Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Kondisi orde baru,orde
lama,orde reformasi”
Penulis mengakui bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh
karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan
makalah ini. Penulis melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang penulis
miliki. Dimana penulis juga memiliki keterbatasan kemampuan.
Maka dari itu penulis bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca. Penulis akan
menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki
makalah penulis di masa datang. Sehingga semoga makalah berikutnya dan karya tulis lain dapat
diselesaikan dengan hasil yang lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Daftar Isi
Kata Pengantar .................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................. iii
BAB I Pendahuluan
A. LatarBelakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 1
C. Tujuan dan manfaat.............................................................................. 1
BAB II Pembahasan
A.Sebelum dan sesudah Kemerdekaan
B Orde lama ........................................................ 2
1. Pelaksanaan sistem politik pada masa orde lama ................................... 2
2. peran pki ................................... 4
C. Orde baru ........................................................
D. Orde reformasi ........................................................
BAB III Penutup
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Selamahampirsetahuntahunsebagaibangsamerdekakitadihadapkanpadapanggungsejarahperpolitikandanketa
tanegaraandengandekorasi, setting, aktor, maupuncerita yang berbeda-beda.
SetiappentassejarahcenderungbersifatekslusifdanSteriotipe.
Karenakekhasannyatersebutmakakepadasetiappentassejarahyangterjadidilekatkansuatuatributdemarkatif,
sepertiOrde Lama, OrdeBaru Dan KiniOrdeReformasi.
Karenaesklusifitastersebutmakaseringterjadipandangandanpemikiranyangersifatapologetikdankelirubahwa
masingasingOrdemerefleksikantatananperpolitikandanketatanegaraanyangsamasekaliberbedadariOrdesebel
umnyadantidakadaikatanhistorissamasekali
OrdeBarulahirkarenaadanyaOrdeLama,danOrdeBarusendiriharuslahdiyakinisebagaisebuahpanorama
bagikemunculanOrdeReformasi.DemikianjugasetelahOrdeReformasipastilahakanberkembangpentassejarah
perpolitikandanketatanegaraanlainnyadengan setting dancerita yang mungkin pula tidaksama.
DariperspektifinimakadapatdikatakanbahwaOrdeLamatelahmemberikanlandasankebangsaanbagiper
kembanganbangsaIndonesia.SementaraituOrdeBarutelahbanyakmemberikanpertumbuhanwacananormatifb
agipemantapanideologinasional,terutamamelaluikonvergensinilainilaisosialbudaya(Madjid,1998)OrdeRefo
rmasisendiriwalaupundapatdikatakanmasihdalamproses
pencarianbentuk,namuntelahmenancapakansatutekadyangbergunabagipenumbuhannilaidemokrasidankeadi
lanmelaluiupayapenegakansupremasihukumdanHAMNilainilaitersebutakanterusdiJustifikasidandiadaptasi
kandengandinamika yang terjadi.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapunrumusanmasalah yang hendak di uraikandalammakalahiniadalah ;
a. BagaimanakondisipolitikindonesianpadamasaOrdeLama ?
b. Bagaimanakondisipolitikpadamasademokrasi liberal danparlementer ?
c. Bagaimana proses peralihankekuasaandariorde lama keordebaru ?
d. Bagaimana proses terjadinyaperistiwa G 30 S/PKI ?
e. BagaimanaperbedaankebijakanpolitikpadamasaOrde Lama danOrdeBaru ?
1
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuanpenulisanmakalahiniadalahuntuk ;
a. MengetahuikondisipolitikindonesianpadamasaOrde Lama
b. Mengetahuikondisipolitikpadamasademokrasi liberal danparlementer
c. Mengetahui proses peralihankekuasaandariorde lama keordebaru
BAB III
PEMBAHASAN
Pada Sidang Istimewa Teikoku Ginkai (Parlemen Jepang) ke-85 pada 7 September 1944 di Tokyo, Perdana
Menteri Koiso mengumumkan bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan untuk merdeka
kelak di kemudian hari. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh semakin terdesaknya Angkatan Perang Jepang
oleh pasukan Amerika, terlebih dengan jatuhnya Kepulauan Saipan ke tangan Amerika Serikat.
Pada 1 Maret 1945, Letnan Jenderal Kumakici Harada mengumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi
Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Panitia Kemerdekaan. Tindakan ini merupakan langkah
konkret pertama bagi pelaksanaan janji Koiso. Dr. Radjiman Wediodiningrat terpilih sebagai Kaico atau
ketua.
Pada 7 Agustus 1945, Panglima Tentara Umum Selatan Jenderal Terauchi meresmikan pembentukan
Dokuritsu Junbi Linkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada saat ini pula,
Dokuritsu Junbi Cosakai dinyatakan bubar. dan Bung Karno terpilih sebagai ketua serta Bung Hatta
sebagai wakil ketua.
Pada tanggal 6 Agustus 1945, tepatnya jam 08.15 pagi kota Hiroshim telah di jatuhi Bom atom oleh tentara
sekutu. Lebih dari 70.000 orang penduduk kota Hiroshima telah menjadi korban bom atom tersebut.
kemudian Pada tanggal 9 Agustus 1945 bom atom yang kedua kembali dijatuhkan oleh Amerika Serikat di
kota Nagasaki. Dan akibat ledakan tersebut lebih dairi 75.000 orang penduduk Jepang di Nagasaki menjadi
korban.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat (Vietnam) memberikan
informasi kepada tokoh pergerakan yang diundang, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman
Wediodiningrat bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Bangsa
Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilakukan pada tanggal 24 Agustus 1945, Pelaksanaannya
akan dilakukan oleh PPKI.
Dua hari berselang, saat Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat kembali ke tanah
air dari Dalat (Vietnam), Sutan Syahrir mendesak agar Bung Karno dapat secepatnya memproklamasikan
kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, sebab Jepang
telah menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang pro
dan kontra terhadap Jepang.
Soekarno belum merasa yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan seandainya dilakukan
proklamasi kemerdekaan saat itu, hal tersebut dapat menyebabkan pertumpahan darah yang luas, dan dapat
berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno kemudian memberitahu Hatta bahwa
Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu merupakan hak PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI ialah badan buatan Jepang dan
proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan "hadiah" dari Jepang
Setelah peristiwa jatuhnya Bom Atom di kota Nagasaki dan Hiroshima pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945
yang mengakibatkan hancurnya militer jepang, Pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah secara resmi
kepada Sekutu diatas kapal USS Missouri. Saat itu tentara jepang masih menguasai Indonesia sebab Jepang
berjanji akan mengembalikan Indonesia ke tangan Sekutu.
2.Peristiwa Rengasdengklok
Sutan Sjahrir, Chaerul Saleh, Darwis dan Wikana mendengar kabar menyerahnya jepang kepada sekutu
melalui radio BBC. Setelah mendengar berita Jepang bertekuk lutut kepada sekutu, golongan muda
mendesak golongan tua untuk secepatnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun tokoh
golongan tua seperti Soekarno dan Hatta tidak ingin terburu-buru mereka tetap menginginkan proklamasi
dilaksanakan sesuai mekanisme PPKI. Alasannya kekuasaan Jepang di Indonesia belum diambil alih hal
tersebut membuat mereka khawatir akan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi.
Tetapi, golongan muda, seperti Sukarni dan Tan Malaka menginginkan proklamasi kemerdekaan
dilaksanakan secepat cepatnya. Para pemuda mendesak agar Soekarno dan Hatta memproklamasikan
kemerdekaan secepatnya. Alasan mereka adalah Indonesia dalam keadaan kekosongan kekuasaan (vakum).
Negosiasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. namun Golongan muda tidak menyetujui rapat tersebut,
mengingat PPKI merupakan sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Dan mereka lebih menginginkan
kemerdekaan atas usaha bangsa indonesia sendiri, bukan pemberian dari Jepang. Perbedaan pendapat
antara golongan muda dan golongan tua inilah yang menjadi latar belakang terjadinya peristiwa
Rengasdengklok.
a. Golongan Muda
Menanggapi sikap konservatif golongan tua, golongan muda yang diwakili oleh para anggota PETA dan
mahasiswa merasa kecewa. Mereka tidak setuju terhadap sikap golongan tua dan menganggap bahwa PPKI
merupakan bentukan Jepang. Sehingga mereka menolak seandainya proklamasi dilaksanakan melalui
mekanisme PPKI. Sebaliknya, mereka menghendaki terlaksananya proklamasi kemerdekaan dengan
kekuatan sendiri, tanpa pengaruh dari Jepang. Sutan Syahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak
Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Sikap golongan muda secara resmi diputuskan dalam rapat yang diselenggarakan di Pegangsaan Timur
Jakarta pada 15 Agustus 1945. Hadir dalam rapat ini Djohar Nur, Chairul Saleh, Kusnandar, Subadio,
Subianto, Margono, Wikana dan Armansyah. Rapat yang diketuai Chairul Saleh ini menyepakati bahwa
kemerdekaan Indonesia merupakan hak dan masalah rakyat Indonesia sendiri, bukan menggantungkan
kepada pihak lain.
Keputusan rapat kemudian disampaikan oleh Darwis dan Wikana pada Soekarno dan Hatta di Pegangsaan
Timur No.56 Jakarta. Mereka mendesak agar Proklamasi Kemerdekaan segera dikumandangkan pada 16
Agustus 1945. Jika tidak diumumkan pada tanggal tersebut, golongan pemuda menyatakan bahwa akan
terjadi pertumpahan darah. Namun, Soekarno tetap bersikap keras pada pendiriannya bahwa proklamasi
harus dilaksanakan melalui PPKI. Oleh sebab itu, PPKI harus segera menyelenggarakan rapat. Pro kontra
yang mencapai titik puncak inilah yang telah mengantarkan terjadinya peristiwa Rengasdengklok.
b. Golongan Tua
Mereka yang dicap sebagai golongan tua adalah para anggota PPKI yang diwakili oleh Soekarno dan
Hatta. Mereka adalah kelompok konservatif yang menghendaki pelaksanaan proklamasi harus melalui
PPKI sesuai dengan prosedur maklumat Jepang pada 24 Agustus 1945. Alasan mereka adalah meskipun
Jepang telah kalah, kekuatan militernya di Indonesia harus diperhitungkan demi menjaga hal-hal yang
tidak diinginkan. Kembalinya Tentara Belanda ke Indonesia dianggap lebih berbahaya daripada sekedar
masalah waktu pelaksanaan proklamasi itu sendiri.
Pada tanggal 15 Agustus sekitar pukul 22.30 malam, utusan golongan muda yang terdiri dari Wikana,
Darwis telah menghadap Karno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Wikana pun penyampaikan
tuntutan agar Bung Karno segera mengumumkan Proklamasi kemerdekaan Indonesia pad esok hari, yakni
pada tanggal 16 Agustus 1945. Bung Karno pun menolak tuntutan itu, dan lebih menginginkan bertemu
dan bermusyawarah terlebih dahulu dengan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
lainnya. karena bung karno menginginkan kemerdekaan Indonesia harus di capai tanap pertumpahan darah.
Mendengar penolakan Bung Karno itu, maka Wikana pun mengancam bahwa pada esok hari akan terjadi
pertumpahan darah yang dahsyat dan pembunuhan secara besar-besaran. Hal tersebut pun membuat
suasana menjadi tegang antara Bung Karno dan Pemuda, yang di saksikan langsung oleh Bung Hatta, Mr.
Ahmad Subardjo, Dr. Buntara, dan Mr. Iwa Kusumasumantri.
Di tengah suasana pro dan kontra, golongan muda memutuskan untuk membawa Soekarno dan Hatta
ke Rengasdengklok . Pilihan ini diambil berdasarkan kesepakatan rapat terakhir golongan pemuda pada 16
Agustus 1945 di Asrama Baperpi, Cikini, Jakarta. Maksudan dan tujuan para pemuda membawa kedua
pemimpin tersebut adalah agar Bung Karno dan Bung Hatta segera mengumumkan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dengan secepatnya serta menjauhkan Bung Karno dan Bung Hatta dari pengaruh
Jepang.
Sementara itu di Jakarta, terjadi dialog antara golongan tua yang diwakili Ahmad Subardjo dan golongan
muda yang diwakili oleh Wikana, setelah terjadi dialog dan ditemui kata sepakat agar Proklamasi
Kemerdekaan harus dilakukan di Jakarta dan diumumkan pada 17 Agustus 1945. Golongan muda
kemudian mengutus Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Subardjo ke Rengasdengklok dalam rangka
menjemput kembali Bung Karno dan Bung Hatta.
Hal tersebut berjalan mulus lantaran Ahmad Subardjo memberi jaminan pada golongan muda bahwa
Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00.
Dengan jaminan itu, Cudanco Subeno (Komandan Kompi PETA Rengasdengklok) mau melepaskan
Soekarno dan Hatta untuk kembali ke Jakarta dalam rangka mempersiapkan kelengkapan untuk
melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan.
Dan sekitar pukul 23.00 rombongan tiba di rumah kediaman Bung Karno di jalan Pegangsaan Timur No.
56 Jakarta, untuk menurunkan Ibu Fasmawati (istri Bung Karno), yang kala itu ikut di bawa ke
Rengasdengklok. Dan pada malam itu juga, sekitar pukul 02.00 pagi, Bung Karno memimpin rapat PPKI
di rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta. Rapat itu terutama membahas
tentang Persiapan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Peristiwa Rengasdengklok telah mengubah jalan pikiran Bung Karno dan Bung Hatta. Mereka telah
menyetujui bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus segera dikumandangkan. Kemudian diadakanlah rapat
yang membahas Persiapan Proklamasi Kemerdekaan di rumah Laksamana Maeda, dipilihnya rumah
Laksamana Maeda karena tempat tersebut dianggap tempat yang aman dari ancaman tindakan militer
Jepang karena Maeda adalah Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut Jepang dan Maeda juga
merupakan kawan baik Mr. Ahmad Subardjo.
Di kediaman Maeda itulah rumusan teks proklamasi disusun. Hadir dalam pertemuan itu Sukarni, Mbah
Diro, dan B.M.Diah dari golongan muda yang menyaksikan perumusan teks proklamasi. Semula golongan
muda menyodorkan teks proklamasi yang keras nadanya dan karena itu rapat tidak menyetujui.
Kemudian berdasarkan pembicaraan antara Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo, diperoleh rumusan
teks proklamasi yang ditulis tangan oleh Soekarno yang berbunyi:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai
pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-
singkatnja.
Djakarta, 17-8-‘05
Setelah teks proklamasi selesai disusun, muncul permasalahan tentang siapa yang harus menandatangani
teks tersebut. Kemudian Bung Hatta berpendapat agar teks proklamasi itu ditandatangani oleh semua yang
hadir sebagai wakil bangsa Indonesia. Namun, dari golongan muda Sukarni mengajukan usul bahwa teks
proklamasi tidak perlu ditandatangani oleh semua yang hadir, akan tetapi cukup oleh Bung Karno dan
Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia dan Soekarno yang nantinya membacakan teks proklamasi
tersebut.
Usul tersebut didasari bahwa Soekarno dan Hatta merupakan dwitunggal yang pengaruhnya cukup besar di
mata rakyat Indonesia. Usul Sukarni kemudian diterima dan Soekarno meminta kepada Sayuti Melik untuk
mengetik naskah proklamasi tersebut, disertai dengan perubahan-perubahan yang sebelumnya telah
disepakati bersama. Perumusan teks proklamasi sampai dengan penandatanganannya sendiri baru ter
selesaikan pada 04.00 WIB (pagi hari), pada tanggal 17 Agustus 1945
Dalam naskah yang diketik oleh Sayuti Melik Terdapat tiga perubahan pada naskah tersebut dari yang
semula berupa tulisan tangan Soekarno, Perubahan-perubahan itu adalah sebagai berikut.
2. Konsep "wakil-wakil bangsa Indonesia" diubah menjadi "atas nama bangsa Indonesia".
3. Tulisan "Djakarta 17-08-'05", diubah menjadi "Djakarta, hari 17 boelan 8 Tahoen '05".
4. Setelah selesai diketik, naskah teks proklamasi tersebut ditandatangani oleh Soekarno-Hatta.
Proklamasi
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam
tempo jang sesingkat-singkatnja.
Soekarno - Hatta
4. Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan
Pelaksanaan pembacaan naskah Proklamasi Kemerdekaan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945
(hari Jum’at) di jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta (yang sekarang menjadi jalan Proklamasi).
Acara yang disusun dalam upacara di kediaman 1r. Soekarno (jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta)
tersebut, antara lain sebagai berikut:
Upacara proklamasi kemerdekaan berlangsung tanpa protokol. Latief Hendraningrat memberi aba-aba siap
kepada seluruh barisan pemuda. Semua yang hadir berdiri tegak dengan sikap sempurna.
Suasana menjadi sangat hening ketika Bung Karno dan Bung Hatta dipersilakan maju beberapa langkah
dari tempatnya semula. Dengan suaranya yang mantap, Bung Karno dan didampingi Bung
Hatta membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia setelah sebelumnya mengucapkan pidato
singkat.
Setelah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan berakhir maka dilanjutkan dengan upacara pengibaran
bendera Merah Putih. Bendera Sang Saka Merah Putih itu dijahit oleh Ibu Fatmawati Soekarno. saat itu
Suhud bertugas mengambil bendera dari atas baki (nampan) yang telah disediakan dan mengibarkannya
dengan bantuan Shodanco Latief Hendraningrat.
Kemudian Sang Merah Putih mulai dinaikkan dan hadirin yang datang bersama-sama menyanyikan lagu
Indonesia Raya. Bendera dinaikkan perlahan-lahan menyesuaikan syair lagu Indonesia Raya.
Negara kita Indonesia menyatakan kedaulatannya pada tanggal 17 Agustus 1945, dan dinyatakan oleh Ir.
Soekarno. Proklamasi tersebut dilaksanakan pada pukul 10.00 WIB di jalan Pegangsaan Timur no. 56,
Jakarta (rumah Soekarno saat itu). Namun, tak disangka, jika seharusnya setelah proklamasi kita dapat
mengurus negara kita sendiri, ternyata kita masih diganggu oleh Belanda yang ingin berkuasa lagi di
Indonesia. Tentu saja kita sebagai bangsa yang kuat melawan, dengan puncaknya serangan umum 1 Maret
1949 yang mendorong diakuinya kedaulatan RI di dunia.
2 . Puputan Margarana
Isi dari perundingan Linggarjati pada tanggal 10 november 1946 adalah Belanda mengakui secara de facto
wilayah Indonesia yaitu JAWA, SUMATRA, dan MADURA, namun Bali tidak termasuk yang
menyebabkan rakyat bali kecewa berat. Kemudian Belanda membujuk I GUSTI NGURAH RAI untuk
membentuk Negara Indonesia Timur (NIT). Namun ajakan tersebbut ditolak dengan tegas dan dijawab
dengan perawanan senjata. Kemudian pada tanggal 29 November 1946 Di Margarana,Tabanan,Bali terjadi
peperangan besar dan hebat, disana Igusti Ngurah Rai mengobarkan perang PUPUTAN. Akan tetapi I
Gusti Ngurah Rai beserta kelompoknya gugur sebagai bunga bangsa dalam pertempuran karena kalah
dalam persenjataan. Perang tersebut akhirnya disebut dengan Puputan Margarana (Perang mati-matian
demi membela nusa dan bangsa).
Pada bulan Desember 1946 Belanda mendasratkan pasukannya di wilayah Sulawesi Selatan yang
dipimpin oleh Raymond Westerling untuk membersihkan wilayah tersebut dari orang” yang memberontak
pembentukan NIT serta pejuang” disana. Kemudian pasukannya mulia meneyran kea rah desa pada
tanggal 7-25 Desember dan pada tanggal 10 Desember 1946 wilyah tersebut dinyatakan sebagai wilayah
perang. Korban peristiwa tersebut mencapai kurang lebih 40.000 orang, coba kalian bayangkan betapa
sadisnya dia!
Pada agresi militer Belanda yang kedua bulan desember 1948, Indonesia berhasil ditaklukan oleh Belanda.
Presiden,wapres beserta mentri-mentrinyapun ditawan oleh Belanda. Akhirnya Belanda menyatakan RI
telah runtuh! Tanpa disadari oleh Belanda, Indonesia membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia
(PDRI) di bukit tinggi. Karena adanya agresi militer belanda yang kedua, TNI serta kelompok bersenjata
yang lain menjadi terpecah belah, masalah tersebut berhasil diatasi dengan mengirim kurir, telegram,
ataupun mengirim sinyal radio. Kemudian pada tanggal 1 MARET 1949 Indonesia akan menyerang ke
arah Belanda di Yogyakarta yang dipimpin oleh LETKOL. SOEHARTO. Serangan umum ini membawa
hasil yang sangat membanggakan karena berhasil menguasai kembail wilayah Yogyakarta selama 6 jam
(06.00-12.00).
• Pengumuman akan adanya kemerdekaan tersebut sebenarnya tidak hanya ditujukan kepada
rakyat dari negara yang bersangkutan namun juga kepada rakyat yang ada di seluruh dunia dan
kepada semua bangsa yang ada di muka bumi ini.
Indonesia yang telah berjuang mati matian mulai dari kedatangan belanda sampai pada penjajahan jepang
akhirnya pada saat proklamasi perjuangan itu mencapai puncaknya.Segala tumpah darah para pahlawan
terbayar ketika Indonesia berhasil memproklamasikan diri sebagai sebuah negara merdeka.
Namun peristiwa ini tidak berarti sebagai titik akhir perjuangan bangsa Indonesia tetapi malah titik awal
perjuangan Indonesia membangun negeri yang telah merdeka dari penjajahan.
Proklamasi pada tanggal 17 Agustus menjadi pengakuan kepada dunia luar negeri bahwa Indonesia terlah
menyatakan diri sebagai negara yang merdeka. Setelah pengakuan de facto akan muncul pengakuan de jure
yang merupakan lanjutan dari efek pengakuan de facto karena pengakuan de jure adalah pengakuan dari
negara lain bahwa Indonesia telah merdeka.
Secara de jure Indonesia merdeka sejak 18 November 1946 ketika Mesir mengakui kemerdekaan Indonesia
BAB III
PEMBAHASAN
A.ORDE LAMA
Orde lama adalah sebutan bagi orde pemerintahan sebelum orde baru yang dianggap tidak
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen yang ditandai dengan diterapkannya
Demokrasi Terpimpin di bawah kepemimpinan Soekarno. Presiden Soekarno sebagai tokoh sentral orde
lama yaitu sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia masuk dalam suatu babak
kehidupan baru sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Beberapa peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas nasional kita adalah;
Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara 1950,
Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965.Pada masa orde lama banyak sekali terjadi perubahan-perubahan
system pemerintahan dan gejolak-gejolak serta pemberontakan akibat dari system pemerintahan yang tidak
stabil tersebut.
Pada Masa Demokrasi Liberal, banyak partai politik ikut serta dalam perebutan Parlemen
Indonesia. Hal ini yang menjadi faktor keributan politik pada era ini. Foto: Sigi Blogger
Pasca kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Indonesia berusaha mencari sistem pemerintahan yang
dirasakan sesuai dengan kehidupan berbangsa Indonesia. Pada saat itu baik sebelum atau sesudah
kemerdekaan, terdapat usul mengenai sistem negara yang dipergunakan, anatara lain: Federasi, Monarki,
Republik-Parlementer, dan Republik-Presidensil.
Pada bulan Oktober 1945, Wakil Presiden Mohammad Hatta mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden
No.X bulan Oktober 1945, yang menyatakan bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebelum
terbentuknya MPR/DPR melakukan tugas legisltif. Dengan demikian KNIP dari lembaga pembantu
presiden menjadi lembaga yang sederajat dengan lembaga kepresidenan.
Kemudian KNIP yang dipimpin Sutan Sjahrir berhasil mendorong Pemerintah yaitu, Wakil Presiden Hatta
untuk mengeluarkan Maklumat Pemerintah 13 Novermber 1945 tentang pendirian partai-partai politik dan
Maklumat Pemerintah 14 Novermber 1945 tentang pemberlakuan Kabinet Parlementer. Dengan maklumat
tersebut Indonesia menjalankan sistem parlementer dalam menjalankan pemerintahan. Presiden hanya
sebagai kepala negara dan simbol, sedangkan urusan pemerintahan diserahkan kepada perdana menteri.
Sjahrir terpilih menjadi Perdana Menteri Indonesia pertama.
Demokrasi Liberal
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer-liberal dengan
mencontoh sistem parlementer barat dan masa ini disebut Masa Demokrasi Liberal. Indonesia sendiri pada
tahun 1950an terbagi menjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi berdasarkan Undang-Undang Dasar
Sementara 1950 (UUDS 1950) yang juga bernafaskan liberal.
Secara umum, demokrasi liberal adalah salah satu bentuk sistem pemerintahan yang berkiblat pada
demokrasi. Demokrasi liberal berarti demokrasi yang liberal. Liberal disini dalam artian perwakilan atau
representatif.
Dengan pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan Republik Indonesia dijalankan oleh suatu dewan
menteri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen
(DPR). Sistem multi partai pada masa demokrasi liberal mendorong untuk lahirnya banyak partai-partai
politik dengan ragam ideologi dan tujuan politik.
Demokrasi Liberal sendiri berlangsung selama hampir 9 tahun, dalam kenyataanya bahwa UUDS 1950
dengan sisten Demokrasi Liberal tidak cocok dan tidak sesuai dengan kehidupan politik bangsa Indonesia
yang majemuk.
Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengumumkan dekrit presiden mengenai pembubaran Dewan
Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950 karena dianggap tidak
cocok dengan keadaan ketatanegaraan Indonesia.
Pelaksanaan Pemerintahan
Tahun 1950-1959 merupakan masa memanasnya partai-partai politik pada pemerintahan Indonesia. Pada
masa ini terjadi pergantian kabinet, partai-partai politik terkuat mengambil alih kekuasaan. PNI dan
Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR (Parlemen). Dalam waktu lima tahun (1950 -1955)
PNI dan Masyumi secara bergantian memegang hegemoni poltik dalam empat kabinet yang pernah
berlaku. Adapun susunan kabinetnya sebagai berikut;
1. Kabinet Natsir (6 September 1950 - 21 Maret 1951)
Formasi Kabinet Natsir. Foto: Wikipedia
Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir dari Partai Masyumi sebagai
perdana menteri. Kabinet Natsir merupakan koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi bersama dengan
PNI. Kabinet ini memiliki struktur yang terdiri dari tokoh – tokoh terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri
Sultan Hamengkubuwono IX, Mr.Asaat, Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.
Kabinet Natsit memiliki keberhasilan dalam upaya perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama
kalinya mengenai masalah Irian Barat.
Dalam bidang ekonomi kabinet ini memperkenalkan sistem ekonomi Gerakan Benteng yang direncanakan
oleh Menteri Ekonomi, Sumitro Djojohadikusumo. Program ini bertujuan untuk mengubah struktur
ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya
adalah:
Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam
pembangunan ekonomi nasional.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai
pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia
menerima bantuan kredit dari program ini.
Tujuan program ini sendiri tidak dapat tercapai dengan baik meskipun anggaran yang digelontorkan
pemerintah cukup besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :
Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka
sistem ekonomi liberal.
Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit
yang mereka peroleh.
Kabinet Natsir sendiri kemudian berakhir disebabkan oleh adanya mosi tidak percaya dari PNI di Parlemen
Indonesia menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap
peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut
disampaikan kepada parlemen tanggal 22 Januari 1951 dan memperoleh kemenangan, sehingga pada
tanggal 21 Maret 1951 Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
Kabinet Sukiman ditenggarai melakukan Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia
Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan
militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA).
MSA sendiri kemudian dinilai mengkhianati politik luar negeri bebas dan aktif Indonesia karena menerima
MSA sama saja dengan ikut serta dalam kepentingan Amerika. Tindakan Kabinet Sukiman tersebut
dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok
barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
Kabinet Sukiman sendiri memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan militer dan kurang prograsif
menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan. Parlemen pada akhirnya
menjatuhkan mosi tidak percaya kepada Kabinet Sukiman. Sukiman kemudian harus mengembalikan
mandatnya kepada Presiden Soekarno.
Kabinet Wilopo juga harus menghadapi konflik 17 Oktober 1952 yang menempatkan TNI sebagai alat sipil
dan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang
menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam usahanya memulihkan keamanan di Sulawesi Selatan
Munculnya Peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli),
Peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar
yang di dukung PKI mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Akibat peristiwa
Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo.
Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.
Sistem ekonomi ini merupakan penggambaran ekonomi pribumi – China. Sistem Ali Baba digambarkan
dalam dua tokoh, yaitu: Ali sebagai pengusaha pribumi dan Baba digambarkan sebagai pengusaha non
pribumi yang diarahkan pada pengusaha China.
Dengan pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha non-pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-
latihan kepada pengusaha Indonesia. Sistem ekonomi ini kemudian didukung dengan :
Pemerintah yang menyediakan lisensi kredit dan lisensi bagi usaha swasta nasional
Pemerintah memberikan perlindungan agar pengusaha nasional mampu bersaing dengan pengusaha
asing
Pelaksanaan sistem ekonomi Ali-Baba tidak berjalan sebagaimana mestinya. Para pengusaha pribumi
akhirnya hanya dijadikan sebagai alat bagi para pengusaha Tionghoa untuk mendapatkan kredit dari
pemerintah.
Kabinet Ali ini juga sama seperti kabinet terdahulu mengalami permasalahan mengatasi pemberontakan di
daerah seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
Terjadinya Peristiwa 27 Juni 1955, yaitu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-
AD memperburuk usaha peningkatan keamanan negara. Pada masa kabinet ini keadaan ekonomi masih
belum teratasi karena maraknya korupsi dan peningkatan inflasi.
Konflik PNI dan NU memperburuk koalisi partai pendukung Kabinet Ali yang mengakibatkan NU
menarik menteri-menterinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya. Keretakan partai
pendukung mendorong Kabinet Ali Sastro I harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal
24 Juli 1955.
Kabinet ini mengalami ganggung ketika kebijakan yang diambil berdampak pada banyaknya mutasi dalam
lingkungan pemerintahan yang dianggap menimbulkan ketidaktenangan. Kabinet ini sendiri
mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno ketika anggota Parlemen yang baru kurang
memberikan dukungan kepada kabinet.
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah Program kabinet ini disebut Rencana
Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut:
1. Perjuangan pengembalian Irian Barat
2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan
rakyat.
6. Pembatalan KMB
7. Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri
bebas aktif
8. Melaksanakan keputusan KAA.
Kabinet ini mendapatkan dukungan penuh dari Parlemen dan Presiden Soekarno, sehingga dianggap
sebagai titik tolak dari periode planning and investment. Kabinet ini berhasil melakukan pembatalan
seluruh perjanjian KMB.
Pada masa kabinet ini muncul gelombang anti Cina di masyarakat, meningkatnya pergolakan dan
kekacauan di daerah yang semakin menguat, serta mengarah pada gerakan sparatisme dengan
pembentukan dewan militer di Sumater dan Sulawesi.
Lambatnya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan mengakibatkan krisis kepercayaan daerah luar Jawa
dan menganggap pemerintah pilih kasih dalam melakukan pembangunan. Pembatalan KMB menimbulkan
masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Timbulnya perpecahan
antara Masyumi dan PNI mengakibatkan mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet
hasil Pemilu ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
Program pokok dari Kabinet Djuanda dikenal sebagai Panca Karya yaitu:
Membentuk Dewan Nasional
Normalisasi keadaan RI
Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
Perjuangan pengembalian Irian Jaya
Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Presiden Soekarno juga pernah mengusulkan dibentuknya Dewan Nasional ini sebagai langkah awal
demokrasi terpimpin.
Pada masa kabinet Juanda, terjadi pergolakan-pergolakan di daerah-daerah yang menghambat hubungan
antara pusat dan daerah. Untuk mengatasinya diadakanlah Musyawarah Nasional atau Munas di Gedung
Proklamasi Jalan Pegangsaan Timur No. 56 tanggal 14 September 1957.
Munas tersebut membahas beberapa hal, yaitu masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan
angkatan perang, dan pembagian wilayah Republik Indonesia. Munas selanjutnya dilanjutkan dengan
musyawarah nasional pembangunan (munap) pada bulan November 1957.
Tanggal 30 November 1957, terjadi percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno di Cikini.
Keadaan negara memburuk pasca percobaan pembunuhan tersebut, banyak daerah yang menentang
kebijakan pemerintah pusat yang kemudian berakibat pada pemberontakan PRRI/Permesta.
Keberhasilan Kabinet Karya yang paling menguntungkan kedaulatan Indonesia dengan dikeluarkannya
Deklarasi Djuanda yang mengatur batas wilayah kepulauan Indonesia. Kemudian dikuatkan dengan
peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 4 prp. Tahun 1960 tentang perairan Indonesia. Pasca
Deklarasi Djuanda, perairan Indonesia bertambah luas sampai 13 mil yang sebelumnya hanya 9 mil.
Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda
1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan
zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan
setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh
dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Kekacauan politik yang timbul karena pertikaian partai politik di Parlemen menyebabkan sering jatuh
bangunnya kabinet sehinggi menghambat pembangunan. Hal ini diperparah dengan Dewan Konstituante
yang mengalami kebuntuan dalam menyusun konstitusi baru, sehingga Negara Indinesia tidak memiliki
pijakan hukum yang mantap. Kegagalan konstituante disebabkan karena masing-masing partai hanya
mengejar kepentingan partainya saja tanpa mengutamakan kepentingan negara dan Bangsa Indonesia
secara keseluruhan.
Kegagalan konstituante disebabkan karena masing-masing partai hanya mengejar kepentingan partainya
saja tanpa mengutamakan kepentingan negara dan Bangsa Indonesia secara keseluruhan. Masalah utama
yang dihadapi konstituante adalah tentang penetapan dasar negara. Terjadi tarik-ulur di antara golongan-
golongan dalam konstituante. Sekelompok partai menghendaki agar Pancasila menjadi dasar negara,
namun sekelompok partai lainnya menghendaki agama Islam sebagai dasar negara.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa partai politik mengajukan usul kepada Presiden Soekarno
agar mengambil kebijakan untuk mengatasi kemelut politik. Oleh karena itu pada tanggal 5 Juli 1959,
Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi sebagai berikut;
1. Pembubaran Konstituante.
2. Berlakunya kembali UUD 1945.
3. Tidak berlakunya UUDS 1950.
4. Pembentukan MPRS dan DPAS.
Setelah keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan tidak diberlakukannya lagi UUDS 1950, maka secara
otomatis sistem pemerintahan Demokrasi Liberal tidak berlaku lagi di Indonesia dan mulainya sistem
Presidensil dengan Demokrasi Terpimpin ala Soekarno.
B.ORDE BARU
1. Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Baru
Masa Orde Baru berlangsung pada tahun 1966-1998. Pemerintahan Orde Lama berakhir setelah
keluar Surat Perintah Sebelas Maret 1966 yang dikuatkan dengan Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966.
Pelaksanaan demokrasi Masa Orde Baru dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Adanya penataan kehidupan dan pembangunan kenegaraan dalam berbagai bidang
b) Penerapan demokrasi berdasarkan Pancasila (Demokrasi Pancasila)
c) Pemilu dilaksanakan pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
d) Pembagian kekuasaan (MPR, DPR, DPA, BPK, MA, dan Presiden)
e) Ditetapkannya GBHN sebagai asas pembangunan nasional.
Sumber : Redaksi Grahadi. 2013. Pendidikan Kewarganegaran. Surakarta: SIMPATI SMA
2. Lahirnya Orde Baru
a.Gerakan 30 September 1965/ PKI
Latar belakang munculnya Gerakan 30 September 1965 antara lain :
a.Adanya krisis sosial politik dan ekonomi nasional yang memprihatinkan .
b.Pemberlakuan doktrin Nasakom yang memperkukuh kedudukan PKI dalam peraruran politik RI yang
hanya dapat di imbangi oleh AD.
c.Gagasan PKI untuk mewujudkan angkatan kelima.
d.Adanya perseteruan antara PKI dan AD.
PKI merupakan organisasi politik kelanjutan dari ISDV yang didirikan oleh H. Sneevliet pada tahun 1914.
Aktivitas PKI menekan tindakan revolusioner untuk mencapai tujuannya. Misalnya :
a.Pada tahun 1926-1927 mengadakan pemberontakan di beberapa daerah tetapi di gagalkan oleh
pemerintah Hindia Belanda.
b.Pada tahun1948 mengadakan pemberontakan di Madiun,
Sehari kemudian , Presiden B.J. Habiebie mengumumkan susunana Kabinet Reformasi Pembangunan dan
dilantik pada tanggal 23 Mei 1998. Di dalam kabinet baru ini , Presiden mengikutsertakan beberapa
menteri yang berasal dari luar Golkar sebagai anggota kabinetnya. Namun hal ini bukan berarti kabinet
Presideb B.J. Habiebie dapat begitu saja diterima, karena pemerintahan baru ini tetap dianggap sebagai
kelanjutan dari kekuasan Orde Baru. Sementara itu, para pendukung reformasi sendiri terbagi menjadi dua,
antara yang mendukung dan menolak pemerintahan B.J. Habiebie.
Tuntutan reformasi yang bertujuan memperbaiki keadaan berubah arah menjadi anarki di beberapa tempat
karenaadanya perbedaan penafsiran tentang arti reformsi untuk kepentingan tertentu. Penyimpangan
terhadap tujuan reformasi itu dapat dilihat pada beberapa hal, seperti penjarahan tidak terkendali yang
terjadi di berbagai tempatdan upaya menurunkan seorang dari jabatan yang dilakukkan massa tanpa aturan
yang jelas. Penyimpangan itu juga dapat dilihat pada berkembangnya hujatan dan opini yang tidak
didasarkan pada pemikiran yang dalam, baikdidalam masyarakat mupun media massa. Akibatnya , segala
sesuatu yang dianggap baik pada massa Orde Baru segera dianggap jelek pada massa reformasi.
Pengkultsan dan penistaan dilakukan silih berganti dengan mudah, dan kekerasan seolah-oloah telah
menjadi sesuatu yang biasa.
C. ORDE REFORMASI
A. Sejarah lahirnya orde reformasi
Reformasi di Indonesia terjadi pada tahun 1998, dimana Mahasiswa Indonesia melakukan Power People
untuk menjatuhkan dinasti Orde Baru atau Pemerintahan Soeharto yang sudah berlangsung selama 32
Tahun. People Power atau demo besar-besaran ini kemudian membuahkan hasil, Presiden Soeharto yang
militeristik dan diktator kemudian mengundurkan diri dari jabatan kepresidenan Sejak tanggal 21 Mei
1998.Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai tanggal Puncak Terjadinya Reformasi.
6 Tuntutan Reformasi
1. Penegakan supremasi hukum
2. Pemberantasan KKN (korupsi Kolusi dan Nepotisme)
3. Pengadilan mantan Presiden Soeharto dan kroninya
4. Amandemen UUD 1945
5. Pencabutan dwifungsi ABRI
6. Pemberian otonomi daerah seluas- luasnya.
Pahalawan Reformasi
Empat pahlawan reformasi 1998 adalah: Elang Surya Lesmana, Hafidhin Royan, Hendriawan Sie,
dan Hery Hertanto.
Pemerintahan Pasca Reformasi
Dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat dan agar dapat mewijudkan tujuan dari
reformasi tersebut maka B.J.Habibie mengeluarkan beberapa kebijakan, antaranya:
Kebijakan dalam bidang politik. reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket
undang-undang masa orde baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut
ini tiga undang-undang tersebut: UU No. 2 Tahun 1999 tentang partai politik; UU No. 3 Tahin
1999 tentang pemilihan umum dan UU No. 4 Tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan
DPR/MPR.
Kebijakan Dalam Bidang Ekonomi. Untuk memperbaiki prekonomian yang terpuruk, terutama
dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional ( BPPN ).
Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No 5 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Kebebasan Dalam Menyampaikan Pendapat dan Pers. Kebebasan menyampaikan pendapat dalam
masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari mumculnya partai-partai politik dari
berbagaia golongan dan ideology. Masyarakat dapat menyampaikan kritik secara terbuka kepada
pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyampaikan pendapat, kebebasan juga diberikan
kepada Pers. Reformasi dalam Pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat
Ijin Usaha Penerbitan ( SIUP ).
Pelaksanaan Pemilu. Pada masa pemerintahan B.J. Habibie berhasil diselenggarakan pemilu
multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48
partai politik. Dalam pemerintahan B. J. Habibie juga berhasil menyelesaikan masalah Timor
Timur . B.J.Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur.
Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dibawah pengawasan UNAMET.
Hasil jajak pendapat tersebut menunjukan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari
Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur
mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste.
Selain dengan adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh B.J. Habibie, perubahan juga dilakukan
dengan penyempurnaan pelaksanaan dan perbaikan peraturan-peraturan yan tidakk demokratis, dengan
meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang
dan tanggung jawab yang mengacu kepada prinsip pemisahan kekuasaan dn tata hubungan yang jelas
antara lembaga Eksekutuf, Legislatif dan Yudikatif.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain :
Keluarnya ketetapan MPR RI No X / MPR/1998 Tentang Pokok-Pokok Reformasi.
Ketetapan No VII/MPR/ 1998 tentang pencabutan Tap MPR tentang referendum
Tap MPR RI No XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN.
Tap MPR RI No XIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden RI.
Amandemen UUD 1945 sudah sampai Amandemen I,II,III,IV.
B. PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI PADA MASA REFORMASI
1. Munculnya Gerakan Reformasi
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan
yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi, pada tahun 1998 merupakan
suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan, terutama perbaikan dalam bidang politik,
sosial, ekonomi, dan hukum.
Buah perjuangan dari reformasi itu tidak dapat dipetik dalam waktu yang singkat, namun
membutuhkan proses dan waktu.
Masalah yang sangat mendesak, adalah upaya untuk mengatasi kesulitan masyarakat banyak
tentang masalah kebutuhan pokok (sembako) dengan harga yang terjangkau oleh rakyat.
Sementara itu, melihat situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin tidak terkendali,
rakyat menjadi semakin kritis menyatakan pemerintah Orde Baru tidak berhasil menciptakan kehidupan
masyarakat yang makmur, adil, dan sejahtera. Oleh karena itu, munculnya gerakan reformasi bertujuan
untuk memperbaharui tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Beberapa agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa anatara lain sebagai berikut :
Adili Soeharto dan kroni-kroninya.
Amandemen UUD 1945
Penghapusan Dwi Fungsi ABRI
Otonomi daerah yang seluas-luasnya
Supremasi hukum
Pemerintahan yang berisi dari KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).
2. Kronologi Reformasi
Pada awal bulan Maret 1998 melalui Sidang Umum MPR, Soeharto terpilih kembali menjadi
Presiden Republik Indonesia, serta melaksanakan pelantikan Kabinet Pembangunan VII. Namun pada saat
itu semakin tidak kunjung membaik. Perekonomian mengalami kemerosotan dan masalah sosial semakin
menumpuk. Kondisi dan siutasi seperti ini mengundang keprihatinan rakyat.
Mamasuki bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar
demostrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut turunya Soeharto dari kursi kepresidenannya.
Pada tanggal 12 Mei 1998 dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti, terjadi bentrokan
dengan aparat keamanan yang menyebabkan tertembaknya empat mahasiswa hingga tewas.
Pada tanggal 19 Mei 1998 puluhan ribu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan
sekitarnya berhasil menduduki Gedung DPR/MPR. Pada tanggal itu pula di Yogyakarta terjadi peristiwa
bersejarah. Kurang lebih sejuta umat manusia berkumpul di alun-alun utara kraton Yogyakarta untuk
mndengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Bowono X dan Sri Paku Alam VII. Inti isi dari
maklumat itu adalah menganjurkan kepada seluruh masyarakat untuk menggalang persatuan dan kesatuan
bangsa.
Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk
dimintai pertimbangannya membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto,
namun mengalami kegagalan.
Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharti
meletakkan jabatannya sebagai presiden di hadapan ketua dan beberapa anggota dari Mahkamah Agung.
Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk menggantikannya menjadi presiden, serta
pelantikannya dilakukan didepan Ketua Mahkamah Agung dan para anggotanya. Maka sejak saat itu,
Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J. Habibie sebagai presiden yang ke-3.
ndapat di muka umum dapat berupa suatu tuntutan, dan koreksi tentang suatu hal.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari Sejarah panjang mengenai dinamika politik pada masa orde lama di Indonesia yang
berhubungan dengan praktek politik berdasar demokrasi muncul semenjak dikelurkannya Maklumat Wakil
Presiden No.X, 3 November 1945, yang menganjurkan pembentukan partai-partai politik. Perkembangan
demokrasi dalam masa revolusi dan demokrasi parlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas.
Presiden Soekarno ditempatkan sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara kekuasaan
pemerintah yang nyata dimiliki oleh Perdana Menteri, kabinet dan parlemen. Kegiatan partisipasi politik di
masa itu berjalan dengan hingar bingar, terutama melalui saluran partai politik yang mengakomodasikan
berbagai ideologi dan nilai-nilai primordialisme yang tumbuh di tengah masyarakat. Namun, demikian,
masa itu ditandai oleh terlokalisasinya proses politik dan formulasi kebijakan pada segelintir elit politik
semata, hal tersebut ditunjukan pada rentang 1945-1959 ditandai dengan adanya tersentralisasinya
kekuasaan pada tangan elit-elit partai dan masyarakat berada dalam keadaan terasingkan dari proses
politik.
Namun pada akhirnya masa tersebut mengalami kehancuran setelah adanya perpecahan antar-elit
dan antar-partai politik di satu sisi dan pada sisi yang lain adalah karena penentangan dari Soekarno dan
Militer terhadap distribusi kekuasaan yang ada, terlebih Bung Karno sangat tidak menyukai jika dirinya
hanya dijadikan Presiden simbolik. Perpecahan yang terjadi diantara partai politik yang diperparah oleh
konflik tersembunyi antara kekuatan partai dengan Bung Karno dan Militer, serta adanya ketidakmampuan
sistem cabinet dalam merealisasikan program-programnya dan mengatasi potensi perpecahan regional,
telah membuat periode revolusi dan demokrasi parlementer oleh krisis integrasi dan stabilitas yang parah.
Pada keadaan inilah Bung Karno memanfaatkan situasi dan pihak militer untuk menggeser tatanan
pemerintahan ke arah demokrasi terpimpin pun ada di depan mata. Dengan adanya Konsepsi Presiden
tahun 1957, direalisasikannya nasionalisasi ekonomi, dan berlakunya UU darurat, maka pintu ke arah
Demokrasi terpimpin pun dapat diwujudkan seperti apa yang telah dia idam-idamkan. Mengenai
demokrasi terpimpin yang sudah di depan mata Bung Karno. Jelas permasalahan dari demokrasi terpimpin
sendiri kita ketahui adalah berubahnya peta distribusi kekuasaan. Kekuasaan yang semula terbagi dalam
sistem parlementer berubah menjadi kekuasaan yang terpusat (sentralistik) pada tangan Bung Karno, dan
secara signifikan diimbangi oleh peran dan kekuasaan PKI dan Angkatan Darat. Dan akhirnya menjadi
blunder bagi Bung Karno sendiri dengan adanya peristiwa pemberontakan PKI tanggal 30 september 1965
dalam kepemerintahannya. Setelah itu terjadi penyerahan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru.
Keruntuhan Orde Lama dan kelahiran Orde Baru di penghujung tahun 1960-an menandai
tumbuhnya harapan akan perbaikan keadaan sosial, ekonomi dan politik. Dalam kerangka ini, banyak
kalangan berharap akan terjadinya akselerasi pembangunan politik ke arah demokrasi. Salah satu harapan
dominan yang berkembang saat itu adalah bergesernya power relationship antara negara dan masyarakat.
Harapan akan tumbuhnya demokrasi tersebut adalah harapan yang memiliki dasar argumen empirik yang
memadai diantaranya adalah berbeda dengan demokrasi terpimpin Bung Karno yang lahir sebagai produk
rekayasa elit, orde baru lahir karena adanya gerakan massa yang berasal dari arus keinginan arus bawah,
kemudian rekrutmen elit politik di tingkat nasional yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru pada saat
pembentukannya memperlihatkan adanya kesejajaran. Dalam artian, mengenai kebijakan politik yang ada
tidak lagi diserahkan pada peran politis dan ideology, melainkan pada para teknokrat yang ahli. Sejalan
dengan dasar empirik sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya perubahan besar dalam
pegimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada era Orde Lama kita tahu bahwa
pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI. Namun pada Orde Baru terjadi pergeseran pusat
kekuasaan dimana dibagi dalam militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Namun harapan itu akhirnya
menemui ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar secara mengejutkan memenangi pemilu lebih dari
separuh suara dalam pemilu.Itulah beberapa sekelumit cerita tentang Orde Lama dan Orde Baru, tentang
bagaimana kehidupan sosial, politik dan ekonomi di masa itu. Yang kemudian pada orde baru akhirnya
tumbang bersamaan dengan tumbangnya Pak Harto atas desakan para mahasiswa di depan gendung DPR
yang akhrinya pada saat itu titik tolak era Reformasi lahir. Dan pasca reformasilah demokrasi yang bisa
dikatakan demokrasi yang di Inginkan pada saat itu perlahan-lahan mulai tumbuh hingga sekarang ini.
B. SARAN
Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi sebelumnya. Budaya
birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme berakar kuat hingga reformasi saat ini.
Paradigma yang dibangun dalam birokrasi Indonesia lebih cenderung untuk kepentingan kekuasaan.
Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan
kepentingan penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya birokrasi yang korup semakin
menjadi sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus KKN menjadi cermin buruknya mentalitas birokrasi
secara institusional maupun individu.
Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang efisien dalam melanggengkan
kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil maupun militer secara terang-terangan mendukung
pemerintah dalam mobilisai dukungan dan finansial. Hal serupa juga masih terjadi pada masa reformasi,
namun hanya di beberapa daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh media menjadi
salah satu bukti nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk suksesi.
Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan dengan catatan bahwa penaklukan
tersebut didasarkan atas itikad baik untuk merealisasikan program-program yang telah ditetapkan
pemerintah. Namun sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami para pelaku politik adalah untuk
memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan.
Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam
mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia adalah mencintai
dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan
bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan masyarakat umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://adhye-story.blogspot.com/2012/05/makalah-politik-orde-lama-dan-orde-baru.html
http://sokhi95.blogspot.com
http://www.katailmu.com/2013/05/reformasi.html
om/2013/04/makalah-mengenai-orde-lama-orde-baru.html
http://arvynirmala.blogspot.com/2013/01/masa-orde-lama-orde-baru.html
http://pemerintahanordebaru.blogspot.com/