Anda di halaman 1dari 166

 

 
MODUL PERKULIAHAN
 

Pengolahan Citra  

Pertemuan 1
 
Pendahuluan Pengolahan Citra
 
 
             

  Fakultas  Program Studi  Tatap Muka  Kode MK  Disusun Oleh   

01
  Ilmu Komputer   Informatika  15023  Tim Dosen 
 

 
 
Abstract  Kompetensi 
   
Memahami konsep dasarnya Mampu mengingat dan memahami
Pengolahan Citra konsep Pengolahan Citra
   
 
   
Pendahuluan
Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan informasi berbentuk
visual. Suatu citra diperoleh dari penangkapan kekuatan sinar yang dipantulkan oleh objek.
Ketika sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian cahaya
tersebut. Pantulan ini ditangkap oleh alat-alat pengindera optik, misalnya mata manusia,
kamera, scanner dan sebagainya. Bayangan objek tersebut akan terekam sesuai intensitas
pantulan cahaya. Ketika alat optik yang merekam pantulan cahaya itu merupakan mesin
digital, misalnya kamera digital, maka citra yang dihasilkan merupakan citra digital. Pada
citra digital, kontinuitas intensitas cahaya dikuantisasi sesuai resolusi alat perekam.

Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalah koordinat
spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan (brightness) suatu citra pada
suatu titik. Citra digital adalah citra f(x,y) yang telah dilakukan digitalisasi baik koordinat area
maupun brightness level. Nilai f di koordinat (x,y) menunjukkan brightness atau grayness
level dari citra pada titik tersebut.

Citra Digital adalah representasi dari sebuah citra dua dimensi sebagai sebuah kumpulan
nilai digital yang disebut elemen gambar atau piksel. Piksel adalah elemen terkecil yang
menyusun citra dan mengandung nilai yang mewakili kecerahan dari sebuah warna pada
sebuah titik tertentu. Umumnya citra digital berbentuk persegi panjang atau bujur sangkar
(pada beberapa sistem pencitraan ada pula yang berbentuk segienam) yang memiliki lebar

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  2 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
dan tinggi tertentu. Ukuran ini biasanya dinyatakan dalam banyaknya piksel sehingga
ukuran citra selalu bernilai bulat. Setiap piksel memiliki koordinat sesuai posisinya dalam
citra. Koordinat ini biasanya dinyatakan dalam bilangan bulat positif, yang dapat dimulai dari
0 atau 1 tergantung pada sistem yang digunakan. Setiap piksel juga memiliki nilai berupa
angka digital yang merepresentasikan informasi yang diwakili oleh piksel tersebut. Format
data citra digital berhubungan erat dengan warna. Pada kebanyakan kasus, terutama untuk
keperluan penampilan secara visual, nilai data digital merepresentasikan warna dari citra
yang diolah. Format citra digital yang banyak dipakai adalah Citra Biner (monokrom), Citra
Skala Keabuan (gray scale), Citra Warna (true color), dan Citra Warna Berindeks.

Pengolahan citra adalah sebuah proses pengolahan yang inputnya adalah citra. Otuputnya
dapat berupa citra atau sekumpulan karakteristik atau parameter yang berhubungan dengan
citra. Istilah pengolahan citra digital secara umum didefinisikan sebagai pemrosesan citra
dua dimensi dengan komputer. Dalam definisi yang lebih luas, pengolahan citra digital juga
mencakup semua data dua dimensi. Citra digital adalah barisan bilangan nyata maupun
kompleks yang diwakili oleh bit-bit tertentu.
Pengolahan citra memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah:
1. Digunakan sebagai proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh
manusia atau komputer.
2. Digunakan untuk Teknik pengolahan citra dengan mentrasformasikan citra menjadi
citra lain. Contoh : pemampatan citra (image compression) Sebagai proses awal
(preprocessing) dari komputer visi.

Pengolahan citra dapat dibagi kedalam tiga kategori yaitu :


1. Kategori rendah melibatkan operasi-operasi sederhana seperti pra-pengolahan citra
untuk mengurangi derau, pengaturan kontras, dan pengaturan ketajaman citra.
Pengolahan kategori rendah ini memiliki input dan output berupa citra.
2. Pengolahan kategori menengah melibatkan operasi-operasi seperti segmentasi dan
klasifikasi citra. Proses pengolahan citra menengah ini melibatkan input berupa citra
dan output berupa atribut (fitur) citra yang dipisahkan dari citra input. Pengolahan
citra kategori melibatkan proses pengenalan dan deskripsi citra.
3. Pengohalan kategori tinggi ini termasuk menjadikan objek-objek yang sudah dikenali
menjadi lebih berguna, berkaitan dengan aplikasi, serta melakukan fungsi-fungsi
kognitif yang diasosiasikan dengan vision.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  3 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Definisi Dasar Pengolahan Citra
Berikut ini adalah definisi dasar yang dipergunakan dalam pengolahan citra :
A. Citra
Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang
kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling.
Gambar analog dibagi menjadi N baris dan M kolom sehingga menjadi gambar diskrit.
Persilangan antara baris dan kolom tertentu disebut dengan piksel. Contohnya adalah
gambar/titik diskrit pada baris n dan kolom m disebut dengan piksel [n,m].

B. Samplings
Sampling adalah proses untuk menentukan warna pada piksel tertentu pada citra dari
sebuah gambar yang kontinu. Pada proses sampling biasanya dicari warna rata-rata dari
gambar analog yang kemudian dibulatkan. Proses sampling sering juga disebut proses
digitisasi. Sampling merupakan bagian dari metodologi statistika.

C. Kuantisasi
Ada kalanya, dalam proses sampling, warna rata-rata yang didapat di relasikan ke level
warna tertentu. Contohnya apabila dalam citra hanya terdapat 16 tingkatan warna abu-abu,
maka nilai rata-rata yang didapat dari proses sampling harus diasosiasikan ke 16 tingkatan
tersebut. Proses mengasosiasikan warna rata-rata dengan tingkatan warna tertentu disebut
dengan kuantisasi.

D. Derau
Derau (Noise) adalah gambar atau piksel yang mengganggu kualitas citra. Derau dapat
disebabkan oleh gangguan fisis(optik) pada alat akuisisi maupun secara disengaja akibat
proses pengolahan yang tidak sesuai. Contohnya adalah bintik hitam atau putih yang
muncul secara acak yang tidak diinginkan di dalam citra. bintik acak ini disebut dengan
derau salt & pepper.

Banyak metode yang ada dalam pengolahan citra bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan noise.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  4 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Hubungan Disiplin Ilmu
Pattern Recognition menerjemahkan citra menjadi informasi yang merepresentasikan citra
tersebut. Computer Graphics menvisualisasikan suatu informasi menjadi citra. Artificial
Intellegent menerjemahkan informasi input menjadi informasi lain untuk mengambil
keputusan.

Grafika komputer (bahasa Inggris: computer graphics) adalah bagian dari ilmu komputer
yang berkaitan dengan pembuatan dan manipulasi gambar (visual) secara digital. Bentuk
sederhana dari grafika komputer adalah grafika komputer 2D yang kemudian berkembang
menjadi grafika komputer 3D, pemrosesan citra (image processing), dan pengenalan pola
(pattern recognition). Grafika komputer sering dikenal juga dengan istilah visualisasi data.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  5 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Grafika komputer dapat digunakan di berbagai bidang kehidupan, mulai dari bidang seni,
sains, bisnis, pendidikan dan juga hiburan. Berikut adalah bidang aplikasi spesifik dari
grafika komputer:
 Antarmuka pengguna (Graphical User Interface - GUI)
 Peta (Cartography)
 Kesehatan
 Perancangan objek (Computer Aided Design - CAD)
 Sistem multimedia
 Presentasi grafik
 Presentasi saintifik
 Pemrosesan citra
 Simulasi

Operasi pengolahan Citra


Operasi yang dilakukan untuk mentransformasikan suatu citra menjadi citra lain dapat
dikategorikan berdasarkan tujuan transformasi maupun cakupan operasi yang dilakukan
terhadap citra.

Berdasarkan tujuan transformasi operasi pengolahan citra dikategorikan sebagai berikut :


1. Perbaikan kualitas citra (image enhancement)
Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi
parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang terdapat di dalam citra
lebih ditonjolkan. Contoh-contoh operasi perbaikan citra: perbaikan kontras gelap/terang
perbaikan tepian objek (edge enhancement) penajaman (sharpening) pembrian warna semu
(pseudocoloring) penapisan derau (noise filtering).

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  6 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Gambar diatas adalah contoh operasi penajaman. Operasi ini menerima masukan sebuah
citra yang gambarnya hendak dibuat tampak lebih tajam. Bagian citra yang ditajamkan
adalah tepi-tepi objek.

2. Pemugaran citra (image restoration)


Operasi ini bertujuan menghilangkan/meminimumkan cacat pada citra. Tujuan pemugaran
citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada pemugaran citra
penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh-contoh operasi pemugaran citra:
penghilangan kesamaran (deblurring). penghilangan derau (noise)

Gambar diatas adalah contoh operasi penghilangan kesamaran. Citra masukan adalah citra
yang tampak kabur (blur). Kekaburan gambar mungkin disebabkan pengaturan fokus lensa
yang tidak tepat atau kamera bergoyang pada pengambilan gambar. Melalui operasi
deblurring, kualitas citra masukan dapat diperbaiki sehingga tampak lebih baik.

3. Pemampatan citra (image compression)


Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang lebih
kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal penting yang harus
diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang telah dimampatkan harus tetap
mempunyai kualitas gambar yang bagus. Contoh metode pemampatan citra adalah metode
JPEG.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  7 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Pada gambar diatas, gambar sebelah kiri adalah citra kapal yang berukuran 258 KB. Hasil
pemampatan citra dengan metode JPEG dapat mereduksi ukuran citra semula sehingga
menjadi 49 KB saja.

4. Segmentasi citra (image segmentation)


Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan
suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola.

Tiap piksel dalam suatu wilayah mempunyai kesamaan karakteristik atau properti yang
dapat dihitung (computed property), seperti : warna (color), intensitas (intensity),dan tekstur
(texture).

5. Pengorakan citra (image analysis)

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  8 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitif dari citra untuk menghasilkan
deskripsinya. Teknik pengorakan citra mengekstraksi ciri-ciri tertentu yang membantu dalam
identifikasi objek. Proses segmentasi kadangkala diperlukan untuk melokalisasi objek yang
diinginkan dari sekelilingnya. Contoh-contoh operasi pengorakan citra:
 Pendeteksian tepi objek (edge detection)
 Ekstraksi batas (boundary)
 Representasi daerah (region)
Operasi pendeteksian tepi pada citra Camera. Operasi ini menghasilkan semua tepi (edge)
di dalam citra.

6. Rekonstruksi citra (image reconstruction)


Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi.
Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis. Misalnya beberapa foto
rontgen dengan sinar X digunakan untuk membentuk ulang gambar organ tubuh.

Berdasarkan cakupan operasi yang dilakukan terhadap citra, Operasi pengolahan citra
dikategorikan sebagai berikut :
1. Operasi titik, yaitu operasi yang dilakukan terhadap setiap piksel pada citra yang
keluarannya hanya ditentukan oleh nilai piksel itu sendiri.

2. Operasi area, yaitu operasi yang dilakukan terhadap setiap piksel pada citra yang
keluarannya dipengaruhi oleh piksel tersebut dan piksel lainnya dalam suatu daerah
tertentu. Salah satu contoh dari operasi berbasis area adalah operasi ketetanggaan
yang nilai keluaran dari operasi tersebut ditentukan oleh nilai piksel-piksel yang
memiliki hubungan ketetanggaan dengan piksel yang sedang diolah.

3. Operasi global, yaitu operasi yang dilakukan tehadap setiap piksel pada citra yang
keluarannya ditentukan oleh keseluruhan piksel yang membentuk citra.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  9 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Elemen Sistem Pemrosesan Citra Digital

Digitizer (Digital Acqusition System) adalah system penangkap citra digital yang melakukan
penjelajahan citra dan mengkonversinya ke representasi numerik sebagai masukan bagi
komputer digital. Hasil dari digitizer adalah matriks yang elemen-elemennya menyatakan
nilai intensitas cahaya pada suatu titik.

Digitizer terdiri dari 3 komponen dasar :


 Sensor citra yang bekerja sebagai pengukur intensitas cahaya
 Perangkat penjelajah yang berfungsi merekam hasil pengukuran intensitas pada
seluruh bagian citra
 Pengubah analog ke digital yang berfungsi melakukan sampling dan kuantisasi.

Komputer digital, digunakan pada system pemroses citra, mampu melakukan berbagai
fungsi pada citra digital resolusi tinggi.
Piranti Tampilan, peraga berfungsi mengkonversi matriks intensitas tinggi
merepresentasikan citra ke tampilan yang dapat diinterpretasi oleh manusia.
Media penyimpanan, piranti yang mempunyai kapasitas memori besar sehingga gambar
dapat disimpan secara permanen agar dapat diproses lagi pada waktu yang lain.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  10 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengolahan_citra
https://id.wikipedia.org/wiki/Grafika_komputer

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  11 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

 
MODUL PERKULIAHAN
 

Pengolahan Citra  

Pertemuan 2
 
Konsep Dasar
 
 
             

  Fakultas  Program Studi  Tatap Muka  Kode MK  Disusun Oleh   

02
  Ilmu Komputer   Informatika  15023  Tim Dosen 
 

 
 
Abstract  Kompetensi 
   
Memahami Konsep Dasar Pengolahan Mampu memahami konsep Dasar
Citra Pengolahan Citra
   
 
   

 
 

Konsep Dasar Pengolahan Citra


Pengolahan citra : pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan computer, menjadi
citra yang kualitasnya lebih baik.

Umumnya operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila :


1. Perbaikan atau modifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan
atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung didalam citra.
2. Elemen didalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur
3. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain

Terdapat tiga bidang ilmu computer yang berkaitan dengan data cita,nammun tujuan
ketiganya berbeda :
1. Grafika computer (computer graphics)
2. Pengolahan citra (image processing)
3. Pengenalan pola (pattern recognition/image interpretation)

Grafika computer : bertujuan menghasilkan citra, dengan primitive-primitif geometri seperti


garis, lingkaran dan sebagainya. Primitive geometri tersebut memerlukan data deskriptif
untuk melukis elemen-elemen gambar. Contoh data deskriptif adalah koordinat titik, panjang
garis, jari-jari lingkaran, tebal garis, warna dsb. Contoh : menggambar rumah dengan
membentuk garis-garislurus, dengan data masukan berupa koordinat awal dan koordinat
ujung garis.

Pengolahan citra : bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasikan oleh
manusia atau mesin. Masukan berupa citra dan keluaran juga berupa citra, namun citra hasil
keluaran mempunyai kualitas yang jauh lebih baikdari pada citra masukan.

Pengenalan pola : mengelompokkan data numeric dan simbolik (termasuk citra) secara
otomatis. Dengan tujuan untuk mengenali suatu objek didalam citra. Computer menerima
masukan berupa citra objek yang akan diidentifikasi, memproses citra tersebut, dan
memberikan keluaran berupa deskripsi objek didalam citra.".

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  2 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Komputer Visi
Komputer Visi dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengenalan objek yang menarik di
dalam suatu citra, dan dapat didefinisikan sebagai deduksi logis otomatis terhadap properti
objek tiga dimensi dari satu atau beberapa citra. Tugas-tugas seperti pengidentifikasian
tanda tangan, pengidentifikasian tumor pada suatu citra regsonansi magnetik, pengenalan
objek pada citra satelit, pengidenifikasian wajah, penempatan sumber daya mineral dari
suatu citra, penghasilan gambaran tiga-dimensi dari potongan citra dua dimensi, dan
pengenalan suatu kode ZIP, dianggap berada dalam ruang lingkup visi komputer.

Manusia memiliki kemampuan untuk menguraikan tulisan tangan yang ceroboh, mengenal
dan mengklasifikasikan citra, mengidentifikasikan citra yang terhalang sebagian pada
lingkungan yang noisy, mengidentifikasikan objek dengan orientasi dan skala yang berbeda,
serta kedalaman persepsi.

Pengembangan sistem visi komputer untuk melaksanakan tugas-tugas seperti ini


membutuhkan proses yang kompleks. Biasanya, untuk setiap aplikasi yang diberikan,
keseluruhan tugas tidak dapat dilaksanakan pada sebuah tahapan tunggal. Oleh karena itu,
sistem visi computer seringkali dibagi ke dalam beberapa tahapan, dan setiap tahapan
melaksanakan satu fungsi atau lebih. Sistem visi komputer tertentu terdiri dari tahapan-
tahapan seperti perolehan citra, preprocessing, pengekstraksian fitur, penyimpanan objek
secara asosiatif, pengaksesan suatu basis pengetahuan, dan pengenalan.

Proses Umum Komputer Visi

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  3 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Visi komputer meliputi pengolahan citra dan pengenalan pola. Pengolahan citra berkaitan
dengan manipulasi dan analisis gambar. Sub-area utama pada pengolahan citra, yaitu:
a. Digitisasi dan kompresi
b. Enhancement, restorasi, dan rekonstruksi
c. Pencocokan
d. Pendeskripsian dan pengenalan

Digitisasi adalah proses pengkonversian gambar menjadi bentuk diskrit, dan kompresi
mencakup coding efisien atau pendekatan gambar digital untuk menghemat tempat
penyimpanan atau kapasitas channel. Teknik perbaikan dan restorasi berkaitan dengan
peningkatan kualitas dari citra dengan kontras yang rendah, blur, ataupun noisy.

Teknik pencocokan dan pendeskripsian berkaitan dengan perbandingan dan pelapisan


gambar yang satu dengan gambar yang lainnya, pembagian gambar menjadi beberapa
bagian, serta pengukuran hubungan antara bagian-bagian tersebut. Salah satu tantangan
utama dalam merancang algoritma pengolahan citra adalah dalam memahami kriteria yang
digunakan untuk menaksir hasil yang diharapkan. Hal ini termasuk pengukuran sensitivitas
parameter, kekuatan algoritma, dan keakuratan hasil.

Secara umum, evaluasi kinerja meliputi pengukuran beberapa kelakuan pokok dari suatu
algoritma yang dapat mencapai keakuratan, kekuatan, atau ekstensibilitas. Hal ini
memungkinkan penekanan karakteristik intrinsik dari suatu algoritma dan penaksiran
keuntungan serta batasan-batasannya.

Pengenalan pola berkaitan dengan identifikasi objek dari citra atau pola yang diamati. Pada
pengenalan pola konvensional, sebuah vektor observasi dipetakan terlebih dahulu terhadap
sebuah bidang fitur. Teknik pengenalan pola tertentu meliputi fungsi diskriminan, serta
metode parametrik dan nonparametrik statistik. Selama 30 tahun ini, banyak teknik digital
yang telah dikembangkan untuk tugas-tugas pengolahan citra dan pengenalan pola, serta
digunakan pada aplikasi-aplikasi seperti visi robot, pengenalan karakter, pengenalan
pembicaraan, penginderaan jauh, pengintaian militer, pengidentifikasian tanda tangan,
diagnosis citra medis, pendeteksian sumber daya mineral, dan survei geologi.

Pengekstrasian fitur, penyimpanan asosiatif, basis pengetahuan,dan pengenalan. Tahap-


tahap ini pada dasarnya dibagi ke dalam tiga tingkatan pengolahan, yaitu tingkat rendah,

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  4 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

menengah, dan tinggi. Langkah pertama adalah perolehan citra, yaitu langkah untuk
memperoleh sebuah citra digital.

Tahap perolehan citra adalah mengenai pengambilan citra oleh suatu sensor. Sensor yang
dimaksud dapat berupa sebuah kamera atau sebuah scanner. Sifat sensor dan citra yang
dihasilkan ditentukan oleh aplikasinya.

Setelah sebuah citra digital didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah preprocessing,
yang sebanding dengan pengolahan visi awal atau pengolahan tingkat rendah. Terdapat
beberapa teknik preprocessing, di antaranya adalah manipulasi skala keabuan, penapisan
noise, isolasi daerah, perbaikan geometris, restorasi, rekonstruksi, dan segmentasi. Teknik
perbaikan citra dapat diklasifikasikan ke dalam dua metode, yaitu domain spasial dan
domain frekuensi. Metode domain spasial didasarkan pada manipulasi langsung terhadap
nilai keabuan pada piksel di dalam suatu citra. Metode domain frekuensi didasarkan pada
modifikasi transformasi Fourier pada suatu citra. Pada teknik manipulasi skala keabuan,
perbaikan pada setiap titik di dalam citra mungkin hanya bergantung pada nilai keabuan titik
tersebut, atau mungkin bergantung pada nilai keabuan titik tersebut dan sekitarnya. Kategori
ini termasuk dalam pemrosesan titik.

Pendekatan dimana perbaikan pada setiap piksel bergantung pada nilai keabuan piksel
tersebut dan piksel-piksel di sekitarnya menggunakan penutup (masks) atau jendela
(windows) yang mendefinisikan piksel sekitarnya. Terdapat banyak implementasi piranti
keras dan piranti lunak untuk mengimplementasikan teknik perbaikan tersebut.
Sistem penglihatan manusia membutuhkan variabilitas dalam pencahayaan. Tahap
preprocessing pada suatu sistem pengenalan mesin mungkin berkaitan dengan persepsi
keterangan seperti permasalahan restorasi dan rekonstruksi citra. Sistem perolehan citra
pada prakteknya tidaklah sempurna. Sistem ini memiliki resolusi terbatas. Metode restorasi
citra berkaitan dengan penafsiran citra asli dari citra yang telah rusak. Teknik restorasi
memperbaiki kerusakan sistem yang mungkin telah dialami oleh suatu citra.

Tingkat pengolahan selanjutnya adalah tingkat menengah. Pengolahan pada tingkat ini
berusaha untuk membangun sebuah koalisi bukti (tokens) yang didapatkan pada
pengolahan tingkat rendah dan untuk mengekstraksi entitas-entitas yang penting.

Salah satu teknik pengolahan tingkat menengah yang terkenal adalah pengekstraksian fitur,
yang terdiri dari pemetaan sebuah vektor observasi ke dalam bidang fitur. Tujuan utama dari
pengekstraksian fitur adalah untuk mengurangi data dengan mengukur fiturfitur tertentu

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  5 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

yang membedakan pola inputan. Untuk mengekstraksi fitur, dapat dilakukan dengan memilih
sebuah subset dari vektor input yang diamati, atau dapat dilakukan dengan
mentransformasikan vektor observasi inputan menjadi sebuah vector fitur menggunakan
beberapa fungsi dasar ortogonal. Pada beberapa aplikasi, vector observasi didapatkan
dengan melakukan sampling terhadap citra inputan yang merepresentasikan data yang
terkorelasi dengan baik. Untuk pengurangan dimensi saat menyimpan suatu informasi,
vektor observasi dipetakan ke dalam sebuah domain bidang fitur. Data di dalam domain
yang telah ditransformasikan kemudian dapat disusun berdasarkan derajat kepentingan dari
isi dan kualitas pola yang diperoleh.

Dalam 30 tahun ini, banyak sekali teknik yang telah dikembangkan untuk mengekstraksi
fitur, di antaranya: transformasi Fourier, invarian waktu (moment invariant), distribusi Wigner,
transformasi Hough, polinomial ortogonal, fungsi Gabor, dan lain-lain. Masalah pengenalan
objek invarian seringkali dilakukan pada tahap pengekstraksian fitur, karena untuk
mengingat perbedaan skala, translasi, dan rotasi pada suatu citra, sistem pengenalan harus
dilatih menggunakan contoh-contoh latihan dengan jumlah yang besar. Untuk mendapatkan
fitur invarian, properti dari transformasi Fourier sering digunakan. Sistem penglihatan
manusia juga sensitif terhadap variasi tekstural pada permukaan objek. Fitur tekstur sering
digunakan untuk mengenali objek.

Secara umum, tekstur dikenal sebagai dasar persepsi. Terdapat banyak metode statistik
dan struktural seperti model jaringan syaraf untuk menganalisis fitur. Metode statistik untuk
menganalisis fitur didasarkan pada hubungan antara nilai keabuan piksel-piksel di dalam
suatu citra.

Tahap pengekstraksian fitur juga berkaitan dengan pengekstraksian fitur tekstur. Tiga tahap
terakhir tahap asosiatif, basis pengetahuan, dan pengenalan termasuk ke dalam pengolahan
tingkat tinggi. Ingatan manusia seringkali dapat mengingat informasi lengkap dari informasi
parsial atau petunjuk-petunjuk yang halus.

Penyimpanan asosiatif adalah suatu penyimpanan di mana alamat setiap data didasarkan
pada isi data tersebut (content-addressable). Kemampuan untuk mendapatkan suatu
representasi internal atau untuk menyimpulkan sebuah representasi yang kompleks dari
suatu bagian membentuk dasar penyimpanan asosiatif. Fungsi dasar penyimpanan asosiatif
adalah untuk menyimpan pasangan pola asosiatif melalui sebuah proses pengorganisasian
sendiri (self-orginizing) dan untuk memproduksi sebuah pola tanggapan yang sesuai pada

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  6 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

presentasi pola stimulus yang sama. Penyimpanan asosiatif juga berguna untuk pengenalan
objek invarian.

Tahap pengenalan berkaitan dengan proses pengklasifikasian. Tahap ini memberikan


sebuah label kepada sebuah objek berdasarkan informasi yang disediakan oleh
deskriptornya. Teknik klasifikasi konvensional dikelompokkan ke dalam dua teknik:
supervised dan unsupervised. Pada cara supervised, classifiers belajar dengan bantuan
training sets. Sedangkan pada cara unsupervised, classifier belajar tanpa bantuan training
sets. Metode statistik dan classifiers jaringan saraf berhasil digunakan di dalam beberapa
masalah pengenalan. Namun, dalam prakteknya, terdapat beberapa masalah, dimana
metode statistik tidak sesuai dan metode deskriptif lebih sesuai.

Metode deskriptif seringkali didasarkan pada peraturan klasifikasi yang memetakan vektor
fitur input ke dalam kategori output. Peraturan klasifikasi dalam hal ini dapat disimpan di
dalam basis pengetahuan. Interaksi antara basis pengetahuan dan modul lain di dalam
sebuah sistem pengenalan dapat dilihat pada Gambar (). Basis pengetahuan berinteraksi
tidak hanya dengan tahap pengektraksian fitur dan pengenalan, tetapi juga dengan
penyimpanan asosiatif. Seringkali pengetahuan dasar mengenai sebuah objek juga dapat
dimasukkan (encoded) ke dalam basis pengetahuan. Basis pengetahuan mungkin saja
sesederhana daerah terperinci dari suatu citra, dimana informasi yang menarik diketahui
keberadaannya, sehingga membatasi pencarian yang harus dilakukan untuk mencari
informasi tersebut. Basis pengetahuan juga bisa kompleks. Rancangan suatu sistem
pengenalan mesin perlu mencakup semua tahap pengolahan sebelumnya.

Sistem visi computer Proses ke 1

Visi komputer dapat dideskripsikan sebagai suatu deduksi otomatis terhadap struktur atau
properti tiga dimensi dari satu atau beberapa citra dua dimensi dan pengenalan objek
dengan bantuan dari properti-properti tersebut. Citra yang dimaksud dapat bersifat
monokrom ataupun berwarna, dan dapat diambil dari satu atau beberapa kamera. Properti

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  7 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

struktural yang akan dideduksi tidak hanya berupa properti geometris, tetapi juga properti
material. Properti geometris meliputi bentuk, ukuran, dan lokasi objek, sedangkan properti
material meliputi keterangan atau kegelapan suatu permukaan, warnanya, dan teksturnya.
Tujuan dari suatu sistem visi komputer adalah untuk menyimpulkan keadaan fisik dari citra
yang noisy ataupun berambigu.
Visi computer sulit direalisasikan karena formasi citra adalah suatu pemetaan many-to-one.
Berbagai objek dengan properti geometris dan material yang berbeda dapat memiliki citra
yang identik. Sistem visi komputer kompleks dan seringkali diimplementasikan dengan
beberapa modul. Pendekatan modular mempermudah pengontrolan dan pengawasan
kinerja sistem. Berbagai tahapan atau modul dari suatu sistem visi dapat diimplementasikan
menggunakan metode statistik konvensional, jaringan saraf, teknik logika fuzzy, dan
algoritma genetika. Biasanya jumlah tahapan dalam suatu sistem visi dan kompleksitasnya
bergantung pada sistem aplikasi yang sedang dirancang. Aplikasi visi komputer meliputi
otomatisasi pada jalur perakitan, penginderaan jauh, robotika, komunikasi komputer dan
manusia, alat bantu untuk tunanetra, dan lain-lain.

Sistem visi computer Proses ke 2

Salah satu pendekatan yang mengimplementasikan sistem visi komputer adalah dengan
mengemulasi sistem penglihatan manusia. Permasalahan dengan pendekatan ini adalah
bahwa sistem penglihatan manusia sangat kompleks dan tidak dimengerti dengan baik.
Sistem penglihatan manusia yang melampaui mata manusia terpotong-potong dan
spekulatif. Oleh karena itu, pada saat ini, tidak mungkin dapat mengemulasi system
penglihatan manusia secara persis. Namun, studi mengenai sistem biologis memberikan
petunjuk-petunjuk untuk mengembangkan sistem visi komputer. Visi computer berkaitan
dengan masalah pengolahan tingkat rendah dan tingkat tinggi, seperti maslaah kognitif.
Tahapan pada sistem visi komputer ditunjukkan pada Gambar Sistem visi komputer.

Pengolahan awal atau pengolahan tingkat rendah berkaitan dengan pengolahan pada
retina,
sedangkan pengolahan tingkat tinggi berkaitan dengan pemakaian kognitif dari
pengetahuan.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  8 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Visi komputer adalah transformasi data dari sebuah citra atau video menjadi sebuah
keputusan atau representasi baru.

Semua transformasi dilakukan dengan menetapkan beberapa tujuan tertentu. Data input
mungkin berupa informasi kontekstual seperti “kamera dipasang di dalam sebuah mobil”
atau “laser range finder mengindikasi adanya suatu objek dalam jarak 1 meter”. Keputusan
yang didapatkan mungkin berupa “terdapat seseorang pada layar ini” atau “ada 14 sel tumor
pada bagian ini”. Representasi baru dapat diartikan sebagai pengubahan sebuah citra
berwarna menjadi sebuah citra keabuan atau penghilangan gerakan kamera dari sederetan
citra.

Aplikasi Pengolahan Citra di Bidang


Di bawah ini beberapa contoh pengaplikasian pengolahan citra di berbagai bidang:
1. Bidang Biomedis (Boimedical) Pengolahan citra digital mengalami kemajuan penting
dalam bidang kedokteran ketika ditemukannya Tomografi terkomputerisasi
(Computer Terized Tomography/CT) pada tahun 1970-an dan kini teknologi
tomografi tersebut sudah maju sangat pesat. Pengolahan citra digital dapat
digunakan untuk deteksi tumor atau kanker rahim, identifikasi penyakit paru-paru,
identifikasi penyakit hati, identifikasi penyakit tulang, segmentasi tulang dari otot
yang lainnya, klasifikasi gigi, dan analisis citra mikroskopis.
2. Penginderaan Jauh, Informasi penting dari sumber-sumber alam seperti pertanian,
perairan, kelautan, mineral dan geologi dapat diperoleh dengan melakukan analisis
citra terhadap citra satelitnya. Pencemaran air laut, kerusakan wilayah, dan
pencemaran atau polusi udara dapat dilakukan dengan menganalisis citra satelitnya.
Aplikasi ini digunakan untuk mengetahui kapal laut yang melewati perbatasan
wilayah laut Negara.
3. Tekhnologi Pengaman, suatu system mengalami kemajuan pesat akibat dari
pesatnya perkembangan pengolahan citra pada bidang biometrika. Sebagai contoh
pemanfaatan sidik jari, iris, wajah, dan biometrika yang lainnya untuk system
identifikasi seseorang.
4. Bidang Fotografi, kemajuan dibidang fotografi memberi dampak pada bidang-bidang
astronomi, photogrametry, dan fisika partikel. Para astronom dapat melakukan
pengukuran terhadap posisi dan jarak suatu bintang dari foto udara.
5. Bidang Visual, dunia arsitektur dapat membuat desain visual suatu bangunan
sebelum malakukan pembangunan yang sesungguhnya. Desain visual akan sangat

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  9 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

mempermudah para arsitek dalam memberikan penjelasan rinci terhadap suatu


rancangannya.
6. Identifikasi Objek, Pengolahan citra digital mampu mengidentifikasi jenis atau
banyak-nya objek-objek pada suatu citra. Contoh aplikasinya adalah menghitung
jumlah sel darah merah yang rusak atau mengetahui kondisi sel darah, menghitung
volume dari sampel citra gelembung yang diakibatkan air laut, menghitung jumlah
gelembung pada citra gelembung sabun, dan menentukan jumlah penyebaran
partikel pigmen pada citra kulit.

Elemen Dasar Citra

Citra digital mengandung sejumlah elemen-elemen dasar. Elemen-elemen dasar inilah yang
dimanipulasi dalam pengolahan citra. Elemen-elemen dasar yang penting diantaranya
adalah sebagai berikut :

Kecerahan (brightness)
Kecerahan disebut juga sebagai intensitas cahaya. Kecerahan pada suatu titik (piksel) di
dalam suatu citra sebenarnya adalah intensitas rata-rata dari suatu area yang
melingkupinya.

Kontras (contrast)
Kontras menyatakan sebaran terang (lightness) dan gelap (darkness) dalam suatu citra.
Citra dengan kontras rendah dicirikan oleh sebagian besar komposisi citranya adalah terang
atau sebagian besar gelap. Citra dengan kontras yang baik, komposisi gelap dan terangnya
tersebar secara merata.

Kontur (contour)
Kontur adalah keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas pada pixel-pixel yang
bertetangga. Karena adanya perubahan intensitas inilah, maka tepi-tepi (edge) objek pada
citra dapat dideteksi.

Warna (color)
Warna adalah persepsi yang dirasakan oleh sistem visual manusia terhadap panjang
gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek. Setiap warna mempunyai panjang
gelombang ( ) yang berbeda-beda. Warna yang diterima oleh sistem visual manusia (mata)

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  10 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

merupakan hasil kombinasi cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda.


Kombinasi warna yang memberikan rentang warna yang paling lebar adalah red (R),
green(G), dan blue(B).

Bentuk (shape)
Bentuk adalah properti intrinsik dari objek tiga dimensi. Bentuk merupakan properti intrinsik
utama untuk sistem visual manusia karena manusia lebih sering menginterpretasikan suatu
objek berdasarkan bentuknya daripada elemen lainnya.

Tekstur (texture)
Tekstur dicirikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan pixel-
pixel yang bertetangga. Sehingga, tekstur tidak dapat didefinisikan untuk sebuah pixel.
Tekstur merupakan karakteristik untuk menganalisa permukaan berbagai jenis citra objek.

Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Pengolahan_citra

Bradski, Gary., Kaehler, Adrian. 2008. Learning OpenCV. Sebastopol: Penerbit O’Reilly
Media, Inc.

Kulkarni, A. D. (2001). Computer Vision and Fuzzy Neural Sytems. New Jersey: Prentice
Hall PTR.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  11 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

 
MODUL PERKULIAHAN
 

Pengolahan Citra
 

Pertemuan 3
 
Peralatan dan Aplikasi
 
 
             

  Fakultas  Program Studi  Tatap Muka  Kode MK  Disusun Oleh   

03
  Ilmu Komputer   Informatika  15023  Tim Dosen 
 

 
 
Abstract  Kompetensi 
   
Memahami tentang peralatan dan Mampu memahami dan menjelaskan
aplikasi Pengolahan Citra  peralatan dan aplikasi apa yang dipakai
pada Pengolahan Citra
 
 
   

 
 

Apa Itu Matlab?

MATLAB merupakan suatu program komputer yang bisa membantu memecahkan berbagai
masalah matematis yang kerap kita temui dalam bidang teknis. Kita bisa memanfaatkan
kemampuan MATLAB untuk menemukan solusi dari berbagai masalah numerik secara
cepat, mulai hal yang paling dasar, misalkan sistem 2 persamaan dengan 2 variabel:
 x – 2y = 32
 12x + 5y = 12
hingga yang kompleks, seperti mencari akar-akar polinomial, interpolasi dari sejumlah data,
perhitungan dengan matriks, pengolahan sinyal, dan metoda numerik. Salah satu aspek
yang sangat berguna dari MATLAB ialah kemampuannya untuk menggambarkan berbagai
jenis grafik, sehingga kita bisa memvisualisasikan data dan fungsi yang kompleks. Sebagai
contoh, tiga gambar berikut diciptakan dengan command surf di MATLAB.

Dalam lingkungan perguruan tinggi teknik, Matlab merupakan perangkat standar untuk
memperkenalkan dan mengembangkan penyajian materi matematika, rekayasa dan
kelimuan. Di industri, MATLAB merupakan perangkat pilihan untuk penelitian dengan
produktifitas yang tinggi, pengembangan dan analisanya.
Kegunaan MatLab secara umum adalah sebagai berikut:
a) Matematika dan komputasi,
b) Perkembangan algoritma,
c) Pemodelan, simulasi, dan pembuatan prototype,
d) Analisa data, eksplorasi dan visualisasim
e) Pembuatan aplikasi, termasuk pembuatan antaramuka grafis.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  2 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Karakteristik MATLAB :
1. Bahasa pemrogramannya didasarkan pada matriks (baris dan kolom).
2. Lambat (dibandingkan dengan Fortran atau C) karena bahasanya langsung diartikan.
3. Automatic memory management, misalnya kita tidak harus mendeklarasikan arrays
terlebih dahulu.
4. Tersusun rapi.
5. Waktu pengembangannya lebih cepat dibandingkan dengan Fortran atau C.
6. Dapat diubah ke bahasa C lewat MATLAB Compiler.
7. Tersedia banyak toolbox untuk aplikasi-aplikasi khusus.

Beberapa kelebihan Matlab jika dibandingkan dengan program lain seperti Fortran, dan
Basic adalah :

1. Mudah dalam memanipulasi struktur matriks dan perhitungan berbagai operasi


matriks yang meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian, invers dan fungsi
matriks lainnya.
2. Menyediakan fasilitas untuk memplot struktur gambar (kekuatan fasilitas grafik tiga
dimensi yang sangat memadai).
3. Script program yang dapat diubah sesuai dengan keinginan user.
4. Jumlah routine-routine powerful yang berlimpah yang terus berkembang.
5. Kemampuan interface (misal dengan bahasa C, word dan mathematica).
6. Dilengkapi dengan toolbox, simulink, stateflow dan sebagainya, serta mulai
melimpahnya source code di internet yang dibuat dalam matlab( contoh toolbox
misalnya : signal processing, control system, neural networks dan sebagainya).

Sejarah Matlab
MATLAB (yang berarti "matrix laboratory") diciptakan pada akhir tahun 1970-an oleh Cleve
Moler, yang kemudian menjadi Ketua Departemen Ilmu Komputer di Universitas New
Mexico. Ia merancangnya untuk memberikan akses bagi mahasiswa dalam memakai
LINPACK dan EISPACK tanpa harus mempelajari Fortran. Karyanya itu segera menyebar
ke universitas-universitas lain dan memperoleh sambutan hangat di kalangan komunitas
matematika terapan. Jack Little, seorang insinyur, dipertemukan dengan karyanya tersebut
selama kunjungan Moler ke Universitas Stanford pada tahun 1983. Menyadari potensi
komersialnya, ia bergabung dengan Moler dan Steve Bangert. Mereka menulis ulang
MATLAB dalam bahasa pemrograman C, kemudian mendirikan The MathWorks pada tahun

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  3 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

1984 untuk melanjutkan pengembangannya. Pustaka yang ditulis ulang tadi kini dikenal
dengan nama JACKPAC.[butuh rujukan] Pada tahun 2000, MATLAB ditulis ulang dengan
pemakaian sekumpulan pustaka baru untuk manipulasi matriks, LAPACK.

MATLAB pertama kali diadopsi oleh insinyur rancangan kontrol (yang juga spesialisasi
Little), tapi lalu menyebar secara cepat ke berbagai bidang lain. Kini juga digunakan di
bidang pendidikan, khususnya dalam pengajaran aljabar linear dan analisis numerik, serta
populer di kalangan ilmuwan yang menekuni bidang pengolahan citra.

Memulai Matlab

Kita memulai MATLAB dengan mengeksekusi ikon MATLAB di layar komputer ataupun
melalui tombol Start di Windows. Setelah proses loading program, jendela utama MATLAB
akan muncul seperti berikut ini.

Setelah proses loading usai, akan muncul command prompt di dalam command window:
>>
Dari prompt inilah kita bisa mengetikkan berbagai command MATLAB, seperti halnya
command prompt di dalam DOS.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  4 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Sebagai permulaan, mari kita ketikkan command date :


>> date
setelah menekan Enter, akan muncul
ans =
28-Sept-2016
date adalah command MATLAB untuk menampilkan tanggal hari ini. Berikutnya cobalah
command clc untuk membersihkan command window:
>> clc
Ketika kita selesai dengan sesi MATLAB dan ingin keluar, gunakan command exit atau quit.
>> exit Atau... >> quit
Atau bisa juga dengan menggunakan menu:
File -> Exit MATLAB.

Jika Anda baru pertama kali menggunakan MATLAB, ada baiknya kita mencoba beberapa
command untuk melihat sepintas berbagai kemampuan dan keunggulan MATLAB.
MATLAB dapat kita pergunakan seperti halnya kalkulator:
>> 2048 + 16
ans =
2064

Menuliskan beberapa command sekaligus dalam satu baris:


>> 5^2, 2*(6 + (-3))
ans =
25
ans =
6
Menciptakan variabel untuk menyimpan bilangan, serta menjalankan berbagai command
atau fungsi yang sudah ada di MATLAB.
>> x=12; y=0.25; z=pi/2;
>> a=3*x*y, b=sin(z), c=cos(z)
a=
9
b=
1
c=

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  5 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Fungsi dari setiap window di Matlab


1. MATLAB Command window/editor
MATLAB Command window/editor merupakan window yang muncul ketika kita membuka
pertama kali setiap kita menjalankan aplikasi MATLAB,

Pada window kita dapat melakukan akses-akses ke command-command MATLAB dengan


cara mengetikkan barisan-barisan ekpresi MATLAB, seperti mengakses help window dan
lain-lainnya.

Command Window (layar perintah) dapat kita gunakan untuk menjalankan program/perintah
yang dibuat pada layar editor matlab. Pada windows/layar ini kita dapat mengakses perintah
maupun komponen pendukung (help file dll) yang ada di matlab secara langsung. Salah
satu cirri dari command windows ditandai dengan tanda prompt (>>).

2. MATLAB Editor/Debugger (Editor M-File/Pencarian Kesalahan)


Window ini merupakan tool yang disediakan oleh Matlab 5 keatas. Berfungsi sebagai editor
script Matlab (M-file). Walaupun sebenarnya script ini untuk pemrograman Matlab dapat saja
menggunakan editor yang lain seperi notepad, wordpad bahkan word.
Untuk mengakses window m-file ini dapat kita lakukan dengan cara :
1. Memilih menu File - kemudian pilih New
2. Pilih m-file, maka MATLAB akan menampilkan editor window :
selain dengan cara di atas untuk menampilkan editor M-file ini, kita dapat juga melakukanya
dengan cara :
>> edit

3. Figure Windows
Window ini merupakan hasil visualisasi dari script Matlab. Namun Matlab memberi
kemudahan bagi programer untuk mengedit window ini sekaligus memberikan program
khusus untuk itu. Sehingga window ini selain berfungsi sebagai visualisasi output dapat juga
sekaligus menjadi media input yang interaktif.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  6 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

4. MATLAB help window


MATLAB juga menyediakan sistem help yang dapat diakses dengan perintah help.
Misalnya, untuk memperoleh informasi mengenai fungsi elfun yaitu fungsi untuk
trigonometri, eksponensial, complex dan lain-lain, maka kita hanya perlu mengetikkan
perintah berikut :
» help elfun
dan kemudian menekan enter maka di layar akan muncul informasi dalam bentuk teks pada
layar MATLAB yaitu : Elementary math functions.

Selain help untuk informasi di atas dapat juga kita melihat informasi lainnya, misalnya
perintah yang sangat berguna untuk mempelajari pemrograman MATLAB yaitu intro, yang
membahas konsep-konsep dasar tentang bahasa MATLAB. Selain itu juga terdapat banyak
program demonstrasi yang mengilustrasikan berbagai kapabilitas MATLAB, yang dapat
dimulai dengan perintah demo.

Atau untuk lebih lengkapnya dapat kita lihat di tampilan MATLAB, dengan cara memilih
menu Window kemudian pilih help window, dan untuk mengetahui informasi yang ada maka
dapat dilakukan dengan mengclickan dua kali info yang ada di MATLAB Help Window, atau
dengan mengetikkan informasi yang ingin didapatkan pada sudut sebelah kiri MATLAB Help
Window.

5. Fungsi pengaturan file dalam MATLAB


dir / ls : Digunakan untuk melihat isi dari sebuah direktori aktif.
cd : Digunakan untuk melakukan perpindahan dari direktori aktif.
pwd : Digunakan untuk melihat direktori yang sedang aktif.
mkdir : Digunakan untuk membuat sebuah direktori.
what : Digunakan untuk melihat nama file m dalam direktori aktif.
who : Digunakan untuk melihat variabel yang sedang aktif.
whos : Digunakan untuk menampilkan nama setiap variabel.
delete : Digunakan untuk menghapus file.
clear : Digunakan untuk menghapus variabel.
clc : Digunakan untuk membersihkan layar.
doc : Digunakan untuk melihat dokumentasi The MathWorks, Inc. dalam format html
secara online.
demo : Digunakan untuk mencoba beberapa tampilan demo yang disediakan oleh Matlab.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  7 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Uji Coba dengan Gambar

Untuk Memulai script Matlab, bisa menggunakan Menu File-> New -> Script.
1. Ketik seperti di bawah ini.
i = imread('cameraman.tif ');
imshow(i); title(‘Judul');

Maka akan tampil sebagai berikut:

2. Ketik seperti di bawah ini


i = imread(‘airplane.jpg');
imshow(i); title(‘Judul');

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  8 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

3. Ketik seperti di bawah ini


i = imread('LogoDKIJakarta.png');
subplot(1,2,1);imshow(i);title('Judul 1');
subplot(1,2,2);imshow(i);title('Judul 2');

4. Ketik seperti di bawah ini


clc; clear;
A=imread('LogoDKIJakarta.png'); %Membaca file citra
red=A(:,:,1); %Mengambil matriks penyusun citra merah
green=A(:,:,2); %Mengambil matriks penyusun citra hijau
blue=A(:,:,3); %Mengambil matriks penyusun citra biru

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  9 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

subplot(2,2,1)
imshow(A)
subplot(2,2,2)
imshow(red)
subplot(2,2,3)
imshow(green)
subplot(2,2,4)
imshow(blue)

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  10 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/MATLAB
W. Teguh, Tutorial Praktis Belajar Matlab, Bandung, 2006

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  11 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

 
MODUL PERKULIAHAN
 

Pengolahan Citra
 

Pertemuan 4
 
Representasi Citra
 
 
             

  Fakultas  Program Studi  Tatap Muka  Kode MK  Disusun Oleh   

04
  Ilmu Komputer   Informatika  15023  Tim Dosen. 
 

 
 
Abstract  Kompetensi 
   
Memahami tentang Representasi Citra Mampu memahami Representasi Citra
 
 
   
Pengertian

Representasi Citra digital adalah sebuah aktivitas dalam kegiatan pengolahan citra digital,
dimana kegiatan ini merupakan proses menampilkan kembali suatu citra yang telah melalui
tahap digitizing (proses pengubahan bentuk citra analog ke dalam format digital agar
mampu dilakukan proses manipulasi oleh komputer) dengan cara mencacah gambar
tersebut dalam bentuk titik – titik warna yang ditandai dengan angka yang menunjukkan
tingkat kecerahan warna tersebut, kemudian dipetakan dengan menggunakan sistem
koordinat.

Suatu citra digital direpresentasikan dengan format f(x,y) = f(N,M), dimana:


 N menunjukkan angka pada baris, dengan ketentuan nilai N (ditunjukkan dengan x)
=0≤x≤N–1
 M menunjukkan angka pada kolom, dengan ketentuan nilai M (ditunjukkan dengan y)
=0≤y≤M–1
Kemudian kedua faktor diatas dinyatakan dengan nilai L, yaitu nilai maksimal warna
intensitas, dengan ketentuan nilai L = 0 ≤ f(x,y) ≤ L – 1

Catatan: Koordinat Matriks dan koordinat piksel pada tidak memiliki perbedaan dalam
operasi matematisnya. Perbedaan dari koordinat matriks dan koordinat piksel adalah
koordinat matriks menunjukkan letak suatu titik pada citra asli, dan koordinat piksel
menunjukkan letak suatu titik pada citra di layar monitor.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  2 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Berdasarkan format representasi citra diatas, maka dapat disimpulkan bahwa suatu citra
dinyatakan dalam bentuk lebar x tinggi. Citra digital memiliki satuan berupa piksel, ataupun
dalam satuan panjang (mm atau inci).

Suatu citra pada komputer umumnya direpresentasikan kedalam bentuk sebuah file. Adapun
mekanisme representasi citra oleh komputer memiliki sistem yang sama dengan halnya
melukis, dimana keberadaan palet warna dan kanvas merupakan hal yang utama. Dalam
representasi citra digital, keberadaan kanvas digantikan oleh matriks, dan palet warna dalam
citra digital berupa angka yang merepresentasikan tingkat kecerahan dari suatu warna.

Adapun mekanisme representasi citra digital adalah suatu elemen matriks diisi oleh angka –
angka yang mewakilkan warna – warna yang tampak pada mata. Kumpulan angka yang
mewakilkan warna pada matriks tersebut kemudian disimpan dalam komputer dengan
berbagai format citra yang ada, dan memerlukan program khusus untuk membukanya
(seperti Ms. Paint, Photoshop, dll). Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebuah data citra
digital menyimpan informasi berupa kumpulan angka yang mewakilkan warna yang ada.

Suatu citra digital dapat ditampilkan dalam tiga format tampilan, diantaranya:
1. Citra Biner
Citra biner merupakan salah satu cara dalam merepresentasikan citra digital dimana citra ini
menggunakan dua jenis warna saja, yakni hitam dan putih. Kedua warna ini masing –
masing diwakili oleh angka – angka biner (0 dan 1).
Dalam mewakili warna hitam dan putih, angka biner memiliki ketentuan sebagai berikut:
 Model citra cahaya : angka 1 mewakili warna putih, dan angka 0 mewakili warna
hitam (warna putih menyatakan adanya cahaya, warna hitam menyatakan tidak ada
cahaya)
 Model citra tinta / cat : angka 1 mewakilli warna hitam, dan angka 0 mewakili warna
putih (warna hitam menandakan adanya cat, warna putih menandakan tidak ada cat)

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  3 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
2. Citra Grayscale
Citra grayscale merupakan suatu cara dalam merepresentasikan citra digital dengan
menggunakan skala derajat keabuan, dimana derajat keabuan yang ada merupakan hasil
pemangkatan nilai bit yang ada terhadap angka 2 (2n).

Misalkan skala keabuan 4 bit memiliki rentang skala keabuan sebanyak 24 warna = 16
warna, yang diwakili dengan angka 0 hingga 15. (angka 0 / minimal mewakili warna hitam,
dan angka 15 / maksimal mewakili warna putih). Adapun angka diantara 0 hingga 15
merepresentasikan warna abu dalam skala kecerahan yang berbeda.

3. Citra warna
Citra warna merupakan metode dalam merepresentasikan suatu citra secara digital, dimana
metode ini menggunakan kombinasi dari tiga warna primer (merah, hijau dan biru = RGB)
untuk membentuk suatu citra. Adapun setiap titik pada citra mewakili kombinasi dari ketiga
warna ini. Setiap warna ini masing masing memiliki intensitas tersendiri dengan rentang nilai
0 hingga 255 (8 bit)
 Red : warna minimal putih, warna maksimal merah
 Green : warna minimal putih, warna maksimal hijau
 Blue : warna minimal putih, warna maksimal biru
Misalkan warna ungu = merupakan kombinasi warna merah dan biru, sehingga nilai
RGBnya: 255 0 255.
Catatan:
 jika ketiga warna pada suatu piksel memiliki angka minimal, maka warna yang
ditunjukkan pada piksel tersebut adalah warna hitam.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  4 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 jika ketiga warna pada suatu piksel menunjukkan angka maksimal, maka warna yang
ditunjukkan adalah warna putih.

Jika salah satu dari ketiga angka pada piksel memiliki nilai minimal, maka warna tersebut
tidak terkandung pada warna yang ditampilkan. Contoh: pada kombinasi warna ungu diatas,
dapat disimpulkan bahwa warna ungu tidak mengandung warna hijau, karena nilai skala
warna hijau pada warna tersebut adalah 0. Mengingat bahwa setiap piksel merupakan
kombinasi dari ketiga warna ini, maka satu piksel memerlukan memori sebanyak 3 bit.
Adapun jumlah total dari kombinasi warna yang mungkin adalah sebagai berikut:
 Warna dasar terdiri atas 3 warna
 Masing – masing warna dasar memiliki nilai maksimum 8 bit
 Sehingga: kemungkinan jumlah warna yang ada = 28×3 = 224 = 16.777.216 warna.

Catatan : warna dasar pad konteks ini memiliki perbedaan, yakni warna dasar untuk cahaya
/ diplay pada monitor dan warna dasar untuk cat atau tinta / display cetakan diatas kertas.

Citra cahaya menggunakan warna dasar RGB (Red, Green, Blue). Citra cat menggunakan
warna dasar CMY (Cyan, Magenta, Yellow). Berikut merupakan perbandingan ketiga citra
yang dibahas pada bahasan ini:

Citra Digital

Ada 2 citra, yakni : citra kontinu dan citra diskrit (citra digital)

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  5 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 Citra kontinu diperoleh dari sistem optik yg menerima sinyal analog, seperti mata
manusia dan kamera analog.
 Citra diskrit (citra digital) dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu.

Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan
koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) merupakan tingkat
kecemerlangan atau intensitas cahaya citra pada titik tersebut. Citra digital adalah citra f(x,y)
dimana dilakukan diskritisasi koordinat spasial (sampling) dan diskritisasi tingkat
kecemerlangannya/keabuan (kwantisasi). Citra digital merupakan suatu matriks dimana
indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen
matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar / piksel / pixel / picture element / pels)
menyatakan tingkat keabuan pada titik tersebut.

Suatu citra harus direpresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit dengan tujuan
agar dapat diolah dengan komputer digital. Representasi citra dari fungsi kontinu menjadi
nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi. Citra yang dihasilkan inilah yang disebut citra digital.

Nilai f(x,y) merupakan = i(x,y) . r(x,y)


Nilai i(x,y) adalah jumlah cahaya yg berasal dari sumbernya (illumination) 0 ≤ i(x,y) < ∞
Nilai r(x,y) adalah derajat kemampuan objek memantulkan cahaya (reflection) 0 ≤ i(x,y) ≤ ∞
Sehingga
0 ≤ f(x,y) < ∞

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  6 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Nilai f(x,y) disebut juga derajat keabuan (gray level) mempunyai nilai lmin < f < lmax Selang
(lmin, lmax) disebut skala keabuan.

Contoh: citra hitam putih dengan 256 level mempunyai skala keabuan (0,255), nilai 0
menyatakan putih, nilai 255 menyatakan hitam, kecuali itu terletak diantaranya. Citra digital
diperoleh dari proses digitalisasi.

Ada 2 proses digitalisasi yakni :


1. Sampling merupakan proses pengambilan nilai diskrit koordinat ruang (x,y) dengan
melewatkan citra melalui grid (celah)
2. Kuantisasi merupakan proses pengelompokkan nilai tingkat keabuan citra kontinu ke
dalam beberapa level atau merupakan proses membagi skala keabuan (0,L) menjadi
G buah level yg dinyatakan dengan suatu harga bilangan bulat (integer), dinyatakan
sebagai:
G = 2m
G : derajat keabuan, m : bil bulat positif

Citra digital berukuran N x M dinyatakan dg matriks yg berukuran N baris dan M kolom.

Berarti penyimpanan untuk citra digital yg disampling dg N x M piksel dan dikuantisasi


menjadi 2m level derajat keabuannya membutuhkan memori N x M x m. Contoh, citra Lena
yg berukuran 512 x 512 dg 256 derajat keabuan membutuhkan memori sebesar 512 x 512 x
8 bit = 2048.000 bit.

Resolusi gambar ditentukan oleh N dan m. Makin tinggi nilainya maka citra yg dihasilkan
makin bagus kualitasnya (mendekati citra kontinu).

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  7 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Contoh Program

1. Perubahan Biner
image=imread('LogoDKIJakarta.png');
gray=rgb2gray(image);
thresh=graythresh(gray);
imbw=im2bw(gray,thresh);
subplot(1, 2, 1);imshow(image),title('sebelum');
subplot(1, 2, 2);imshow(imbw),title('sesudah');

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  8 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
2. Grayscale
RGB = imread('LogoDKIJakarta.png');
I = rgb2gray(RGB);
subplot(1, 2, 1);imshow(RGB);title('Sebelum');
subplot(1, 2, 2);imshow(I);title('Sesudah');

3. Penambahan Kontras
F = imread('baby.jpg');
G = F + 40;
subplot(1, 2, 1); imshow(F); title('Sebelum');
subplot(1, 2, 2); imshow(G); title('Sesudah');

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  9 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
4. Fungsi Gambar disatukan
F = imread('baby.jpg');
G1 = 255 - F; %Pembalikan Warna Citra
G2 = F + 40; %Kontras Warna Citra
G3 = rgb2gray(F); %Grayscale Warna Citra
subplot(2, 2, 1); imshow(F); title('Sebelum');
subplot(2, 2, 2); imshow(G1); title('Sesudah');
subplot(2, 2, 3); imshow(G2); title('Sesudah');
subplot(2, 2, 4); imshow(G3); title('Sesudah');

Daftar Pustaka

Bertalya, “Representasi Citra”, Jakarta, 2006.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  10 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Wijaya, Prijono, “Pengolahan Citra Digital Menggunakan Matlab”, Penerbit Informatika,
Bandung, 2007.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  11 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

 
MODUL PERKULIAHAN
 

Pengolahan Citra
 

Pertemuan 5
 
Resolusi Citra
 
 
             

  Fakultas  Program Studi  Tatap Muka  Kode MK  Disusun Oleh   

05
  Ilmu Komputer   Informatika  15023  Tim Dosen 
 

 
 
Abstract  Kompetensi 
   
Memahami tentang Resolusi Citra Mampu memahami Resolusi CItra
 
 
   

 
 

Pengertian

Resolusi citra merupakan tingkat detailnya suatu citra. Semakin tinggi resolusinya semakin
tinggi pula tingkat detail dari citra tersebut. Resolusi adalah jumlah piksel atau picture
element yang tersusun dalam sebuah gambar digital. Resolusi ditentukan dengan jumlah
dan kumpulan piksel yang membentuk gambar foto. Kuantitas dot atau titik dalam bidang
gambar sangat menentukan kualitas gambar. Piksel adalah dimensi gambar terkecil dalam
bentuk digital.

Resolusi merupakan salah satu faktor penentu kualitas gambar digital. Sebab resolusi
berbanding lurus dengan kualitas gambar. Semakin tinggi resolusi, semakin bagus kualitas
gambar. Sebaliknya, semakin rendah resolusi, semakin rendah kualitas gambar. Tapi,
resolusi bukan satu-satunya penentu kualitas.

Resolusi gambar hasil kamera digital adalah jumlah panjang maksimum piksel dikali lebar.
Kalau piksel dianalogikan dengan titik, sebuah area persegi panjang dengan lebar X dan
panjang Y bisa terisi dengan jumlah yang berbeda. Misalnya, bidang area persegi panjang
bisa terisi 300 ribu titik, bahkan sejuta titik. Semakin sedikit piksel di area persegi panjang,
semakin kurang kualitassnya. Resolusi 480 x 640 berarti memiliki jumlah piksel bicubic
307.200 atau 0,3 megapiksel.

Citra merupakan gambaran kenampakan permukaan bumi hasil penginderaan pada


spectrum elektromagnetik tertentu yang ditayangkan pada layar atau disimpan pada media
rekam/cetak. Pengolahan Citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang
banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai cirri data masukan dan informasi
keluaran yang berbentuk citra.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  2 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Istilah pengolahan citra digital secara umum didefinisikan sebagai pemrosesan citra dua
dimensi dengan komputer. Dalam definisi yang lebih luas, pengolahan citra digital juga
mencakup semua data dua dimensi. Citra digital adalah barisan bilangan nyata maupun
kompleks yang diwakili oleh bit-bit tertentu.

Setiap citra memiliki resolusi yang berbeda-beda. Resolusi adalah kemampuan suatu sistem
optik-elektronik untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara
spektral mempunyai kemiripan.

Jenis Resolusi Citra

Menurut T,Sutoyo, ada dua jenis resolusi yang perlu diketahui, yaitu :

1. Resolusi spasial
Sampling: halus / kasarnya pembagian kisi-kisi baris dan kolom. Transformasi citra kontinu
ke citra digital disebut digitisasi (sampling). Hasil digitisasi dengan jumlah baris 256 dan
jumlah kolom 256 adalah resolusi spasial 256 x 256. Terdapat dua macam sampling, yaitu:
Sampling Uniform, mempunyai spasi (interval) baris dan kolom yang sama pada seluruh
area sebuah citra. Proses sampling melalui celah yang berukuran sama.

Sampling Non-uniform, bersifat adaptif tergantung karakteristik citra dan bertujuan untuk
menghindari adanya informasi yang hilang. Daerah citra yang mengandung detail yang
tinggi di-sampling secara lebih halus, sedangkan daerah yang homogen dapat di-sampling
lebih kasar. Kerugian sistem sampling Non-uniform adalah diperlukannya data ukuran spasi
atau tanda batas akhir suatu spasi. Proses sampling melalui celah yg bervariasi.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  3 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Seiring berkembangnya citra satelit penginderaan jauh dengan berbagai variasi resolusi
spasial, maka munculan istilah resolusi tinggi dan resolusi rendah. Pada istilah pertama,
ukuran pikselnya relatif kecil sehingga dapat menggambarkan bagian permukaan bumi
secara detial dan halus. Sementara yang kedua, ukuran pikselnya relatif besar sehingga
hasil penggambarannya agak kasar.

Pengertian lain menyebutkan bahwa resolusi spasial ialah luas suatu objek di bumi yang
diukur dalam satuanp piksel pada citra satelit. Apabila suatu objek dilakukan pengambilan
gambar yang mempunyai ukuran luas aslinya 30m x 30m ditampilkan pada citra satelit
dengan ukuran 1 piksel maka citra satelit tersebut mempunyai resolusi spasial 30m. Dengan
kata lain apabila citra mempunyai resolusi spasial 30m, maka 1 piksel pada citra satelit
mewakili luasan aslinya berukuran 30m x 30m. Jadi semakin kecil ukuran asli suatu objek
tersebut dalam 1 piksel pada citra satelit maka semakin jelas dan detail tampilan objek
tersebut Pada citra satelit. Seperti halnya data citra digital Worldview 2 yang mempunyai
resolusi spasial 0,46m yang berarti setiap 1 piksel ukuran objek pada citra Worldview 2
mewakili 0,46m x 0,46m ukuran nyata objek tersebut, begitu juga dengan citra Worldview 1
yang mempunyai resolusi spasial 0,5m dan citra quickbird yang mempunyai resolusi spasial
0,6m, tentu sangat jelas dan detail sekali tampilan objek tersebut. Dengan resolusi spasial

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  4 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

tinggi yang dimiliki citra digital Worldview 2, Worldview 1, dan Quickbird sangat membantu
kita dalam mengidentifikasi semua objek spasial yang ada di muka bumi.

Seorang Ilmuwan, Floyd F. Sabins dalam bukunya “Remote Sensing: Principles and
Interpretation” (1997) mendefinisikan resolusi spasial sebagai “kemampuan untuk
membedakan diantara jarak dua objek yang berdekatan pada citra” atau resolusi spasial
dapat juga didefinisikan sebagai tingkat kerincian/ kedetailan objek yang terekam pada citra.
Resolusi ini dapat digambarkan sebagai ukuran terkecil objek di muka bumi yang dapat
dideteksi oleh sensor penginderaan jauh. Objek terkecil ini disajikan dalam sebuah piksel.
Piksel dalam bahasa Inggris adalah pixel (picture element).

Setiap piksel diwakili oleh luas persegi empat pada citra dimana ini tergantung pada
kemampuan sensor untuk memisahkan (mendeteksi) objek yang berbeda ukurannya.
Sebagai contoh, sensor Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) pada satelit Landsat 7
memiliki resolusi spasial maksimum 15 meter. Oleh karena itu, tiap-tiap piksel menunjukkan
ukuran luas 15m X 15m, atau 225m2. Resolusi spasial lebih tinggi (luas piksel lebih kecil)
artinya bahwa sensor dapat melihat/mendeteksi objek yang lebih kecil dengan
menjumlahkan seluruh piksel pada citra, maka dapat dihitung luas liputan citra.

Ukuran piksel scanner (pemindai) dari pesawat terbang dan satelit ruang angkasa adalah
fungsi dari sensor (optics dan sampling rate) dan wahana (ketinggian dan kecepatan).
Sebagai contoh Landsat 7 ETM+ dengan ukuran piksel 30m x 30m yang setara dengan
skala 1 : 100.000. SPOT Pankromatik dengan ukuran piksel 10m x 10m yang setara dengan
skala 1 : 25.000 dan MODIS yang memiliki ukuran piksel 500m x 500m yanng setara

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  5 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

dengan skala 1 : 1.000.000. Semakin besar ukuran piksel (skala kecil) maka citra akan
meliput arela yang luas (contoh : MODIS), tetapi miskin akan detail kenampakan, sebaliknya
semakin kecil ukuran (skala besar) seperti Landsat, SPOT, IKONOS memberikan detail
yang baik untuk objek khusus, tetapi tidak menurunkan banyak data untuk diapakai pada
penelitian yang luas.

Resolusi spasial pada sensor pasif dari citra non-fotografik (yang tidak menggunakan film)
ditentukan dengan beberapa cara. Di antaranya yang paling umum digunakan adalah
berdasarkan dimensi dari instantaneous field of view (IFOV) yang diproyeksikan ke bumi.
IFOV ini merupakan fungsi dari ukuran detektor, tinggi sensor dan optik. Pada sensor digital
seperti generasi Landsat dan SPOT, sensor merekam kecerahan (brightness) semua objek
yang ada di dalam IFOV. Brightness adalah jumlah radiasi yang dipantulkan atau diemisikan
dari permukaan bumi. Dengan kata lain, IFOV adalah suatu areal pada suatu permukaan
bumi dalam mana gabungan/campuran brightness suatu permukaan diukur. Nilai kecerahan
(brightness value) dari suatu pixel diperoleh dari BV-nya IFOV. Akan tetapi ukuran pixel bisa
lebih kecil atau lebih besar dari ukuran IFOV, tergantung dari bagaimana BV tersebut
disampel (direkam) oleh sensor. Perlu diperhatikan bahwa resolusi spasial dari suatu sistem
cocok untuk suatu kepentingan tertentu sehingga objek di permukaan bumi tidak hanya bisa
dideteksi (detectable) tapi juga bisa diidentifikasi (recognizable) dan dianalisis. Detectability
adalah kemampuan dari sistem penginderaan jauh untuk merekam keberadaan (eksistensi)
suatu objek atau feature dalam suatu bentang alam (landscape). Sebagai contoh, jalan
aspal yang walaupun mempunyai ukuran lebih kecil dari resolusi spasialnya, tetapi dapat
juga direkam oleh sensor karena memberikan kontras (BV) yang tinggi. Recognizability
adalah kemampuan dari seorang interpreter (human interpreter) untuk mengidentifikasi
(memberi nama) suatu objek yang dideteksi oleh sensor. Kemampuan ini merupakan fungsi
dari pengalaman interpreter dan skala citra.

Tempat yang tepat dari grid citra di permukaan bumi tidak dapat diprediksikan dengan
sensor pesawat udara atau ruang angkasa. Konsekuensinya, sebuah piksel suatu
kenampakan objek mempunyai pantulan kontras yang dipengaruhi oleh latar belakangnya,
sehingga piksel tunggal belum tentu mewakili objek yang sama. Pengenalan dan
pembedaan suatu objek lebih tipikal pada citra sebagai bagian dari lebih dari 4 piksel. Faktor
lain yang menentukan adalah kehalusan permukaan objek, kerena efek kekuatan dan arah
dari pantulan.

2. Resolusi kecemerlangan (intensitas / brightness)

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  6 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Kuantisasi: halus / kasarnya pembagian tingkat kecemerlangan. Transformasi data analog


yang bersifat kontinu ke daerah intensitas diskrit disebut kuantisasi. Bila intensitas piksel
berkisar antara 0 dan 255, maka resolusi kecemerlangan citra adalah 256. Terdapat tiga
macam kuantisasi, yaitu:
 Kuantisasi Uniform, mempunyai interval pengelompokan tingkat keabuan yang sama
(misal: intensitas 1 s/d 10 diberi nilai 1, intensitas 11 s/d 20 diberi nilai 2)
 Kuantisasi Non-Uniform, Kuantisasi yang lebih halus diperlukan terutama pada
bagian citra yang menggambarkan detail atau tekstur atau batas suatu wilayah
obyek, dan kuantisasi yang lebih kasar diberlakukan pada wilayah yang sama pada
bagian obyek.
 Kuantisasi Tapered, bila ada daerah tingkat keabuan yang sering muncul sebaiknya
di-kuantisasi secara lebih halus dan diluar batas daerah tersebut dapat di-kuantisasi
secara lebih kasar (local stretching).

Contoh Program

1. Mengubah string menjadi bilangan integer.


f = imread('LogoDKIJakarta.png');
asci=uint8(f)

2. Melihat informasi gambar


f = imread(‘buah1.jpg.png');
whos f
imfinfo buah1.jpg.png

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  7 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

3. Mencari RGB dari Sebuah Gambar


input_gambar = input('Input Gambar: ');
gambar= imread (input_gambar);
nilai_red= gambar(:,:,1);
nilai_green= gambar(:,:,2);
nilai_blue= gambar(:,:,3);
disp (nilai_red)
disp(nilai_green)
disp(nilai_blue)

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  8 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

4. Function Cerah
function hasil = Cerah(citra,input)
hasil = citra;
[m,n] = size(citra);
for k = 1:m
for l = 1:n
hasil(k,l) = citra(k,l)+input;
end
end
subplot(2,2,1);imshow(citra);title('citra asli');
subplot(2,2,2);imshow(hasil);title('hasil citra cerah');
end
% Simpan Cerah.m

i = imread('cameraman.tif');
Cerah(i,50);
% Simpan nama file boleh apa saja.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  9 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Daftar Pustaka

D. Putra, “Pengolahan Citra Digital”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2010

T. Sutoyo, dkk., “Teori Pengolahan Citra Digital”, Penerbit Andi, 2009

P. Eddy, “Remote Sensing Praktis penginderaan Jauh & Pengolahan. Citra Digital dengan
Perangkat Lunak ER Mapper”, Informatika, Bandung, 2008

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  10 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

 
MODUL PERKULIAHAN
 

Pengolahan Citra
 

Pertemuan 6
 
Teori Konvolusi
 
 
             

  Fakultas  Program Studi  Tatap Muka  Kode MK  Disusun Oleh   

06
  Ilmu Komputer   Informatika  15023  Tim Dosen. 
 

 
 
Abstract  Kompetensi 
   
Memahami tentang Teori Konvolusi Memahami dan mengerti Teori
Konvolusi
 
 
   
Teori Konvolusi

Konvolusi adalah salah satu proses filtering image yang sering dilakukan pada proses
pengolahan gambar. Pada MATLAB terdapat banyak sekali cara yang dapat dilakukan untuk
melakukan proses konvolusi.

Proses konvolusi dilakukan dengan menggunakan matriks yang biasa disebut mask yaitu
matriks yang berjalan sepanjang proses dan digunakan untuk menghitung nilai representasi
lokal dari beberapa piksel pada image.

Operasi yang mendasar dalam pengolahan citra adalah operasi konvolusi. Konvolusi 2 buah
fungsi f(x) dan g(x) didefinisikan sebagai berikut:

Gambar 1

yang dalam hal ini, tanda * menyatakan operator konvolusi, dan peubah (variable) a adalah
peubah bantu (dummy variable).

Untuk fungsi diskrit, konvolusi didefinisikan sebagai

Gambar 2

Pada operasi konvolusi di atas, g(x) disebut kernel konvolusi atau kernel penapis (filter).
Kernel g(x) merupakan suatu jendela yang dioperasikan secara bergeser pada sinyal
masukan f(x), yang dalam hal ini, jumlah perkalian kedua fungsi pada setiap titik merupakan
hasil konvolusi yang dinyatakan dengan keluaran h(x).

Ilustrasi konvolusi adalah sebagai berikut. Misalkan fungsi f(x) dan g(x) diperlihatkan pada
Gambar 4(a) dan 4(b). Langkah-langkah perhitungan hasil konvolusi ditunjukkan mulai dari
Gambar 4(c) sampai 4(f). Hasil konvolusi ditunjukkan pada Gambar 4(g), yaitu:

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  2 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Gambar 3

Gambar 4

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  3 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Konvolusi sangat banyak dipergunakan dalam pengolahan citra untuk memperhalus
(smoothing), menajamkan (crispening), mendeteksi tepi (edge detection), serta efek lainnya.
1. Embossing
Embossing yaitu membuat citra seolah diukir pada permukaaan selembar nikel. Koefisien
jendela konvolusi memiliki bobot tengah bernilai 0 & jumlah seluruh bobot = 0.

2. Blurring
Blurring (Pengaburan) yaitu filter spasial low-pass yang melenyapkan detil halus dari suatu
citra. Pengaburan dicapai melalui konvolusi dari seluruh koefisien mask bernilai sama.
Blurring ini perataan nilai pixel-pixel tetangga, makin besar ukuran mask maka makin besar
efek pengaburan

3. Sharpening
Sharpening (Penajaman) yaitu memperjelas detil suatu citra(menambah kontras) dengan
penjumlahan atas citra tepi dengan citra aslinya maka bagian tepi objek akan terlihat
berbeda dengan latarnya, sehingga citra terkesan lebih tajam.

4. Edge Detection
Deteksi tepi yaitu proses menentukan lokasi titik-titik yang merupakan tepi objek.

Konvolusi Pada Fungsi Dwimatra

Untuk fungsi dengan dua peubah (fungsi dua dimensi atau dwimatra), operasi
konvolusi didefinisikan sebagai berikut:
a) untuk fungsi malar

b) untuk fungsi diskrit

Fungsi penapis g(x,y) disebut juga convolution filter atau convolution mask atau convolution
kernel atau template. Dalam ranah diskrit kernel konvolusi dinyatakan dalam bentuk matriks
(umumnya 3 - 3, namun ada juga yang berukuran 2 - 2 atau 2 - 1 atau 1 - 2). Ukuran matriks
ini biasanya lebih kecil dari ukuran citra. Setiap elemen matriks disebut koefisien konvolusi.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  4 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Ilustrasi konvolusi ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 5

Operasi konvolusi dilakukan dengan menggeser kernel konvolusi pixel per pixel. Hasil
konvolusi disimpan di dalam matriks yang baru.

Contoh, Misalkan citra f(x, y) yang berukuran 5x5 dan sebuah kernel atau yang berukuran 3
x 3 masing-masing adalah sebagai berikut:

Keterangan: Tanda * menyatakan posisi (0, 0) dari kernel. Operasi konvolusi antara citra f(x,
y) dengan penapis g(x, y):
f(x, y) * g(x, y)
dapat digambarkan sebagai berikut:
(1) Tempatkan kernel pada sudut kiri atas:

Nilai intensitas baru dari pixel pada posisi (0, 0) dari kernel dihitung dengan cara berikut:
(0x4) + (-1x4) + (0x3) + (-1x6) + (4x6) + (-1x5) + (0x5) + (-1x6) + (0x6) = 3

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  5 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
(2) Geser kernel satu pixel ke kanan, kemudian hitung nilai pixel pada posisi (0, 0)
dari kernel:

Nilai intensitas baru dari pixel pada posisi (0, 0) dari kernel dihitung dengan cara berikut:
(0x4) + (-1x3) + (0x5) + (-1x6) + (4x5) + (-1x5) + (0x6) + (-1x6) + (0x6) = 0

(3) Geser kernel satu pixel ke kanan, kemudian hitung nilai pixel pada posisi (0, 0)
dari kernel:

Nilai intensitas baru dari pixel pada posisi (0, 0) dari kernel dihitung dengan cara berikut:
(0 × 3) + (-1 × 5) + (0 × 4) + (-1 × 5) + (4 × 5) + (-1 × 2) + (0 × 6) + (-1 × 6) + (0 × 2) = 2

(4) Selanjutnya, geser kernel satu pixel ke bawah, lalu mulai lagi melakukan
konvolusi dari sisi kiri citra. Setiap kali konvolusi, geser kernel satu pixel ke
kanan:

Nilai intensitas baru dari pixel pada posisi (0, 0) dari kernel dihitung dengan cara berikut:
(0 × 6) + (-1 × 6) + (0 × 5) + (-1 × 5) + (4 × 6) + (-1 × 6) + (0 × 6) + (-1 × 7) + (0 × 5) = 0

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  6 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Nilai intensitas baru dari pixel pada posisi (0, 0) dari kernel dihitung dengan cara berikut:
(0 × 6) + (-1 × 5) + (0 × 5) + (-1 × 6) + (4 × 6) + (-1 × 6) + (0 × 7) + (-1 × 5) + (0 × 5) = 2

Nilai intensitas baru dari pixel pada posisi (0, 0) dari kernel dihitung dengan cara berikut:
(0 × 5) + (-1 × 5) + (0 × 2) + (-1 × 6) + (4 × 6) + (-1 × 2) + (0 × 5) + (-1 × 5) + (0 × 3) = 6

Dengan cara yang sama seperti di atas, maka pixel-pixel pada baris ketiga dikonvolusi
sehingga menghasilkan:

Sebagai catatan, jika hasil konvolusi menghasilkan nilai pixel negatif, maka nilai tersebut
dijadikan 0, sebaliknya jika hasil konvolusi menghasilkan nilai pixel lebih besar dari nilai
keabuan maksimum, maka nilai tersebut dijadikan ke nilai keabuan maksimum (ingat
operasi clipping).

Masalah timbul bila pixel yang dikonvolusi adalah pixel pinggir (border), karena beberapa
koefisien konvolusi tidak dapat dapat diposisikan pada pixel-pixel citra (efek
“menggantung”), seperti contoh di bawah ini:

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  7 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Masalah “menggantung” seperti ini selalu terjadi pada pixel-pixel pinggir kiri, kanan, atas,
dan bawah. Solusi untuk masalah ini adalah:
(1 Pixel-pixel pinggir diabaikan, tidak di-konvolusi. Solusi ini banyak dipakai di dalam
pustaka fungsi-fungsi pengolahan citra. Dengan cara seperti ini, maka pixel-pixel
pinggir nilainya tetap sama seperti citra asal. Gambar 6 memperlihatkan hasil
konvolusi pada Contoh, yang dalam hal ini nilai pixel-pixel pinggir sama dengan nilai
pixel semula.
(2 Duplikasi elemen citra, misalnya elemen kolom pertama disalin ke kolom M+1, begitu
juga sebaliknya, lalu konvolusi dapat dilakukan terhadap pixel-pixel pinggir tersebut.
(3 Elemen yang ditandai dengan “?” diasumsikan bernilai 0 atau konstanta yang lain,
sehingga konvolusi pixel-pixel pinggir dapat dilakukan.

Solusi dengan ketiga pendekatan di atas mengasumsikan bagian pinggir citra lebarnya
sangat kecil (hanya satu pixel) relatif dibandingkan  denagn ukuran citra, sehingga pixel-pixel
pinggir tidak memperlihatkan efek yang kasat mata.

Gambar 6 Pixel-pixel pinggir (yang tidak diarsir) tidak dikonvolusi

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  8 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Contoh Program

Pengolahan citra dapat dilakukan melalui konvolusi, hasil konvolusi dari fiter dengan
image gray RGB beruba gambar yang kabur (gambar hitam ditaburi bintik hitam).
gambar=imread('baby.jpg');
mask = [-1 -1 -1; -1 8 -1; -1 -1 -1];
gray=rgb2gray(gambar);
thresh=graythresh(gray);
imbw=im2bw(gray,thresh);
hasil=conv2(double(imbw),mask,'valid');
subplot(1, 2,1);imshow(gambar),title('sebelum');
subplot(1, 2, 2);imshow(hasil),title('sesudah');
asci=uint8(gambar) / (hasil)

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  9 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Daftar Pustaka

D. Putra, “Pengolahan Citra Digital”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2010

T. Sutoyo, dkk., “Teori Pengolahan Citra Digital”, Penerbit Andi, 2009

Wijaya, Prijono, “Pengolahan Citra Digital Menggunakan Matlab”, Penerbit Informatika,


Bandung, 2007.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  10 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

 
MODUL PERKULIAHAN
 

Pengolahan Citra
 

Pertemuan 7
 
Transformasi Fourier
 
 
             

  Fakultas  Program Studi  Tatap Muka  Kode MK  Disusun Oleh   

07
  Ilmu Komputer   Informatika  15023  Tim Dosen. 
 

 
 
Abstract  Kompetensi 
   
Memahami tentang Transformasi Mampu memahami Transformasi
Fourier  Fourier
 
 
   

 
 

Transformasi Fourier

Transformasi Fourier merupakan transformasi paling penting di dalam bidang pengolahan


sinyal (signal processing), khususnya pada bidang pengolahan citra. Umumnya sinyal
dinyatakan sebagai bentuk plot amplitudo versus waktu (pada fungsi satu matra) atau plot
amplitudo versus posisi spasial (pada fungsi dwimatra). Pada beberapa aplikasi pengolahan
sinyal, terdapat kesukaran melakukan operasi karena fungsi dalam ranah waktu/spasial,
misalnya pada operasi konvolusi di atas. Operasi konvolusi dapat diterapkan sebagai bentuk
perkalian langsung bila fungsi berada dalam ranah frekunsi.

Transformasi Fourier adalah kakas (tool) untuk mengubah fungsi dari ranah waktu/spasial
ke ranah frekuensi. Untuk perubahan sebaliknya digunakan Transformasi Fourier Balikan.
Intisari dari Transformasi Fourier adalah menguraikan sinyal atau gelombang menjadi
sejumlah sinusoida dari berbagai frekuensi, yang jumlahnya ekivalen dengan gelombang
asal.
Di dalam pengolahan citra, transformasi Fourier digunakan untuk menganalisis frekuensi
pada
operasi seperti perekaman citra, perbaikan kualitas citra, restorasi citra, pengkodean, dan
lain-lain.

Dari analisis frekuensi, kita dapat melakukan perubahan frekuensi pada gambar. Perubahan
frekuensi berhubungan dengan spektrum antara gambar yang kabus kontrasnya samapi
gambar yang kaya akan rincian visualnya. Sebagai contoh, pada proses perekaman citra
mungkin terjadi pengaburan kontras gambar. Pada gambar yang mengalami kekaburan
kontras terjadi perubahan intensitas secara perlahan, yang berarti kehilangan informasi
frekuensi tinggi. Untuk meningkatkan kualitas gambar, kita menggunakan penapis frekuensi
tinggi sehingga pixel yang berkontras kabur dapat dinaikkan intensitasnya.

Tabel Sifat-sifat Transformasi Fourier


Sifat Ranah Waktu Ranah Frekuensi
1. Kelanjaran af (t) bg(t) aF (u) bG(u)
2. Penskalaan f (at)

3. Pergeseran f (t a) F (u a)

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  2 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

4. Modulasi

5. Konyugasi f * (t)

6. Konvolusi h(t)  f (t) * g(t) H (u) F (u)G(u)

7. Perkalian h(t)  f (t)g(t) H (u) F (u) * G(u)


8. Diferensiasi

9. Simetri F (t)
10. Hasil kali dalam

Suatu fungsi dengan periode tertentu dapat dinyatakan dalam deret Fourier. Tetapi,
bagaimana dengan fungsi yang memiliki periode tak berhingga atau dengan kata lain tidak
periodik? Kita dapat menganggap fungsi tersebut sebagai fungsi periodik dengan periode
tak terhingga dan mengganti penjumlahan pada deret Fourier dengan integral. Metode ini
disebut transformasi Fourier. Sebagai contoh, kita dapat menganalisis sinyal seperti bunyi
yang pada awalnya merupakan fungsi waktu, diubah sebagai fungsi frekuensi dengan
memanfaatkan transformasi Fourier. Kita kemudian dapat melihat periodisitas sinyal
tersebut setelah sinyal tersebut ditransformasi.

Transformasi fourier adalah transformasi yang dapat merubah suatu sinyal dari domain
waktu s(t) kedalam domain frekuensi S(f). Fungsi dilakukanya transformasi ini bertujuan
untuk mendapatkan informasi apakah suatu sinyal memiliki frekuensi tertentu atau tidak.
Transformasi Fourier menggabungkan sinyal ke bentuk fungsi eksponensial dari frekuensi
yang berbeda-beda. Caranya adalah dengan didefinisikan ke dalam persamaan berikut:

Dapat kita katakan dari dua persamaan diatas bahwa X(f) adalah transformasi Fourier dari
x(t) yang mengubah x(t) dari domain waktu ke domain frekuensi,dan untuk persamaan ke2
adalah kebalikan dari persamaan ke1 atau bisa di sebut dengan invers transformasi faurier.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  3 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Dibawah ini contoh dari transformasi fourier,dari domain waktu ke domain frekuensi.

Pada gambar di atas,di bagian kiri merupakan sinyal asli dari domain waktu.dan Sisi sebelah
kanan merupakan hasil transformasi fourier.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  4 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Fungsi yang tidak periodik tetapi dengan daerah kurvayang terbatas dapat dinyatakan
sebagai integral sinus dan / atau cosinus dikalikan dengan fungsi bobot.
Transformasi Fourier 1 dimensi:

Transformasi Fourier 2 dimensi:

Kelebihan Transformasi fourier

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  5 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Definisi transformasi fourier sebagai tool/alat untuk mengubah suatu sinyal dari kawasan
waktu ke kawasan frekuensi,menjelaskan kepada kita bahwa transformasi ini memiliki
kelebihan:
1. Mampu menunjukkan kandungan frekuensi yang terkandung di dalam sinyal.
2. Mampu menunjukan beberapa banyak komponen frekuensi yang ada di dalam sinyal.

Kekurangan Transformasi Fourier


Dibalik kelebihan yang ada,ternyata transformasi ini memiliki keterbatasan.keterbatasan ini
menjadi kekurangan yang cukup fatal untuk transformasi fourier.

Contoh Program

Buat terlebih dahulu function fftshow.m


function fftshow(f,type)
if nargin<2,
type='log';
end
if (type=='log')
fl = log(1+abs(f));
fm = max(fl(:));
imshow(im2uint8(fl/fm))
elseif (type=='abs')
fa=abs(f);
fm=max(fa(:));
imshow(fa/fm)
else
error('TYPE must be abs or log.');
end;

1. Belah Ketupat

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  6 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

clear all;
clc;
[x,y] = meshgrid(1:256, 1: 256)
b = (x+y < 329) & (x+y > 182) & (x-y > -67) & (x-y
< 73)
bf = fftshift(fft2(b));
subplot(1, 2, 1);imshow (b),title('sebelum');
subplot(1, 2, 2);fftshow(bf),title('sesudah');

2. Lingkaran
clear all;
clc;
[x,y] = meshgrid(-128:127, -128: 127)
z = sqrt(x.^2 + y.^2)
c = (z<15)
cf = fftshift(fft2(c));
subplot(1, 2, 1);imshow (c),title('sebelum');
subplot(1, 2, 2);fftshow(cf),title('sesudah');

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  7 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

3. Gambar Bebas
c=imread('sunset.jpg');
cf = fftshift(fft2(c));
subplot(1, 2, 1);imshow (c),title('sebelum');
subplot(1, 2, 2);fftshow(cf),title('sesudah');

4. Program Waktu – Frekuensi


clear all;
close all;
clc;
fs=1000;
t = 0:1/fs:1;
%% isyarat chirp pertama dengan frekuensi 2 - 20 Hz
y = chirp(t,2,1,20);
L=length(y);
subplot(1,2,1), plot((1:L)/fs,y);
title('Isyarat Chirp dengan f 2 - 20 Hz');
xlabel('time (s)');
ylabel('magnitude');
axis([0 1 0 max(y)]);

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  8 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

%%
%% fft isyarat chrip pertama
NFFT = 2^nextpow2(L);
Y = fft(y,NFFT)/L;
f = fs/2*linspace(0,1,NFFT/2+1);
yfft=2*abs(Y(1:NFFT/2+1));
subplot(1,2,2), plot(f,yfft);
title('FFT chirp');
xlabel('frekuensi (Hz');
ylabel('Magnitude');
axis([0 25 0 max(yfft)]);
%%
%% isyarat chirp kedua dengan frekuensi 20 - 2 Hz
y = chirp(t,20,1,2);
L=length(y);
figure,
subplot(1,2,1), plot((1:L)/fs,y);
title('Isyarat Chirp dengan f 20 - 2 Hz');
xlabel('time (s)');
ylabel('magnitude');
axis([0 1 0 max(y)]);
%%
%% fft isyarat chirp kedua
NFFT = 2^nextpow2(L);
Y = fft(y,NFFT)/L;
f = fs/2*linspace(0,1,NFFT/2+1);
yfft=2*abs(Y(1:NFFT/2+1));
subplot(1,2,2), plot(f,yfft);
title('FFT chirp');
xlabel('frekuensi (Hz');
ylabel('Magnitude');
axis([0 25 0 max(yfft)]);
%% thanks

5. Spektrum Fourier Citra


f = imread('rice.tif');

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  9 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

f = im2double(f);
F = fft2(f);
figure, imshow(F);
F2 = log(1+abs(F));
figure, imshow(F2,[ ]);
Fs = fftshift(F2);
figure, imshow(Fs,[ ]);
f2 = ifft2(F);

Tugas
Buatlah uraian dan kesimpulan (minimal 3 lembar A4-Times New Roman/Arial 12, Margin
3cm(kiri), 2.5cm(kanan, atas dan bawah)) tentang Teori Konvolusi dan Transformasi Fourier
(beserta programnya) sesuai dengan kelompok masing-masing, Minggu Depan, di ketik di
words, dikirim via email saya dwikijk@gmail.com

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  10 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Daftar Pustaka

D. Putra, “Pengolahan Citra Digital”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2010

T. Sutoyo, dkk., “Teori Pengolahan Citra Digital”, Penerbit Andi, 2009

Wijaya, Prijono, “Pengolahan Citra Digital Menggunakan Matlab”, Penerbit Informatika,


Bandung, 2007.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  11 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

 
MODUL PERKULIAHAN
 

Pengolahan Citra  

Pertemuan 9
Peningkatan Mutu Citra 1
 
(Histogram dan Filtering)
 
 
             

  Fakultas  Program Studi  Tatap Muka  Kode MK  Disusun Oleh   

09
  Ilmu Komputer   Informatika  15023  Tim Dosen 
 

 
 
Abstract  Kompetensi 
   
Memahami konsep Histrogram dan Mampu memahami konsep Histrogram
Filtering dan Filtering
   
 
   
Histogram
Pengertian histogram dalam pengolahan citra adalah representasi grafis untuk distribusi
warna dari citra digital atau menggambarkan penyebaran nilai-nilai intensitas pixel dari suatu
citra atau bagian tertentu di dalam citra. Dari sebuah histogram dapat diketahui frekuensi
kemunculan relative dari intensitas pada citra, kecerahan, dan kontas dari sebuah gambar.

Proses Histogram:
1. Gambar gelap : histogram cenderung ke sebelah kiri
2. Gambar terang: histogram cenderung ke sebelah kanan
3. Gambar low contrast: histogram mengumpul di suatu tempat
4. Gambar high contrast: histogram merata di semua tempat

Sumbu ordinat vertikal merupakan representasi piksel dengan nilai tonal dari tiap-tiap deret
bin pada sumbu axis horizontalnya. Sumbu axis terdiri dari deret logaritmik bindensitometry
yang membentuk rentang luminasi atau exposure range yang mendekati respon spectral
sensitivity visual mata manusia. Deret bin pada density yang terpadat mempunyai interval
yang relatif sangat linear dengan variabel mid-tone terletak tepat di tengahnya. Pada
umumnya, sebuah histogram hanya memetakan seluruh nilai tonal dari citra digital pada bin
luminasi masing-masing. Nilai tonal tersebut telah tersedia dalam color space yang umum
digunakan adalah sRGB dan AdobeRGB yang mempunyai nilai gamma γ = 2,2.

Informasi yang didapat dari Histogram:


1. Puncak histogram → intensitas pixel yangpaling menonjol
2. Lebar puncak → rentang kontras
3. Citra yang baik mengisi daerah derejatkeabuan secara penuh dan merata pada setiap
nilai intensitas pixel
4. Over-exposed (terlalu terang) dan under-exposed (terlalu gelap) memiliki rentang
kontras sempit.
Kegunaan histogram dalam pengolahan citra :
1. Untuk melihat apakah distribusi informasi yang ada dalam suatu citra sudah baik atau
belum.
2. Histogram juga banyak digunakan dalam texture analysis, yaitu analisa untuk melihat
apakah kedua tekstur sama atau berbeda. Misalkan seberapa mirip tekstur karpet A
dengan tekstur karpet B.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  2 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
3. Untuk melihat apakah pencahayaan dan contrast suatu citra sudah cukup atau belum
(terlalu terang atau terlalu gelap). Caranya histogram dari suatu citra yang terlalu terang
cenderung mengumpul di nilai grey level yang tinggi (ke arah nilai 255), sebaliknya
histogram dari suatu citra yang terlalu gelap cenderung mengumpul di nilai grey level
yang rendah (ke arah nilai 0).

Histogram dalam pengolahan citra adalah grafik yang menunjukkan distribusi dari intensitas
citra. Histogram citra menyatakan frekuensi kemunculan berbagai derajat keabuan dalam
citra. Teknik pemodelan histogram mengubah citra hingga memiliki histogram sesuai
keinginan. Untuk meningkatkan kualitas citra salah satunya dapat dilakukan dengan
ekualisasi histogram. Dengan ekualisasi histogram dapat diperoleh histogram citra dengan
distribusi seragam. Berikut merupakan contoh untuk histogram citra.

Histogram Citra

Manfaat histogram dalam pengolahan citra :


1. Untuk melihat apakah distribusi informasi yang ada dalam suatu citra sudah baik atau
belum.
2. Digunakan dalam texture analysis, yaitu analisa untuk melihat apakah kedua tekstur
sama atau berbeda. Misalkan seberapa mirip tekstur karpet A dengan tekstur karpet B.
3. Untuk melihat apakah pencahayaan dan contrast suatu citra sudah cukup atau belum
(terlalu terang atau terlalu gelap). Caranya histogram dari suatu citra yang terlalu terang
cenderung mengumpul di nilai grey level yang tinggi (ke arah nilai 255), sebaliknya
histogram dari suatu citra yang terlalu gelap cenderung mengumpul di nilai grey level
yang rendah (ke arah nilai 0).

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  3 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Filtering
Filter spasial non-linier atau disebut juga dengan filter statistik berdasar urutan (order-
statistic filter) merupakan filter yang respon nya didasarkan pada urutan atau rangking piksel
yang ada dalam citra yang dicakup oleh area filter dan menggantikan nilai dari piksel yang
berada di tengah digantikan dengan nila ihasil pengurutan atau perangkingan tersebut.

Filer ini digunakan untuk menghilangkan derau dan filter-filter ini juga digunakan untuk
menghaluskan citradigital. Filter non-linier lebih unggul dibanding dengan filter linier dengan
ukuran jendela filter yangsama. Selain itu, filter non-linier tidak memerlukan operasi
konvolusi terhadap citra original, yangberbeda dengan operasi dari filter linier.

A. Filter median
Filter yang paling dikenal dari jenis ini adalah filter median. Filter ini bekerja dengan
menggantikan nilai tengah dari piksel yang dicakup oleh area filterdengan sebuah nilai
tengah (median) setelah diurutkan terlebih dahulu dari yang terkecil ke yang terbesar.
Biasanya ukuran filter adalah ganjil karena akan memberikan poros tengah, sehingga akan
lebihmudah dalam mengolah citra.

Median Filter

Kelebihan dari filter median adalah kemampuannya dalam mengurangi derau yang
diakibatkan olehderau acak misalnya jenis salt and pepper noise atau bisa disebut sebagai
derau impulse. Dibandingkandengan jenis filter spasial (ruang) non-linier lainnya, filter
median merupakan filter yang paling cocok untuk kasus tersebut. Sehingga filter ini
dinobatkan menjadi filter yang paling ampuh dalam mengolahcitra berderau sejenis.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  4 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Dalam merancang median filter, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan terlebih dahulu.
1. Siapkan matriks yang akan diolah. Bila matriks berisi citra, maka jadikan citra
tersebut menjadi citra grayscale atau abu-abu agar yang didapat hanya 1 matriks
intensitas saja.
2. Siapkan matriks yang NOL yang ukurannya sama persis dengan citra yang akan
diolah. Matriks ini nantinya akan berisi nilai-nilai intensitas dari citra asli yang sudah
diolah terlebih dahulu.

Berikut flowchart dalam melakukan filter median

Flowchart Median Filter

B. Maximum Filter
Filter max berarti menggantikan piksel dengan nilai tertinggi dari suatu deret yang terbentuk
darimatriks yang sesuai dengan ukuran dari jendela filter. Langkah-langkah lainnya sama
denganfilter median. Pada

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  5 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Maximum Filter
C. Minimum filter
Filter ini merupakan kebalikan dari filter maksimum dimana piksel akan digantikan dengan
nilai minimum dari sebuah deret matriks yang berukuran sesuai dengan matriks filter.

Minimum Filter
D. Filter Mid-point
Mid-Point Filtering adalah mengganti nilai sel bitmap dengan nilai tengah diantara nilai
terkecil dan terbesar dari area lokal.

Midpoint Filter

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  6 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
E. Filter Laplacian
Laplacian merupakan filter turunan yang fungsinya dapat mendeteksi area yang
memilikiperubahan cepat (rapid changes) seperti tepi (edge) pada citra. Namun, laplacian ini
sangat rentan atau sensitif terhadap kehadiran derau. Untuk itu, citra yang akan dideteksi
tepinyaperlu dihaluskan terlebih dahulu dengan menggunakan Gaussian. Dengan demikian
dikenaladanya fungsi turunan baru yakni LOG atau Laplacian of Gaussian

Filter Laplacian

F. Filter Sobel
Metode sobel Merupakan metode yang menggunakan operator Sobel. Operator ini
menggunakan dua buah kernel yang berukuran 3x3 piksel untuk perhitungan gradien
sehingga perkiraan gradien berada tepat ditengah jendela.

Filter Sobel

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  7 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
G. Geometric mean filter
Mean filter merupakan salah algoritma memperhalus citra dengan cara perhitungan nilai
intensitas rata-rata citra pada setiap blok citra yang diproses. Algoritma yang umum
digunakan adalah Arithmetic dan Geometric Mean Filter.

Geometric Mean Filter

Contoh Program
Histogram Hitam-Putih
Source Code:
I=imread('cameraman.tif');
J=imadjust(I,[0 0.2],[0.5 1]);
figure,imshow(I);
figure,imhist(I);
figure,imshow(J);
figure,imhist(J);

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  8 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Histogram Warna
Source Code:
% Read in standard MATLAB color demo image.
rgbImage = imread('warna.jpg');
[rows columns numberOfColorBands] = size(rgbImage);
subplot(2, 2, 1);
imshow(rgbImage, []);
set(gcf, 'Position', get(0,'Screensize')); % Maximize figure.
% Extract the individual color planes.

redPlane = rgbImage(:, :, 1); % memanggil matriks gambar yang hanya berisi piksel warna
merah
greenPlane = rgbImage(:, :, 2); % memanggil matriks gambar yang hanya berisi piksel
warna hijau
bluePlane = rgbImage(:, :, 3); % memanggil matriks gambar yang hanya berisi piksel warna
biru.

% Let’s get its histograms.


[pixelCountR grayLevelsR] = imhist(redPlane);
subplot(2, 2, 2);
bar(pixelCountR, 'r');
xlim([0 grayLevelsR(end)]); % Scale x axis manually.
[pixelCountG grayLevelsG] = imhist(greenPlane);
subplot(2, 2, 3);
bar(pixelCountG, 'g');
xlim([0 grayLevelsG(end)]); % Scale x axis manually.
[pixelCountB grayLevelsB] = imhist(bluePlane);
subplot(2, 2, 4);
bar(pixelCountB, 'b');
xlim([0 grayLevelsB(end)]); % Scale x axis manually.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  9 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Low Pass Filtering
Source Code:
I=imread('cameraman.tif');
lpf1=[1/16 1/8 1/16;1/8 1/4 1/8;1/16 1/8 1/16];
lpf2=[1/10 1/10 1/10;1/10 1/5 1/10;1/10 1/10 1/10];
lpf3=[1 1 1;1 1 1;1 1 1]/9;
J1=uint8(conv2(double(I),lpf1,'same'));
J2=uint8(conv2(double(I),lpf2,'same'));
J3=uint8(conv2(double(I),lpf3,'same'));
figure,imshow(I);
figure,imshow(J1);
figure,imshow(J2);
figure,imshow(J3);

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  10 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Median Filtering
Source Code:
I=imread('cameraman.tif');
IN=imnoise(I,'salt & pepper',0.02);
J1=medfilt2(IN,[3 3]);
J2=medfilt2(IN,[5 5]);
figure,imshow(I);
figure,imshow(IN);
figure,imshow(J1);
figure,imshow(J2);

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  11 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
High Pass Filtering
Source Code:
I=imread('cameraman.tif');
hpf1=[-1 -1 -1; -1 8 -1; -1 -1 -1];
hpf2=[ 0 -1 0; -1 5 -1; 0 -1 0];
hpf3=[ 1 -2 1; -2 5 -2; 1 -2 1];
J1=uint8(conv2(double(I),hpf1,'same'));
J2=uint8(conv2(double(I),hpf2,'same'));
J3=uint8(conv2(double(I),hpf3,'same'));
figure,imshow(I);
figure,imshow(J1);
figure,imshow(J2);
figure,imshow(J3);

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  12 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Daftar Pustaka
R. Gonzalez and R. Woods. Digital Image Processing. Addison Wesley. 2007
D. Putra, “Pengolahan Citra Digital”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2010

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  13 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

 
MODUL PERKULIAHAN
 

Pengolahan Citra  

Pertemuan 10
Peningkatan Mutu Citra 2
(Tranformasi dan Koreksi
 
Geometri)
 
 
             

  Fakultas  Program Studi  Tatap Muka  Kode MK  Disusun Oleh   

10
  Ilmu Komputer   Informatika  15023  Tim Dosen 
 

 
 
Abstract  Kompetensi 
   
Memahami konsep Tranformasi dan Mampu memahami konsep Tranformasi
Koreksi Geometri dan Koreksi Geometri
   
 
   

 
 

Transformasi
Transformasi citra adalah salah satu jenis operasi pengolahan citra P, dimana P dapat
dinyatakan dalam bentuk matriks. Contoh yang paling umum ditemukan adalah transformasi
Fourier, dimana suatu citra dalam domain ruang diubah ke domain frekuensi spasial.
Transformasi ini dapat dinyatakan dalam bentuk perkalian matriks, antara matriks citra
dengan suatu matriks uniter.

Gambar Transformasi Citra

Salah satu hal penting dalam transformasi adalah basis citra yang merupakan sekumpulan
vektor 2D atau matriks. Seperti pada aljabar linier, transformasi membawa suatu citra ke
sistem koordinat baru yang dibentuk oleh fungsi basis tersebut. Dalam konteks citra, basis
ini berupa matriks yang disebut sebagai n citra basis.

Transformasi citra, sesuai namanya, merupakan proses perubahan bentuk citra untuk
mendapatkan suatu informasi tertentu.

Transformasi bisa dibagi menjadi 2 :


1. Transformasi piksel/transformasi geometris:
2. Transformasi ruang/domain/space

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  2 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

A. Transformasi Piksel
Transformasi piksel masih bermain di ruang/domain yang sama (domain spasial), hanya
posisi piksel yang kadang diubah.
Contoh: rotasi, translasi, scaling, invers, shear, dll.
Transformasi jenis ini relatif mudah diimplementasikan dan banyak aplikasi yang dapat
melakukannya (Paint, ACDSee, dll).

B. Transformasi Ruang
Transformasi ruang merupakan proses perubahan citra dari suatu ruang/domain ke
ruang/domain lainnya, contoh: dari ruang spasial ke ruang frekuensi.
Contoh : Ruang vektor. Salah satu basis yang merentang ruang vektor 2 dimensi adalah [1
0] dan [0 1]. Artinya, semua vektor yang mungkin ada di ruang vektor 2 dimensi selalu dapat
direpresentasikan sebagai kombinasi linier dari basis tersebut.

Ada beberapa transformasi ruang, yaitu :


1. Transformasi Fourier (basis: cos-sin)
2. Transformasi Hadamard/Walsh (basis: kolom dan baris yang ortogonal)
3. Transformasi DCT (basis: cos)
4. Transformasi Wavelet (basis: scaling function dan mother wavelet

Koreksi Geometrik
Geometrik merupakan posisi geografis yang berhubungan dengan distribusi keruangan
(spatial distribution). Geometrik memuat informasi data yang mengacu bumi (geo-referenced
data), baik posisi (system koordinat lintang dan bujur) maupun informasi yang terkandung di
dalamnya.

Gambar Transformasi Geometrik

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  3 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Koreksi geometrik adalah transformasi citra hasil penginderaan jauh sehingga citra tersebut
mempunyai sifat-sifat peta dalam bentuk, skala dan proyeksi. Transforamasi geometrik yang
paling mendasar adalah penempatan kembali posisi pixel sedemikian rupa, sehingga pada
citra digital yang tertransformasi dapat dilihat gambaran objek dipermukaan bumi yang
terekam sensor. Pengubahan bentuk kerangka liputan dari bujur sangkar menjadi jajaran
genjang merupakan hasil transformasi ini. Tahap ini diterapkan pada citra digital mentah
(langsung hasil perekaman satelit), dan merupakan koreksi kesalahan geometric sistematik.

Geometrik cita penginderaan jauh mengalami pergeseran, karena orbit satelit sangat tinggi
dan medan pandangya kecil, maka terjadi distorsi geometric. Kesalahan geometrik citra
dapat tejadi karena posisi dan orbit maupun sikap sensor pada saat satelit mengindera
bumi, kelengkungan dan putaran bumi yang diindera. Akibat dari kesalahan geometric ini
maka posisi pixel dari data inderaja satelit tersebut sesuai dengan posisi (lintang dan bujur)
yang sebenarnya.

Kesalahan geometrik citra berdasarkan sumbernya kesalahan geometric pada cita


penginderaan jauh dapat dikelompokkan menjadi dua tipe kesalahan, yaitu kesalahan
internal (internal distorsion), dan kesalahan eksternal (external distorsion). Kesalahan
geometrik menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu kesalahan sistematik
dan kesalahan random. Kesalahan sistematik merupakan kesalahan yang dapat
diperkirakan sebelumnya, dan besar kesalahannya pada umumnya konstan, oleh karena itu
dapat dibuat perangkat lunak koreksi geometrik secara sitematik. Kesalahan geometri yang
bersifat random (acak) tidak dapat diperkirakan terjadinya, maka koreksinya harus ada data
referensi tambahan yang diketahui. Koreksi geometrik yang biasa dilakukan adalah koreksi
geometrik sistemik dan koreksi geometrik presisi.

Kesalahan geometrik internal disebabkan oleh konfigurasi sensornya, akibat pembelokan


arah penyinaran menyebabkan distorsi panoramic (look angle), yang terjadi saat cermin
scan melakukan penyiaman (scanning). Besarnya sudut pengamatan (field of view) satelit
pada proses penyiaman akan mengakibatkan perubahan luas cakupan objek. Distorsi
panoramic sangat besar pengaruhnya pada sensor satelit resolusi rendah seperti rendah
NOAA-AVHRR dan MODIS, namun citra resolusi tinggi seperti Landsat, SPOT, IKONOS,
Quickbird, dan ALOS bebas dari distorsi panoramic, karena orbitnya yang tinggi dengan
medan pandang kecil hampir tidak terjadi pergeseran letak oleh relief pada data satelit
tersebut. Distorsi yang disebabkan perubahan atau pembelokan arah penyiaman bersifat

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  4 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

sistematik, dapat dikoreksi secara sistematik. Kesalahan geometric menyebabkan


perubahan bentuk citra.

Koreksi geometric dilakukan sesuai dengan jenis atau penyebab kesalahannya, yaitu
kesalahan sistematik dan kesalahan random, dengan sifat distorsi geometric pada citra.
Koreksi geometrik mempunyai tiga tujuan, yaitu:
1. Melakukan rektifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar koordinat citra
sesuai dengan koordinat geografis.
2. Meregistrasi (mencocokan) posisi citra dengan citra lain yang sudah terkoreksi (image to
image rectification) atau mentransformasikan system koordinat citra multispectral dan
multi temporal.
3. Meregistrasi citra ke peta atau transformasi system koordinat citra ke koordinat peta
(image to map rectification), sehingga menghasilkan citra dengan system proyeksi
tertentu.

Koreksi geometrik yang biasa dilakukan adalah koreksi geometrik sistematik dan koreksi
geometric presisi. Masing-masing sebagai berikut.
1. Koreksi geometrik sistematik melakukan koreksi geomertri dengan menggunakan
informasi karakteristik sensor yaitu orientasi internal (internal orientation) berisi informasi
panjang focus system optiknya dan koordinat titik utama (primary point) dalam bidang
citra (image space) sedangkan distorsi lensa dan difraksi atmosfer dianggap kecil pada
sensor inderaja satelit, serta orientasi eksternal (external orientation) berisi koordinat titik
utama pada bidang bumi (ground space) serta tiga sudut relative antara bidang citra dan
bidang bumi.
2. Koreksi geometrik presisi pada dasarnya adalah meningkatkan ketelitian geometric
dengan menggunakan titik kendali / control tanah (Ground Control Point biasa disingkat
GCP). GCP dimaksud adalah titik yang diketahui koordinatnya secara tepat dan dapat
terlihat pada citra inderaja satelit seperti perempatan jalan dan lain-lain.

Koreksi geometrik citra dapat dilakukan dalam empat tahap yang mencakup sebagai berikut:
1. Memilih metode setelah mengetahui karakteristik kesalahan geometrik dan tersedianya
data referensi. Pemilihan metode tergantung pada jenis data (resolusi spasial), dan jenis
kesalahan geometric (skew, yaw, roll, pitch) data.
2. Penentuan parameter yang tidak diketahui didefinisikan dari persamaan matematika
antara system koordinat citra dan system koordinat geografis, untuk menentukan
menggunakan parameter kalibarasi data atau titik control tanah.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  5 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

3. Cek akurasi dengan verifikasi atau validasi sesuai dengan criteria, metode, dan data
citra, maka perlu dicari solusinya agar diperoleh tingkat ketelitian yang lebih baik.
Solusinya dapat dilakukan dengan menggunakan metode lain, atau bila data referensi
yang digunakan tidak akurat atau perlu diganti.
4. Interpolasi dan resampling untuk mendapatkan citra geocoded presisi (akurat).
Beberapa pilihan Geocoding Type yang sudah tersedia pada perangkat lunak, seperti
Tryangulation, Polynomial, Orthorectify using ground control poinr, Orthorectify using
exterior orientation, Map to map projection, Point registration, Rotation. Kegunaan setiap
tipe geocoding adalah (a) Tryangulation untuk koreksi geometric data yang mengalami
banyak pergeseran skew dan yawa, atau data yang tidak sama ukuran pixelnya pada
satu set data. (b) Polynomial untuk koreksi geometrik data citra yang mengalami
pergeseran linear, ukuran pixel sama dalam satu set data resolusi spasial tinggi dan
rendah. (c) Orthorectify untuk mengoreksi citra secara geometris, berdasarkan
ketinggian geografisnya. Koreksi geometrik jika tidak menggunakan Orthorectify, maka
puncak gunung akan bergeser letaknya dari posisi sebenarnya, walaupun sudah
dikoreksi secara geometerik. (d) Rotation untuk koreksi geometrik citra karena terjadi
pergeseran citra yang terputar, baik searah jarum jam maupun sebaliknya.

Teknik koreksi geometrik triangulasi dilakukan koreksi secara linear dalam setiap segitiga
yang dibentuk oleh tiga GCP dan daerah yang mempunyai kesalahan geometric besar
diberikan GCP lebih banyak. Persyaratan pengambilan titik di lapangan adalah (a)
teridentifikasi jelas pada citra satelit, (b) wilayah harus terbuka agar tidak terjadi multipath,
(c) permukaan tanah stabil, tidak pada daerah yang sedang atau akan dibangun, (d) Lokasi
pengukuran aman dan tidak ada gangguan.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  6 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Contoh Program

Buat File imtranslate.m


Source Code:
function Iout = imtranslate(I, translation, F, method, same_size)
%SCd 12/21/2009
%Affine translates a 2D or 3D image
%
%Input Arguments:
% -I = 2D or 3D image
% -translation =
% -[row_shift col_shift] for 2D images
% -[row_shift col_shift pag_shift] for 3D images
% -F = values to pad the image with (optional, defaults to 0)
% -method = interpolation method (optional, defaults to 'linear')
% -same_size = 1 or 0, 1 if the output image is to be the same size as
% the input image (optional, defaults to 1)
%
%Output Arguments:
% -Iout = translated image
%

if nargin < 2
error('Missing input arguments: imtranslate(I, translation)');
elseif nargin == 2
F = 0;
method = 'linear';
same_size = 1;
elseif nargin == 3
method = 'linear';
same_size = 1;
elseif nargin == 4
same_size = 1;
end

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  7 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

dims = max(size(translation));
if dims ~= max(size(size(I)))
error('a:b', 'The number of translations is not equal to the dimensions of the image. \n
Use 0 for dimensions which are not to be shifted.');
elseif dims == 2
T_dims = [1 2]; %Dimensions in order
A = zeros(3);
A([1 5 9]) = 1;
A(3,1:2) = translation;
elseif dims == 3
T_dims = [1 2 3];
A = zeros(4);
A([1 6 11 16]) = 1;
A(4,1:3) = translation;
else
error('I must be a 2D or 3D image');
end

if same_size
T_size_b = size(I); %In order to recieve an image of the same size with data outside of
dimensions cropped.
else
T_size_b = size(I) + ceil(abs(translation)); %In order to create a new image big enough
for the translation
end

R = makeresampler(method, 'fill'); %Interpolation method and filling the blank spots as


opposed to shifting back.
Tmap = []; %Unused with the Tform.
Tform = maketform('affine', A); %Generate the affine transformation

Iout = tformarray(I, Tform, R, T_dims, T_dims, T_size_b, Tmap, F);

end

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  8 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Buat GUI seperti pada gambar, menggunakan axes1

Buat Menu seperti pada gambar.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  9 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Menu Buka
Source code:
function Buka_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Buka (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
proyek = guidata(gcbo);
a=uigetfile({'*.jpg';'*.tif'},'Buka Gambar');
I=imread(a);
set(proyek.figure1,'CurrentAxes', proyek.axes1);
set(imshow(I));
set(proyek.axes1, 'Userdata', I);
set(proyek.figure1, 'Userdata',I);

Menu Simpan
Source Code:
function Simpan_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Simpan (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
proyek = guidata(gcbo);
a=uiputfile({'*.jpg'; '*.tif'}, 'Simpan Gambar');
I=get(proyek.axes1, 'Userdata');
imwrite(I,a);

Menu Keluar
Source Code:
function Keluar_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Keluar (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
selection = questdlg(['Keluar ' get(handles.figure1, 'Name')''],...
['Keluar ' get(handles.figure1, 'Name')''],...

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  10 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

'Ya','Tidak','Ya');
if strcmp(selection, 'Tidak')
return;
end;
delete(handles.figure1)

Menu Transformasi
Source Code:
function Transformasi_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Transformasi (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
proyek = guidata(gcbo);
I = get(proyek.axes1, 'Userdata');
A = imtranslate(I, [35, 25]);
set(proyek.figure1, 'CurrentAxes', proyek.axes1);
set(imshow(A));
set(proyek.axes1, 'Userdata', A);

Menu Rotasi
Source Code:
function Rotasi_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Rotasi (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
proyek = guidata(gcbo);
I = get(proyek.axes1, 'Userdata');
A = imrotate(I, 35, 'bilinear');
set(proyek.figure1, 'CurrentAxes', proyek.axes1);
set(imshow(A));
set(proyek.axes1, 'Userdata', A);

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  11 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Contoh Jika dijalankan:

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  12 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  13 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Daftar Pustaka
R. Gonzalez and R. Woods. Digital Image Processing. Addison Wesley. 2007
D. Putra, “Pengolahan Citra Digital”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2010

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  14 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

 
MODUL PERKULIAHAN
 

Pengolahan Citra
 

Pertemuan 11
 
Segmentasi Citra
 
 
             

  Fakultas  Program Studi  Tatap Muka  Kode MK  Disusun Oleh   

11
  Ilmu Komputer   Informatika  15023  Tim Dosen 
 

 
 
Abstract  Kompetensi 
   
Memahami konsep segmentasi citra Mampu memahami dan menjelaskan
segmentasi citra
 
 
   

 
 

Segmentasi Citra

Segmentasi citra adalah membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen
berdasarkan kriteria keserupaan yang tertentu antara tingkat keabuan suatu piksel dengan
tingkat keabuan pikselpiksel tetangganya. Proses segmentasi memiliki tujuan yang hampir
sama dengan proses klasifikasi tidak terpandu. Segmentasi sering dideskripsikan sebagai
proses analogi terhadap proses pemisahan latar depanlatar belakang. Contoh untuk proses
segmentasi citra yang digunakan adalah klasterisasi (clustering).

Terdapat dua pendekatan utama dalam segmentasi citra yaitu didasarkan pada tepi (edge-
based) dan didasarkan pada wilayah (region-based). Segmentasi didasarkan pada tepi
membagi citra berdasarkan diskontinuitas di antara sub-wilayah (sub-region), sedangkan
segmentasi yang didasarkan pada wilayah bekerjanya berdasarkan keseragaman yang ada
pada sub-wilayah tersebut. Hasil dari segmentasi citra adalah sekumpulan wilayah yang
melingkupi citra tersebut, atau sekumpulan kontur yang diekstrak dari citra (pada deteksi
tepi). Contoh segmentasi dapat dilihat dalam gambar 1. Tiap piksel dalam suatu wilayah
mempunyai kesamaan karakteristik atau propeti yang dapat dihitung (computed property),
seperti: warna (color), intensitas (intensity),dan tekstur (texture).

Gambar Segmentasi Citra

Segmentasi wilayah merupakan pendekatan lanjutan dari deteksi tepi. Dalam deteksi tepi
segmentasi citra dilakukan melalui identifikasi batas-batas objek (boundaries of object).
Batas merupakan lokasi dimana terjadi perubahan intensitas. Dalam pendekatan didasarkan
pada wilayah, maka identifikasi dilakukan melalui wilayah yang terdapat dalam objek
tersebut.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  2 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Segmentasi memegang peranan yang sangat penting dalam pengolahan citra. Berbagai
algoritma telah dikembangkan untuk melakukan segmentasi citra medis dengan kelebihan
dan kekurangan masing-masing. Karena tidak ada solusi umum dalam penyelesaian
segmentasi citra, metode-metode tersebut sering kali harus dikombinasikan satu dengan
yang lainnya agar dapat memecahkan masalah segmentasi citra secara efektif.

Gambar Segmentasi Citra 2

Teknik pemetaan warna merupakan bagian salah satu teknik segmentasi citra
menggunakan metode klasterisasi. Hal ini disebabkan dalam memetakan warna dari citra
masukan akan dikelompokan sesuai dengan kesamaan-kesamaan warna yang dimiliki.
Sehingga tahap-tahap yang akan digunakan mempunyai kesamaan dengan metode
klasterisasi.

Segmentasi adalah proses pembagian sebuah citra kedalam sejumlah bagian atau obyek.
Segmentasi merupakan suatu bagian yang sangat penting dalam analisis citra secara
otomatis, sebab pada prosedur ini obyek yang diinginkan akan disadap untuk proses
selanjutnya, misalnya: pada pengenalan pola. Algoritma segmentasi didasarkan pada 2
buah karakteristik nilai derajad kecerahan citra, yaitu: discontinuity dan similarity. Pada item
pertama, citra dipisahkan/dibagi atas dasar perubahan yang mencolok dari derajad
kecerahannya. Aplikasi yang umum adalah untuk deteksi titik, garis, area, dan sisi citra.
Pada kategori kedua, didasarkan atas thresholding, region growing, dan region spiltting and
merging. Prinsip segmentasi citra bisa diterapkan untuk citra yang statis maupun dinamis.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  3 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Edge Detection

Edge Detection pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan tepi-tepi dari
obyek-obyek citra, tujuannya adalah Untuk menandai bagian yang menjadi detail
gambar/citra untuk memperbaiki detail dari gambar/citra yang blur, yang terjadi akrena
adanya efek dari proses akuisisi citra Suatu titik (x,y) dikatakan sebagai tepi (edge) dari
suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangganya. dan
berikut pengertian dari beberapa metode Sobel, Prewitt, Laplace, Robert, dan Canny.

Tepi atau sisi dari sebuah objek adalah daerah di mana terdapat perubahan intensitas
warna yang cukup tinggi. Deteksi tepi (Edge detection) adalah operasi yang dijalankan untuk
mendeteksi garis tepi (edges) yang membatasi dua wilayah citra homogen yang memiliki
tingkat kecerahan yang berbeda. Deteksi tepi sebuah citra digital merupakan proses untuk
mencari perbedaan intensitas yang menyatakan batas-batas suatu objek (sub-citra) dalam
keseluruhan citra digital yang dimaksud.

Tepi dapat diorientasikan dengan suatu arah, dan arah ini berbeda-beda pada bergantung
pada perubahan intensitas. Ada tiga macam tepi yang terdapat di dalam citra digital.
Ketiganya adalah:
1. Tepi curam
Tepi dengan perubahan intensitas yang tajam. Arah tepi berkisar 90°.
2. Tepi landai
Disebut juga tepi lebar, yaitu tepi dengan sudut arah yang kecil. Tepi landai dapat dianggap
terdiri dari sejumlah tepi-tepi lokal yang lokasinya berdekatan.
3. Tepi yang mengandung derau (noise)
Umumnya tepi yang terdapat pada aplikasi computer vision mengandung derau. Operasi
peningkatan kualitas citra (image enhancement) dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum
pendeteksian tepi.

Edge Detection

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  4 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

A. Sobel
Metode ini mengambil prinsip dari fungsi laplace dan gaussian yang dikenal sebagai fungsi
untuk membangkitkan HPF, dan kelebihan dari metode sobel ini adalah mengurangi noise
sebelum melakukan perhitungan deteksi tepi.

Metode Sobel merupakan bagian dari operator gradien pertama. Deteksi tepi operator Sobel
diperkenalkan oleh Irwin Sobel pada tahun 1970. Operator ini identik dengan bentuk matriks
3x3 atau jendela ukuran 3x3 piksel, dengan Gx dan Gy dihitung menggunakan kernel
(mask) seperti tampak pada Gambar.

Matriks operator Sobel

B. Prewitt
Metode Prewitt merupakan pengembangan metode robert dengan menggunakan filter HPF
yang diberi satu angka nol penyangga. Metode ini mengambil prinsip dari fungsi laplacian
yang dikenal sebagai fungsi untuk membangkitkan HPF.

Metode Prewitt merupakan bagian dari operator gradien pertama. Deteksi tepi operator
Prewitt diperkenalkan oleh Prewitt pada tahun 1970. Operator ini identik dengan bentuk
matriks 3x3 atau jendela ukuran 3x3 piksel, dengan Gx dan Gy dihitung menggunakan
kernel (mask) seperti tampak pada Gambar.

Prewitt

C. Laplace
Metode Laplace adalah metode transformasi yang digunakan untuk penyelesaian
persamaan diferensial.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  5 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Kadangkala pendeteksian tepi dengan operator Laplace menghasilkan tepi-tepi palsu yang
disebabkan oleh gangguan. Untuk mengurangi kemunculan tepi palsu, citra disaring dulu
dengan fungsi Gaussian.

Skema pendeteksian tepi untuk citra yang mengalami gangguan

D. Robert
Metode Robert adalah nama lain dari teknik differensial pada arah horisontal dan differensial
pada arah vertikal, dengan ditambahkan proses konversi biner setelah dilakukan differensial.
Maksud konversi biner adalah meratakan distribusi warna hitam dan putih.

Metode Robert merupakan bagian dari operator gradien pertama. Metode Robert adalah
nama lain dari teknik differensial pada arah horisontal dan differensial pada arah vertikal,
dengan ditambahkan proses konversi biner setelah dilakukan differensial. Teknik konversi
biner yang disarankan adalah konversi biner dengan meratakan distribusi warna hitam dan
putih. Metode Robert ini juga disamakan dengan teknik DPCM (Differential Pulse Code
Modulation).

E. Canny
Canny merupakan deteksi tepi yang optimal. Operator Canny menggunakan Gaussian
Derivative Kernel untuk menyaring kegaduhan dari citra awal untuk mendapatkan hasil
deteksi tepi yang halus.

Operator Canny, yang dikemukakan oleh John Canny pada tahun 1986, terkenal sebagai
operator deteksi tepi yang optimal. Algoritma ini memberikan tingkat kesalahan yang rendah,

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  6 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

melokalisasi titik-titik tepi (jarak piksel-piksel tepi yang ditemukan deteksi dan tepi yang
sesungguhnya sangat pendek), dan hanya memberikan satu tanggapan untuk satu tepi

Contoh Tampilan Dari Sobel, Prewitt, Laplace, Roberts, dan Canny

Contoh Program
1. Buat Tampilan GUI

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  7 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

2. Buat Menu GUI

3. Source Code
Menu Buka
function Buka_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Buka (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
proyek = guidata(gcbo);
a=uigetfile({'*.jpg';'*.tif'},'Buka Gambar');
I=imread(a);
set(proyek.figure1,'CurrentAxes', proyek.axes1);
set(imshow(I));
set(proyek.axes1, 'Userdata', I);
set(proyek.figure1, 'Userdata',I);

Menu Simpan
function Simpan_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Simpan (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  8 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

proyek = guidata(gcbo);
a=uiputfile({'*.jpg'; '*.tif'}, 'Simpan Gambar');
I=get(proyek.axes1, 'Userdata');
imwrite(I,a);

Menu Keluar
function Keluar_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Keluar (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
selection = questdlg(['Keluar ' get(handles.figure1, 'Name')''],...
['Keluar ' get(handles.figure1, 'Name')''],...
'Ya','Tidak','Ya');
if strcmp(selection, 'Tidak')
return;
end;
delete(handles.figure1)

Menu Reset
function Reset_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Reset (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
proyek= guidata(gcbo);
I=get(proyek.figure1, 'Userdata');
set(proyek.figure1, 'CurrentAxes', proyek.axes1);
set(imshow(I));
set(proyek.axes1, 'Userdata', I);

Menu Sobel
function Sobel_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Sobel (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
proyek = guidata(gcbo);
I = get(proyek.axes1, 'Userdata');

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  9 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

SxSobel = [ -1 0 1 ; -2 0 2; -1 0 1 ];
SySobel = [ 1 2 1 ; 0 0 0 ; -1 -2 -1 ];
sobelSx = conv2(I, SxSobel);
sobelSy = conv2(I, SySobel);
sobel = abs(sobelSx) + abs(sobelSy);
A = uint8(sobel);
set(proyek.figure1, 'CurrentAxes', proyek.axes1);
set(imshow(A));
set(proyek.axes1, 'Userdata', A);

Menu Laplace
function Laplace_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Laplace (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
proyek = guidata(gcbo);
I = get(proyek.axes1, 'Userdata');
LapX = [ -1 -1 -1 ; -1 8 -1 ; -1 -1 -1 ];
LapY = [ 1 -2 1 ; -2 4 -2 ; 1 -2 1 ];
laplaceX = conv2(I, LapX);
laplaceY = conv2(I, LapY);
laplace = abs(laplaceX) + abs(laplaceY);
A = uint8(laplace);
set(proyek.figure1, 'CurrentAxes', proyek.axes1);
set(imshow(A));
set(proyek.axes1, 'Userdata', A);

Menu Roberts
function Roberts_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Roberts (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
proyek = guidata(gcbo);
I = get(proyek.axes1, 'Userdata');
robX = [ 1 0 ; 0 -1 ];
robY = [ 0 1 ; -1 0 ];

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  10 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

robertX = conv2(I, robX);


robertY = conv2(I, robY);
roberts = abs(robertX) + abs(robertY);
A = uint8(roberts);
set(proyek.figure1, 'CurrentAxes', proyek.axes1);
set(imshow(A));
set(proyek.axes1, 'Userdata', A);

Menu Perwitt
function Perwitt_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Perwitt (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
proyek = guidata(gcbo);
I = get(proyek.axes1, 'Userdata');
perX = [ -1 0 1 ; -1 0 1; -1 0 1 ];
perY = [ 1 1 1 ; 0 0 0 ; -1 -1 -1 ];
perwitX = conv2(I, perX);
perwitY = conv2(I, perY);
perwitt = abs(perwitX) + abs(perwitY);
A = uint8(perwitt);
set(proyek.figure1, 'CurrentAxes', proyek.axes1);
set(imshow(A));
set(proyek.axes1, 'Userdata', A);

4. Hasil Program

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  11 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Klik Menu Buka, untuk membuka file gambar *.tif

Tes Proses gambar dengan Metode Sobel

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  12 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Tes Proses Gambar dengan Metode Laplace

Tes Proses Gambar dengan Metode Roberts

Tes Proses Gambar dengan Metode Perwitt

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  13 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Daftar Pustaka
R. Gonzalez and R. Woods. Digital Image Processing. Addison Wesley. 2007
D. Putra, “Pengolahan Citra Digital”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2010

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  14 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

 
MODUL PERKULIAHAN
 

Pengolahan Citra
 

Pertemuan 12
 
Analisa Citra
 
 
             

  Fakultas  Program Studi  Tatap Muka  Kode MK  Disusun Oleh   

12
  Ilmu Komputer   Informatika  15023  Tim Dosen 
 

 
 
Abstract  Kompetensi 
   
Memahami dan menganalisa tentang Mampu memahami dan menganalisa
citra  tentang citra
 
 
   
Pengertian

Interpretasi Citra adalah kegiatan mengenali objek pada citra dengan cara menganalisis dan
kemudian menilai penting atau tidaknya objek tersebut. Pengenalan objek citra berdasarkan
karakteristik tertentu yang disebut unsur interpretasi citra. Ada delapan interpretasi citra, di
antaranya:

1. Rona/ Warna
Rona adalah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan objek pada citra. Warna adalah
wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari
spektrum nyata.
2. Tekstur
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra yang dinyatakan dalam bentuk
kasar, sedang, dan halus. Misalnya hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang,
dan semak bertekstrur halus.
3. Bentuk
Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak objek yang dapat dikenali
berdasarkan bentuknya. Seperti: jalan bentuknya memanjang sedangkan lapangan bola
mempunyai bentuk lonjong.
4. Ukuran
Ukuran adalah ciri objek berupa jarak, luas, tinggi lereng, dan volume. Ukuran objek
pada citra berupa skala.
5. Pola
Pola merupakan suatu keteraturan pada suatu objek di lapangan yang tampak pada
citra. Pola diklasifikasikan menjadi: teratur, kurang teratur, dan tidak teratur.
6. Situs
Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya.
Contoh: pemukiman pada umumnya memanjang pada pinggir tebing pantai, tanggul
alam, atau sepanjang tepi jalan. Juga persawahan, banyak terdapat di daerah dataran
rendah, dan sebagainya.
7. Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detail objek yang berada di daerah gelap.
Bayangan juga dapat merupakan kunci pengenalan yang penting dari beberapa objek
yang justru dengan adanya bayangan menjadi lebih jelas.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  2 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Contoh: pola transmigrasi dikenali dengan rumah yang ukuran dan jaraknya seragam,
masing-masing menghadap ke jalan.
8. Asosiasi
Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lainnya. Contoh:
sawah berasosiasi dengan aliran air (irigasi), pemukiman, dan sebagainya.

Analasis Citra

Alat yang digunakan untuk memperoleh citra foto adalah kamera. Jenis kamera dalam
penginderaan jauh fotografik antara lain:
1. kamera kerangka untuk pemetaan,
Kamera kerangka (frame camera) adalah kamera yang perekaman tiap lembar foto
dilakukan secara serentak dan bukan bagian demi bagian. Pemindahan filmnya adalah
kerangka demi kerangka.
Kamera kerangka untuk pemetaan disebut juga kamera metrik atau kamera kartografik yang
lebih menekankan pada kecermatan informasi metrik. Kamera kerangka untuk keperluan
tinjau dirancang untuk menyajikan gambaran objek dengan resolusi spasial yang tinggi.
2. kamera kerangka untuk keperluan tinjau,
3. kamera panoramik, dan
Kamera panoramik adalah kamera yang mengindera pada bidang pandang yang relatif
sempit melalui suatu celah yang sempit. Daerah yang diindera, diliputi dengan rotasi lensa
kamera.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  3 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Jika dibandingkan dengan kamera kerangka, kamera panoramik mengalokasikan citra
daerah yang lebih luas, tetapi tidak memiliki ketelitian yang tinggi seperti citra kamera
kerangka.
4. kamera multispektral.
Kamera multispektral berupa kamera yang diarahkan ke satu titik fokus (multikamera) atau
satu kamera dengan beberapa lensa (kamera multilensa). Pada setiap pemotretan dapat
dihasilkan 3 hingga 12 foto.

Pada dasarnya, kamera terdiri dari tiga bagian, yaitu kelompok kerucut lensa, tubuh kamera,
dan magasen. Di dalam kerucut lensa terdapat lensa, filter, diafragma, dan penutup lensa.
Pada tubuh kamera terdapat mekanisme penggerak film, perataan film pada saat
pemotretan, dan penggerak penutup lensa. Pada magasen terdapat gulungan film dan
penarik film. Bagian yang lain dari pemotretan adalah film. Film dapat dibagi atas film
ultraviolet, film ortokromatik, film pankromatik, dan film inframerah.

Bagian penting lainnya adalah filter, yaitu pengatur sinar yang masuk ke kamera. Jenis filter
ini di antaranya berupa filter penyerap, filter penahan gelombang pendek, filter penerus
saluran sempit, filter penyaring gangguan atmosfer, filter anti ketidakseragaman, dan filter
untuk kompensasi warna bagi film berwarna.

Hasil dari penginderaan jauh fotografik berupa foto udara dan foto satelit. Foto udara pada
umumnya dibuat dengan menggunakan pesawat terbang sebagai wahananya, atau balon
yang dapat mencapai ketinggian hingga 35 km (balon stratosfer).

Alat Penginderaan Jauh Penjelasan Interpretasi Citra dan Alat Penginderaan Jauh. Foto
satelit dibuat dengan menggunakan satelit sebagai wahananya. Landsat, SPOT-1, dan
ERS-1 merupakan satelit yang cukup handal, yang didesain sebagai satelit yang multifungsi.

Teknik interpretasi citra


Teknik adalah alat khusus untuk melaksanakan metode. Teknik dapat pula diartikan sebagai
cara melakukan sesuatu secara ilmiah. Teknik interpretasi citra dimaksudkan sebagai alat
atau cara khusus untuk melaksanakan metode penginderaan jauh. Teknik juga merupakan
cara untuk melaksanakan sesuatu secara ilmiah. Sesuatu itu tidak lain ialah interpretasi
citra. Bahwa interpretasi citra dilakukan secara ilmiah, kiranya tidak perlu diragukan lagi.
Interpretasi citra dilakukan dengan metode dan teknik tertentu, berlandaskan teori tertentu
pula. Mungkin kadang-kadang ada orang yang menyebutnya sebagai dugaan, akan tetapi
berupa dugaan ilmiah (scientificguess)

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  4 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Teknik interprestasi citra antara lain:
1. data acuan
2. kunci interprestasi citra
3. penangan data
4. penangan streoskopik
5. metode pengkajian
6. penerapan konsep multi

Citra menyajikan gambaran lengkap yang mirip wujud dan letak sebenarnya. Kemiripan ujud
ini memudahkan pengenalannya pada citra, sedang kelengkapan gambarannya
memungkinkan penggunaannya oleh beragam pakar untuk beragam keperluan. Meskipun
demikian, masih diperlukan data lain untuk lebih meyakinkan hasil interpretasi dan untuk
menambah data yang diperlukan, tetapi tidak diperoleh dari citra. Data ini disebut data
acuan yang dapat berupa pustaka, pengkuran, analisis laboratorium, peta, kerja lapangan,
foto terrestrial maupun foto udara selain citra yang digunakan. Data acuan dapat berupa
tabel statistik tentang meteorologi atau tentang penggunaan lahan yang dikumpulkan oleh
perorangan maupun oleh instansi pemerintah.

Penggunaan data acuan yang ada akan meningkatkan ketelitian hasil interpretasi yang akan
memperjelas lingkup, tujuan, dan masalah sehubungan dengan proyek tertentu. Meskipun
citra menyajikan gambaran lengkap, pada umumnya masih diperlukan pekerjaan medan
yang dimaksudkan untuk menguji atau meyakinkan kebenaran hasil interpretasi citra bagi
obyek yang perlu diuji. Pekerjaan ini disebut uji medan (field check) yang terutama
digunakan di beberapa tempat yang interpretasinya meragukan. Karena uji medan dapat
dilakukan pada tempat-tempat yang mudah dicapai untuk mewakili perujudan sama yang
terletak di tempat yang jauh dari jalan, untuk obyek yang tidak meragukan interpretasinya
pun sebaiknya dilakukan pula kebenarannya. Karena dapat diambil tempat yang mudah
dicapai, pekerjaan ini pada umumnya tidak menambah waktu, tenaga, dan biaya yang
berarti, akan tetapi keandalan hasil interpretasinya jadi meningkat cukup berarti.

Jumlah pekerjaan medan yang diperlukan di dalam interpretasi citra sangat beraneka dan
bergantung pada (a) kualitas citra yang meliputi skala, resolusi, dan informasi yang harus
diinterpretasi, (b) jenis analisis atau interpretasinya, (c) tingkat ketelitian yang diharapkan,

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  5 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
baik yang menyangkut penarikan garis batas atau delineasi maupun klasifikasinya, (d)
pengalaman penafsir citra dan pengetahuannya tentang sensor, daerah, dan obyek yang
harus diinterpretasi, (e) kondisi medan dan kemudahan mencapai daerah, yang untuk
alasan tertentu ada daerah yang tidak dapat dijangkau untuk uji medan, dan (f) ketersediaan
data acuan Untuk verifikasi hasil interpretasi citra sering harus dilakukan cara sampling
dalam pekerjaan medan. Untuk ini perlu dipertimbangkan sampling mana yang terbaik dan
kemudian merancang strategi sampling yang cocok.

Pada umumnya dipilih sampling multitingkat untuk perkiraan tepat terhadap parameter
lingkungan. Seperti pekerjaan medan yang dimaksudkan untuk maksud ganda, data acuan
pun bermanfaat ganda pula yaitu untuk:
1. membantu proses interpretasi dan analisis, dan
2. verifikasi hasil interpretasi dan analisis.

Imfinfo
Imfinfo adalah sebuah perintah dalam Matlab yang berfungsi untuk menampilkan informasi
secara lengkap mengenai sebuah citra. Imfinfo digunakan untuk memberikan informasi
gambar suatu file grafik. Untuk perintah Imfinfo menggunakan imfinfo(‘gambar.bmp’) maka
akan menghasilkan suatu tampilan seperti pada gambar berikut, yaitu informasi lengkap
mengenai citra, seperti ukuran, format, nama file, dan lain-lain. Kita gunakan untuk
mengetahui detail informasi dari suatu file gambar. Mulai dari Nama File, Format, Size, Color
Type, dan lain. Caranya cukup sederhana dengan memanfaatkan fungsi imfinfo().

Contoh Program

1. Buat Menu Seperti ini:

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  6 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
2. Buat Tampilan GUI Seperti ini.

3. Source Code:
Buka
function Buka_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Buka (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

proyek = guidata(gcbo);

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  7 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
[namafile,direktori] = uigetfile({'*.jpg';'*.bmp';'*.png';'*.tif'},'Buka Gambar');
if isequal(namafile,0)
return;
end
eval(['cd ''' direktori ''';']);
I=imread(namafile);
set(proyek.figure1,'CurrentAxes', proyek.axes1);
set(imshow(I));
info=imfinfo(namafile);
set(proyek.text1,'String',info.FileSize);
set(proyek.text2,'String',info.Format);
set(proyek.text3,'String',info.FileModDate);
set(proyek.axes1, 'Userdata', I);
set(proyek.figure1, 'Userdata',I);

Simpan
function Simpan_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Simpan (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
proyek = guidata(gcbo);
a=uiputfile({'*.jpg'; '*.tif'}, 'Simpan Gambar');
I=get(proyek.axes1, 'Userdata');
imwrite(I,a);

Keluar
function Keluar_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Keluar (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
selection = questdlg(['Keluar ' get(handles.figure1, 'Name')''],...
['Keluar ' get(handles.figure1, 'Name')''],...
'Ya','Tidak','Ya');
if strcmp(selection, 'Tidak')
return;
end;

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  8 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
delete(handles.figure1)
Restore
function Restore_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Restore (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
proyek = guidata(gcbo);
I = get(proyek.axes1, 'Userdata');
K = medfilt2(I);
set(proyek.figure1, 'CurrentAxes', proyek.axes1);
set(imshow(K));
set(proyek.axes1, 'Userdata', K);

Salt
function Salt_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to Salt (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
proyek = guidata(gcbo);
I = get(proyek.axes1, 'Userdata');
J = imnoise(I,'salt & pepper',0.02);
set(proyek.figure1, 'CurrentAxes', proyek.axes1);
set(imshow(J));
set(proyek.axes1, 'Userdata', J);

4. Uji Coba
Buka Cameraman.tif

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  9 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Akan tampil Info dari gambar tersebut, dan gambarnya

Kemudian pilih menu salt. Kemudian Simpan.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  10 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Kemudian Buka kembali dengan File gambar yang sudah disimpan tadi.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  11 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Kemudian Klik menu Restore. Dan akan me-restorasi, gambar yang di-noise-kan.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  12 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Daftar Pustaka

Wijaya, Prijono, “Pengolahan Citra Digital Menggunakan Matlab”, Penerbit Informatika,


Bandung, 2007.
D. Putra, “Pengolahan Citra Digital”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2010

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  13 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

 
MODUL PERKULIAHAN
 

Pengolahan Citra
 

Pertemuan 13
 
Kompresi Citra
 
 
             

  Fakultas  Program Studi  Tatap Muka  Kode MK  Disusun Oleh   

13
  Ilmu Komputer   Informatika  15023  Tim Dosen 
 

 
 
Abstract  Kompetensi 
   
Memahami tentang konsep untuk Mampu memahami konsep untuk
kompresi citra  kompresi citra
 
 
   

 
 

Pengertian
Pengolahan citra adalah salah satu cabang dari ilmu informatika. Pengolahan citra berkutat
pada usaha untuk melakukan transformasi suatu citra/gambar menjadi citra lain dengan
menggunakan teknik tertentu.

A. PENGERTIAN
Kompresi Citra adalah aplikasi kompresi data yang dilakukan terhadap citra digital dengan
tujuan untuk mengurangi redundansi dari untuk mengurangi redundansi dari data-data yang
terdapat dalam citra sehingga dapat disimpan atau ditransmisikan secara efisien.

Kompresi Citra

B. TUJUAN
Kompresi citra bertujuan meminimalkan kebutuhan memori untuk merepresentasikan citra
digital dengan mengurangi duplikasi data di dengan mengurangi duplikasi data di dalam citra
sehingga memori yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit daripada representasi citra semula.

C. MANFAAT
Waktu pengiriman data pada saluran komunikasi data lebih singkat, contoh: pengiriman
gambar dari fax, video conferencing, handphone, download dari internet, pengiriman data
medis, pengiriman internet, pengiriman data medis, pengiriman dari satelit, dsb.

Membutuhkan ruang memori dalam storage lebih sedikit dibandingkan dengan citra yang
tidak dimampatkan. Proses kompresi merupakan proses mereduksi ukuran suatu data untuk
menghasilkan representasi digital yang padat atau memampatkan namun tetap dapat
mewakili kuantitas informasi yang terkandung pada data tersebut. Pada citra, video atau
audio, kompresi mengarah pada minimisasi jumlah bit rate untuk representasi digital.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  2 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Semakin besar ukuran citra, semakin besar memori yang dibutuhkan. Namun kebanyakan
citra mengandung duplikasi data, yaitu: Suatu pixel memiliki intensitas yang sama dengan
dengan pixel tetangganya, sehingga penyimpanan setiap pixel memboroskan tempat. Citra
banyak mengandung bagian (region) yang sama, sehingga bagian yang sama ini tidak perlu
dikodekan berulangkali karena mubazir atau redundan.

D. KRITERIA PEMAMPATAN
• Waktu pemampatan
• Kebutuhan memory
• Kualitas pemampatan (fidelity)
• Format Keluaran

E. JENIS PEMAMPATAN
• Pendekatan Statistik
– Melihat frekuensi kemunculan derajat keabuan pixel
• Pendekatan Ruang
– Melihat hubungan antar pixel yang mempunyai derajat
keabuan yang sama pada wilayah dalam citra
• Pendekatan Kuantisasi
– Mengurangi jumlah derajat keabuan yang tersedia
• Pendekatan Fraktal
– Kemiripan bagian citra dieksploitasi dengan matriks transformasi.

D. TEKNIK KOMPRES CITRA


1. Loseless Compression
o. Teknik kompresi citra dimana tidak ada satupun informasi citra yang dihilangkan.
o. Menghasilkan citra yang sama dengan citra semula
o. Nisbah/ratio pemampatan sangat rendah
o. Biasa digunakan pada citra medis.
o. Metode loseless: Run Length Encoding, Entropy Encoding (Huffman, Aritmatik), dan
Adaptive Dictionary Based (LZW).

2. Lossy Compression
o. Ukuran file citra menjadi lebih kecil dengan menghilangkan beberapa informasi dalam
citra asli.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  3 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

o. Teknik ini mengubah detail dan warna pada file citra menjadi lebih sederhana tanpa
terlihat perbedaan yang mencolok dalam pandangan manusia, sehingga ukurannya menjadi
lebih kecil.
o. Biasanya digunakan pada citra foto atau image lain yang tidak terlalu memerlukan detail
citra, dimana kehilangan bit rate foto tidak berpengaruh pada citra.
o. Menghasilkan citra yang hampir sama dengan citra semula.
o. Ada informasi yang hilang akibat pemampatan tapi masih bisa ditolerir oleh persepsi mata
o. Nisbah/ratio pemampatan tinggio
o. Contoh, JPEG dan Fraktal

3. Metode Pemampatan Huffman


 Urutkan nilai keabuan berdasarkan frekuensi kemunculannya.
 Gabung dua pohon yang frekuensi kemunculannya paling kecil.
 Ulangi 2 langkah diatas sampai tersisa satu pohon biner.
 Beri label 0 untuk pohon sisi kiri dan 1 untuk pohon sisi kanan.
 Telusuri barisan label sisi dari akar ke daun yang menyatakan kode Huffman.
 Contoh, citra 64x64 dengan 8 derajat keabuan (k)
 Kode untuk setiap derajat keabuan
 Ukuran citra sebelum dimampatkan (1 derajat keabuan = 3bit) adalah 4096x3 bit =
12288 bit
 Ukuran citra setelah pemampatan

4. Metode Pemampatan RLE


• Run Length Encoding
Cocok untuk pemampatan citra yang memiliki kelompok pixel berderajat keabuan yang
sama
• Contoh citra 10x10 dengan 8 derajat keabuan

Pasangan derajat keabuan (p) dan jumlah pixel (q)


• Ukuran citra sebelum dimampatkan (1 derajat keabuan = 3 bit) adalah 100 x 3 bit = 300 bit
• Ukuran citra setelah pemampatan (run length =4) adalah (31 x 3) + (31 x 4) bit = 217 bit

5. Metode Pemampatan Kuantisasi


Buat histogram citra yang akan dimampatkan. P jumlah pixel Identifikasi n buah kelompok di
histogram sedemikian sehingga setiap kelompok mempunyai kira-kira P/n pixel Nyatakan

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  4 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

setiap kelompok dengan derajat keabuan 0 sampai n-1. Setiap kelompok dikodekan
kembali dengan nilai derajat keabuan yang baru.
• Contoh, Citra 5 x 13
• Akan dimampatkan dengan 4 derajat keabuan (0 - 3) atau dengan 2 bit
• Setelah dimampatkan
• Ukuran sebelum pemampatan (1 derajat keabuan = 4 bit) adalah 65 x 4 bit = 260 bit
• Ukuran citra setelah pemampatan (1 derajat keabuan = 2 bit) adalah 65 x 2 bit = 130 bit

Teknik Kompresi
1. Kompresi GIF
GIF (Graphic Interchange Format) dibuat oleh Compuserve pada tahun 1987 untuk
menyimpan berbagai file bitmap manjadi file lain yang mudah diubah dan ditransmisikan
pada jaringan komputer. GIF merupakan format citra web yang tertua yang mendukung
kedalaman warna sampai 8 bit (256 warna), menggunakan 4 langkah interlacing,
mendukung transparency, dan mampu menyimpan banyak image dalam 1 file.

Animated GIF: tidak ada standar bagaimana harus ditampilkan sehingga umumnya
image viewer hanya akan menampilkan image pertama dari file GIF. Animated GIF
memiliki informasi berapa kali harus diloop. Tidak semua bagian dalam animated GIF
ditampilkan kembali, hanya bagian yang berubah saja yang ditampilkan kembali.

2. Kompresi PNG
PNG (Portable Network Graphics) digunakan di Internet dan merupakan format terbaru
setelah GIF, bahkan menggantikan GIF untuk Internet image karena GIF terkena patent
LZW (Lempel Ziv Welch) yang dilakukan oleh Unisys.

3. Kompresi JPG
JPEG (Joint Photograpic Experts Group) menggunakan teknik kompresi lossy sehingga
sulit untuk proses pengeditan. JPEG cocok untuk citra pemandangan (natural generated
image), tidak cocok untuk citra yang mengandung banyak garis, ketajaman warna, dan
computer generated image.

4. Kompresi JPEG 2000


JPEG 2000 adalah pengembangan kompresi JPEG. Didesain untuk internet, scanning,
foto digital, remote sensing, medical imegrey, perpustakaan digital dan e-commerce.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  5 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

5. Kompresi TIFF
Dikembangkan oleh Aldus Corporation, tahun 80-an. Dalam perkembangannya didukung
oleh Microsoft. Mendukung adanya pengalokasian untuk informasi tambahan (tag). Tag
terpenting: format signifier (tipe kompresi). Dapat menyimpan berbagai tipe gambar: 1
bit, grayscale, 8 bit, 24 bit RGB, dan lain-lain.

6. Kompresi EXIF
Format gambar untuk kamera digital. Dikembangkan tahun 1995, versi 2.2
dipublikasikan tahun 2002 oleh Japan Electronics and Information Technology Industries
Association (JEITA). EXIF yang dikompres menggunakan sistem JPEG. Memungkinkan
penambahan tag untuk kualitas cetak yang lebih baik.

Penyimpanan informasi kamera dan kondisi pengambilan gambar (flash, exposure, light
source, white balance, type of scene). Dipergunakan printer untuk color-correction
algorithm. Menyertakan spesifikasi untuk format file audio yang menyertai gambar.
Mendukung tag untuk informasi yang dipergunakan untuk konversi ke FlashPix
(dikembangkan Kodak)

7. Kompresi PS dan PDF


Penting untuk typesetting dan kebanyakan printer high-end memiliki. PostScript
interpreter. Berbasis vector. Software: Illustrator, Freehand. Untuk file (text) yang disertai
gambar: PDF (Portable Document Format).

8. Kompresi WMF
Berbasis vektor. Dikembangkan Microsoft. Terdiri dari kumpulan Graphics Device
Interface (GDI) untuk melakukan proses rendering.

9. Kompresi BMP
Format file standard untuk Microsoft Windows. Menggunakan kompresi RLE. Dapat
menyimpan gambar 24 bit.

10. Kompresi Paint dan Pict


PAINT dipergunakan pada program MacPaint. Hanya mengenali gambar 1 bit
monokrom. PICT dipergunakan pada MacDraw (basis vektor) untuk penyimpanan yang
terstruktur.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  6 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

11. Kompresi PPM


X Windows PPM (Portable PixMap), Untuk sistem X Windows, yang mendukung warna
24 bit, dan dapat dimanipulasi dengan editor XV.

Contoh Program

1. Buat Tampilan GUI seperti berikut:

2. Source Code
Menu Buka
function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to pushbutton1 (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
[nama_file1, nama_path1]=uigetfile( ...
{ '*.bmp','File Bitmap(*.bmp)';...

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  7 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

'*.*','Semua File(*.*)'},...
'Buka File Citra Host/Asli');

if ~isequal(nama_file1, 0)
handles.data1=imread(fullfile(nama_path1,nama_file1));
guidata(hObject,handles);
handles.current_data1=handles.data1;
axes(handles.axes1);
imshow(handles.current_data1);
set(handles.text2,'String',nama_file1);
else
return;
end

Menu Kompresi File


function pushbutton2_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to pushbutton2 (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
[nama_file_simpan, path_simpan]=uiputfile(...
{'*.jpg','File citra(*.jpg)';
'*.*','Semua File(*.*)'},...
'Menyimpan File Citra Hasil Kompresi JPEG');
imwrite(handles.data1, fullfile(path_simpan, nama_file_simpan));
citra_kompres=imread(fullfile(path_simpan, nama_file_simpan));
guidata(hObject,handles);
axes(handles.axes2);
imshow(citra_kompres);
set(handles.text4,'String',nama_file_simpan);

Menu Keluar
function pushbutton3_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to pushbutton3 (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  8 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

selection=questdlg(['Keluar ' get(handles.figure1,'Name')''],...


['Keluar ' get(handles.figure1,'Name')''],...
'Ya','Tidak','Ya');
if strcmp(selection,'Tidak')
return;
end
delete(handles.figure1)

3. Hasil Test Aplikasi


PIlih File gambar berupa *.bmp

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  9 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Hasil dari pilih file *.bmp

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  10 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Kemudian klik kompresi citra. Dan disimpan dengan file *.jpg

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  11 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Klik Keluar, jika ingin keluar dari aplikasi

Dilihat perbedaaannya Terlihat bahwa besar file gambar *.bmp lebih besar dari pada
*.jpg.

Daftar Pustaka
D. Putra, “Pengolahan Citra Digital”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2010

R. Gonzalez and R. Woods. Digital Image Processing. Addison Wesley. 2007

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  12 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

 
MODUL PERKULIAHAN
 

Pengolahan Citra
 

Pertemuan 14
 
Metode Huffman
 
 
             

  Fakultas  Program Studi  Tatap Muka  Kode MK  Disusun Oleh   

14
  Ilmu Komputer   Informatika  15023  Tim Dosen 
 

 
 
Abstract  Kompetensi 
   
Memahami tentang metode huffman Memahami dan mengerti metode
huffman
 
 
   
Sejarah

Algoritma Huffman merupakan algoritma yang dikembangkan oleh David A. Huffman yang
digunakan untuk menemukan prefix code yang optimal dan dipublikasikan dalam sebuah
paper “A Method for the Construction of Minimum-Redundancy Codes” pada tahun 1952.

Professor David A. Huffman


(August 9, 1925 - October 7, 1999)

Algoritma Huffman menggunakan prinsip pengkodean yang mirip dengan kode Morse, yaitu
tiap karakter (simbol) dikodekan hanya dengan rangkaian beberapa bit, dimana karakter
yang sering muncul dikodekan dengan rangkaian bit yang pendek dan karakter yang jarang
muncul dikodekan dengan rangkaian bit yang lebih panjang. Berdasarkan tipe peta kode
yang digunakan untuk mengubah pesan awal (isi data yang dimasukkan) menjadi
sekumpulan code-word, algoritma Huffman termasuk ke dalam kelas algoritma yang
menggunakan metode statik, yaitu metode yang selalu menggunakan peta kode yang sama.
Metode ini membutuhkan dua fase (two-phase), yaitu fase pertama untuk menghitung
probabilitas kemunculan tiap simbol dan menentukan peta kodenya, dan fase kedua untuk
mengubah pesan menjadi kumpulan kode yang akan ditransmisikan.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  2 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Contoh Metode Huffman

Sedangkan berdasarkan teknik pengkodean simbol yang digunakan, algoritma Huffman


menggunakan metode symbol-wise, yaitu metode yang menghitung kemunculan dari setiap
simbol dalam satu waktu, dimana simbol yang sering muncul diberi kode lebih pendek
dibandingkan dengan simbol yang jarang muncul.

Pendahuluan

Pohon Biner
Di dalam ilmu komputer, pohon atau Tree adalah suatu struktur data yang terdiri dari
simpulsimpul atau nodes yang terhubung satu sama lain. Jika hubungan antar simpul
digambarkan, akan menyerupai sosok pohon nyata. Tiap simpul di dalam suatu pohon dapat
memiliki atau tidak memiliki anak atau orangtua. Tiap simpul dapat memiliki maksimal satu
orangtua, sedangkan jumlah anak yang dapat dimiliki suatu simpul adalah tidak terbatas.

Simpul, Daun Dan Akar


Pohon adalah "graf tak-berarah terhubung yang tidak mengandung sirkuit", sedangkan
pohon biner adalah "pohon berakar di mana setiap simpul cabangnya mempunyai paling
banyak dua buah anak".

Suatu simpul atau node adalah titik-titik yang saling terhubung di dalam suatu pohon.
Sedangkan daun adalah suatu simpul yang tidak memiliki anak. Dan akar adalah suatu
simpul yang tidak memiliki orangtua. Suatu simpul dikatakan sebagai anak jika ia berada di
bawah simpul yang lain. Suatu simpul dikatakan sebagai orangtua jika simpul tersebut
berada di atas simpul lain. Sedangkan simpul akar adalah suatu simpul yang berada di

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  3 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
puncak pohon, sehingga semua simpul yang lain merupakan anak atau keturunan dari
simpul ini.

Simpul, Daun Dan Akar

Pembentukan Pohon Huffman

Kode Huffman pada dasarnya merupakan kode prefiks (prefix code), yaitu himpunan yang
berisi sekumpulan kode biner, dimana pada kode prefiks ini tidak ada kode biner yang
menjadi awalan bagi kode biner yang lain. Kode prefiks biasanya direpresentasikan sebagai
pohon biner yang diberikan nilai atau label.

Untuk cabang kiri pada pohon biner diberi label 0, sedangkan pada cabang kanan pada
pohon biner diberi label 1. Rangkaian bit yang terbentuk pada setiap lintasan dari akar ke
daun merupakan kode prefiks untuk karakter yang berpadanan. Pohon biner ini biasa
disebut pohon Huffman.

Langkah-langkah pembentukan pohon Huffman adalah sebagai berikut:


1. Baca semua karakter di dalam teks untuk menghitung frekuensi kemunculan setiap
karakter. Setiap karakter penyusun teks dinyatakan sebagai pohon bersimpul tunggal.
Setiap simpul di-assign dengan frekuensi kemunculan karakter tersebut.
2. Terapkan strategi algoritma sebagai berikut, gabungkan dua buah pohon yang
mempunyai frekuensi terkecil pada sebuah akar. Setelah digabungkan, akar tersebut
akan mempunyai frekuensi yang merupakan jumlah dua buah pohon-pohon
penyusunnya.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  4 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
3. Ulangi langkah 2 sampai hanya tersisa satu buah pohon Huffman. Agar pemilihan dua
pohon yang akan digabungkan berlangsung cepat, maka semua pohon yang ada selalu
terurut menaik berdasarkan frekuensi.

Contoh 1. dalam kode ASCII string 7 huruf “ABACCDA” membutuhkan representasi 7 x 8 bit
= 56 bit (7 byte), dengan rincian sebagai berikut:

Proses Encoding
Proses encoding untuk satu karakter dimulai dengan membuat pohon Huffman terlebih
dahulu. Setelah itu, kode untuk satu karakter dibuat dengan menyusun nama string biner
yang dibaca dari akar sampai ke daun pohon Huffman.
Langkah-langkah untuk melakukan encoding pada suatu string biner adalah sebagai berikut:
1. Tentukan karakter yang akan di-encode.
2. Mulai dari akar, baca setiap bit yang ada pada cabang yang bersesuaian sampai
menemukan daun di mana karekter itu berada.
3. Ulangi langkah 2 sampai seluruh karakter di-encode.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  5 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Sebagai contoh kita dapat melihat tabel dibawah ini, yang merupakan hasil encoding untuk
pohon Huffman pada gambar.

Karakter String
A 0
B 110
C 10
D 111

Dengan menggunakan kode Huffman ini, string “ABACCDA” direpresentasikan menjadi


rangkaian bit: 0 110 0 10 10 111 0. Jadi, jumlah bit yang dibutuhkan hanya 13 bit.

Proses Decoding
Decoding merupakan kebalikan dari encoding. Decoding berarti menyusun kembali data
yang tersandi menjadi data aslinya. Langkah-langkah decoding suatu data yang tersandi
menggunakan pohon Huffman adalah sebagai berikut:

Baca sebuah bit dari string biner.


1. Mulai dari akar.
2. Untuk setiap bit pada langkah 1, lakukan penelusuran pada cabang yang
bersesuaian.
3. Ulangi langkah 1, 2, dan 3 sampai bertemu daun. Kodekan rangkaian bit yang telah
dibaca dengan karakter di daun.
4. Ulangi dari langkah 1 sampai semua bit di dalam string habis.

Gambar berikut menunjukan proses decoding string biner “111” yang menghasilkan karakter
“D”

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  6 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Cara yang kedua adalah dengan menggunakan tabel kode Huffman. Sebagai contoh kita
akan menggunakan kode Huffman pada Tabel 1 untuk merepresentasikan string
“ABACCDA”.

Dengan menggunakan Tabel 1 string tersebut akan direpresentasikan menjadi rangkaian bit:
0 110 0 10 10 1110. Jadi, jumlah bit yang dibutuhkan hanya 13 bit. Dari Tabel 1 tampak
bahwa kode untuk sebuah simbol/karakter tidak boleh menjadi awalan dari kode simbol
yang lain guna menghindari keraguan (ambiguitas) dalam proses dekompresi atau
decoding. Karena tiap kode Huffman yang dihasilkan unik, maka proses decoding dapat
dilakukan dengan mudah.

Contoh: saat membaca kode bit pertama dalam rangkaian bit “011001010110”, yaitu bit “0”,
dapat langsung disimpulkan bahwa kode bit “0” merupakan pemetaan dari simbol “A”.
Kemudian baca kode bit selanjutnya, yaitu bit “1”. Tidak ada kode Huffman “1”, lalu baca
kode bit selanjutnya, sehingga menjadi “11”. Tidak ada juga kode Huffman “11”, lalu baca
lagi kode bit berikutnya, sehingga menjadi “110”. Rangkaian kode bit “110” adalah pemetaan
dari simbol “B”.

Latihan

No.1
Kode ASCII string “ABBABABACAACDDD”
1. Hitung jumlah kemunculan setiap karakter.

2. Urutkan nilai-nilai grayscale berdasarkan frekuensi kemunculannya.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  7 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
3. Gabungkan dua buah pohon yang mempunyai frekuensi kemunculan terkecil dan
urutkan kembali.

4. Ulangi langkah (3) sampai membentuk sebuah pohon biner.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  8 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
5. Berikan label pada pohon biner tersebut dengan cara sisi kiri pohon diberi label 0 dan
sisi kanan pohon diberi label 1.

6. Telusuri pohon biner dari akar ke daun. Barisan label-label sisi dari akar ke daun adalah
kode Huffman.
A=1 (1 bit)
B = 01 (2 bit)
C = 001 (3 bit)
D = 000 (3 bit)
Jadi untuk Kode ASCII string “ABBABABACAACDDD” menjadi
10101101101100111001000000000
Rasio sebelum pemampatan = 15 x 8 bit = 120 bit
Rasio setelah pemampatan = (6 x 1 bit) + (4 x 2 bit) + (2 x 3 bit) + (3 x 3 bit) = 29 bit
Jadi persentase rasionya adalah 100% - (29/120 x 100%) = 82,5%

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  9 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
No.2
Citra dalam matrix sebagai berikut:

Kita kelompkkan yang memiliki nilai yang sama:


222 3333 444 555555

Ada sebanyak 16 karakter, berarti memory yang dibutuhkan sebelum dikompresi adalah:
16 x 8 bit = 128 bit
Selanjutnya kita akan mencari Huffman tree, pertama yang kita lakukan adalah memberi
kode nilai

Selanjutnya mencari root dengan cara binary.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  10 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Selanjutnya kita akan mencari bit dari Huffman Tree yang baru kita buat

Dengan tabel di bawah kita bisa lihat bahwa karakter 5 tinggal membutuh 1, 3 membutuhkan
2 bit... 4 membutuhkan 4 bit.

Sekarang kita akan hitung tempat yang dibutuhkan setelah dikompresi.


Ukuran citra = 3*3 + 4*2 + 3*4 + 6*1 = 9 + 8 + 12 + 6 = 35 bit
Berarti citra setelah dikompresi tinggal 35 bit.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  11 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
Bisa dilihat perbandinganya saat sebelum dikompres, dibutuhkan tempat penyimpanan
sebanyak 128 bit, tetapi setelah dikompresi tinggal 35 bit saja.
Sekarang kita akan menghitung hasil kompresi citra.

Hasil Kompresi = ((nilai awal - nilai akhir) / nilai awal) * 100% = ((128-35)/128)*100=72,65 %

Tugas
Buatlah uraian dan kesimpulan (A4-Times New Roman/Arial 12, Margin 3cm(kiri), 2.5cm
(kanan, atas dan bawah)), dikumpulkan minggu depan dengan soal sebagai berikut:
1. Kode ASCII string “AAAIIUAIEEO”
2. Citra dalam matrix sebagai berikut:
2 3 5
2 3 5
5 4 3

Daftar Pustaka
D. Putra, “Pengolahan Citra Digital”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2010

R. Gonzalez and R. Woods. Digital Image Processing. Addison Wesley. 2007

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  12 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

 
MODUL PERKULIAHAN
 

Pengolahan Citra
 

Pertemuan 15
 
Pewarnaan Citra
 
 
             

  Fakultas  Program Studi  Tatap Muka  Kode MK  Disusun Oleh   

15
  Ilmu Komputer   Informatika  15023  Tim Dosen 
 

 
 
Abstract  Kompetensi 
   
Memahami tentang konsep pewarnaan Mampu memahami konsep pewarnaan
citra  citra
 
 
   

 
 

Pewarnaan Citra

Citra (analog), ditinjau dari sudut pandang matematis, mempunyai pengertian fungsi yang
kontinu dari intensitas cahaya pada bidang 2 dimensi. Sedangkan, citra digital adalah citra
yang ditangkap kamera dan telah mengalami proses kuantisasi dalam bentuk diskrit
(digitalisasi). Proses scanning merupakan salah satu proses konversi dari citra analog ke
citra digital.

Pada citra digital, pengolahan dilakukan titik demi titik diskrit atau biasa kita kenal dengan
istilah piksel per piksel. Pada piksel-piksel tersebut kita isikan sebuah warna. Maka dari itu
pengolahan warna pada pengolahan citra digital menjadi sesuatu yang sangat mendasar.
Pengolahan warna sendiri mempunyai tiga komponen dasar, yaitu color model, color
conversion, dan color quantization.

1. Color Model
Color model / pemodelan warna adalah sebuah pemodelan matematika abstrak yang
menggambarkan warna dengan cara merepresentasikannya sebagai tupel dari angka.
Ada beberapa pemodelan warna yang digunakan untuk melakukan digitalisasi citra, yaitu :
a. RGB
Suatu warna tertentu akan didefinisikan sebagai penggabungan 3 warna dasar dengan
intensitas tertentu pada setiap warna dasarnya. Warna dasar dari color model RGB
adalah merah (red), hijau (green) dan biru (blue). Pemodelan warna RGB merupakan
pemodelan terbaik dalam grafika komputer karena mirip dengan visualisasi yang
dilakukan mata.Kelebihan dari pemodelan warna ini adalah citra tampak nyata seperti
aslinya.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  2 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

b. CMYK
Pemodelan warna yang mengacu 4 warna pada tinta percetakan yang biasanya
digunakan. Yaitu warna cyan, magenta, yellow (kuning) dan key (hitam). Warna hitam
disini berfungsi untuk mengatur kontras atau kecerahan suatu warna.

Warna CMY merupakan warna-warna secondary dari warna-warna primary RGB. Cyan
merupakan secondary dari warna hijau dan biru. Magenta merupakansecondary dari
warna merah dan biru. Sedangkan kuning adalah secondary dari warna merah dan
hijau.
Kelebihan pemodelan warna ini adalah kemiripannya dengan tinta yang tersedia untuk
mencetak citra, yaitu cyan, magenta, yellow (kuning) dan key (hitam).

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  3 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

c. YIQ
Pemodelan warna pada sistem televisi berwarna. Y menunjukan komponen luma,
sedangkan I dan Q menunjukan komponen chroma.
Kelebihan pemodelan warna ini adalah mirip dengan warna yang dihasilkan oleh
gelompang. Sehingga sangat cocok untuk sistem televisi.

d. YCbCr
Pemodelan warna yang digunakan oleh sistem fotografi digital. Pemodelan warna
YCbCr bukan pemodelan warna utama, namun merupakan cara pengkodean informasi
RGB. Y menunjukan komponen luma, Cb menunjukan perbedaan biru dan Cr
menunjukan perbedaan merah pada chroma.

e. xvYCC
Pemodelan warna yang digunakan oleh video elektronik. Mekanisme yang digunakan
sama dengan pada YCbCr.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  4 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

f. HSL/HSV
Keduanya adalah pemodelan paling umum dari pemodelan warna RGB. Biasanya
digunakan oleh aplikasi visual pada komputer.

HSL / HSV
Pemodelan warna ini mempunyai beberapa komponen, yaitu:
 Hue: pemodelan pencampuran warna dari merah, kuning, hijau biru.
 Intensity, radiance: intensitas cahaya yang dierima suatu wilayah.
 Luminance (Y): Pencahayaan relatif atau tergantung dari arah pandang/ arah
datangnya cahaya.
 Brightness: kecerahan.
 Lightness: kecerahan relative
 Colorfullness: sensasi visual karena komponen warna yang terbatas.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  5 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Kelebihan pemodelan warna ini adalah sangat mirip dengan RGB sehingga mirip
dengan aslinya. Namun, punya komponen yang lebih kompleks dari RGB. Sehingga
semakin menyerupai aslinya.

2. Color Conversion
Color conversion / transformasi warna adalah transformasi sebuah warna dari satucolor
model ke color model yang lain yang akan menghasilkan citra baru.

Transformasi Warna

3. Color Quantization
Color quantization / kuantitasi warna adalah suatu proses pengurangan jumlah warna yang
berbeda yang digunakan dalam sebuah citra sehingga menghasilkan citra baru.
Teknik yang paling standar adalah dengan cara memperlakukan kuantisasi warna sama
seperti point clustering pada ruang tiga dimensi. Semua algoritma clustering pada tiga
dimensi dapat digunakan untuk kuantisasi warna. Algoritma yang paling popular diciptakan
oleh Paul Heckbert (1980). Algoritma tersebut disebut the median cut algorithm. Median cut
algorithm adalah algoritma untuk mengurutkan data data sejumlah dimensi dalam seri set
dan memotong masing-masing set data pada titik tengahnya.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  6 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Kuantitasi Warna

Contoh Program

1. Buatlah GUI

2. Source Code

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  7 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Push Button1 (Open)


function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to pushbutton1 (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
[name_file1,name_path1] = uigetfile( ...
{'*.bmp;*.jpg;*.tif','Files of type (*.bmp,*.jpg,*.tif)';
'*.bmp','File Bitmap (*.bmp)';...
'*.jpg','File jpeg (*.jpg)';
'*.tif','File Tif (*.tif)';
'*.*','All Files (*.*)'},...
'Open Image');

if ~isequal(name_file1,0)
handles.data1 = imread(fullfile(name_path1,name_file1));
guidata(hObject,handles);
axes(handles.axes1);
imshow(handles.data1);
else
return;
end

Push Button 2 (GrayScale)


function pushbutton2_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to pushbutton2 (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
image1 = handles.data1;
gray = rgb2gray(image1);
axes(handles.axes2);
imshow(gray);
handles.data2 = gray;
guidata(hObject,handles);

Slider 1

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  8 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

function slider1_Callback(hObject, eventdata, handles)


% hObject handle to slider1 (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

% Hints: get(hObject,'Value') returns position of slider


% get(hObject,'Min') and get(hObject,'Max') to determine range of slider
gray = handles.data2;
value = get(handles.slider1,'value');
thresh = imcomplement(im2bw(gray,value/255));
axes(handles.axes2);
imshow(thresh);
handles.data3 = thresh;
guidata(hObject,handles);
set(handles.edit1,'String',value)

Push Button 3 (Save)


function pushbutton3_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to pushbutton3 (see GCBO)
% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
thresh = handles.data3;
[name_file_save,path_save] = uiputfile( ...
{'*.bmp','File Bitmap (*.bmp)';...
'*.jpg','File jpeg (*.jpg)';
'*.tif','File Tif (*.tif)';
'*.*','All Files (*.*)'},...
'Save Image');
if ~isequal(name_file_save,0)
imwrite(thresh,fullfile(path_save,name_file_save));
else
return
end

3. Hasil Program

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  9 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Klik Tombol Open

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  10 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Klik tombol GrayScale

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  11 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Arahkan Slider, maka akan menjadikan nilai di Edit1, berjalan sesuai dengan slide yang kita
arahkan dan gambar disesuaikan dengan nilai yang kita geser.

Kemudian klik tombol save untuk menyimpan.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  12 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

 
 

Daftar Pustaka

RGB Color Space http://en.wikipedia.org/wiki/RGB_color_space


Color Quantization http://en.wikipedia.org/wiki/Color_quantization
CMYK Color Model http://en.wikipedia.org/wiki/CMYK
HSL and HSV http://en.wikipedia.org/wiki/HSV_color_space
xvYCC http://en.wikipedia.org/wiki/XvYCC
YIQ http://en.wikipedia.org/wiki/YIQ
Median Cut http://en.wikipedia.org/wiki/Median_cut
Quantization http://en.wikipedia.org/wiki/Quantization_(image_processing)
YCbCr http://en.wikipedia.org/wiki/YCbCr#Technical_details
Purnomo, Mauridhi Hery dan Arief Muntasa. (2010) Konsep Pengolahan Citra Digital dan
Ekstraksi Fitur. Yogyakarta: Graha Ilmu.

2016 Pengolahan Citra Pusat Bahan Ajar dan eLearning


  13 Tim Dosen http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai