jam
Eklusi : kerja
-
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah keterlambatan konsultasi dalam
periode waktu tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah seluruh permintaan konsul dalam
periode waktu yang sama
STANDARD : 0%
PENANGGUNG JAWAB : Kepala Intensive Care Unit
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN : -
GIZI
2 Indikator

UNIT KERJA : Unit Gizi


RUANG LINGKUP : Efektifitas pelayanan gizi
NAMA INDIKATOR : Angka kesalahan pemberian makanan
DASAR PEMIKIRAN : Upaya penyembuhan pasien memerlukan
asupan gizi yang sesuai
TUJUAN : Menilai kualitas pelayanan asuhan gizi
DEFINISI INDIKATOR : Kesalahan pemberian makanan yang
meliputi bentuk makanan
KRITERIA :
Inklusi : Kesalahan bentuk makanan (padat, lunak,
cair, saring). Perubahan bentuk makanan
atas permintaan pasien yang bukan diet
Eklusi :
khusus
-
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah porsi makanan yang tidak sesuai
dengan permintaan dalam periode waktu
tertentu
PENYEBUT (Denomitor) : Jumlah seluruh porsi makanan pada periode
waktu yang sama
STANDARD : 0%
PENANGGUNG JAWAB : Koordinator Unit Gizi
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN :

UNIT KERJA : Unit Gizi


RUANG LINGKUP : Efektifitas pelayanan gizi pasien rawat inap
NAMA INDIKATOR : Angka pelayanan asuhan gizi
DASAR PEMIKIRAN : Keberhasilan penanganan pasien rawat inap
dipengaruhi oleh kualitas pelayanan gizi
TUJUAN : Menilai kualitas pelayanan asuhan gizi
DEFINISI INDIKATOR : Jumlah pasien yang menyisakan
makanannya lebih dari 20%
KRITERIA :
Inklusi : Pasien yang mendapatkan porsi makan
Eklusi : Pasien dengan Sonde/NGT
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah pasien yang menyisakan
makanannya lebih dari 20%
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah seluruh pasien rawat inap yang
mendapatkan porsi makan (pagi, siang, sore)
STANDARD : ≤ 20 %
PENANGGUNG JAWAB : Koordinator Unit Gizi
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN :

FARMASI
3 Indikator
UNIT KERJA : Instalasi Farmasi
RUANG LINGKUP : Efektifitas pelayanan resep pada pasien
rawat jalan
NAMA INDIKATOR : Angka keterlambatan penyerahan obat
racikan > 60 menit
DASAR PEMIKIRAN : Diperlukan pengendalian mutu pada
pelayanan farmasi
TUJUAN : Pasien memerlukan pelayanan yang cepat
dan tepat
DEFINISI INDIKATOR : Penyerahan obat racikan dinyatakan
terlambat bila > 60 menit yang dihitung
sejak pasien setuju untuk bertransaksi
sampai dengan obat sudah siap diambil
KRITERIA :
Inklusi : Persediaan obat di ruang peracikan habis,
kesalahan hitung dosis sehingga harus
diulang dan ditentukan kesalahan baca resep
Eklusi :
sehingga harus dimulai proses dari awal lagi
-
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah lembar resep obat racikan yang
penyerahannya > 60 menit dalam periode
waktu tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah seluruh lembar resep obat racikan
dalam periode waktu yang sama
STANDARD : < 2%
PENANGGUNG JAWAB : Kepala Instalasi Farmasi
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN :

UNIT KERJA : Instalasi Farmasi


RUANG LINGKUP : Efektifitas pelayanan farmasi pada pasien
rawat jalan
NAMA INDIKATOR : Angka keterlambatan penyerahan obat jadi
> 30 menit
DASAR PEMIKIRAN : Pasien memerlukan pelayanan yang cepat
dan tepat
TUJUAN : Untuk kelancaran pelayanan farmasi
DEFINISI INDIKATOR : Penyerahan obat jadi dinyatakan terlambat
bila > 30 menit yang dihitung sejak pasien
setuju untuk bertransaksi sampai dengan
obat sudah siap diambil
KRITERIA :
Inklusi : Persediaan obat di ruang peracikan habis,
kesalahan hitung dosis sehingga harus
diulang dan ditentukan kesalahan baca resep
Eklusi :
sehingga harus dimulai proses dari awal lagi
-
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah lembar resep obat jadi yang
penyerahannya > 30 menit dalam periode
waktu tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah seluruh lembar resep obat jadi dalam
periode waktu yang sama
STANDARD : <2%
PENANGGUNG JAWAB : Kepala Instalasi Farmasi
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN : -

UNIT KERJA : Instalasi Farmasi


RUANG LINGKUP : Efektifitas pelayanan farmasi
NAMA INDIKATOR : Angka kekurangan input data obat ke
komputer
DASAR PEMIKIRAN : Diperlukan pengendalian mutu pada
pelayanan farmasi
TUJUAN : Untuk kelancaran pelayanan farmasi
DEFINISI INDIKATOR : Kekurangan input data ke computer akan
mengakibatkan perbedaan data yang dapat
menghambat proses pelayanan farmasi
KRITERIA :
Inklusi : Kesalahan dalam proses penginputan data,
kurang teliti dalam menginput data ke
Eklusi : komputer
-
TIPE INDIKATOR : Rate Based
PEMBILANG (Numerator) : Jumlah hasil penginputan yang kurang
dalam periode waktu tertentu
PENYEBUT ( Denomitor) : Jumlah seluruh hasil penginputan dalam
periode waktu yang sama
STANDARD : < 2%
PENANGGUNG JAWAB : Kepala Instalasi Farmasi
PERIODE ANALISIS : Setiap bulan
KETERANGAN : -

Anda mungkin juga menyukai