Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

POTENSI AKAN DAN ILMU


D
I
S
U
S
U
N
OLEH KELOMPOK 2
ALI BABA
AHMAD ALWY
JIRANA
NUR AFIFA
SATRIANI
SUDIRMAN

MA NUHYIAH PAMBUSUANG
TAHUN AJARAN 2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah S.W.T., atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga
makalah yang berjudul “Akal, Ilmu dan Amal” ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Saw. serta keluarga dan sahabatnya.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah Ilmu Pendidikan yang diampu oleh Bapak Abdul Khobir, M. Ag di STAIN PEKALONGAN.
Makalah ini dapat selesai dengan baik atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat,
1.H.Salafudin, M.Si.selaku ketua program studi Pendidikan Agama Islam.
2. Dra.Hj.Musfirotun Yusuf,M.M selaku dosen pembimbing.
3. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penyusunan makalah ini.
Penyusun berharap semoga hasil karya ini bermanfaat dan dapat dijadikan pengetahuan
mengenai hal tersebut.
Akhirnya penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu,kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan. Untuk itu penyusun
mengucapkan terimakasih.

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul ......................................................................................... i

Kata pengantar........................................................................................ ii

Daftar isi .................................................................................................. iii

Bab I Pendahuluan .................................................................................. 1

A. Latar belakang ............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 1

C. Tujuan ......................................................................................... 2

Bab II Pembahasan ................................................................................. 3

Bab III Penutup ........................................................................................ 12

A. Kesimpulan ................................................................................. 12

B. Saran .......................................................................................... 12

Daftar Pustaka......................................................................................... 13
BAB I

PENDAHULUAN

Akal adalah dorongan moral untuk berpikir, melakukan kebaikan dan menghindar dari kesalahan,
karena adanya untuk berpikir, memahami persoalan.
Amal dalam bahasa Indonesia berarti perbuatan baik atau buruk. Dari sini terlihat, bahwa istilah
amal dan perbuatan sudah sulit dibedakan.Dalam pemakaian sehari-hari, kedua kata itu dipandang
sebagai kata kembar yang mempunyai satu arti, sehingga keduanya sering dimajemukkan dalam
ungkapan "amal perbuatan”.
Menurut Ragib Al-lsfahani (wafat 502 H/ 108 M), seorang ahli bahasa dari kalangan Ahlus Sunah wal
Jamaah, antara amal dan perbuatan yang merupakan terjemahan dari al-fi'l, disamping ada
persamaannya, terdapat perbedaan mendasar. Menurutnya, perbuatan dapat dihubungkan dengan
insan (manusia), hayawanat (binatang-binatang), dan nabat (tumbuh- tumbuhan), baik yang diperbuat
berdasarkan ilmu pengetahuan, maupun tidak, dan baik yang diperbuat dengan sengaja (al-qasd)
maupun tidak.
Sedangkan istilah amal hanya boleh dihubungkan dengan manusia.Oleh sebab itu, mendefinisikan
amal sebagai "suatu perbuatan yang dilakukan berdasarkan ilmu pengetahuan, pilihan sendiri, dan
dilakukan dengan sengaja atau niat."Hal ini hanya diperoleh dari manusia karena hewan dan tumbuh-
tumbuhan atau benda-benda mati lainnya tidak mungkin melakukan suatu perbuatan dengan ilmu dan
niat.Inilah pengertian amal yang dimaksud oleh fukaha. Dan hubungan antara akal, ilmu dan amal akan
dijelaskan pada makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akal, Ilmu danAmal

Kata ‘aql (akal) tidak ditemukan dalam Al-Qur’an yang ada hanya bentuk kata kerja masa kini dan
lampau. Kata itu dari segi bahasa pada mulanya berarti tali pengikat, penghalang, Al-Qur’an
menggunakannya bagi sesuatu yang mengikat/menghalangi seseorang terjerumus dalam
kesalahan/dosa. Akal adalah dorongan moral untuk berpikir, melakukan kebaikan dan menghindar dari
kesalahan, karena adanya untuk berpikir, memahami persoalan.[1]
Pendidikan Akal adalah proses meningkatkan kemampuan intelektual dalam bidang ilmu alam,
teknologi, dan sains modern sehingga anak mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah Swt. dan khalifah-Nya, guna
membengun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan oleh-Nya.[2]
Kata ilmu berasal dari bahasa arab ‘ilm yang berarti pengetahuan, merupakan lawan kata dari jahl
yang berarti ketidaktahuan atau kebodohan. Sumber lain mengatakan bahwa kata ‘ilm bentuk mashdar
dari ‘alima, ya’lamu-‘ilman. Menurut Ibn Zakaria, pengarang buku Mu’jam Maqayis al-Lughah bahwa
‘ilm memiliki arti denotatif “bekas sesuatu yang dengannya dapat dibedakan sesuatu dari lainnya”.
Menurut Ibn Manzur ilmu adalah antonym dari tidak tahu (naqid al-jahl), sedangkan menurut al-
Asfahani dan al-anbari, ilmu adalah mengetahui hakikat sesuatu (idrak al-syai’ bi’ haqq qatih).
Kata ilmu biasa disepadankan dengan kata Arab lainnya, yaitu ma’rifah (pengetahuan, fiqh
(pemahaman), hikmah (kebijakan), syu’ur (perasaan). Ma’rifah adalah padanan kata yang sering
digunakan.

Di dalam al-Quran, kata ‘ilm dan turunannya (tidak termasuk al-a’lam, al-‘alamin, dan ‘alamat
yang disebut sebanyak 778 kali.
Dalam dunia Islam, ilmu bermula dari keinginan untuk memahami wahyu yang terkandung dalam
al-Quran dan bimbingan Nabi Muhammad SAW mengenai wahyu tersebut. Al-‘ilm itu sendiri dikenal
sebagai sifat utama Allah SWT. dalam bentuk kata yang berbeda, Allah SWT disebut juga sebagai al-‘alim
dan ‘alim, yang artinya “Yang Maha Mengetahui atau Yang maha Tahu”. Ilmu adalah salah satu sifat
utama dari Allah SWT dan merupakan satu-satunya kata yang komprehensif serta bisa digunakan untuk
menerangkan pengetahuan Allah SWT.[3]
Amaladalahsatu aplikasi yang hasil dari gabungan ilmu dan iman kerana kebenaran iman dapat di
lihat amal soleh seseorng .Allah bersumpah demi sesungguhnya manusia itu rugi andai beriman tanpa
amal.
Secara sederhana ilmu dapat dipandang sebagai akal sehat dalam arti sebagai upaya untuk
memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi. Orang tak perlu belajar ilmu dulu untuk dapat
memecahkan masalah, namun ilmu dapat membantu akal sehat dalam membimbing memcahkan
masalah, sama halnya dengan akal sehat yang juga menjadi fondasi ilmu/berpikir ilmiah. Ilmu pada
dasarnya merupakan suatu aktivitas dalam mencari jawaban guna memahami permasalahan yang
dihadapi manusia akan berbagai fenomena yang terjadi dalam kehidupan (ilmu dalam perspektif dinamis
sebagai proses/aktivitas), dan dalam konteks aktivitas ini ilmu dan akal sehat-dalam batas tertentu-mirip
sebagai upaya/proses menjawab masalah yang dihadapi.[4]
Kejahilan adalah kebodohan yang terjadi karena ketiadaan ilmu pengetahuan. Dengan demikian,
kualiti amal setiap orang menjadi sangat berkaitan dengan keimanan dan ilmu pengetahuan karena,
”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi
petunjuk oleh Rabb mereka kerana keimanannya.”(QS.[10]:9).
Ilmu pengetahuan tentang Allah Subhanaahu Wa Ta’ala adalah penyambung antara keimanannya
dengan amalan-amalan manusia di muka bumi ini. Sebagaimana kaedah pengaliran iman yang diajarkan
oleh Rasulullah Saw. bahwasanya iman adalah sebuah tashdiq bi-l-qalbi yang di ikrarkan bi-l-lisan dan di
amalkan bil arkan.Dengan itu di simpulkan bahwa kita jangan memisah ketiga komponen yang telah kita
perhatikan tadi , karena pemisahan setiap komponen menjadikan islam itu janggal, susah dan sukar.

B. Ayat atau Hadits Pendukung

1. AnjuranMenggunakanAkalnya

ِ‫َّللا‬ ‫سله َم تَفَ هك ُر ْوا فِ ْي آآلءِ ه‬


‫َّللاِ َوالَ تَفَ هك ُر ْوا فِي ه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫ع َم َر قَا َل َر‬
‫سو ُل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ع ِن اب ِْن‬
َ

Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah Saw. bersabda, ‘Berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah
Swt. Dan janganlah kamu memikirkan Dzat-Nya.’ ” (HR. Ath-Thabrani)
Dalam hadis di atas, Rasulullah Saw. mendorong umatnya agar berpikir sebebas-bebasnya, asal
didaerah ciptaan Allah Swt., alam semesta. Akan tetapi, karena keterbatasan akal, Dia melarang
memikirkan Dzat-Nya, karena akan menimbulkan kesalahan dan kerusakan.[5]
2. Kewajiban Menuntut Ilmu Terutama Ilmu Agama

Tidak sepatutnya bagi orang-orang mu’min pergi semuanya (ke medan perang), mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menyadari dirinya.(Qs. Al-Taubah ayat 122)

3. Tentang amal

“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa dan singasana kekuasaan-Nya
senantiasa di atas air, agar ia membentangkan (sifat-sifat baik) kamu, siapalah diantara kamu yang
paling baik amalnya. Dan jika engkau berkata, sesungguhnya kamu akan dibangkitkan setelah mati,
(maka) orang-orang kafir pasti akan berkata, ini tiada lain dari tipu daya yang nyata.”(Qs 11:7)
4. Hubungan akal, ilmu dan amal

Sekali peristiwa datanglah seorang sahabat kepada Nabi Saw. dengan mengajukan pertanyaan:
”Wahai Rasulullah, apakah amalan yang lebih utama ?” Jawab Rasulullah Saw.: “Ilmu
Pengetahuan tentang Allah ! ” Sahabat itu bertanya pula “Ilmu apa yang Nabi maksudkan ?”. Jawab
Nabi Saw.: ”Ilmu Pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Ta’ala ! ” Sahabat itu rupanya menyangka
Rasulullah Saw salah tangkap, ditegaskan lagi “Wahai Rasulullah, kami bertanya tentang amalan,
sedang Engkau menjawab tentang Ilmu !” Jawab Nabi Saw. pula “Sesungguhnya sedikit amalan akan
berfaedah bila disertai dengan ilmu tentang Allah, dan banyak amalan tidak akan bermanfaat bila
disertai kejahilan tentang Allah” [HR. Ibnu Abdil Birr dari Anas]
C. Teori Pengembangan
Pada hakikatnya, ilmu adalah salah satu sifat Allah, karena sifat itulah Dia disebut dengan‘Alim
(Yang Maha Tahu). Diaadalahsumberutama ilmu. Segala pengetahuan yang diperoleh manusia
merupakan anugerah-Nya. Ilmu Allah tiada terbatas, manusia hanya memperoleh sedikit saja
daripadanya.[6] Sedalam apa pun pengetahuan manusia mengenai sesuatu, ia tetap saja terbatas
karena keterbatasan pikiran dan potensi yang ada dalam jiwanya.
Al-Qur’an menggambarkan, ada dua cara Tuhan mengajar manusia, yaitu pengajaran langsung
yang disebut dengan wahyu atau ilham dan pengajaran tidak langsung. Cara yang terakhir ini berarti,
bahwa Allah mengajarkan manusia melalui media yaitu fenomena alam yang Dia ciptakan. Tuhan
menciptakan alam dan segala isinya serta hukum yang berlaku padanya. Alam ini, sebagai makhluk Allah,
menyimpan berbagai ilmu pengetahuan. Kemudian manusia mempelajarinya sehingga menemukan
sistem hukum alam tersebut yang selanjutnya dapat digunakan bagi kepentingan hidup manusia. Maka
pekerjaan seorang ilmuwan hanya mencari dan menemukan hukum atau teori, bukan menciptakan
hukum atau teori tersebut. Artinya, para ilmuwan hanya menemukan teori atau hukum yang telah Allah
tentukan berlaku pada alam. Inilah yang dimaksud dengan : “Tuhan mengajar manusia melalui alam dan
segala isinya.”[7]
Para pakar keislaman berpendapat bahwa ilmu menurut Al-Quran mencakup segala macam
pengetahuan yang berguna bagi manusia dalam kehidupannya, baik masa kini maupun masa depan;
fisika atau metafisika.
Berbeda dengan klasifikasi ilmu yang digunakan oleh para filsuf muslim atau nonmuslim pada
masa silam, atau klasifikasi yang belakangan ini dikenal, seperti ilmu-ilmu sosial, pemikir Islam abad ke-
20, khususnya setelah Seminar Internasional Pendidikan Islam di Mekah pada tahun 1977,
mengklasifikasi ilmu menjadi dua kategori berikut.
1. Ilmu abadi (perennial knowledge) yang berdasarkan wahyu ilahi yang tertera dalam Al-Quran dan Hadis
serta segala yang dapat diambil dari keduanya.
2. Ilmu yang dicari (acquired knowledge), termasuk sains kealaman dan terapannya yang dapat
berkembang secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas dan pengalihan antarbudaya selama
tidak bertentangan dengan syariat sebagai sumber nilai.[8]
Proses akal sehat, berkaitan erat dengan proses akal sehat, berkaitan erat dengan akal, ilmu dan
amal. Dan akal sehat erat kaitannya dengan mental yang sehat. Ketika seseorang memiliki akal yang
sehat, akan sehat pula mentalnya. Adapun prinsip-prinsip dari mental yang sehat adalah:
1. Gambaran dan sikap yang baik terhadap diri sendiri
Prinsip ini biasa diistilahkan dengan istilah self image. Prinsip ini antara lain dapat dicapai dengan
penerimaan diri, keyakinan diri dan kepercayaan diri sendiri.
2. Keterpaduan antara integrasi diri
Yang dimaksud keterpaduan di sini adalah adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan jiwa
dalam diri, kesatuan pandangan (falsafah) dalam hidup dan kesanggupan mengatasi stres.
3. Perwujudun diri (aktualisasi diri)
Merupakan proses pematangan diri.
4. Berkemampuan menerima orang lain.
5. Berminat dalam tugas dan pekerjaan.
6. Agama, cita-cita dan falsafah hidup.
7. Pengawasan diri.
8. Rasa benar dan tanggung jawab.[9]

D. Aplikasi Hadits dalam Kehidupan

Amal dalam Islam tidak hanya terbatas pada ibadah, sebagaimana ilmu dalam Islam tidak hanya
terbatas pada ilmu fikih dan hukum-hukum agama. Ilmu dalam dalam ini mencakup semua yang
bermanfaat bagi manusia seperti meliputi ilmu agama, ilmu alam, ilmu sosial dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini
jika dikembangkan dengan benar dan baik maka memberikan dampak yang positif bagi peradaban
manusia. Misalnya pengembangan sains akan memberikan kemudahan dalam lapangan praktis manusia.

E. Nilai Tarbawi
Nilai-nilai pendidikan yang tertera pada hadist tentang akal, ilmu dan amal ini adalah sebagai
berikut.
1. Manusia dibekali dengan akal, oleh karena itu maka seharusnya manusia menggunakan akalnya dengan
sebaik mungkin
2. Manusia bisa utama di dunia maupun di akhirat kelak jika ia menggunakan akalnya dengan sebaik
mungkin
3. Amal baik adalah cerminan dari akal yang sehat
BAB III
PENUTUP

Akal merupakan salah satu pembeda manusia dengan mahluk yang lain. dengan memanfaatkan
kemampuan akal manusia dapat utama di dunia dan diakhirat. Selain dari pada itu, hal utama yang
merupakan cerminan dari akal adalah amal. Seseorang yang memiliki akal yang sehat, maka akan baik lah
amalnya. Begitupun kita menjadi seorang mahasiswa, sebaiknya kita dapat menggunakan akal sehat kita
dan mencerminkannya pada amalan baik kita karena kitalah salah satu dari agen perubahan yang ada.
Sekian dari saya hanya ini yang mampu saya persembahkan, Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DAFTAR PUSTAKA

Asrahah, Hanun. 1999. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.

Thoyibi, M dan M.Ngenron.2001.Psikologi Islam.Surakarta: Muhammadiyah University Press

Umar, Bukhari.2001.Hadist Tarbawi (Pendidikan dalam Perspektif Hadist). Jakarta: Imprint


Bumi Perkasa

Nata, Abuddin.2009.Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Suharputra, Umar.2012.Metode Penelitian.Bandung : PT Refika Aditama

Yusuf, Kadar M.2013.Tafsir Tarbawi.Jakarta : AMZAH

Gojali, Nanang.2013.Tafsir & Hadist Tentang Pendidikan. Bandung : CV Pustaka Setia

Sururin.2014.Ilmu Jiwa Agama.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai