Anda di halaman 1dari 12

APA SEBENARNYA SPIP ?

Dasar Hukum SPIP :


UU No1 /2004 pasal 55 ayat (4) yaitu :
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang memberikan pernyataan
bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan
berdasarkan SISTEM PENGENDALIAN INTERN yang
memadai dan akuntansi keuangan telah
diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP),
Pasal 58 ayat (1) dan (2) yaitu : Dalam rangka
meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku
Kepala Pemerintahan mengatur dan
menyelenggarakan SISTEM PENGENDALIAN
INTERN di lingkungan pemerintahan secara
menyeluruh. SPI ditetapkan dengan peraturan pemerintah
PP nomor 8 Tahun 2006 pasal 33 ayat (1) yaitu : Untuk meningkatkan keandalan Laporan Keuangan dan
Kinerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, setiap Entitas Pelaporan dan Akuntansi
wajib menyelenggarakan SISTEM PENGENDALIAN INTERN sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan terkait
PP nomor 60 Tahun 2008 pasal 2 ayat (1) dan (2) yaitu : Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara
yangefektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/ pimpinan lembaga wajib melakukan
PENGENDALIAN atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.Pengendalian atas penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan, dilaksanakan dengan berpedoman pada SPIP.
Pengertian SPI dan SPIP :
SPI adalah Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi
melalui kegiatanyang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan (PP 60/2008, Bab I Ps. 1 butir 1)
SPIP adalah Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang diselenggarakan secara menyeluruh di

lingkunganpemerintah pusat dan pemerintah daerah. (PP 60/2008, Bab I Ps. 1 butir 2)
Perbedaan Waskat dan SPIP :

NO URAIAN WASKAT SPIP


1 Definisi Alat Proses
2 Sifat Statis Dinamis
3 Framework 8 Unsur Sisdalmen 5 Unsur
4 Tanggungjawab Atasan Langsung Seluruh Pegawai dalam
Pelaksanaan Organisasi
5 Keberadaan Berdiri sendiri Terintegrasi
6 Penekanan Pengawasan atasan Lingkungan Pengendalian,
langsung, Pengawasan Penilaian Risiko
Fungsional

5 Unsur SPIP :
Lingkungan Pengendalian
Penilaian Risiko
Kegiatan Pengendalian
Informasi & Komunikasi
Pemantauan Pengendalian Intern
SPIP untuk meraih harapan :
 Efektivitas & Efisiensi Pelaksanaan Tugas
 Keandalan Laporan Keuangan
 Pengamanan Aset Negara
 Ketaatan Peraturan Per-UUan
PERAN APIP Dalam Penyelenggaraan SPIP :
Mengintensifkan Peran APIP Atas:
 Terselenggaranya SPIP
 Memberikan Peringatan Dini
 Meningkatkan Efektivitas Manajemen Risiko
 Meningkatkan Kualitas Tata Kelola Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Instansi Pemerintah
RENCANA UMUM PENGADAAN
Selasa, 19 April 2011 18:21 agus sulistiyono

Menurut Perpres 54 Tahun 2010, PA/KPA menyusun dan


melakukan pemaketan Barang/Jasa dalam Rencana Umum
Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan kebutuhan pada
K/L/D/I masing-masing yang meliputi Kegiatan dan anggaran
Pengadaan Barang/Jasa yang akan dibiayai oleh K/L/D/I
sendiri; dan/atau kegiatan dan anggaran Pengadaan
Barang/Jasa yang akan dibiayai berdasarkan kerjasama
antar K/L/D/I secara pembiayaan bersama (co-financing),
sepanjang diperlukan.
Pemaketan dilakukan dengan menetapkan sebanyak-
banyaknya paket usaha untuk Usaha Mikro dan Usaha Kecil
serta Koperasi Kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi,
persaingan sehat, kesatuan system dan kualitas kemampuan
teknis.
Sedangkan ULP/Panitia/Pejabat Pengadaan memiliki tugas untuk mengumumkan pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa di website K/L/D/I masing-masing, di papan pengumuman resmi dan di portal
pengadaan nasional yang diumumkan melalui LPSE, dengan lama pengumuman paling kurang 7 hari
kerja untuk lelang umum dan 3 hari kerja untuk lelang/seleksi sederhana dan pemilihan langsung.
Pengumuman oleh ULP tidak menggugurkan kewajiban untuk mengumumkan rencana umum pengadaan
di awal tahun, meskipun pelelangan dilakukan secara elektronik (melalui LPSE). Paket yang belum
diumumkan pada Rencana Umum Pengadaan tidak dapat diumumkan oleh ULP.
Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Mengindentifikasi kebutuhan Barang/Jasa yang diperlukan K/L/D/I;
b. Menyusun dan menetapkan rencana penganggaran untuk Pengadaan Barang/Jasa;
c. Menetapkan kebijakan umum tentang pemaketan pekerjaan, cara Pengadaan Barang/Jasa, dan
pengorganisasian Pengadaan Barang/Jasa;
d. Menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK).
Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa harus diumumkan secara terbuka oleh PA/KPA kepada
masyarakat luas melalui website K/L/D/I masing-masing dan papan pengumuman resmi untuk
masyarakat serta Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE setelah rencana kerja dan anggaran K/L/D/I
disetujui oleh DPR/DPRD yang berisi paling kurang:
a. Nama dan alamat Pengguna Anggaran;
b. Paket pekerjaan yang akan dilaksanakan;
c. Lokasi pekerjaan; dan
d. Perkiraan besaran biaya.
Menurut LKPP, pada prinsipnya pengumuman pelelangan/seleksi dilakukan setelah paket tersebut
diumumkan dalam Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa jadi Pelelangan/seleksi yang diumumkan
sebelum rencana pengadaan tersebut disampaikan kepada masyarakat oleh PA/KPA, maka pelelangan
dinyatakan tidak sesuai dengan prosedur dan dinyatakan gagal.
Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa menggunakan sumber data yang terdapat dalam dokumen
anggaran beserta data pendukungnya (KAK dan RAB). Sedangkan HPS disusun pada saat
pelelangan/seleksi akan dimulai yang diperoleh dari hasil survei pasar. Dengan demikian terdapat
kemungkinan perbedaan antara nilai yang diumumkan oleh KPA pada rencana umum pengadaan
dengan nilai HPS yang ditetapkan oleh PPK yang selanjutnya diumumkan oleh ULP. (agus)
Terakhir Diperbaharui ( Rabu, 04 Mei 2011 13:22 )
Comments

+2#1 sari 2011-05-10 16:22


menurut informasi yang pernah saya baca sumber dari ; Khalidmustafa. pengumuman lelang boleh dilakukan sebelum
Rencana Umum Pengadaan, dengan alasan bahwa,
"Menurut Pasal 73 Perpres 54/2010, persyaratan pengumuman berdasarkan kepada ketersediaan anggaran dan bukan
berdasarkan pengumuman rencana umum pengadaan,".
Quote

-1#2 Mamen 2011-05-11 14:19


Quoting sari:
menurut informasi yang pernah saya baca sumber dari ; Khalidmustafa. pengumuman lelang boleh dilakukan sebelum
Rencana Umum Pengadaan, dengan alasan bahwa,
"Menurut Pasal 73 Perpres 54/2010, persyaratan pengumuman berdasarkan kepada ketersediaan anggaran dan bukan
berdasarkan pengumuman rencana umum pengadaan,".

khalid mustafa siapa ya...:?,...sementara dari fatwa lkkp demikian,..tetap harus diumumkan dulu oleh KPa..
Quote
-1#3 agus 2011-05-11 14:22
Pengumuman rencana umum pengadaan bersifat Mutlak dan Wajib dilaksanakan, bahkan pada laman konsultasi LKPP
yang bisa dibaca di http://www.lkpp.go.id/v2/konsultasi/index.php?mod=browseP&pid=4#q_7, Paket yang belum
diumumkan pada Rencana Umum Pengadaan tidak dapat diumumkan oleh ULP.

Jadi kalau tidak diumumkan, maka dapat ditegaskan bahwa sudah terjadi kesalahan prosedur dan bisa saja pengumuman
pelelangan dianggap gugur/batal
Quote

0#4 ant_neeng 2011-05-11 14:38


dengan terbitnya UU Keterbukaan Informasi Publik, maka Rencana Umum Pengadaan juga harus diumumkan dong biar
masyarakat tau paket2 pengadaan apa aja mau dilaksanakan kan sapa tau bs ikutan lelang dan menang . emg yg
ngetik Perpres 54 KH ya??? sebagai badan resmi yg menangani ttg pengadaan ya bs kita jadikan acuan dalam
pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
Quote
Menyongsong Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP): Menuju Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik

PENDAHULUAN
Sudah hampir dua tahun Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terbit. Perancangan PP tersebut diprakarsai oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai pelaksanaan dari pasal 58 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. SPIP bertujuan untuk
memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi dalam
pencapaian tujuan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, keandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Dengan adanya
PP-SPIP maka setiap menteri/pimpinan lembaga, gubernur, bupati/walikota wajib melakukan
pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dengan berpedoman pada SPIP
sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1), dan sekaligus bertanggung jawab atas
efektivitas penyelenggaraan sistem pengendalian intern di lingkungan masing-masing. Ketua
BPK ketika itu, Anwar Nasution, menanggapi positif terbitnya PP-SPIP dengan mengatakan
bahwa PP tersebut telah lama ditunggu-tunggu BPK. Salah satu alasan mengapa BPK berkali-
kali memberikan opini disclaimer atau tidak memberikan opini terhadap laporan keuangan
pemerintah pusat (LKPP) antara lain karena belum memadainya SPIP serta belum adanya SPIP
yang melembaga.
Setelah dua tahun terbit, bagaimanakah progress implementasi dari PP-SPIP tersebut?.

UNSUR-UNSUR SPIP
Keberadaan SPIP merupakan suatu langkah maju mengingat selama ini belum ada panduan
minimal bagi instansi pemerintah pada saat akan merancang pengendalian intern. Sistem
pengendalian intern (SPI) dalam PP-SPIP diartikan sebagai proses yang integral pada tindakan
dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan mamadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui empat pilar yaitu:
1. efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan;
2. keandalan pelaporan keuangan;
3. pengamanan aset negara; dan
4. ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Sedangkan SPIP adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di
lingkungan pemerintah pusat dan daerah. Unsur Sistem Pengendalian Intern (SPI) dalam PP-
SPIP mengacu pada unsur SPI yang telah dipraktikkan di lingkungan pemerintahan di berbagai
negara, yaitu meliputi 5 unsur:
1. lingkungan pengendalian (8 sub unsur);
2. penilaian risiko (2 sub unsur);
3. kegiatan pengendalian (11 sub unsur);
4. informasi dan komunikasi (2 sub unsur); dan
5. pemantauan pengendalian intern (3 sub unsur).
Untuk terwujudnya SPIP yang kuat dan efektif, maka kelima unsur SPIP tersebut harus
diterapkan secara terintegrasi dan menjadi bagian integral dari kegiatan instansi pemerintah.
Penerapan secara terintegrasi dimaksudkan agar seluruh unsur tersebut diterapkan, dimulai dari
pengembangan unsur lingkungan pengendalian (8 sub unsur), sampai pada unsur pemantauan
pengendalian intern (3 sub unsur).
PP-SPIP menegaskan bahwa pimpinan instansi pemerintah wajib menciptakan dan memelihara
lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan SPI
dalam lingkungan kerjanya (pasal 4), melakukan penilaian resiko (pasal 13), menyelenggarakan
kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi
instansi pemerintah yang bersangkutan (pasal 18), mengidenditifikasi, mencatat, dan
mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat (pasal 41), dan melakukan
pemantauan terhadap penerapan SPI (pasal 43). Menciptakan dan memelihara lingkungan
pengendalian merupakan unsur yang paling penting dalam penerapan SPIP dan menjadi dasar
untuk terselenggaranya unsur-unsur SPI lainnya. Lingkungan pengendalian yang baik dapat
diciptakan oleh adanya kepemimpinan yang kondusif, yaitu pemimpin yang mengambil
keputusan berdasarkan pada data hasil penilaian resiko.
Lingkungan pengendalian ini terdiri dari 8 sub unsur meliputi:
1. penegakan integritas dan nilai etika;
2. komitmen terhadap kompetensi;
3. kepemimpinan yang kondusif;
4. pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
5. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
6. penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan SDM;
7. perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan
8. hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.
Penjelasan terinci dari 26 sub unsur SPI dapat dilihat selengkapnya pada PP-SPIP.

PEMBINAAN PENYELENGGARAAN SPIP


Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan SPIP, dilakukan pengawasan
intern dan pembinaan penyelenggaraan SPIP. Pengawasan intern dilakukan oleh aparat
pengawasan intern pemerintah (BPKP/Inspektorat K/L/pemda) melalui kegiatan audit, reviu,
evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya. Sedangkan pembinaan
penyelenggaraan SPIP dilakukan oleh BPKP. Pembinaan penyelenggaraan SPIP oleh BPKP
bukan berarti BPKP mengambil alih tanggung jawab untuk menyelenggarakan SPI yang
dilaksanakan oleh menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota, namun BPKP
membantu agar SPI yang dilakukan oleh instansi pemerintah dapat menjadi kuat dan efektif.
Mengacu pada PP 60 Tahun 2008 pasal 59 ayat (2), pembinaan penyelenggaraan SPIP oleh
BPKP meliputi:
1. penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP;
2. sosialisasi SPIP;
3. pendidikan dan pelatihan SPIP;
4. pembimbingan dan konsultasi SPIP; dan
5. peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah.
Amanat dan tugas yang dibebankan kepada BPKP dalam PP-SPIP telah mendorong jajaran
pimpinan BPKP untuk segera bertindak merumuskan langkah-langkah strategis untuk
mengimplementasikan PP-SPIP. Kantor BPKP Perwakilan juga turut aktif menyongsong tugas
baru BPKP, khususnya untuk pembinaan penyelenggaraan SPIP pada pemerintahan daerah.
Saat ini BPKP sedang menyelesaikan petunjuk teknis (juknis) dan pedoman-pedoman yang
diperlukan untuk menindaklanjuti PP-SPIP. BPKP menekankan bahwa PP-SPIP bukan hanya
milik BPKP, melainkan milik seluruh K/L yang bertekad untuk menciptakan tata kelola
pemerintahan yang baik. Tupoksi BPKP sudah mulai bergeser dari mengaudit ke pemberian
asistensi dan konsultantif. Sosialisasi SPIP yang dilakukan oleh BPKP di lingkungan pemerintah
daerah mendapat sambutan yang baik. Beberapa Peraturan Gubernur tentang SPIP dibuat dengan
bantuan BPKP. Namun semangat dan keinginan pemda untuk mendapatkan sosialisasi dan
pembimbingan penerapan SPIP terkendala oleh ketersediaan SDM BPKP untuk segera
menindaklanjuti. Di samping itu, terdapat kendala anggaran karena selama tahun 2009 belum
terdapat alokasi anggaran khusus untuk kegiatan pembinaan penyelenggaraan SPIP oleh BPKP
maupun anggaran bagi penyelenggaraan SPIP di masing-masing instansi pemerintah.
Dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki BPKP, pembinaan penyelenggaraan SPIP
kepada instansi pemerintah diselenggarakan atas dasar permintaan secara terseleksi. Sosialisasi
serta pembimbingan dan konsultasi penerapan SPIP merupakan kegiatan berdasarkan permintaan
oleh instansi pemerintah terhadap BPKP maupun berdasarkan penetapan sebagai target
pembinaan. Penetapan sebagai target pembinaan didasarkan pada instansi pemerintah yang
memiliki resiko kegagalan penyelenggaraan SPIP terbesar dan dalam kondisi pengendalian
intern yang tidak baik sesuai opini tahun terakhir yang dikeluarkan oleh BPK. Pasal 59 ayat (2)
PP-SPIP menyebutkan bahwa instansi pemerintah dapat melaksanakan sosialisasi, pendidikan
dan pelatihan, serta pembimbingan dan konsultasi SPIP dengan inisiatif sendiri setelah
berkoordinasi dengan BPKP.
Meskipun selama tahun 2009 belum terdapat alokasi anggaran khusus untuk kegiatan pembinaan
penyelenggaraan SPIP oleh BPKP, namun BPKP sudah melakukan beberapa kegiatan persiapan
untuk menyongsong penerapan SPIP yaitu:
 Pembentukan Tim Koordinasi Pembinaan Penyelenggaraan SPIP dengan Keputusan Menteri
Keuangan No. 175/KMK.01/2009 tanggal 8 Mei 2009 tentang Pembentukan Tim Koordinasi
Pembinaan Penyelenggaraan SPIP (anggota tim dari Kemenkeu, Kemendagri, KemenPan,
Setkab, dan BPKP).
 Penyusunan Draft Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP (26 buah sesuai dengan jumlah sub
unsur) dan beberapa pedoman pendukung lainnya. Pedoman Umum SPIP telah ditetapkan
dengan Peraturan Kepala BPKP No. Per-1326/K/Lb/2009 tanggal 7 Desember 2009.
Sosialisasi SPIP dengan tujuan untuk memberikan gambaran umum mengenai substansi PP
60, termasuk di dalamnya mengenai adanya kewajiban bagi setiap instansi pemerintah pusat
dan daerah untuk menyelenggarakan SPIP. Sampai dengan September 2009 telah
dilaksanakan sosialisasi pada 22 K/L dan 9 pemda.
Pendidikan dan Pelatihan SPIP bagi 1547 pegawai BPKP dan 60 pegawai instansi pemerintah
di luar BPKP.
Bimbingan teknis pengimplementasian SPIP telah dimulai pada Komisi Yudisial (sebagai
piloting project).

SPIP DALAM RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL


Dukungan pemerintah dalam penerapan SPIP adalah dengan mengalokasikan anggaran dalam
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010 untuk kegiatan pembinaan penyelenggaraan SPIP
pada instansi pemerintah (IP) pusat dan pemda yang merupakan kegiatan prioritas nasional yang
dilaksanakan oleh BPKP, dengan keluaran:
a. Tersusunnya SOP pembinaan SPIP dan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP;
b. Terselenggaranya sosialisasi SPIP pada 690 entitas/IP pusat dan pemda.
Disamping itu, pada tahun 2010 juga akan diselenggarakan pendidikan dan pelatihan SPIP untuk
9000 orang (termasuk diklat untuk aparatur pengawasan).
Menyadari pentingnya penerapan pengendalian intern pada instansi pemerintah, di dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 disebutkan bahwa
kebijakan penyelenggaraan SPIP dijadikan sebagai salah satu indikator pengarus-utamaan tata
kelola pemerintahan yang baik, yang harus dilaksanakan oleh setiap instansi dan menjadi
landasan operasional bagi seluruh pelaksanaan pembangunan, dengan target pada tahun 2014
telah terlaksana 100% sistem pengendalian internal yang efektif pada setiap instansi pemerintah.
Selain itu, kegiatan pembinaan penyelenggaraan SPIP dijadikan sebagai salah satu kegiatan
prioritas bidang aparatur negara (dalam RPJMN 2010-2014) yang dilaksanakan oleh BPKP,
dengan target keluaran tahun 2010-2014 adalah sebagi berikut:
a. Tersusunnya 46 keputusan kepala BPKP tentang pedoman teknis penyelenggaraan SPIP;
b. Terselenggaranya diklat SPIP bagi 5700 pegawai IP pusat dan pemda;
c. Terselenggaranya sosialisasi SPIP bagi 1035 IP pusat dan pemda;
d. Terselenggaranya konsultasi dan bimbingan teknis penyelenggaraan SPIP bagi 655 IP pusat
dan pemda.
Target lain RPJMN 2010-2014 adalah tercapainya opini WTP (wajar tanpa pengecualian) pada
seluruh laporan keuangan kementerian dan lembaga (LKKL, target 100%) dan pada laporan
keuangan pemerintah daerah (LKPD, target 60%), serta meningkatnya indeks persepsi korupsi
menjadi 5 pada tahun 2014.
TAHAPAN PENERAPAN SPIP PADA INSTANSI PEMERINTAH
Sebagai langkah awal, pimpinan instansi pemerintah (pusat/daerah) perlu menetapkan
ketentuan/keputusan untuk penerapan SPIP di lingkungannya masing-masing dengan mengacu
pada PP-SPIP serta membentuk satgas penyelenggaraan SPIP yang bertugas untuk mengawal
tahap-tahap penerapan SPIP serta melakukan pengujian terhadap efektivitas penyelenggaraan
SPIP. Tahap persiapan ini merupakan tahap awal penyelenggaraan yang ditujukan untuk
memberikan pemahaman atau kesadaran yang lebih baik, serta melakukan pemetaan kebutuhan
penerapan lebih lanjut. Tahap ini terdiri atas :
a. Pemahaman (knowing) melalui sosialisasi dan diklat;
b. Pemetaan/diagnostic assessment (mapping), yang dimaksudkan untuk menentukan area of
improvement. Pemetaan dilakukan oleh BPKP, dimulai dengan melihat kondisi SPIP yang telah
ada secara umum (survei) dan dilanjutkan dengan diagnostic assessment.
Dalam tahap pelaksanaan, pembangunan SPIP meliputi pembangunan infrastruktur dan
internalisasi. Pada tahap ini, BPKP dapat memberikan pembimbingan dan konsultasi jika
diperlukan. Lebih rinci, tahap ini terdiri atas :
a. Membangun dan menyempurnakan infrastruktur (norming);
b. Internalisasi (forming), yaitu proses implementasi infrastruktur yang sudah dibangun;
c. Pengembangan berkelanjutan (performing).
Tahap pelaporan merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan SPIP.
REKOMENDASI
PP 60 Tahun 2008 tentang SPIP secara tegas telah mewajibkan setiap instansi pemerintah untuk
membangun SPIP guna mencegah timbulnya kegagalan dan ketidakefisienan dalam pencapaian
tujuan organisasi. Sudah saatnya setiap instansi pemerintah segera menerapkan PP-SPIP ke
dalam manajemen pemerintahan. Hal ini berlaku baik bagi instansi pemerintah pusat maupun
daerah. Ketentuan mengenai penerapan SPIP di lingkungan pemerintah daerah diatur lebih lanjut
dengan peraturan gubernur atau peraturan bupati/walikota dengan berpedoman pada PP 60.
Saat ini telah ada sekitar 20 pemda yang telah memiliki peraturan untuk penerapan SPIP yang
diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi Sumbar dan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar (30
September 2009).
Penerapan SPIP di lingkungan pemerintah daerah didukung pula oleh Surat edaran Menteri
Dalam Negeri Nomor 900/918/SJ tanggal 8 Maret 2010 yang menyebutkan pentingnya
penerapan SPIP pada pemerintahan daerah untuk peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan
dan kinerja. Pada saat tulisan ini disusun, dilangsungkan sosialisasi SPIP kepada para pejabat
pemerintah yang terdiri dari para Sesjen/Sesmen/Sestama, Irjen/Irtama dan Inspektur
kementerian/lembaga, Sekprov, Irprov, pejabat eselon I Kementerian Keuangan, pejabat
Bappenas, Seskab, BPK, UKP4, serta pejabat BPKP.
Pada kesempatan itu, di hadapan sekitar 300 pejabat tersebut, Wakil Presiden meminta kepada
seluruh instansi pemerintah baik pusat dan daerah untuk segera menerapkan SPIP secara
sungguh-sungguh sebagai pondasi dari pelaksanaan reformasi birokrasi nasional. Wakil Presiden
juga meminta kepada BPKP untuk meningkatkan kerjasama dengan seluruh jajaran instansi
pemerintah dalam menerapkan SPIP secara optimal sesuai dengan time frame yang ditetapkan.
Bagi aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) diharapkan perannya secara aktif dalam
mengawal penyelenggaraan SPIP dan pencapaian target-target pembangunan nasional, serta
berperan juga sebagai quality assurance atas kegiatan pelaksanaan pembangunan sehingga
pimpinan instansi pemerintah memperoleh keyakinan yang memadai terhadap tercapainya tujuan
pembangunan secara efektif dan efisien.
Bagi instansi pemerintah yang belum mendapatkan sosialisasi dari pembina penyelenggaraan
SPIP (BPKP), juga dapat segera mulai melakukan persiapan-persiapan yang diperlukan dengan
berpedoman pada PP-SPIP dan berkoordinasi dengan BPKP. Instansi pemerintah yang sudah
memperoleh opini WTP pun berkewajiban untuk menerapkan SPIP agar dapat berkinerja lebih
baik lagi dan sebagai upaya pencegahan terhadap praktik yang menyimpang. Dengan penerapan
SPIP secara konsisten dan berkesinambungan, maka akan terwujud budaya internal control
culture dalam instansi pemerintah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
Disadari bahwa penerapan SPIP bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan masih banyak
tantangan yang harus dihadapi. Namun, jangan sampai penerapan SPIP hanya sebatas kewajiban
rutin yang tidak berdampak pada peningkatan kinerja pengelolaan keuangan negara maupun
pada efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan pemerintahan. Oleh karena itu, peran
BPKP sebagai pembina penyelenggaraan SPIP hendaknya tidak terbatas pada pemberian
sosialisasi SPIP, bimbingan teknis SPIP, dan penyelenggaraan diklat SPIP. BPKP bersama-sama
dengan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) pada masing-masing instansi perlu secara
objektif melakukan pengawasan terhadap penerapan SPIP di instansi pemerintah sekaligus
menyusun instrumen untuk menilai kualitas penerapan SPIP secara terukur.
Ke depan, diharapkan hasil penilaian BPKP terhadap penerapan SPIP pada masing-masing
instansi pemerintah dapat dipublikasikan dan dapat disejajarkan dengan opini yang diberikan
oleh BPK terhadap LKKL dan LKPD.
–o0o–
Ridha Hasmah adalah Perencana Madya Direktorat Aparatur Negara, Bappenas.
DAFTAR PUSTAKA
 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah
 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014
 Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010
 BPKP, Road Map Pembinaan Penyelenggaraan SPIP
PEMILIHAN JENIS KONTRAK YANG TEPAT UNTUK PENYEDIA JASA
KONSULTANSI
Kamis, 14 April 2011 09:58 Greget Anggraito

Jasa Konsultansi menurut Perpres 54 Tahun 2010 adalah jasa layanan


professional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan
yang mengutamakan adanya olah pikir (brainware).
Dalam pemilihan penyedia Jasa Konsultansi dilakukan melalui negoisasi
teknis dan biaya sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar
dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
Metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dapat dilakukan dengan Seleksi yang terdiri atas Seleksi
Umum dan Seleksi Sederhana; Penunjukan Langsung; Pengadaan Langsung; dan Sayembara, namun
pada prinsipnya dilakukan dengan Metode Seleksi Umum.
Sedangkan komponen biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan jasa konsultansi terdiri dari:
1. Biaya Langsung Personil (Remuneration);
2. Biaya Langsung Non Personil (Direct Reimbursable Cost), dan
3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Berdasarkan Lampiran IV-B Bagian A.3.a.2)(i), Biaya Langsung Non Personil yang dapat diganti adalah
biaya yang sebenarnya dikeluarkan penyedia untuk pengeluaran-pengeluaran yang sesungguhnya (at
cost), yang meliputi antara lain biaya untuk pembelian ATK, sewa peralatan, biaya perjalanan, biaya
pengiriman dokumen, biaya pengurusan surat ijin, biaya komunikasi, biaya pencetakan laporan, biaya
penyelenggaraan seminar/workshop/lokakarya, dan lain-lain.
Dalam penetapan jenis kontrak, Pokja ULP/Pejabat Pengadaan bertanggung jawab atas pemilihan jenis
kontrak tersebut, Pasal 50 ayat (1). Oleh karena itu Pokja ULP/Pejabat Pengadaan harus lebih cermat
dalam menetapkan jenis kontrak untuk setiap Pengadaan Barang/Jasa. Berdasarkan ruang dan lingkup
pekerjaan Jasa Konsultansi, kontrak yang tepat untuk digunakan adalah kontrak harga satuan karena
ada komponen biaya berupa Biaya Langsung Non Personil yang pembayarannya bukan hanya mengacu
kepada nilai yang disepakati di dalam kontrak, namun berdasarkan bukti pengeluaran yang disampaikan
(at cost). Pekerjaan jasa konsultansi dengan kontrak lump sum hanya digunakan untuk pekerjaan yang
lingkup dan hasilnya pasti. (greget)
Terakhir Diperbaharui ( Selasa, 19 April 2011 20:03 )

Anda mungkin juga menyukai