Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Sepsis adalah disfungsi organ mengancam jiwa yang disebabkan oleh


disregulasi respon pejamu terhadap infeksi. Respon terhadap infeksi ini terjadi
ketika pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah, mengaktifkan
proses inflamasi sehingga dapat menyebabkan kegagalan organ multipel/Multiple
Organ Dysfunction/Multiple Organ Failure (MODS/MOF).1 Syok septik adalah
suatu keadaan hipotensi yang diinduksi oleh sepsis dan menetap meskipun telah
mendapat terapi dan resusitasi cairan. Definisi sejak tahun 2016 mengeliminasi
Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) sebagai sepsis, sehingga definisi
sepsis berat dihapuskan. Definsi sepsis berat yang sebelumnya kini disebut sebagai
sepsis12
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri atau fungi. Respon sistemik dapat
disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya
disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang
berasal dari infeksi lokal. Sepsis, syok sepsis, dan kegagalan multipel organ (MOF)
mengenai hampir 750.000 penduduk di Amerika Serikat dan menyebabkan
kematian sebanyak 215.000 orang. Angka kematian oleh karena sepsis berkisar 9,3
% dari seluruh penyebab kematian di Amerika Serikat, setara dengan angka
kematian yang disebabkab oleh infark miokardial dan jauh lebih tinggi dari
kematian oleh karena AIDS dan kanker payudara.
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai
dengan rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, yang
menyebabkan aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi
komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi
sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai
jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.
Salah satu sistem organ penting yang sering terkena dampak oleh sepsis dan
selalu dipengaruhi oleh syok septik adalah sistem kardiovaskular. Dilaporkan lebih
dari 3000 kasus dalam 5 dekade terakhir dalam studi klinis mengenai adanya
komplikasi kardiovaskular pada sepsis. Adanya disfungsi kardiovaskular pada

1
sepsis menyebabkan peningkatan angka mortalitas yang progresif dari 70% menjadi
90%, sebaliknya pada pasien sepsis tanpa disertai gangguan kardiovaskular
didapatkan hanya sebesar 20%.6
Oleh karena beratnya dampak yang ditimbulkan sepsis, maka diperlukan
pemahaman yang lebih mendalam baik mengenai mekanisme yang mendasari
maupun karakteristik klinis disfungsi miokard terkait sepsis, sehingga dapat
dilakukan penatalaksanaan yang lebih optimal.6

2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis dimana terdapat kegagalan dalam
pengaturan peredaran darah sehingga terjadi kegagalan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi ini biasanya disebabkan oleh kegagalan
pompa jantung ataupun karena perubahan resistensi vaskuler perifer.1
Syok secara garis besar dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Berikut
adalah tabel singkat mengenai jenis-jenis syok:2
Tabel 2.1 : Jenis-jenis Syok
Jenis Syok Penyebab
1. Perdarahan
2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
Hipovolemik
3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi
usus dan lain-lain
Tension Pneumothorax
Obstruktif Tamponade jantung
Emboli Paru
1. Aritmia
• Bradikardi / takikardi
2. Gangguan fungsi miokard
• Infark miokard akut, terutama infark ventrikel kanan
• Penyakit jantung arteriosklerotik
• Miokardiopati
Kardiogenik 3. Gangguan mekanis
• Regurgitasi mitral/aorta
• Rupture septum interventrikular Aneurisma ventrikel
massif
• Obstruksi:
Out flow : stenosis atrium
Inflow : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus
1. Infeksi bakteri gram negative
Contoh: Eschericia coli, Klebsiella pneumonia,
Septik Enterobacter serratia, Proteus
2. Kokus gram positif,
Contoh : Stafilokokus, Enterokokus, dan Streptokokus
• Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang
belakang dan spinal syok (trauma medulla spinalis dengan
quadriflegia atau paraplegia)
Neurogenik • Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan,misal nyeri
hebat
• Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya penggunaan
obat anestesi

3
• Rangsangan parasimpatis pada jantung yang
menyebabkan bradikardi jantung mendadak. Hal ini
terjadi pada orang yang pingan mendadak akibat
gangguan emosional
• Antibiotik
Contoh : Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol,
polimixin, ampoterisin B
• Biologis
Contoh : Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan
Anafilaksis
gamma globulin
• Makanan
Contoh : Telur, susu, dan udang/kepiting
• Lain-lain
Contoh : Gigitan binatang, anestesi local

Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai


dengan rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi,
sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi
komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi
sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai
jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.1
Walaupun nomenklatur mengenai sepsis telah banyak dilakukan, namun yang
masih sering digunakan sepsis merupakan kelanjutan dari sebuah sindrom respons
inflamasi sistemik / Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) atau yang
sering disebut sindrom sepsis ditandai dengan 2 dari gejala berikut :3
a. Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)
b. Tachypneu (resp >20/menit)
c. Tachycardia (pulse >100/menit)
d. Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
e. 10% >cell imature
Sepsis merupakan SIRS yang disertai dengan dugaan ataupun bukti adanya
sumber infeksi yang jelas yang disertai dengan kegagalan organ multipel / Multiple
Organ Dysfunction / Multiple Organ Failure (MODS/MOF). Perkembangan
berikut dari sepsis ialah berujung pada suatu syok septik. Syok septik adalah subset
dari sepsis dengan disfungsi sirkulasi dan metabolik/seluler yang berhubungan
dengan peningkatan mortalitas.3 Syok septik merupakan suatu keadaan kegagalan
sirkulasi akut ditandai dengan hipotensi arteri persisten (membutuhkan vasopressor

4
untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg) meskipun dengan resusitasi cairan yang
adekuat ataupun adanya hipoperfusi jaringan (dimanifestasikan oleh konsentrasi
laktat yang melebihi 18 mg / dL) yang tidak dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain.4

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian di Amerika Serikat dan Inggris, dilaporkan 66 hingga 132
kasus per 100.000 populasi. Sepsis berat terjadi pada 1-2 % pasien rawat inap dan
sebanyak 25 % dari pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU). Hal ini
sering terjadi pada lansia, immunecompromised dan pasien sakit kritis. Insidensi
sepsis meningkat 3 kali lipat sejak tahun 1979 hingga 2000, dari 83 kasus per
100.000 populasi per tahun menjadi 240 kasus per 100.000 populasi. Syok septik
merupakan penyebab kematian utama di ICU di seluruh dunia. Sepsis juga
menduduki urutan kedua penyebab utama kematian pada pasien ICU non - koroner.
Angka mortalitas tetap tinggi, yaitu sebesar 30-50 % meskipun kualitas perawatan
sudah meningkat.5,10

2.3 Etiologi
Sepsis berat dapat disebabkan oleh infeksi maupun non-infeksi. Infeksi
adalah penyebab paling umum. Pasien dengan tanda-tanda klinis inflamasi sistemik
(SIRS), penyebab infeksi harus dicari secara aktif. Infeksi yang diperoleh sebelum
masuk rumah sakit lebih mudah dikenali, daripada infeksi nosokomial pada pasien
rawat inap. Infeksi tersering penyebab sepsis meliputi infeksi sistem saraf pusat
(SSP) misalnya meningitis atau ensefalitis, infeksi kardiovaskular (misalnya
endokarditis), infeksi saluran pernafasan (misalnya pneumonia), infeksi
gastrointestinal (misalnya peritonitis) atau infeksi saluran kemih (misalnya
pielonefritis). Meskipun infeksi bakteri adalah penyebab infeksi yang paling umum,
virus dan jamur juga dapat menyebabkan syok septik. Respon sistemik dapat
disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya
disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang
berasal dari infeksi lokal.11
Penyebab non infeksi antara lain trauma berat atau perdarahan akut dan
penyakit sistemik, termasuk infark miokard, emboli paru dan sebagainya. Tabel 2.3

5
merangkum penyebab syok septik dan Tabel 2.4 merangkum penyajian sindrom
sepsis berat, patofisiologi yang mendasari sign and symptomp serta organisme yang
paling sering terlibat.11
Tabel 2.3 Etiologi syok septik11
Infeksi Noninfeksi
Infeksi sistem saraf pusat Trauma berat
Infeksi sistem kardiovaskular Perdarahan
Infeksi saluran pernapasan Komplikasi dari operasi
Infeksi ginjal Komplikasi aneurisma aorta
Infeksi saluran pencernaan Infark miokard
Infeksi kulit dan jaringan lunak Emboli paru
Infeksi tulang dan sendi Tamponade jantung
Pankreatitis akut Overdosis obat / racun
Ketoasidosis diabetik
Insufisiensi adrenal
Anafilaksis
Perdarahan subarachnoid
Luka bakar

Tabel 2.4 Sindrom sepsis berat, patofisiologi yang mendasari sign and symptomp
serta organisme yang paling sering terlibat11
Sistem yang
Tanda dan gejala Patogen penyebab
terkena
1. Community-acquired
pathogen:
Streptococcus
Kebingungan, mengantuk,
pneumoniae; Neiserria
lekas marah, koma
Sistem saraf meningitides; Listeria
sakit kepala, leher kaku,
pusat monocytogenes
fotofobia
2. Patogen nosokomial:
Pseudomonas
aeruginosa;
Escherichia coli
Gangguan kontraktilitas 1. Community-acquired
miokard, takikardia, pathogen:
Sistem peningkatan Enterococcus,
kardiovaskular curah jantung, penurunan Streptococcus bovis,
resistensi vaskuler sistemik Streptococcus spp,
(SVR), gangguan Koagulase-negatif,

6
tanggap terhadap agen staphylococci, Coxiella
vasopressor, burneti,i
sesak napas, ortopnea, Staphylococcus
tekanan vena meningkat aureus,Campylobacter,
E. coli, jamur
2. Patogen nosokomial:
Staphylococcus Sp,
methicillin-resistant S.
Aureus, methicillin-
resistant
Staphylococcus
epidermidis,
methicillin-resistant
1. Community-acquired
pathogen: S.
pneumoniae,
Hipoksemia, sianosis,
Haemophilus
Sistem takipnea, penggunaan otot
influenzae, Legionella
pernapasan nafas tambahan, perubahan
sp.
sputum(volume, purulensi)
2. Patogen nosokomial:
aerobik basil gram
negatif
1. Community-acquired
pathogen:E. coli;
Muntah, diare, sakit perut,
Sistem Bacteroides fragilis
Tenderness, gagal hati,
pencernaan 2. Patogen nosokomial:
kolestasis
aerobik Gram-negatif,
basil anaerob
Sistem Disuria, hematuria, nyeri Organisme yang telah
genitourinaria pinggang, gagal ginjal disebutkan di atas

2.4 Patofisiologi
2.4.1 Host respose
Infeksi yang memicu respon pejamu yang kompleks, bervariasi dan
berkepanjangan. Mekanisme proinflamasi dan antiinflamasi berkontribusi untuk
melawan infeksi dan pemulihan jaringan namun di satu sisi dan mencederai organ
dan menimbulkan infeksi sekunder lainnya. Respon spesifik setiap pasien
tergantung pada patogen penyebab (jumlah dan virulensi) dan host (karakteristik
genetik dan penyakit penyerta) dengan respon yang berbeda di tingkat lokal,

7
regional dan sistemik. Respon host dapat saja berubah dari waktu ke waktu secara
paralel bersamaan dengan perubahan klinis.5
Secara umum, reaksi proinflamasi bertujuan menghilangkan patogen serta
dianggap bertanggung jawab menimbulkan efek kerusakan jaringan pada sepsis
berat. Sitokin antiinflamasi penting untuk membatasi cedera jaringan baik lokal
maupun sistemik serta berefek meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
sekunder.5
2.4.2 Innate Immunity
Patogen mengaktifkan sel-sel kekebalan tubuh melalui interaksi dengan
reseptor pengenalan pola (pattern-recognition receptors). Empat kelas utama
pattern-recognition receptors yang telah teridentifikasi antara lain:5
1. Toll-like receptor
2. C-type lectin receptors
3. Retinoic acid inducible gene1-like receptor
4. Nucleotide-binding oligomerization domain-like receptors.
Reseptor ini mengenali struktur spesies mikroba sehingga disebut pathogen-
associated molecular patterns, sehingga menimbulkan peningkatan regulasi
transkripsi gen inflamasi dan menginisiasi imunitas bawaan. Reseptor ini juga
sensitif terhadap molekul endogen yang dilepaskan dari cedera sel sehingga disebut
damage-associated molecular pattern atau alarmins. Alarmins juga dilepaskan
selama cedera steril seperti trauma, sehingga menimbulkan konsep bahwa
patogenesis kegagalan organ multiple pada sepsis dasarnya tidak berbeda dari
penyakit kritis noninfeksi.5
2.4.3 Kelainan koagulasi
Sepsis berat hampir selalu dikaitkan dengan perubahan koagulasi, sering
menyebabkan disseminated intravascular coagulation. Kelebihan deposisi fibrin
menyebabkan koagulasi akibat kerja faktor jaringan, seperti glikoprotein
transmembran yang dihasilkan oleh berbagai jenis sel. Ketidakseimbangan
mekanisme antikoagulasi termasuk efek dari sistem protein C dan antitrombin,
dengan menurunkan bersihan fibrin menyebabkan depresi sistem fibrinolitik
(Gambar 2.2).7

8
Protease-activated receptor (PARs) membentuk hubungan molekuler
antara koagulasi dan peradangan. Di antara empat subtipe yang telah diidentifikasi,
PAR1 khususnya terlibat dalam sepsis. PAR1 menimbulkan efek sitoprotektif
ketika distimulasi melalui aktifnya protein C atau rendahnya kadar trombin.
Sebaliknya berefek merusak fungsi pertahanan sel endotel diaktifkan oleh trombin
dosis tinggi.7

Gambar 2.2 Respon pejamu pada sespsis5

2.4.4 Mekanisme antiinflamasi dan imunosupresi


Sistem kekebalan humoral, seluler dan mekanisme neurologi melemahkan
potensi efek berbahaya dari respon proinflamasi. Fagosit dapat beralih ke fenotipe
antiinflamasi yang mempromosikan perbaikan jaringan dan regulasi sel T sebagai
upaya mengurangi peradangan. Selain itu, mekanisme saraf dapat menghambat
inflammasi disebut Neuroinflammatory refleks. Rangsangan sensorik disiarkan
melalui aferen saraf vagus ke batang otak, kemudian eferen saraf vagus
mengaktifkan nervus splenikus pada pleksus coliakus, menghasilkan pelepasan

9
norepinephrine di limpa dan sekresi asetilkolin oleh selT CD4+. Pelepasan
asetilkolin menargetkan reseptor α7 kolinergik pada makrofag sehingga menekan
pelepasan sitokin proinflamasi.5
Pasien yang bertahan hidup dari sepsis dini namun tetap bergantung pada
perawatan intensif terbukti mengalami imunosupresi, terbukti dengan
berkurangnya ekspresi HLA-DR pada sel myeloid. Pasien ini sering memiliki fokus
infeksi yang sedang berlangsung, meskipun terapi antimikroba atau reaktivasi
infeksi virus laten. Beberapa penelitian menyatakan lemahnya respon leukosit
terhadap patogen pada pasien dengan sepsis. Temuan yang baru-baru ini dikuatkan
oleh studi postmortem pada pasien yang meninggal akibat sepsis di ICU
mengungkapkan adanya gangguan fungsi splenosit. Selain limpa, paru-paru juga
menunjukkan bukti imunosupresi, kedua organ meningkatkan ekspresi ligan untuk
penghambatan sel T reseptor pada sel parenkim. Meningkatnya apoptosis sel B, sel
T CD4+ dan sel dendritik folikular, terlibat pada sepsis terkait imunosupresi dan
kematian.5
2.4.5 Disfungsi organ
Gangguan oksigenasi jaringan merupakan sebab utama terjadinya disfungsi
organ. Beberapa faktor termasuk hipotensi, kurangnya pembentukan sel darah
merah, dan trombosis mikrovaskuler berkontribusi terhadap kurangnya suplai
oksigen pada syok septik. Peradangan dapat menyebabkan disfungsi endotel
vaskular, disertai dengan kematian sel dan hilangnya integritas barrier, sehingga
menimbulkan edema subkutis. Selain itu, kerusakan mitokondria yang disebabkan
oleh stres oksidatif dan mekanisme lainnya menyebabkan penggunaan oksigen
seluler. Cedera mitokondria melepaskan alarmins kelingkungan ekstraselular,
termasuk DNA mitokondria dan formil peptida, yang dapat mengaktifkan neutrofil
dan menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut.7

10
Gambar 2.3 Gagal organ pada sepsis berat dan disfungsi endotel vaskular dan
mitokondria5

Kerusakan multiorgan di tingkat seluler tampaknya dipengaruhi oleh


disfungsi dan kerusakan pada mitokondria. Disfungsi dan kerusakan mitokondria
pada sepsis terjadi akibat interaksi patogen-inang, selain juga dipengaruhi
patogenisitas mikroorganisme. Syok yang berkepanjangan dan hipoksia jaringan
dapat menyebabkan disfungsi mitokondria. Pada keadaan sepsis berat, aktivasi
berbagai sel imunitas khususnya neutrofil, serta hipoksia jaringan berkontribusi
terhadap terbentuknya ROS (Reactive Oxidant Specifics). ROS berkontribusi
terhadap kerusakan mitokondria, dan kejadian tersebut memicu pembentukan ROS
lebih banyak lagi, yang juga menyebabkan programming kematian mitokondria.5,6
Kematian mitokondria terjadi akibat penumpukan ROS yang memicu sinyal
untuk membuka pori-pori membran permeabilitas mitokondria (Mitochondrial
Permeability Transition, MPT), yang menyebabkan edema matriks mitokondria,
ruptur membran luar mitokondria, serta aktivasi kaskade apoptosis. Namun, kadang
tanpa melalui fase MPT, kaskade apoptosis masih dapat dipicu akibat pergerakan
faktor pro-apoptosis melalui membran luar mitokondria (Mitochondrial Outer
Membrane Permeabilization, MOMP).5,6

11
2.4.6 Mekanisme yang mendasari disfungsi miocardium pada sepsis
Depresi miokard selama sepsis dapat disebabkan oleh multifaktorial. Meski
demikian, penting bagi kita untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memperberat
dan mekanisme yang mendasari agar membuahkan sasaran terapi yang bermanfaat.
1. Global Ischemia
Teori awal tentang depresi miokard pada sepsis berdasarkan pada hipotesis
global myocardial ischemia, namun ternyata pasien sepsis mempunyai aliran
darah koroner yang cepat dan perbedaan penurunan oksigen antara arteri
koroner dan sinus koroner. Seperti halnya pada sirkulasi perifer, hal ini
disebabkan oleh gangguan autoregulasi aliran darah atau oksigenasi. Pasien
dengan syok septik menunjukkan perubahan metabolisme yang kompleks
pada miokardium, termasuk ekstraksi laktat yang meningkat, menurunnya
ekstraksi asam lemak bebas, penurunan ambilan glukosa, peningkatan fosfat
di miokardium dan hibernasi miokard. Meskipun semua temuan tersebut di
atas mencerminkan perubahan penting dalam aliran koroner dan metabolisme
miokard, efek lain diamati dalam sirkulasi perifer selama sepsis, sehingga
iskemia global tidak terbukti sebagai penyebab yang mendasari disfungsi
miokard pada sepsis.
Pada pasien sepsis dengan penyakit arteri koroner (CAD) yang sudah ada
sebelumnya dan mungkin tidak terdiagnosa, iskemia atau infark miokard
regional sekunder akibat CAD mungkin telah terjadi. Manifestasi iskemia
miokard karena CAD akan dipermudah oleh perubahan hemodinamik dan
disfungsi mikrovaskuler yang ditimbulkan oleh sepsis. Faktor yang
memperberat CAD pada kondisi sepsis diantaranya adalah inflamasi
menyeluruh dan aktivasi sistem koagulasi.
2. Myocardial Depressant Substance
Parrillo dkk, secara kuantitatif mengkaitkan derajat klinis disfungsi miokard
pada kondisi sepsis dengan efek serum yang diambil dari pasien sepis.
Tingkat kondisi klinis berkorelasi kuat dengan besarnya penurunan dan
kecepatan pemendekan miosit. Setelah dilakukan perluasan penelitian,
diperoleh bahwa indeks kerja ventrikel kiri turun secara bersamaan yang
menunjukkan efek kardiotoksik dan mengandung interleukin (IL0-1, IL-8 dan

12
C3a) yang kadarnya meningkat secara signifikan. Menurut Mink dkk, agen
bakteriolitik yang berasal dari granulosit neutrofilik yang terlepas dan
monosit merupakan mediator yang memberikan efek kardiodepresan selama
kondisi sepsis. Substansi potensial lainnya yang menjadi substansi depresan
miokard, di antaranya: sitokin jenis lain, prostanoid dan NO.
3. Sitokin
Tumor necrosis factor-α (TNF-α) merupakan mediator dini penting pada syok
yang dipicu oleh endotoksin. TNF-α berasal dari makrofag yang teraktivasi,
namun studi terbaru menunjukkan bahwa TNF-α juga disekresi oleh miosit
jantung sebagai respon terhadap sepsis. Meskipun aplikasi antibodi anti TNF-
α memperbaiki fungsi ventrikel kiri pada pasien dengan syok septik,
penelitian selanjutnya menggunakan antibodi monoklonal yang ditujukan
langsung pada TNF-α atau reseptor TNF-α terlarut, gagal meningkatkan
angka harapan hidup pasien sepsis.7
IL-1 disintesis oleh monosit, makrofag, neutrofil sebagai respon terhadap
TNF-α dan berperan penting pada respon imun sistemik. IL-1 akan menekan
kontraktilitas jantung dengan cara merangsang NO sintase (NOS). Pada
penelitian klinik, IL-1 dapat meningkatkan angka harapan hidup pada pasien
dengan sepsis, namun terapi yang pada awalnya menjanjikan ini gagal
menghasilkan manfaat yang signifikan pada kemampuan kelangsungan
hidup. IL-6 yang merupakan sitokin pro inflamasi lain juga terlibat dalam
patogenesis sepsis dan dianggap sebagai prediktor sepsis yang lebih cocok
dibandingkan TNF-α karena peningkatannya di dalam sirkulasi berlangsung
dalam waktu yang lama. Meskipun sitokin memiliki peran penting dalam
penurunan kontraktilitas, namun tidak dapat menjelaskan mengapa disfungsi
miokard berlangsung lama pada sepsis dan substansi ini hanya memicu atau
melepaskan faktor tambahan yang mempengaruhi fungsi miokard seperti
prostanoid atau NO.7
4. Prostanoid
Prostanoid dihasilkan oleh enzim siklooksigenase dari asam arakidonat.
Ekspresi enzim siklooksigenase-2 dirangsang oleh lipopolisakarida (LPS)
dan sitokin. Pada pasien sepsis dijumpai peningkatan kadar prostanoid seperti

13
tromboksan dan prostasiklin yang berpotensi mempengaruhi autoregulasi
koroner, fungsi endotel koroner dan aktivasi leukosit intra koroner. Penelitian
pada hewan dengan memberikan siklooksigenase inhibitor seperti
indometasin memberikan hasil yang menjanjikan., begitu juga dengan
ibuprofen dan lornoxicam, tapi penelitian tersebut tidak menunjukkan
peningkatan kelangsungan hidup pada kelompok pasien yang mendapat
terapi.8
5. Endothelin-1
Upregulasi endothelin-1 (ET-1) dijumpai dalam waktu 6 jam setelah syok
septik yang dipicu oleh LPS. Ekspresi berlebihan ET-1 di dalam jantung akan
memicu peningkatan sitokin inflamasi (termasuk TNF-α, IL-1, IL-6),
infiltrasi inflamasi interstisial, dan kardiomiopati yang kemudian dapat
menyebabkan gagal jantung dan kematian. Keterlibatan ET-1 pada disfungsi
miokard didukung oleh tezosentan, yakni antagonis reseptor endotelin-A dan
B, dapat memperbaiki indeks kardiak, stroke volume, dan kerja ventrikel kiri
pada syok endotoksemik. Meskipun ET-1 telah terbukti berperan penting
dalam patofisiologi berbagai penyakit jantung melalui efek autokrin,
endokrin atau parakrin, namun dampaknya pada disfungsi miokard terkait
sepsis perlu diteliti lebih jauh untuk menilai potensi terapeutik antagonis
reseptor ET-1.11
6. Nitric Oxide
Nitric Oxide (NO) menghasilkan banyak efek biologi pada sistem
kardiovaskular. Substansi ini mengatur fungsi jantung pada kondisi fisiologik
dan menimbulkan banyak efek pada kondisi patologik. Pada pemberian NO
dosis rendah dapat meningkatkan fungsi ventrikel kiri, namun pada
pemberian dosis tinggi terbukti dapat memicu gangguan kontraksi dengan
menekan pembentukan energi di dalam miokard. NO endogen berperan
menghasilkan fase tidur sebagai respon dari kondisi iskemia miokard dan juga
sebagai modulator penting pada iskemia miokard.
Sepsis akan menyebabkan ekspresi inducible NOS (iNOS) pada miokard,
diikuti produksi NO dalam jumlah besar, yang selanjutnya berperan penting
dalam disfungsi miokard. Hambatan terhadap NOS dapat mengembalikan

14
stroke volume dan output jantung setelah penyuntikan LPS. Pada pasien
sepsis, infus metilen blue, penghambat nonspesifik NOS dapat memperbaiki
tekanan arteri rata-rata, stroke volume, meningkatkan kerja ventrikel kiri dan
mengurangi kebutuhan akan inotropik, tetapi kesemuanya ini tidak mengubah
outcome. Walaupun NO berperan pada patogenesis disfungsi kardiovaskular
oleh sepsis, namun mekanisme yang pasti masih belum jelas dan perlu diteliti
lebih jauh.3
7. Adhesion Molecules
Upregulasi ekspresi intercellular adhesion molecule-1(ICAM-1) dan
vascular cell adhesion molecule-1(VCAM-1) di permukaan sel dijumpai
pada kardiomiosit dan endotel koroner murine setelah stimulasi TNF-α dan
LPS. Ekspresi ICAM-1 pada miokard mengalami peningkatan. Hambatan
VCAM-1 dengan antibiotik terbukti dapat mencegah disfungsi miokard dan
menurunkan akumulasi neutrofil pada miokard, sedangkan pemberian
antibodi dapat menghilangkan dan menghambat ICAM-1 dan memperbaiki
disfungsi miokard pada endotoksemia tanpa mempengaruhi akumulasi
neutrofil.3
8. Cardiac troponins
Troponin (Tn) jantung adalah protein regulator dari filamen aktin. TnI dan
TnT muncul akibat cedera pada sel miokard dan sebagai penanda yang sangat
sensitif dan spesifik pada kerusakan miokard. Pengukuran Tn secara serial
digunakan untuk diagnosis dan stratifikasi resiko pasien dengan sindroma
koroner akut. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan Tn
pada pasien sepsis dapat memperkirakan adanya disfungsi miokard dan
peningkatan rata-rata mortalitas. Dalam beberapa studi pada pasien sepsis,
43-50% terjadi peningkatan TnI secara signifikan. Adanya hubungan
signifikan antara TnI dengan penurunan fraksi ejeksi dan peningkatan Tn
yang dihubungkan dengan disfungsi ventrikel kiri telah banyak dibuktikan.
Penggunaan Tn untuk mengidentifikasi sepsis dengan disfungsi miokard
terbatas karena banyaknya kondisi lain yang dapat mengakibatkan
peningkatan Tn. Dengan demikian, tidak ada bukti untuk mendukung
penggunaan inotropik pada pasien dengan Tn yang meningkat dalam upaya

15
untuk meningkatkan kinerja miokard. Peningkatan Tn pada pasien dengan
sepsis dihubungkan dengan prognosis yang jelek, terlepas dari penyebab
dasarnya.11

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis sepsis sangat bervariasi, tergantung pada lokasi awal
infeksi, organisme penyebab, pola disfungsi organ akut, status kesehatan yang
mendasari dan interval sebelum inisiasi pengobatan. Tanda dari infeksi maupun
disfungsi organ sulit dideteksi, beberapa pedoman konsensus internasional baru-
baru ini memberikan daftar panjang tanda-tanda awal terjadinya sepsis seperti yang
tertera pada gambar dibawah ini:5
Gambar 2.1 Tanda-tanda awal terjadinya sepsis5
Kriteria diagnostik untuk Sepsis, Severe Sepsis dan Septic shock
Sepsis (didokumentasikan atau dicurigai infeksi ditambah ≥ 1 dari berikut)
Variabel umum :
 Demam (suhu > 38,3 ° C)
 Hipotermia (suhu < 36 ° C)
 Denyut jantung meningkat (> 90 denyut per menit atau > 2 SD di atas batas
atas dari kisaran normal untuk usia)
 Takipnea
 Perubahan status mental
 Edema substansial atau keseimbangan cairan positif (> 20 ml / kg berat badan
selama periode 24 jam)
 Hiperglikemia (glukosa plasma > 120 mg / dl [6,7 mmol / liter] tanpa adanya
diabetes)
Variabel inflamasi
 Leukositosis (jumlah sel darah putih > 12.000 / mm3)
 Leukopenia ( jumlah sel darah putih < 4000/mm3)
 Neutrofil imatur (batang)> 10 %
 Peningkatan CRP ( > 2 SD di atas batas atas dari kisaran normal )
 Peningkatan procalcitonin plasma (>2 SD di atas batas atas dari kisaran
normal)

16
Variabel hemodinamik
 Hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mm Hg atau MAP < 70 mm Hg atau
penurunan TD sistolik > 40 mm Hg pada orang dewasa atau > 2 SD di bawah
batas bawah dari kisaran normal untuk usia)
 Saturasi oksigen vena campuran meningkat (> 70 %)
 Indeks jantung meningkat (> 3,5 liter / menit / meter persegi luas permukaan
tubuh)

Variabel disfungsi organ


 Hipoksemia arteri (rasio tekanan parsial oksigen arteri [PaO2] terhadap fraksi
oksigen inspirasi [FiO2] < 300)
 Oliguria akut (urine output< 0,5 ml / kg / jam atau 45 ml / jam selama minimal
2 jam)
 Kenaikan tingkat kreatinin > 0,5 mg / dl (> 44 umol / liter)
 Kelainan koagulasi (INR > 1,5 aPTT > 60 detik)
 Ileus paralitik (tidak adanya bising usus)
 Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000 / mm3)
 Hiperbilirubinemia (plasma bilirubin total > 4 mg / dl [ 68 umol / liter ])
Variabel perfusi jaringan
 Hiperlaktatemia (laktat> 2 mmol / liter)
 Penurunan pengisian kapiler dan mottling
Sepsis berat (sepsis ditambah disfungsi organ)
Syok septik (sepsis ditambah baik hipotensi [refrakter terhadap cairan intravena]
atau hiperlaktatmia)

17
Gambar 2.4. Skor SOFA
Disfungsi organ akut yang paling umum mempengaruhi pernapasan dan
sistem kardiovaskular. Kerentanan sistem pernapasan secara klasik bermanifestasi
sebagai sindrom gangguan pernapasan (ARDS) yang didefinisikan sebagai
hipoksemia dengan infiltrat bilateral yang tidak berasal dari jantung.6

Kerentanan sistem kardiovaskular dimanifestasikan terutama sebagai


hipotensi atau peningkatan serum laktat. Setelah ekspansi volume yang memadai,
hipotensi sering berlanjut, membutuhkan penggunaan vasopresor dan disfungsi
miokard dapat terjadi. Disfungsi sistem saraf pusat biasanya penurunan kesadaraan.
Pencitraan umumnya tidak menunjukkan lesi fokal dan temuan pada
electroencephalography biasanya berupa ensefalopati nonfocal. Penyakit kritis
polineuropati dan miopati terjadi terutama pada pasien yang lama dirawat di ICU.5
Gagal ginjal akut dimanifestasikan sebagai penurunan produksi urin dan
peningkatan tingkat serum kreatinin dan sering memerlukan pengobatan dengan
terapi ginjal pengganti. Ileus paralitik, peningkatan aminotransferase,
trombositopenia, disseminated intravascular coagulation, disfungsi adrenal umum
terjadi pada pasien dengan sepsis berat.5
2.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan awal syok septik adalah memberikan resusitasi
kardiorespirasi dan mengurangi ancaman langsung infeksi yang tidak terkontrol.
Resusitasi membutuhkan cairan intravena dan vasopressor dengan terapi oksigen

18
serta ventilasi mekanik yang disediakan seperlunya. Komponen yang tepat
diperlukan untuk mengoptimalkan resusitasi, seperti pilihan dan jumlah cairan,
jenis yang sesuai dan intensitas pemantauan hemodinamik, dan peran penunjang
agen vasoaktif.7
Pemberian antibiotik dengan cepat dan adekuat disertai operasi pengangkatan
fokus infeksi, merupakan tindakan utama dan satu-satunya terapi yang ditujukan
pada penyebab sepsis. Setiap keterlambatan dalam hitungan jam dalam pemberian
terapi antibiotik yang tepat pada syok septik akan meningkatkan angka kematian
sebesar 7%. Beberapa studi menunjukkan frekuensi mengejutkan pada percobaan
prospektif besar yang lebih dari 2.000 pasien, pengobatan dengan antibiotik yang
tidak sesuai dengan mikroorganisme penyebab terbukti resisten pada 32% dari
pasien. Kematian berkurang dari 34% menjadi 18% ketika antimikroba yang tepat
diresepkan pada onset sepsis.8,7
Pada pertemuan tingkat internasional tentang “surviving sepsis campaign”
memutuskan bahwa early goal directed therapy (EGDT) untuk pasien sepsis adalah
meregulasi anti inflamasi, memperbaiki preload, afterload dan kontraktilitas
jantung sehingga hantaran oksigen ke jaringan menjadi optimal, atasi gangguan
keseimbangan elektrolit, mendeteksi dan mengobati hipoksia jaringan secara cepat
sebelum kerusakan organ menjadi irreversible. Terapi suportif seperti resusitasi
cairan, vasopresor dan inotropik, tranfusi darah, ventilasi mekanik bahkan upaya
suportif bagi ginjal dapat diberikan.8
Selain itu, ada beberapa obat yang banyak diteliti manfaatnya terhadap sepsis,
diantaranya: statin, protein C teraktivasi, antibodi anti-TNF-α.. Statin memiliki
manfaat teraputik tanpa tergantung pada efek penurunan kolesterol, yang disebut
dengan efek pleotropik. Efek pleotropik ini mencakup sifat anti inflamasi dan
antioksidatif, perbaikan fungsi endotel dan peningkatan bioavailabilitas NO.
Yoshida dkk melaporkan kalau statin menurunkan ekspresi molekul adhesi, endotel
dan monosit. Berkat dampak kekuatan statin pada inflamasi, maka statin mungkin
merupakan terapi baru. Menurut Hachman dkk, bahwa terapi statin berkorelasi
dengan penurunan angka sepsis.8
Intervensi untuk meningkatkan curah jantung meliputi resusitasi cairan untuk
meningkatkan preload, pemberian inotropik untuk memperbaiki kontraktilitas

19
jantung, serta pemberian vasopresor (atau vasodilator) untuk optimalisasi afterload.
Konten oksigen arterial dapat ditingkatkan dengan transfusi Packed Red Cell (PRC)
dan meningkatkan SaO2 dengan terapi oksigen.3
Pada keadaan hipoksia jaringan berat akan disertai dengan menurunnya
cadangan ATP seluler, sehingga menyebabkan gangguan integritas membran sel
yang selanjutnya menimbulkan edema (MPT) serta nekrosis sel. Berbeda dengan
apoptosis, nekrosis sel menginduksi respon inflamasi lokal dan sistemik, sehingga
memperberat keadaan.5,6
Oleh karena itu, semakin jelas bahwa terapi secara dini yang difokuskan
terhadap stabilisasi hemodinamik untuk mencegah terjadinya global tissue hypoxia
dapat mencegah onset terjadinya disfungsi multiorgan yang bertanggung jawab
terhadap meningkatnya angka mortalitas pasien dengan sepsis. Algoritme berbasis
waktu ini dalam 1 jam pertama bertujuan untuk mengembalikan dan
mempertahankan denyut jantung ke nilai normal, mencapai waktu pengisian kapiler
< 2 detik, serta menormalkan tekanan darah.
Dukungan oksigenasi dan ventilasi diberikan sesuai dengan indikasi. Target-
target berikutnya diharapkan tercapai dalam waktu 6 jam di unit perawatan
intensif:7
a. Kerangka waktu: Nol sampai dengan 5 menit pertama
Dalam lima menit pertama, klinisi harus dapat mengidentifikasi pasien dengan
sepsis berat dan syok septik. Identifikasi dini sangat berhubungan dengan
menurunnya morbiditas dan mortalitas kasus sepsis berat dan syok septik.
Dalam waktu lima menit pertama ini pula secara simultan dilakukan
manajeman jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing), serta pemasangan
akses intravena (circulation).
b. Identifikasi dini pasien dengan sepsis berat dan syok septik
c. Trias: demam, takikardi dan vasodilatasi umum ditemukan dengan tanda-tanda
infeksi. Syok septik harus menjadi pertimbangan diagnosis bila trias di atas
ditemukan, disertai dengan perubahan status mental yang bermanifestasi
sebagai iritabilitas, bingung, mengantuk, hingga penurunan kesadaran yang
lebih dalam. Sepsis berat dan syok septik diketahui berhubungan dengan

20
hipoksia jaringan yang luas. Hipoksia pada susunan saraf pusat akan
menyebabkan gangguan berupa penurunan kesadaran.
d. Selain itu, klinisi juga harus dapat mengidentifikasi tanda-tanda gangguan
perfusi jaringan yang disebabkan oleh disfungsi kardiovaskuler pada sepsis.
Syok septik dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu warm shock dan cold shock.
Warm shock ditandai dengan curah jantung yang tinggi, kulit yang hangat dan
kering, serta bounding pulse. Sedangkan cold shock ditandai oleh curah jantung
yang rendah, kulit lembab dan dingin, serta nadi yang lemah. Stadium awal
syok septik dapat dikenali dengan ditemukannya takikardia, bounding pulse,
serta gangguan kesadaran. Produksi urin kurang dari 1 mL/kgbb/jam. Pada
stadium yang lebih lanjut, dapat ditemukan waktu pemanjangan kapiler, dan
pada stadium akhir ditandai dengan hipotensi.
e. Mempertahankan jalan nafas dan pemberian terapi oksigen
f. Memasang akses intravaskular
g. Kerangka waktu: 5 sampai dengan 15 menit berikutnya
h. Pada segmen 5 menit hingga 15 menit berikut ini, dilakukan resusitasi cairan
hingga didapatkan perbaikan perfusi jaringan, dengan pemantauan terhadap
tanda-tanda overload cairan. Secara simultan pula dilakukan koreksi kelainan
metabolik seperti hipoglikemi/hiperglikemi, serta koreksi kelainan elektrolit
yang mungkin ditemukan, dan pemberian antibiotik empiris spektrum luas.
i. Resusitasi cairan pada sepsis berat dan syok septik
‐ Volume cairan resusitasi
‐ Penelitian pada hewan percobaan dengan sepsis berat, didapatkan bahwa
resusitasi cairan hingga 60 mL/kgbb ternyata berhasil memperbaiki curah
jantung, penghantaran oksigen serta stabilitas hemodinamik. Dari penelitian
Han dkk (2003) pada pasien dengan sepsis berat dan syok septik, didapatkan
pula bahwa kelompok non-survivor menerima volume cairan resusitasi
lebih sedikit (20 mL/kgbb) dan kecenderungan dilanjutkan dengan terapi
inotropik.
‐ Mengenai volume cairan resusitasi yang diberikan, Carcillo dkk melaporkan
penelitian mengenai resusitasi cairan pada pasien pediatrik dengan syok
septik yang diberikan dalam 1 jam pertama, pemberian cairan resusitasi

21
secara cepat dengan volume di atas 40 mL/kgbb (rata-rata 69 + 19 mL/kgbb)
berhubungan dengan outcome (survival) yang lebih baik. Pemberian cairan
secara cepat juga tidak berhubungan dengan kejadian Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS).
‐ Rekomendasi dari Surviving Sepsis Campaign 2008 yaitu resusitasi cairan
inisial diawali dengan pemberian cairan kristaloid bolus 20 mL/kgbb selama
5-10 menit, dititrasi dengan pemantauan klinis terhadap curah jantung,
dalam hal ini meliputi denyut jantung, produksi urin, waktu pengisian
kapiler, dan derajat kesadaran. Biasanya defisit cairan cukup besar sehingga
awal resusitasi memerlukan volume cairan 40-60 mL/kgbb, namun dapat
mencapai hingga 200 mL/kgbb. Pemantauan terhadap tanda-tanda overload
cairan yaitu dengan memperhatikan adanya onset baru hepatomegali,
bertambahnya usaha nafas dan bertambahnya berat badan lebih dari 10%.
Untuk mengatasinya dapat diberikan diuretik. Tindakan lain untuk
mengatasi overload cairan yaitu dengan dialisis peritoneal bila didapatkan
oliguria, atau continuous renal replacement therapy (CRRT) bila
diperlukan.
‐ Untuk pemeriksaan secara bed-site, dari penelitian Pamba dan Maitland
(2004) didapatkan bahwa pemanjangan waktu pengisian kapiler > 3 detik
merupakan faktor prognostik perlunya resusitasi cairan, sehingga cukup
prediktif digunakan sebagai alat untuk menilai adekuatnya terapi cairan
yang diberikan pada pasien dengan sepsis berat dan syok septic.

22
Gambar 2.4 Early Goal Directed Therapy (EGDT)

23
2.7 Prognosis
Sekitar 20-35% pasien dengan sepsis berat dan 40-60% pasien dengan syok
septik meninggal dalam waktu 30 hari dan lainnya meninggal dalam 6 bulan
berikutnya. Kematian sering disebabkan oleh kontrol infeksi yang kurang,
imunosupresi, komplikasi dari perawatan intensif, kegagalan organ multipel, atau
penyakit yang mendasari.8
Rendahnya stroke volume setelah resusitasi menunjukkan bahwa terjadi
kegagalan pembuluh darah perifer dan dapat menjadi faktor penyebab kematian
karena sepsis. Studi oleh Rhodes dkk menunjukkan kemungkinan menggunakan tes
stress dobutamine untuk menentukan outcome, dimana pasien yang tidak berhasil
selamat ditandai dengan penurunan respon inotropik. Pada 24 jam sejak timbulnya
sepsis, indeks resistensi vaskular sistemik > 1529 dyne, denyut jantung < 95x/menit
atau penurunan denyut jantung > 18x/menit, dan indeks kardiak > 0,5 L.mn
menunjukkan survival.6

24
BAB III
PENUTUP

Sepsis dan syok septik merupakan salah satu masalah tertua dan paling
kompleks dalam bidang kedokteran. Dengan kemajuan dalam perawatan intensif,
meningkatnya kewaspadaan dan pedoman berbasis bukti, dokter telah mengambil
langkah besar dalam mengurangi risiko kematian terkait dengan sepsis. Namun,
pada pasien yang bertahan hidup, sepsis masih ada sejumlah kekhawatiran akan
gejala sisa. Keadaan syok sepsis merupakan kegawatdaruratan klinik yang
membutuhkan reaksi cepat untuk menyelamatkan nyawa pasien. Terapi yang
diberikan berupa resusitasi, eliminasi sumber infeksi, terapi antimikroba, dan terapi
suportif.
Tujuan utama pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi parameter
hemodinamik melalui resusitasi dengan tujuan akhir adalah meningkatkan hantaran
dan penggunaan oksigen oleh jaringan dan sel. Strategi juga dibutuhkan untuk
mencapai jutaan pasien dengan sepsis yang jauh dari perawatan intensif modern.
Kemajuan dalam biologi molekuler telah memberikan wawasan yang tajam ke
dalam kompleksitas patogen dan imunitas host/pejamu. Memanfaatkan informasi
tersebut untuk memberikan terapi baru yang efektif, terbukti sulit. Pengembangan
agen terapi baru, pendekatan cerdas dalam tatalaksana sepsis penting
dikembangkan untuk menghasilkan outcome pasien sepsis menjadi lebih baik.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.
2. British Journal of Anesthesia. Anesthesic Management in Patients With Severe
Sepsis. Cited February 2018.
3. Merx MW dan Weber C. Sepsis and the heart. Circulation. 2007. 116 : 793 –
802.
4. Tannehill D. Treating Severe Sepsis & Septic Shock in 2012. J Blood
DisordTransfus. 2012. 84 : 1-6.
5. Angus DC dan Poll VD. Review Article : Severe Sepsis and Septic Shock. N
ENGL J Med. 2013. 369 (9) : 840-848.
6. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM et al.
Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of
Severe Sepsis and Septic Shock: 2016. Society of Critical Care Medicine and
the European Society of Intensive Care Medicine. 2013. 41(2): 580-635.
7. Annane D, Bellissant E and Cavaillon JM. Seminar : Septic shock .Lancet.
2005. 365: 63–78.
8. Pohan HT and Chen K. Penatalaksanaan Syok Septik. Dalam Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Idrus A, Simadibrata M dan Setiati S (eds.). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : InternaPublishing. 2010
9. Kontra JM. Evidence-Based Management of Severe Sepsis and Septic Shock.
The Journal of Lancaster General Hospital. 2006. 1(2): 39-46.
10. Widodo D and Pohan HT. Bunga Rampai Penyakit Infeksi. Jakarta:2004: h.54-
88.
11. Eissa D, Carton EG dan Buggy DJ. Review article : Anaesthetic management
of patients with severe sepsis. British Journal of Anaesthesia. 2010.
105(6):735-743.
12. Kalil A, MD. Septic Shock. University of Nebreska Medical Center: 2017.
Available from http://emedicine.medscape.com/article/168402-overview.
Accessed February 24th 2018.

26

Anda mungkin juga menyukai