Anda di halaman 1dari 28

DEPARTEMEN ANESTESI LAPORAN KASUS

TERAPI INTENSIF DAN FEBRUARI 2018


MANAJEMEN NYERI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

TERAPI CAIRAN

DISUSUN OLEH:
Nurindayanti
C111 13 031

SUPERVISOR PEMBIMBING :
dr. Alamsyah A. A. Husain, Sp.An

RESIDEN PEMBIMBING :
dr. Tekad Ariffianto

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ANESTESI TERAPI INTENSIF
DAN MANAJEMEN NYERI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

1
HALAMAN PENGESAHAN

Berikut nama dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nurindayanti
NIM : C11113031
Judul Lapsus : Terapi Cairan

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada


Departemen Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Februari 2018

Residen Pembimbing Coass

dr. Tekad Ariffianto Nurindayanti

Mengetahui,
Supervisor Pembimbing

dr. Alamsyah A. A. Husain, Sp.An

2
BAB I
PENDAHULUAN

Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu


interior dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau
koloid (plasma ekspander) secara intravena. Tujuan utama terapi cairan
perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra bedah, selama pembedahan dan
pasca bedah diamana saluran pencernaan belum berfungsi secara optimal
disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal harian. Terapi dinilai berhasil
apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi
atau tanda-tanda kelebihan cairan berupa edema paru dan gagal nafas.1,2

Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang


kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai
penyakit primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan
yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Pada periode
pasca bedah kadang-kadang perdarahan dan atau kehilangan cairan (dehidrasi)
masih berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian khusus. Puasa pra-
bedah selama 12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan (air dan
elektrolit) sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa.1,3,4

Gejala dari defisit cairan ini belum dapat dideskripsikan, tetapi termasuk
di dalamnya adalah rasa haus, perasaan mengantuk, dan pusing kepala.1,5 Gejala
dehidrasi ringan ini dapat memberikan kontribusi terhadap memanjangnya waktu
perawatan di rumah sakit yang terlihat dari penelitian 17638 pasien dengan hasil
bahwa rasa kantuk dan pusing kepala pasca bedah merupakan faktor prediktor
yang berdiri sendiri terhadap bertambah lamanya waktu perawatan pasca bedah.6

3
BAB II
STATUS PASIEN
2.1. Identitas
Nama : Ny. J
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 22-06-1979
Umur : 38 tahun
Alamat : Kel. Lauru
Agama : Islam
Status : Kawin
Pekerjaan : PNS
Pendidikan Terakhir : SMA
Penjamin : BPJS
No. Rekam Medis : 831414
Tanggal pemeriksaan : 1 Februari 2018

2.2.Anamnesis
 Keluhan Utama : Benjolan di perut kanan bawah
 Riwayat Penyakit Sekarang: Dialami sejak 4 bulan yang lalu sebelum
masuk IGD rumah sakit wahidin. Kadang-kadang disertai nyeri. Nyeri
dirasakan hilang timbul dan memberat terutama saat haid. Haid teratur
tiap bulam, lama 5-7 hari, ganti pembalut 3-4 kali sehari. Hari pertama
menstruasi terakhir 15/01.2018. Riwayat demam tidak ada. Riwayat
mual dan muntah tidak ada. Riwayat sesak tidak ada, riwayat batuk
tidak ada. BAB normal, BAK sering, frekuensi sedikit.
 Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat alergi (-), riwayat hipertensi (-),
riwayat Penyakit jantung (-), riwayat DM (-), riwayat keputihan (-).
 Riwayat Pengobatan: Riwayat mengkonsumsi obat-obat antihipertensi
(-), riwayat mengkonsumsi obat-obatan anti diabetes mellitus (-),
riwayat mengkonsumsi obat-obat antidiuretic (-), riwayat
mengkonsumsi obat-obatan penyakit jantung (-).

4
 Riwayat Kebiasaan : Konsumsi alkohol (-), merokok (-)
 Riwayat Konsumsi Makanan dan Minuman terakhir : Pukul 20.00
(tanggal 31 Januari 2018) makanan nasi,sayur, ikan . Pukul 20.00
(tanggal 31 Januari 2018) minum air putih.

2.3.Pemeriksaan fisik
 Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Laju nafas : 18 x/menit
Nadi : 76x/menit
Suhu : 36,8 °C
Saturasi : 99 %
NRS : 4/10
Antropometri
Berat badan : 53 kg
Tinggi badan : 149 cm
BMI : 23,9 kg/m2

 Primary Survey
 B1:RR: 18x/menit, Rhonki-/-, Wheezing -/-, SpO2: 99%
 B2:TD 120/80 mmHg, N 76 x/menit regular, kuat angkat.
 B3:GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor ∅2,5mm/2,5mm, RC +/+,
suhu Axilla 36,8 °C, NRS 4/10
 B4: urin spontan, produksi sulit dinilai
 B5: Datar, peristaltik (+) kesan normal, timpani.
 B6: Edema (-/-), fraktur (-/-).

5
 Secondary survey
 Kepala dan leher : anemis (-/-), ikterik (-/-), pembesaran KGB (-),
deviasi trachea (-)
 Thorax
o Paru :
 Inspeksi : Pergerakan dada simetris, D=S
 Palpasi : Fremitus raba simetiris, D=S
 Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
 Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
o Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V MCL (S)
 Perkusi :
 Batas jantung kanan : ICS III PSL (D)
 Batas jantung kiri : ICS V MCL (S)
 Auskultasi : S1/S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
o Inspeksi : tampak benjolan di region iliaca dextra
o Palpasi : teraba massa di regio inguinal dextra, ukuran 7 x 8
cm, mobile, permukaan rata, berbatas tegas, nyeri tekan (-)
o Perkusi : timpani
o Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
 Ekstremitas : fraktur (-), edema (-)

6
2.4.Pemeriksaan penunjang
Laboratorium (31 Januari 2018)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

WBC 8x103 4,00-10,00 x 103

RBC 4,4 x 10 6/mm3 4,00- 6,00 6/mm3

HGB 11,1 g/dl 12,0-16,0 g/dl

HCT 38 % 37,0-48,0 %

PLT 390 x 103/m3 150-400 x 103/m3

PT 10,3 10,0 – 14,0 detik

INR 0,94 -

APTT 25,3 22,0-30,0


GDS 89 140

SGOT/SGPT 19 / 15 <38/ <41

Ur/Cr 14 / 0.6 10-50/ <1,1

Na / K / Cl 141 / 4.2 / 105 138-145/3,5-5,1/97-111

HbsAg Non Reaktif Non Reaktif

USG Whole Abdomen (30 Januari 2018)


Kesan: Kista Ovarium Dextra 7 x 8 cm

2.5.Diagnosis pre-operatif :
Tanggal operasi : 01 Februari 2018
Diagnose pra-bedah : Kista Ovarium Kanan
ASA : ASA PS 2E
Tindakan Operasi : Laparascopy Operatif + Adhesiolisis
Ahli bedah : Dr. dr. Nusratuddin Abdullah, Sp.OG (K)
Ahli Anestesi : dr. Ari Santri Palinrungi, M.Kes, Sp.An

7
Lama operasi : 1 jam 20 menit
Lama Anestesi : 1 jam 30 menit
Rencana Anestesi : Subarachnoid Block + Sedasi

Tatalaksana pre - operatif


 Pasang IV catheter 18G di tangan kiri
 Siapkan PRC 1 Unit
 maintenance RL 88 ml/jam
 Puasa mulai pukul 20.00
 Injeksi antibiotik profilaksis ceftriaxone 1 gr / intravena 1
jam sebelum operasi
 Monitoring urine per jam
 Dorong ke Kamar Operasi 30 menit sebelum jadwal.

2.6.Intraoperatif
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 70 x / menit
Pernapasan : 18 x / menit
Suhu : 36,6o C
NRS : 0/10
 Prosedur anestesi yang dilakukan : Subarachnoid Block + Sedasi
 Perdarahan selama operasi : 200 cc
 Urine output selama operasi : 100 cc

2.7.Post operatif
 Tekanan darah : 120 / 80 mmHg
Nadi : 64 x / menit
Pernapasan : 18 x / menit, oksigen via nasal kanul 4 lpm
Suhu : 36,8o C
NRS : 2/10

8
2.8.Pembahasan
Pasien perempuan 38 tahun masuk Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
dengan keluhan benjolan di perut kanan bawah dialami sejak 4 bulan yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Kadang-kadang disertai nyeri. Nyeri dirasakan
hilang timbul dan memberat terutama saat haid. Haid teratur tiap bulan, lama 5-7
hari, ganti pembalut 3-4 kali sehari. Hari pertama menstruasi terakhir 15/01/2018.
BAK sering frekuensi sedikit. Riwayat alergi obat/makanan tidak ada. Riwayat
hipertensi tidak ada. Riwayat diabetes mellitus dan penyakit jantung tidak ada.
Riwayat berobat sebelumnya tidak ada. Riwayat operasi sebelumnya tidak ada.

Keadaan pasien keadaan umum sakit sedang dengan GCS 15 (E4M6V5),


dengan tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 76x/menit dan suhu 36,8⁰C, saturasi
oksigen 99% dan pernapasan pasien dengan pernafasan 18x/menit. Pada
pemeriksaan primary survey dalam batas normal. Pada secondary survey
didapatkan pada regio abdomen, tampak benjolan pada region inguinal dextra dan
dari palpasi teraba massa pada region inguinal dextra ukuran 7 x8 cm, mobile,
permukaan rata, berbatas tegas. Pemeriksaan fisis lainnya dalam batas normal.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil darah rutin normal.


Pada pemeriksaan USG whole abdomen didapatkan kesan kistik ovarium dextra
ukuran 7 x 8 cm.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, maka pasien tersebut


didiagnosa Kista Ovarium Dextra dan pasien masuk dalam kategori ASA kelas
2E. Pada pasien ini dimana dilakukan laparascopy eksplorasi untuk evakuasi kista
dan drainase perdarahan yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak
saat operasi berlangsung. Maka telah terhitung MABL (maximum allowable blood
loss) berdasarkan:

9
Kalkulasi MABL: Hi= inisial hematokrit
EBV : Berat Badan (kg) x Rata-rata volume darah (ml/kg) Hf= final hematokrit

EBV : 53 kg x 75 ml/kg = 3975 ml EBV=Estimated Blood Volume

ABL = [EBV x (Hi-Hf)]/Hi


ABL = [3975 x ( 42 – 25)]/ 42 = 1.608 ml

Kebutuhan cairan : (BB: 53kg)


Perempuan : BB x 35 ml/24 jam = 53 x 35 ml/24 jam
1.855 ml/24 jam = 77 ml/jam
Menggunakan transfusi set : (77 ml x 15 tetes)/ 60menit  19 tetes per menit

Pergantian kehilangan cairan intraoperatif :


8ml/kg x 53 kg = 424 ml/jam
Maintenance cairan + 424 ml/jam = 77 + 424 ml/jam = 501 ml/jam

Pada pasien ini estimasi jumlah maksimum darah yang dibenarkan hilang
selama operasi sebanyak 1/608 ml tanpa memerlukan transfusi darah dan hanya
cukup dengan gantian cairan kristaloid atau koloid.

Pada pasien ini dilakukan laparascopy operatif, pergantian kehilangan


cairan akibat operasi ditambah dengan 8 ml/kg (operasi berat) maka ditambah
cairan sebanyak 501 ml selama operasi berlansung (1 jam 20 menit)

Pada pasien ini estimasi output perdarahan adalah 200 ml maka diganti
dengan cairan kristaloid 600 ml selama operasi berlansung.

Urine output pada pasien ini adalah 100 ml selama operasi berlansung,
sudah melebihi minimal urine output yaitu 0.5 – 1 ml/kgbb/jam.

BAB III

10
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Cairan Tubuh


Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat
berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada
saat bayi lahir sekitar 75% berat badan, usia 1 bulan 65%, dewasa pria 60% dan
wanita 50% , sisanya ialah zat padat seperti protein, lemak, karbohidrat dan lain –
lainnya. Air didalam tubuh di berada di beberapa ruangan intraseluler 40%,
ekstraseluler 20%. Ekstraseluler dibagi lagi menjadi antarsel(interstitial) 15% dan
plasma 5%. Cairan antarsel khusus disebut cairan transeluler misalnya cairan
serebrospinal, cairan persendian, cairan peritoneum dan lain – lainnya. 9

Variasi terkait umur terhadap jumlah cairan dalam tubuh.13

Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan
tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah,
maka resiko penderita menjadi lebih besar.1

11
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular
dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi
menjadi cairan intravaskular dan intersisial.5

Cairan intraselluler dan ekstraselluler14


- Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang
dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular
(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70
kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya
merupakan cairan intraselular.5
- Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan
ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar
setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,
jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total.
Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata
70kg.5
Cairan ekstraselular dibagi menjadi: 5
o Cairan Interstitial

12
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12
liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi
baru lahir dibandingkan orang dewasa. 5
o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume
plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya
merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan
platelet.5
o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi
saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah
sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari
ruang transeluler.5

Cairan Tubuh13

13
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.5
a. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion).
Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam
miliekuivalen).5
o Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem
pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan
potassium ini.
o Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat
(HCO3 -), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat
(PO4 3-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial
pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari
cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.5
1. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-
145mEq/liter.Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)

14
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-
180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap
hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara ruang
intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh
banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas
maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan
air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan
interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari
dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.7
2. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-
ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan
protein didalam sel. 7
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3
mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+
ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter
dan keringat 10 mEq/liter. 7
3. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme
kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis,
ovarium, dan hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan +
1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.7
4. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces. 7

15
5. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu
hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal.
Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat
dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan
asam basa. 7
b. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan.
Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.5

Komposisi cairan intraselluler dan ekstraselluler.13

Proses Pergerakan Cairan Tubuh


Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak
membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi.

16
Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme
transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP. 5,7,8
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju
larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan
kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh
kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat
dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.5,7,8
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan
osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer
laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik
(akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik. 7,8
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan
hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-
pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan
hidrostatik.5,7,8
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion
natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion
kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk
mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel. 5,7,8

Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal


Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah
oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya
cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal.9 Pada keadaan normal,
seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam

17
bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan ratarata 250 ml
dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak
disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.
Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme
oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari,
cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari
makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi
dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang
dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6
ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan
bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1
derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang
banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru-
paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastointestinal (100-200
ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di
traktus gastrointestinal), third-space loses.5

Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif2,13,14


Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan
pemberian cairan perioperatif, yaitu :
1. Kebutuhan Normal Cairan Dan Elektrolit Harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan
elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat
pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan
pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. Cairan
yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak
dibandingkan elektrolit).
2. Defisit Cairan Dan Elektrolit Pra Bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita
bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali

18
menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan,
translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan
meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan
berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera
diganti sebelum dilakukan pembedahan.
3. Kehilangan Cairan Saat Pembedahan
a. Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
 Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah
(suction pump).
 Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah
pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung 10
ml darah, sedangkan tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap
darah 100-10 ml.
Dalam praktek jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa ditentukan
berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis
penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar
hemoglobin dan hematokrit berulang- ulang (serial). Pemeriksaan kadar
hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma terhadap
eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah
bila pada luka operasi digunakan cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya
darah yang mengenai kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.
b. Kehilangan Cairan Lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol
dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi
cairan internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih
banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama.
Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang
ketiga atau sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan
intravaskuler. Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat
mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan

19
ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion
fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang
terjadi tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat
merugikan secara fungsional cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan
juga dapat merugikan fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.
4. Gangguan Fungsi Ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
 Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.
 Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh
meningkatnya kadar aldosteron.
 Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan
terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting
tubules) meningkat.
 Ginjal tidak mampu mengekskresikan ‘free water´ atau untuk
menghasilkan urin Hipotonis

Penatalaksanaan Terapi
1. Cairan Pra Bedah
Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi
anestesi untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut.
Penilaian status cairan ini didapat dari :
 Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing
terakhir, jumlah dan warnya.
 Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda obyektif
dari status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit,
abdomen, mata dan mukosa.
 Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit,
hemoglobin dan protein.
Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang
terjadi.

20
 Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya
meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara
serius. Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB
(1500 ml air).
 Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat
dan lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.
 Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi,
terjadi pada kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan penggantian cairan
dan elektrolit biasanya menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15
% BB atau lebih.
Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan pemeliharaan, pada
dewasa 2 ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1 ml/kgBB untuk berat badan
lebih dari 20 kg. Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB I, ditambah 2 ml/kg
untuk 10 kgBB II, dan ditambah 1 ml/kg untuk berat badan sisanya. Kecuali
penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi
tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5-1 ml/kgBB.

2. Cairan Selama Pembedahan9,10


Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan dan
penggantian sisa defisit pra operasi ditambah cairan yang hilang selama
operasi. Berdasarkan beratnya trauma pembedahan dikenal pemberian cairan
pada trauma ringan, sedang dan berat. Pembedahan akan menyebabkan cairan
pindah keruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk
menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan. 6 – 8 ml/kg untuk
bedah besar, 2 – 4 ml/kg untuk bedah sedang, dan 2 – 4 ml/kg untuk bedah
kecil.9,10
Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat diberikan
kristaloid atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena anemia. Pada
keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi sel darah merah
untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun hematokrit pada

21
level aman, yaitu Hb 7 – 10 g/dl atau Hct 21 – 30%. 20 – 25% pada individu
sehat atau anemia kronis. 10
Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan nilai
hematokrit dan EBV. EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85
ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB,
perempuan 65 ml/kgBB. 10
Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct menjadi
30% dapat dihitung sebagai berikut : 10
 EBV
 Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV preop)
 Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%)
 Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop – RBVC
30%)
 Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3
Transfusi dilakukan jika perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3.

Klasifikasi Syok Akibat Perdarahan : 11

Memperkirakan kehilangan darah ini diperumit oleh beberapa faktor,


termasuk kehilangan kencing dan perkembangan edema jaringan. Untuk
membantu memandu penggantian volume, perdarahan dapat dibagi menjadi
empat kelas. Kelas I adalah keadaan tidak syok, seperti terjadi saat

22
menyumbangkan satu unit darah, sedangkan kelas IV adalah keadaan syok yang
memerlukan terapi segera. Pendarahan massal dapat didefinisikan sebagai
hilangnya EBV total dalam periode 24 jam, atau kehilangan setengah dari EBV
dalam periode 3 jam. 11

3. Cairan Paska Bedah10


Terapi cairan paska bedah ditujukan untuk :
 Memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi.
 Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung,
febris).
 Melanjutkan penggantian defisit prabedah dan selama pembedahan.
 Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan.
Nutrisi parenteral bertujuan menyediakan nutrisi lengkap, yaitu kalori,
protein dan lemak termasuk unsur penunjang nutrisi elektrolit, vitamin dan
trace element. Pemberian kalori sampai 40 – 50 Kcal/kg dengan protein
0,2 – 0,24 N/kg. Nutrisi parenteral ini penting, karena pada penderita
paska bedah yang tidak mendapat nutrisi sama sekali akan kehilangan
protein 75 – 125 gr/hari. Hipoalbuminemia menyebabkan edema jaringan,
infeksi dan dehisensi luka operasi, terjadi penurunan enzym pencernaan
yang menyulitkan proses realimentasi.10

Macam-macam Cairan yang Dapat Digunakan dalam Terapi Cairan2

1. Cairan Kristaloid 2,10


Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di
setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan
alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. 2
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid)
ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit
volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar

23
20-30 menit. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah
sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema
perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema
jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian lain
menunjukkan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan
timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan
juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial. 2,10
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan
untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir
menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut
akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid
lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih
dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis)
dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida. 10

2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute´ atau plasma expander´. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan
cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang
intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan
secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita
dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka
bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid: 10
1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10

24
jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma
selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta
globulin.Prekallikrein activators (Hageman’s factor fragments) seringkali
terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh
sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma seringkali
menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler. 10

2. Koloid Sintesis yaitu:


 Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran
70(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostocmesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan
dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat
sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah.
Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat
mengurangiplatelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII,
meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran
melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggucro match, waktu perdarahan
memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit)
terlebih dahulu.10
 Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 ± 1.000.000, rata-
rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat
urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid
ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar
serum amilase ( walau jarang).Low molecullar weight Hydroxylethyl starch
(Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma
hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam.

25
Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan
toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch
dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat. 10
 Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-
rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin,
yaitu:10
- Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin ,merupakan plasma expanders dan banyak digunakan
pada penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(jarang) terutama dari golonganurea linked gelatin

26
BAB IV

KESIMPULAN
1. Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interiur
dalam batas-batas fisiologis.
2. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang
umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor
preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
3. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan
elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.
4. Selama pembedahan dapat terjadi kehilangan cairan melalui perdarahan dan
kehilangan cairan lainnya, seperti translokasi internal dan evaporasi.
5. Terapi cairan perioperatif meliputi pemberian cairan prabedah, selama bedah
dan pasca bedah.
6. Cairan yang dapat digunakan yaitu kristaloid (tanpa tekanan onkotik), koloid
(memiliki tekanan onkotik) dan darah.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. IndianJ.Anaesh.2003;


47(5):380-387.
2. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative
dehydrationdoesit improve outcome. Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46:
1089-93
3. Keane PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect on
recovery from anaesthesia. 1986; 41: 635-7.
4. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri:Elsevier-mosby; 2005.p3-227
5. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania:
W.B.saunders company; 1997: 375-393
6. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed.
Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.
7. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New
york:McGraw-Hill; 1999:53-70.
8. Silbernagl F, Lang F. Color atlas of pathophysiology. Stuttgart: Thieme;
2000: 122-3.
9. Said A., Kartini S., M. Ruswan D. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif; 2010:133 – 140
10. John. F. B, David. M.C, John. D. W. Clinical Anesthesiology.Fifth Edition;
2013; 1161 – 1169
11. Guillermo G., David R., Marian E. Clinical Review ; Hemorrhagic shock ;
2004 from (https://ccforum.biomedcentral.com/articles/10.1186/cc2851)
12. Anesthesia UK, Body fluid compartments; 2012
(http://www.frca.co.uk/article.aspx?articleid=289)
13. Miller R., Conhen L., Errikson L., Miller’s Anesthesia; Eight Edition; 2015 ;
1767-1785
14. Penstate Elberly College of Science University ; Body Fluid Compartments;
2017 (https://online.science.psu.edu/bisc004_activeup002/node/5421)

28

Anda mungkin juga menyukai