Anda di halaman 1dari 7

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1.1 Definisi asfiksia

Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas

spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan oksigen dan makin

meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam

kehidupan lebih lanjut.

2.1.2. Klasifikasi Asfiksia

Berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity,

Respiration) asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:

1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3

2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6

3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9

4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

Gambar :
Sumber

2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko Asfiksia

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan

sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi

berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat

berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui

dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya

adalah :

1. Faktor ibu

• Pre-eklampsi dan eklampsi

• Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

• Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

• Partus lama (rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).

• Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus

mengganggu sirkulasi darah ke plasenta.

• Perdarahan banyak: plasenta previa dan solutio plasenta.

2. Faktor Tali Pusat

• Lilitan tali pusat

• Tali pusat pendek

• Simpul tali pusat

• Prolapsus tali pusat


3. Faktor Bayi

• Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

• Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,

ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)

• Kelainan bawaan (kongenital)

• Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

2.1.4.Patofisiologi Asfiksia pada Pre-eklampsi

Ibu yang mengalami pre-eklampsi cenderung akan melahirkan bayi

yang asfiksia. Sesuai yang diungkapkan oleh Cunningham (2005) disfungsi

endotel akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar hormon

vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin) dan vasodilator

(nitritoksida, prostasiklin). Vasokonstriksi yang meluas menyebabkan

hipertensi. Pada ginjal juga mengalami vasokonstriksi pembuluh darah

sehingga menyebabkan peningkatan plasma protein melalui membran

basalis glomerulus yang akan menyebabkan proteinuria.

Vasokonstriksi pembuluh darah mengakibatkan kurangnya suplai

darah ke plasenta sehingga terjadi hipoksia janin. Akibat lanjut dari hipoksia

janin adalah gangguan pertukaran gas antara oksigen dan karbon dioksida

sehingga terjadi asfiksia neonatorum .

Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit

pertama kemudian disusul dengan pernapasan teratur dan tangisan bayi.

Proses perangsangan pernapasan ini dimulai dari tekanan mekanik dada

pada persalinan, disusul dengan keadaan penurunan tekanan oksigen arterial


dan peningkatan tekanan karbon dioksida arterial, sehingga sinus karotikus

terangsang terjadinya proses bernapas. Bila mengalami hipoksia akibat

suplai oksigen ke plasenta menurun karena efek hipertensi dan proteinuria

sejak intrauterin, maka saat persalinan maupun pasca persalinan berisiko

asfiksia.

Pada awal proses kelahiran setiap bayi akan mengalami hipoksia

relatif dan akan terjadi adaptasi akibat aktivitas bernapas dan menangis.

Apabila proses adaptasi terganggu, maka bayi bisa dikatakan mengalami

asfiksia yang akan berefek pada gangguan sistem organ vital seperti jantung,

paru-paru, ginjal dan otak yang mengakibatkan kematian.

2.1.5.Manifestasi klinis Asfiksia

• Denyut jantung janin lebih dari 1OOx/mnt atau kurang dari lOOx/menit

dan tidak teratur

• Mekonium dalam air ketuban ibu

• Apnoe

• Pucat

• Sianosis

• Penurunan kesadaran terhadap stimulus

• Kejang

2.1.6.Diagnosis Asfiksia

Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya

asfiksia neonatorum.

Anamnesis

• Gangguan/ kesulitan waktu lahir.


• Cara dilahirkan.

• Ada tidaknya bernafas dan menangis segera setelah dilahirkan

Pemeriksaan fisik

• Denyut jantung kurang dari 100x/menit.

• Tonus otot menurun.

• Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa

mekonium pada tubuh bayi.

• BBLR (berat badan lahir rendah)

Pemeriksaan penunjang

• PaO2 < 50 mm H2O

• PaCO2 > 55 mm H2

• pH < 7,30 (Ghai, 2010)

2.1.7.Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara umum pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut

Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berikut:

1. Pengawasan suhu. Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas

yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh, sehingga dapat

mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen

meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu bayi

baru lahir dengan:

a) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.

b) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.

c) Bungkus bayi dengan kain kering.


2) Pembersihan jalan nafas. Saluran nafas bagian atas segera

dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus posisi

lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.

3) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan

Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua

telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan

vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.

Etiologi

Terdapat beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksia, antara

lain hipoksia ibu, faktor placenta (solutio plasenta, pendarahan pada


plasenta previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada

tempatnya), faktor janin (tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher,

kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, berat badan janin

lebih kecil dari standart (IUGR), anomali congenital, persalinan prematur,

serotinus, jenis presentasi, dan lain-lain) serta faktor persalinan (partus

lama, partus tindakan).

Towell mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada

bayi yang terdiri dari :

1. Faktor

Anda mungkin juga menyukai