A
RTRITIS RHEUMATOID MERUPAKAN PENYAKIT AUTOIMUN YANG SERING DITEMUI,
J AL U R I M U N I T A S A D A PT I F
Kekebalan humoral adaptif merupakan bagian penting dari arthritis rheumatoid. Sel B
sinovial terutama terlokalisasi dalam agregat sel T dan sel B – kenyataannya beberapa
jaringan memiliki folikel limfoid ektopik -- yang didukung oleh ekspresi dari faktor yang
meliputi proliferation-inducing ligand (APRIL), stimulator limfosit B (BLyS ), dan CC dan
kemokin CXC (contoh : ligan kemokin CXC 14 dan 21). Plasmablast dan sel-sel plasma
terdistribusi luas dalam sinovium dan juga didalam sumsum tulang juksta-artikular. Peran
patogenik dari sel B CD20+ telah dikonfirmasi oleh efikasi rituximab pada arthritis
rheumatoid. Karena sel B plasma tidak ditargetkan oleh antibodi anti-CD20, dan tingkat
autoantibodi yang mengalami perubahan setelah pengobatan, observasi klinis ini
menunjukkan bahwa peran sel B dan turunannya dalam patogenesis arthritis rheumatoid
mempengaruhi produksi autoantibodi yang meliputi presentasi autoantigen dan produksi
sitokin (contoh: interleukin-6, TNF-α, dan limfotoksin-β).
A K T I V AS I S I S T E M KE KE B A L A N T UB U H B A WA AN
Berbagai sel efektor bawaan, termasuk makrofag, sel mast, dan natural killer cell
dapat ditemukan pada membran sinovial, dimana neutrofil didapatkan dalam jumlah yang
lebih banyak pada cairan sinovial. Faktor stimulasi koloni makrofag, faktor stimulasi koloni
granulosit, dan faktor stimulasi koloni granulosit-makrofag (GM-CSF) meningkatkan
pematangan sel-sel, pengeluaran sel-sel tersebut dari sumsum tulang, dan perpindahannya ke
sinovium. Secara khusus, makrofag merupakan efektor utama dari sinovitis; agen biologic
yang efektif secara klinis secara konsisten mengurangi infiltrasi makrofag kedalam sinovium.
Makrofag bekerja melalui pelepasan sitokin (contoh: TNF-α dan interleukin-1, 6, 12, 15, 18,
dan 23), oksigen intermediet reaktif, nitrogen intermediet, produksi dari prostanoid dan enzim
degradasi matriks, fagositosis, serta presentasi antigen. Pola ekspresi dari sitokin proinflamasi
dan sintesis nitric oxide menunjukkan predominanasi makrofag M1. Makrofag diaktivasi oleh
toll-like receptors (TLRs) (contoh: TLR 2, 6, 3, 4, dan 8) dan nucleotide-binding
oligomerization domain (NOD)-like receptors (NLRs) yang mengenali pola molekuler terkait
pathogen dan pola molekuler terkait kerusakan yang secara potensial meliputi bakteri, virus,
dan ligan endogen. Aktivasi makrofag juga diatur oleh sitokin, interaksi dengan sel T,
kompleks imun, partikel lipoprotein dan agonis reseptor hepar X (contoh: oxysterol, oxidized
low-density lipoprotein [LDL], dan serum amiloid A-rich high-density lipoprotein [HDL]),
serta lingkungan mikro kaya melalui aktivasi reseptor protease 2. Selain itu, spesies
microRNA (microRNA-155) telah dikaitkan dengan regulasi ekspresi sitokin sinovial.
S I T O KI N DAN J A L U R S I N Y A L I N T R AS E L UL E R
Produksi sitokin yang meningkal oleh sel-sel synovial adalah patogenesis utama dari
arthritis rheumatoid. Sitokin yang terbentuk akan berubah seiring waktu, dimana pada
arthritis rheumatoid stadium awal akan terbentuk IL 4, 13, 15 yang berperan pada penyakit
kronis. TNF-α berperan penting melalui pengaktifan sitokin dan kemokin, penyatuan sel-sel
endotel, pemeliharaan fibloblas synovial, angiogenesis, sepresi sel T regulator, dan induksi
rasa nyeri. IL 6 mengaktifkan leukosit local, yang memproduksi autoantibodi tetapi
memediasi efek akut sistemik, anemia, disfungsi kognitif, gangguan metabolisme lipid. Peran
utama dari kedua sitokin ini sudah dibuktikan dengan keberhsilan terapi melalui pemblokan
dari TNF-α dan reseptor IL 6 pada pasien arthritis rheumatoid (Tabel 3).
Kelompok IL1 (contohnya, IL 1α, 1β, 18, dan 33) banyak terdapat di pasien arthritis
rheumatoid. Sitokin-sitokin tersebut akan mengaktifkan leukosit, sel endotel, kondrosit dan
osteoklas. Akan tetapi bukti klinis dari pemblokan IL1 hanya sedikit. Walaupun hal ini tidak
dapat dimengerti seluruhnya tetapi mungkin dikarenakan adanya 2 jalur pada jalur sinyal IL1.
Berdasarkan karakteristik biologic dari sitokin sinovial akan terus berkembang (Tabel 2).
Kompleks sinyal intraseluler (terutama kinase) yang mengatur fungsi reseptor sitokin
akan menunjang pembentukan molekul inhibitor. Walaupun banyak jalur sinyal intraseluler
yang aktif di sinovium, penentuan fungsi masing-masing sudah dilakukan melalui penelitian
klinis. Hasil penelitian dari inhibitor Kinase Janus (JAK) 1 dan 3 tofacitinib menunjukkan
jalur JAK yang memediasi fungsi dari beberapa sitokin, interferon dan faktor-faktor
pertumbuhan dari arthritis rheumatoid (Tabel 2). Selain itu, pemblokan dari tirosin kinase
dari limpa oleh fostamatinib, yang efektif di beberapa kelompok pasien, sesuai dengan peran
pada Sel B dan reseptor FC. Target intraselular lainnya, seperti Phosphatidylinositol 3-kinase,
Bruton’s tyrosine kinase, dan komponen lain dari jalur NF-кβ, menawarkan kemungkinan
strategi terapi yang efektif. Tetapi pada kinase p38 mitogen-aktivasi protein terjadi
kegagalan pada penelitian kinis walapun memeliki perkiraan klinis yang baik, hal ini
menunjukan adanya duplikasi jaringan sinyal molekul pada arthritis rheumatoid.
R E S P ON J A R I N G A N M E S E N KI M
Sinovium terdiri dari sinoviosit yang memiliki karakter seperti fibroblast dan
mesenkim (FLSs) dan makrofag local. Pada arthritis rheumatoid, membrane membesar dan
oleh sebab itu berpengaruh secara langsung pada kerusakan tulang rawan dan inflamasi
kronis serta menyediakan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan sel T dan sel B dan
pengaturan imun adaptif.
Mekanisme yang membentuk hiperplasia synovial tidak sepenuhnya dimengerti.
Peningkatan kapasitas proliferasi dari FLSs tidak dapat menjelaskan. Kemungkinan yang
lebih besar adalah karena resistensi apoptosis dimana dimediasi oleh berbagai jalur temasuk
mutasi gen p53 tumor suppressor; ekspresi dari protein stress ( heat shock protein 70), yang
menunjang keselamatan dari FLSs ; dan modulasi fungsi dari retikuluendoplasma oleh
sinoviolin, suatu enzim E3 ubiquitin ligase yang mengatur keseimbangan apoptosis dan
proliferasi sel. Sinoviolin mengatur ekspresi p53 dan fungsi biologisnya.dengan tambahan,
aktivsi dari jalur NF- кβ yang diinduksi oleh sitokin pada FLSs mendukung keselamatan
setelah ligase dari reseptor TNF-α. Metilasi dan asetilasi dari siklus sel gen regulator dan
ekspresi dari mikro RNA dapat menjadi faktor yang penting.
Hiperplasia synovial juga dapat ditunjukan oleh peningkatan influx sel mesenkim.
Pada tikus percobaan dengan artritis disertai imunodefisiensi gabungan yang berat, FLSs
menunjukan migrasi dan oleh karena itu mengaktifkan keterlibatan artikukuler.
Kemajuan yang besar telah menjelaskan jalur molekuler yang mempertahankan
integritas struktur membrane pada arthritis rheumatoid. Cadherin-11 dan β-catenin yang
memediasi interaksi FLSs-homotipik yang esensial untuk pembentukan membrane dan
inflamasi lanjut.
KERUSAKAN STRUKTURAL
K E RU S A K A N KARTILAGO
Hiperplasi dari sinovium adalah komponen utama dari timbulnya kerusakan jaringan
kartilago pada arthritis rheumatoid. Jaringan sinovium kehilangan efek protektif yang
dimilikinya yang diakibatkan oleh perubahan karakteristik dari ikatan protein dari permukaan
kartilago, memicu adhesi dan invasi dari FLS. Hasil sintesa dari FLS yaitu berupa MMPs
(terutama MMPs-1, 3, 8, 13, 14, dan 16) memicu pecahnya jaringan kolagen tipe II, berupa
proses yang menyangkut isi dari glikosaminoglikan dan retensi air yang mengarah langsung
kepada disfungsi bioemkanikal. MMP-14 merupakan MMP predominan yang diekspresikan
oleh FLSs untuk memecah matriks dari jaringan kartilago kolagen. Enzim matriks lain
(contoh: ADAMTS 5) memecah agregasi dan akhirnya menghilangkan integritas dari
kartilago.
Inhibitor enzim endogen, seperti TIMPs, gagal untuk mencegah proses penghancuran
ini. Lebih lanjut, jaringan kartilago artikuler juga telah membatasi kemampuannya untuk
beregenerasi. Kondrosit secara fisiologis mengatur komponen dari matriks, dibawah
pengaruh dari sitokin sinovial (interleukin-1 dan 17A) dan nitrogen reaktif intermediate,
kartilago secara progresif kehilangan kondrosit, yang merupakan bagian dari proses apoptosis
sel. Proses ini akan mengarah pada penghancuran dari permukaan kartilago dan pada foto
radiologi akan memperlihatkan gambaran berupa penyempitan dari celah sendi.
E RO S I T UL A N G
Erosi tulang terjadi secara cepat (terjadi pada 80 % pasien setelah 1 tahun
terdiagnosa) dan berhubungan erat dengan pemanjangan waktu dan peningkatan proses
inflamasi. Sitokin sinovial, biasanya berupa macrophage colony stimulating factor dan
aktivator dari reseptor NF-kB ligand (RANKL), akan memicu diferensiasi dan invasi dari
osteoklas yang berada di permukaan periostal sampai ke kartilago artikuler. TNF-α dan
interleukin-1, 6, dan 27 yang biasanya dapat memicu diferensiasi dan aktivasi dari osteoklas.
Osteoklas mempunyai enzim yang bersifat asam yang dapat menghancurkan lapisan mineral,
termasuk kartilago dan tulang subkondral, dimana hancurnya jaringan ini akan memicu
proses resorbsi yang kemudian akan bagian yang teresorbsi akan diisi oleh sel-sel inflamasi.
Faktor mekanik akan memicu beberapa tempat mengalami erosi. Tempat yang rawan
untuk terjadinya erosi tulang diantaranya adalah os metakarpal II dan III. Erosi pada tulang
kortikal akan memicu timbulnya akses dari cairan sinovial ke dalam sumsum tulang yang
akan mengakibatkan timbulnya proses inflamasi (osteitis yang akan terlihat pada pemeriksaan
MRI), dimana agregasi sel T dan sel B akan menggantikan lemak sumsum tulang. Semakin
jelas bahwa arthritis rheumatoid sendiri merupakan sebuah proses yang bermula dari sumsum
tulang dan akhirnya mempengaruhi membran sinovial.
Pada artritis rheumatoid yang aktif dapat terjadi penurunan kadar kolesterol total,
HDL, LDL yang dapat ditingkatkan kembali dengan terapi yang adekuat. Terapi yang
adekuat juga harus dapat menurunkan resiko kardiovaskular dan mengubah fisiologi dari
jaringan vaskuler. Obat golongan statin terbukti dapat menurunkan resiko kardiovaskular dan
faktor inflamasi pada pasien dengan artritis rheumatoid.
Proses inflamasi pada artritis rheumatoid juga akan berakibat ke otak (kelelahan dan
timbul gangguan kognitif), hati (dimana terjadi peningkatan respon fase akut dan dapat
terjadi anemia akibat penyakit kronis), paru (terjadi inflamasi dan fibrosis), kelenjar eksokrin
(Secondary Sjӧrgen’s syndrome), muskuloskeletal (sarkopenia), dan tulang (osteoporosis).
Osteoporosis mempengaruhi skeletal bagian aksial dan apendikular, tetapi dengan adanya
peningkatan dari respon fase akut dan proses inflamasi sehingga proses ini dapat terjadi
sebelum munculnya penyakit artritis itu sendiri. Obat-obatan anti inflamasi juga dapat
berakibat pada hilangnya matriks tulang dan supresi dari resorbsi tulang secara sistemik, yang
dapat diukur melalui bone-turnover biomarker.
Resiko terjadinya limfoma meningkat pada pasien artritis rheumatoid dan sangat
berhubungan dengan proses inflamasi yang terjadi. Resiko terjadinya kanker paru juga
meningkat pada pasien artritis rheumatoid yang dapat dihubungkan lagi dengan faktor resiko
lain yaitu pasien perokok. Selain karena perokok, resiko terjadinya kanker paru meningkat
juga dapat disebabkan oleh proses fibrosis dari jaringan interstitial paru.
KESIMPULAN