Disusun oleh :
Pembimbing:
i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
HIPOGLIKEMIA
Oleh:
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Hipoglikemia.
Dikesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Yeni Marlina, Sp.PD, selaku pembimbing yang telah berkenan memberikan
bimbingan dalam penyelesainan laporan kasus ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................35
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. M
Umur : 80 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Airbara
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
MRS : 21 Februari 2014
B. ANAMNESIS ( Alloanamnesis)
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran ± sejak 2 jam SMRS
Pasien terakhir dirawat di RS Depati Hamzah karena pada kaki kanan pasien
terdapat luka, namun keluhan tersebut sudah membaik. Selama pasien mengalami
kencing manis, pasien tidak rutin berobat, pasien hanya berobat jika timbul keluhan.
2
Riwayat Penyakit Dahulu
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : Sopor koma (GCS 4-5)
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 72x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 22 x/menit
Temperatur : 36,6 oC
Pemeriksaan Fisik
Kepala : normocephal
Rambut : putih, tidak mudah dicabut
Mata : pupil bulat, isokor, RC +/+ N, konjungtiva anemis -/-,
sklera ikterik -/-, edema palpebra (-/-)
Telinga : sekret (-/-), darah (-/-)
Hidung : sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : bibir kering (-), stomatitis (-), sianosis (-), gusi berdarah (-)
Thoraks
3
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk simetris, retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : pulsasi (+), iktus cordis (+).
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea parasternal, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : HR 72 x/menit, BJ I dan II normal, reguler, murmur (-), gallop
(-)
Abdomen
Inspeksi : Rata
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Hepatomegali (-), Splenomegali (-), Ballotement (-/-)
Extremitas : akral dingin, edema pitting -/- clubbing finger (-/-), terdapat
luka terbuka pada punggung kaki kanan,dasar luka jaringan,pus(-),darah (-), disekitar
luka terdapat jaringan yang berwarna merah (perbaikan)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hematologi rutin
HB : 11,8 gr/dl
Leukosit : 12.100/ mm3
Trombosit : 215.000/ mm3
Kimia darah
Ureum : 34 mg/dl
Creatinin : 1,0 mg/dl
4
GDS : 28 mg/dl
E. RESUME
Pasien laki-laki umur 80 tahun diantar keluarganya ke RS dengan keluhan utama
penurunan kesadaran sejak + 2 jam SMRS. Penurunan kesdaran setelah
mengkonsumsi ADO yang diberikan oleh petugas kesehatan saat berobat. Pasien
sebelumnya pernah di rawat di RS Depati Hamzah karena terdapat ulkus pada kaki
sebelah kanan dan keluhan membaik. Pasien memiliki riwayat DM ± sejak 5 tahun
dan tidak rutin berobat.
- GDS : 28 mg/dl
F. DIAGNOSIS KERJA
- Hipoglikemia e.c ADO (Glibenclamide 5mg)
- Ulkus diabetikum et regio dorsalis pedis dextra
G. PENATALAKSANAAN
- O2 2-3 lpm
- IVFD D 10 % XXX tpm
- Bolus D 40 2 flakon
H. RENCANA PEMERIKSAAN
- Cek GDS secara berkala setelah pemberian D40 (berdasarkan protokol PAPDI)
5
- WT setiap hari
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad sanam : dubia
Quo ad functionam : dubia
Follow up:
S : : lemas
Ket tambahan : lemas , batuk, GDS 45 mg/dl, terapi sama dengan terapi yang
sebelumnya. Dan ditambahkan ambroxol 3 x 1 C, edukasi untuk asupan makanan
yang cukup (pkl 16 :00 WIB).
Tanggal 23/02/2014
6
A : Hipoglikemia pada DM tipe 2 + Ulkus Diabetikum et regio Dorsalis Pedis Dextra
Tanggal 24/02/2104
P:
- IVFD D10% XX tpm
- O2 dengan sungkup 8-10 lpm
- Ceftriaxon inj.1x 2 gr
- Dexameyhasone inj 2 x 1 amp
- Ranitidine 2 x 1 amp
- Farmadol drip
- Rencana pemasangan NGT, diet cair 1500 kalori,
- Observasi TTV dan GDS /jam
Keterangan : Pasien disarankan dirujuk untuk di rawat di ruang ICU namun keluarga
pasien menolak.
Tanggal 25 /02/2014
S : lemas, batuk ,
7
O : TD : 90/60 mmHg,HR 72 x/m, RR 26x/mnt, T 37,3 C, Apatis, Thorax : Rh +/+
GDS 250 mg/dl.
P:
- IVFD D5% XX tpm
- O2 3 lpm
- Ceftriaxon inj.1x 2 gr
- Dexameyhasone inj 2 x 1 amp
- Ranitidine 2 x 1 amp
- Diet cair 1500 kalori
- Observasi TTV dan GDS
Tanggal 26 /02/2014
S : lemas, batuk
P:
- IVFD D5% XX tpm
- O2 3 lpm
- Ceftriaxon inj.1x 2 gr
- Dexameyhasone inj 2 x 1 amp
- Ranitidine 2 x 1 amp
- Diet cair 1500 kalori
- Observasi TTV dan GDS
Tanggal 27/02/2012
8
Pasien di observasi,apneu pada pkl 08:00
Follow Up GDS
9
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dl, atau kadar
glukosa darah < 80 mg/dl dengan gejala klinis.
B. Epidemiologi
C. Etiologi
11
Hipoglikemia biasanya dibagi menjadi hipoglikemia pasca-makan (reaktif),
hipoglikemia puasa, dan hipoglikemia pada pasien rawat inap. Hipoglikemia pasca-
makan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme pencernaan, intoleransi fruktosa
herediter, galaktosemia, sensitivitas leusin, dan idiopatik. Pada hipoglikemia puasa
penyebab utamanya adalah kurangnya produksi glukosa atau karena penggunaan
glukosa yang berlebihan, sedangkan pada hipoglikemia pasien rawat inap paling
lazim disebabkan oleh penggunaan obat (Longo, 2011).
12
penyebab hipoglikemia puasa adalah kurangnya produksi glukosa yang terjadi pada
kasus hipoglikemia ketotik pada bayi, malnutrisi berat, penyusutan otot, dan
kehamilan lanjut. Penyakit hati kongenital yang menyebabkan hipoglikemia puasa
karena kurangnya produksi glukosa dapat berupa kongesti hati, hepatitis berat,
sirosis, uremia, dan hipotermia. Penggunaan obat seperti alkohol, propranolol, dan
salisilat juga dapat menyebabkan hipoglikemia puasa akibat produksi glukosa yang
berkurang. Pada hipoglikemia puasa akibat penggunaan glukosa berlebihan dapat
disebabkan oleh hiperinsulinisme atau pada kadar insulin memadai tetapi terdapat
kelainan lain di luar pankreas. Hiperinsulinisme disebabkan karena adanya
insulinoma, insulin eksogen, sulfonilurea, penyakit imun dengan insulin atau
antibodi reseptor insulin, dan mengkonsumsi obat-obatan seperti kuinin pada
malaria falciparum, disopiramid, dan pentamidin serta dapat disebabkan oleh syok
endotoksik. Pada kasus kadar insulin memadai tetapi terjadi hipoglikemia adalah
akibat pemakaian glukosa berlebih, dapat disebabkan oleh tumor ekstrapankreas,
defisiensi karnitin sistemik, defisiensi enzim oksidasi lemak, defisiensi 3-hidroksi-3-
metilglutaril-CoA liase, dan kakeksia dengan penipisan lemak (Longo, 2011).
13
D. Patogenesis
Produksi glukosa
Pengeluaran insulin yang tidak seimbang
berlebihan dan dengan kebutuhan
penyerapan glukosa yang
kurang
E. Patofisiologi
14
Hipoglikemia dapat terjadi ketika kadar insulin dalam tubuh berlebihan.
Terkadang kondisi berlebih ini merupakan sebuah kondisi yang terjadi setelah
melakukan terapi diabetes mellitus. Selain itu, hipoglikemia juga dapat disebabkan
antibodi pengikat insulin, yang dapat mengakibatkan tertundanya pelepasan insulin
dari tubuh. Selain itu, hipoglikemia dapat terjadi karena malproduksi insulin dari
pankreas ketika terdapat tumor pankreas. Setelah hipoglikemia terjadi, efek yang
paling banyak terjadi adalah naiknya nafsu makan dan stimulasi masif dari saraf
simpatik yang menyebabkan takikardi, berkeringat, dan tremor (Silbernagl dan
Lang, 2010).
15
Gambar 1. Mekanisme regulasi glukosa pada tubuh manusia (Cryer, 2011).
F. Penegakkan Diagnosis
16
- Stadium gangguan otak berat : tidak sadar,dengan atau tanpa kejang.
Anamnesis :
G. Terapi
- Berikan gula murni 30 gr (2 Sdm) atau sirup/permen gula murni (bukan pemanis
pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung
karbohidrat.
- Pertahankan gula darah sekitar 200 mg/dl (bila sbelumnya tidak sadar)
- Cari penyebab
Stadium lanjut ( koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia):
17
- Bila GDS < 50 mg/dl : bolus Dekstrosa 40% 50 ml IV
5. Bila GDS > 100mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS setiap 2
jam, dengan protokol sesuai diatas. Bila GDS > 200 mg/dl pertimbankan
mengganti infus dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9 %.
6. Bila GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS tiap 4
jam, dengan protokol sesuai diatas. Bila GDS > 200 mg/dl pertimbankan
mengganti infus dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9 %.
7. Bila GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam
GDS RI (unit,subkutan)
< 200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
>350 20
9. Bila pasien belum sadar, GDS sekitar 200 mg/dl : hidrokortison 100mg/4 jam
selama 12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam
18
dan manitol 1,5 – 2 g/kg BB IV setiap 6-8 jam. Cari penyebab lain penurunan
kesadaran menurun.
H. Pencegahan Hipoglikemia
b. Pola makan
19
ringan dapat lebih efektif daripada makanan lain dalam mencegah
hipoglikemia pada malam hari. Ahli diet dapat membuat rekomendasi untuk
makanan ringan (Fonseca, 2008).
c. Aktivitas sehari-hari
d. Konsumsi alkohol
I. Prognosis
20
Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai glukosa darah, dan
waktu onset. Apabila bersifat simtomatik dan segera diobati memiliki prognosis baik
(dubia et bonam) dibandingkan dengan asimtomatik tanpa segera diberikan oral
glucose (dubia et malam) (Hamdy, 2013).
Definisi
Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah pneumonia
yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua
infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit.
Etiologi
Patogen penyebab pneumonia nosokomial sangat bervariasi, yang paling sering
dilaporkan menyebabkan HAP yaitu : S. aureus, Pseudomonas aeruginosa,
Enterobacter species, K. Pneumonia, Candida albicans, H. Influenza, Escherichia coli,
Acinetobacter species dan. S. Marcescens. Secara umum aerobic enteric gram negatif
bacillus diperkirakan sampai sepertiga dari semua kuman patogen yang bertanggung
jawab terjadinya pneumonia.
Patogenesis
21
seperti kasus neurologis dan usia lanjut, inhalasi melalui kontaminasi alat-alat bantu
napas aerosol yang digunakan pasien, hematogenik, dan penyebaran langsung.3
Pasien yang mempunyai faktor predisposisi terjadi aspirasi mempunyai risiko
mengalami pneumonia nosokomial. Apabila sejumlah bakteri dalam jumlah besar
berhasil masuk ke dalam saluran napas bagian bawah, maka pertahanan pejamu yang
gagal membersihkannya dapat menimbulkan proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi
pneumonia. Interaksi antara faktor pejamu (endogen) dan faktor risiko dari luar
(eksogen) akan menyebabkan kolonisasi bakteri patogen di saluran napas bagian atas
atau pencernaan makanan. Patogen penyebab pneumonia nosokomial ialah bakteri gram
negatif dan Staphylococcus aureus yang merupakan flora normal sebanyak < 5%.
Kolonisasi di saluran napas bagian atas karena bakteri-bakteri tersebut merupakan titik
awal yang penting untuk terjadi pneumonia.
1) Faktor endogen
a. Pembedahan :
22
Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis
pembedahan, yaitu torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan
operasi abdomen bawah (5%).
b. Penggunaan antibiotik :
Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di lambung karena
asam lambung dengan pH < 3 mampu dengan cepat membunuh bakteri yang
tertelan. Pemberian antasid / penyekat H2 yang mempertahankan pH > 4
menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri gram negatif aerobik di
lambung, sedangkan larutan enteral mempunyai pH netral 6,4 - 7,0.
Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan prosedur
• Penatalaksanaan dan pemakaiaan alat-alat yang tidak sesuai prosedur,
23
seperti alat bantu napas, selang makanan, selang infus, kateter dll
• Pasien dengan kuman MDR tidak dirawat di ruang isolasi.
Diagnosis
Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis
pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut :
1.Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan
menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit3
2.Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 > 35 % untuk
mempertahankan saturasi O2 > 90 %
3.Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari
infiltrat paru
4.Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau
disfungsi organ yaitu : syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg),
memerlukan vasopresor > 4 jam, jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4
jam, dan gagal ginjal akut yang membutuhkan dialysis.
24
No. Parameter Ringan Sedang Berat
1. Pewarnaan Gram dan kultur dahak yang dibatukkan, induksi sputum atau aspirasi
sekret dari selang endotrakeal atau trakeostomi. Jika fasilitas memungkinkan dapat
dilakukan pemeriksaan biakan kuman secara semikuantitatif atau kuantitatif dan
dianggap bermakna jika ditemukan 106 colony-forming units/ml dari sputum, 105 –
106 colony-forming units/ml dari aspirasi endotracheal tube, 104 – 105 colony-
forming units/ml dari bronchoalveolar lavage (BAL) , 103 colony-forming units/ml
dari sikatan bronkus dan paling sedikit 102 colony-forming units/ml dari vena kateter
sentral . Dua set kultur darah aerobik dan anaerobik dari tempat yang berbeda
(lengan kiri dan kanan) sebanyak 7 ml. Kultur darah dapat mengisolasi bakteri
25
patogen pada > 20% pasien. Jika hasil kultur darah (+) maka sangat penting untuk
menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada semua pasien pneumonia nosokomial
harus dilakukan pemeriksaan kultur darah.
Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan
biakan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25 / lapangan pandang kecil (lpk) dan sel
epitel < 10 / lpk.
3. Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan maka dilakukan
pemeriksaan secara invasif. Bahan kultur dapat diambil melalui tindakan
bronkoskopi dengan cara bilasan, sikatan bronkus dengan kateter ganda terlindung
dan bronchoalveolar lavage (BAL). Tindakan lain adalah aspirasi transtorakal.
Terapi antibiotik
1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus
mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai
penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat
2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan
cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. Pemberian
terapi emperis harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi,
dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.
5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk
26
6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik
apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik
berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila
terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan.
Tabel 1. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP pada pasien pneumonia
nosokomial ringan-sedang,tanpa faktor risiko, onset kapanpun atau pada pasien
pneumonia nosokomial berat dengan onset dini
27
Tabel 2. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP pada pasien pneumonia
nosokomial ringan-sedang,dengan faktor risiko, onset kapanpun
Antibiotik yang
Patogen potensial
direkomendasikan
- Linezolid
- P. Aeruginosa
- Fluoroquinolon atau
- Macrolide
- Terapi pneumonia
nosokomial berat
28
Tabel 3 Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP pada pasien pneumonia
nosokomial berat, dengan faktor risiko, onset kapanpun.
-vancomicin 1 g IV q 12 h atau
Lama terapi
Pasien yang mendapat antibiotik empirik yang tepat, optimal dan adekuat,
penyebabnya bukan P.aeruginosa dan respons klinis pasien baik serta terjadi resolusi
gambaran klinis dari infeksinya maka lama pengobatan adalah 7 hari atau 3 hari bebas
29
panas. Bila penyebabnya adalah P.aeruginosa dan Enterobacteriaceae maka lama terapi
14 – 21 hari.
30
1) Letakkan pasien pada posisi kepala lebih ( 30-45 derajat ) tinggi untuk
mencegah aspirasi isi lambung
31
Prognosis
Prognosis akan lebih buruk jika dijumpai salah satu dari kriteria di bawah ini, yaitu
3. Perawatan di IPI
4. Syok
11. Infeksi onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen
BAB IV
32
ANALISIS KASUS
Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan saat pasien tiba di IGD adalah
pemeriksaan GDS dimana hasil dari pemeriksaan tersebut didapatkan hasil GDS 28
mg/dl. Diagnosis hipoglikemia ditegakan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dl atau
kadar glukosa darah ,<80 mg/dl dengan gejala klinis. Selain itu diagnosis bisa ditegakan
berdasarkan gejala dan tanda klinis antara lain :
Berdasarkan tanda dan gejala diatas, dapat digolongkan bahwa pada kasus ini pasien
termasuk ke dalam golongan hipoglikemia stadium gangguan otak berat. Pada rawat
inap hari ke 3 pasien mengeluhkan demam,batuk dan sesak. Selain itu pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya Rhonki pada kedua lapang paru pasien dan pada
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah rutin ditemukan adanya peningkatan
leukosit. Berdasarkan anamnesis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien
tersebut dapat di diagnosis sebagai Hospital Acquaired Pneumonia (HAP). Pneumonia
nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) merupakan suatu infeksi parenkim
33
paru yang didapat di rumah sakit.Biasanya dihubungkan dengan waktu semakin
lamanya perawatan pasien di rumah sakit. Ada empat rute masuknya mikroba tersebut
ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu : aspirasi dari flora oropharyngeal yang
merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus neurologis dan usia
lanjut, inhalasi melalui kontaminasi alat-alat bantu napas aerosol yang digunakan
pasien, hematogenik, dan penyebaran langsung.
DAFTAR PUSTAKA
34
Anonymous. 2013. Hypoglycemia (Low Blood Sugar). California: Lucile Packard
Children’s Hospital. available at
{http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/diabetes/hy
po.html} diakses 7 Oktober 2013 pukul 19:00
Longo, Dan L, et al. 2011. Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th Edition. New
York; McGraw-Hill Medical Publishing Divison.
Nelms, Marcia, Kathryn P. Sucher., dan Sara Long. 2007. Nutrition Therapy and
Pathophysiology. Belmont: Thomson Learning Inc.
Silbernagl, Stefan, dan Florian Lang. 2010. Color Atlas of Pathophysiology 2nd Ed.
New York: Thieme.Soemadji, DjokoWahono. 2009.
BukuAjarIlmuPenyakitDalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
35