Anda di halaman 1dari 12

NEURALGIA TRIGEMINAL

I. PENDAHULUAN

Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat paroksismal
dan singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus trigeminus, biasanya tanpa
bukti penyakit saraf organik.1. Penyakit ini menyebabkan nyeri wajah yang berat. Penyakit ini
juga dikenal sebagai tic doulourex atau sindrom Fothergill.2

Neuralgia trigeminal pertama dijelaskan oleh dokter Arab bernama Jurjani pada abad ke
delapan. Jurjani juga merupakan orang pertama yang mengajukan teori kompresi vaskular pada
neuralgia trigeminal. Dokter Prancis, Nicoulaus Andre, memberikan penjelasan yang detail
mengenai neuralgia trigeminal pada tahun 1756 dan menciptakan istilah tic doulourex. Dokter
Inggris, John Fothergill juga menjelaskan sindrom ini pada pertengahan tahun 1700an, dan
kelainan ini kadang disebut sebagai penyakit Fothergill . Pengetahuan mengenai neuragia
trigeminal berkembang perlahan selama abad ke dua puluh. Pada tahun 1960an, pengobatan
yang efektif dengan obat dan operasi mulai tersedia.2

Neuralgia trigeminal merupakan kelainan yang jarang pada serabut sensoris dari nervus
trigeminus (nervus kranial ke-5), yang menginervasi wajah dan rahang. Neuralgia pada
penyakit ini disertai dengan nyeri yang berat dan menusuk pada rahang dan wajah, biasanya
pada satu sisi dari rahang atau pipi, yang biasanya terjadi dalam beberapa detik. Nyeri sebelum
pengobatan dirasakan berat, namun demikian neuralgia trigeminal bukan termasuk penyakit
yang membahayakan nyawa. Sebagaimana diketahui, terdapat dua nervus trigeminus, satu
untuk setiap sisi dari wajah, neuralgia trigeminal sering mengenai salah satu sisi dari wajah dan
tergantung pada nervus trigeminus yang mana yang terkena.2

Nyeri neuralgia trigeminal adalah unilateral dan mengikuti distribusi sensoris dari nervus
kranial V, khas mengenai daerah maksila (V.2) atau mandibula (V.3). Pemeriksaan fisis
biasanya dapat mengeliminasi diagnosa alternatif. Tanda dari disfungsi nervus kranialis atau
abnormalitas neurologis yang lain menyingkirkan diagnosis dari neuralgia trigeminal idiopatik
dan mungkin menandakan nyeri sekunder yang dirasakan akibat lesi struktural.3

1
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya
mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor timpani,
omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus.

Gambar 1. Anatomi dari nervus trigeminus

Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan serabut-


serabut sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri. Serabut-serabut
sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan proprioseptif. Kawasannya
ialah wajah dan mukosa lidah dan rongga mulut serta lidah, dan rongga hidung. Impuls
proprioseptif, terutama berasal dari otot-otot yang dipersarafi oleh cabang mandibular sampai
ke ganglion Gasseri.4

Cabang pertama N.V. ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls protopatik dari
bola mata serta rung orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls sekretomotorik dihantarkan ke
glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi menyusun nervus frontalis. Ia masuk melalui

2
ruang orbita melalui foramen supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung
bergabung menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang
menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni
nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis saling mendekat pada fisura orbitalis
superior dan di belakang fisura tersebut bergabung menjadi cabang I N.V. (nervus oftalmikus).
Cabang tersebut menembus duramater dan melanjutkan perjalanan di dalam dinding sinus
kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut dan
berakhir di ganglion Gasseri.4
Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-serabut
somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata bagian bawah,
bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas, ruang nasofarings, sinus
maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Serabut-serabut sensorik masuk ke dalam os.
maksilaris melalui foramen infraorbitalis. Berkas saraf ini dinamakan nervus infraorbialis.
Saraf-saraf dari mukosa cavum nasi dan rahang atas serta geligi atas juga bergabung dalam
saraf ini dan setelahnya disebut nervus maksilaris, cabang II N.V. Ia masuk ke dalam rongga
tengkorak melalui foramen rotundum kemudian menembus duramater untuk berjalan di
dalanm dinding sinus kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. Cabang maksilar nervus V
juga menerima serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fossa crania media dan fossa
pterigopalatinum.4
Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik dan sensorik
serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul dari daerah
lateral pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang dinamakan cabang
mandibular ganglion gasseri. Secara eferen, cabang mandibular keluar dari ruang intracranial
melalui foramen ovale dan tiba di fossa infratemporalis. Di situ nervus meningea media
(sensorik) yang mempersarafi meninges menggabungkan diri pada pangkal cabang madibular.
Di bagian depan fossa infratemporalis, cabang III N.V. bercabang dua . Yang satu terletak lebih
belakang dari yang lain. Cabang belakang merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun
telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah,
dua pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah (
nervus dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan
bagian anterior muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular terdiri dari serabut
aferen yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian bawah dan serabut eferen
yang mempersyarafi otot-otot temporalis, masseter, pterigoideus dan tensor timpani. Serabut-
serabut aferen sel-sel ganglion gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus sensibilis
3
prinsipalis (untuk raba dan tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk rasa nyeri) dan
dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini.4

III. EPIDEMIOLOGI

Tidak ada studi sistematik mengenai prevalensi dari neuralgia trigeminal, namun suatu
kutipan yang diperkirakan diterbitkan pada tahun 1968 mengatakan bahwa prevalensi dari
neuralgia trigeminal mendekati 15,5 per 100.000 orang di United States.2,3 Sumber lain
mengatakan bahwa insiden tahunannya adalah 4-5 per 100.000 orang, dimana menandakan
tingginya prevalensi. Di beberapa tempat, penyakit ini jarang ditemukan. Onsetnya usia diatas
40 tahun pada 90% penderita. Neuralgia trigeminal sedikit lebih umum terjadi pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki.2

Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul setelah umur 50
tahun, jarang setelah umur 70 tahun. Insiden familial sedikit lebih tinggi (2%) dibanding
insiden sporadik. Faktor resiko epidemiologis (umur, ras, kebiasaan merokok dan minum
alkohol) diperkirakan penting dalam hubungannya dengan apakah wajah atas atau wajah bawah
yang terkena.1 Perbandingan frekuensi antara laki-laki dan perempuan adalah 2:3, sedangkan
perkembagan dari neuralgia trigeminal pada usia muda dihubungkan dengan kemungkinan dari
multiple sklerosis. Neuralgia trigeminal yang idiopatik khas terjadi pada dekade kelima
kehidupan, tapi dapat pula terjadi pada semua umur, sedangkan simptomatik atau neuralgia
trigeminal sekunder cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda.3

IV. ETIOPATOGENESIS

Etiologi kondisi idiopatik ini tidaklah diketahui sepenuhnya. Namun, kasus-kasus


simtomatik akibat lesi organic yang dapat diidentifikasi lebih umum ditemui daripada yang
sebelumnya disadari.1

Beberapa kasus mencerminkan gangguan serabut eferen nervus V oleh berbagai struktur
abnormal sehingga disebut sebagai kasus-kasus neuralgia trigeminal simtomatik.4 Pada
beberapa kasus seperti ini, nervus trigeminus tertekan oleh pembuluh darah vertebrobasiler
yang ektasis atau`akibat tumor-tumor seperti neuroma trigeminal atau akustik, meningioma

4
dan epidermoid pada sudut serebellopontin (adams).5 Selain itu, traksi juga dapat diakibatkan
oleh hidrosefalus akibat stenozis aquaductus.1

Beberapa kasus walaupun jarang merupakan manifestasi dari sklerosis multipel yang
menyerang radiks desendens nervus trigeminus dan merupakan penyebab terbanyak kasus
pada penderita muda.1,5 Selain itu, kausa lain yang dipostulatkan adalah inflamasi ganglion
nonspesifik, maloklusi gigi, iskemia serta proses degeneratif sistem saraf.1

V. GAMBARAN KLINIS

Ciri khas neuralgia trigeminal adalah nyeri seperti tertusuk-tusuk singkat dan
paroksismal, yang untuk waktu yang lama biasanya terbatas pada salah satu daerah persarafan
cabang nervus V. Jika terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh salah satu cabang, kondisi
yang ada dapat disebut neuralgia supraorbital, infraorbital atau mandibular tergantung saraf
yang terlibat. Cabang I jauh lebih jarang terserang dan kadang-kadang setelah cabang II sudah
terserang. Jika nyeri berawal pada daerah yang dipersarafi cabang II atau III, biasanya akan
menyebar ke kedua cabang lainnya. Pada beberapa kasus dapat terjadi nyeri bilateral walaupun
sangat jarang terjadi bersamaan pada kedua sisi. Menurut definisi yang ada, pasien akan bebas
dari rasa nyeri di antara dua serangan paroksismal beruruan , walaupun nyeri sisahan kadang
kadang ada. Nyeri biasanya terbatas pada disteribusi kutaseus cabang nV, tidak melintasi linea
mediana dan dapat dipicu oleh lebih dari satu titik pemicu. Nyeri dapat sangat dirasakan pada
kening, pipi, rahang atas atau bawah, atau lidah. Nyeri cenderung menyebar ke daerah
persarafan cabang lain. Penampakan klinis yang khas adalah nyeri dapat dipresipitasi oleh
sentuhan pada wajah , seperti saat cuci muka atau bercukur, berbicara, mengunyah dan
menelan. Nyeri yang timbul biasanya sangat berat sehingga pasien sangat menderita. Nyeri
seringkali menimbulkan spasme reflex otot wajah yang terlibat sehingga disebut ‘tic
douloreaux’, kemerahan pada wajah, lakrimasi dan salivasi.1
Pada neuralgia trigeminal seringkali tidak ditemukan berkurangnya sensibilitas tetapi
dapat ditemukan penumpulan rangsang raba atau hilangnya refleks kornea walaupun jarang.
Serangan yang timbul dapat mengurangi nafsu makan, rekurensi dalam jangka lama dapat
menyebabkan kehilangan berat badan, depresi hingga bunuh diri. Untungnya, serangan biasa
berhenti pada malam hari, walaupun pasien dapat juga terbangun dari tidur akibat serangan.
Remisi dari rasa sakit selamam berminggu-minggu hingga berbulan-bulan merupakan tanda
dari penyakit tahap awal.1

5
VI. DIAGNOSIS

Kesulitan dalam mendiagnosis sangat kecil jika perhatian dipusatkan pada tanda-tanda
kardinal, khususnya serangan paroksismal dengan rasa bebas dari nyeri setelahnya, serta
adanya daerah-daerah pemicu pada wajah yang dapat dideskripsikan oleh pasien.1 Pasien tidak
akan menyentuh daerah tersebut tapi hanya menunjukkan daerah-daerah tersebut dengan
jarinya.5 Diagnosis dapat dipermudah jika ditemukan semua atau kebanyakan dari poin-poin
yang ada pada tabel berikut:

Tabel 1. Ciri khas neuralgia trigeminal 6


A. Nyeri: paroksismal, intensitas tinggi, durasi pendek, sensasi shooting
B. Cabang kedua atau ketiga n. trigeminus
C. Kejadian: unilateral
D. Onset: umur pertengahan; wanita (3:2); kambuh-kambuhan sering pada
musim semi dan gugur
E. Daerah pencetus: 50%; sensitive terhadap sentuhan atau gerakan
F. Kehilangan fungsi sensorik: tidak ada ( kecuali pernah dirawat sebelumnya)
G. Perjalanan penyakit: intermitten; cenderung memburuk; jarang hilang
spontan
H. Insidensi familial: jarang (2%)

Tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia trigeminal. Pemeriksaan radiologis
seperti CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten kedipan dan refleks
rahang dikombinasikan dengan elketromiografi masseter dapat digunakan untuk membedakan
kasus-kasus simtomatik akibat gangguan struktural dari kasus idiopatik.1,2

Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah perangsangan nervus


trigeminus dapat juga digunakan untuk menentukan kasus yang disebabkan oleh ektasis arteri
sehingga dapat ditangani dengan dekompresi operatif badan saraf pada fossa posterior.1

VII. DIAGNOSA BANDING

6
Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul pada wajah
dan kepala.6

Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi adanya


eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia postherpetikum. Neuralgia
postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus
trigeminus cabang pertama.1,5

Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan pelipis
saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi hanya dipicu oleh proses
mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis temporomandibular dan maloklusi gigi.1

Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom yang
disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan pada wanita muda
atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap, sering kali unilateral pada rahang atas
(walaupun dapat menyebar ke bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan
manifestasi ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian
analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan antidepresan dan
obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik mungkin 1

Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri paroksismal berat
pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan berdasarkan periode, ketiadaan faktor
pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal yang lebih lama.1,6

Faktor yang
Diagnosis Karakteristik Penyakit yang
Persebaran Meringankan/ Tata Laksana
Banding Klinis Dihubungkan
Memperburuk
Neuralgia Daerah Laki- laki/ Titik-titik Idiopatik Carbamazepine
Trigeminal persarafan perempuan = rangsang Skeloris Phenytoin
cabang 2 1:3 sentuh, multipel pada Gabapentin
dan 3 Lebih dari 50 mengunyah, dewasa muda Injeksi alkohol
nervus tahun senyum, bicara, Kelainan Koagulasi atau
trigeminus, Paroksismal dan menguap pembuluh dekompresi
unilateral (10-30 detik), darah bedah
nyeri bersifat

7
menusuk-nusuk Tumor nervus
atau sensasi V
terbakar,
persisten selama
berminggu-
minggu atau
lebih
Ada titik-titik
pemicu
Tidak ada
paralisis motorik
maupun
sensorik
Neuragia Unilateral Lebih banyak Tidak ada Status ansietas Anti ansietas
Fasial atau ditemukan pada atau depresi dan anti
Atipik bilateral, wanita usia 30- Histeria depresan
pipi atau 50 tahun Idiopatil
angulus Nyeri hebat
nasolabialis, berkelanjutan
hidung umumnya pada
bagian daerah maksila
dalam
Neuralgia Unilateral Riwayat herpes Sentuhan, Herpes Zoster Carbamazepin,
Postherpetik Biasanya Nyeri seperti pergerakan anti depresan
um pada daerah sensasi terbakar, dan sedatif
persebaran berdenyut-
cabang denyut
oftalmikus Parastesia,
nervus V kehilangan
sensasi sensorik
keringat
Sikatriks pada
kulit

8
Sindrom Unilateral, Nyeri berat Mengunyah, Ompong, Perbaikan
Costen dibelakang berdenyut- tekanan sendi arthritis geligi, operasi
atau di denyut temporomandib rematoid pada beberapa
depan diperberat oleh ular kasus
telinga, proses
pelipis, mengunyah
wajah Nyeri tekan
sendi
temporomandib
ula
Maloklusi atau
ketiadaan molar
Neuralgia Orbito- Nyeri kepala Alkohol pada Tidak ada Ergotamin
Migrenosu frontal, sebelah beberapa kasus sebagai
m pelipis, profilaksis
rahang atas,
angulus
nasolabial

Tabel 1 : Tabel Diagnosis Banding

VIII. PENATALAKSANAAN

A. Medikamentosa
Obat yang paling efektif adalah karbamazepin (tegretol®) 100-200 mg 3-4X sehari
tergantung toleransi. Obat ini, suatu antikonvulsan, efektif pada kebanyakan kasus tetapi
menyebabkan rasa pusing dan mual pada beberapa pasien sedangkan pada pasien lain
timbul ruam pada kulit dan leucopenia sehingga terpaksa dihentikan. Setelah beberapa
minggu atau bulan pemberian, obat dapat dihentikan tetapi harus diberikan lagi jika nyeri
berulang.1
Obat-obatan anti konvulsan selain karbamazepin dapat memperpendek durasi dan
beratnya serangan. Obat-obat seperti ini contohnya phenitoin (300-400 mg/hari), asam
falproat (800-1200 mg/hari), klonazepam (2-6 mg/hari), dan gabapentin (300-900
9
mg/hari). Baclofen dapat digunakan pada pasien yang tidak mentoleransi karbamazepin
atau gabapentin, tetapi sebenarnya paling efektif digunakan sebagai adjuvan terhadap salah
satu antikonvulsan. Capsaisin yang diberikan lokal pada titik pemicu atau diberikan
sebagai tetes mata topikal pada mata (proparakain 0,5%) cukup membantu pada beberapa
pasien.7
Sekitar 80% pasien berespon pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin dengan
dosis yang tepat. Pengobatan harus dilakukan setiap hari dan dosisnya dinaikkan secara
bermakna hingga nyeri yang dirasakan berkurang.8

B. Injeksi
Jika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital, injeksi
alkohol atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan berbulan-bulan
hingga menahun. Setelah itu, injeksi harus diulang jika nyeri rekuren. Sayangnya, injeksi
berikutnya lebih sulit dilakukan akibat sikatriks yang timbul akibat injeksi sebelumnya.
Walaupun begitu, terapi injeksi cukup berguna untuk menghindari operasi selama
beberapa waktu dan pada waktu bersamaan membiasakan pasien dengan efek samping
yang tidak terhindarkan yang dapat ditimbulkan oleh operasi, utamanya hilang rasa.1,6

C. Operatif

Operasi klasik untuk penyakit ini bertujuan membagi ganglion sensorik nervus
trigeminus yang terletak proksimal dari ganglion Gasseri pada fossa crania medialis.
Ganglion motorik tetap tidak mendapat intervensi dan dengan menyisakan serabut saraf
bagian atas, pasien tetap dapat merasa pada daerah yang dipersarafi cabang I. sehingga
serabut saraf sensorik kornea dan reflex kornea tetap normal. Rasa nyeri dan raba akan
hilang selamanya pada daerah yang dipersarafi serabut saraf yang diinsisi. Jika saraf
perifer diinsisi di distal ganglion Gasseri, dapat terjadi regenerasi sehingga nyeri muncul
lagi. Cabang sensorik juga dapat dibagi di dalam fossa kranial posterior di mana serabut
tersebut bergabung dengan pons. Dengan pendekatan yang serupa, tractus medulla
desendens nervus trigeminus dapat dipotong pada medulla. Karena traktus ini hany
mengandung serabut saraf nyeri, sensasi sentuh tetap dipertahankan. Tractotomi jauh lebih
berbahaya dengan hasil tidak pasti disbanding pembelahan cabang sensorik sehingga
biasanya dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu seperti jika nyeri terbatas pada

10
nervus supraorbitalis dan reflex kornea ingin dipertahankan, atau terdapat keterlibatan
bilateral dan cabang motorik ingin dipastikan bertahan.6
Taarnhoj meyakini bahwa neuralgia trigeminal diakibatkan oleh jepitan saraf ketika
melalui sambungan fossa posterior dan medial sehingga dilakukan operasi dekompresi
tanpa pembelahan saraf tetapi rekurensi setelah operasi seperti ini cukup tinggi. Penelitian
selanjutnya memperlihatkan keraguan akan adanya dekompresi dan bahwa hasil yang
diperoleh dari operasi dekompresi diakibatkan oleh jejas pada saraf dan bukan dekompresi
sesuai teori.6
Hasil operasi disimpulkan oleh White dan Sweet. Secara umum, dengan kompetensi
yang cukup, rhizotomi retroGasseri memiliki angka mortalitas < 1%. Insidensi komplikasi
berupa palsi fasial < 5%. Kelegaan dari nyeri cukup memuaskan dan permanen.6

IX. PROGNOSIS

Neuralgia trigeminal bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Namun,


neuralgia trigeminal cenderung memburuk bersama dengan perjalanan penyakit dan banyak
pasien yang sebelumnya diobati dengan tatalaksana medikamentosa harus dioperas pada
akhirnya. Banyak dokter menyarankan operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal
penyakit untuk menghindari jejas demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan
ketidakpastian mengenai penyebab neuralgia trigeminal, serta mekanisme dan faedah dari
pengobatan yang memberikan kelegaan pada banyak pasien.2

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Walton, Sir John. Brain’s Disease of Nervous System. New York: Oxford Universiy Press;
1985.p.110-2
2. Turkingston, Carol A. Trigeminal Neuralgia. In: Stacey L C and Brigham N, editors. The
Gale Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson Gale; 2006.p.875-7.
3. Huff S J. Trigeminal Neuralgia. [Online] 2010 [cited 2011 January 31]:[1 screen].
Available from: URL: http://emedicine.org/trigeminal-neuralgia.htm
4. Marjono, Mahar and Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat;
1988.p.149-59
5. Merrit H H. A Textbook Of Neurology 5th ed. Philadelphia: Lea and Febiger; 1973.p.365-
8
6. Kane CA and Walter W. Craniofacial Neuralgia. In: Baker A B. Clinical Neurology. New
York: Harper and Row; 1965.p.1897-904
7. Ropper AH and Robert H B. Adams And Victor’s Principles Of Neurology 8th ed. New
York: McGraw-Hill; 2006.p.161-3
8. Mumenthaler M, Heinrich M, and Ethan T. Fundamentals Of Neurology An Illustrated
Guide. New York: Thieme; 2006.p.253-4

12

Anda mungkin juga menyukai