12
a. Inspeksi : pembesaran abdomen
b. Palpasi :perut terasa keras, ada impaksi feses
c. Perkusi :redup
d. Auskultasi :bising usus tidak terdengar.
e. Inkontinensia usus, ketidak mampuan pasien dalam mengendalikan
BAB.
Pemeriksaan rectum atau anus
a. Adanya Impaksi tinja
b. Adanya hemoroid atau wasir.
c. Nyeri saat mengejan dan defekasi.
d) Pemeriksaan Penunjang
a. X-ray untuk mengetahui seberapa parah gangguan otot rektum saat
BAB.
b. Pindai MRI guna mengetahui kemampuan otot-otot yang berperan
dalam proses BAB.
c. Prosedur kolonoskopi agar bisa memeriksa kondisi usus.
d. Prosedur sigmoidoskopi yang digunakan untuk memeriksa kondisi
rektum dan usus besar.
e. Tes darah untuk memastikan apakah pasien mengalami hipotiroidisme
atau tidak.
f. Tes transit kolon, yaitu pemeriksaan seberapa cepat makanan diolah
dalam tubuh pasien.
g. Manometri anorektal yang akan mengecek kondisi anus.
h. Tes ekspulsi balon guna memeriksa seberapa lama kemampuan pasien
melakukan BAB.
13
e) Analisa Data
Analisa Data :
No Data Etiologi Masalah
1. Data subjektif : Pola BAB tidak Konstipasi
Biasanya pada penderita teratur
konstipasi klien mengeluh
tidak BAB selama seminggu, Eliminasi feses tidak
14ancer
Data objektif :
Biasanya ada pembesaran Konstipasi
abdomen, perut teraba keras,
adanya impaksi feses. Bising
usus tidak terdengar.
Nafsumakan menurun
Data objektif:
Biasanya Klien mengalami
Nutrisi kurang dari
Penurunan berat badan
kebutuhan
Dan porsi makan berkurang
C 3. Data subjektif: konsistensi tinja yang Nyeri Akut
Biasanya klien yang keras
mengalami konstipasi
mengeluh sakit pada bagian sulit keluar
rectum dan abdomen
Akumulasi di kolon
14
Nyeri
Data objektif:
Biasanya adanya
Inkontinensia usus pada
klien,
Data Objektif:
Ketidak-akuratan mengikuti Kurang pengetahuan
pola diet yang sehat
2. Diagnosa keperawatan
a. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
hilangnya nafsu makan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.
d. Kurang pengetahuan behubungan dengan ketidak akuratan diet nutrisi
15
Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk
menjalankannya
Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah
makan
Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi
Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari
4) Rasional
Untuk mengembalikan keteraturan pola defekasi klien
Untuk memfasilitasi refleks defekasi
Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan eliminasi fekal
Untuk melunakkan eliminasi feses
b. Diagnosa II Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan hilangnya nafsu makan
1) Tujuan : menunjukkan status gizi baik
2) Kriteria Hasil :
Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas
normal
Nilai laboratorium dalam batas normal
Melaporkan keadekuatan tingkat energi
3) Intervensi
Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke
dalam jadwal makan.
Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan
pasien dari rumah.
Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.
Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.
Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara
periodik
Kaji turgor kulit pasien
4) Rasional
16
Menjaga pola makan pasien sehingga pasien makan secara
teratur
Pasien merasa nyaman dengan makanan yang dibawa dari
rumah dan dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau
dibutuhkan selama perawatan.
Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien
Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asuapan
makanan.
Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang
dari kebutuhan
c. Diagnosa III Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada
abdomen
1) Tujuan : menunjukkan nyeri telah berkurang
2) Kriteria Hasil
Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif
untuk mencapai kenyamanan
Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil
Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
mencegah nyeri
Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan
non-analgesik secara tepat
3) Intervensi
Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri
dengan melakukan penggalihan melalui televisi atau radio.
Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas
terhadap efek analgesik opiat
Perhatikan kemungkinan interaksi obat – obat dan obat penyakit
pada lansia
4) Rasional
Klien dapat mengalihkan perhatian dari nyeri
17
Hati-hati dalam pemberian anlgesik opiate
Hati-hati dalam pemberian obat-obatan pada lansia
d. Diagnosa IV Kurang pengetahuan beehubungan dengan ketidak akuratan
diet nutrisi
1) Tujuan : Klien dapat mengetahui Diet Nutrisi yang baik.
2) Kriteria Hasil:
Klien dapat memahami proses penyakit/prognosis.
Klien dapat mengidentifikasi hubungan tanda/gejala proses
penyakit.
Klien mampu melakukan perubahan pola hidup.
3) Intervensi
Kaji ulang proses penyakit, pengalaman klien.
Dorong klien/orang terdekat untuk menyatakan rasa
takut/perasaan dan perhatian.
Dorong keluarga secara aktif dalam proses perawatan dan
pengobatan klien.
Berikan informasi tentang pola diet yang sehat dan tinggi serat.
4) Rasional
Untuk memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat
membantu pilihan informasi terapi.
Untuk dapat merupakan membantu klien mengalami perasaan
rehabilitasi vital.
Agar keluarga dapat mengetahui proses perawatan serta
pengobatan klien.
Agar eliminasi usus klien berjalan normal
4. Evaluasi
a. Menyatakan proses defekasi secara teratur yaitu secara 1x sehari.
b. Menyatakan pemahaman tentang kebutuhan nutrisi.
c. Mempertahankan intensitas nyeri pada skala kecil.
18
B. Konsep Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin
1. Pengkajian
a) Identitas klien
inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi
pada lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan,
tetapi tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko
mengalaminya.
b) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang Meliputi gangguan yang berhubungan
dengan gangguan yang dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi
inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia
(stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi
fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu
miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum
terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidak mampuan. Riwayat kesehatan
klien Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit
serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah
pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi
saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.
Riwayat kesehatan keluarga. Tanyakan apakah ada anggota keluarga
lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat
penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
2. Pemeriksaan fisik Keadaan umum
Klien tampak lemas dan cemas dan tanda tanda vital terjadi
peningkatan karena respon dari terjadinya inkontinensia,
Pemeriksaan Sistem :
1) B1 (breathing) Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas,
sianosis karena suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah
kelainan pada perkusi
2) B2(blood) Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung
dan gelisah
3) B3 (brain)Kesadaran biasanya sadar penuh
19
4) B4 (bladder) Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine
biasanya bau menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme
(bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah
apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi
pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih
menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang
kateter sebelumnya. Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra
pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing /
dapat juga di luar waktu kencing.
5) B5 (bowel) Bising usus adakah peningkatan atau penurunan,
Adanya nyeri tekan abdomen, adanya ketidak normalan perkusi,
adanya ketidak normalan palpasi pada ginjal.
6) B6 (bone) Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya
dengan ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes diagnostik pada inkontinensia urin
Tes diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan untuk
mengidentifikasi faktor yang potensial mengakibatkan
inkontinensia, mengidentifikasi kebutuhan klien dan menentukan
tipe inkontinensia.
b. Mengukur sisa urin setelah berkemih, dilakukan dengan cara :
Setelah buang air kecil, pasang kateter, urin yang keluar melalui
kateter diukur atau menggunakan pemeriksaan ultrasonik pelvis,
bila sisa urin > 100 cc berarti pengosongan kandung kemih tidak
adekuat
c. Urinalisis
Dilakukan terhadap spesimen urin yang bersih untuk mendeteksi
adanya faktor yang berperan terhadap terjadinya inkontinensia urin
seperti hematuri, piouri, bakteriuri, glukosuria, dan proteinuria. Tes
diagnostik lanjutan perlu dilanjutkan bila evaluasi awal didiagnosis
belum jelas. Tes lanjutan tersebut adalah :
20
1) Tes laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea
nitrogen, creatinin, kalsium glukosa sitologi.
2) Tes urodinamik --> untuk mengetahui anatomi dan fungsi
saluran kemih bagian bawah
3) Tes tekanan urethra --> mengukur tekanan di dalam urethra
saat istirahat dan saat dianmis.
4) Imaging --> tes terhadap saluran perkemihan bagian atas
dan bawah.
4. Analisa data
Inkontinensia urine
Inkonteninsia stres
DS : Klien tampak lemas dan Perubahan otot urania Inkontinensia Urine
cemas
DO : tanda tanda vital terjadi Gangguan kontrol
peningkatan karena respon dari berkemih
terjadinya inkontinensia
Tekanan dalam kandung
kemih
Inkontinensia urine
DS : adanya seperti rasa terbakar Tekanan pada rongga perut Resiko Kerusakan
di uretra luar sewaktu kencing Integitas kulit
21
dapat juga di luar waktu Kandung kemih bocor
kencing.
DO : pembesaran daerah supra Pembesaran supra pubik
pubik lesi pada meatus uretra
Resiko Kerusakan
Integitas kulit
DS: Gangguan kontrol Ansietas
Biasanya pada penderita berkemih
inkontinensia urine Klien
mengeluhkan kekhawatiran Defesiensi tahanan uretra
karena perubahan dalam
peristiwa hidup. Inkontinensia urin
Klien mengatakan susah tidur.
Status kesehatan berubah
DO:
Biasanya Klien terlihat cemas. Ansietas
Klien juga sering mengalami
insomnia.
22
DS: Inkontinensia urine Gangguan eliminasi
Biasanya pasien mengatakan urine
sering berkemih. Otot detrusor yidak stabil
DO:
Inkontinensia urin Reaksi otot berlebihan
Retensi urin
Kencing berulang kali
5. Diagnosa Keperawatan
a. Inkonteninsia stress berhubungan dengan kelemahan otot pelvis.
b. Inkontinensia Urine : Refleks yang berhubungan dengan tidak adanya
sensasi untuk berkemih dan kehilangan kemampuan untuk menghambat
kontraksi kandung kemih
c. Resiko Kerusakan Integitas kulit yang berhubungan dengan kandung
kemih bocor .
d. Ansietas berhubugan dengan gangguan kontrol berkemih
e. Kehilangan fungsi tubuh berhubungan dengan perubahan Otot detrusor
menjadi tidak stabil
f. Gangguan eliminasi urine
6. Intervensi
a. Diagnosa I Inkonteninsia stres berhubungan dengan kelemahan otot
pelvis
b. Tujuan
Klien akan bisa melaporkan suatu pengurangan / penghilangan
inkonteninsia
Klien dapat menjelaskan penyebab inkonteninsia dan rasional
penatalaksanaan.
c. Intervensi :
23
Kaji kebiasaan pola berkemih dan dan gunakan catatan berkemih
sehari,
Pertahankan catatan harian untuk mengkaji efektifitas program yang
direncanakan.
Obserpasi meatus perkemihan untuk memeriksa kebocoran saat
kandung kemih.
Intruksikan klien batuk dalam posisi litotomi, jika tidak ada
kebocoran, ulangi dengan posisi klien membentuk sudut 45, lanjutkan
dengan klien berdiri jika tidak ada kebocoranyang lebih dulu.
Pantau masukan dan pengeluaran, pastikan klien mendapat masukan
cairan 2000 ml, kecuali harus dibatasi.
Ajarkan klien untuk mengidentifikasi otot dinding pelvis dan
kekuatannya dengan latihan
Kolaborasi dengan dokter dalam mengkaji efek medikasi dan tentukan
kemungkinan perubahan obat, dosis / jadwal pemberian obat untuk
menurunkan frekuensi inkonteninsia.
a. Diagnosa II Inkontinensia Urine : Refleks yang berhubungan dengan
tidak adanya sensasi untuk berkemih dan kehilangan kemampuan untuk
menghambat kontraksi kandung kemih
b. Tujuan
Berkemih dengan urine jernih tanpa ketidaknyamanan, urinalisis
dalam batas normal, kultur urine menunjukkan tidak adanya bakteri.
c. Intervensi :
Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien
inkontinensia, cuci daerah perineal sesegera mungkin.
R: Untuk mencegah kontaminasi uretra.
Jika di pasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari
(merupakan bagian dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur)
dan setelah buang air besar.
R: Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung
kemih dan naik ke saluran perkemihan.
24
Ikuti kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
langsung, pemakaian sarung tangan), bila kontak dengan cairan tubuh
atau darah yang terjadi (memberikan perawatan perianal,
pengososngan kantung drainse urine, penampungan spesimen urine).
Pertahankan teknik asepsis bila melakukan kateterisasi, bila
mengambil contoh urine dari kateter indwelling.
R: Untuk mencegah kontaminasi silang.
Kecuali dikontraindikasikan, ubah posisi pasien setiap 2jam dan
anjurkan masukan sekurang-kurangnya 2400 ml / hari. Bantu
melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
R: Untuk mencegah stasis urine.
a. Diagnosa III Resiko Kerusakan Integitas kulit yang berhubungan
dengan kandung kemih bocor.
b. Tujuan
Tidak adanya rasa terbakar di uretra .
c. Intervensi :
Pantau penampilan kulit periostomal setiap 8jam.
R: Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan.
Ganti wafer stomehesif setiap minggu atau bila bocor terdeteksi.
Yakinkan kulit bersih dan kering sebelum memasang wafer yang
baru. Potong lubang wafer kira-kira setengah inci lebih besar dar
diameter stoma untuk menjamin ketepatan ukuran kantung yang
benar-benar menutupi kulit periostomal. Kosongkan kantung
urostomi bila telah seperempat sampai setengah penuh.
R: Peningkatan berat urine dapat merusak segel periostomal,
memungkinkan kebocoran urine. Pemajanan menetap pada kulit
periostomal terhadap asam urine dapat menyebabkan kerusakan
kulit dan peningkatan resiko infeksi
a. Diagnosa IV Ansietas berhubugan dengan gangguan kontrol berkemih
b. Tujuan
klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
25
Mengidentifikasi, mengungkapakan dan menunjukkan teknik
untuk mengontrol cemas.
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktifitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan.
c. Intervensi
Gunakan pendekatan yang menenangkan.
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.
Pahami prespektif klien terhadap situasi stress.
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
takut.
Dorong keluarga untuk menemani pasien
a. Diagnosa V Kehilangan fungsi tubuh berhubungan dengan perubahan
Otot detrusor menjadi tidak stabil
b. Tujuan
Body image positif
Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
Mendeskripsikan secara factual perubahan fungsi tubuh
Mempertahankan interaksi sosial
c. Intervensi
kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
jelaskan tentang pengobatan dan perawatan penyakit
Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok lain
a. Diagnosa VI Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
b. Tujuan
Kandung kemih kosong secara penuh.
Tidak ada residu urine >100-200 cc.
Intake cairan dalam rentang normal.
Balance cairan seimbang.
c. Intervensi
Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada
inkontinensia(misalnya, output urin, pola berkemih, fungsi
kognitif
26
Pantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik
Memantau intake dan output
Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi atau
perkusi
Bantu dengan toilet secara berkala
Kateterisasi
7. Evaluasi
a. Menyatakan pemahaman faktor urine mengurangi inkontinensia urine
b. Tidak terdapat tanda – tanda dini kerusakan integritas kulit
c. Mendemontrasikan perubahan perilaku dengan respon adaptif konsep
diri
27
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi urine dan alvi
dalam kehidupan sehari-hari. Menjaga kebersihan daerah genetalia dan
rektum agar jauh dan terhindar dari penyakit eliminasi apapun.
28