Anda di halaman 1dari 17

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan Konstipasi


1. Pengkajian
a) Pengkajian
Kaji mengenai identitas pasien antara lain nama, alamat, jenis kelamin,
umur (pada penderita kosntipasi biasanya terjadi pada siapapun). Selain itu
di pengkajian juga di tanyakan bagaimana pola defekasi dan keluhannya
selama defekasi. Secara normal, frekuensi buang air besar pada bayi
sebanyak 4-6 kali/hari, sedangkan pada orang dewasa adalah 2-3 kali/hari
dengan jumlah rata-rata pembuangan per hari adalah 150 g.
b) Riwayat Penyakit
Biasanya pada penyakit konstipasi Kllien akan mengeluh nyeri pada
perut bagian bawah. Klien akan mengatakan bahwa sudah seminggu
belum BAB. Dan biasanya Klien pada penderita penyakit Konstipasi Klien
tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-harinya. Selain itu, Klien
akan merasa mudah lelah untuk melakukan aktivitas sehari-hari,mual
muntah juga dapat terjadi pada penderita konstipasi. Biasanya pada pasien
konstipasi adalah seseorang yang tidak terlalu paham tetang kebutuhan
nutrisi pada tubuh dan kurang mengetahui diet nutrisi pada tubuh.
c) Pemeriksaan Fisik
Review of system
a. B1 (Breath) : RR meningkat
b. B2 (Blood) : denyut jantung meningkat, TD meningkat
c. B3 (Brain) : nyeri pada abdomen bawah
d. B4 (Bladder) : -
e. B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun
f. B6 (Bone) :-
Hasil pemeriksaan fisik umum :
a. biasanya pada penderita kostipasi klien lemah
Pemeriksaan fisik abdomen

12
a. Inspeksi : pembesaran abdomen
b. Palpasi :perut terasa keras, ada impaksi feses
c. Perkusi :redup
d. Auskultasi :bising usus tidak terdengar.
e. Inkontinensia usus, ketidak mampuan pasien dalam mengendalikan
BAB.
Pemeriksaan rectum atau anus
a. Adanya Impaksi tinja
b. Adanya hemoroid atau wasir.
c. Nyeri saat mengejan dan defekasi.
d) Pemeriksaan Penunjang
a. X-ray untuk mengetahui seberapa parah gangguan otot rektum saat
BAB.
b. Pindai MRI guna mengetahui kemampuan otot-otot yang berperan
dalam proses BAB.
c. Prosedur kolonoskopi agar bisa memeriksa kondisi usus.
d. Prosedur sigmoidoskopi yang digunakan untuk memeriksa kondisi
rektum dan usus besar.
e. Tes darah untuk memastikan apakah pasien mengalami hipotiroidisme
atau tidak.
f. Tes transit kolon, yaitu pemeriksaan seberapa cepat makanan diolah
dalam tubuh pasien.
g. Manometri anorektal yang akan mengecek kondisi anus.
h. Tes ekspulsi balon guna memeriksa seberapa lama kemampuan pasien
melakukan BAB.

13
e) Analisa Data
Analisa Data :
No Data Etiologi Masalah
1. Data subjektif : Pola BAB tidak Konstipasi
Biasanya pada penderita teratur
konstipasi klien mengeluh
tidak BAB selama seminggu, Eliminasi feses tidak
14ancer
Data objektif :
Biasanya ada pembesaran Konstipasi
abdomen, perut teraba keras,
adanya impaksi feses. Bising
usus tidak terdengar.

2. Data subjektif: Nutrisi kurang dari


Sulit BAB
Biasanya pada konstipasi kebutuhan
klien mengeluh tidak nafsu
Perut terasa begah
makan.

Nafsumakan menurun
Data objektif:
Biasanya Klien mengalami
Nutrisi kurang dari
Penurunan berat badan
kebutuhan
Dan porsi makan berkurang
C 3. Data subjektif: konsistensi tinja yang Nyeri Akut
Biasanya klien yang keras
mengalami konstipasi
mengeluh sakit pada bagian sulit keluar
rectum dan abdomen
Akumulasi di kolon

14
Nyeri

Data objektif:
Biasanya adanya
Inkontinensia usus pada
klien,

4 Data Subjektif: Kurang pengetahuan


Biasanya klien yang Kurang pengetahuan
mengalami konstipasi sering
mengkonsumsi makanan Ketidakakuratan Diet
yang kurang serat . nutrisi

Data Objektif:
Ketidak-akuratan mengikuti Kurang pengetahuan
pola diet yang sehat

2. Diagnosa keperawatan
a. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
hilangnya nafsu makan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.
d. Kurang pengetahuan behubungan dengan ketidak akuratan diet nutrisi

3. Intervensi dan Rasional


a. Diagnosa I Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
1) Tujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
2) Kriteria hasil
 Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari.
 Konsistensi feses lembut
 Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
3) Intervensi

15
 Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk
menjalankannya
 Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah
makan
 Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi
 Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari
4) Rasional
 Untuk mengembalikan keteraturan pola defekasi klien
 Untuk memfasilitasi refleks defekasi
 Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan eliminasi fekal
 Untuk melunakkan eliminasi feses
b. Diagnosa II Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan hilangnya nafsu makan
1) Tujuan : menunjukkan status gizi baik
2) Kriteria Hasil :
 Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
 Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas
normal
 Nilai laboratorium dalam batas normal
 Melaporkan keadekuatan tingkat energi
3) Intervensi
 Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke
dalam jadwal makan.
 Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan
pasien dari rumah.
 Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.
 Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.
 Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara
periodik
 Kaji turgor kulit pasien
4) Rasional

16
 Menjaga pola makan pasien sehingga pasien makan secara
teratur
 Pasien merasa nyaman dengan makanan yang dibawa dari
rumah dan dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
 Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau
dibutuhkan selama perawatan.
 Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien
 Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asuapan
makanan.
 Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang
dari kebutuhan
c. Diagnosa III Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada
abdomen
1) Tujuan : menunjukkan nyeri telah berkurang
2) Kriteria Hasil
 Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif
untuk mencapai kenyamanan
 Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil
 Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
 Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
mencegah nyeri
 Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan
non-analgesik secara tepat
3) Intervensi
 Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri
dengan melakukan penggalihan melalui televisi atau radio.
 Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas
terhadap efek analgesik opiat
 Perhatikan kemungkinan interaksi obat – obat dan obat penyakit
pada lansia
4) Rasional
 Klien dapat mengalihkan perhatian dari nyeri

17
 Hati-hati dalam pemberian anlgesik opiate
 Hati-hati dalam pemberian obat-obatan pada lansia
d. Diagnosa IV Kurang pengetahuan beehubungan dengan ketidak akuratan
diet nutrisi
1) Tujuan : Klien dapat mengetahui Diet Nutrisi yang baik.
2) Kriteria Hasil:
 Klien dapat memahami proses penyakit/prognosis.
 Klien dapat mengidentifikasi hubungan tanda/gejala proses
penyakit.
 Klien mampu melakukan perubahan pola hidup.
3) Intervensi
 Kaji ulang proses penyakit, pengalaman klien.
 Dorong klien/orang terdekat untuk menyatakan rasa
takut/perasaan dan perhatian.
 Dorong keluarga secara aktif dalam proses perawatan dan
pengobatan klien.
 Berikan informasi tentang pola diet yang sehat dan tinggi serat.
4) Rasional
 Untuk memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat
membantu pilihan informasi terapi.
 Untuk dapat merupakan membantu klien mengalami perasaan
rehabilitasi vital.
 Agar keluarga dapat mengetahui proses perawatan serta
pengobatan klien.
 Agar eliminasi usus klien berjalan normal

4. Evaluasi
a. Menyatakan proses defekasi secara teratur yaitu secara 1x sehari.
b. Menyatakan pemahaman tentang kebutuhan nutrisi.
c. Mempertahankan intensitas nyeri pada skala kecil.

18
B. Konsep Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin
1. Pengkajian
a) Identitas klien
inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi
pada lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan,
tetapi tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko
mengalaminya.
b) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang Meliputi gangguan yang berhubungan
dengan gangguan yang dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi
inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia
(stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi
fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu
miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum
terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidak mampuan. Riwayat kesehatan
klien Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit
serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah
pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi
saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.
Riwayat kesehatan keluarga. Tanyakan apakah ada anggota keluarga
lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat
penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
2. Pemeriksaan fisik Keadaan umum
Klien tampak lemas dan cemas dan tanda tanda vital terjadi
peningkatan karena respon dari terjadinya inkontinensia,
 Pemeriksaan Sistem :
1) B1 (breathing) Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas,
sianosis karena suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah
kelainan pada perkusi
2) B2(blood) Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung
dan gelisah
3) B3 (brain)Kesadaran biasanya sadar penuh

19
4) B4 (bladder) Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine
biasanya bau menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme
(bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah
apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi
pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih
menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang
kateter sebelumnya. Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra
pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing /
dapat juga di luar waktu kencing.
5) B5 (bowel) Bising usus adakah peningkatan atau penurunan,
Adanya nyeri tekan abdomen, adanya ketidak normalan perkusi,
adanya ketidak normalan palpasi pada ginjal.
6) B6 (bone) Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya
dengan ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes diagnostik pada inkontinensia urin
Tes diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan untuk
mengidentifikasi faktor yang potensial mengakibatkan
inkontinensia, mengidentifikasi kebutuhan klien dan menentukan
tipe inkontinensia.
b. Mengukur sisa urin setelah berkemih, dilakukan dengan cara :
Setelah buang air kecil, pasang kateter, urin yang keluar melalui
kateter diukur atau menggunakan pemeriksaan ultrasonik pelvis,
bila sisa urin > 100 cc berarti pengosongan kandung kemih tidak
adekuat
c. Urinalisis
Dilakukan terhadap spesimen urin yang bersih untuk mendeteksi
adanya faktor yang berperan terhadap terjadinya inkontinensia urin
seperti hematuri, piouri, bakteriuri, glukosuria, dan proteinuria. Tes
diagnostik lanjutan perlu dilanjutkan bila evaluasi awal didiagnosis
belum jelas. Tes lanjutan tersebut adalah :

20
1) Tes laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea
nitrogen, creatinin, kalsium glukosa sitologi.
2) Tes urodinamik --> untuk mengetahui anatomi dan fungsi
saluran kemih bagian bawah
3) Tes tekanan urethra --> mengukur tekanan di dalam urethra
saat istirahat dan saat dianmis.
4) Imaging --> tes terhadap saluran perkemihan bagian atas
dan bawah.
4. Analisa data

Data Masalah etiologi


DS: biasanya pasien bingung Gangguan kontrol Inkonteninsia stres
dan gelis berkemih

DO:Peningkatan tekanan darah,


Tekanan dalam kandung
kemih

Inkontinensia urine

Inkonteninsia stres
DS : Klien tampak lemas dan Perubahan otot urania Inkontinensia Urine
cemas
DO : tanda tanda vital terjadi Gangguan kontrol
peningkatan karena respon dari berkemih
terjadinya inkontinensia
Tekanan dalam kandung
kemih

Inkontinensia urine

DS : adanya seperti rasa terbakar Tekanan pada rongga perut Resiko Kerusakan
di uretra luar sewaktu kencing Integitas kulit

21
dapat juga di luar waktu Kandung kemih bocor
kencing.
DO : pembesaran daerah supra Pembesaran supra pubik
pubik lesi pada meatus uretra

Resiko Kerusakan
Integitas kulit
DS: Gangguan kontrol Ansietas
Biasanya pada penderita berkemih
inkontinensia urine Klien
mengeluhkan kekhawatiran Defesiensi tahanan uretra
karena perubahan dalam
peristiwa hidup. Inkontinensia urin
Klien mengatakan susah tidur.
Status kesehatan berubah
DO:
Biasanya Klien terlihat cemas. Ansietas
Klien juga sering mengalami
insomnia.

DS: Otot detrusor tidak stabil Kehilangan fungsi


Biasanya klien mengungkapkan tubuh,
perasaan yang mencerminkan Reaksi otot berlebihan
perubahan pandangan tentang
tubuh individu. Kencing mendadak

DO: Kehilangan fungsi tubuh


Biasanya ada lesi pada bladder,
lesi pada meatus uretra, banyak
kencing dan nyeri saat berkemih

22
DS: Inkontinensia urine Gangguan eliminasi
Biasanya pasien mengatakan urine
sering berkemih. Otot detrusor yidak stabil
DO:
Inkontinensia urin Reaksi otot berlebihan
Retensi urin
Kencing berulang kali

Gangguan eliminasi urine

5. Diagnosa Keperawatan
a. Inkonteninsia stress berhubungan dengan kelemahan otot pelvis.
b. Inkontinensia Urine : Refleks yang berhubungan dengan tidak adanya
sensasi untuk berkemih dan kehilangan kemampuan untuk menghambat
kontraksi kandung kemih
c. Resiko Kerusakan Integitas kulit yang berhubungan dengan kandung
kemih bocor .
d. Ansietas berhubugan dengan gangguan kontrol berkemih
e. Kehilangan fungsi tubuh berhubungan dengan perubahan Otot detrusor
menjadi tidak stabil
f. Gangguan eliminasi urine
6. Intervensi
a. Diagnosa I Inkonteninsia stres berhubungan dengan kelemahan otot
pelvis
b. Tujuan
 Klien akan bisa melaporkan suatu pengurangan / penghilangan
inkonteninsia
 Klien dapat menjelaskan penyebab inkonteninsia dan rasional
penatalaksanaan.
c. Intervensi :

23
 Kaji kebiasaan pola berkemih dan dan gunakan catatan berkemih
sehari,
 Pertahankan catatan harian untuk mengkaji efektifitas program yang
direncanakan.
 Obserpasi meatus perkemihan untuk memeriksa kebocoran saat
kandung kemih.
 Intruksikan klien batuk dalam posisi litotomi, jika tidak ada
kebocoran, ulangi dengan posisi klien membentuk sudut 45, lanjutkan
dengan klien berdiri jika tidak ada kebocoranyang lebih dulu.
 Pantau masukan dan pengeluaran, pastikan klien mendapat masukan
cairan 2000 ml, kecuali harus dibatasi.
 Ajarkan klien untuk mengidentifikasi otot dinding pelvis dan
kekuatannya dengan latihan
 Kolaborasi dengan dokter dalam mengkaji efek medikasi dan tentukan
kemungkinan perubahan obat, dosis / jadwal pemberian obat untuk
menurunkan frekuensi inkonteninsia.
a. Diagnosa II Inkontinensia Urine : Refleks yang berhubungan dengan
tidak adanya sensasi untuk berkemih dan kehilangan kemampuan untuk
menghambat kontraksi kandung kemih
b. Tujuan
 Berkemih dengan urine jernih tanpa ketidaknyamanan, urinalisis
dalam batas normal, kultur urine menunjukkan tidak adanya bakteri.
c. Intervensi :
 Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien
inkontinensia, cuci daerah perineal sesegera mungkin.
R: Untuk mencegah kontaminasi uretra.
 Jika di pasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari
(merupakan bagian dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur)
dan setelah buang air besar.
R: Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung
kemih dan naik ke saluran perkemihan.

24
 Ikuti kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
langsung, pemakaian sarung tangan), bila kontak dengan cairan tubuh
atau darah yang terjadi (memberikan perawatan perianal,
pengososngan kantung drainse urine, penampungan spesimen urine).
Pertahankan teknik asepsis bila melakukan kateterisasi, bila
mengambil contoh urine dari kateter indwelling.
R: Untuk mencegah kontaminasi silang.
 Kecuali dikontraindikasikan, ubah posisi pasien setiap 2jam dan
anjurkan masukan sekurang-kurangnya 2400 ml / hari. Bantu
melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
R: Untuk mencegah stasis urine.
a. Diagnosa III Resiko Kerusakan Integitas kulit yang berhubungan
dengan kandung kemih bocor.
b. Tujuan
 Tidak adanya rasa terbakar di uretra .
c. Intervensi :
 Pantau penampilan kulit periostomal setiap 8jam.
R: Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan.
 Ganti wafer stomehesif setiap minggu atau bila bocor terdeteksi.
Yakinkan kulit bersih dan kering sebelum memasang wafer yang
baru. Potong lubang wafer kira-kira setengah inci lebih besar dar
diameter stoma untuk menjamin ketepatan ukuran kantung yang
benar-benar menutupi kulit periostomal. Kosongkan kantung
urostomi bila telah seperempat sampai setengah penuh.
R: Peningkatan berat urine dapat merusak segel periostomal,
memungkinkan kebocoran urine. Pemajanan menetap pada kulit
periostomal terhadap asam urine dapat menyebabkan kerusakan
kulit dan peningkatan resiko infeksi
a. Diagnosa IV Ansietas berhubugan dengan gangguan kontrol berkemih
b. Tujuan
 klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.

25
 Mengidentifikasi, mengungkapakan dan menunjukkan teknik
untuk mengontrol cemas.
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktifitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan.
c. Intervensi
 Gunakan pendekatan yang menenangkan.
 Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.
 Pahami prespektif klien terhadap situasi stress.
 Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
takut.
 Dorong keluarga untuk menemani pasien
a. Diagnosa V Kehilangan fungsi tubuh berhubungan dengan perubahan
Otot detrusor menjadi tidak stabil
b. Tujuan
 Body image positif
 Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
 Mendeskripsikan secara factual perubahan fungsi tubuh
 Mempertahankan interaksi sosial
c. Intervensi
 kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
 jelaskan tentang pengobatan dan perawatan penyakit
 Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok lain
a. Diagnosa VI Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
b. Tujuan
 Kandung kemih kosong secara penuh.
 Tidak ada residu urine >100-200 cc.
 Intake cairan dalam rentang normal.
 Balance cairan seimbang.
c. Intervensi
 Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada
inkontinensia(misalnya, output urin, pola berkemih, fungsi
kognitif

26
 Pantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik
 Memantau intake dan output
 Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi atau
perkusi
 Bantu dengan toilet secara berkala
 Kateterisasi
7. Evaluasi
a. Menyatakan pemahaman faktor urine mengurangi inkontinensia urine
b. Tidak terdapat tanda – tanda dini kerusakan integritas kulit
c. Mendemontrasikan perubahan perilaku dengan respon adaptif konsep
diri

27
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine


(kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).
Organ yang berperan dalam eliminasi urine adalah: ginjal, kandung kemih dan
uretra. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi urine terjadi proses berkemih.
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih).
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine adalah diet, asupan, respon
keinginan awal untuk berkemih kebiasaan seseorang dan stress psikologi.
Gangguan kebutuhan eliminasi urine adalah retensi urine,inkontinensia urine
dan enuresis. Dan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan, buang air kecil dengan urineal
dan melakukan katerisasi. Sedangkan system tubuh yang berperan dalam
proses eliminasi alvi atau buang air besar adalah system gastrointestinal bawah
yang meliputi usus halus dan usus besar. Dalam pemenuhan kebutuhan
eliminasi alvi terjadi proses defekasi. Defekasi adalah proses pengosongan
usus yang sering disebut buang air besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi
eliminasi alvi antara lain: usia, diet, asupan cairan, aktifitas, gaya hidup dan
penyakit. Gangguan eliminasi alvi adalah konstipasi, diare, kembung dan
hemorrhoid. Tindakan untuk mengatasinya adalah menyiapkan feses untuk
bahan pemeriksaan, membantu pasien buang air besar dengan pispot dan
memberikan gliserin.

B. Saran
Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi urine dan alvi
dalam kehidupan sehari-hari. Menjaga kebersihan daerah genetalia dan
rektum agar jauh dan terhindar dari penyakit eliminasi apapun.

28

Anda mungkin juga menyukai