Anda di halaman 1dari 40

MANAJEMEN PEMELIHARAAN PEDET SAPI PERAH DI BBPTU-HPT

(BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN


PAKAN TERNAK) BATURRADEN, PURWOKERTO, JAWA TENGAH

Usulan Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang

Oleh :
Rizqi Robi Auliya (145050100111081)
Yoka Ghazian Rakha (145050100111094)
Moh Farhan Afendy (145050101111043)
Rizka Purwanti (145050101111160)
Rizqi Tiara Fitri (145050101111263)

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
MANAJEMEN PEMELIHARAAN PEDET SAPI PERAH DI BBPTU-HPT
(BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN
PAKAN TERNAK) BATURRADEN, PURWOKERTO, JAWA TENGAH

Usulan Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang

Oleh :
Rizqi Robi Auliya (145050100111081)
Yoka Ghazian Rakha (145050100111094)
Moh Farhan Afendy (145050101111043)
Rizka Purwanti (145050101111160)
Rizqi Tiara Fitri (145050101111263)

Praktek Kerja Lapang ini merupakan salah satu


syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017

ii
MANAJEMEN PEMELIHARAAN PEDET SAPI PERAH DI BBPTU-HPT
(BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN
PAKAN TERNAK) BATURRADEN, PURWOKERTO, JAWA TENGAH

Usulan Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang

Oleh :
1. Rizqi Robi Auliya (145050100111081)
2. Yoka Ghazian Rakha (145050100111094)
3. Moh Farhan Afendy (145050101111043)
4. Rizka Purwanti (145050101111160)
5. Rizqi Tiara Fitri (145050101111263)
Mengetahui,
Universitas Brawijaya
Fakultas Peternakan
Program Studi Peternakan Menyetujui,
Ketua, Dosen Pembimbing,

(Dr. Agus Susilo, S.Pt., MP) (Artharini Irsyammawati,S.Pt,MP)


NIP. 19730820 199802 1 001 NIP. 19771016 200501 2 002
Tanggal .................................. Tanggal ..................................
Mengetahui,
Universitas Brawijaya
Fakultas Peternakan
Wakil Dekan 1

(Prof. Dr.Ir. Lilik Eka Radiati, MS)


NIP. 19590823 198609 2 001
Tanggal ..................................
KATA PENGANTAR

iii
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan
taufik dan hidayah-Nya sehingga Proposal Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dapat
terselesaikan dengan baik. Penyelenggaraan PKL ini dirancang untuk mengenalkan
mahasiswa pada dunia kerja secara nyata serta mampu menganalisa dan
menyelesaikan masalah lapang dengan teori yang pernah didapatkan dari bangku
perkuliahan serta meningkatkan motivasi mahasiswa agar lebih mengenal dunia
kerjanya mendatang.
Proposal PKL ini dibuat sebagai salah satu syarat menjalankan Praktek
Kerja Lapang dan bisa mempraktekkan ilmu yang didapatkan di lapangan sebagai
acuan bagi pengembangan belajar ke depan dan diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Dengan tujuan pelaksanaan PKL
untuk menambah wawasan serta meningkatkan keterampilan mahasiswa tentang
Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah di BBPTU-HPT (Balai Besar Pembibitan
Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak) Baturraden, Purwokerto, Jawa Tengah.

Malang, 17 Oktober 2017

Kelompok Penyusun

iv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................i

HALAMAN JUDUL..............................................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................iii

KATA PENGANTAR............................................................................................iv

DAFTAR ISI...........................................................................................................v

DAFTAR TABEL.................................................................................................vii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang....................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah...............................................................................2

1.3. Tujuan Kegiatan..................................................................................2

1.4. Kegunaan.............................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5

2.1. Sapi Perah............................................................................................5

2.2. Perkandangan......................................................................................6

2.3. Pemberian Pakan................................................................................9

2.4. Kesehatan Ternak..............................................................................12

2.4.1 Cara Aplikasi Obat……………......……………………………….15

2.5. Pengolahan Limbah..........................................................................17

BAB III METODE KEGIATAN.........................................................................20

3.1. Lokasi dan Waktu Kegiatan.............................................................20

3.2. Khalayak Sasaran.............................................................................20

3.3. Metode Kegiatan...............................................................................20

3.4. Analisa Hasil Kegiatan.....................................................................20

3.5. Batasan Istilah...................................................................................21

v
3.6. Jadwal Kegiatan...............................................................................22

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan PKL di BBPTU-HPT Baturraden,


Purwokerto, Jawa Tengah..................................................................................22

vii
viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Analisis Situasi


Dalam usaha peternakan sapi perah pemeliharaan pedet memerlukan perhatian dan
ketelitian yang tinggi dibanding dengan pemeliharaan sapi dewasa. Hal ini disebabkan karena
kondisi pedet yang masih lemah sehingga bisa menimbulkan angka kematian ( mortalitas )
yang tinggi. Kesalahan dalam pemeliharaan pedet bisa menyebabkan pertumbuhan pedet
terhambat dan tidak maksimal. Penanganan pedet mulai dari lahir sangat diperlukan agar
nantinya bisa mendapatkan sapi yang mempunyai produktivitas tinggi untuk menggantikan
sapi yang sudah tidak berproduksi lagi (Syarief dan Sumoprastowo,1985).

Masa depan suatu peternakan sapi perah tergantung pada program pembesaran pedet
maupun dara sebagai replacement stock untuk dapat meningkatkan produksi susu.
Pemeliharaan pedet yang baru lahir, pemberian pakan dan minum, perkandangan serta
penanganan kesehatan perlu diperhatikan dengan baik, mengingat angka kematian pedet yang
cukup tinggi pada empat bulan pertama setelah pedet lahir. Di daerah tropis, rata – rata
persentase kematian pedet dibawah umur tiga bulan mencapai 20% bahkan bisa mencapai
50% (Reksohadiprojo, 1984).

Efisien pengembangbiakan dan pengembangan usaha ternak perah hanya dapat dicapai
apabila peternak memiliki perhatian terhadap tata laksana pemeliharaan dan manajemen
pengelolaan yang baik. Faktor manajemen inilah yang memegang peranan penting dalam
usaha ternak perah. Sehingga pengetahuan, ketrampilan tentang manajemen ternak perah
khususnya menejemen pemeliharaan pedet bagi mahasiswa Agribisnis Peternakan produksi
ternak perah penting adanya untuk menunjang pengalaman dan pengetahuan praktis
mahasiswa mengenai manajeman pedet, manajemen perkandangan, manajemen pakan, dan
kesehatan pedet. Untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi susu dari usaha
peternakan sapi perah, tidak hanya terletak pada keunggulan induk untuk menghasilkan susu,
akan tetapi juga tergantung pada keberhasilan program pembesaran pedet sebagai
replacement stock (ternak pengganti). Pemeliharaan pedet memerlukan perhatian dan
ketelitian yang tinggi dibanding dengan pemeliharaan sapi dewasa. Hal ini disebabkan karena
kondisi pedet yang masih lemah sehingga bisa menimbulkan angka kematian yang tinggi.
Kesalahan dalam pemeliharaan pedet bisa menyebabkan pertumbuhan pedet terhambat dan

1
tidak maksimal. Dengan adanya PKL mahasiswa dapat terlibat langsung dalam kegiatan suatu
instansi yang sesuai dalam lingkup peternakan.

Berdasarkan paparan diatas kami mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas


Brawijaya melalui himbauan fakultas untuk melaksanakan PKL di BBPTU-HPT Baturraden,
Purwokerto, Jawa Tengah dengan pertimbangan untuk mengaplikasikan ilmu yang telah kami
peroleh yang berkaitan dengan perusahaan yang kami tempati. Instansi yang kami tuju
memiliki banyak keunggulan di perindustrian sapi perah maka kelompok PKL tertarik untuk
melakukan Praktek Kerja Lapang di BBPTU-HPT Baturraden, Purwokerto, Jawa Tengah.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana sistem perkandangan pedet sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden?
2. Bagaimana manajemen pemberian pakan pedet sapi perah pada BBPTU-HPT
Baturraden?
3. Bagaimana manajemen kesehatan pedet sapi perah pada BBPTU-HPT Baturraden?
4. Bagaimana pengelolaan limbah hasil buangan pedet sapi perah pada BBPTU-HPT
Baturraden?

1.3. Tujuan Kegiatan

1. Mendapatkan kemampuan dalam perkandangan pedet sapi perah pada BBPTU-HPT


Baturraden.
2. Mendapatkan kemampuan dalam manajemen pemberian pakan pedet sapi perah pada
BBPTU-HPT Baturraden
3. Mengetahui manajemen kesehatan pedet sapi perah pada BBPTU-HPT Baturraden.
4. Mengetahui pengelolaan limbah hasil buangan pedet sapi perah pada BBPTU-HPT
Baturraden.

1.4. Kegunaan
Kegiatan PKL di BBPTU-HPT Baturraden diharapkan mampu memberikan manfaat
untuk berbagai pihak, diantaranya sebagai berikut:
1. Bagi mahasiswa:
a. Memperoleh wawasan dan pengalaman dengan mengenali kegiatan-kegiatan di
lapangan kerja yang ada pada bidang manajemen pemeliharaan sapi perah khususnya
pada pedet.
b. Dapat menjumpai, merumuskan dan memecahkan permasalahan yang ada dalam
manajemen pemeliharaan sapi pedet pada sapi perah serta mempelajari keterkaitannya
dengan bidang ilmu lain.
2
c. Mengaplikasikan teori yang diterima selama perkuliahan pada kenyataan yang ada di
industri peternakan.
d. Mahasiswa dapat melakukan studi banding antara ilmu pengetahuan dan teknologi yang
telah diterima pada perkuliahan dengan teknologi yang diterapkan pada BBPTU-HPT
Baturraden.
e. Memberikan keterampilan pada mahasiswa sebelum memasuki dunia kerja.

2. Bagi Instansi:
a. Perusahaan ikut serta meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya manusia sehingga
dapat melahirkan calon tenaga kerja yang profesional dan kompeten.
b. Perusahaan memiliki nama baik karena telah membantu mengembangkan bidang
pendidikan dengan mendukung kegiatan PKL.
c. Mendapatkan kontribusi langsung yang bersifat positif berupa bantuan tenaga dan
pemikiran dalam pemecahan masalah yang terjadi pada pemeliharaan sapi pedet pada
sapi perah.

3. Bagi perguruan tinggi:


a. Meningkatkan hubungan antara perguruan tinggi, pemerintah, instansi terkait dan
masyarakat, sehingga dapat meningkatkan mutu pelaksanaan Tri Dharma Perguruan
Tinggi.
b. Meningkatkan kompetensi sarjana dengan pengalaman kerja secara langsung sehingga
tidak asing dengan dunia pekerjaan yang sebenarnya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sapi Perah


Sapi perah merupakan ternak yang mampu menghasilkan produk susu sebagai produk
utamanya. Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorthorn
(dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan
Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster
(dari Australia). Hasil survei menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan
menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein (Aisyah, 2011).
Sapi perah Friesian Holstein merupakan rumpun sapi perah yang paling dominan dalam
menghasilkan susu segar di dalam negeri. Sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan
berupa hijauan dan konsentrat menjadi susu dengan substansi gizi yang lengkap. Sapi
Friesian Holstein merupakan salah satu rumpun sapi perah dengan kemampuan menghasilkan
produksi susu cukup tinggi. Namun pada sisi lain, diperlukan perhatian dalam upaya
peningkatan kualitas susunya, seperti misalnya pada kandungan dan komposisi protein susu
yang dihasilkan, yang relatif masih rendah jika dibandingkan dengan sejumlah rumpun sapi
perah Bos taurus lainnya (Nury dan Anggraeni, 2014).
Secara garis besar karakteristik sapi Friesian Holstein yaitu warna tubuhnya hitam
belang putih dengan pembatas yang jelas terdapat warna putih berbentuk segitiga di dahi
dengan kepala panjang, sebagian kecil saja berwarna putih atau hitam seluruhnya rambut ekor
berwarna putih, pada saat dewasa bobot badannya bisa mencapai ±700 kg, merupakan bangsa
sapi perah berbadan besar dengan produksi susu tinggi dibandingkan bangsa sapi perah
lainnya, produksi susunya mencapai 6.335 liter per laktasi sementara di Indonesia rata-rata
produksinya hanya mencapai 3.660 liter per laktasi dengan kadar lemak 3,7% (Prasetyo,
Sarwiyono dan Surjowardojo, 2013).
Produksi susu per periode laktasi setiap ekor sapi laktasi dipengaruhi banyak faktor
seperti kemampuan genetik, umur berproduksi, paritas, frekuensi pemerahan, lama laktasi dan
status fisiologis ternak. Produksi susu dari suatu peternakan dipengaruhi oleh kapasitas
produksi ternak serta kondisi keseluruhan peternakan. Dengan demikian, produksi susu yang
dihasilkan akan ditentukan oleh struktur ternak, pakan, musim, manajemen dan keseluruhan
lingkungan pemeliharaan. Sejumlah faktor lain juga bisa berkontribusi tetapi sering sulit
diukur pengaruhnya pada produksi susu, contohnya invasi penyakit dan parasit, yang
memerlukan upaya pencegahan dan pengobatan (Anggraeni, 2007)
4
Sapi Pedet

Pedet adalah anak sapi yang baru lahir hinga umur 8 bulan. Pedet yang baru lahir
membutuhkan perawatan khusus, ketelitian, kecermatan dan ketekunan dibandingkan dengan
pemeliharaan sapi dewasa. Pemeliharaan pedet mulai dari lahir hingga disapih merupakan
bagian penting dalam kelangsungan suatu usaha sapi perah (Purwanto dan Muslih, 2006).

Pedet sapi perah memegang peranan penting dalam upaya pengembangan sapi perah.
Saat ini sebagian peternakan sapi perah telah dikelola dalam bentuk usaha peternakan sapi
perah ’komersial’ dan sebagian lagi masih berupa peternakan rakyat yang dikelola dalam
skala kecil, populasi tidak terstruktur dan belum menggunakan sistem breeding yang terarah,
sehingga pedet yang dihasilkan kurang dapat bersaing. Pengembangan pengelolaan pedet
memiliki potensi yang cukup besar dalam rangka mengurangi ketergantungan impor produk
susu maupun impor bibit sapi perah. Untuk itu pemerintah berkewajiban membina dan
menciptakan iklim usaha yang mendukung usaha pembibitan sapi perah sehingga dapat
memproduksi pedet yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan, mutu sesuai standar, dan
bersertifikat (Tasripin dkk, 2014).

Manajemen pemeliharaan merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh


terhadap peningkatan populasi dan produktivitas sapi perah. Tatalaksana pemeliharaan pedet
sejak lahir sampai disapih menjadi sangat penting dalam upaya 1 2 menyediakan bakalan baik
sebagai pengganti induk mapun untuk digemukan sebagai ternak pedaging (Purwanto dan
Muslih, 2006).

Kelangsungan hidup pedet sangatlah penting karena pedet ini merupakan calon
pengganti induk baik untuk bibit maupun untuk produksi susu bagi pedet betina. Lambatnya
pertumbuhan ternak muda pada periode pertumbuhan akan memberikan dampak negatif
terhadap produktivitas. Pertumbuhan pedet selama masa pra sapih perlu diperhatikan dengan
baik karena masa tersebut merupakan periode kritis bagi anak untuk beradaptasi dan
mempertahankan kehidupannya. Lambatnya pertumbuhan ternak muda pada periode
pertumbuhan akan memberikan dampak negatif terhadap produktivitas selanjutnya, sehingga
sulit diharapkan induk atau pejantan yang berkualitas tinggi. (Widiawati dan M.,2014).

Pertumbuhan pedet selama masa pra sapih perlu diperhatikan dengan baik karena
masa tersebut merupakan periode kritis bagi anak untuk beradaptasi dan mempertahankan

5
kehidupannya Anggraeni dkk.,(2008). Bobot lahir memiliki hubungan erat dengan
kemampuan bertahan hidup, kematangan fisiologis, cadangan energi, dan insulasi akan
menjadi lebih baik (Kuswati dan dan Trinil, 2016).

Pedet merupakan anak sapi umur 0 sampai 8 bulan. Perawatan yang perlu dilakukan
pada pedet antara lain : 1. Lendir yang ada pada hidung dibersihkan; 2. Pedet yang baru lahir
dikeringkan atau induknya dibiarkan menjilatinya agar pedet tidak kedinginan; 3.
Memberikan yodium tinctur pada pusar untuk mencegah masuknya bakteri ke dalam tubuh
melalui pusar; 4. Setelah melahirkan pedet akan menyusu induknya, jika hal tersebut tidak
dilakukan pedet harus dibantu untuk menemukan puting induknya (Sugeng, 1996)

Sesudah pedet lahir segera dipisahkan dari induknya dan pemeliharaan pedet perlu
persiapan kandang yang terdiri dari jerami kering atau 6 serbuk gergaji, kandang mudah
dibersihkan, menjaga pedet tetap hangat pada cuaca dingin, dan pedet dapat bergerak bebas.
(Williamson dan Payne, 1993).

Bibit sapi perah yang akan dipelihara menentukan keberhasilan usaha ternak sapi
perah. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit sapi perah menurut Blakely dan
Bade (1994) yaitu:

1. Genetik dan keturunan: bibit sapi harus berasal dari induk yang produktivitasnya tinggi dan
pejantan yang unggul. Hal ini disebabkan sifat unggul kedua tetua akan menurun pada
anaknya

2. Bentuk ambing: ambing yang baik adalah ambing yang besar, pertautan antar otot kuat dan
memanjang sedikit ke depan, serta puting tidak lebih dari empat

3. Eksterior atau penampilan: secara keseluruhan penampilan bibit sapi perah harus
proporsional, badan dan ambing yang berimbang, kapasitas perut yang besar serta garis atas
badan dan punggung yang lurus dan panjang. Sapi juga tidak kurus dan tidak terlalu gemuk,
jarak kaki kanan dengan kaki kiri cukup lebar (baik kaki depan maupun kaki belakang) serta
bulu mengilat. Ambing besar, lunak, dan lentur untuk menunjukkan bahwa kelenjar susunya
aktif. Besar tubuh tidak menjamin atau tidak menentukan kuantitas atau jumlah susu yang
dihasilkan dan ketahanannya terhadap penyakit

6
4. Umur bibit: umur bibit sapi perah betina yang ideal adalah 1,5 tahun dengan bobot badan
sekitar 300 kg, sementara itu umur pejantan 2 tahun dengan bobot badan sekitar 350 kg.
(Siregar, 1992)

5. Pemilihan bibit yang baik berasal dari bibit dengan produktifitas tinggi, silsilah atau genetik
yang baik, dan bentuk luar yang proporsional, tidak kurus, tidak gemuk, kaki berdiri tegak,
jarak antar kaki lebar dan bulu mengkilat. (Sudono et al. 2003)

6. Pengelolaan sapi perah juga memperhatikan penanganan sapi pedet dan dara. Sapi pedet
dipelihara untuk dijadikan bibit atau menggantikan sapi yang sudah tua. (Suhendar Dadan,
2012)

2.2. Perkandangan
Berdasarkan praktek kerja lapang (PKL) yang dilakukan di BBPTU-HPT Baturraden.
Tipe kandang yang ada di BBPTU-HPT Baturraden ada 2, yaitu :kandang fristol dan kandang
konvensinal, kandang konvensional sendiri ada 3 bentuk (loos, individual, petak) sedangkan
untuk pedet sendiri menggunakan kandang individual dan petak. Kandang tersebut diharapkan
dapat melindungi pedet dari linngkungan yang ekstrim, karena pedet dibawah umur 3 bulan
rentan terhadap penyakit. Hal ini sebanding dengan pendapat Pasaribu dkk., (2015) bahwa
kandang merupakan bagian yang penting yang harus ada dalam suatu peternakan terutama
dalam peternakan sapi perah. Selain kandang berfungsi sebagai pelindung dan tempat
beristirahat atau berbaring bagi ternak sapi juga memudahkan dalam pemeliharaan atau
pengelolaannya. Perkandangan merupakan faktor yang penting dalam pemeliharaan ternak
karena kandang sangat berperan dalam usaha peningkatan produksi. Syarat yang penting yang
harus diperhatikan untuk setiap kandang adalah ventilasi yang baik, temperatur ruangan yang
optimum, kelembaban yang cocok, dan kebersihan atau sanitasi yang baik. Pernyataan diatas
diperkuat oleh Simamora, Fuah, Atabany dan Burhanuddin, (2015) yang menyatakan
Kandang sapi perah yang baik adalah kandang yang sesuai dan memenuhi persyaratan
kebutuhan dan kesehatan sapi perah. Persyaratan umum kandang untuk sapi perah yaitu
sirkulasi udara cukup dan mendapat sinar matahari sehingga kandang tidak lembab
(kelembaban ideal 60%-70%), lantai kandang selalu kering, tempat pakan yang lebar dan
tempat air dibuat agar air selalu tersedia sepanjang hari.
Pemilihan lokasi kandang harus memperhatikan beberapa pertimbangan antara lain
ketersediaan sumber air, lokasi dekat dengan sumber pakan, memiliki areal perluasan,
ketersediaan akses transportasi, jarak kandang dengan perumahan minimal 10 m. Kontruksi
7
kandang dibuat sekokoh mungkin sehingga mampu menahan beban dan benturan serta
dorongan dari ternak. Kontruksi kandang dirancang sesuai agroklimat wilayah, tujuan
pemeliharaan dan status fisiologis ternak. Bahan kandang disesuaikan dengan tujuan usaha
dan kemampuan ekonomi minimal tahan digunakan untuk jangka waktu 5-10 tahun. Tingkat
kemiringan lantai tidak boleh lebih dari 5% (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2010).
Kontruksi kandang pedet berbeda dengan kandang sapi dewasa, terutama mengenai
perlengkapan dan ukuran luas kandang. Kandang pedet dapat dibedakan antara kandang
individual dan kelompok.

a. Kandang pedet individual


Kandang pedet di BBPTU-HPT Baturraden untuk umur 0-2 bulan (E2) dan umur 2-
3 bulan (E) menggunakan tipe kandang individu yang berguna untuk menghindari hair ball
(masuknya bulu atau terjilat) di rumen atau kerongkongan, karena hair ball dapat
menghalangi pencernaan dan pengeluaran feses, sehingga intensitas penularan penyakit
sangat minim, selain itu kandang invidu juag mempermudah dalam pengawasan baik
pengawasan pakan ataupun pemberian susu. Hal ini sesuai dengan Aka (2008) Kandang
individu merupakan kandang yang disekat-sekat sehingga cukup untuk satu ekor ternak.
Keunggulan kandang individu yaitu intensitas penularan penyakit sangat rendah karena
jarak antar ternak yang satu dengan yang lainnya cukup jauh.
Sedangkan kelemahan yang dimiliki kandang individu antara lain :
 Membutuhkan lahan yang luas,
 Membutuhkan tenaga kerja banyak, dan
 Pengelolaan memutuhkan waktu yang lama.
Kandang panggung adalah kandang yang kontruksinya dibuat panggung (di bawah
lantai kandang terdapat kolong) yang bermanfaat sebagai penampung kotoran. Kolong
digali dan dibuat lebih rendah dari permukaan tanah sehingga feses dan urin tidak
berceceran. Alas kandang yang digunakan bisa terbuat dari kayu atau bambu. Tinggi
panggung dari tanah dibuat minimal 50 cm dan tinggi kandang dari lantai sampai atap
sekitar 2 meter (Riyanto, 2004). Pernyataan di atas sesuai dengan hasil praktek kerja
lapang di BBPTU-HPT Baturraden, bahwasanya : kandang individu merupakan model
kandang satu ternak satu kandang. Bagian depan ternak merupakan tempat palungan
(tempat pakan dan air minum), sedangkan bagian bawah atau kolong adalah tempat
penampungan kotoran dan unruk alas sendiri terbuat dari semen yg beri jerami. Sufi dkk
(2016) menambahkan bahwa KPBS Pangalengan, pedet berumur 0-1 bulan umumnya
8
diletakkan pada alas kandang dari jerami yang bertujuan untuk menghangatkan badan
pedet.

Kebersihan kandang pedet adalah faktor utama demi kenyamanan dan keamanan
pedet. Berdasarkan praktek kerja lapang di BBPTU-HPT Baturraden diketahui bahwa
proses pergantian jerami dilakukan setiap pagi hari agar tetap terjaga kebersihannya, jerami
juga diganti setiap pedet dipindahkan/dikeluarkan dari kandang. Jerami yang basah
maupun tak layak pakai dikarenakan feses ataupun urine harus diganti untuk kesehatan
pedet agar tidak terkena berbagai penyakit seperti diare. Hal ini didukung oleh pernyataan
dari Anggraeni (2003) bahwa kandang yang kurang baik sanitasinya mudah sekali
terjangkit penyakit diare dan penyakit parasit lainnya. Kandang ternak yang baik harus
memenuhi fungsi sebagai berikut :
 Melindungi ternak dari sengatan sinar matahari langsung, angin dan hujan,
 Menghemat pemakaian tempat untuk pemeliharaan, memudahkan pengumpulan dan
pembersihan kotoran sehingga selalu terjaga kebersihannya,
 Menghemat tenaga dan waktu dengan pengaturan yang luwes dan efisien,
 Menarik dan rapi sehingga menyenangkan sebagai tempat tinggal ternak.
b. Kandang pedet kelompok
Berdasarkan praktek kerja lapang di BBPTU-HPT Baturraden diketahui bahwa proses
persiapan kandang pedet umur 3-4 bulan dilakukan perpindahan kandang di kandang (E1).
Kandang kelompok merupakan kandang yang memiliki luas kandang yang disesuaikan
dengan ukuran tubuh ternak dan jumlah ternak yang dipelihara sehingga kandang tersebut
dapat menampung lebih dari satu ternak dalam satu kandang, akan tetapi intensitas penularan
penyakit dari kandang kelompk lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Aka
(2008) bahwa kandang koloni merupakan kandang yang memiliki luasan kandang yang
disesuaikan dengan ukuran tubuh ternak dan jumlah ternak yang dipelihara. Keunggulan
kandang koloni antara lain :
 Dapat menampung ternak banyak,
 Memudahkan peternak dalam mengelola ternak, dan
 Menghemat penggunaan lahan.
Sedangkan kelemahan yang dimiliki kandang koloni adalah dekatnya jarak antara satu
ternak dengan ternak lainnya menyebabkan intensitas penularan penyakit akan lebih tinggi.

9
Berdasarkan praktrk kerja lapang yang telah dilakukan diketahui bahwa pada kandan
E1 di BBPTU-HPT Baturraden menggunakan kandang sistem petak/kelompok, dimana ternak
dipelihara secara koloni, ternak tidak diikat. Kandang tersebut juga terdapat palungan makan
dan minum yang terbuat dari semen. Hal ini sebanding dengan Murdjito (2011) bahwasanya
sistem kandang model lantai (lemprak) tidak terdapat kolong, tetapi lantai langsung pada
permukaan tanah sehingga ternak beralaskan kotoran dan sisa-sisa hijauan pakan. Kandang
tidak dilengkapi dengan palungan pakan, tetapi keranjang rumput yang diletakkan diatas
tanah. Pernyatan tersebut diperkuat oleh Riyanto (2004) yang menyatakan bahwa kelebihan
dari kandang model lemprak adalah biaya pembuatan kandang lebih murah karena
konstruksinya lebih sederhana dan resiko kecelakaan ternak lebih kecil dibandingkan dengan
kandang panggung. Kelemahan kandang lemprak yaitu tidak terdapat penampungan khusus
untuk feses dan urin sehingga kebersihan kandang kurang. Hal ini menyebabkan lantai
kandang menjadi basah dan lembab yang dapat memicu pertumbuhan penyakit, parasit, dan
jamur sehingga ternak mudah terserang penyakit.
Adapun alas pada kandang yaitu alas semen dankaret karpet. Kandang dengan ternak
yang terlalu padat menyebabkan penumpukan kotoran ternak sehingga kandang menjadi kotor
dan lembab dengan lantai cenderung basah oleh feses dan urin. Kondisi ini yang
menyebabkan menempelnya feses pada sebagian tubuh pedet sehingga pedet menjadi kotor.
Selain itu, kondisi tersebut cocok bagi pertumbuhan E. coli penyebab penyakit. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Ernawati (2000) bahwasanya penggunaan bahan karet pada lantai kandang
sapi perah mampu memperkecil kejadian luka pada kaki. Hal tersebut sangatlah baik
diterapkan pada kandang pedet terutama pada pedet yang berumur dibawah 4 bulan untuk
menghindari luka pada kaki pedet akibat terjatuh dikarenakan lantai kaandang yang licin.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Sufi (2015) yang menyatakan lantai kandang dengan tipe
alas semen memiliki tingkat kejadian prevalensi koksidiosis lebih rendah dibandingkan
dengan alas kandang yang tidak menggunakan semen. Alas kandang yang kurang dibersihkan
dengan baik akan menyebabkan akumulasi tinja sapi pada lantai sehingga dapat meningkatkan
penyebaran infeksi eimeria.
Berdasarkan praktek kerja lapang (PKL) yang telah kami lakukan diketahui
bahwa terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kandang adalah
suhu, cahaya, ventilasi udara, dan kelembaban udara. Apabila kandang mendapat cahaya
matahari, ventilasi udara yang baik maka akan membuat nyaman ternak sehingga ternak dapat
berproduksi dengan baik. Bahan – bahan pembuat kandang seperti dinding, lantai, atap,

10
tempat pakan harus terbuat dari bahan yang mudah didapat, ekonomis, dan tahan lama.
Menurut Sutama (2009) pembuatan kandang harus memenuhi beberapa persyaratan seperti
pembuatan kandang diusahakan menghadap ke timur agar memenuhi persyaratan kesehatan
ternak. Bahan yang digunakan harus kuat, murah dan tersedia dilokasi. Kandang dibuat
panggung dan beratap dengan tempat pakan dan minum. Dinding kandang harus mempunyai
ventilasi (lubang angin) agar sirkulasi udara lebih baik. Ternak sebaiknya dipelihara dalam
kandang untuk memudahkan dalam pengawasan terhadap ternak yang sakit atau sedang dalam
masa kebuntingan, memudahkan dalam pemberian pakan, dan menjaga keamanan ternak.

2.3. Pemberian Pakan


Pakan pedet 0-4 bulan adalah air susu induknya. Namun, pedet dalam peternakan sapi
perah hanya diberi susu induk selama 7 hari pertama sejak lahir. Susu yang dihasilkan selama
7 hari pertama dinamankan kolostrum. Kolostrum banyak mengandung zat kekebalan tubuh,
protein, dan mineral, sehingga sangat dibutuhkan oleh pedet yang baru lahir. Paling lambat
0,5-1 jam setelah pedet lahir, kolostrum harus diberikan. Jika pemberian kolostrum terlambat,
pedet akan mudah terserang penyakit. (Sudono dkk. 2003).
Pedet yang baru lahir tidak mempunyai kekebalan tubuh (antibodi), dan hanya akan
diperoleh dari kolostrum induknya . Dalam kolostrum terdapat "growth factor' dan
"immunomudulatory factors" yang dapat mengatur kekebalan tubuh ternak. Kolostrum
mengandung transferrin dan laktoferrin, suatu protein yang membantu transpor zat besi ke
sel-sel haematopoetik yang mencegah virus dan bakteri untuk mengambil zat besi bagi
pertumbuhan.(Belli, 2009) . Oleh karena itu kolostrum pertama harus sudah diberikan kepada
pedet dalam waktu 1 jam pertama sesudah lahir. Apabila dalam 1 jam pertama pedet belum
mendapat kolostrum maka peternak harus memaksa pedet minum kolostrum dengan cara
dibantu dengan memasukkan jari yang berlumur kolostrum ke dalam mulut pedet dan
menuntunnya kedalam kolostrum yang disediakan di ember. Disebabkan susu induknya harus
diperah, pakan untuk pedet bisa diganti dengan pengganti susu pedet (Calf Milk Replacer /
CMR) yang dibuat pabrik susu atau pabrik pakan. CMR bisa diberikan kepada pedet setelah
berumur 2 minggu.
Calf Starter (CS) merupakan pakan konsentrat dengan fomulasi khusus untuk pedet
mulai umur 1 minggu yang memiliki palatabilitas dan kecernaan tinggi serta bertujuan untuk
melatih pedet makan pakan padat. (CCS) dibuat dari campuran antara calf starter yang
ditambah dengan pakan Complete Calf Starter sumber serat. Pakan CCS yang diberikan
kepada pedet setelah lepas kolostrum selain bertujuan untuk melatih pedet makan padat juga
11
untuk merangsang perkembangan rumennya oleh adanya bahan pakan sumber serat yang
ditambahkan di dalam CCS. Selain itu, CCS dapat dapat menggantikan sebagian kebutuhan
protein susu sehingga dapat meningkatkan kuantitas susu untuk konsumsi manusia karena
proporsi pemberian susu pada pedet berkurang. (Maharani, dkk, 2014)
Sapi memiliki kekebalan yang sangat rendah pada saat pertama kali lahir dikarenakan
sifat plasenta yang impermeabel terhadap protein kolostrum. Kolostrum yang akan diberikan
ke pedet harus melalui proses pasteurisasi yang dimulai dari penimbangan berat jenis. Jika
pada saat penimbangan kolostrum menunjukkan angka 10,55 liter maka kolostrum diberikan
untuk pedet betina,kemudian jika menunjukkan angka 10,45 liter maka diberikan untuk jantan
(Tizard 2000).
Konsumsi ransum yang telah mencapai jumlah 500-700 g/hari (mengindikasikan
bahwa rumen pedet telah berkembang dengan baik. Perkembangan mikroba rumen yang lebih
cepat, memungkinkan mikroba rumen menghasilkan vitamin B kompleks termasuk vitamin
B12.Vitamin B12 hasil sintesis mikroba dapat diserap darah dan mempengaruhi sintesis butir
darah merah (proses pematangan sel-sel darah merah) sehingga dapat memperbaiki status
fisiologis dan nafsu makan pedet ( Jones, 2007).
Kebutuhan nutrien pada anak sapi antara lain bergantung kepada umur, bobot badan
dan pertambahan bobot badan. Tingkat pertambahan bobot badan maksimum, ditentukan oleh
tingkat konsumsi energi untuk produksi ternak (Rakhmanto, 2009).
Fungsi pakan bagi ternak adalah menyediakan energi untuk produksi panas dan
deposit lemak, memelihara sel-sel tubuh, mengatur berbagai fungsi, proses dan aktivitas
dalam tubuh ( Cullison et al. (2003). Bertambahnya konsumsi pakan padat seperti ransum
pemula (calf starter) dan rumput, maka papila rumen akan berkembang yang diikuti dengan
pertumbuhan mikroorganisme rumen (Rakhmanto, 2009).
Mikroorganisme rumen dapat mensintesis asam amino dalam tubuh pedet jumlah
mikroorganisme rumen akan stabil jika pH rumen mendekati netral yang dicapai pada umur
sekitar 8 minggu Swenson dan Reece (2006). Jumlah bahan kering pakan yang dapat
dikonsumsi dalam bentuk cair lebih banyak dibandingkan dengan pakan dalam bentuk padat,
hingga pedet mempunyai bobot hidup 70 kg. Energi dari pakan cair yang berupa susu dapat
lebih efisien tercerna oleh pencernaan monogastrik dibanding dengan pencernaan ruminansia
pada pakan padat (Roy, 2007).
Kaleng antara yang digunakan untuk susu dan air minum pun harus berbeda
dikarenakan kaleng air susu ataupun kaleng air minum masih terdapat banyak bakteri jika

12
tidak dibersihkan.Semakin banyak pemberian air minum maka akan menurunkan nilai CR
(Malik, 2012). Kebutuhan air minum pada pedet berkisar antara 20-30 liter/ekor/hari.
Pemberiannya dapat dilakukan secara add libbitum dengan bak/ember. (Sumporastowo 2005).
Kolostrum banyak mengandung vitamin dan mineral dan bersifat pencahar dan
membantu membersihkan intestinum dari kotoran yang bergumpalan. Juga mengandung
antibodi yang dibutuhkan oleh pedetIni membantu pedet melindungi dirinya terhadap
penyakit. Amat penting bagi pedetuntuk mendapatkan kolostrum didalam 24 jam pertama
setelah lahir karena saluran pencernaannya dapat menyerap antibodi selama periode ini.
(Triyanto,2009)
Penyediaan pakan bagi ternak ruminansia dapat berasal dari sisa hasil pertanian,
perkebunan maupun agroindustri. Pakan yang diberikan pada ternak harus memperhatikan
ketersediaan dan efisiensi biaya, sehingga perlu adanya pemanfaatan limbah sebagai alternatif
pakan ternak yang murah dan mudah dicari pakan. (Gustiani, 2015)
Pemberian calf starter dapat dimulai sejak pedet umur 2 dan 3 minggu (fase
pengenalan). Pemberian calf starter ditujukan untuk membiasakan pedet dapat mengkonsumsi
pakan padat dan dapat mempercepat proses penyapihan hingga usia 4 minggu. Penyapihan
(penghentian pemberian air susu) dapat dilakukan apabila pedet telah mampu mengkonsumsi
konsetrat calf starter 0.5 kg atau 0.7 kg kg/ekor/hari atau pada bobot pedet 60 kg atau sekitar
umur 1 sampai 2 bulan. Tolak ukur kualitas calf starter yang baik adalah dapat memberikan
pertambahan bobot badan 0.5 kg/hari dalam kurun waktu 8 minggu. Kualitas calf starter yang
syaratkan protein kasar 18-20%, TDN 75-80%, Ca:P adalah 2:1, kondisi segar, palatable,
craked. (Imron, 2009)
Pemberian pakan pada pedet umur 0-4 bulan baik, setelah lepas sapih kondisi
tubuhnya kan baik pula.pada masa ini pedet sudah mampu makan konsentrat dan rumput.
Pemberian pakan dan air kepada pedet lepas sapih sebaiknya ad labit um atau tidak terbatas.
Hal ini disebebkan pedet berada dalm kandang koloni, sehingga jika daya pakannya baik akan
tumbuh lebih cepat. Namun, patokan pemberian pakan kepada pedet adalah konsentrat 11,5%
dan hijaun 10% dari bobot hidup. Susunan konsentrat untuk pedet lepas sapih terdiri atas 26%
bungkil kelapa, 24% bungkil kedelai, 25% dedak halu, dan 25% ampas tapioka. (Sudono,
dkk. 2004).
Hal ini juga dijelaskan oleh Widiawati, dkk , (2011) Pedet lepas sapih umur 4 bulan
yang diberi pakan rumput gajah, konsentrat dan leguminosa akan memiliki bobot badan ideal
dan tinggi pundak yang ideal.

13
2.4. Kesehatan Ternak
Umumnya penyakit-penyakit pada anak sapi disebabkan oleh infeksi virus, bakteri
atau karena tata laksana pemberian pakan yang buruk. Biasanya penyakit yang sering
menyerang sapi adalah septicemia yang akut, salesma, dan radang paru-paru (pneumonia).
Menurut Sudono, dkk (2004) yang menyatakan bahwa ada beberapa cara yang penting yang
harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit pada anak sapi sebagai berikut :
1. Memberi pakan yang cukup kepada induk sapi yang bunting agar menghasilkan anak
sapi yang sehat.
2. Anak sapi yang baru lahir harus mendapat susu jolong atau kolostru, paling sedikit
selama 3 hari.
3. Tali pusar anak sapi setelah lahir harus segera diolesi dengan yodium tincture.
4. Anak sapi harus ditempatkan dalam lingkungan kandang yang bersih, kering, dan
bebas dari lingkungan yang lembab.
5. Susu yang diberikan harus sesuai dengan jumlah yang diperlukan dan tidak boleh
lebih dari 10% bobot badan anak sapi.
6. Suhu susu yang diberikan harus tetap dari hari ke hari, yaitu 380 C.
7. Kebersihan ember tempat minum dan pakan anak sapi harus dijaga.
8. Penambahan antibiotik ke dalam susu anak sapi atau pakan konsentratnya dapat
mencegah penyakit.
9. Anak sapi yang sakit harus disingkirkan dari anak-anak sapi yang lain untuk
mencegah kemungkinan terjadi penularan.

Berikut penyakit yang sering dialami pedet beerdasarkan pendapat Makin (2011) antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Septikemia Akut atau Calf Septichemia
a. Gejala :
 Mencret, kotoran sedikit pekat, berbau sangat busuk, dan berwarna putih keabu-
abuan.
 Mencret tersebut menyebabkan kondisi anak sapi lemah karena banyak
mengeluarkan cairan, sehingga matanya kelihatan cekung.
 Septikemia akut merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dan
diikuti infeksi bakteri Escherichia coli di dalam alat pencernaan.
 Biasanya menyebabkan kematian pada anak sapi.
b. Pencegahan dan Pengendalian
 Induk harus beranak dikandang yang bersih, kering, dan bebas dari kelembapan.
 Anak sapi harus segera mendapat susu jolong atau kolostrum setelah lahir.
 Tali pusar sapi harus diolesi dengan yodium tincture setelah lahir agar tidak
menjadi pintu masuk bagi virus dan bakteri ke dalam badan sapi.
 Pemberian antibiotik dalam pakan anak sapi dapat mengurangi terjadinya penyakit.

14
 Anak sapi yang sakit harus segera dipisahkan dari anak sapi yang sehat.
2. Salesma
Umumnya salesma tidak menyebabkan kematian pada anak sapi, tetapi menyebabkan
penurunan vitalitas dan kecepatan tumbuh yang mengakibatkan anak sapi peka terhadap
suatu penyakit menular. Salesma yang biasa menyerang semua umur ternak sapi yang
masih menyusu atau belum disapih.
a. Gejala
 Kotoran normal, tetapi berwarna sedikit pekat.
 Anak sapi terihat lesu, mata suram, dan telinga menggantung.
 Suhu badan tinggi dan pernapasan cepat.
b. Pencegahan dan Pengendalian
 Anak sapi jangan terlalu banyak diberi makan.
 Pemberian susu harus teratur, baik suhu maupun jumlahnya.
 Wadah pakan dan minum anak sapi harus bersih.
 Kandang anak sapi tidak boleh lembap.
 Anak sapi jangan sampai makan rumput atau hijauan yang kasar. Sebaiknya
anak sapi diberi hijauan muda dengan jumlah terbatas (kurang dari 5 kg per
hari)
 Pakan konsentrat untuk anak sapi yang salesma harus dikurangi sampai
setengahnya dan susu yang diberikan ditambah secara bertahap.
 Antibiotik dan obat sulfa dapat mengurangi terjadinya salesma.
3. Radang paru-paru atau Pneumonia
Penyakit radang paru-paru bisa menyebabkan kematian anak sapi umur 3-8 minggu.
Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya salesma dan stress yang menurunkan kondisi
badan anak sapi.Selanjutnya diikuti terjadinya radang paru-paru ini adalah virus atau
bakteri.
a. Gejala
 Anak sapi yang menderita radang paru-paru biasanya betuk-batuk.
 Pernapasan cepat dan suhu badan naik (hingga 390 atau lebih).
 Mata tidak bercahaya, nafsu makan hilang, dan berat badan melemah.
 Bulu-bulu badan kasar dan kering.
 Keluar cairan yang berbau dari lubang hidungnya.
b. Pencegahan dan Pengendalian
 Kandang anak sapi harus kering, hangat, dan tidak lembap, cukup mendapat
sinar matahari, dan sirkulasi udaranya baik.
 Pemberian pakan konsentrat yang teratur dan ditambah antibiotik selama masih
mendapat susu.
 Anak sapi yang sakit harus diisolasi dari anak-anak sapi yang sehat dan
ditempatkan didalam kandang yang kering dan hangat.
 Obat-obat antibiotik dapat dipakai untuk mengobati.

15
Penyakit pneumonia dimungkinkan disebabkan oleh multi faktor, antaralain : virus,
bakteri dan lingkungan. Secara fisiologis, paru-paru sapi memiliki kapasitas pertukaran gas
yang kecil. Kapasitas pertukaran gas yang kecil tersebut menyebabkan jumlah oksigen di
dalam alveoli dan bronchus rendah selama sapi berada di dataran tinggi. Rendahnya jumlah
oksigen tersebut menyebabkan tekanan oksigen didalam paru-paru menjadi rendah, sehingga
akan menurunkan kecepatan proses pembersihan paru-paru. Dengan lambatnya proses
pembersihan paru-paru, maka harus diperhatikan beberapa hal terkait dengan managemen
pemeliharaan ternak.( Rahayu, 2014 )
Diare dapat menimbulkan kerugian besar tidak hanya menyebabkan peningkatan biaya
pemeliharaan dan angka kematian, namun juga mengurangi produktivitas ternak pada masa
akan datang. Diare terjadi akibat peningkatan jumlah bakteri pathogen, terutama coliform di
usus halus, namun terjadi penurunan populasi bakteri lactobacillus dan Bifidobacteria.
( Rahayu, 2014 )
Diare non infeksius biasanya disebabkan oleh perubahan yang mendadak dari program
pemberian pakan. Dapat terjadi ketika pemberian susu buatan (CMR – Calf Milk
Replacement) tidak sesuai takaran, terlalu dingin atau bahkan basi. Diare sering terjadi pada
saat peralihan, ketika pedet yang semula hanya mengkonsumsi susu sebagai satu-satunya
sumber nutrisi, mulai makan serat kasar atau hijauan sebagai suplemen. Sebab mekanik lain
seperti minum yang terlalu cepat dan adanya gumpalan rambut/bulu pada saluran pencernaan
juga menyebabkan diare.
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian tersebut salah satulangkah pertama yang
dilakukan adalah identifikasi penyakit. Gangguan kesehatan sapi dapat disebabkan oleh agen
penyakit infeksius dan non infeksius, seperti bakteri, virus, jamur serta karena manajemen
pemeliharaan yang kurang tepat (difisiensi nutrisi).( Susanti, 2013 )
Gejala yang nampak dari sapi penderita adalah mata merah, sering mengeluarkan air
mata dan sering dihinggapi lalat. Berdasarkan ciri-ciri tersebut sapi diduga menderita pink
eye. Pink eye adalah penyakit mata akut yang menular pada sapi, domba dan kambing. Pink
eye atau infectious bovine keratoconjunctivitis dapat menyerang semua umur sapi akan tetapi
lebih sering menyerang pedet. Tanda-tanda klinis dari penyakit ini pada sapi antara lain
kekeruhan pada kornea mata, mata selalu berair dan kebutaan, sehingga sapi tidak dapat
makan dengan baik, akhirnya kurus dan pertambahan bobot badan menurun. Penularan Pink
eye dapat terjadi melalui kontak dengan ternak terinfeksi, serangga (lalat), rumput dan
percikan air yang tercemar.( Susilawati, 2016 )

16
2.4.1 Cara aplikasi obat
Terdapat 2 (dua) cara dalam pengaplikasian obat, yaitu dengan cara injeksi dan infuse.
Injeksi merupakan cara pengaplikasian obat dengan menggunakan jarum suntik. Dimana
cairan akan dimasukkan dengan dosis tertentu dalam sekali pemberian. Infuse merupakan cara
pengaplikasian obat dengan menggunakan sistem gaya gravitasi, yaitu masuk kedalam tubuh
secara perlahan sesuai dengan kecepatan tetesan dan aliran pada infuse. Infuse merupakan
cara atau bagian untuk memasukkan obat, vitamin dan tranfusi darah ke dalam tubuh pasien,
tetapi dalam pemberian infuse dapat terjadi komplikasi. Beberapa masalah bisa timbul pada
pemberian terapi intravena melalui infuse karena diberikan secara terusmenerus dan dalam
jangka waktu yang lama antara lain dapat timbul kontaminasi mikroba melalui titik akses ke
sirkulasi dalam periode tertentu (misalnya phlebitis) (Seleky,Lucky, dan Mulyadi, 2016)
Daerah enzootic, vaksinasi yang dilakukan diadakan setiap tahun. Dengan dosis untuk
sapi dan kerbau dosis 1 cc, pada kambing, domba, babi dan kuda dosis sebesar 0,5 cc. secara
injeksi subcutan ( Zulfikar, 2014). Vaksinasi pada pedet untuk tahan terhadap infeksi M.bovis
dilakukan pada umur antara 1-5 bulan, dengan vaksin M. bovis live, secara subcutan atau
intraperitoneal, atau dengan bakterin yang diinaktivasi dengan formalin, diberikan secara
subcutan. (Rahayu, 2014). Bila hewan tidak dalam keadaan stabil harus distabilkan terlebih
dahulu, misalnya dehidrasi berikan terapi cairan, infeksi diobati dengan antibiotik dan
sebagainya.
Terapi intravena merupakan pemberian cairan atau obat ke dalam pembuluh darah vena
dalam jumlah dan waktu tertentu melalui pemasangan infuse (Heriana, 2014). Terapi
intravena melalui pemasangan infuse digunakan untuk mengobati berbagai kondisi. Sistem
terapi ini memungkinkan terapi berefek langsung,lebih cepat, lebih efektif, dan dapat
dilakukan secara kontinyu.Beberapa masalah bisa timbul pada pemberian terapi intravena
melalui infuse karena diberikan secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama
antara lain dapat timbul kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode
tertentu (misalnya phlebitis) (Seleky dkk., 2016).
Procedural pemasangan infuse antara lain persiapan alat yang meliputi sarung tangan
tidak steril, cairan IV, cattether/jarum yang sesuai,infuse set, tiang infuse ,kapas alcohol dan
povidane iodine, tourniket. (Rahmawati, Mono dan Muhammad. 2013). Paresis (kelumpuhan
temporer) sampai berlanjut kasus plegia (kelumpuhan neuritis perifer) dikenal dengan
hypocalsemia atau milk fever. (perlu penambahan neurotropic vitamin) sediaan sari air laut
dalam bentuk larutan injeksi dilarutkan dengan infuse glucose (Setyabudi dan Herry, 2016).

17
Induksi DOCA dilarutkan menggunakan minyak jagung dan dilakukan dengan injeksi
subcutan agar terjadi absorbsi secara bertahap untuk menghindari peningkatan tekanan darah
secara drastis, selain itu kekentalan DOCA dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh
darah secara langsung jika dilakukan injeksi intramuscular dan intravena. (Mariana, Rima,
dan Noer. 2015)
Penyuntikan obat atau pemberian infuse IV, dan pengambilan sampel darah merupakan
jalan masuk kuman yang potensial kedalam tubuh, pH dan osmololaritas cairan infusee yang
ekstrim selalu diikuti resiko phlebitis tinggi. Infeksi phlebitis dapat terjadi melalui cairan
intravena dan jarum suntik yang digunakan atau di pakai berulang-ulang (Hogiartha dan
Aries, 2014). Membersihkan tempat obat yang akan dilakukan penusukkan dengan kapas
alcohol (Hogiartha dan Aries 2014)

2.5. Pengolahan Limbah


Pencemaran lingkungan oleh sebuah usaha peternakan apapun tidak mungkin dihindari.
Isu pencemaran lingkungan sering menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, terutama
jika lokasi peternakan dekat dengan pemukiman. Namun, dampak pencemaran lingkungan
mestinya bisa diminimalisir jika usaha peternakan dikelola dengan baik. Untuk itu,
Pemerintah Daerah harus memainkan perannya secara maksimal untuk pembinaan,
pengawasan, dan penertiban usaha peternakan. Lemahnya pengawasan oleh Dinas terkait bisa
memicu konflik horizontal di tengah masyarakat. Selama ini banyak keluhan masyarakat akan
dampak buruk dari kegiatan usaha peternakan karena sebagian besar peternak mengabaikan
penanganan limbah dari usahanya, bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai,
sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas
peternakan seperti feses, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang
menimbulkan pencemaran yang memicu protes dari warga sekitar, baik berupa bau tidak enak
yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal ketika mencuci di sungai yang tercemar limbah
peternakan (Linggotu, Paputungan dan Polii, 2016).
Limbah merupakan bahan organik atau anorganik yang tidak termanfaatkan lagi,
sehingga dapat menimbulkan masalah serius bagi lingkungan jika tidak ditangani dengan
baik. Limbah dapat berasal dari berbagai sumber hasil buangan dari suatu proses produksi
salah satunya limbah peternakan. Limbah tersebut dapat berasal dari rumah potong hewan,
pengolahan produksi ternak, dan hasil dari kegiatan usaha ternak. Limbah ini dapat berupa
limbah padat, cair, dan gas yang apabila tidak ditangani dengan baik akan berdampak buruk
pada lingkungan. Limbah yang berasal dari peternakan tersebut akan bernilai ekonomi tinggi
18
apabila diolah dengan perlakuan yang tepat. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk
mengolah limbah peternakan tersebut. Salah satunya pengolahan kotoran menjadi pupuk
kandang, cara ini merupakan cara yang paling sederhana yang sering kita jumpai yaitu
kotoran ternak dibiarkan hingga kering. Namun dengan cara pengolahan kotoran tersebut
belum bisa dikatakan ramah lingkungan, karena kotoran ternak yang diolah dengan cara
dikeringkan akan menimbulkan pencemaran dalam bentuk gas atau bau. Bau yang menyengat
yang ditimbulkan dari kotoran ternak akan mengganggu pernafasan yang menyebabkan
gangguan kesehatan (Adityawarman, Salundik dan Lucia, 2015).
Perilaku yang kurang baik dalam menangani limbah dapat menimbulkan akibat buruk,
antara lain: menurunnya keindahan lingkungan, bau yang tidak sedap, menurunkan kualitas
air, tanah, udara, serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Sebanyak 56,67 persen
peternak sapi perah membuang limbah ke badan sungai tanpa pengolahan, sehingga terjadi
pencemaran lingkungan. Penanganan limbah ternak sapi perah yang masih kurang baik ada
kaitannya dengan perilaku peternak dalam menangani limbah ternaknya. Perilaku dipengaruhi
oleh tiga faktor yaitu: 1) faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, sosio demografi (pendidikan, umur, jenis kelamin) dan
sebagainya, 2) faktor pendorong, terwujud dalam ucapan, sikap dan tindakan dari petugas
kesehatan, lingkungan, peternakan, keluarga, teman, tokoh masyarakat, (dukungan sosial) dan
adanya suatu penghargaan serta sanksi, dan 3) faktor pendukung yang terwujud dalam
ketersediaan fasilitas dalam hal ini fasilitas penanganan limbah ternak (peralatan, saluran
limbah, tempat penampungan yang memenuhi syarat), tersedianya akses informasi melalui
beberapa media, diantaranya: penyuluhan, pelatihan, brosur, radio, televisi, dan sebagainya
(Khoiron, 2012).
Masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh peningkatan industri peternakan sapi perah
adalah limbah cair yang langsung dibuang ke badan air tanpa adanya pengolahan terlebih
dahulu. Limbah peternakan sapi perah merupakan sumber bahan pencemar utama di sektor
pertanian. Limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu
kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat, cairan ataupun sisa pakan. Limbah cair
peternakan sapi perah berwarna hijau pekat mengeluarkan bau dan mengandung pH 7 – 8,
BOD 435 mg/liter, dan COD 4635 mg/liter. Limbah peternakan sapi perah mengandung
nitrogen yang merupakan zat hara utama yang merangsang pertumbuhan alga di perairan.
Penanganan limbah dengan kandungan nutrisi tinggi lazim dilakukan secara biologis, tepatnya
menggunakan organisme yang mampu memanfaatkan kandungan nutrisi tersebut. Organimse

19
dari kelompok vegetasi sering digunakan dalam kegiatan ini, karena organisme flora dengan
aktivitas fotosintesis mampu mensintesa bahan-bahan organik yang terkandung dalam limbah
menjadi senyawa organik atas bantuan zat hijau daun (klorofil) yang dimilikinya dan energi
matahari (Sumiarsa, Jatnika, Kurnani, dan Lewaru, 2011).
Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi
bahan-bahan organik oleh bakteri bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap
udara). Pada dasarnya semua jenis bahan organik bisa di proses untuk menghasilkan biogas,
namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air
kencing) hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Biogas merupakan salah
satu solusi teknologi energi untuk mengatasi kesulitan masyarakat akibat kenaikan harga
bahan bakar minyak (BBM), teknologi ini bisa segera diaplikasikan, terutama untuk kalangan
masyarakat pedesaan yang memelihara hewan ternak sapi. Biogas yang menggunakan bahan
kotoran ternak menghasilkan api berwarna biru bersih, tidak menghasilkan asap maupun bau
sehingga kebersihan dapur terjaga. Biogas dapat digunakan 24 jam nonstop tidak akan
berhenti sepanjang bahan baku kotoran ternak rutin dipasok ke dalam digester. Dari proses
produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dapatdi pergunakan
sebagai pupuk organik pada tanaman/budidaya pertanian. Limbah biogas, yaitu kotoran ternak
yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk organik yang sangat kayaunsur-unsur
yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan unsur-unsur tertentu seperti protein, sellulose, lignin
dan lain-lain tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia (Hastuti, 2009).

20
BAB III
METODE KEGIATAN

3.1. Lokasi dan Waktu Kegiatan


Praktek kerja lapang (PKL) ini akan dilaksanakan di BBPTU-HPT (Balai Besar
Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak) Baturraden, Purwokerto, Jawa Tengah.
Kegiatan ini akan berlangsung selama 30 hari terhitung mulai tanggal 24 Juli 2017 sampai
dengan 24 Agustus 2017.

3.2. Khalayak Sasaran


Sasaran dari kegiatan PKL ini adalah BBPTU-HPT Baturraden, Purwokerto, Jawa
Tengah.

3.3. Metode Kegiatan


Studi kasus yang digunakan untuk memperoleh data dengan cara:
3.3.1. Observasi
Metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data, fakta dan informasi yang
diperlukan berupa manajemen pemeliharaan sapi perah.
3.3.2. Partisipasi
Partisipasi merupakan metode pengembangan data dengan ikut aktif atau dengan terjun
secara langsung maupun tidak langsung terhadap semua kegiatan yang ada di tempat kegitan
PKL yang dilaksanakan selama 30 hari di BBPTU-HPT Baturraden, Purwokerto, Jawa
Tengah.
3.3.3. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab
(wawancara langsung) dengan karyawan atau pimpinan yang ada di BBPTU-HPT Baturraden,
Purwokerto, Jawa Tengah, yang dilakukan secara sistematis dan berdasarkan daftar
pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya yang sesuai dengan tujuan kegiatan.

3.4. Analisa Hasil Kegiatan


Data yang diperoleh setelah PKL selanjutnya diolah serta dianalisis secara deskriptif
yaitu menjelaskan objek pengamatan dari data-data yang di peroleh kemudian
membandingkan hasil praktek dengan teori yang sudah ada. Analisis deskriptif digunakan
untuk memperoleh gambaran umum dan mendalam mengenai objek yang diamati.

3.5. Batasan Istilah.


1. Manajemen
Manajemen adalah proses sains dan pengorganisasian seperti perencanaan, organisasi,
gerakan, dan kontrol atau pengawasan.

21
2. Pemeliharaan
Pemeliharaan Merupakan kombinasi dari berbagai kegiatan yang dilakukan untuk
mempertahankan fasilitas produksi termasuk peralatan mesin dan produksi lainnya atau
untuk memperbaikinya dalam kondisi yang dapat diterima.
3. Friesien Holstein.
Fries Holland / Friesien Holstein (FH) merupakan bangsa sapi perah yang berasal dari
Belanda dengan produksi susu yang tertinggi dibandingkan dengan bangsa bangsa sapi
perah lain.
4. Kolostrum
Kolostrum adalah cairan susu yang diproduksi oleh kelenjar susu dalam waktu 24-36 jam
setelah lahir, cairan kolostrum kuning dan kental.
5. Susu
Susu hasil pemerahan yang dikeluarkan dari kelenjar mamae atau ambing dari ternak
sapi perah.
6. ReplacEment Stock
Replacment Stock adalah proses pergantian dari ternak yang afkir menjadi ternak yang
baru.
7. Calf Starter
Calf Starter merupakan bahan pakan yang diberikanpada saat pedet masihdalam periode
menyusui (umur 2 sampai 3 minggu). Calf starter merupakan konsentrat untuk awal
pertumbuhan yang padat gizi, rendah serat dan bertekstur lembut.

3.6 Jadwal Kegiatan


Jadwal kegiatan praktek kerja lapang di BBPTU-HPT Baturraden, Purwokerto, Jawa
Tengah tertera pada tebel 1.
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan PKL di BBPTU-HPT Baturraden, Purwokerto, Jawa
Tengah

22
23
DAFTAR PUSTAKA

Adhani, N.D.A.C, Tri Nurhajati, dan A.T. S. Estoepangestie. 2012. Potensi Pemberian
Formula Pakan Konsentrat Komersial terhadap Konsumsi dan Kadar Bahan Kering
Tanpa Lemak Susu. Agroveteriner. 1 (1): 11-16.

Adityawarman, A.C, Salundik dan Lucia. 2015. Pengolahan Limbah Ternak Sapi Secara
Sederhana di Desa Pattalassang Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 3 (3): 171-177.

Aisyah, S. 2011. Tingkat Produksi Susu dan Kesehatan Sapi Perah dengan Pemberian Aloe
Barbadensis Miller. GAMMA. 7 (1): 50 – 60.

Anggraeni, A. 2007. Pengaruh Umur, Musim dan Tahun Beranak Terhadap Produksi Susu
Sapi Friesian Holstein pada Pemeliharaan Intensif dan Semi-Intensif di Kabupaten
Banyumas. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner: 156-
166.

Anggraeni, A., Y. Fitriyani, A. Atabany dan I. Komala. 2008. Penampilan Produksi Susu dan
Reproduksi Sapi Friesian-Holstein di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi
Perah Ciole, Lembang. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner: 137-145.

Astuti, A, A. Agus, dan S.P.S. Budhi. 2009. Pengaruh Penggunaan High Quality Feed
Supplement terhadap Konsumsi dan Kecernaan Nutrien Sapi Perah Awal Laktasi.
Buletin Peternakan. 33 (2): 81-87.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2010. Petunjuk Praktis Perkandangan Sapi.


Http://Ntb.Litbang. Pertanian.Go.Id/ Ind/Pu/Psds/Perkandangan.Pdf.

Blakely, J. and D.H. Bade. 1992. Ilmu Peternakan. Edisi ke-4. Terjemahan B. Srigandono. UGM Press,
Yogyakarta.

Handayani, K.S. dan M. Purwanti. 2010. Kesehatan Ambing dan Higiene Pemerahan di
Peternakan Sapi Perah Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin. Jurnal Penyuluhan
Pertanian. 5 (1): 47-54.

24
Hastuti, D. 2009. Aplikasi Teknologi Biogas Guna Menunjang Kesejahteraan Petani Ternak.
Mediagro. 5 (1): 20-26.

Khoiron. 2012. Perilaku Peternak Sapi Perah dalam Menangani Limbah Ternak. IKESMA. 8
(2): 90-97.

Laryska, N. dan T. Nurhajati. 2013. Peningkatan Kadar Lemak Susu Sapi Perah dengan
Pemberian Pakan Konsentrat Komersial Dibandingkan dengan Ampas Tahu.
Agroveteriner. 1 (2): 79-87.

Linggotu, L.O., U. Paputungan dan B. Polii. 2016. Pengelolaan Limbah Kotoran Ternak
dalam Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan di Kota Kotamobagu. Jurnal
Zootek. 36 (1): 226-237.

Londa, P. K., P. O. V.Waleleng, R. A. J.Legrans, dan , F. H.Elly.2013. Analisis Break Even


Point (BEP) Usaha Ternak Sapi Perah “Tarekat MSC” di Kelurahan Pinaras Kota
Tomohon. Jurnal Zootek. 32 (1): 158-166.

Mardalena. 2008. Pengaruh Waktu Pemerahan dan Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Susu
Sapi Perah Peranakan Fries Holstein. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 9 (3):
107-111.

Mulyatun. 2016. Sumber Energi Terbarukan dan Pupuk Organik dari Limbah Kotoran Sapi.
DIMAS. 16 (1): 191-214.

Nury, HS. dan Anggraeni. 2014. Polimorfisme Genetik Gen Β-Laktoglobulin pada Sapi
Friesian Holstein. Jitv. 19 (1): 35-42.

Pasaribu, A., Firmansyah dan N. Idris. 2015. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produksi Susu Sapi Perah di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Ilmu-
Ilmu Peternakan. 18 (1): 28-35.

Prasetyo, B.W., Sarwiyono dan P. Surjowardojo. 2013. Hubungan Antara Diameter Lubang
Puting Terhadap Tingkat Kejadian Mastitis. Ternak Tropika. 14 (1): 15-20.

Purwanto, H. dan D. Muslih. 2006. Tatalaksana Pemeliharaan Pedet Sapi Perah. Temu Teknis
Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006. Bogor.

25
Riski, P., B. P. Purwanto dan A. Atabany. 2016. Produksi dan Kualitas Susu Sapi FH Laktasi
yang Diberi Pakan Daun Pelepah Sawit. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan. 4 (3): 345-349.

Riyanto, J., Sunarto, B.S. Hertanto, M. Cahyadi, R. Hidayah dan W. Sejati. 2016. Produksi
dan Kualitas Susu Sapi Perah Penderita Mastitis yang Mendapat Pengobatan
Antibiotik. Sains Peternakan. 14 (2): 30-41.

Sani, Y., E. Martindah dan Bambang N. Utomo. 2014. Kesehatan Sapi Perah dalam Rangka
Gerakan Nasional Industri Persusuan di Indonesia. Dukungan Teknologi dan
Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu. 1 (1): 22-70.

Santosa, S. Imam, A. Setiadi dan R. Wulandari. 2013. Analisis Potensi Pengembangan Usaha
Peternakan Sapi Perah denganMenggunakan Paradigma Agribisnis di Kecamatan
Musuk Kabupaten Boyolali. Buletin Peternakan. 37 (2): 125-135.

Simamora, T., A.M. Fuah, A. Atabany dan Burhanuddin. 2015. Evaluasi Aspek Teknis
Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Karo Sumatera Utara. Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 3 (1): 52-58.

Siregar, S.B. 1992. Sapi perah : Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha. Jakarta:
Penebar Swadaya

Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudono, A., R. F. Rosdiana, & B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif.
Agromedia Pustaka, Jakarta.

SUHENDAR, D.2012. Manajemen Pemeliharaan dan Efisiensi ProduksiI Susu Sapi Perah
Anggota Koperasi Peternak Sapi Perah Saluyu Cigugur Kabupaten Kuningan.
Skripsi

Sumiarsa, Dadan, Roni Jatnika, Tb. Benito A. Kurnani, dan M. Wahyudin Lewaru. 2011.
Perbaikan Kualitas Limbah Cair Peternakan Sapi Perah oleh Spirulina sp. Jurnal
Akuatika. 2 (2): 91-97.

26
Tasripin, D.S., Anang, S dan Indrijani, H. 2014. Performans Pertumbuhan dan Bobot Badan
Sapi Perah Betina Fries Holland Umur 0-18 Bulan. Bandung: Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran.

Utomo, B. dan D. P.Miranti. 2010. Tampilan Produksi Susu Sapi Perah yang Mendapat
Perbaikan Manajeman Pemeliharaan. Caraka Tani. 25 (1): 21-25.

27
LAPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR PERTANYAAN

3.

RIWAYAT HIDUP

A. Peserta 1
Nama Lengkap : Rizqi Robi Auliya
Jenis Kelamin : Laki-laki
NIM : 145050100111081
Program Studi : Ilmu Peternakan
Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya, 14 Agustus 1994
Email / No. Hp :rizqirobi37@gmail.com / 085645162617
Riwayat Pendidikan :
Jenjang Institusi Bidang Ilmu Tahun Lulus

SD SDN Bligo - 2007

SMP SMPN 1 Candi - 2010

SMA Muhammadiyah 2
SMA IPA 2013
Sidoarjo

S1 Universitas Brawijaya Peternakan 2014-sekarang

28
Peserta 2
Nama Lengkap : Rizqi Tiara Fitri
Jenis Kelamin : Perempuan
NIM : 145050101111263
Program Studi : Ilmu Peternakan
Tempat, Tanggal Lahir : Temanggung, 15 November 1995
Email / No. Hp : rizqitiarafitri@gmail.com / 085707329196
Riwayat Pendidikan :
Jenjang Institusi Bidang Ilmu Tahun Lulus

SD MINU Pucang Sidoarjo - 2008

SMP SMP Cendekia Sidoarjo - 2011

SMA SMA Antartika Sidoarjo IPA 2014

S1 Universitas Brawijaya Peternakan 2014-sekarang

Peserta 3
Nama Lengkap : Riska Purwanti
Jenis Kelamin : Perempuan
NIM : 145050101111160
Program Studi : Ilmu Peternakan
Tempat, Tanggal Lahir : Banjarmasin, 03 November 1995
Email / No. Hp : riskapurwantidc@gmail.com
/083848924876
Riwayat Pendidikan :

29
Jenjang Institusi Bidang Ilmu Tahun Lulus

SD MI Darul Ulum - 2008

SMP Mts Negeri 1 Kota Baru - 2011

SMA Negeri 1 Kota


SMA IPA 2014
Baru

S1 Universitas Brawijaya Peternakan 2014-sekarang

Peserta 4
Nama Lengkap : Yoka Ghazian Rakha
Jenis Kelamin : Laki-laki
NIM : 145050100111094
Program Studi : Ilmu Ternak
Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 29 Oktober 1996
Email / No. Hp : yokagr@yahoo.com /081332853616
Riwayat Pendidikan :
Jenjang Institusi Bidang Ilmu Tahun Lulus

SD SDN Losarang - 2008


30
SMPN Unggulan
SMP - 2011
Sindang

SMA SMAN 1 Kandanghaur IPA 2014

S1 Universitas Brawijaya Peternakan 2014-sekarang

Peserta 5
Nama Lengkap : Farhan Afendy
Jenis Kelamin : Laki-laki
NIM : 145050101111043
Program Studi : Ilmu Peternakan
Tempat, Tanggal Lahir : Bojonegoro,26 juni 1996
Email / No. Hp : farhanmas2@gmail.com/ 085736433050
Riwayat Pendidikan :
Jenjang Institusi Bidang Ilmu Tahun Lulus

SD SDN 1 Pesen - 2008

31
SMP Negri 1 Sumberejo
SMP - 2011

SMA SMA Negri 1 Balen IPA 2014

S1 Universitas Brawijaya Peternakan 2014-sekarang

32

Anda mungkin juga menyukai