A. DEFINISI
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memilik
sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralismelalui foramen
inverterbra.Terdapat 8 pasang saraf servikalis,12 pasang torakalis,5 pasang lumbalis,5
pasang sakralis,dan 1 pasang saraf kogsigis.
Trauma pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis vertebralis dan
lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Trauma Medula
Spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan
secara mendadak sampai yang menyebebkan transeksi lengkap dari medula spinalis
dengan quadriplegia
B. ETIOLOGI
1.Kecelakaan lalu lintas / jalan raya ( Penyebab paling sering ).
2.Kecelakaan dalam olah raga.
3.Luka tembak / tusuk.
4.Jatuh dari pohon / bangunan / tangga.
5.Kejatuhan benda keras.
6.Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medula spinalis seperti spondi liosis
servikal dengan mielepati,yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan
cedera progresif terhadap medula spinalis,mielitis akibat proses inflamasi infeksi
maupun non infeksi,osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada
vertebra,tumor infiltrasi maupun kompresi.
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan.keadaan ini pada umumnnya terjadi
akibat cedera di daerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehinnga
sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat. cedera
tersebut dapat terjadi pada orang yang memikul barang berat diatas kepala, kemudian
terjadi gangguan keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh tulang belakang
sekonyong-konyong dihiperekstensi. gambaran klinik berupa tetraparese parsial.
gangguan pada ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan
daerah perianal tidak terganggu.
Gambaran klinis:
1. Nyeri leher atau punggung
2. Spasme otot local
3. Paralysis atau parese
4. Gangguan sensoris
5. Pada level cervical : tetraplegia atau tetraparesis
6. Pada level thorakal atau lumbal : paraplegi/parese
D. PATOFISIOLOGI
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh dari
ketinggian, cedera olahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida,
Friedreich dari ataxia, dll) dapat menyebabkan kerusakan pada medula spinalis, tetapi
lesi traumatic pada medula spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek
trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medula
spinalis disebut “whiplash”/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsafleksi dan
anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak. Trauma
whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah
misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti
secara mendadak, atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam yang dapat
mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan
vertikal (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medula
spinalis dapat bersifat sementara atau menetap. akibat trauma terhadap tulang
belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medula
spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan
adalah berupa edema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah.
Pada kerusakan medula spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat
terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di
medulla spinalis.
Laserasi medula spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara
langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan/menggeserkan ruas
tulang belakang (fraktur dan dislokasi). lesi transversa medulla spinalis tergantung pada
segmen yang terkena (segmen transversal, hemitransversal, kuadran transversal).
hematomielia adalah perdarahan dlam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan
bertempat disubstansia grisea.trauma ini bersifat “whiplash “ yaitu jatuh dari jarak tinggi
dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasi.
kompresi medula spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh
penyempitan kanalis vertebralis.
Suatu segmen medula spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatic
dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara
duramater dan kolumna vertebralis.gejala yang didapat sama dengan sindroma
kompresi medula spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis.
Akibat hiperekstensi dislokasi, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan
mengalami jejas/reksis. pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal
demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia,
gambaran tersbut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang
reversible. jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit
sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler
terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada
dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistem anastomosis anterial
anterior spinal.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
1) Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau
dislokasi)
2) CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas
3) MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
4) Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru
5) AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
F. KOMPLIKASI
Ø Neurogenik shock
Ø Hipoksia
Ø Gangguan paru-paru
Ø Instabilitas spinal
Ø Orthostatic hypotensi
Ø Ileus paralitik
Ø Kontraktur
Ø Dekubitus
Ø Inkontinensia bladder
Ø Konstipasi
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip penatalaksanaan medik trauma medula spinalis adalah sebagai berikut:
4) Terapi Pengobatan :
Kortikosteroid seperti dexametason untuk mengontrol edema.
Antihipertensi seperti diazolxide untuk mengontrol tekanan darah akibat
autonomic hiperrefleksia akut.
Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk menurunkan aktifitas bladder.
Anti depresan seperti imipramine hyidro chklorida untuk meningkatkan tonus
leher bradder.
Antihistamin untuk menstimulus beta – reseptor dari bladder dan uretra.
Agen antiulcer seperti ranitidine
Pelunak fases seperti docusate sodium.
5) Tindakan operasi, di lakukan dengan indikasi tertentu seperti adanya fraktur dengan
fragmen yang
6) Rehabilisasi di lakukan untuk mencegah komplikasi, mengurangi cacat dan
mempersiapkan pasien untuk hidup di masyarakat.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Trauma medula spinalis dapat terjadi pada semua usia dan jenis kelamin.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan adalah
nyeri,kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas,inkontinensia defekasi dan
urine,deformitas pada daerah trauma.
7. Pola aktivitas
a. Aktifitas dan istirahat
Kelumpuhan otot ( terjadi kelemahan selama syok spinal ) pada bawah lesi.
Kelemahan umum / kelemahan otot ( Trauma dan adanya kompresi saraf ).
b. Makanan / cairan
Mengalami distensi yang berhubungan dengan omentum.
Peristaltik usus hilang ( ileus paralitik ).
c. Eliminasi
Inkonti nensia defekasi berkemih.
Retensi urine
d. Hygien
Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
B. PERUMUSAN DIAGNOSIS
1) Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan kelemahan /paralisis
otot-otot abdomen dan intertiostal dan ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi.
2) Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan fungsi motorik dan
sesorik.
3) Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan penurunan
immobilitas, penurunan sensorik.
4) Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih secara
spontan.
5) Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat gangguan
autonomik.
6) Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan immobilitas lama, cedera psikis dan
alat traksi
C. PERENCANAAN IMPLEMENTASI
Tujuan perencanaan dan implementasi dapat mencakup perbaikan pola pernapasan,
perbaikan mobilitas, pemeliharaan integritas kulit, menghilangkan retensi urine,
perbaikan fungsi usus, peningkatan rasa nyaman, dan tidak terdapatnya komplikasi.
D. INTERVENSI
1) Tujuan : Meningkatkan pernapasan yang adekuat
Kriteria hasil : Batuk efektif, pasien mampu mengeluarkan seket, bunyi napas normal,
jalan napas bersih, respirasi normal, irama dan jumlah pernapasan, pasien, mampu
melakukan reposisi, nilai AGD : PaO2 > 80 mmHg, PaCO2 = 35-45 mmHg, PH = 7,35 –
7,45
Rencana Tindakan
a) Kaji kemampuan batuk dan reproduksi sekret
R/ Hilangnya kemampuan motorik otot intercosta dan abdomen berpengaruh terhadap
kemampuan batuk.
b) Pertahankan jalan nafas (hindari fleksi leher, brsihkan sekret)
R/ Menutup jalan nafas.
c) Monitor warna, jumlah dan konsistensi sekret, lakukan kultur
R/ Hilangnya refleks batuk beresiko menimbulkan pnemonia.
d) Lakukan suction bila perlu
R/ Pengambilan secret dan menghindari aspirasi.
e) Auskultasi bunyi napas
R/ Mendeteksi adanya sekret dalam paru-paru.
f) Lakukan latihan nafas
R/ mengembangkan alveolu dan menurunkan prosuksi sekret.
g) Berikan minum hangat jika tidak kontraindikasi
R/ Mengencerkan secret
h) Berikan oksigen dan monitor analisa gas darah
R/ Meninghkatkan suplai oksigen dan mengetahui kadar oksigen dalam darah.
i) Monitor tanda vital setiap 2 jam dan status neurologi
R/ Mendeteksi adanya infeksi dan status respirasi.
E. EVALUASI
1. Klien dapat meningkatkan pernafasan yang adekuat
2. Klien dapat memperbaiki mobilitas.
3. Klien dapat mempertahankan integritas kulit
4. klien mengalami peningkatan eliminasi urine
5. Klien mengalami perbaikan usus / tidak mengalami konstipasi
6. Klien menyatakan rasa nyaman