PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1.2.1. Untuk mengetahui penyakit pada bayi baru lahir ikterus fisiologis.
1.2.2. Untuk mengetahui penanganan pada bayi baru lahir ikterus
fisiologis.
1.2.3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pada bayi baru lahir
ikterus fisiologis.
1.3. Manfaat
1
1.3.1. Agar dapat memahami penyakit pada bayi baru lahir ikterus
fisiologis.
1.3.2. Agar dapat memahami penanganan pada bayi baru lahir ikterus
fisiologis.
1.3.3. Agar dapat memahami asuhan keperawatan pada bayi baru lahir
ikterus fisiologis.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit
dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu
bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi
bilirubin serum lebih 5 mg/dL.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan
ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar
yang membahayakan atau tidak mempunyai potensi menjadi kern icterus
(kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak) dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai
berikut :
Timbul pada hari kedua-ketiga dan menghilang pada usia 1-2 minggu.
Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada
2.2 Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan
berumur lebih pendek. Pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80
hari dibandingkan dewasa 120 hari).
Bayi baru lahir menghasilkan bilirubin 2 sampai 3 lebih banyak dari
orang dewasa karena sel darah merah bayi baru lahir lebih banyak dan
usianya lebih pendek sehingga dihancurkan lebih cepat.
Fungsi hepar yang belum sempurna.
Kondisi hati bayi baru lahir belum cukup matang untuk mengolah dan
mengeluarkan bilirubin dari darah secara maksimal.
Sirkulasi enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
c. Faktor Neonatus
Prematuritas
Bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih
tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang
sampai beberapa minggu.
Faktor genetik
Polisitemia
Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
Rendahnya asupan ASI
Hipoglikemia
Hipoalbuminemia
Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis
2.4 Patofisiologi
Jaundice atau Ikterus adalah kondisi yang sering terjadi pada bayi
baru lahir, kuning pada kulit dan bagian putih bola mata (sclera) karena kadar
bilirubin yang berlebih dalam darah. Bilirubin adalah hasil dari penghancuran
normal sel darah merah.
Pada keadaan normal, bilirubin disalurkan dan diolah di hati
kemudian dikeluarkan sebagai empedu melalui usus. Ikterus muncul saat
kadar bilirubin melebihi kemampuan hati bayi baru lahir untuk mengolah dan
mengeluarkan dari tubuh.
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi
bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya
dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi
baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai
puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian
menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul
peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi
< 2 mg/dL.
Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan
faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak
bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan
berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina
cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4
dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis
pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif,
pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa
120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan
peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gambar berikut menunjukan metabolisme pemecahan hemoglobin
dan pembentukan bilirubin.
Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara
umum. Bilirubin dapat masuk ke jaringan otak. Ensefalopati bilirubin adalah
terdapatnya tanda-tanda klinis akibat deposit bilirubin dalam sel otak.
Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronik. Bentuk akut terdiri
atas 3 tahap; tahap 1 (1-2 hari pertama): refleks isap lemah, hipotonia,
kejang; tahap 2 (pertengahan minggu pertama): tangis melengking,
hipertonia, epistotonus; tahap 3 (setelah minggu pertama): hipertoni. Bentuk
kronik: pada tahun pertama: hipotoni, motorik terlambat. Sedang setelah
tahun pertama didapati gangguan gerakan, kehilangan pendengaran sensorial.
2.6 Diagnosis
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat
membantu dalam menegakan diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi.
Termasuk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat
transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya.
Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan
dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko itu
antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada
ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes mellitus, gawat
janin, malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal, dan lain-lain.
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali
pusat adalah 1–3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5
mg/dl/24 jam, dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3,
biasanya mencapai puncak antara hari ke 2–4, dengan kadar 5–6 mg/dl untuk
selanjutnya menurun sampai kadar 5–6 mg/dl untuk selanjutnya menurun
sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5–7 kehidupan.
1. Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih
dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan
pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus
secara visual, sebagai berikut:
- Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup terang (di siang
hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila
dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada
pencahayaan yang kurang.
- Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari telunjuk untuk mengetahui
warna di bawah kulit dan jaringan subkutan/ untuk menghilangkan
warna karena pengaruh sirkulasi (pada tempat-tempat yang tulangnya
menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain). Jika warna
kulit tetap tampak pucat atau kuning, berarti kemungkinan bayi kita
telah mengalami ikterus, dan kadar bilirubinnya tinggi. Ikterus pada bayi
baru lahir baru terlihat kalau kadar bilirubin mencapai 5 mg%.
- Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh
yang tampak kuning.
2. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan penegakan diagnosis
ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih
lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan
pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan
invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus.
Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus
dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil)
3. Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja
dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan
panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan
representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.
4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar
bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase.
Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi
terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan
pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih
terarah.
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan
bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini,
maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan
dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
Tabel Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus
Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan ikterus
Hari 1 Bagian tubuh manapun Berat
Hari 2 Tengan dan tungkai
Hari 3 Tangan dan kaki
2.7 Penatalaksanaan
Pada bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat
bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin
tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Pada ikterus ringan
sampai sedang, dalam 1-2 minggu bayi dapat mengeluarkan bilirubin dengan
sendirinya. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan
beberapa cara berikut :
Minum ASI dini dan sering
Pemberian ASI/ nutrisi lebih sering untuk membantu bayi mengeluarkan
bilirubin melalui tinja.
Terapi sinar matahari
Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan
2.8 Pengkajian
a. Biodata
1. Identitas Pasien:
Nama : An. A
Umur : 3 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jombang
Agama :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. N
Umur : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jombang
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Kuli bangunan
3. Rekam Medik
Tanggal Masuk : 17 Februari 2009
Jam Masuk : 08.00 WIB
No. RM : 30897
Diagnosa : Ikterus Fisiologis
4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Tiga hari lalu bayi dilahirkan aterem, dengan lilitan tali pusat,
dengan berat lahir 3000 gram dan usia gestasi 39 minggu.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Kulit dan sklera mata bayi berwarna kuning 2 hari setelah
dilahirkan.
2.10 Intervensi
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan malas
menghisap.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dengan kriteria :
- Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan
- Menunjukkan peningkatan fungsi menghisap
- Tidak terjadi penurunan BB yang berarti
- Turgor kulit elastis
Intervensi :
a. Kaji reflek hisap dan menelan bayi.
R/ Mengetahui kemampuan bayi dalam memenuhi kebutuhan
nutrisinya.
b. Berikan minum melalui sonde (ASI yang diperah).
R/ Reflek hisap dan menelan pada bayi menandakan bayi sudah dapat
di berikan asupan peroral. Pemberian ASI dapat mempercepat
penyembuhan bayi dari ikterus.
c. Lakukan oral hygiene dan olesi mulut dengan kapas basah.
R/ Mencegah timbulnya infeksi akibat dari kemungkinan adanya
bakteri yang tumbuh dari sisa ASI.
d. Monitor intake dan output.
R/ Mengetahui kebutuhan nutrisi yang diperlukan.
e. Monitor berat badan tiap hari.
R/ Mengetahui perkembangan hasil implementasi.
f. Observasi turgor dan membran mukosa.
R/ Menunjukkan tanda ada tidaknya dehidrasi dan kekurangan nutrisi.
2.11 Implementasi
Tgl Jam Dx Tindakan Keperawatan Perawat
17/02/ 07.00 Gangguan a. Mengobservasi reflek hisap bayi, Susi
2009 pemenuhan dengan memperhatikan hisapan bayi
kebutuhan bila diberi ASI.
b. Memberikan ASI melalui sonde.
nutrisi
c. Memberikan perawatan oral hygiene
dan mengolesi mulut dengan kapas
basah.
d. Memantau intake dan output.
ASI : 750 cc/hari
Cairan parenteral : 500 cc/hari
Urin : 700 cc/ hari
e. Menimbang berat badan
2900 gram
f. Menilai turgor dan membran mukosa.
17/02/ 08.00 Gangguan a. Memantau warna kulit tiap 4-6 jam
b. Merubah posisi setiap 2 jam
2009 integritas kulit
c. Mengganti pengalas yang kotor
dengan pengalas yang lembut dan
bersih.
d. Menyeka bayi dengan air hangat dan
memberikan baby oil
e. Memaparkan bayi di bawah sinar
matahari pada jam 07.00-09.00 pagi
17/02/ 12.00 Kecemasan a. Mengajak ibu/ keluarga berbincang-
2009 orang tua bincang dan menanyakan tentang
kondisi bayi serta perasaan ibu saat
ini.
b. Memberikan health education pada
orang tua tentang : kondisi bayi,
perawatan dan pengobatan di
Rumah Sakit serta cara perawatan
bayi di rumah.
c. Menganjurkan orang tua untuk
menunggui bayinya
d. Melibatkan orang tua dalam
perawatan bayi, dalam pemberian
minum dan penggantian popok.
2.12 Evaluasi
TGL/JAM DX SOAP TTD
20/02/2009 Gangguan S :Ibu mengatakan bahwa bayi mau
pemenuhan minum ASI dalam porsi banyak
O : Isapan mulut bayi pada puting susu ibu
kebutuhan
kuat
nutrisi
Adanya peningkatan BB sesuai dengan
tujuan
A : Masalah teratasi sebagian
P : Rencana keperawatan no c, d, e
dilanjutkan
20/02/2009 Gangguan S : Ibu mengatakan kulit bayi sudah tidak
integritas kuning.
O : jaundice/ ikterik pada tubuh bayi
kulit
berkurang.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Rencana keperawatan dilanjutkan b, c,
d, e.
20/02/2009 Kecemasan S : Ibu mengatakan penyebab cemas
O : Ibu tidak tampak cemas
orang tua
Ibu bisa melakukan perawatan pada
bayi dengan benar
A : Masalah teratasi
P : Rencana keperawatan dihentikan
Perencanaan Pemulangan
1. Ajarkan orang tua merawat bayi agar tidak terjadi infeksi dan jelaskan daya
tahan tubuh bayi
2. Jelaskan pada orang tua pentingnya pemberian ASI.
3. Jelaskan pada orang tua tentang komplikasi yang mungkin terjadi, segera
lapor dokter atau perawat.
4. Jelaskan untuk pemberian imunisasi
5. Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi
baru lahir dengan keadaan meningginya kadar bilirubun di dalam jaringan
ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya
berwarna kuning. Ikterus juga disebut sebagai keadaan hiperbilirubinemia
(kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg/dl).
Keadaan hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada
BBL karena bilirubin bersifat toksik pada semua jaringan terutama otak
yang menyebabkan penyakit kern icterus (ensefalopati bilirubin) yang pada
akhirnya dapat mengganggu tumbuh kembang bayi.
Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor maternal,
perinatal dan neonatus. Penegakan diagnosis dilakukan dengan anamnesis
ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakan
diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai
riwayat inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada
bayi sebelumnya.
3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang kondisi pada bayi
lahir ikterus fisiologis dan dapat menaplikasikan asuhan keperawatan
sehingga dapat dijadikan sebagai bekal pada saat menangani bayi lahir yang
dalam kondisi ikterus fisiologis.
DAFTAR PUSTAKA
http://bejocommunity.blogspot.com/2010/04/ikterus-neonatorum.html
http://Nursingart.Blogspot.Com/2008/08/Askep-Anak-Dengan-
Hiperbilirubinemia.Html
http://ravaeva.blogspot.com/2009/12/ikhterus-pada-neonatus.html
http://Www.Smallcrab.Com/Anak-Anak/535-Mengenal-Ikterus-Neonatorum
Jaundice in Healthy Newborns, http://www.uofmchildrenshospital.org/kidshealth/
article.aspx?artid=21690
Suriadi & Yulianai. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV Agung
Seto
PERAWATAN BAYI BARU LAHIR
DENGAN IKTERUS FISIOLOGIS
Disusun Oleh :
Kelompok I
S 1 Keperawatan III – A
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penyusunan Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Maternitas II dengan judul “Perawatan Bayi Baru Lahir dengan
Ikterus Fisiologis” ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Dalam penyusunan tugas ini banyak sekali pihak yang membantu. Oleh
karena itu, kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Hj. Yulichati Amd.Keb. M. Kes
selaku Dosen Mata Kuliah Keperawatan Maternitas II yang telah membimbing
kami, orang tua dan teman-teman yang membantu serta semua pihak atas kerja
samanya sampai tugas ini selesai.
Atas keterbatasan kami dalam menyusun tugas ini kami sampaikan mohon
maaf. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan yang
terdapat dalam tugas ini. Untuk itu penyusun sangat mengharapkan adanya
masukan, saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan tugas ini. Mudah-
mudahan tugas ini bermanfaat bagi mahasiswa dosen serta para pembaca sekalian.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Tujuan ......................................................................................... 1
1.3. Manfaat ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi ........................................................................................
2.2. Etiologi ........................................................................................
2.3. Faktor Resiko...............................................................................
2.4. Patifisiologi .................................................................................
2.5. Gejala Klinis ...............................................................................
2.6. Diagnosis......................................................................................
2.7. Penatalaksanaan ..........................................................................
2.8. Pengkajian ...................................................................................
2.9. Diagnosa Keperawatan ...............................................................
2.10. Intervensi .....................................................................................
2.11. Evaluasi .......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
iv
iv