EFUSI PLEURA
A. Definisi
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam rongga pleura, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih yang mungkin berupa transudat, eksudat, darah ataupun pus
(Boughman, 2000).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi namun
biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung
sejumlah kecil cairan (5-15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan
permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smelter, 2002).
B. Etiologi
Penyebab efusi pelura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah
(Somantri, 2007):
1. Transudat
Gagal jantung, sirosis hepatis dan asites, hipoproteinemia pada sindrom nefrotik,
obstruksi vena cava superior, pasca bedah abdomen, dialisis peritoneal dan
atelektasis akut.
2. Eksudat
a. Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, dan abses)
b. Neoplasma (kanker paru, metastasis, limfoma, dan leukemia)
c. Emboli/infark paru-paru
d. Penyakit kolagen (SLE dan rheumatoid artritis)
e. Penyakit gastrointestinal (pankreatitis, rupture esophagus, dan abses hepar)
f. Trauma (hemothoraks dan khilothoraks)
C. Manisfestasi klinis
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang
terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat
tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang
beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali. Gejala lainnya yang mungkin
ditemukan (Brunner & Suddarth, 2000):
1. batuk kadang berdarah
2. demam, menggigil
3. pernafasan yang cepat
4. Lemas progresif disertai penurunan BB
5. Asites
6. Dipsnea
D. Patofisiologi
Di dalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan viceralis. Cairan ini dihasilkan oleh
kapiler pleura parietal karena adanya tekanan hisrostatik, tekanan koloid dan daya tarik
elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura visceral,
sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase
cairan disini mencapai 1 liter perharinya (Padila, 2012).
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat
inflamasi, perubahan tekanan osmotik (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena
(gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat
pleura. Transudate misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai
peningkatan hidrostatik dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun.
Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung
dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga
mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya trasudat kadar proteinnya rendah sekali
atau tidak ada sehingga berat jenisnya rendah (Padila, 2012).
E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Syaifuddin (2009), pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosa efusi pleura adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Radiologi
Pada flouroskopi maupun foto thoraks PA cairan yang kurang dari 300cc tidak bisa
terlihat, mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukan kostofrenikus.
Pada efusi pleura subpulmonal, meskipun cairan pleura lebih dari 300cc,
frenicocostalis tampak tumpul dan diafragma kelihatan meninggi. Untuk
memastikannya, perlu dilakukan dengan foto thoraks lateral dari sisi yang sakit
(lateral dekubitus).
b. Biopsi pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura melalui biopsi jalur
perkutaneus. Biopsy ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel- sel ganas atau
kuman- kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura).
c. Pengukuran fungsi paru (spirometri)
Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara resudial ke kapasitas total paru,
dan penyakit pleural pada tuberculosis kronis tahap lanjut.
Kapasitas total paru adalah volume maksimal pengembangan paru- paru dengan usaha
inspirasi yang sebesar- besarnya kira- kira 5800 ml.
d. Pemeriksaan laboratorium
Memeriksa cairan pleura agar dapat menunjang intervensi lanjutan. Analisa cairan
pleura dapat dinilai untuk mendeteksi kemungkinan penyebab dari efusi pleura.
Pemeriksaan cairan pleura hasil thorakosentesis secara makroskopis biasanya dapat
berupa cairan hemoragi, eksudat, dan transudat.
e. Pemeriksaan darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibwah
normal. Laju endap darah mulai meningkat. Jika penyakit mulai sembuh, jumlah
leukosit kembali normal, dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai
turun ke arah normal lagi. Bisa juga didapatkan anemia ringan dengan gambaran
normokron dan normositer, gama globulin meningkat dan kadar natrium darah
menurun.
f. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannnya kuman BA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA positif adalah bila
sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.
F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada efusi pleura ini adalah (Mansjoer, 2001)
1. Thorakosentasis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri, dispnea
dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk
mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka
pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
2. Pemberian anti biotik
Jika ada infeksi.
3. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin, kalk
dan bieomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura
dan mencegah cairan terakumulasi kembali.
4. Tirah baring
Tirah baring ini bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan
aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dyspnea akan semakin
meningkat pula.
5. Biopsi pleura, untuk mengetahui adanya keganasan.
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan karena efusi pleura menurut Mitchell, Abbas et al
(2008) adalah sebagai berikut:
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik
akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis.
Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat
menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada
dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk
memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru
dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan
sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan.
Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan
penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada
sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan
kolaps paru.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret/cairan
dalam alveoli.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan denganpenurunan ekspansi paru.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran kapiler alveoli.
4. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pleura/pergesekan cairan dalam rongga
pleura.
5. Ansietas berhubungan denganketakutan dan ancaman akan status kesehatan.
I. Intervensi Keperawatan (NOC dan NIC)
Smeltzer, C. S. (2000). Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s. Ed
8.Vol.1. Jakarta: EGC.
Somantri, I. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Syaifuddin. 2009. Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2. Jakarta :
Salemba Medika.