Anda di halaman 1dari 9

Analisis Penentuan Ekosistem Laut Pulau-Pulau Kecil ..…..

(Muchlisin Arief)

ANALISIS PENENTUAN EKOSISTEM LAUT PULAU-


PULAU KECIL DENGAN MENGGUNAKAN DATA
SATELIT RESOLUSI TINGGI STUDY KASUS :
PULAU BOKOR
Muchlisin Arief
Peneliti Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh, LAPAN

ABSTRACT

Extraction of information or identification of object specially the object under sea


surface such as: coral reef can be done by some a ways such as: the superposition band
spectral (RGB image), and then it can be analyzed visually or can be analyzed digitally
(classification).
This paper explained the multispatial analysing methode, it mean to analyse the
image with difference spatial resolution. This analysis based on digital image (as
spectral analysis and lyzengga classification) using Landsat-5 image 1996 (spasial
resolutian 30 m) and visual analysis using pansharpen SPOT-5 image (spatial resolution
2.5 m) and pansharpen QuickBird image (resolution spatial 0.6 m). Based on the
calculation, the area of Bokor island decreasing about 27% in 10 years, the area forest
and grass decreasing about 50,6% and 38% respectivelly in 7 years (1996 -2003) and
decreasing about 10,5% and 4 % respectivelly in 3 years (2003 -2006). But the area
mangrove increasing 70,7% in 7 years and decreasing 31 % in 3 last years.

ABSTRAK

Ekstraksi informasi citra atau identifkasi objek yang berada di bawah permukaan
air laut khususnya terumbu karang dapat dilakukan baik dengan berbagai cara antara
lain: Cara superposisi antar band spektral yang biasanya disebut komposisi R (red) G
(green) B (blue) kemudian dinalisis secara visual atau dengan cara digital biasanya
klasifikasi.
Dalam paper ini diterangkan metode analisis multispatial yaitu analisis dengan
menggunakan data resolusi yang berbeda. Analisis yang didasarkan pada pendekatan
digital (analisa spektral dan klasifikasi Lyzengga) dengan menggunakan Landsat-5
tahun 1996 (resolusi 30 meter) dan analisis visual dengan menggunakan SPOT-5
pansharpen tahun 2003 (resolusi 2.5 meter) dan pansharpen QuickBird image tahun
2006 (resolusi 0.6 meter). Hasil yang diperoleh adalah Pulau Bokor mengalami
penurunan luas sebesar 27% dalam kurun waktu 10 tahun. Hutan dan pasir
mengalami penurunan luas sebesar 50,6% dan 38 % dalam kurun waktu 7 tahun
(1996-2003), dalam kurun waktu 2003-2006 hutan dan pasir mengalami penurunan
sebesar 10,5% dan 4%. Sedangkan untuk mangrove mengalami penambahan luas
sebesar 70,7% dalam kurun waktu 7 tahun, akan tetapi kemudian pengalami
penurunan sebesar 31 % dalam kurun waktu 3 tahun
Kata kunci: Resolusi spektral, Terumbu karang, SPOT, QuickBird, Mangrove, Pasir laut

1 PENDAHULUAN layak untuk diterapkan di wilayah


perairan Indonesia.
Berbagai penelitian dan kajian Pesatnya perkembangan teknologi
secara sistematis mengenai teknologi penginderaan jauh satelit khususnya
satelit khususnya untuk mengamati dengan bertambah baiknya resolusi baik
fenomena oseanografi secara berkala resolusi spatial maupun spektral, maka
yang dikaitkan dengan potensi sumber saat ini kemajuan teknologi informasi
daya kelautan memberikan hasil yang sangat pesat perkembangannya, sehingga

149
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 4 Desember 2008:149-157

kini data satelit telah digunakan dalam formasi baringtonia, estuari, lagun, dan
berbagai bidang/domain ilmu pengetahuan delta. Sementara itu, ekosistem buatan
di antaranya: pertahanan, kelautan, antara lain mencakup kawasan pariwisata,
perikanan, dan sebagainya. kawasan budidaya, dan kawasan
Dengan bertambah baiknya resolusi permukiman.
spasial data penginderaan jauh, maka Terumbu karang (coral reefs) adalah
dimungkinkan untuk mengekstraksi bentuk lahan submarin perairan laut
objek-objek yang relatif lebih rinci dalam dangkal yang banyak dijumpai pada
ukurannya. Begitu pula dengan pantai-pantai di daerah tropis. Bentuk
bertambah baiknya resolusi spektral dari lahan ini dibangun oleh organisme karang
data satelit penginderaan jauh (antara (coral) dan alga penghasil kapur (calcareous
lain data satelit Landsat dan QuickBird), algae) (Guilcher, 1988). Pada umumnya,
maka memungkinkan data satelit dapat terumbu tumbuh pada kedalaman 25
digunakan untuk mengekstraksi informasi meter atau kurang (kurang dari 100ft).
atau objek didasarkan pada nilai Sedangkan mangrove merupakan
spektral dari objek tertentu. Nilai tumbuhan tropika yang mampu tumbuh
spektral dari setiap objek yang di pada daerah pasang surut.
observasi biasanya berbeda. Khusus Perairan Indonesia mempunyai
untuk objek yang berada di bawah terumbu karang yang terbesar di dunia.
permukaan laut (seperti terumbu karang, Dimana fungsi terumbu karang
padang lamun, dan sebagainya), nilai merupakan rumah bagi lebih dari 76%
spektral dipengaruhi oleh beberapa faktor jenis karang dan 50% jenis ikan karang
antara lain: sifat fisik objek, dimensi dan otomatis merupakan penyedia
objek, kejernihan atau kekeruhan air, makanan bagi jutaan binatang laut
kedalaman air dan sebagainya. lainnya. Terumbu karang di kawasan ini
Penelitian ini dilakukan di wilayah telah ada sejak jutaan tahun, dan sampai
kota Batam yang merupakan bagian dari saat ini mampu bertahan terhadap
kepulauan Batam. Kepulauan Batam dampak dari pemucatan karang secara
memiliki 329 pulau yang terdiri dari luas terkait dengan kecenderungan
pulau-pulau besar maupun pulau kecil, peningkatan pemanasan global (CCMA.
bernama dan beberapa pulau belum Com). Meskipun mampu bertahan, lebih
bernama dan terletak antara 0°.55'- dari 80% terumbu karang mengalami
1°.55' Lintang Utara dan 103°.45'- ancaman akibat aktivitas manusia seperti
104°.10' Bujur Timur. Berdasarkan menangkap ikan secara berlebihan dan
Keputusan Menteri Kelautan dan dengan cara-cara merusak serta
Perikanan Indonesia No. 41 tahun 2000, pembangunan di wilayah pesisir. Dalam
pulau kecil merupakan pulau yang beberapa tahun belakangan ini, berbagai
mempunyai luasan kurang atau sama langkah utama telah dilakukan untuk
dengan 10.000 km². melindungi terumbu karang dan sumber
Kepulauan Batam memiliki perairan daya perikanan tersebut.
dangkal yang biasanya menjadi tempat Data penginderaan jauh satelit
tumbuh terumbu karang. Secara dengan berbagai spesifikasi resolusi dapat
geografis Batam menarik untuk dipilih menampilkan objek-objek di permukaan
sebagai representasi pulau-pulau kecil di bumi secara spesifik. Hal ini sangat baik
Indonesia dengan ekosistem terumbu untuk kajian pulau-pulau kecil dan
karang. Pulau kecil adalah sebuah ekosistem laut yang beragam. Pemanfaatan
ekosistem tersendiri yang di sekitarnya data ini untuk deskripsi karakteristik fisik
terdapat ekosistem lain yaitu berupa pulau kecil dan terumbu karang akan
ekosistem alami dan buatan. Menurut sangat efisien karena wilayah Indonesia
Dahuri (1998), ekosistem alami mencakup cukup luas. Sistem informasi geografis
terumbu karang, mangrove, padang (SIG) saat ini dikenal sebagai alat yang
lamun, pantai berbatu, pantai berpasir, dapat mempercepat proses pengolahan
pantai berlumpur, formasi pescaprea, data.

150
Analisis Penentuan Ekosistem Laut Pulau-Pulau Kecil ..….. (Muchlisin Arief)

Pada penelitian ini, digunakan 3  Data LANDSAT 5 TM (Thematic Mapper).


jenis data satelit yaitu: Landsat, SPOT Instrumen TM merupakan scanning
dan QuickBird pansharpen. Dimana radiometer yang menyajikan sembilan
peran citra satelit Landsat dan SPOT saluran multispectral scanning radiometer,
yang mempunyai keunggulan dalam yang dirancang untuk mendeteksi
resolusi spasial dan spektral, sedangkan radius bumi dengan cakupan 185 km
citra satelit QuickBird mempunyai melalui gerakan cross-track scanning
keunggulan dalam resolusi spasialnya, sepanjang lintasan satelit, dan resolusi
membantu penyediaan kemampuannya temporalnya 16 hari. Kanal spektral
untuk menggambarkan kondisi spasial yang digunakan sistem Landsat 5
dan karakter ekosistem. Tujuan dari disajikan pada Tabel 2-1.
penelitian ini untuk mengidentifikasi Reflektansi pada air dipengaruhi oleh
keberadaan terumbu karang dan mangrove beberapa faktor terutama kedalaman
serta penutupan lahan lain yang dan kekeruhan air (kandungan bahan
terdapat di Pulau Bokor kota Batam organik dan anorganik). Sementara itu,
pada panjang gelombang lebih besar
2 STUDI PUSTAKA dari 0.75 m, air dalam dan jernih
2.1 Penginderaan Jauh pada umumnya tidak lagi memantulkan
sinar (Lillesand dan Kiefer, 1987).
Penginderaan jauh adalah teknik Dengan demikian, reflektansi pada air
dan seni yang menggunakan gelombang berlumpur (keruh) akan lebih besar
elektromagnetik sedemikian rupa sehingga dibandingkan dengan air yang jernih
dapat dibangun suatu relasi antara sifat- dan dalam. Peningkatan reflektansi ini
sifat fisik objek dengan flux yang diterima akan terjadi apabila di dalam air terjadi
oleh sensor. Gelombang elektromagnetik peningkatan konsentrasi klorofil.
yang datang dari objek tersebut, baik  SPOT-5 (Satellite Pour l’Observation de
yang dipantulkan, diemisikan, maupun la Terre) merupakan satelit yg diper-
dihamburbalikkan. lengkapi dengan sensor HRG (High
Data penginderaan jauh satelit Resolution Geometric) yang mempunyai
disifati dengan dua resolusi, yaitu ketelitian geometri tinggi yaitu 5 meter
resolusi spektral dan resolusi spasial. dan dapat menghasilkan citra dengan
Resolusi spektral yaitu suatu sensor resolusi spasial untuk sensor
dengan banyaknya saluran yang dapat panchromatic 2,5 meter dan sensor
diserap oleh sensor tersebut. multispektral 5 meter, dan 10 meter
Semakin banyak saluran yang untuk sensor pankromatik dan multi-
dapat diserap maka resolusi spektralnya spektral. Resolusi 2,5 meter merupakan
semakin tinggi. Resolusi spektral ini keunggulan SPOT-5 dengan luas liputan
berkaitan langsung dengan kemampuan 60 km x 60 km. Data yang digunakan
sensor untuk dapat mengidentifikasi pada penelitian ini adalah data
objek. Resolusi spasial suatu sensor Pansharpen dengan resolusi 2.3 meter.
inderaja adalah ukuran kemampuan  Data QuickBird adalah citra observasi
sensor tersebut untuk dapat membedakan bumi komersial resolusi tinggi milik
dua objek yang berdekatan. Resolusi lain Digital Globe dengan ketinggian orbit
yang terkait dengan penginderaan jauh 450 km, inklinasi 97,2°, dengan orbit
adalah resolusi temporal satelit yakni yang melintas ekuator pada pukul 10.30
kemampuan sensor untuk mendeteksi waktu setempat dengan periode ulang 1
daerah yang sama pada perolehan data sampai 3,5 hari tergantung posisi lintang.
berikutnya. Resolusi temporal berkaitan Jumlah kanal ada lima dengan
langsung dengan waktu pengulangan karakteristik disajikan pada Tabel 2-2.
satelit melewati daerah yang sama. Penelitian ini menggunakan data citra
Dalam penelitian ini digunakan 3 Quickbird pansharpen, dengan resolusi
macam data satelit yaitu: 0,6 meter.

151
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 4 Desember 2008:149-157

Tabel 2-1:KARAKTERISTIK DATA LANDSAT-5 TM

Panjang Resolusi
Kanal Karakteristik
gelombang (m) spasial (m)
1 0,45 – 0,515 30 Biru. Penetrasi maksimum pada air
berguna untuk pemetaan batimetri pada air
dangkal.
2 0,525– 0,605 30 Hijau. Sesuai untuk mengindera puncak
pantulan vegetasi
3 0,63–0,69 30 Merah. Sesuai untuk membedakan
absorbsi klorofil dan tipe vegetasi.
4 0,75 – 0,90 30 Inframerah dekat. Untuk menentukan
kandungan biomas, tipe vegetasi, pemetaan
garis pantai
5 1,55 – 1,75 30 Infra-merah tengah I. Menunjukkan
kandungan kelembaban tanah dan
kekontrasan tipe vegetasi.
6 10,4 – 12,5 60 Infra merah termal. Untuk mendeteksi
gejala alam yang berhubungan dengan
panas.
7 2,09 – 2,35 30 Infra-merah tengah II. Rasio antara kanal 5
dan 7 untuk pemetaan perubahan batuan
secara hidrotermal dan sensitif terhadap
kandungan kelembaban vegetasi.
Sumber : EROS Data Center (1995)

Tabel 2-2:KARAKTERISTIK KANAL CITRA QUICKBIRD

Kanal Panjang gelombang (m) Resolusi spasial (m) Daerah spektrum


1 0,450 – 0,520 2,44 Biru
2 0,520 – 0,600 2,44 Hijau
3 0,630 – 0,690 2,44 Merah
4 0,760 – 0,900 2,44 Inframerah dekat
5 0,450 – 0,900 0,61 Pankromatik
Sumber: http://www. Digitalglobe.com

Dalam menganalisis nilai spektral, 2.2 Algoritma Lyzengga


diperlukan juga teknologi GIS (Geographyc
Algoritma lyzengga digunakan
Information System) yang merupakan suatu
untuk klasifikasi daerah perairan
perangkat software untuk mengoreksi,
dangkal.
menyimpan, menggali kembali, men-
transformasi, dan menyajikan data spasial
Y  ln(TM 1)   ki ln(TM 2) (2-1)
dari aspek-aspek permukaan bumi.  kj  
Dalam GIS tidak hanya data yang dengan :
berbeda yang dapat diintegrasikan,
prosedur yang berbeda juga dapat Y : Hasil klasifikasi algoritma Lyzengga,
dipadukan. Dengan demikian, pemakai TM1 : kanal 1 citra Landsat; TM2 : kanal
menjadi lebih banyak memperoleh 2 citra Landsat.
informasi baru dan dapat menganalisisnya
Koefisien ki dan kj diperoleh dengan cara :
sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan.

152
Analisis Penentuan Ekosistem Laut Pulau-Pulau Kecil ..….. (Muchlisin Arief)

 Mengukur secara in-situ dengan Analisa visual dilakukan dengan


menerapkan model pengurangan cara mengamati perubahan warna dari
eksponensial, citra R (red) G (green) B (blue) pada layar
 Menghitung slope ki/kj. monitor. Dalam hal ini akan nampak
bahwa setiap objek akan diwakili oleh
ki warna tertentu dan setiap perubahan
 a  a2 1 (2-2)
kj objek akan diikuti oleh perubahan nilai
spektral yang secara otomatis warnanya

a
VarTM 1  VarTM 2  (2-3)
berubah. Dengan demikian identifikasi
2  Co varTM 1TM 2  objek akan mudah dilakukan dengan
menganalisis nilai tingkat keabuan/
spektral atau perubahan warnanya.
Algoritma pada persamaan 2-2
Pada penelitian ini, citra Landsat
diubah dari tanda negatif (-) menjadi
yang digunakan pada penelitian ini
positif (+) untuk dapat mengenali variasi
adalah P/R 125/59 daerah Pulau Bokor
terumbu karang secara tegas, yaitu
hasil akuisisi tanggal 5 Mei 1996. Data
menjadi:
citra SPOT-5 daerah pulau Bokor
Y  ln(TM 1)   ki ln(TM 2)  . (2-4) akuisisi tanggal 7 April 2003. Data citra
 kj  
QuickBird pasharpen Pulau Bokor diambil
pada tanggal 25 Mei 2006. Sedangkan
3 METODOLOGI
peta pendukung yang digunakan dalam
Metodologi dalam menganalisis analisis ini antara lain adalah Peta Rupa
ekosistem laut dapat dilihat pada Bumi Indonesia skala 1:25.000 lembar
Gambar 3-1. Nebe 2207-611; Peta Pelayaran laut
Gambar 3-1 memperlihatkan skala 1:100.000 lembar 11 serta Peta
bahwa citra yang digunakan terlebih Geologi skala 1:250.000.
dahulu dilakukan koreksi geometrik yang Hasil dari superposisi citra Landsat
merupakan proses, dimana posisi citra dan citra pansharpen dari SPOT dan
disesuaikan dengan posisi dengan arah QuickBird untuk P. Bokor dapat dilihat
utara selatan (disesuaikan dengan peta), pada Gambar 3-2.
sesuai dengan posisi dan lokasinya, Pada Gambar 3-2 (a) adalah Pulau
sehingga baik citra Landsat, SPOT Bokor dilihat dengan citra Landsat.
maupun QuickBird mempunyai posisi Dimana pada citra tersebut sangat sulit
dan proyeksi yang sama. Kemudian citra membedakan beberapa objek yang
yang terkoreksi dilakukan analisa. Dalam ukurannya relatif kecil (ukuran objek
menganalisis keberadaan ekosistem laut lebih kecil atau sama dengan ukuran
pada citra digunakan dua pendekatan pixel), akan tetapi pada citra SPOT-5
analisa, yaitu : i) analisa visual yang Gambar 3-2.(b) dan QuickBird Gambar
dilakukan secara manual (menganalisa 3-2.(c) dengan mudah serta jelas
warna objek pada layar monitor) dan membedakan beberapa objek (seperti
analisa digital. karang, pasir dan sebagainya).

153
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 4 Desember 2008:149-157

Gambar 3-1:Diagram alir analisa penentuan ekosistem laut

a). Citra Landsat b). Citra SPOT-5 c) Citra QuickBird


(pansharpen) (pansharpen)

Gambar 3-2: Citra pulau Bokor

Analisa digital mengikutsertakan 4 HASIL DAN ANALISIS


proses klasifikasi, yang terdiri atas Sebagaimana diterangkan di atas,
analisis nilai spektral dari masing- bahwa dalam penelitian ini dilakukan
masing data satelit Landsat berbarengan analisa spektral dengan cara komposisi
dengan proses algoritma Lyzengga, band/kanal. Berdasarkan karakteristik
kemudian dilakukan analisa dan band di atas, bahwa band yang paling
verifikasi dari ketiga proses di atas dominan untuk mendeteksi objek di
dengan data lapangan. Proses analisa ini bawah permukaan air adalah band 1 dan
dilakukan berulang-ulang. Bila tidak band 2, sehingga komposisi bandnya
sesuai maka proses klasifikasi diulang (citra RGB) dapat dilakukan dengan
kembali atau dikoreksi dan bila sesuai mensuperposisikan band 421, band 521,
maka proses dilanjutkan ke pencetakan. band 721.
Dari ketiga gambar di atas, maka dapat Hasil dari beberapa percobaan
dihitung bahwa luas Pulau Bokor pada komposisi citra hasil yang cukup
tahun 1996 adalah 30.88 ha, 23,42 ha representatif untuk terumbu karang
pada tahun 2003 dan pada tahun 2006 adalah komposisi band 421. Citra
adalah 22,56 ha. Berarti secara Landsat dan QuickBird memiliki kisaran
keseluruhan Pulau Bokor mengalami panjang gelombang yang sama pada
penurunan luas yang signifikan (27 % kanal 1 sampai 4. perbedaan citra pada
dalam kurun waktu 10 tahun). Hal ini Gambar 3-2 disebabkan oleh perbedaan
diakibatkan mungkin oleh erosi air laut resolusi spasial yaitu Landsat 30 meter
atau fenomena alam lainnya. dan QuickBird 2,4 meter.
154
Analisis Penentuan Ekosistem Laut Pulau-Pulau Kecil ..….. (Muchlisin Arief)

(a) Landsat Scattegram


mangrove : Warna hijau
Karang : Warna merah
Pasir : Warna kuning

Gambar 4-1: Grafik Scattegram berbagai objek data Citra Landsat Pulau Bokor

Pasir Karang mati/rubble

Lamun Karang hidup

a) hasil klasifikasi b) hasil reklasifikasi


Lyzengga
Gambar 4-2: (a) Citra hasil algoritma Lyzengga pada citra Landsat (b). Citra hasil
reklasifikasi citra 4 (a) menjadi 3 kelas utama yaitu pasir (warna kuning),
karang hidup (warna hijau) serta karang mati (warna merah)

Untuk mengetahui hubungan nilai Landsat. Gambar tersebut memperlihatkan


spektral dari objek dapat dilakukan bahwa kenampakan terumbu karang
dengan mengamati tingkat distribusi pada citra dapat diklasifikasikan menjadi
spektral dalam dua dimensi (scattegram) 4 kelas (mangrove, karang mati, pasir
secara berurutan untuk citra Landsat dan karang hidup, sedangkan padang
(Gambar 4-1). Berdasarkan hasil peng-
lamun tidak terkelaskan). Dengan
amatan, Kisaran nilai digital di perairan
demikian dapat disimpulkan bahwa di
dangkal untuk kanal 1, 2 , 3, 4, 5, 6,
samping resolusi spektral, resolusi
adalah berturut-turut : 72-130, 32-75,
32-104, 18-115, 2-130, 2-31. dengan spasial lebih memegang peranan penting
demikian agak susah menentukan objek dalam mengidentifikasi objek. Sedangkan
yang berada di bawah permukaan laut, berdasarkan kenampakan pada citra
Hal ini disebabkan peraian di Batam QuickBird terlihat kelas yang lebih
sangat keruh akibat pencemaran yang beragam yaitu dengan adanya kelas
diakibatkan antara lain oleh limbah kekeruhan/sedimen dan laut dangkal.
transportasi laut dan aktivitas manusia Hasil perhitungan luas pulau, serta
lainnya. penutup lahan dan lainnya dapat dilihat
Gambar 4-2 adalah citra hasil pada Gambar 4-3.
proses algoritma Lyzengga data citra

155
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 4 Desember 2008:149-157

60 sangat berpengaruh terhadap tingkat


akurasi karena adanya perubahan yang
50 diakibatkan oleh faktor alam atau
manusia, karena data yang digunakan
40
Pasir berbeda tahunnya.
Luas (ha)

Hutan
30 L. Terbuka
Mangrove 5 KESIMPULAN
P.Bokor
20 Nilai spektral terumbu karang kanal
1 lebih rendah dibandingkan kanal 2,
10
tetapi keduanya memiliki nilai lebih
tinggi dibandingkan kanal lain.
0
1996 2003 2006 Berdasarkan nilai spektral ini maka citra
Tahun komposit RGB menggunakan kombinasi
Gambar 4-3: Luas penutupan lahan di kanal 1 atau kanal 2 seperti 542 atau
Pulau Bokor dihitung dari 541, menampilkan terumbu karang dengan
Landsat, SPOT, QuickBird jelas. Namun, kenampakan terumbu
karang akan lebih tajam menggunakan
Pada gambar 4-3 dapat dilihat kanal 1 dan kanal 2 seperti komposit
bahwa hasil yang diperoleh adalah luas RGB 421. Karakteristik spektral tersebut
Pulau Bokor mengalami penurunan luas terdapat kesamaan antara citra Landsat
sebesar 7.46 ha (24%) dalam kurun dan QuickBird. Citra QuickBird meng-
waktu 7 tahun (dari tahu 1996 sampai hasilkan kelas terumbu karang lebih
dengan tahun 2003) dan 0,86 ha (3%) detail dibandingkan citra Landsat. Hal
dalam kurun waktu 3 tahun (dari tahun ini menunjukkan resolusi spasial dalam
2003 sampai dengan tahun 2006) atau memegang peranan penting dalam
27% dalam kurun waktu 10 tahun. mengidentifikasi objek.
Sedangkan penutup lahan di Pulau Berdasarkan perhitungan diperoleh
Bokor seperti hutan mengalami penurunan bahwa luas Pulau Bokor mengalami
seluas 6,65 ha (50,6 %) dalam kurun penurunan luas sebesar 27% dalam
waktu 7 tahun dan penambahan luas kurun waktu 10 tahun. Sedangkan
hutan sebesar 1,378 ha (10,5 %) dalam penutup lahan di Pulau Bokor seperti
kurun waktu 3 tahun. Pasir berkurang hutan mengalami penurunan sebesar
20,123 ha (38%) dalam waktu 7 tahun 50,6 % dalam kurun waktu 7 tahun dan
dan 2,087 ha (4 %) dalam kurun waktu penambahan/kenaikan luas hutan
3 tahun dan luas mangrove bertambah sebesar 10,5% dalam kurun waktu 3
seluas 5,3 ha (70,7 %) selama 7 tahun tahun. Luas Pasir berkurang sebesar
dan juga berkurang 2,4 ha (31%) selama 42% dalam waktu 10 tahun, luas
kurun waktu 3 tahun, sedangkan untuk mangrove bertambah sebesar 70,7%
lahan terbuka perubahan luasnya relatif dalam kurun waktu 7 tahun kemudian
sangat kecil (signifikan). mengalami penurunan sebesar 31 %
Hasil perhitungan luas pulau pada 3 tahun berikutnya.
antara citra Landsat, SPOT, dan QuickBird Perbedaan perhitungan luas
di Pulau Bokor terdapat perbedaan (lihat ekosistem laut yang diperoleh dari citra
Gambar 4-3), yaitu semakin tinggi resolusi Landsat, SPOT, dan QuickBird dapat
spasial semakin sempit luas pulau. diakibatkan antara lain: pengaruh dari
Salah satu sumber perbedaan adalah resolusi spasial yang berdampak pada
dari mixed pixel, dimana jumlahnya tingkat akurasi atau bisa jadi diakibatkan
semakin banyak pada citra resolusi lebih karena adanya perubahan yang diakibat-
rendah. Perbedaan perhitungan luas dari kan oleh faktor alam atau manusia, dan
citra Landsat, SPOT, dan QuickBird juga karena data yang digunakan
menunjukkan bahwa resolusi spasial berbeda tahun akuisisinya

156
Analisis Penentuan Ekosistem Laut Pulau-Pulau Kecil ..….. (Muchlisin Arief)

DAFTAR RUJUKAN http://www. Digital globe.com.


Bengen, D.G., 2002. Sinopsis Ekosistem Lillesand, Thomas M. dan Ralp W. Kiefer,
dan Sumberdaya Alam Pesisir dan 1990. Penginderaan Jauh dan
Laut serta Prinsip Pengelolaannya. Interpretasi Citra. Gadjah Mada
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir University press. Yogyakarta.
dan Lautan IPB 2002. Lyzengga, D.R., 1981. Remote Sensing of
EROS Data Center, 1995. Landsat-7 Bottom Reflectance and Water
Technical Working Group. Sioux Attenuation Parameters in Shallow
Falls, USA South Dakota. October Water Using Aircraft and Landsat
31 – November 2, 1995. Data. International Journal of
Guilcher, A., 1988. Coral Reef Geo- Remote Sensing, 2:71-82.
morphology. Chichester. John Wiley Sutanto, 1986. Penginderaan Jauh (Jilid
& Sons. 1). Gadjah Mada University Press.
http//www. Center for Coastal monitoring Yogyakarta.
and Accesment (CCMA).Com.

157

Anda mungkin juga menyukai