Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ikterus fisiologis merupakan fenomena biologis yang timbul akibat
tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi
pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih
tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah
eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir
< 2500 g atau usia gestasi < 37 minggu) mengalami ikterus pada minggu
pertama kehidupannya. Sewaktu bayi masih berada dalam rahim (janin),
maka tugas membuang bilirubin dari darah janin dilakukan oleh plasenta.
Hati/ liver janin tidak perlu membuang bilirubin. Ketika bayi sudah lahir,
maka tugas ini langsung diambil alih oleh hati/liver. Karena liver belum
terbiasa melakukannya, maka ia memerlukan beberapa minggu untuk
penyesuaian. Selama liver bayi bekerja keras untuk menghilangkan bilirubin
dari darahnya, tentu saja jumlah bilirubin yang tersisa akan terus menumpuk
di tubuhnya. Karena bilirubin berwarna kuning, maka jika jumlahnya sangat
banyak, dapat menodai kulit dan jaringan-jaringan tubuh bayi.
Bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis
dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus ikterus
neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan
pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut
ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama
kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti
hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis).

1.2. Tujuan
1.2.1. Untuk mengetahui penyakit pada bayi baru lahir ikterus fisiologis.
1.2.2. Untuk mengetahui penanganan pada bayi baru lahir ikterus
fisiologis.
1.2.3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pada bayi baru lahir
ikterus fisiologis.

1.3. Manfaat

1
1.3.1. Agar dapat memahami penyakit pada bayi baru lahir ikterus
fisiologis.
1.3.2. Agar dapat memahami penanganan pada bayi baru lahir ikterus
fisiologis.
1.3.3. Agar dapat memahami asuhan keperawatan pada bayi baru lahir
ikterus fisiologis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit
dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu
bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi
bilirubin serum lebih 5 mg/dL.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan
ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar
yang membahayakan atau tidak mempunyai potensi menjadi kern icterus
(kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak) dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai
berikut :
 Timbul pada hari kedua-ketiga dan menghilang pada usia 1-2 minggu.
 Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada

neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.


 Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari.
 Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg % (kadar bilirubin darah tidak

lebih dari kadar yang membahayakan)


 Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu dan

tidak mempunyai potensi menimbulkan kecacatan pada bayi

2.2 Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
 Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan
berumur lebih pendek. Pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80
hari dibandingkan dewasa 120 hari).
Bayi baru lahir menghasilkan bilirubin 2 sampai 3 lebih banyak dari
orang dewasa karena sel darah merah bayi baru lahir lebih banyak dan
usianya lebih pendek sehingga dihancurkan lebih cepat.
 Fungsi hepar yang belum sempurna.
Kondisi hati bayi baru lahir belum cukup matang untuk mengolah dan
mengeluarkan bilirubin dari darah secara maksimal.
 Sirkulasi enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim

glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.


Kadar bilirubin yang diserap kembali dari usus cukup besar sebelum
bayi dapat mengeluarkannya dalam tinja.
 Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang
mudah melekat ke sel otak.
 Gangguan dalam ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik. Kelainan

di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi


dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
 Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme

atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.

2.3 Faktor Risiko


Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
a. Faktor Maternal
 Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani).
Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin
maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir.
 Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh), ASI
b. Faktor Perinatal
 Trauma lahir (sefalhematom, perdarahan tertutup, ekimosis)
 Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c. Faktor Neonatus
 Prematuritas
Bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih
tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang
sampai beberapa minggu.
 Faktor genetik
 Polisitemia
 Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
 Rendahnya asupan ASI
 Hipoglikemia
 Hipoalbuminemia
 Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis

2.4 Patofisiologi
Jaundice atau Ikterus adalah kondisi yang sering terjadi pada bayi
baru lahir, kuning pada kulit dan bagian putih bola mata (sclera) karena kadar
bilirubin yang berlebih dalam darah. Bilirubin adalah hasil dari penghancuran
normal sel darah merah.
Pada keadaan normal, bilirubin disalurkan dan diolah di hati
kemudian dikeluarkan sebagai empedu melalui usus. Ikterus muncul saat
kadar bilirubin melebihi kemampuan hati bayi baru lahir untuk mengolah dan
mengeluarkan dari tubuh.
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi
bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya
dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi
baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai
puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian
menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul
peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi
< 2 mg/dL.
Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan
faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak
bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan
berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina
cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4
dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis
pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif,
pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa
120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan
peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gambar berikut menunjukan metabolisme pemecahan hemoglobin
dan pembentukan bilirubin.
Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara
umum. Bilirubin dapat masuk ke jaringan otak. Ensefalopati bilirubin adalah
terdapatnya tanda-tanda klinis akibat deposit bilirubin dalam sel otak.
Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronik. Bentuk akut terdiri
atas 3 tahap; tahap 1 (1-2 hari pertama): refleks isap lemah, hipotonia,
kejang; tahap 2 (pertengahan minggu pertama): tangis melengking,
hipertonia, epistotonus; tahap 3 (setelah minggu pertama): hipertoni. Bentuk
kronik: pada tahun pertama: hipotoni, motorik terlambat. Sedang setelah
tahun pertama didapati gangguan gerakan, kehilangan pendengaran sensorial.

2.5 Gejala Klinis


- Ikterus dimulai dari kepala dan berjalan ke bawah. Bayi ikterus akan
tampak kuning pertama pada wajah, kemudian pada dada dan perut
kemudian kaki dan bisa mewarnai bagian putih bola mata (pada 24 jam
pertama). Kuning menyebar atau menjadi lebih berat (pada kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya).
Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna
kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan
obstruksi empedu warna kuning kulit terlihat agak kehijauan.
- Dehidrasi : tak mau minum atau menghisap, nafsu minum berkurang
- Pucat, lemah
- Demam
- Anemia
- Pembesaran lien dan hepar, Hepatosplenomegali
- Perdarahan tertutup
- Gangguan nafas
- Omfalitis (peradangan umbilikus)
- Gangguan sirkulasi : Pletorik (penumpukan darah), Polisitemia, yang
dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat
Petekie (bintik merah di kulit), Sering dikaitkan dengan infeksi congenital,
sepsis atau eritroblastosis
- Gangguan saraf : kesadaran menurun, Letargik dan gejala sepsis lainnya
- Feses dempul disertai urin warna coklat

2.6 Diagnosis
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat
membantu dalam menegakan diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi.
Termasuk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat
transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya.
Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan
dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko itu
antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada
ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes mellitus, gawat
janin, malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal, dan lain-lain.
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali
pusat adalah 1–3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5
mg/dl/24 jam, dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3,
biasanya mencapai puncak antara hari ke 2–4, dengan kadar 5–6 mg/dl untuk
selanjutnya menurun sampai kadar 5–6 mg/dl untuk selanjutnya menurun
sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5–7 kehidupan.
1. Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih
dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan
pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus
secara visual, sebagai berikut:
- Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup terang (di siang
hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila
dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada
pencahayaan yang kurang.
- Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari telunjuk untuk mengetahui
warna di bawah kulit dan jaringan subkutan/ untuk menghilangkan
warna karena pengaruh sirkulasi (pada tempat-tempat yang tulangnya
menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain). Jika warna
kulit tetap tampak pucat atau kuning, berarti kemungkinan bayi kita
telah mengalami ikterus, dan kadar bilirubinnya tinggi. Ikterus pada bayi
baru lahir baru terlihat kalau kadar bilirubin mencapai 5 mg%.
- Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh
yang tampak kuning.

2. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan penegakan diagnosis
ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih
lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan
pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan
invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus.
Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus
dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil)
3. Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja
dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan
panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan
representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.
4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar
bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase.
Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi
terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan
pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih
terarah.
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan
bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini,
maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan
dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
Tabel Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus
Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan ikterus
Hari 1 Bagian tubuh manapun Berat
Hari 2 Tengan dan tungkai
Hari 3 Tangan dan kaki

5. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi


6. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
7. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
terhadap galaktosemia.
8. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin,
IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).

2.7 Penatalaksanaan
Pada bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat
bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin
tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Pada ikterus ringan
sampai sedang, dalam 1-2 minggu bayi dapat mengeluarkan bilirubin dengan
sendirinya. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan
beberapa cara berikut :
 Minum ASI dini dan sering
Pemberian ASI/ nutrisi lebih sering untuk membantu bayi mengeluarkan
bilirubin melalui tinja.
 Terapi sinar matahari
 Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan

kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).


Tindakan medis yang dilakukan:
- Pemberian substrat yang dapat menghambat matabolisme bilirubin
(plasma atau albumin), pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang
bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20
ml/kgBB.
- Pemberian kolesteramin (mengurangi sirkulasi enterohepatik)
- Fenobarbital. Meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin. Pemberian
obat ini akan mengurangi timbulnya ikterus fisiologik pada bayi neonatus,
kalau diberikan pada ibu dengan dosis 90 mg/24 jam beberap hari sebelum
kelahiran atau bayi pada saat lahir dengan dosis 5 mg/kgBb/24 jam.
Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu
48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih
bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan.

2.8 Pengkajian
a. Biodata
1. Identitas Pasien:
Nama : An. A
Umur : 3 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jombang
Agama :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. N
Umur : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jombang
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Kuli bangunan
3. Rekam Medik
Tanggal Masuk : 17 Februari 2009
Jam Masuk : 08.00 WIB
No. RM : 30897
Diagnosa : Ikterus Fisiologis
4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Tiga hari lalu bayi dilahirkan aterem, dengan lilitan tali pusat,
dengan berat lahir 3000 gram dan usia gestasi 39 minggu.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Kulit dan sklera mata bayi berwarna kuning 2 hari setelah
dilahirkan.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Keluarga klien mengatakan bahwa keluarganya tidak
mempunyai penyakit yang sama.
Efek dari sakit bayi; gelisah, tidak kooperatif/ sulit
kooperatif, merasa asing. Dampak sakit anak pada hubungan
dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah
Bonding/ perpisahan dengan anak.
Pengkajian pengetahuan keluarga: Penyebab penyakit dan
perawatan, tindak lanjut pengobatan, membina kekeluargaan
dengan bayi yang lain yang menderita ikterus, tingkat pendidikan.

5. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang :


a. Pemeriksaan Fisik
-Keadaan umum pasien tampak lemah
tanda-tanda vital:
TD : 80/45 mmHg
N : 138x/menit
RR : …
S : 380C
Penilaian Ikterus sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan
dengan pemeriksaan tanda-tanda vital lain.
Lingkar kepala : 35 cm
Lingkar Dada : 38 cm
Lingkar Perut : 42 cm
Panjang Badan : 45 cm
Berat badan lahir : 3000 gr
BB saat dikaji : 2900 gr
Lingkar lengan atas : 12 cm
b. Pemeriksaan had to toe
 Kepala : Bentuk kepala normochepal, rambut tipis lurus
dengan warna rambut hitam, tidak terdapat
benjolan, tidak ada lesi, keadaan sutura sagitalis
datar, tidak ada nyeri tekan, terdapat lanugo
disekitar wajah.
 Mata : Bentuk mata simetris, tidak terdapat kotoran, bulu
mata belum tumbuh, Kuning/ Pucat pada sclera,
wajah, konjungtiva
 Telinga : Bentuk simetris, tidak terdapat serumen, tidak
terdapat benjolan dan lesi, tulang telinga lunak,
tulang kartilago tidak mudah membalik/lambat,
terdapat lanugo
 Hidung : Bentuk hidung normal
 Mulut : Bentuk bibir simetris, tidak terdapat labio palato
skizis, tidak terdapat stomatitis, mukosa bibir
tampak pucat/ kuning, Penurunan refleks
menghisap, Menangis dengan nada tinggi/
melengking, muntah
 Dada : bentuk datar, dada ikterik dengan warna kuning
terang, auskultas bunyi nafas vesikuler
 Abdomen : Ikterik, pembesaran lien dan hepar.
 Punggung : Keadaan punggung bersih, terdapat banyak
lanugo, tidak terdapat tanda-tanda dekubitus/
infeksi.
 Genetalia : Urine pekat warna gelap, warna tinja pucat
 Ekskremitas : Penurunan kekuatan otot (hipotonia), Tremor,
ikterus : kuku dan kulit
 Tonus Otot : Gerakan bayi kurang aktif, bayi bergerak apabila
diberi rangsangan.
 Refleks :
1. Moro : Moro ada ditandai dengan cara dikejutkan secara
tiba-tiba dengan respon bayi terkejut tapi lemah (sedikit
merespon)
2. Menggenggam : Refleks genggam positif tetapi lemah
ditandai dengan respon bayi menggenggam telunjuk
pengkaji tetapi lemah.
3. Menghisap : Menghisap lemah ditandai dengan bayi mau
menghisap puting susu ibu tetapi daya hisap masih lemah.
4. Rooting : Rooting positif tapi masih lemah ditandai dengan
kepala bayi mengikuti stimulus yang di tempelkan yang
disentuhkan di daerah bibir bawah dagu hanya tetapi bayi
hanya mengikuti setengah dari stimulus tersebut.
5. Babynski : Refleks babinsky positif ditandai dengan semua
jari hiper ekstensi dengan jempol kaki dorsopleksi ketika
diberikan stimulus dengan menggunakan ujung bolpoint
pada telapak kaki.
c. Pemeriksaan Penunjang :
 kadar bilirubin serum = 11 mg/dl
Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam = 10 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin = 4 mg % per hari.
Kadar Bilirubin direk = 0,8 mg %
 Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
 Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
 Pemeriksaan kadar enzim G6PD
 Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid,
uji urin terhadap galaktosemia.

2.9 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang
memberi gambaran keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun
perencanaan asuhan keperawatan. Masalah yang diidentifikasi ditetapkan
sebagai diagnosa keperawatan melalui analisa dan interpretasi data yang
diperoleh, adalah sebagai berikut :
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan malas
menghisap.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia.
3. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi.

2.10 Intervensi
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan malas
menghisap.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dengan kriteria :
- Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan
- Menunjukkan peningkatan fungsi menghisap
- Tidak terjadi penurunan BB yang berarti
- Turgor kulit elastis
Intervensi :
a. Kaji reflek hisap dan menelan bayi.
R/ Mengetahui kemampuan bayi dalam memenuhi kebutuhan
nutrisinya.
b. Berikan minum melalui sonde (ASI yang diperah).
R/ Reflek hisap dan menelan pada bayi menandakan bayi sudah dapat
di berikan asupan peroral. Pemberian ASI dapat mempercepat
penyembuhan bayi dari ikterus.
c. Lakukan oral hygiene dan olesi mulut dengan kapas basah.
R/ Mencegah timbulnya infeksi akibat dari kemungkinan adanya
bakteri yang tumbuh dari sisa ASI.
d. Monitor intake dan output.
R/ Mengetahui kebutuhan nutrisi yang diperlukan.
e. Monitor berat badan tiap hari.
R/ Mengetahui perkembangan hasil implementasi.
f. Observasi turgor dan membran mukosa.
R/ Menunjukkan tanda ada tidaknya dehidrasi dan kekurangan nutrisi.

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia.


Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
Kriteria hasil : Bayi tidak menunjukkan adanya iritasi pada kulit yang
ditandai dengan tidak terdapat jaundice/ ikterik.
Intervensi :
a. Kaji warna kulit tiap 4-6 jam
R/ Menunjukkan kondisi ikterus pada kulit bayi
b. Rubah posisi setiap 2 jam
R/ Mencegah terjadinya dekubitus
c. Gunakan pengalas yang lembut
R/ Menghindari iritasi dan memberi kenyamanan pada bayi.
d. Jaga kebersihan kulit dengan menggunakan sabun bayi dan jaga
kelembabannya.
R/ Menghindari iritasi dan memberi kenyamanan pada bayi.
e. Terapi sinar matahari
R/Membantu proses penyembuhan

3. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi.


Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat
mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada
tim kesehatan
Kriteria hasil :- Orang tua tidak tampak cemas yang ditandai dengan
dapat mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi
dan aktif dalam partsipasi perawatan bayi.
- Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan
dan berpartisipasi dalam perawatan bayi, dalam
pemberian minum dan mengganti popok
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan keluarga klien,
R/ Mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga tentang
penyakit yang diderita oleh bayi.
b. Beri pendidikan kesehatan mengenai kondisi bayi, perawatan dan
pengobatan di Rumah Sakit serta cara perawatan bayi dirumah.
R/ Meningkatkan pengetahuan keluarga pasien.
c. Pertahankan kontak orang tua dengan bayinya
R/ Meminimalkan rasa cemas pada orang tua pasien
d. Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan rasa takutnya
R/ Mengurangi rasa cemas
e. Libatkan dan ajarkan orang tua dalam perawatan bayi
R/ Membantu proses keperawatan dan menunjukkan perawatan yang
benar untuk diterapkan di rumah.

2.11 Implementasi
Tgl Jam Dx Tindakan Keperawatan Perawat
17/02/ 07.00 Gangguan a. Mengobservasi reflek hisap bayi, Susi
2009 pemenuhan dengan memperhatikan hisapan bayi
kebutuhan bila diberi ASI.
b. Memberikan ASI melalui sonde.
nutrisi
c. Memberikan perawatan oral hygiene
dan mengolesi mulut dengan kapas
basah.
d. Memantau intake dan output.
ASI : 750 cc/hari
Cairan parenteral : 500 cc/hari
Urin : 700 cc/ hari
e. Menimbang berat badan
2900 gram
f. Menilai turgor dan membran mukosa.
17/02/ 08.00 Gangguan a. Memantau warna kulit tiap 4-6 jam
b. Merubah posisi setiap 2 jam
2009 integritas kulit
c. Mengganti pengalas yang kotor
dengan pengalas yang lembut dan
bersih.
d. Menyeka bayi dengan air hangat dan
memberikan baby oil
e. Memaparkan bayi di bawah sinar
matahari pada jam 07.00-09.00 pagi
17/02/ 12.00 Kecemasan a. Mengajak ibu/ keluarga berbincang-
2009 orang tua bincang dan menanyakan tentang
kondisi bayi serta perasaan ibu saat
ini.
b. Memberikan health education pada
orang tua tentang : kondisi bayi,
perawatan dan pengobatan di
Rumah Sakit serta cara perawatan
bayi di rumah.
c. Menganjurkan orang tua untuk
menunggui bayinya
d. Melibatkan orang tua dalam
perawatan bayi, dalam pemberian
minum dan penggantian popok.

2.12 Evaluasi
TGL/JAM DX SOAP TTD
20/02/2009 Gangguan S :Ibu mengatakan bahwa bayi mau
pemenuhan minum ASI dalam porsi banyak
O : Isapan mulut bayi pada puting susu ibu
kebutuhan
kuat
nutrisi
Adanya peningkatan BB sesuai dengan
tujuan
A : Masalah teratasi sebagian
P : Rencana keperawatan no c, d, e
dilanjutkan
20/02/2009 Gangguan S : Ibu mengatakan kulit bayi sudah tidak
integritas kuning.
O : jaundice/ ikterik pada tubuh bayi
kulit
berkurang.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Rencana keperawatan dilanjutkan b, c,
d, e.
20/02/2009 Kecemasan S : Ibu mengatakan penyebab cemas
O : Ibu tidak tampak cemas
orang tua
Ibu bisa melakukan perawatan pada
bayi dengan benar
A : Masalah teratasi
P : Rencana keperawatan dihentikan

Perencanaan Pemulangan
1. Ajarkan orang tua merawat bayi agar tidak terjadi infeksi dan jelaskan daya
tahan tubuh bayi
2. Jelaskan pada orang tua pentingnya pemberian ASI.
3. Jelaskan pada orang tua tentang komplikasi yang mungkin terjadi, segera
lapor dokter atau perawat.
4. Jelaskan untuk pemberian imunisasi
5. Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi
baru lahir dengan keadaan meningginya kadar bilirubun di dalam jaringan
ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya
berwarna kuning. Ikterus juga disebut sebagai keadaan hiperbilirubinemia
(kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg/dl).
Keadaan hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada
BBL karena bilirubin bersifat toksik pada semua jaringan terutama otak
yang menyebabkan penyakit kern icterus (ensefalopati bilirubin) yang pada
akhirnya dapat mengganggu tumbuh kembang bayi.
Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor maternal,
perinatal dan neonatus. Penegakan diagnosis dilakukan dengan anamnesis
ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakan
diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai
riwayat inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada
bayi sebelumnya.

3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang kondisi pada bayi
lahir ikterus fisiologis dan dapat menaplikasikan asuhan keperawatan
sehingga dapat dijadikan sebagai bekal pada saat menangani bayi lahir yang
dalam kondisi ikterus fisiologis.
DAFTAR PUSTAKA

http://bejocommunity.blogspot.com/2010/04/ikterus-neonatorum.html
http://Nursingart.Blogspot.Com/2008/08/Askep-Anak-Dengan-
Hiperbilirubinemia.Html
http://ravaeva.blogspot.com/2009/12/ikhterus-pada-neonatus.html
http://Www.Smallcrab.Com/Anak-Anak/535-Mengenal-Ikterus-Neonatorum
Jaundice in Healthy Newborns, http://www.uofmchildrenshospital.org/kidshealth/
article.aspx?artid=21690
Suriadi & Yulianai. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV Agung
Seto
PERAWATAN BAYI BARU LAHIR
DENGAN IKTERUS FISIOLOGIS

Disusun Oleh :

Kelompok I
S 1 Keperawatan III – A

STIKES PEMKAB JOMBANG


Jln. Dr. Soetomo No.75-77 Telp.0321-870214
2010

DAFTAR NAMA KELOMPOK 1

1. Budi Satry W (070201007)


2. Dwi Amrita Hanum (070201008)
3. Hafifah Parwaningtyas (070201014)
4. Ike Pustika Sari (070201016)
5. Machrus Tomy (070201020)
6. Puguh Satriya P (070201028)
7. Rokhimatu Zahroh (070201035)
8. Siti Kholifah (070201036)
9. Suci Ayu Mulyani (070201037)
10. Tyas Navy I. (070201039)

ii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penyusunan Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Maternitas II dengan judul “Perawatan Bayi Baru Lahir dengan
Ikterus Fisiologis” ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Dalam penyusunan tugas ini banyak sekali pihak yang membantu. Oleh
karena itu, kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Hj. Yulichati Amd.Keb. M. Kes
selaku Dosen Mata Kuliah Keperawatan Maternitas II yang telah membimbing
kami, orang tua dan teman-teman yang membantu serta semua pihak atas kerja
samanya sampai tugas ini selesai.
Atas keterbatasan kami dalam menyusun tugas ini kami sampaikan mohon
maaf. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan yang
terdapat dalam tugas ini. Untuk itu penyusun sangat mengharapkan adanya
masukan, saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan tugas ini. Mudah-
mudahan tugas ini bermanfaat bagi mahasiswa dosen serta para pembaca sekalian.

Jombang, Mei 2010

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


iii
NAMA ANGGOTA KELOMPOK .................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Tujuan ......................................................................................... 1
1.3. Manfaat ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi ........................................................................................
2.2. Etiologi ........................................................................................
2.3. Faktor Resiko...............................................................................
2.4. Patifisiologi .................................................................................
2.5. Gejala Klinis ...............................................................................
2.6. Diagnosis......................................................................................
2.7. Penatalaksanaan ..........................................................................
2.8. Pengkajian ...................................................................................
2.9. Diagnosa Keperawatan ...............................................................
2.10. Intervensi .....................................................................................
2.11. Evaluasi .......................................................................................

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan .................................................................................
3.2. Saran ............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iv

iv

Anda mungkin juga menyukai