Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR RISIKO RUMAH DENGAN KEJADIAN

ISPA PADA ANAK USIA DIBAWAH 5 TAHU DI WILAYAH PUSKESMAS


BANGETAYU SEMARANG

Santi Tiara Sari 1, Fery Agusman MM 2, Dewi Mayangsari 3


1,2,3
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang

E-mail: stiara918@gmail.com

ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit umum dan dapat menyerang siapa saja dari bayi
sampai dengan oran dewasa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko rumah
dengan kejadian ISPA pada anak usia dibawah 5 tahun di Wilayah Puskesmas Bangetayu Semarang. Jenis
penelitian ini adalah metode retrospective study dengan pendekatan case control. Populasi dalam penelitian ini
adalah balita usia 12- 36 bulan yang menderita ISPA maupun bukan ISPA, yang berkunjung di Wilayah Puskesmas
Bangetayu Semarang. Jumlah sampel kasus sebanyak 118 anak balita. Istrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuesioner, dan lembar observasi. Teknik analisa data menggunakan uji statistik Chi-Square. Berdasarkan
analisa Chi-Square didapatkan bahwa ada hubungan antara faktor risiko lantai dengan kejadian ISPA pada balita
(nilai p = 0,03), ada hubungan antara faktor risiko dinding dengan kejadian ISPA pada balita (nilai p = 0,05), ada
hubungan antara faktor risiko ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita (nilai ρ = 0,041), ada hubungan antara
kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita (hasil nilai p 0,02), ada hubungan antara paparan asap rokok
dengan kejadian ISPA pada balita (nilai p 0,016). Faktor risiko rumah sangat berpengaruh dengan kejadian ISPA
pada anak usia dibawah 5 tahun. Semakin tinggi frekwensi ISPA, maka faktor risiko rumah semakin tinggi .

Kata kunci: ISPA; faktor risiko rumah; anak usia dibawah 5 tahun.

THE RELATIONSHIP RISK FACTORS HOME FOR ACUTE RESPIRATORY TRACK


INFECTION IN UNDER-FIVE CHILDREN IN THE AREA OF PUBLIC
HEALTH BANGETAYU SEMARANG

ABSTRACT

Acute Respiratory tract infections (ARIs) is a common disease and can attack everyone from child to adult. The
purpose of this research is to know the risk factors for acute respiratory track infection in under five children in the
area of public health Bangetayu. This research method used retrospective study by using approach case control. The
population in this research is 12-36 months children of suffering from ARIs or non ARIs, who visited health
centers in the area Bangetayu Semarang. The number of sample cases as much as 118 toddlers, technical sampling
is simple random sampling. Instrument used in this study is a questionnaire, and the observation sheet. Technique
of data analysis using statistical test of Chi-Square. The results of the analysis of Chi-Square obtained that there is
a relationship between the risk factors on the floor with the ARIs to toddler (p = 0.03), there is a relationship
between the risk factors of the wall with ARIs toddlers (p = 0.05), there is a relationship between the risk factors of
ventilation with ARIs toddlers (ρ = 0.041), there is a relationship between the risk factors density
of residence by ARIs toddlers (pvalue 0.02 results), there is a relationship betwee exposure to cigarette smoke on
ARIs whit a toddler (p value of 0,016). The mostr influential risk factors toward risk factors of ARIs is a condition
home, the higher a risk factors of home condition, cause more higer incidence of ARIs.

Keywords : Acute Respiratory tract infections; Risk factors Home; Under-five


Pendahuluan

ISPA adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran
pernapasan bagian bawah yang disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri, (Saryani,2015).
Karakteristik penduduk di Indonesia yang terkena ISPA tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-
4 tahun (25,8%), karena anak-anak usia 1-4 tahun berisiko tinggi mengalami ISPA di
bandingkan dengan orang dewasa, (Elyana,2008). Provinsi Jawa Tengah angka kejadian ISPA
15,7%, (Riskesdas, 2013). Prevalensi penyakit ISPA di kota Semarang cukup tinggi, ISPA
termasuk 10 besar penyakit Puskesmas yang menduduki peringkat pertama yaitu sejumlah
104.303, (Semarang,2015).
Angka kejadian ISPA meningkat pada umur 3-6 bulan, karena hilangnya antibodi dari ibu
dan produksi antibodi bayi. Sisa infeksi dari virus berkelanjutan pada waktu balita dan
prasekolah. Pada waktu anak-anak berumur 5 tahun, infeksi pernafasan yang disebabkan virus
akan berkurang frekwensinya, tetapi pengaruh infeksi mycoplasma pneumonia dan grup A β-
Hemolytic Streptococcus akan meningka. ISPA dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko
yaitu faktor demografi, biologis, rumah, kepadatan hunian rumah dan polusi udara,
(Ranantha,2012),.
Secara demografis Kecamatan Genuk merupakan bagian dari wilayah Semarang Utara
yang memiliki 13 kelurahan, luas wilayah 27,38 km2,, dengan jumlah penduduk 88,967 jiwa,
Rata-rata wilayah bagian Kecamatan Genuk berada di utara dekat dengan garis pantai laut Jawa.
Dilihat dari jumlah penduduk di Kecamatan Genuk merupakan wilayah pemukiman padat
penduduk, suburban, dan kawasan industry, (Kecamatan Genuk, 2011). Kepadatan penduduk
dan kawasan industri merupakan faktor risiko terjadinya ISPA pada balita, sehingga angka
kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Bangetayu tinggi. Hasil survey kepada petugas
Puskesmas Bangetayu didapatkan data jumlah kunjungan balita batuk/kesukaran bernafas pada
bulan Juni 2017 sebanyak 143 balita, setiap bulanya jumlah kunjungan balita batuk/kesukaran
bernafas memenuhi target yang di tentukan, (Program Pelaporan ISPA, 2017).
ISPA pada balita disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor utama penyebabnya
virus, bakteri, dan rickettsia serta jamur, Sedangkan faktor risikonya yaitu: faktor demografis:
jenis kelamin, dan usia, faktor biologis: status gizi, pemberian ASI esklusif, dan kelengkapan
imunisasi, faktor rumah: lantai, dinding, ventilasi, kepadatan penduduk, (Lestari, 2013).
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara
faktor risiko rumah: lantai, dinding, ventilasi, kepadatan penduduk dengan kejadian ISPA pada
balita usia dibawah 5 tahun di Puskesmas Bangetayu Semarang.
Tinjauan Teoritis
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang
tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari. ISPA disebabkan
oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Penyeba ISPA terdiri dari 300 lebih jenis
virus, bakteri, dan rickettsia serta jamur, (Muttaqin, 2008). Faktor risiko ISPA yaitu: faktor
demografi, biologis, rumah, kepadatan hunian rumah dan polusi udara, (Tulus, 2008). Cara
penularan ISPA terjadi melalui droplet (percikan air liur) yang keluar saat penderita bersin,
batuk, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat, (Asriati,
2012).. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak atau kontaminasi tangan oleh sekret saluran
pernapasan, hidung, dan mulut penderita, (Hartono, 2012).

Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan retrospective study dengan pendekatan case control .
Populasi dalam penelitian ini adalah balita usia 12- 36 bulan yang menderita ISPA maupun
bukan ISPA, yang berkunjung di Wilayah Puskesmas Bangetayu Semarang. Jumlah sampel
kasus sebanyak 118 anak balita. Teknik analisa data menggunakan uji statistik Chi-Square,
(Sastroasmoro, 2011).
Variabel bebas dalam penelitian yaitu lantai, dinding, ventilasi, kepadatan penduduk,
sedangkan variabel terikat yaitu ISPA balita. Metode pengumpulan data dilakukan dengan
pengisian kuesioner oleh orang tua responden yang dibantu peneliti, dan observasi ke rumah
responden, serta telaah data sekunder untuk pengumpulan data kejadian ISPA balita.

Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Bangetayu. Puskesmas Bangetayu berada di Jl.


Bangetayu, Genuk, Semarang, Bangetayu Wetan, Genuk, kota Semarang. Penelitian ini
dilakukan pada bulan September dan Oktober 2017, metode penelitian yang digunakan
retrospective study dengan pendekatan case control . Populasi dalam penelitian ini adalah balita
usia 12- 36 bulan yang menderita ISPA maupun bukan ISPA, yang berkunjung di Wilayah
Puskesmas Bangetayu Semarang. Jumlah sampel kasus sebanyak 118 anak balita. Teknik
pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh orang tua responden yang dibantu
peneliti, dan observasi ke rumah responden, serta telaah data sekunder untuk pengumpulan data
kejadian ISPA balita. Teknik analisa data menggunakan uji statistik Chi-Square.
Tabel
Analisis Univariat
1. Jenis lantai
Tabel 1. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis lantai rumah balita
di Puskesmas Bangetayu Semarang pada tahun 2017

Jenis lantai Frekuensi Prosentase (%)


Memenuhi syarat 37 31,4
Tidak memenuhi syarat 81 68,6
Jumlah 118 100

Dari 118 responden yang jenis lantai rumah balita yang memenuhi syarat sebanyak
37 balita (31,4%), dan rumah balita yang tidak memenuhi syarat sebanyak 81 balita
(68,6%).
2. Jenis dinding
Tabel 2. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis dinding rumah balita
di Puskesmas Bangetayu Semarang pada tahun 2017

Jenis dinding Frekuens Prosentase


i (%)
Memenuhi syarat 37 31,4
Tidak memenuhi 81 68,6
syarat
Jumlah 118 100

Dari 118 responden yang jenis dinding rumah memenuhi syarat sebanyak 37 balita
(31,4%), dan jenis dinding tidak memenuhi syarat sebanyak 81 balita (68,6%).
3. Jenis ventilasi
Tabel 3. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis ventilasi rumah balita
di Puskesmas Bangetayu Semarang pada tahun 2017

Jenis lantai Frekuensi Prosentase


(%)
Memenuhi syarat 27 22,9
Tidak memenuhi 91 77,1
syarat
Jumlah 118 100

Dari 118 responden yang jenis ventilasi rumah memenuhi syarat sebanyak 27 balita
(22,2%), dan jenis ventilasi rumah tidak memenuhi syarat sebanyak 91 balita (77,1%).
4. Kepadatan hunian rumah
Tabel 4. Distribusi frekuensi berdasarkan kepadatan hunian rumah balita
di Puskesmas Bangetayu Semarang pada tahun 2017

Kepadatan hunian Frekuensi Prosentase (%)


Memenuhi syarat 34 28,8
Tidak memenuhi syarat 84 71,2
Jumlah 118 100%

Dari 118 responden kepadatan hunian rumah balita yang memenuhi syarat sebanyak
34 balita (28,8%), dan kepadatan hunian rumah balita yang tidak memenuhi syarat sebanyak
84 balita (71,2%).
Analisis Bivariat
1. Hubungan faktor risiko lantai terhadap kejadian ISPA pada anak usia dibawah 5 tahun.
Tabel 5. Hubungan faktor risiko lantai terhadap kejadian ISPA pada anak usia
dibawah 5 tahun di Puskesmas Bangetayu Semarang.

Kejadia Lantai Tot % ρ valuee


n ISPA Memen % Tidak % al
uhi memenu
syarat hi syarat
Tidak 22 59,3 32 40,7 54 100 0,03
ISPA
ISPA 15 22,2 49 77,8 64 100

Jumlah 37 81 118

Berdasarkan analisa data dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,03 < α
(0,05, maka ada hubungan yang bermakna antara faktor risiko lantai dengan kejadian ISPA
di Puskesmas Bangetayu.
2. Hubungan faktor risiko dinding terhadap kejadian ISPA pada anak usia dibawah 5 tahun.
Tabel 6. Hubungan faktor risiko dinding terhadap kejadian ISPA pada anak usia
dibawah 5 tahun di Puskesmas Bangetayu Semarang.

Kejadia Dinding Tot % ρ


n ISPA Memen % Tidak % al value
uhi memenu
syarat hi syarat
Tidak 24 44,4 30 55,6 54 10
ISPA 0
ISPA 13 20,3 51 79,7 64 0,05
10
0
Jumlah 37 81 118
Berdasarkan analisa data dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai ρ = 0,05 =
α (0,05), maka ada hubungan yang bermakna antara faktor risiko dinding dengan kejadian
ISPA di Puskesmas Bangetayu Semarang.
3. Hubungan faktor risiko ventilasi terhadap kejadian ISPA pada anak usia dibawah 5 tahun
Tabel 7. Hubungan faktor risiko ventilasi terhadap kejadian ISPA pada anak usia
dibawah 5 tahun di Puskesmas Bangetayu Semarang.

Kejadia Ventilasi Tot % ρ


n ISPA Memen % Tidak % al va
uhi memenu lu
syarat hi syarat e
Tidak 17 31,5 37 68 54 100
0,
ISPA ,5
04
ISPA 10 15,6 54 84 64 100
1
,4
Jumlah 27 91

Berdasarkan analisa data dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai ρ = 0,041
< α (0,05), maka ada hubungan yang bermakna antara faktor risiko ventiasi dengan kejadian
ISPA di Puskesmas Bangetayu Semarang.
4. Hubungan faktor risiko kepadatan hunian terhadap kejadian ISPA pada anak usia dibawah 5
tahun.
Tabel 8. Hubungan faktor risiko kepadatan hunian terhadap kejadian ISPA pada anak
usia dibawah 5 tahun di Puskesmas Bangetayu Semarang.

Kejadia Kepadatan hunian Tot % ρ


n ISPA Memen % Tidak % al valu
uhi memenuhi e
syarat syarat
Tidak 21 38,9 33 61 54 10
ISPA ,1 0
ISPA 9 14,1 55 85 64 0,02
,9 10
0
Jumlah 30 88 118

Berdasarkan analisa data dengan menggunakan uji chi square didapatkan hasil nilai p
0,02 < α (0,05), maka ada hubungan yang bermakna antara faktor risiko kepadatan hunian
dengan kejadian ISPA di Puskesmas Bangetayu Semarang.
Pembahasan
1. Hubungan faktor risiko lantai terhadap kejadian ISPA pada anak usia dibawah 5 tahun.
Berdasarkan analisa data dengan menggunakan uji chi square didapatkan ada hubungan yang
bermakna antara faktor risiko lantai dengan kejadian ISPA di Puskesmas Bangetayu (nilai p
0,03). Penelitian yang dilakukan oleh Sadono menyatakan bahwa balita yang tinggal di
rumah dengan jenis lantai tidak memenuhi syarat mempunyai risiko menderita ISPA sebesar
3,9 kali lebih besar dibanding dengan balita yang tinggal di rumah dengan jenis lantai
memenuhi syarat, (Asriati, 2012).
Lantai rumahnya tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan kondisi rumah menjadi
lembab dan berdebu. Kondisi lembab ini akan menjadi prokondisi pertumbuhan kuman
maupun bakteri pathogen yang dapat menimbulkan penyakit pada penghuninya. Lantai tanah
dapat menyebabkan kondisi rumah berdebu, keadaan berdebu ini sebagai salah satu bentuk
terjadinya polusi udara dalam ruangan (indoor air pollution), (Tulus, 2008).
2. Hubungan faktor risiko dinding terhadap kejadian ISPA pada anak usia dibawah 5 tahun
Berdasarkan analisa data dengan menggunakan uji chi square didapatkan ada hubungan yang
bermakna antara faktor risiko dinding dengan kejadian ISPA di Puskesmas Bangetayu
Semarang (nilai ρ = 0,05). Penelitian yang dilakukan oleh Supraptini menyatakan bahwa
balita yang menderita ISPA Iebih banyak yang tinggal di rumah dengan jenis dindingnya
kurang baik dibandingkan rumah yang jenis dindingnya baik. Jenis dinding yang kurang baik
memiliki risiko untuk menderita ISPA sebesar 1,069 kali dibanding dengan yang jenis
dindingnya baik, (Supraptini, 2010).
Dinding rumah yang memenuhi syarat yang terbuat dari pasir, bata, dan semen, bahan
yang tidak mudah terbakar, kuat, dan tidak lembab, (Tulus, 2008). Dinding rumah yang tidak
memenuhi syarat akan menimbulkan penyakit bagi penghuninya.
3. Hubungan faktor risiko ventilasi terhadap kejadian ISPA pada anak usia dibawah 5 tahun.
Berdasarkan analisa data dengan menggunakan uji chi square didapat ada hubungan yang
bermakna antara faktor risiko ventiasi dengan kejadian ISPA di Puskesmas Bangetayu
Semarang (nilai ρ = 0,041). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang
menyatakan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan ventilasi <10 % mempunyai risiko
menderita ISPA sebesar 2,7, (Sugihartono, 2012).
Ventilasi rumah yang memenuhi syarat yaitu luas jendela lebih dari 10% dari luas
rumahnya, ventilasi sering dibuka, pencahayaan baik, dan udara tidak lembab. Dengan
ventilasi yang tidak memenuhi syarat, dapat menyebabkan indoor polution yang berasal dari
asap bahan bakar memasak, pemakaian obat rumah, (Sugihartono, 2012).
4. Hubungan faktor risiko kepadatan hunian rumah terhadap kejadian ISPA pada anak usia
dibawah 5 tahun.
Berdasarkan analisa data dengan uji chi square didapatkan ada hubungan yang bermakna
antara faktor risiko kepadatan hunian dengan kejadian ISPA di Puskesmas Bangetayu (nilai ρ
= 0,02). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang menunjukkan balita yang tinggal
di rumah yang kepadatan tidak baik (<10 m2/orang) banyak menderita penyakit ISPA.
Kepadatan hunian rumahnya tidak memenuhi syarat kesehatan berpeluang 3,131 kali lebih
besar untuk balitanya terkena ISPA dibandingkan responden yang kepadatan hunian
rumahnya memenuhi syarat kesehatan, (Asriati, 2012).
Hal ini dapat disebabkan jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah dapat
mempengaruhi penyebaran penyakit menular dalam kecepatan transmisi mikroorganisme,
dan kondisi kesehatan penghuni rumah yang lain yang dapat menyebabkan balita mudah
tertular penyakit ISPA.

Kesimpulan
Lantai rumah balita sebagian besar tidak memenuhi syarat di Puskesmas Bangetayu. Ada
hubungan faktor risiko lantai terhadap kejadian ISPA pada anak usia dibawah 5 tahun di
Wilayah Puskesmas. Dinding rumah balita sebagian besar tidak memenuhi syarat di Puskesmas
Bangetayu. Ada hubungan faktor risiko dinding terhadap kejadian ISPA pada anak usia dibawah
5 tahun di Wilayah Puskesmas Bangetayu. Ventilasi rumah balita sebagian besar tidak
memenuhi syarat di Puskesmas Bangetayu. Ada hubungan faktor risiko ventilasi terhadap
kejadian ISPA pada anak usia dibawah 5 tahun di Wilayah Puskesmas Bangetayu.
Kepadatan hunian rumah balita sebagaian besar tidak memenuhi syarat di Puskesmas Bangetayu.
Ada hubungan faktor risiko kepadatan hunian rumah terhadap kejadian ISPA pada anak usia
dibawah 5 tahun di Wilayah Puskesmas Bangetayu.

Saran
Diharapkan meningkatkan pengetahuan masyarakat di bidang kesehatan lingkungan,khususnya
tentang Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP)/ sanitasi rumah, tidak merokok di dalam
ruangan atau dekat balita, penyuluhan oleh petugas kesehatan kepada masyarakat tentang syarat
rumah sehat, perilaku hidup bersih dan sehat. Bagi masyarakat diharapkan agar memperhatikan
kesehatan balita, dengan menghindari faktor risiko penyakit ISPA, khususnya agar
memperhatikan faktor risiko rumah antara lain: lantai, dinding, kepadatan hunian dan ventilasi
rumah,
Daftar Pustaka
Asriati. (2012). Analisa Faktor Risiko Terjadinya ISPA pada Anak Balita.

Elyana, M. (2008). Hubungan Frekuensi ISPA Dengan Status Gizi Balita.

Hartono. (2012). ISPA Gangguan Pernafasan pada Anak . Yogjakarta: Nuha Medika.

Kecamatan Genuk Dalam Angka. (2011). Kecamatan Genuk Dalam Angka. P 1-11

Lestari, N. P. (2013). Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Bayi dan Balita DimWilayah
Kerja Puskesmas Purwoyoso Semarang 2013. 7.

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medi

Program Pelaporan ISPA Di Puskesmas Bngetayu. (2017). Program Pelaporan ISPA Di Puskesmas Bngetayu.

Ranantha, R. (2012). Hubungan antara Karakteristik Balita dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Gandon
Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung.

Riskesdas. (2013, Desember). Riskedas. Riset Kesehatan Dasar, p. 66-72.

Saryani, I. (2015). Hubungan Lingkungan Fisik dan Tindakan Penduduk dengan Kejadian ISPA pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya. Jurnal Ksehatan Andalas.

Sastroasmoro, S. (2011). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Semarang, D. K. (2015). Profil Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang, p. 21-25.

Sugihartono. (2012). Analisis Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo
Kota Pagar Alam.

Supraptini. (2010). Faktor-Faktor Pencemaran Udara dalam Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada
Balita DI Indonesia.

Tulus. (2008). Faktor-Faktor Lingkungan Fisik yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumnia pada Anak Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap.

Anda mungkin juga menyukai