Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang serius dengan angka

mortalitas dan mordibitas yang tinggi baik di Negara maju maupun Negara

berkembang. Setiap tahunnya di Amerika Serikat, tidak kurang dari 500 ribu

pasien terdiagnosa menderita penyakit jantung, dengan total penderita kurang

lebih sebanyak 5 juta orang. Jumlah pasien penderita gagal jantung yang

semakin meningkat bukan hanya disebabkan oleh umur populasi yang

meningkat ataupun faktor resiko lainnya, namun juga dipengaruhi oleh

intervensi medis dalam penatalakasanaannya. Sekarang ini, Gagal jantung

merupakan penyebab lebih dari 12 juta orang melakukan medical visit setiap

tahunnya dan merupakan diagnosa paling sering pada pasien berumur 65 tahun
1
atau lebih. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda

dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih

berat.1,2

Gagal jantung merupakan manifestasi terberat dan terakhir dari hampir

semua penyakit jantung, termasuk coronary atherosclerosis, myocardial

infraction, valvular disease, hypertension, congenital heart disease dan

cardiomyotaphy. Luasnya cakupan penyebab gagal jantung mengharuskan para

tenaga medis, khususnya dokter harus lebih memahami akar permasalahan

gagal jantung itu sendiri. Tujuan penulisan referrat ini adalah untuk

memberikan pemahaman dan informasi mengenai gagal jantung berdasarkan

1
sumbe terbaru dan terpercaya. Harapannya informasi dalam referrat ini dapat

diimplementasikan dalam ilmu pengetahuan dan tindakan medis.1,2

Rumusan Masalah

Referrat ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi,

manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, dan tatalaksana, dan

prognosis gagal jantung akut.

1.2 Tujuan penulisan

Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis,

pemeriksaan penunjang, diagnosis, dan tatalaksana, dan prognosis gagal

jantung akut.

1.3 Manfaat Penulisan

Menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai definisi,

epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis,

dan tatalaksana, dan prognosis gagal jantung akut.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini dibuat dengan mengacu kepada studi pustaka dari berbagai

literatur.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi Gagal Jantung Akut

Gagal jantung akut telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia

sekaligus penyebab signifikan jumlah perawatan di rumah sakit dengan

menghabiskan biaya yang tinggi. Prevalensi kasus gagal jantung di komunitas

meningkat seiring dengan meningkatnya usia: 0,7 % (40-45 tahun), 1,3 % (55-

64 tahun), dan 8,4 % (75 tahun ke atas). Lebih dari 40% pasien kasus gagal

jantung memiliki ejeksi fraksi lebih dari 50%. Pada usia 40 tahun, risiko

terjadinya gagal jantung sekitar 21% untuk lelaki dan 20.3 % pada perempuan.3

Dari survey registrasi rumah sakit didapatkan angka perawatan di RS,

perempuan 4,7% dan laki-laki 5,1% adalah berhubungan dengan gagal jantung.

Sebagian dari gagal jantung ini adalah dalam bentuk manifestasi klinis berupa

gagal jantung akut, dan sebagian besar berupa eksaserbasi akut gagal jantung

kronik.4

Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat

buruk. Dalam satu randomized trial yang besar, pada pasien yang dirawat

dengan gagal jantung yang mengalami dekompensasi, mortalitas 60 hari adalah

9,6%, dan apabila dikombinasi dengan mortalitas dan perawatan ulang dalam

60 hari jadi 35,2%. Angka kematian lebih tinggi lagi pada infark jantung yang

disertai gagal jantung berat, dengan mortalitas 30% dalam 12 bulan.1

Hal yang sama pada pasien edema paru akut, angka kematian di rumah

sakit 12%, dan mortalitas satu tahun 40%. Prediktor mortalitas tinggi adalah

antara lain tekanan baji kapiler paru (Pulmonary Capillary Wedge Pressure)

3
yang tinggi, sama atau lebih dari 16 mmHg, kadar natrium yang rendah,

dimensi ruang ventrikel kiri yang meningkat, dan konsumsi oksigen puncak

yang rendah.1

2.2 Etiologi Gagal Jantung Akut

Secara umum terdapat beberapa pengelompokan pengelompokan

etiologi dari gagal jantung baik akut maupun kronik sebagaimana dapat kita

lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Penyebab Gagal Jantung


Klasifikasi Penyebab Penyebab
Penyakit Jantung Koroner Beragam Manifestasi
Hipertensi Sering berhubungan dengan hipertrofi ventrikel
kiri dan heart failure with preserved ejection
fraction
Kardiomiopati Genetik atau non genetik (termasuk kardiomiopati
didapat, contoh: miokarditis), kardiomiopati
hipertrofi, kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati
restriktif
Obat-Obatan Golongan sitotoksik
Toksin Alkohol, kokain, trace elements (kobalt dan arsen)
Endokrin Diabetes melitus, hipo/hipertiroid, sindroma
cushing, insufisiensi adrenal
Nutrisi Defisiensi tiamin, selenium, karnitinm obesitas,
kakeksia
Infiltratif Sarkoidosis, amyloidosis
Lain-Lain Penyakit chagas, infeksi HIVm kardiomiopati
peripartum, gagal ginjal stadium akhir

Dalam Buku Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung yang diterbitkan oleh

PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia) disebutkan

beberapa faktor pencetus dan penyebab gagal jantung akut yang dapat terjadi

secara sangat cepat maupun tidak terlalu cepat 5 :

Keadaan yang menyebabkan gagal jantung secara cepat :

1. Gangguan takiaritmia atau bradikakardia yang berat

4
2. Sindroma koroner akut

3. Komplikasi mekanis pada sindroma koroner akut (rupture septum

intravetrikuler, akut regurgitasi mitral, gagal jantung kanan)

4. Emboli paru akut

5. Krisis hipertensi

6. Diseksi aorta

7. Tamponade jantung

8. Masalah perioperative dan bedah

9. Kardiomiopati peripartum

Keadaan yang menyebabkan gagal jantung yang tidak terlalu cepat :

1. Infeksi ( termasuk infektif endocarditis )

2. Eksaserbasi akut PPOK / asma

3. Anemia

4. Disfungsi ginjal

5. Ketidakpatuhan berobat

6. Penyebab iatrogenik ( obat kortikosteroid, NSAID )

7. Aritmia, bradikardia, dan gangguan konduksi yang tidak

8. menyebabkan perubahan mendadak laju nadi

9. Hipertensi tidak terkontrol

10. Hiper dan hipotiroidisme

2.3 Patofisiologi

Kegagalan pada jantung dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari

beberapa mekanisme utama di bawah ini6:

1. Kegagalan pompa

5
Terjadi akibat kontraksi otot jantung yang lemah, tidak adekuat, atau

karena relaksasi otot jantung yang tidak cukup untuk terjadinya

pengisian ventrikel.

2. Obstruksi aliran

Obstruksi dapat disebabkan adanya lesi yang mencegah terbukanya

katup atau keadaan lain yang dapat menyebabkan peningkatan ventrikel

jantung, seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik.

3. Regurgitasi

Regurgitasi dapat meningkatkan aliran balik dan beban kerja ventrikel,

seperti yang terjadi pada keadaan regurgitasi aorta serta pada regurgitasi

mitral.

4. Gangguan konduksi yang menyebabkan kontraksi miokardium yang

tidak maksimal dan tidak efisien.

Beberapa keadaan di atas dapat menyebabkan overload volume dan

tekanan serta disfungsi regional pada jantung sehingga akan meningkatkan

beban kerja jantung dan menyebabkan remodeling structural jantung. Jika

beban kerja jantung semakin progresif, maka akan semakin memperberat

remodeling sehingga akan menimbulkan gagal jantung1,6.

2.4 Manifestasi Klinik

AHF memiliki berbagai manifestasi klinis, banyak dari pasien yang

mengalami AHF datang dengan keluhan sesak napas. AHF dikelompokan

menjadi 2 kelompok menurut ada atau tidaknya gagal jantung sebelumnya 7:

1. Worsening (Decompensated) Heart Failure

Sudah ada gagal jantung sebelumnya, kemudian memburuk secara

6
mendadak atau progresif.

2. Gagal jantung baru (de novo)

Tidak pernah diketahui atau tidak pernah mengalami gagal jantung

sebelumnya. Gejala muncul tiba-tiba setelah kejadian akut (seperti infark

miokard akut).

ESC mengklasifikasikan pasien AHF menjadi 6 kategori berdasarkan

presentasi klinis:7

1. Acute Decompensated Congestive Heart Failure

Eksaserbasi gagal jantung kronik dengan manifestasi udem perifer

yang onsetnya bertahap dan keluhan biasanya sesak napas.

2. AHF with hypertension

Takanan darah sistolik lebih dari 180 mmHg dan diastolik lebih dari

110 mmHg dengan onset cepat terkait kongesti paru dan takikardi

akibat peningktan tonus simpatik.

3. AHF with pulmonary edema

Ditandai dengan takipnea, ronki, orthopnea dan SaO2 yang kurang dari

90%.

4. Syok kardiogenik

Tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg dan produksi urin yang

kurang dari 0,5ml/ kg/ jam.

5. AHF with acute coronary syndrome

Ditandai dengan peningkatan pengisian diastolic ventrikel kiri serta

penurunan curah jantung karena iskemia miokard atau infark.

6. Isolated right sided AHF

7
Ditandai dengan udem yang onsetnya bertahap, distensi vena jugularis,

hepatomegali, hipotensi, tekanan pengisian ventrikel kiri dan curah

jantung yang rendah.

Tabel 2.2 Manifestasi klinis AHF 7

Manifestasi klinis yang dominan pada hypertensive AHF adalah udem

pulmonar. Pada normotensive progressive AHF adalah udem sistemik.

Hypotensive progressive AFH adalah udem pulmonar dn sistemik yang ringan.

AHF karena acute coronary syndrome ada gejala yang ditemukan pada acute

coronary syndrome seperti nyeri dada dan troponin yang tinggi. Acute right HF

ada disfungsi ventrikel kanan dan kongesti vena sistemik, serta tidak ada udem

pulmonar.

8
Gambar 2.1 Klasifikasi Nohria-Stevenson7

Profil A mengindikasikan kondisi hemodinamik yang normal. Gejala

kardiopulmonal pada pasien ini dapat disebabkan oleh faktor selain gagal

jantung, seperti penyakit parenkim paru atau transient myocardial ischemia.

Profil B dan C khas pada pasien dengan edema paru akut. Pasien dengan profil

B menggambarkan kondisi paru yang mengalami kongesti (mengindikasikan

terjadinya volume overload: ronki paru, distensi vena jugularis, dan edema

ekstremitas bawah) namun perfusi jaringan masih dapat dipertahankan

(“warm”).

Profil C merupakan keadaan yang lebih serius, dengan adanya temuan

kongesti, gangguan lebih lanjut pada cardiac output sehingga terjadi

vasokonstriksi sistemik, dan ekstremitas yang dingin (“cold”, menandakan

penurunan perfusi jaringan). Pasien dengan profil C memiliki prognosis lebih

buruk daripada pasien dengan profil B. Profil L tidak menggambarkan

9
kelanjutan dari keadaan di atas, namun menggambarkan penurunan perfusi

jaringan (“cold”) akibat cardiac output yang rendah namun tanpa ada tanda-

tanda kongesti vaskular (“dry”). Profil L dapat muncul pada pasien dengan

dilatasi ventrikel kiri dan regurgitasi mitral, dimana pasien tersebut mengalami

sesak nafas saat aktivitas karena tidak mampu menghasilkan cardiac output

yang adekuat.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Sebagai penunjang dari pemeriksaan klinis yang terperinci, pemeriksaan

penunjang diagnostik yang menyeluruh sangat perlu dilakukan pada pasien

yang diduga kuat terkena penyakit gagal jantung1.

Pemeriksaan penunjang diagnostik juga sangat membantu pada pasien

yang mengalami sedikit gejala dan juga bermanfaat untuk mendiagnosis

penyebab gagal jantung1.

2.5.1 Rontgen foto toraks

Rontgen toraks bermanfaat untuk membantu diagnosis gagal jantung

dan memantau respon pengobatan. Hal berikut yang dapat ditemukan pada

hasil rontgen toraks:

10
Tabel 2.3 Kelainan rontgen toraks yang sering ditemukan pada Gagal Jantung1
Kelainan Penyebab Implikasi Klinis
Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, Ekhokardiografi, doppler
ventrikel kanan, atria,
efusi perikard
Hipertropi ventrikel Hipertensi, stenosis Ekhokardiografi, doppler
aorta, kardiomiopati
hipertropi
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan Gagal jantung kiri
pengisian ventrikel kiri
Edema interstisial Peningkatan tekanan Gagal jantung kiri
pengisian ventrikel kiri
Efusi pleura Gagal jantung dengan Pikirkan diagnosis non
peningkatan pengisian kardiak
tekanan jika ditemukan
bilateral, infeksi paru,
keganasan

2.5.2 Elektrokardiogram

Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien

diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung.

Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis

gagal jantung.1

Hasil EKG bersama dengan gejala klinis dapat meningkatkan

spesifisitas diagnosis pada pasien yang dicurigai menderita gagal jantung.1

11
Tabel 2.4 Kelainan EKG yang sering pada gagal jantung1
Kelainan Penyebab Implikasi klinis
Sinus takikardi Gagal jantung yang Penilaian klinis
terdekompensasi, Pemeriksaan
anemia, infeksi, laboratorium
hipertiroidiesme
Sinus bradikardi Obat β bloker, anti Evaluasi terapi obat
aritmia, sick sinus Pemeriksaan
syndrome, laboratorium
hipotiroidisme
Atrial takikardi/ flutter/ Hipertiroidisme, infeksi, Konduksi AV yang
fibrilasi gagal jantung lambat, konversi
terdekompensasi, infark medical, elektroversi,
ablasi kateter,
antikoagulasi
Aritmia ventrikel Iskemia, infark, Pemeriksaan
kardiomiopati, laboratorium
miokarditis, Tes latihan beban
hipokalemiaa, Pemeriksaan perfusi
hipomagnesemi, Angiografi koroner
overdosis digitalis Pemeriksaan
elektrofisiologi, ICD
Isekmia/ Infark Penyakit jantung koroner Ekokardiografi,
troponin, angiografi
koroner, revascularisasi
Gelombang Q Infark, kardiomiopati Ekokardiografi
hipertropi, LBBB, pre- Angiografi koroner
eksitasi
Hipertropi ventrikel kiri Hipertensi, penyakit Ekokardiografi, doppler
katup aorta,
kardiomiopati hipertropi
Blok AV Infark, intoksikasi obat, Evaluasi penggunaan
miokarditis, sarcoidosis obat, pacu jantung,
penyakit sistemik
Mikrovoltage Obesitas, emfisema, Ekokardiografi
efusi perikard, Rontgen tórax
amiloidosis
Durasi QRS > 120 msec Disinkroni elektronik Ekokardiografi, CRT-P,
dengan morfologi CRT-D
LBBB

12
2.5.3 Pemeriksaan Laboratorium

1. Hematologi rutin

Pemeriksaan ini diperlukan untuk menghilangkan kemungkinan,

terutama, anemia pada pasien gagal jantung lanjut. Anemia juga merupakan

penyebab kesulitan bernafas dan gagal jantung high output.1

2. Urinalisis

Proteinuria biasa terjadi pada pasien gagal jantung yang dapat dilihat pada

pemeriksaan urin rutin.1

3. Elektrolit serum

Hiponatremia, hipokalemia, hiperkalemia, dan hipomagnesia mungkin

terjadi akibat penggunaan diuretik. Ketidakseimbangan elektrolit ini dapat

memicu aritmia. Hiponatremia juga merupakan pertanda tingkat keparahan

gagal jantung.1

4. Profil Lipid

Meupakan serangkaian pemeriksaan yang menentukan risiko penyakit

jantung koroner. Pemeriksaan ini meliputi kolesterol total, HDL, LDL,

trigliserida, dan juga perbandingan HDL/ kolesterol .1

5. Tes fungsi hati

Akibat kerusakan pada gagal jantung dapat terjadi peningkatan enzim hati

dan penurunan albumin.1

13
6. Tes fungsi ginjal

Kadar kreatinin serum dan kadar nitrogen urea pada darah harus

dilakukan sebelum memulai pengobatan gagal jantung. Peningkatan kadar

kreatinin serum menandakan :1

a. Pengobatan ACEI

b. Pengobatan diuretik dosis tinggi

c. Azotemia pre-renal

d. Stenosis arteri ginjal

7. Hormon stimulasi tiroid

Gangguan fungsi tiroid merupakan penyebab gagal jantung high output.

Oleh karenanya, pemeriksaan profil tiroid disarankan pada pasien yang baru

didiagnosis gagal jantung.1

8. Peptida natriuretik

Peptida natriuretik merupakan tanda biologis (biomarker) gagal jantung

yang dapat digunakan sebagai pemeriksaan pada keadaan gawat darurat dan

rawat jalan. Kelompok peptida natriuretik terdiri dari peptida natriuretik atrium,

peptida natriuretik otak (brain natiuretic peptide, BNP), natriuretik tipe-C dari

sistem saraf pusat, urodilatin dari ginjal, dan peptida natriuretik dendroaspis.

BNP dan bagian ujung aminonya dari projormon N-terminal-pro-BNP (NT-

proBNP) juga penting dalam diagnosis dan pengobatan gagal jantung. BNP

berhubungan dengan tingkat keparahan gagal jantung dan memperkirakan

prognosis.1

14
Tabel 2.5 Kadar peptida natriuretik pada diagnosis gagal jantung1

Usia Cenderung Kemungkinan Kemungkinan


(tahun) bukan gagal gagal jantung besar gagal
jantung jantung
BNP semua <100 pg/mL 100-500 pg/mL >500 pg/mL
NT- < 50 <300 pg/mL 300-450 pg/mL >450 pg/mL
proBNP
50-75 <300 pg/mL 450-900 pg/mL >900 pg/mL
>75 <300 pg/mL 900-1800 >1800 pg/mL
pg/mL

2.5.4 Ekokardiografi

Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling

bermanfaat dalam membantu menilai struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan

ini merupakan standar utama untuk menilai gangguan fungsi sistol ventrikel

kiri dan membantu memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan kasus gagal

jantung.1

2.5.5 Radionuklir

A. MUGA Scan (Multiple Gated Acquisition Scan)

Merupakan pemeriksaan non invasif untuk menilai fungsi jantung.

MUGA scan menghasilkan gambar dari detak jantung yang membantu

menentukan kesehatan jantung.8

MUGA scan dilakukan dengan sel berwarna merah yang diberi label

Technetium-99m untuk menilai:8

1. Ejeksi fraksi

2. Kecepatan pengisian sistolik

15
3. Kecepatan pengosongan diastolik

4. Abnormalitas gerakan dinding

5. Perfusi miokard

6. Daerah iskemia koroner

7. Stunning miokard

B. Positron Emission Tomography Scanning

Merupakan perangkat diagnostik yang memperlihatkan perkembangann

gambaran fisiologis berdasarkan deteksi radiasi dari emisi positron. Positron

adalah partikel penting yang diemisikan dari senyawa radioaktif yang

diamsukkan ke dalam pasien. Gambar yang dihasilkan dapat membantu

mengevaluasi penyakit. PETS jantung membantu menentukan aliran darah dari

otot jantung, dan membantu mengevaluasi penyakit jantung koroner. Scanning

ini juga membantu menentukan daerah yang mengalami penurunan fungsi

jantung, yang bermanfaat pada tindakan seperti angioplasti atau CABG.8

2.5.6 Cardiac MRI dan CT

Menilai fraksi pengeluaran dan gerakan dinding, namun pemeriksaan

ini jarang direkomendasikan1.

2.5.7 Pemeriksaan Katerisasi Jantung

Tindakan invasif berikut dapat dilakukan terhadap pasien dengan gagal

jantung. Pemeriksaan kateterisasi jantung : kateterisasi sisi kiri bermanfaat

untuk menilai tekanan diastolik akhir dan kateterisasi sisi kanan bermanfaat

untuk menilai kejenuhan oksigen dan tekanan wedge arteri kapiler.8

16
A. Angiografi koroner

Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada pasien yang diduga menderita

iskemia jantung bersamaan dengan gagal jantung. Angiografi juga merupakan

cara pemeriksaan yang akurat untuk menentukan ejeksi fraksi.8

B. Biopsi endomiokard

Pemeriksaan ini perlu dilakukan ketika diagnosis mengarah pada

kecurigaan adanya kardiomiopati infiltratif, penyakit perikardia atau

miokarditis.8

2.5.8 Exercise Stress Test

Tes ini dapat dilakukan menggunakan obat seperti dipiridamol dan

dobutamin (pharmacological stress test) atau dengan olahraga (exercise stress

test).8

Exercise test bermanfaat untuk mengidentifikasi sisa iskemia pada

pasien dengan gagal jantung. Pasien gagal jantung mempunyai kemampuan

berolahraga yang rendah; dan konsumsi oksigen maksomal serta produksi

karbondioksida yang berhubungan dengan tingkat keparahan gagal jantung.

Selain itu, konsumsi oksigen maksimal adalah pertanda dari prognosis jangka

panjang. 8

2.5.9 Pemeriksaan Fungsi Paru

Pasien yang dicurigai gagal jantung disarankan melakukan pemeriksaan

fungsi paru untuk menhilangkan dugaan gangguan saluran nafas sebagai

penyabab kondisi kesulitan bernafas pada hasil diagnosis. Pada gagal jantung,

mungkin terdapat penurunan puncak kecepatan aliran ekspirasi dan volume

17
ekspirasi maksimal, namun demikian, ini tidak seberat penyakit saluran nafas

(puncak kecepatan aliran akspirasi < 200 L/menit).8

2.6 Diagnosis Gagal Jantung Akut

Gambar 2.2 Skema diagnostik pasien yang dicurigai gagal jantung

18
Tabel 2.6 Klasifikasi fungsional NYHA9
Tingkatan Berdasarkan Gejala dan Aktifitas
Kelas I Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik.
Aktifitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi
atau sesak napas.
Kelas II Terdapat batasan aktifitas ringan.
Tidak terdapat kluhan saat istirahat, namun aktifitas fisik sehari-
hari menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak napas.
Kelas III Terdapat batasan aktfitas bermakna.
Tidak terdapat keluhan saat istirahat, tetpi aktifitas fisik ringan
menyebabkan kelelahan, palpitai atau sesak napas.
Kelas IV Tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa keluha.
Terdapat gejala saat istirahat.
Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas.

2.7 Tatalaksana

2.7.1 Tatalaksana Awal Gagal Jantung Akut

Curiga Gagal Jantung Akut

Anamenesis Echo/ NP Saturasi O2


Pemeriksan Fisik Kimia darah Darah lengkap
X-ray dada EKG

Oksigenasi Aritmia Tekanan Sindrom Penyakit


/ ventilasi mengancam darah <85 Koroner vaskular/
sistemik jiwa/ mmHg/ Akut penyebab
inadekuat bradikardi syok mekanik

- O2 - Kardio - Inotropik - Reperfusi - Echo


- Ventilasi versi - Vaso koroner - Bedah/
non invasif elektrik presor - Anti intervensi
- ETT - Pacu trombotik perkutan
jantung

Gambar 2.3 Algoritma Terapi Awal Gagal Jantung Akut.11

19
Tata laksana awal gagal jantung dimulai dari ditemukannya kecurigaan

terhadap terjadinya gagal jantung, baik melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,

maupun pemeriksaan penunjang. Tata laksana awal diberikan sesuai hasil

temuan yang didapat baik dengan tujuan life saving maupun terapi kausatif

seperti pada algoritma di atas. Dimana Oksigen 2-4 liter/menit, Infus, dan

Monitor (OIM) menjadi terapi inisial di semua penderita.11

Pada penderita dengan gejala sesak nafas dan penurunan saturasi

oksigen, pemberian oksigen, tata laksana jalan nafas, maupun bantuan ventilasi

menjadi pilihan pertama. Pada penderita dengan gangguan konduksi jantung,

gangguan irama jantung, maupun laju kontraksi jantung, pemberian kardioversi

atau pemasangan alat pacu jantung menjadi pilihan terapi awal. 11

Pada penderita dengan timbulnya tanda syok kardiogenik, tata laksana

awal dimulai dari peningkatan volume darah dengan infus cairan, agen

inotropik untuk meningkatkan kontraksi jantung, serta pemberian vasopresor

untuk meningkatkan pre load dan pengisian ventrikel. Sedangkan pada

penderita dengan gejala Sindrom Koroner Akut (SKA), dilakukan penentuan

tipe SKA (STEMI, NSTEMI, atau UAP) segera, dilanjutkan pemberian terapi

farmakologis anti trombotik atau reperfusi menjadi pilihan terapi awal.11

Pada penderita gagal jantung yang disebabkan kelainan vaskular atau

penyebab mekanik lain, maka evaluasi dengan echo maupun intervensi

perkutan diperlukan untuk mencari kemungkinan penyebab gagal jantung

lain.11

20
2.7.2 Tatalaksana Non-Farmakologi Gagal Jantung Akut

1. Modifikasi gaya hidup

a. Pembatasan asupan cairan maksimal 1,5 liter (ringan) , maksimal 1 liter

(berat).

b. Pembatasan asupan garam maksimal 2 gr/hari (ringan), maksimal 1 gr/hari

(berat).

c. Berhenti merokok dan berhenti mengonsumsi alkohol.3

2. Aktifitas fisik

a. Pada kondisi akut berat : tirah baring.

b. Pada kondisi sedang atau ringan: batasi beban kerja sampai 70 % - 80%

dari deyut nadi maksimal.3

2.7.3 Tatalaksana Farmakologi Gagal Jantung Akut

Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi

morbiditas dan mortalitas. Beberapa pilihan terapi farmakologis yang bisa

diberikan diantaranya:

1. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)

Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal

jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. ACEI kadang-

kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi

simtomatik, batuk dan angioedema. Oleh sebab itu ACEI hanya diberikan pada

pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.1

21
2. Penyekat Β

Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien

gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Indikasi

pemberian penyekat β bila fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, gejala ringan

sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA), ACEI atau ARB (dan antagonis

aldosteron jika indikasi) sudah diberikan, dan pasien stabil secara klinis.1

3. Antagonis Aldosteron

Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil

harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan

gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa

hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Indikasi pemberian antagonis

aldosteron adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, gejala sedang sampai berat

(kelas fungsional III- IV NYHA), dan dosis optimal penyekat β dan ACEI atau

ARB.1

Tabel 2.7 Dosis Obat Untuk Gagal Jantung

22
4. Hydralazine Dan Isosorbide Dinitrate (H-ISDN)

Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %,

kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap

ACEI dan ARB, sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis

aldosteron tidak dapat ditoleransi, atau jika gejala pasien menetap walaupun

sudah diterapi dengan ACEI, penyekat β dan ARB atau antagonis aldosteron.

Dosis awal: hydralazine 12,5 mg dan ISDN 10 mg, 2-3 x/hari. Jika

toleransi baik, setelah 2-4 minggu, dosis dititrasi naik sampai dosis target

(hydralazine 50 mg dan ISDN 20 mg, 3-4 x/hari).1

5. Digoksin

Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat

digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain

(seperti penyekat beta) lebih diutamakan. Digoksin juga diindikasikan pada

pasien gagal jantung simtomatik, dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %

dengan irama sinus dan gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV

NYHA).

Dosis awal: digoksin 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal

normal. Pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal, dosis diturunkan

menjadi 0,125 atau 0,0625 mg, 1 x/hari.1

23
Tabel 2.8 Diuretik Pada Gagal Jantung

6. Diuretik

Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda

klinis atau gejala kongesti.Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk

mencapai status euvolemia (wet and warm) dengan dosis yang serendah

mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari

dehidrasi atau reistensi.1

2.8 Prognosis

Prognosis gagal jantung akut tergantung dari penyebabnya. Prognosis

dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat

diperbaiki. Prognosis gagal jantung akut juga tergantung dari waktu

penanganan dan ketepatan tatalaksana. Jika gagal jantung akut tidak

ditatalaksana dengan baik dapat berlanjut kepada tingkat gagal jantung yang

lebih berat. Gagal jantung yang telah berlanjut ke tingkat yang lebih berat

meskipun telah mendapatkan terapi yang maksimal tidak dapat dikembalikan

lagi pada kondisi yang lebih baik seperti pada keadaan sebelumnya.1

24
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Gagal jantung merupakan manifestasi terberat dan terakhir dari hampir

semua penyakit jantung, termasuk coronary atherosclerosis, myocardial

infraction, valvular disease, hypertension, congenital heart disease dan

cardiomyopathy.

2. Mekanisme kegagalan pompa, obstruksi aliran, regurgitasi, dan gangguan

konduksi dapat menyebabkan kegagalan pada jantung.

3. Diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas dan

mortalitas.

4. Terapi farmakologis yang dapat diberikan di antaranya ACEI, Beta blocker,

antagonis alldosteron, hidralazine, ISDN, digoksin dan diuretik.

5. Prognosis gagal jantung tergantung dari penyebab, waktu penanganan, dan

ketepatan tatalaksana. Jika gagal jantung akut tidak ditatalaksana dengan baik

dapat berlanjut kepada tingkat gagal jantung yang lebih berat.

3.2 Saran

Untuk mengetahui lebih jauh dan lebih banyak bahkan lebih lengkap

tentang gagal jantung akut, pembaca dapat membaca dan mempelajari buku –

buku, jurnal-jurnal terbaru yang berhubungan dengan gagal jantung akut. Disini

penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari

sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun dan

menyempurnakan penulisan makalah – makalah selanjutnya sangat diharapkan.

25
Daftar Pustaka

1. Siswanto BB, Hersunarti N, Erwinanto, Barack R, Pratikto RS, Nauli


SE, dkk. Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung. PERKI; 2015:1-40.
2. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease five edition. Lippincote &
Wilkins; 2011:216-217.
3. Menteri Kesehatan RI. Permenkes No 5 Tahun 2014 : Panduan Praktik
Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer; 2014: 196.
4. American Heart Association. Heart Disease and Stroke Statistic-2004
Update. Dallas, TX: American Heart Association: 2003.
5. Dewi WK. 2009. Hubungan antara Riwayat Gagal Ginjal Kronik
dengan Mortalitas di Rumah Sakit pada Pasien dengan Diagnosis Gagal
Ginjal Akut di Lima Rumah Sakit di Indonesia pada Desember 2005 –
Desember 2006. Skripsi. Jakarta. Program Studi Pendidikan Dokter
Umum Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Manurung D. 2010. Tata Laksana Gagal Jantung Akut. Dalam (Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S ed). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta: InternaPublishing, 1515-9.
7. Ural D, Cavusoglu Y, Eren M, Karauzum K, Temizhan A, Yilmaz BM.
Diagnosis and management of acute heart failure. Anatol J Cardiol
(2015). 15: 860-89.
8. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure 2008. European Heart Journal (2008) 29. 2388-2442.
9. New York Heart Association. Functional classification of heart failure.
Available at: www.heart.org/HEARTORG/Conditions/. Diakses 19
Desember 2017.
10. Permenkes No 5 Tahun 2014: Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2014.
11. McMurray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, et al. ESC Guidelines for
the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2012: The Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and
Chronic Heart Failure 2012 of the European Society of Cardiology.
Developed in collaboration with the Heart. Eur Heart J 2012; 33:
1787–1847
12. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, et al. The Task Force for
the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure of the
European Society of Cardiology (ESC). 2016 ESC Guidelines for
the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. Eur
Heart J 2016; 37:2129-200.

26

Anda mungkin juga menyukai