Anda di halaman 1dari 40

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit


2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Beberapa definisi rumah sakit adalah sebagai berikut.
a. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56/Menkes/Per/I/2014
definisi rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
b. Menurut WHO Technical Report Series No. 122/1957, Rumah Sakit adalah
bagian integral dari satu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan kesehatan paripurna, kuratif dan preventif kepada
masyarakat serta pelayanan rawat jalan yang diberikannya guna menjangkau
keluarga di rumah. Rumah Sakit juga merupakan pusat pendidikan dan latihan
tenaga kesehatan serta pusat penelitian bio-medik (Putra, 2013).

2.1.2. Klasifikasi Rumah Sakit

Klasifikasi Rumah Sakit berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 56/Menkes/PER/ XI/2014 tentang klasifikasi rumah
sakit adalah sebagai berikut.

A. Klasifikasi Rumah Sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan


1) Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Umum
diklasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas A paling sedikit
meliputi:

 Pelayanan medik, terdiri dari:


i. Pelayanan Gawat Darurat
Pelayanan gawat darurat harus diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam
sehari secara terus menerus.
ii. Pelayanan Medik Spesialis Dasar
Meliputi pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri
dan ginekologi
iii. Pelayanan Medik Spesialis Penunjang
Meliputi pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik, patologi
anatomi, dan rehabilitasi medik.
iv. Pelayanan Medik Spesialis Lain
Meliputi pelayanan mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan
pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi,
urologi, bedah syaraf, bedah plastik, dan kedokteran forensik
v. Pelayanan Medik Subspesialis
Meliputi pelayanan subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit
dalam, kesehatan anak, obstetri dan ginekologi, mata, telinga hidung
tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin,
kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik, dan
gigi mulut.
vi. Pelayanan Medik Spesialis Gigi dan Mulut
Meliputi pelayanan bedah mulut, konservasi/endodonsi, periodonti,
orthodonti, prosthodonti, pedodonsi, dan penyakit mulut.
 Pelayanan Kefarmasian
Meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai, dan pelayanan farmasi klinik.
 Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan
Meliputi asuhan keperawatan generalis dan spesialis serta asuhan kebidanan.
 Pelayanan Penunjang Klinik;
Meliputi pelayanan bank darah, perawatan intensif untuk semua golongan
umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan rekam medik.
 Pelayanan Penunjang Nonklinik
Meliputi pelayanan laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan
fasilitas, pengelolaan limbah, gudang, ambulans, sistem informasi dan
komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem penanggulangan kebakaran,
pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air bersih.

 Pelayanan Rawat Inap.


Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:
a) jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;
b) jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;
c) jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen) dari
seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah
Sakit milik swasta.

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas A terdiri atas:


a. Tenaga medis, tenaga medis paling sedikit terdiri atas:
a) 18 (delapan belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar; 4 (empat)
dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut; 6 (enam) dokter
spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;
b) 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
penunjang;
c) 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain;
d) 2 (dua) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
subspesialis;
e) 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
gigi mulut
b. Tenaga kefarmasian, tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:
a) 1 (satu) apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;
b) 5 (lima) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling
sedikit 10 (sepuluh) tenaga teknis kefarmasian;
c) 5 (lima) apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 10
(sepuluh) tenaga teknis kefarmasian;
d) 1 (satu) apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2
(dua) tenaga teknis kefarmasian;
e) 1 (satu) apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua)
tenaga teknis kefarmasian;
f) 1 (satu) apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat
merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat
jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya
disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit; dan
g) 1 (satu) apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan
dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit
c. Tenaga Keperawatan
Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sama dengan jumlah tempat tidur pada
instalasi rawat inap. Kualifikasi dan kompetensi tenaga keperawatan
disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.
d. Tenaga kesehatan lain

e. Tenaga non kesehatan.

Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan


disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

b. Rumah Sakit Umum Kelas B


Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit umum kelas B meliputi:
 Pelayanan medik terdiri dari :
a) Pelayanan gawat darurat.
b) Pelayanan medik spesialis dasar.
c) Pelayanan medik spesialis penunjang.
d) Pelayanan medik spesialis lain.
e) Pelayanan medik subspesialis.
f) Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.

Tenaga medis Rumah Sakit Klas B terdiri atas:


a) 12 (dua belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar.
b) 3 (tiga) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut.
c) 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar.
d) 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
penunjang.
e) 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain.
f) 1 (satu) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis.
g) 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
gigi mulut.

 Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian pada rumah sakit klas B terdiri dari pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan
farmasi klinik. Tenaga kefarmasian terdiri atas:
a) 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit.
b) 4 (empat) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling
sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian.
c) 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8
(delapan) orang tenaga teknis kefarmasian.
d) 1 (satu) orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal
2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian.
e) 1 (satu) orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2
(dua) orang tenaga teknis kefarmasian.
f) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau
rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya
disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit; dan
g) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan
beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit.
 Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan.
Pelayanan keperawatan dan kebidanan pada rumah sakit klas B meliputi asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.
 Pelayanan Penunjang Klinik
Pelayanan penunjang klinik pada rumah sakit klas B meliputi pelayanan bank
darah, perawatan intensif untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi,
sterilisasi instrumen dan rekam medik.
 Pelayanan Penunjang Nonklinik
Pelayanan penunjang nonklinik pada rumah sakit klas B meliputi pelayanan
laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan
limbah, gudang, ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan
jenazah, sistem penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan
pengelolaan air bersih.
 Pelayanan Rawat Inap.
Pelayanan rawat inap pada rumah sakit klas B dilengkapi dengan fasilitas
sebagai berikut:
a) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah.
b) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta
c) Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen) dari
seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah Sakit
milik swasta.
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit umum kelas C meliputi:
 Pelayanan medik, meliputi:
a) Pelayanan gawat darurat.
b) Pelayanan medik umum.
c) Pelayanan medik spesialis dasar.
d) Pelayanan medik spesialis penunjang.
e) Pelayanan medik spesialis lain.
f) Pelayanan medik subspesialis.
g) Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.
Tenaga medis rumah sakit kelas C terdiri atas:
a) 9 (sembilan) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;
b) 2 (dua) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;
c) 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
dasar;
d) 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
penunjang
e) 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
gigi mulut.
 Pelayanan Kefarmasian.
Pelayanan kefarmasian pada rumah sakit klas C terdiri dari pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan
farmasi klinik. Tenaga kefarmasian terdiri atas:
a) 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit.
b) 2 (dua) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling
sedikit 4 (empat) orang tenaga teknis kefarmasian.
c) 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8
(delapan) orang tenaga teknis kefarmasian.
d) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan
produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di
rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah
sakit.
 Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan
Pelayanan keperawatan dan kebidanan pada rumah sakit klas C meliputi asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.

 Pelayanan Penunjang Klinik


Pelayanan penunjang klinik pada rumah sakit klas C meliputi pelayanan bank
darah, perawatan intensif untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi,
sterilisasi instrumen dan rekam medik.
 Pelayanan Penunjang Nonklinik

Pelayanan penunjang nonklinik pada rumah sakit klas C meliputi pelayanan


laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan
limbah, gudang, ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan
jenazah, sistem penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan
pengelolaan air bersih.

 Pelayanan Rawat Inap.


Pelayanan rawat inap pada rumah sakit klas C harus dilengkapi dengan fasilitas
sebagai berikut:
a) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah.
b) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik swasta.
c) Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen) dari
seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah dan rumah sakit
milik swasta.

d. Rumah Sakit Umum Kelas D, diklasifikasikan menjadi:


i. Rumah Sakit Umum Kelas D
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas D paling sedikit
meliputi:
a. Pelayanan Medik paling sedikit terdiri dari:
i. pelayanan gawat darurat; harus diselenggarakan 24 (dua puluh empat)
jam sehari secara terus menerus.
ii. pelayanan medik umum;meliputi pelayanan medik dasar, medik gigi
mulut, kesehatan ibudan anak, dan keluarga berencana.
iii. pelayanan medik spesialis dasar; paling sedikit 2 (dua) dari 4 (empat)
pelayanan medik spesialis dasar yang meliputi pelayanan penyakit
dalam, kesehatan anak, bedah, dan/atau obstetri dan ginekologi.
iv. pelayanan medik spesialis penunjang.meliputi pelayanan radiologi dan
laboratorium
b. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.
c. Pelayanan keperawatan dan kebidananmeliputi asuhan keperawatan dan
asuhan kebidanan.
d. Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan darah, perawatan high care
unit untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi
instrumen dan rekam medik.
Pelayanan penunjang nonklinik meliputi pelayanan laundry/linen, jasa
boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang,
ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem
penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air
bersih.

e. Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:


 jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga
puluhpersen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah;
 jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua
puluhpersen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
swasta;
 jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen)
dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan
Rumah Sakit milik swasta.

Sumber daya manusia rumah sakit umum kelas D terdiri atas:


a. Tenaga Medis;
i. 4 (empat) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;
ii. 1 (satu) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;
iii. 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar.
b. Tenaga Kefarmasian;
i. 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;
ii. (satu) apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan yangdibantu
oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian;
iii. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan
produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan
iv. farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan
kefarmasian Rumah Sakit.
c. Tenaga Keperawatan
Dihitung dengan perbandingan 2 (dua) perawat untuk 3 (tiga) tempat tidur.
Kualifikasi dan kompetensi tenaga keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan
pelayananrumah sakit.

d. Tenaga Kesehatan Lain dan Tenaga Nonkesehatan.


Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan
disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.
Peralatan Rumah Sakit Umum kelas D harus memenuhi standar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, paling sedikit terdiri dari peralatan medis
untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat intensif, rawat operasi,
persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan darah, rehabilitasi medik,
farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah.

ii. Rumah Sakit Umum Kelas D pratama.


a. Rumah Sakit Umum kelas D pratama, didirikan dan diselenggarakan untuk
menjamin ketersediaan dan meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan tingkat kedua.
b. Rumah Sakit Umum kelas D pratama hanya dapat didirikan dan
diselenggarakan di daerah tertinggal, perbatasan, atau kepulauan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Selain pada daerah Rumah Sakit Umum kelasD pratama dapat juga didirikan
di kabupaten/kota, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
i. belum tersedia Rumah Sakit di kabupaten/kota yang bersangkutan;
ii. Rumah Sakit yang telah beroperasi di kabupaten/kota yang
bersangkutan kapasitasnya belum mencukupi; atau
iii. lokasi Rumah Sakit yang telah beroperasi sulit dijangkau secara
geografis oleh sebagian penduduk di kabupaten/kota yang
bersangkutan.
d. Ketentuan mengenai Rumah Sakit Umum kelas D pratama diatur dalam
Peraturan Menteri.

2) Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama
pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.

Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi:


a. Rumah Sakit Khusus Kelas A
b. Rumah Sakit Khusus Kelas B
c. Rumah Sakit Khusus Kelas C

Rumah Sakit Khusus meliputi rumah sakit khusus:


a. ibu dan anak;
b. mata;
c. otak;
d. gigi dan mulut;
e. kanker;
f. jantung dan pembuluh darah;
g. jiwa;
h. infeksi;
i. paru;
j. telinga-hidung-tenggorokan;
k. bedah;
l. ketergantungan obat; dan
m. ginjal.

Rumah Sakit Khusus harus mempunyai fasilitas dan kemampuan, paling sedikit
meliputi:
a. Pelayanan,
1. pelayanan medik, paling sedikit terdiri dari:
a) pelayanan gawat darurat, tersedia 24 (dua puluh empat) jam sehari terus
menerus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) pelayanan medik umum;
c) pelayanan medik spesialis dasar sesuai dengan kekhususan;
d) pelayanan medik spesialis dan/atau subspesialis sesuai kekhususan;
e) pelayanan medik spesialis penunjang;

2. pelayanan kefarmasian;
3. pelayanan keperawatan;
4. pelayanan penunjang klinik; dan
5. pelayanan penunjang nonklinik;

b. Sumber daya manusia, paling sedikit terdiri dari:


1. tenaga medis, yang memiliki kewenangan menjalankan praktik kedokteran
di Rumah Sakit yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2. tenaga kefarmasian, dengan kualifikasi apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan
kefarmasian Rumah Sakit.
3. tenaga keperawatan, dengan kualifikasi dan kompetensi yang sesuai dengan
kebutuhan pelayanan Rumah Sakit;
4. tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan, sesuai dengan kebutuhan
pelayanan Rumah Sakit;

B. Klasifikasi berdasarkan kepemilikan


1. Rumah sakit pemerintah
Rumah Sakit yang didirikan dan diselenggarakan oleh Pemerintah
merupakan unit pelaksana teknis dari instansi Pemerintah yang
tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan ataupun instansi
Pemerintah lainnya meliputi Kepolisian, Tentara Nasional Indonesia,
kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian.

2. Rumah sakit swasta


Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan
hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang
perumahsakitan.

C. Klasifikasi berdasarkan bentuk


1. Rumah Sakit menetap
Rumah Sakit menetap merupakan rumah sakit yang didirikan secara
permanen untuk jangka waktu lama untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

2. Rumah Sakit bergerak merupakan Rumah Sakit yang siap guna dan
bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu dan dapat
dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain yang dapat berbentuk bus, kapal
laut, karavan, gerbong kereta api, atau kontainer (Permenkes RI No. 56,
2014).
.
1.1.3. Tugas Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
56/Menkes/Per/I/2014, tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan
secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan
dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya
peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan. Rumah sakit mempunyai
tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan
Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif (UU No. 44 Tahun 2009, Tentang Rumah Sakit).

2.1.2 Fungsi Rumah Sakit


Rumah Sakit menyelenggarakan fungsi:
a. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan paripurna tingkat sekunder dan tersier.
b. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan dalam rangka
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam pemberian pelayanan
kesehatan.
c. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan.
d. Pelaksanaan administrasi rumah sakit.

2.1.3 Organisasi Rumah Sakit


Rumah sakit adalah organisasi yang terdiri dari:
a. Pemimpin, pelaksana tugas pokok dan unsur penunjang pelaksana tugas pokok
b. Rumah sakit dipimpin oleh seorang direktur dan dibantu oleh wakil direktur
menurut kebutuhan
c. Direktur rumah sakit adalah seorang dokter
d. Rumah sakit mempunyai dewan penyantun dan tim medik
e. Dewan penyantun bertugas memberi saran dan nasehat kepada direktur rumah
sakit dalam rangka merencanakan, merumuskan, membimbing, dan mengawasi
program kebijakan umum
f. Tim medik bertugas memberi saran, kepada direktur dalam hal etik, mutu dan
pengembangan pelayanan medik
g. Kedudukan, tugas, fungsi, dan keanggotaan dewan penyantun dan tim medik
ditentukan dengan keputusan sendiri
h. Organisasi masing-masing rumah sakit dalam lingkungan departemen kesehatan
ditetapkan dengan keputusan sendiri
i. Organisasi rumah sakit berpedoman kepada organisasi rumah sakit departemen
kesehatan dan ditetapkan sesuai dengan keputusan sendiri (Wijono, 2010).

1.1.4. Sistem Rujukan Rumah Sakit


Sistem Rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan
pelayanankesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab
pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.
(1) Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan
medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
(2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan
dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
(3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan
dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.
(4) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan peserta
jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan pemberi pelayanan
kesehatan. Peserta asuransi kesehatan komersial mengikuti aturan yang berlaku
sesuai dengan ketentuan dalam polis asuransi dengan tetap mengikuti pelayanan
kesehatan yang berjenjang.Setiap orang yang bukan peserta jaminan kesehatan
atau asuransi kesehatan social dapat mengikuti sistem rujukan. Dalam rangka
meningkatkan aksesibilitas, pemerataan dan peningkatan efektifitas pelayanan
kesehatan, rujukan dilakukan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat yang
memiliki kemampuan pelayanan sesuai kebutuhan pasien.

Tata Cara Rujukan :


(1) Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal.
(2) Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda
tingkatan.
(3) Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu
tingkatan.
(4) Rujukan vertikal dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih
rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila setiap orang yang bukan peserta
jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dapat mengikuti sistem
rujukan. Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas, pemerataan dan peningkatan
efektifitas pelayanan kesehatan, rujukan dilakukan ke fasilitas pelayanan
kesehatan terdekat yang memiliki kemampuan pelayanan sesuai kebutuhan
pasien.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke
tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila Penjelasan sekurang-
kurangnya meliputi:
a. diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan;
b. alasan dan tujuan dilakukan rujukan;
c. risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan;
d. transportasi rujukan; dan
e. risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan.

Perujuk sebelum melakukan rujukan harus:


a. melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi pasien
sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk tujuan keselamatan
pasien selama pelaksanaan rujukan;
a. melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa
penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan pasien gawat
darurat; dan
b. membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima
rujukan (UU RI No.4, 2009).

2.2 Puskesmas
2.2.1. Definisi Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat
dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI, 2014).

2.2.2. Klasifikasi Puskesmas


Menurut Permenkes No. 75/Menkes/Per/III/2014, dalam rangka pemenuhan
Pelayanan Kesehatan yang didasarkan pada kebutuhan dan kondisi masyarakat,
Puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik wilayah kerja dan
kemampuan penyelenggaraan.
1) Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya, Puskesmas dikategorikan menjadi:
a. Puskesmas kawasan perkotaan;
b. Puskesmas kawasan pedesaan; dan
c. Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil.

Puskesmas kawasan perkotaan merupakan Puskesmas yang wilayah


kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat)
kriteria kawasan perkotaan sebagai berikut:
a. aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduknya pada sektor non
agraris, terutama industri, perdagangan dan jasa;
b. memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah radius 2,5 km, pasar radius 2
km, memiliki rumah sakit radius kurang dari 5 km, bioskop, atau hotel;
c. lebih dari 90% (sembilan puluh persen) rumah tangga memiliki listrik; dan/atau
d. terdapat akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas perkotaan.
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan oleh Puskesmas kawasan perkotaan
memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. memprioritaskan pelayanan UKM;


b. pelayanan UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat;
c. pelayanan UKP dilaksanakan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat;
d. optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan Puskesmas dan
jejaring fasilitas pelayanan kesehatan; dan
e. pendekatan pelayanan yang diberikan berdasarkan kebutuhan dan permasalahan
yang sesuai dengan pola kehidupan masyarakat perkotaan.

Puskesmas kawasan pedesaan merupakan Puskesmas yang wilayah


kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat)
kriteria kawasan pedesaan sebagai berikut:
a. aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduk pada sektor agraris;
b. memiliki fasilitas antara lain sekolah radius lebih dari 2,5 km, pasar dan
perkotaan radius lebih dari 2 km, rumah sakit radius lebih dari 5 km, tidak
memiliki fasilitas berupa bioskop atau hotel;
c. rumah tangga dengan listrik kurang dari 90% (Sembilan puluh persen; dan
d. terdapat akses jalan dan transportasi menuju fasilitas tersebut

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh Puskesmas kawasan pedesaan


memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. pelayanan UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat;
b. pelayanan UKP dilaksanakan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan oleh masyarakat;
c. optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan Puskesmas dan
jejaring fasilitas pelayanan kesehatan; dan
d. pendekatan pelayanan yang diberikan menyesuaikan dengan pola kehidupan
masyarakat perdesaan.

Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil merupakan Puskesmas


yang wilayah kerjanya meliputi kawasan dengan karakteristik sebagai berikut:
a. berada di wilayah yang sulit dijangkau atau rawan bencana, pulau kecil, gugus
pulau, atau pesisir;
b. akses transportasi umum rutin 1 kali dalam 1 minggu, jarak tempuh pulang pergi
dari ibukota kabupaten memerlukan waktu lebih dari 6 jam, dan transportasi
yang ada sewaktu-waktu dapat terhalang iklim atau cuaca; dan
c. kesulitan pemenuhan bahan pokok dan kondisi keamanan yang tidak stabil.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh Puskesmas kawasan terpencil


dan sangat terpencil memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. memberikan pelayanan UKM dan UKP dengan penambahan kompetensi tenaga
kesehatan;
b. dalam pelayanan UKP dapat dilakukan penambahan kompetensi dan
kewenangan tertentu bagi dokter, perawat, dan bidan;
c. pelayanan UKM diselenggarakan dengan memperhatikan kearifan lokal;
d. pendekatan pelayanan yang diberikan menyesuaikan dengan pola kehidupan
masyarakat di kawasan terpencil dan sangat terpencil;
e. optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan Puskesmas dan
jejaring fasilitas pelayanan kesehatan; dan
f. pelayanan UKM dan UKP dapat dilaksanakan dengan pola gugus pulau/cluster
dan/atau pelayanan kesehatan bergerak untuk meningkatkan aksesibilitas.

1) Berdasarkan kemampuan penyelenggaraan, Puskesmas dikategorikan menjadi:


a. Puskesmas non rawat inap
Puskesmas non rawat inap adalah Puskesmas yang tidak
menyelenggarakan pelayanan rawat inap, kecuali pertolongan persalinan
normal.
b. Puskesmas rawat inap
Puskesmas rawat inap adalah Puskesmas yang diberi tambahan sumber
daya untuk meenyelenggarakan pelayanan rawat inap, sesuai pertimbangan
kebutuhan pelayanan kesehatan.

2.2.3. Jenis Pelayanan Puskesmas


Menurut Permenkes No. 75/Menkes/Per/III/2014, puskesmas bertanggung
jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan tingkat pertama yang menjadi tanggung
jawab puskesmas meliputi :
a. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi
dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan
perorangan tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan mencegah
penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk
puskesmas tertentu ditambah rawat inap.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik
dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah
penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pelayanan kesehatan tersebut antara lain adalah promosi kesehatan,
pemberantasan penyakit, kehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan
kesehatan keluarga, KB, kesehatan jiwa, serta berbagai program kesehatan
masyarakat lainnya (Permenkes RI, 2014).

Pelayanan yang diberikan di Puskesmas adalah pelayanan kesehatan yang


meliputi :
1. Pelayanan pengobatan (kuratif) yaitu merupakan suatu rangkaian dari
pengelolaan obat yang merupakan tahapan akhir dari pelayanan kesehatan yang
akan ikut menentukan efektifitas upaya pengobatan oleh tenaga medis kepada
pasien.
2. Upaya pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yaitu merupakan kegiatan dalam
upaya pemulihan kesehatan.
3. Upaya pencegahan (preventif) yaitu merupakan rangkaian kegiatan dalam
rangka pencegahan penyakit dengan memelihara kesehatan lingkungan
maupun perorangan.
4. Upaya peningkatan kesehatan (promotif) yaitu upaya kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan merupakan konsep
kesatuan upaya kesehatan.

2.2.3. Jenis Pelayanan Puskesmas

Menurut Permenkes No. 75/Menkes/Per/III/2014, puskesmas bertanggung


jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan tingkat pertama yang menjadi tanggung
jawab puskesmas meliputi :
c. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi
dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan
perorangan tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan mencegah
penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk
puskesmas tertentu ditambah rawat inap.
d. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik
dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah
penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pelayanan kesehatan tersebut antara lain adalah promosi kesehatan,
pemberantasan penyakit, kehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan
kesehatan keluarga, KB, kesehatan jiwa, serta berbagai program kesehatan
masyarakat lainnya (Permenkes RI, 2014).
Pelayanan yang diberikan di Puskesmas adalah pelayanan kesehatan yang
meliputi :

1. Pelayanan pengobatan (kuratif) yaitu merupakan suatu rangkaian dari


pengelolaan obat yang merupakan tahapan akhir dari pelayanan kesehatan yang
akan ikut menentukan efektifitas upaya pengobatan oleh tenaga medis kepada
pasien.
2. Upaya pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yaitu merupakan kegiatan dalam
upaya pemulihan kesehatan.
3. Upaya pencegahan (preventif) yaitu merupakan rangkaian kegiatan dalam
rangka pencegahan penyakit dengan memelihara kesehatan lingkungan
maupun perorangan.
4. Upaya peningkatan kesehatan (promotif) yaitu upaya kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan merupakan konsep
kesatuan upaya kesehatan.
2.2.4. Tujuan Puskesmas
Tujuan Puskesmas menurut Permenkes No. 75/Menkes/Per/III/2014
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang:
a. memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat;
b. mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
c.hidup dalam lingkungan sehat; dan
d. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat.

2.2.5 Tugas dan Fungsi Puskesmas

A. Tugas Puskesmas
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat (Depkes RI, 2014).

B. Fungsi Puskesmas
Permenkes No. 75/Menkes/Per/III/2014, puskemas dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Puskesmas menyelenggarakan fungsi
dalam pasal 5:

a. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan

b. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.

Dalam menyelenggarakan fungsinya Puskesmas berwenang untuk:


a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat
dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;
c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan;
d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama
dengan sektor lain terkait;
e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat;
f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas;
g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;
h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan
cakupan Pelayanan Kesehatan; dan
i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit.

Dalam menyelenggarakan fungsinya Puskesmas berwenang untuk:


a. menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu;
b. menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif
dan preventif;
c. menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat;
d. menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan
keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;
e. menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja
sama inter dan antar profesi;
f. melaksanakan rekam medis;
g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses
pelayanan kesehatan;
h. melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan;
i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem
Rujukan (Permenkes RI, 2014).

2.2.6. Organisasi Puskesmas


Organisasi Puskesmas disusun oleh dinas kesehatan kabupaten/kota
berdasarkan kategori, upaya kesehatan dan beban kerja Puskesmas. Organisasi
Puskesmas paling sedikit terdiri atas:
a. kepala Puskesmas;
b. kepala sub bagian tata usaha;
c.penanggung jawab UKM dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat;
d.penanggung jawab UKP, kefarmasian dan Laboratorium; dan
e. penanggungjawab jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan (Permenkes RI, 2014).

2.2.7. Upaya Kesehatan Puskesmas


Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama
dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama.

a. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama


upaya kesehatan masyarakat meliputi meliputi upaya kesehatan masyarakat
esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan

i. Upaya kesehatan masyarakat esensial Upaya kesehatan masyarakat esensial


harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas untuk mendukung pencapaian
standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan, meliputi :
a. pelayanan promosi kesehatan;
b. pelayanan kesehatan lingkungan;
c. pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;
d. pelayanan gizi; dan
e. pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
iii. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan upaya kesehatan
masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif
dan/atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan
dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi
sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas.

b. Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama


Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan sesuai dengan
standar prosedur operasional dan standar pelayanan, meliputi:
a. rawat jalan;
b. pelayanan gawat darurat;
c. pelayanan satu hari (one day care);
d. home care; dan/atau
e. rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan
kesehatan (Permenkes RI, 2014).
2.2.8. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas

Sistem informasi manajemen puskesmas biasanya menggunakan sistem


pencatatan dan pelaporan puskesmas (SP2TP) yang adalah sistem pencatatan dan
pelaporan puskesmas, data umum, saran, tenaga dan upaya kesehatan yang
dilakukan di puskesmas. Jenis data yang dikumpulkan dan dicatat dalam SP2TP
adalah :

a. Data umum dan data demografi


b. Data ketenagaan puskesmas
c. Data kegiatan pokok puskesmas di dalam gedung dan di luar gedung

Pencatatan SP2TP meliputi :

a. Pencatatan
Kegiatan puskesmas di dalam dan di luar gedung puskesmas harus dicatat.
Formulir pencatatan puskesmas meliputi rekam kesehatan keluarga, KTPK,
kartu rawat jalan, kartu rawat inap, penderita kusta, penderita paru, indeks
khusus, kartu ibu anak, KMS balita, kartu rumah dan regitrasi harian.
b. Pelaporan
1) Laporan bulanan terdiri dari :
a) LB 1 : data kesakitan
b) LB 2 : data obat-obatan
c) LB 3 : data gizi, KIA, imunisasi dan P2M
d) LB 4 : kegiatan puskesmas
2) Laporan tahunan terdiri dari :
a) LT 1 : data dasar puskesmas
b) LT 2 : data kepegawaian puskesmas
c) LT 3 : data peralatan termasuk pustu dan pusling
3) Laporan Khusus terdiri dari :
a) Laporan KLB
WB1 : KLB dengan rentang waktu kurang dari 24 jam
WB2 : KLB Mingguan
b) Laporan Sentinel
LB1s : Diare
LB2s : ISPA, UKK
4) Pengolahan
Dari data yang diperoleh puskesmas mengolahnya menjadi :
a) Pemantauan wilayang setempat
b) Distribusi penyakit dan kecenderungannya
c) Stratifikasi peskesmas
d) Pemanfaatan

2.2.9. Sistem Rujukan Puskesmas

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus


penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik
secara vertikal maupun horizontal. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan
antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas,
peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. Rujukan vertikal
adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat
dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi
atau sebaliknya.

 Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan
yang lebih tinggi dilakukan apabila:
a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
b. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.
 Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan
yang lebih rendah dilakukan apabila :
a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik
dalam menangani pasien tersebut;
c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan
pelayanan jangka panjang; dan/atau
d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

Pelayanan Pelayanan
Kesehatan Kesehatan
tingkat 3, RS Rujukan horizontal tingkat 3, RS

Pelayanan Pelayanan
Kesehatan Kesehatan
tingkat 2 Rujukan horizontal
tingkat 2
RS kelas C, RS kelas C,

pelayanan kesehatan tingkat pelayanan kesehatan tingkat


1 Rujukan 1

puskesmas, klinik pratama, puskesmas, klinik pratama,

Sesuai dengan upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas, ada


dua macam rujukan yang dikenal yakni :

a. Rujukan upaya kesehatan perorangan


Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit.
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit
tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan
kesehatan yang lebih mampu (baik horizontal maupun vertikal). Sebaliknya
pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, bisa
dirujuk kembali ke puskesmas.
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam :

1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik


(operasi) dan lain-lain.
2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium
yang lebih lengkap.
3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih
kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau
menyelenggarakan pelayanan medik spesialis di puskesmas.
b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan
masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan dan bencana.
Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu
puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib
dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi
kebutuhan masyarakat. Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas
tiga macam :
1) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging,
peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual,
bantuan obat, vaksin, bahan-bahan habis pakai dan bahan makanan.
2) Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan kejadian
luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hokum kesehatan,
penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam.
3) Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan
tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat dan atau
penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (antara lain usaha kesehatan
sekolah, usaha kesehatan kerja, usaha kesehatan jiwa, pemeriksaan contoh
air bersih) kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Rujukan operasional
diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu ( Alamsyah, 2011).

2.3 UKGS
2.3.1 Definisi UKGS
Usaha kesehatan gigi sekolah (UKGS) adalah suatu upaya kesehatan
masyarakat yang ditujukan untuk memelihara, meningkatkan kesehatan gigi dan
mulut seluruh peserta didik di sekolah binaan yang ditunjang dengan upaya
kesehatan perorangan berupa upaya kuratif bagi individu (peserta didik) yang
memerlukan perawatan kesehatan gigi dan mulut (Kemenkes RI, 2012).
Pada pelaksanaannya, program dari UKGS di Indonesia hanya diberikan
pada murid-murid sekolah dasar yang mengutamakan kegiatan pencegahan penyaki
gigi dan mulut (preventif) . Keberhasilan program UKGS di sekolah tidak terlepas
dari peran serta guru, orang tua murid, dan murid sebagai sasaran. Serta penerapan
manajemen yang baik dalam pelaksanaanprogram UKGS dilapangan (Depkes,
2009)

2.3.2 Klasifikasi dan Kegiatan UKGS


Berdasarkan sarana atau tenaga kesehatan gigi di Puskesmas, kegiatan
UKGS dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
a. UKGS tahap I (paket subminimal UKS)
Upaya kesehatan gigi dan mulut pada anak usia sekolah yang belum tercapai
oleh tenaga kesehatan lain dan staf pengajar pada sekolah tersebut.
Kegiatannya berupa :
1) Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut oleh guru-gurunya dengan
materi sesuai kurikulum olahraga dan kesehatan
2) Upaya pencegahan penyakit gigi dan mulut berupa kegiatan bimbingan
pemeliharaan diri, dan sikat gigi bersama 1 kali sebulan
3) Rujukan pencegahan penyakit gigi dan mulut bagi yang memerlukan
b. UKGS tahap II (paket minimal UKS)
Sudah ada tenaga dan sarana kesehatan gigi terbatas, kegiatannya berupa :
1) Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut oleh guru
2) Pengobatan ringan dan pertolongan pertama untuk menghilangkan rasa
sakit gigi di sekolah oleh guru dan dokter gigi kecil
3) Upaya pencegahan penyakit gigi dan mulut berupa sikat gigi bersama
dengan pasta gigi berfluoride 1 kali sebulan, pembersihan karang gigi,
kumur-kumurdengan larutan fluoride untuk daerah yang rawan karies
c. UKGS tahap III (paket optimal UKS)
Sudah tersedianya tenaga kesehatan dan sarana yang memadai pada
puskesmas, kegiatannya berupa :
1) Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut oleh guru
2) Pengobatan ringan dan pertolongan pertama untuk menghilangkan rasa
sakit oleh dokter gigi, guru dan perawat
3) Upaya pencegahan penyakit gigi dan mulut berupa sikat gigi bersama
dengan pasta gigi berfluoride 1 kali sebulan, pembersihan karang gigi,
kumur-kumur dengan larutan fluoride untuk daerah rawan karies
4) Upaya pengobatan berupa pengobatan atas permintaan para murid kelas
I-VI sesuai dengan kondisi penyakit (Kemenkes RI, 2012).

2.4 Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD)


Sudah 56,7 % Puskesmas di Indonesia yang sudah melaksanakan Usaha
Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM) . Programnya berupa :
a) Mengintegrasikan promosi kesehatan gigi dan mulut kedalam program perilaku
hidup bersih dan sehat.
b) Membuat media promosi yang inovatiff dan efektif, baik melalui media cetak,
media elektronik dan secara langsung pada semua kelompok umur pada masyarakat
seperti mencetak leaflet, poster, CD, lembar balik, serta dialog interaktif di TV,
radio,tayangan pendek, dll
c) Melakukan pendidikan tentang pentingnya perawatan gigidan mulut yang teratur
oleh tenaga kesehatan gigi baik secaraindividu maupun masyarakat (Kemenkes RI,
2012).

2.3 Penyakit/ Kelainan yang Sering Ditemukan di Rongga Mulut


2.3.1 Gangguan Perkembangan Dan Erupsi Gigi
a. Persistensi
Persistensi gigi sulung adalah suatu keadaan dimana gigi sulung belum tanggal
walaupun waktu tanggalnya sudah tiba.Keadaan ini sering dijumpai pada anak usia
6-12 tahun pada fase geligi pergantian. Persistensi gigi sulung tidak mempunyai
penyebab tunggal tetapi merupakan gangguan yang disebabkan multifaktor, yaitu :
1. Resorpsi akar gigi susu yang lambat. Hal ini bisa dikarenakan gangguan
nutrisi, hormonal atau gigi berlubang besar dengan indikasi perawatan
saraf yang tidak dirawat.
2. Posisi abnormal benih gigi tetap/ arah tumbuhnya gigi permanen tidak
searah dengan arah tanggalnya gigi sulung yang akan digantikannya.
3. Ketidakcukupan tempat bagi gigi yang akan tumbuh untuk menggantikan
gigi susu. Dengan demikian gigi susu mengarah kepada tempat yang
kosong bisa di depan atau belakang gigi susunya.
Perawatan yang harus dilakukan untuk kasus persistensi adalah segera mencabut
gigi sulung yang persistensi agar gigi permanen dapat erupsi ke posisi yang benar.
Bila tidak segera diekstraksi akan menyebabkan maloklusi, sehingga diperlukan
perawatan ortodontik untuk memperbaiki posisi gigi permanen ke dalam lengkung
yang benar. Anastesi yang digunakan untuk ekstraksi adalah anastesi local bisa
menggunakan chlor etyl maupun anastesi infiltrasi tergantung dari kedaan gigi
sulung sudah goyang atau belum (Birnbaum dan Dunne, 2010).

b. Ulcus Decubitus
Ulcus dekubitus adalah suatu inflamasi (ulcus) yang disebabkan oleh trauma
atau iritasi tajam yang terjadi secara terus - menerus dan lama. Ulcus diartikan
sebagai defek lokal atau ekskavasi permukaan jaringan atau organ, yang lebih
dalam dari jaringan epitel. Ulcus dekubitus merupakan lesi oral yang sering
dijumpai. Penyebab ulkus dekubitus beragam, meliputi gigi yang patah atau
tajam, penggunaan instrumen dental yang tidak benar, makanan keras, benda
asing tajam, mukosa yang tergigit, dan iritasi. Anak-anak seringkali dijumpai
ulcus decubitus yang disebabkan akar gigi susu terdorong oleh gigi permanen
yang menyebabkan akar gigi susu keluar menembus gusi (Birnbaum dan Dunne,
2010).

2.3.2 Karies Gigi


Karies gigi merupakan penyakit infeksi mikrobiologi pada gigi yang dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan keras. Jaringan keras pada mahkota gigi
adalah email dan dentin, sedangkan pada akar gigi adalah sementum. Pembentukan
karies di gigi merupakan tanda terjadinya infeksi bakteri. Lesi karies hanya dapat
terjadi jika massa bakteri pada gigi mampu membentuk lingkungan yang bersifat
asam untuk demineralisasi gigi. Massa bakteri ini, atau yang dikenal luas sebagai
plak gigi (dental plaque), merupakan massa bakteri yang bersifat gelatin yang
menempel pada permukaan gigi. Bakteri yang dominan sebagai penyebab karies
gigi asalah Streptococcus mutans. Sisa-sisa makanan pada gigi dimetabolisme oleh
bakteri yang terdapat pada plak gigi dan menghasilkan zat asam sebagai produknya.
Zat asam ini dapat menurunkan pH pada permukaan gigi dan meluruhkan struktur
kristal jaringan keras gigi (email, dentin). Ketika sisa makanan telah dimetabolisme,
aktivitas bakteri menurun dan perlahan pH pada permukaan gigi kembali
meningkat. Remineralisasi struktur gigi yang rusak dapat terjadi pada pH diatas 5,5.
Saliva mengandung kalsium dan ion fosfat konsentrasi tinggi yang dapat menjadi
zat untuk remineralisasi gigi dan dapat meningkatkan efek buffering pada rongga
mulut. Lubang di gigi dapat terbentuk jika proses demineralisasi lebih besar
dibandingkan remineralisasi gigi. Jika karies tidak mendapat perawatan, maka lama
kelamaan dapat mengakibatkan rasa sakit, terganggunya fungsi pengunyahan,
fungsi bicara, estetika dan dapat menjadi infeksi fokal (Kidd & Bechal, 2001).
Perawatan yang dapat dilakukan pada karies salah satunya melalui
perawatan restorasi.Restorasi merupakan perawatan untuk mengembalikan struktur
anatomi dan fungsi pada gigi, yang disebabkan fraktur, atrisi, abrasi, erosi dan
karies (Kidd & Bechal, 2001).

2.3.3 Penyakit Pulpa dan Jaringan Periapikal


Penyakit pulpa adalah penyakit pada jaringan di dalam saluran akar gigi
yang disebabkan oleh bakteri, mekanis dan kimiawi yang lama kelamaan inflamasi
menjalari jaringan periapikal. Gejala awal penyakit pulpa seringkali tanpa disertai
rasa nyeri dan tidak disadari oleh pasien. Reaksi pulpa terhadap cedera sangat
individual dan variatif, sehingga proses kelanjutan inflamasi sulit diperkirakan.
Umumnya pasien penyakit pulpa mencari pertolongan dokter gigi dalam keadaan
infeksi lanjutan. Membiarkan kondisi penyakit pulpa dan periapikal tanpa
penanganan dokter gigi akan menimbulkan infeksi yang lebih parah dan komplikasi
lainnya. Inflamasi pulpa dan periapikal juga dapat menimbulkan kelainan secara
sistemik (Kidd & Bechal, 2001).
Abses gigi adalah suatu keadaan dimana terjadinya pengumpulan nanah dari
sebuah gigi ke jaringan sekitarnya, biasanya berasal dari suatu infeksi. Pada
pemeriksaan tampak pembengkakan disekitar gigi yang sakit.bila abses terdapat di
gigi depan atas, pembengkakan dapat sampai ke kelopak mata, sedangkan abses
gigi belakang atas menyebabkan bengkak sampai ke pipi. Abses gigi bawah
menyebabkan bengkak sampai ke dagu atau telinga dan submaksilaris.Penderita
kadang demam, kadang tidak dapat membuka mulut lebar.Gigi goyang dan sakit
saat mengunyah (Kidd & Bechal, 2001).
Terapi simptomatik pasien dengan abses adalah dengan obat analgetika
yang bertujuan untuk mengurangi nyeri dan rasa sakit pada gigi yang mengalami
Abses.Jika jelas terdapat infeksi, dapat diberikan terapi dengan Antibiotika selama
5 hari.Bila ada indikasi, gigi harus dicabut setelah infeksi reda (Kidd & Bechal,
2001).

2.3.4 Gingivitis Dan Penyakit Peridodontal


a. Gingivitis
Penyakit periodontal merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut
yang memiliki prevalensi cukup tinggi di masyarakat dengan prevalensi penyakit
periodontal pada semua kelompok umur di indonesia adalah 96,58%. Penyakit yang
menyerang pada gingiva dan jaringan pendukung gigi ini merupakan penyakit
infeksi serius dan apabila tidak dilakukan perawatan yang tepat dapat
mengakibatkan kehilangan gigi. Gingiva normal memiliki warna merah muda,
konsistensi yang kenyal dan tekstur stippling atau seperti kulit jeruk. Jika terjadi
invasi bakteri maka akan terjadi gingivitis (Nisa dan primartha, 2015).
Gingivitis adalah bentuk penyakit periodontal yang ringan, dengan tanda
klinis gingiva berwarna merah, membengkak dan mudah berdarah, sedangkan
periodontitis ditandai dengan kehilangan perlekatan dan pembentukan pocket yang
disebabkan oleh perkembangan bakteri patogen dan penurunan mekanisme
pertahanan diri pasien (Carranza dan Newman, 2011).

b. Periodontitis
Periodontitis secara umum dapat diartikan sebagai inflamasi yang melibatkan
struktur jaringan pendukung gigi. Periodontitis dapat menyebabkan inflamasi yang
berlebihan dengan meningkatnya TNF-α, IL-6, IL-1 memasuki sirkulasi sistem.
Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi yang menyerang gingiva dan
jaringan pendukung gigi lainnya, jika tidak dilakukan perawatan yang tepat dapat
mengakibatkan kehilangan gigi. Akumulasi bakteri plak pada permukaan gigi
merupa kan penyebab utama penyakit periodontal.
Tanda awal dan persisten dari penyakit periodontal adalah kerusakan
jaringan ikat yang terbentuk dari protein ini yang diserang oleh protease yang
berasal dari bakteri atau hospes. Bakteri yang berhubungan dengan penyakit
periodontal dapat memproduksi berbagai enzim proteolitik yang ikut berperan pada
kerusakan jaringan, yaitu; kolagenase dari spesies Bacteroides, Actinobacillus
actinomycetemcomitans dan Spirochaeta. Pada subyek sakit produk kolagenase
pada leher gingiva yang inflamasi atau poket periodontal tentu berbeda dalam
aktifitas dan kadarnya pada leher gingival dan poket periodontal yang sehat
(Carranza dan Newman, 2011).

2.4. Unit Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)


2.4.1 Definisi UKGS
Salah satu upaya dalam upaya kesehatan gigi yang ditujukan kepada anak
usia sekolah di dalam lingkungan sekolah, di mana pelayanan meliputi promotif,
preventif hingga perawatan paripurna (Depkes, 2004). UKGS mempunyai tujuan
menghilangkan dan mengurangi gangguan kesehatan gigi dan mempertinggi
kesadaran anak usia sekolah tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi
(Muninjaya, 2009).

2.4.2 Klasifikasi dan Kegiatan UKGS


Berdasarkan sarana atau tenaga kesehatan gigi di Puskesmas, kegiatan
UKGS dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu:

a. UKGS tahap I (paket subminimal UKS)


Upaya kesehatan gigi dan mulut pada anak usia sekolah yang belum tercapai
oleh tenaga kesehatan lain dan staf pengajar pada sekolah tersebut.
Kegiatannya berupa :
1) Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut oleh guru-gurunya dengan
materi sesuai kurikulum olahraga dan kesehatan
2) Upaya pencegahan penyakit gigi dan mulut berupa kegiatan bimbingan
pemeliharaan diri, dan sikat gigi bersama 1 kali sebulan
3) Rujukan pencegahan penyakit gigi dan mulut bagi yang memerlukan
b. UKGS tahap II (paket minimal UKS)
Sudah ada tenaga dan sarana kesehatan gigi terbatas, kegiatannya berupa :
1) Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut oleh guru
2) Pengobatan ringan dan pertolongan pertama untuk menghilangkan rasa
sakit gigi di sekolah oleh guru dan dokter gigi kecil
3) Upaya pencegahan penyakit gigi dan mulut berupa sikat gigi bersama
dengan pasta gigi berfluoride 1 kali sebulan, pembersihan karang gigi,
kumur-kumurdengan larutan fluoride untuk daerah yang rawan karies
c. UKGS tahap III (paket optimal UKS)
Sudah tersedianya tenaga kesehatan dan sarana yang memadai pada
puskesmas, kegiatannya berupa :
1) Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut oleh guru
2) Pengobatan ringan dan pertolongan pertama untuk menghilangkan rasa
sakit oleh dokter gigi, guru dan perawat
3) Upaya pencegahan penyakit gigi dan mulut berupa sikat gigi bersama
dengan pasta gigi berfluoride 1 kali sebulan, pembersihan karang gigi,
kumur-kumur dengan larutan fluoride untuk daerah rawan karies
4) Upaya pengobatan berupa pengobatan atas permintaan para murid kelas
I-VI sesuai dengan kondisi penyakit (Depkes, 2009)

2.5 Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD)


2.5.1 Definisi UKGMD
UKGMD adalah suatu usaha kesehatan gigi yang dilakukan pada kalangan
masyarakat dengan tujuan mengenalkan kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat
desa terutama tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan, menghilangkan
kebiasaan buruk masyarakat dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut, serta
mengajak masyarakat untuk berobat ke Puskesmas.

2.5.2 Kegiatan UKGMD


UKGMD ini dilaksanakan pada saat posyandu, atau biasa juga di pengajian-
pengajian di masyarakat atau lainnya, kegiatan yang dilakukan adalah penyuluhan
tentang kesehatan gigi dan mulut.

Target UKGMD yaitu,

a. 20% dari jumlah desa binaan


b. 90% dari ibu hamil yang ada
c. 60% dari APRAS (anak usia prasekolah) meliputi penyuluhan, demo sikat
gigi, pemeriksaan gigi dan mulut
d. 30% dari anak SD yang diobati di SD dan puskesmas
e. 4% penduduk yang datang ke puskesmas.

2.6 Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu)


2.6.1 Definisi Posyandu
Posyandu adalah pos pelayanan terpadu yang merupakan salah satu bentuk
keterpaduan pelayanan kesehatan dan keluarga berencana yang dilakukan oleh, dari
dan bersama masyarakat untuk memberdayakan dan mencari kemudahan kepada
masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan gigi bagi ibu dan anak balita.

2.6.2 Klasifikasi dan Kegiatan Posyandu


Kegiatan posyandu dibagi menjadi 2, yaitu,

a. Kegiatan umum sekurang-kurangnya mencakup lima kegiatan yaitu :


1) KIA
2) KB
3) Imunisasi
4) Gizi
5) Pencegahan dan penanggulangan diare
b. Kegiatan pengembangan atau pilihan, dapat menambah kegiatan baru
disamping kegiatan utama yang telah ditetapkan dan dilaksanakan dengan
baik. Kegiatan baru tersebut antara lain :
1) Bina Keluarga Balita (BKB)
2) Penemuan dini dan pengamatan penyakit potensial (KLB)
3) Program servikasi tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan
melalui tanaman obat (TOGA)
4) Kegiatan ekonomi produktif seperti usaha peningkatan pendapatan
keluarga usaha simpan pinjam

Anda mungkin juga menyukai