Anda di halaman 1dari 30

Prevalensi sindroma mata kering di Poliklinik mata

RSUD dr. M. Haulussy Ambon bulan……. Tahun 2016

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sindroma mata kering merupakan penyakit multifakorial yang

menyebabkan penderitanya merasakan ketidaknyamanan pada mata.

Walaupun gejala yang berujung pada gangguan penglihatan sangat jarang

terjadi, namun sindroma mata kering menjadi penyakit dengan gejala yang
[CHI,
paling sering dikeluhkan oleh pasien pada praktik-praktik optalmologis.
SS, EPY]
Sindroma mata kering juga merupakan salah satu presentasi klinis awal

dari penyakit autoimun yaitu sindroma Sjogren, dimana penelitian oleh Ju-

Chuan Yen, et al menyimpulkan bahwa pasien sindroma mata kering

mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya sindroma Sjogren. [SS]

Penurunan kualitas dan produktifitas hidup tak terhindarkan saat gejala-


[LEE, EPY]
gejala sindroma mata kering muncul. Gejala pada mata mulai dari

iritasi sementara yang ringan sampai kekeringan yang persisten, rasa terbakar,
[LEE]
gatal, merah, nyeri, mata letih, bahkan gangguan penglihatan. Penderita

sindroma mata kering lebih sering mengeluhkan masalah pada kegiatan sehari-

hari, seperti membaca, menggunakan komputer, menonton TV, serta


[EPY]
mengendarai kendaraan saat siang maupun malam hari. Setidaknya
terdapat 7-10 juta masyarakat Amerika memerlukan air mata buatan dengan

menghabiskan lebih dari 100 juta dolar per tahunya. [LEE]

Hingga sekarang, belum terdapat stadarisasi kriteria utuk mendiagnosis


[KCS, PCD]
sindroma mata kering. Terdapat beberapa kriteria diagnostik yang

digunakan dalam penelitian untuk mendeteksi dan mengetahui prevalensi

sindroma mata kering, diantarnya yaitu TBUT (Tear Break Up Time),

Shimmer test, pewarnaan floresens, dan yang paling banyak digunakan yaitu

dengan pertanyaan kuisioner. Salah satu kuisioner yang digunakan yaitu

Ocular Surface Disease Index (OSDI) yang membantu dalam

mengkuantitaskan gejala mata kering. [KCS, EPY,SA ]

Pada tahun 2007, subkomite epidemiologi DEWS (Dry Eye Work Shop)

meninjau berbagai studi epidemiologi dan mendapatkan bahwa prevalensi

mata kering berada diantara 5-30% individu diatas 50 tahun.[EPY] Beberapa

penelitian menunjukan prevalensi sindroma mata kering lebih tinggi pada

populasi masyarakat Asia dibandingkan dengan negara-negara barat yaitu


[SS,IND]
antara 14,5% - 93,2%. Di Indonesia sendiri, terdapat sebuah penelitian

yang dilakukan oleh Lee, et al pada tahun 2002, dengan menggunakan

kuisioner yang terdiri atas 6 pertanyaan tentang gejala klinis sindroma mata

kering dan prevalensinya mencapai 27,5%. [LEE, IND, EPY]

Penelitian tentang prevalensi sindroma mata kering di Indonesia sangat

minim, padahal Indonesia termasuk dalam negara-negara Asia, dimana pada

studi epidemiologi menunjukan prevalensi sindoma mata kering yang lebih

tinggi dibandingkan dengan negara-negara barat. Penelitian yang dilakukan

2
Lee, et al tahun 2002 di Indonesia mengambil populasi masyarakat di Kep.

Riau dan belum ada penelitian lain yang dilakukan untuk mengetahui

prevalensi sindroma mata kering di tempat lain khususnya di Kota Ambon.

Selain itu, kriteria diagnostik yang digunakan pada penelitian tersebut hanya

dengan menggunakan 6 butir pertanyaan tentang gejala sindroma mata kering

tanpa dapat menilai derajat keparahannya.

B. RUMUSAN MASALAH

Berapa prevalensi sindroma mata kering di Poliklinik Mata RSUD M.

Haulussy Ambon?

C. TUJUAN PENELITIAN

a. Tujuan umum:

Mengetahui prevalensi sindroma mata kering di Poliklinik Mata RSUD dr.

M. Haulussy Ambon

b. Tujuan khusus:

1. Mengetahui prevalensi sindroma mata kering di Poliklinik Mata RSUD

dr. M. Haulussy Ambon berdasarkan jenis kelamin

2. Mengetahui prevalensi sindroma mata kering di Poliklinik Mata RSUD

dr. M. Haulussy Ambon berdasarkan usia

3. Mengetahui prevalensi sindroma mata kering di Poliklinik Mata RSUD

dr. M. Haulussy Ambon sesuai tingkat keparahannya berdasarkan

scoring OSDI

3
D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk:

1. RSUD dr. M. Haulussy Ambon untuk mengetahui prevalensi sindroma

mata kering pada Poliklinik Mata rumah sakit tersebut

2. Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura sebagai bahan dan sumber

penelitian lebih lanjut

3. Peneliti, dimana seluruh proses ini dapat meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan dalam bidang penelitian.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Sindroma mata kering (Dry eye syndrome) juga dikenal sebagai penyakit
[KS, PCD, BA]
mata kering (Dry eye disease) atau keratokonjungtivitis sicca. Selain
[CU]
itu, disebut juga dengan istilah ocular surface disease, dysfunctional tear

syndrome,[NEI, DEWS] lacrimal keratoconjunctivitis, evaporative tear deficiency, dan


[NEI]
aqueous tear deficiency. Penyakit mata kering pertama kali didefinisikan

pada tahun 1995 oleh National Eye Institute (NEI) industry dry eye workshop

sebagai kelainan pada lapisan air mata (tear film) oleh karena berkurangnya

produksi air mata atau karena evaporasi air mata berlebihan yang menyebabkan

kerusakan pada permukaan mata intrapalpebral serta berhubungan dengan gejala


[DEWS, IND, PCD, DM]
ketidaknyamanan pada mata dan atau gejala pada penglihatan.

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, definisi penyakit mata kering

diperbarui karena melihat peran hiperosmolaritas air mata dan inflamasi pada

permukaan mata dengan penyakit mata kering serta efek yang ditimbulkan
[DEWS]
penyakit ini terhadap fungsi penglihatan. Oleh sebab itu, pada tahun 2007

International Dry Eye Workshop (DEWS) mendefinisikan penyakit mata kering

sebagai penyakit multifaktorial pada air mata dan permukaan mata yang

menimbulkan gejala ketidaknyamanan, gangguan penglihatan, dan ketidakstabilan

lapisan air mata dengan potensi kerusakan pada permukaan mata dibarengi

5
dengan meningkatnya osmolaritas lapisan air mata serta inflamasi pada

permukaan mata. [DEWS, IND, PCD, KS, CAN] Sindroma mata kering (dry eye syndrome)

merujuk pada sekumpulan gangguan lapisan air mata karena kurangnya produksi

air mata atau karena evaporasi air mata berlebih yang berhubungan dengan

ketidaknyamanan pada mata dan atau gejala pada penglihatan serta kemungkinan

penyakit pada permukaan mata. [PPP]

II.2. Etiologi dan Klasifikasi

Berdasarkan etiopatogenesis atau penyebabnya, sindroma mata kering terbagi atas

dua klasifikasi, yaitu: [PCD, DEWS]

A. Aqueous tear deficient dry eye (ADDE)

Mata kering karena defisiensi air mata, diartikan sebagai mata kering yang

terjadi karena kegagalan sekresi air mata oleh kelenjar lakrimal. Pada

beberapa bentuk mata kering akibat destruksi atau disfungsi asinar kelenjar

lakrimal, kekeringan terjadi karena berkurangnya sekresi air mata dari kelenjar

lakrimal serta berkurangnya volume air mata. Hal ini menyebabkan

hiperosmolaritas air mata, karena meskipun penguapan air dari permukaan

bola mata berada pada kecepatan yang normal, namun aqueous tear pool yang

mengalami pengurangan. Hiperosmolaritas pada lapisan air mata akan

menyebabkan hiperosmolaritas pada sel epitel permukaan bola mata dan

menstimulasi runtutan reaksi inflamasi yang melibatkan berbagai sitokin

inflamasi seperti IL-1α, IL-1β, TNF-α, dan Matrix Metalloproteinase MMP-9.

Ketika disfungsi lakrimal terjadi akibat infiltrasi dan inflamasi kelenjar

6
lakrimal, mediator-mediator inflamasi akan dihasilkan di kelenjar lakrimal

dengan tujuan menemukan jalur untuk masuk kedalam air mata dan

dilepaskan ke permukaan bola mata. [DEWS, KS]

Terdapat 2 subkelas dari ADDE, yaitu [DEWS, KS]

a. Sjogren Syndrome Dry Eye (SSDE)

Sjogren Syndrome (SS) adalah sebuah sindroma yang disebabkan karena

adanya kelainan pada kelenjar eksokrin (eksokrinopati) dimana kelenjar-

kelenjar eksokrin seperti lakrimal dan saliva menjadi target oleh suatu

proses autoimun.[DEWS, KS, BG] Kelenjar lakrimal dan saliva terinfiltrasi oleh

activated T-cells (limfosit) yang menyebabkan kematian sel asinar dan

duktular serta hiposekresi air mata dan saliva. Aktivasi inflamasi di dalam

kelenjar berdampak pada ekspresi autoantigen pada permukaan sel

epithelial dan retensi tissue-specific CD4 dan CD8. Hiposekresi diperkuat

dengan adanya sirkulasi antibodi yang secara langsung menyerang reseptor

muskarinik pada kelenjar.[DEWS] Terdapat 2 bentuk Sjogren Syndrome (SS),

yaitu bentuk primer dan sekunder. SS primer menunjukan gejala

xerophtalmia (mata kering) dan xerostomia (mulut kering), dan atau

pembesaran kelenjar tiroid, tentu dengan adanya autoantibodi di sirkulasi

tanpa ada penyakit dasar rematoid. Sedangkan SS sekunder merupakan SS

primer yang berhubungan dengan penyakit autoimun jaringan ikat lainya,


[DEWS,
seperti rematoid artritis atau SLE (Systemic Lupus Erythematosus).
KS, PCD, CARE]

7
b. Non Sjogren Syndrome Dry Eye (NSSDE)

Merupakan bentuk ADDE karena disfungsi lakrimal, dimana tidak

termasuk di dalamnya karakteristik penyakit autoimun sistemik. NSSDE

terbagi atas beberapa jenis, yaitu: [DEWS, KCS, PCT]

1. Defisiensi kelenjar lakrimal primer

1.1. Age-Related Dry Eye (ARDE)

Dengan bertambahnya usia pada populasi normal, terdapat pula

peningkatan patologis duktal yang dapat mngakibatkan disfungsi

lakrimal karena pengaruh obstruktif, misalnya fibrosis periduktal.


[DEWS]

1.2. Alakrima kongenital

Merupakan penyebab mata kering yang jarang pada usia muda. Hal

ini juga merupakan bagian dari sindroma tertentu, termasuk dalam

autosomal resesif Triple A Syndrome (sindrom Allgrove). [DEWS]

1.3. Disautonomia familial

Disfungsi lakrimal merupakan fitur mayor dari kelainan autosomal

resesif disautonomia familial (sindrom Riley Day), dimana secara

umum terjadi insensitifitas terhadap nyeri dibarengi dengan tanda

kuranganya refleks emosional dan untuk mengeluarkan air mata,

disertai gangguan multisistem. [DEWS]

2. Defisiensi kelenjar lakrimal sekunder

Terjadi karena adanya infiltrasi pada kelenjar lakrimal. Sekresi lakrimal

dapat gagal karena infiltrasi peradangan pada kelenjar, misalnya pada

8
penyakit-penyakit seperti sarkoidosis (infiltrasi sarkoid granulomata),

limfoma (infiltrasi sel limfomatous), AIDS (infiltrasi sel T), graft vs host

disease, dan ablasi serta denervasi kelenjar lakrimal. [DEWS]

3. Obstruksi duktus lakrimalis

Merupakan hasil dari berbagai kondisi yang berhubungan dengan

sumbatan duktus lakrimalis oleh jaringan sikatrik. Hal ini dapat terjadi

karena beberapa kelainan, seperti trakoma, pemfigoid sikatrik dan

pemfigoid membrane mukus, eritema multiform, serta pajanan suhu

tinggi maupun bahan kimia yang dapat menyebabkan sikatrik. [DEWS]

4. Refleks hiposekresi

4.1. Blok refleks sensorik

Normalnya, saat mata terbuka terdapat peningkatan refleks

sensorik oleh rangsangan pada permukaan bola mata yang

terekspos. Penurunan rangsangan sensorik pada permukaan bola

mata dapat menimbulkan mata kering dengan 2 cara, yaitu dengan

menurunkan induksi refleks sekresi lakrimal dan mengurangi laju

berkedip. Hal ini dapat terjadi pada beberapa keadaan, seperti pada

penggunaan lensa kontak keras dalam jangka waktu lama karena

dapat menurunkan sensitifitas kornea dan meningkatkan

osmolaritas air mata.[DEWS, 114]


Pada pasien diabetes mellitus,

diduga kuat berhubungan dengan mata kering karena adanya

neuropati sensoris maupun otonom atau timbul karena adanya

perubahan mikrovaskuler di kelenjar lakrimal. [DEWS]

9
4.2. Blok refleks motorik

Kerusakan pada nervus kranial VII (N. Fascialis) serta nervus

Intermedius berdampak pada mata kering karena hilangnya fungsi

sekretomotor kelenjar lakrimal. Nervus intermedius membawa

serabut saraf parasimpatik posganglion menuju kelenjar lakrimal.

Selain itu, mata kering karena hiposekresi lakrimal dapat terjadi

karena penutupan kelopak mata yang tidak komplit (lagoftalmus).

Penggunaan obat-obatan sistemik yang dapat menurunkan sekresi

lakrimal, seperti antihistamin, beta blocker, antispasmodik, dan

diuretik juga dapat menyebabkan mata kering dengan mekanisme

yang sama. [DEWS]

B. Evaporative dry eye (EDE)

Merupakan mata kering yang disebabkan karena kehilangan cairan air mata

yang banyak akibat proses penguapan pada permukaan bola mata dengan

fungsi sekresi lakrimal yang normal. Penyebabnya terbagi atas penyebab

intrinsik, dimana terjadi karena adanya penyakit dari dalam yang berefek pada

struktur dan pergerakan kelopak mata, serta penyebab ekstrinsik, dimana

kelainan permukaan bola mata timbul karena pajanan dari luar. [DEWS, PCT, KCS]

a. Penyebab intrinsik, terdiri atas beberapa kelainan, yaitu:

1. Disfungsi kelenjar meibom (blefaritis posterior)

Merupakan kondisi dimana terjadi onbtruksi pada kelenjar meibom, hal

ini merupakan penyebab tersering dari EDE. Kelenjar yang berperan

untuk memproduksi lapisan lipid mengalami kelainan. [DEWS, KCS]

10
2. Gangguan apertura (celah) dan kesesuaian kelopak mata

Eksoftalmus endokrin membuat kelebaran fisura palpebral meningkat

dan berhubungan dengan kekeringan pada mata serta hiperosmolaritas

air mata. Peningkatan kelebaran fisura juga meningkatkan evaporasi

selaput air mata. Kekeringan permukaan bola mata karena posisi kelopak

yang tidak baik maupun deformitas kelopak berdampak pada terjadinya

paparan atau pemerataan selaput air mata yang tidak baik pula. Masalah

mata kering dapat disebabkan oleh gangguan kesesuaian kelopak setelah

operasi plastik kelopak mata. [DEWS]

3. Laju kedipan yang rendah

Kekeringan pada permukaan bola mata dapat juga terjadi karena

menurunnya laju kedipan mata, dimana lamanya periode selama

permukaan mata mengalami pajanan dan kehilangan air sebelum kedipan

selanjutnya terjadi. Hal ini dapat terjadi sebagai fenomena fisiologis

ketika melakukan aktifitas yang membutuhkan konsentrasi, misalnya

bekerja dengan komputer, mikroskop, atau karena efek dari gangguan

ekstrapiramidal seperti penyakit Parkinson. [DEWS]

b. Penyebab ekstrinsik, dapat terjadi karena hal-hal berikut:

1. Kelainan permukaan bola mata

Gangguan pada permukaan bola mata yang terkena pajanan dapat

berdampak pada pembasahan permukaan mata yang tidak sempurna, tear

film breakup dini, hiperosmolaritas air mata, dan mata kering.

Penyebabnya dapat berupa defisiensi vitamin A, dimana vitamin ini

11
sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan sel goblet pada membran mukus
[DEWS, PCD]
dan mengekpresikan musin glikokaliks. Kekeringan yang

terjadi berdampak pada karakteristik selaput air mata yang tidak stabil,

dimana terjadi tear film breakup dini. Selain itu, penggunaan obat-obatan

topikal dan preservatif, termasuk anastesia topikal juga dapat

menyebabkan mata kering dengan berbagai mekanisme. [DEWS]

2. Penggunaan lensa kontak

Menggunakan lensa kontak dapat meningkatkan penguapan dengan cara

menurunkan laju kedipan mata dan penutupan kelopak mata yang tidak

sempurna selama berkedip. [PCD]

3. Penyakit permukaan bola mata

4. Konjungtivitis alergi

Mekanisme umum terjadinya konjungtivitis alergi yaitu karena adanya

pajanan antigen yang mengakibatkan degranulasi sel mast yang

mengeluarkan sitokin-sitokin inflamasi. Aktivasi T helper 2 berespon

pada permukaan bola mata, awalnya pada konjungtiva, epitel kornea,

dan kemudian berdampak pada perubahan submukosa. Terjadi stimulasi

sekresi sel goblet dan hilangannya membran musin pada permukaan

mata. [DEWS]

II.2. Patomekanisme

Air mata melubrikasi permukaan mata dan konjungtiva, membersihkan benda-

benda asing pada mata, menyuplai nutrisi permukaan mata dan menurunkan risiko

infeksi okular karena mengandung substansi antibakterial.[KCS,PCD,CU]

12
Gambar : Lapisan selaput air mata (tear film) [DES]

Selaput air mata terdiri atas 3 komponen lapisan yaitu:

a. Komponen mukus

Merupakan lapisan paling dalam dari selaput air mata. Komponen ini terdiri

dari mucin yang diproduksi oleh sel goblet konjungtiva. Mucin yang dihasilkan

berfungsi untuk melubrikasi permukaan mata dan menyediakan sebuah

penghubung adsorben diantara lapisan aquous dan permukaan epitel mata.

Lapisan mukus juga memerangkap partikel-partikel asing serta mikroba, dan

dengan berkedip akan membawa partikel-partikel tersebut ke kantus medial

dan akhirnya keluar dari mata. [PCD]

b. Komponen aquous

Merupakan porsi utama dari selaput air mata yang diproduksi oleh kelenjar

lakrimalis. Komposisinya terdiri atas air dan elektrolit, protein antibakteri

seperti lisosim dan immunoglobulin A, serta retinol. Lapisan ini berfungsi

untuk menghidrasi lapisan mukus menyuplai oksigen dan elektrolit ke

13
permukaan mata, pertahanan terhadap bakteri serta berperan dalam proses

proliferasi dan diferensiasi sel epitel permukaan mata. [PCD]

c. Komponen lipid

Merupakan lapisan terluar selpaut air mata yang menutupi lapisan aquous.

Komponen lipid diprosukdi oleh kelenjar meibom yang berlokasi di bagian

tarsal dari kelopak mata. Komponen ini berfungsi dalam memperlambat

penguapan air mata, meningkatkan penyebaran selaput air mata, menyediakan

permukaan mata yang halus, mencegah kontaminasi selaput air mata, dan

menghambat aliran berlebih dari air mata. [PCD]

Unit fungsional lakrimal terdiri atas kelenjar lakrimalis, permukaan bola mata

(kornea dan konjungtiva), kelopak mata, kelenjar meibom serta saraf sensoris
[IND, KCS, PCD]
maupun motoris yang menghubungkanya. Semua komponen tersebut

berfungsi dalam proses produksi air mata dan penyebaranya. Bila terjadi disfungsi

pada unit fungsional tersebut, maka akan terjadi pengaturan selpaut air mata yang

tidakstabil dan jelek. Hal ini dapat menyebabkan mata kering dengan caara

mempengaruhi olume, komposisi, dan distribusi selaput air mata.[IND,PCD]

Patomekanisme terjadinya sindroma mata kering, dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Hiperosmolaritas air mata

Osmolaritas air mata yang berlebihan dapat terjadi akibat aliran aquous yang

lemah atau penguapan air mata yang berlebihan. Air mata yang hiperosmolar

dapat merusak permukaan epitel mata dengan mengaktivasi proses inflamasi

yang akan mengeluarkan mediator inflamasi seperti IL-1α, IL-1β dan TNF-α

14
serta MMP ke dalam air mata. Terjadinya inflamasi akan berdampak pada

kematian sel epitel permukaan mata, termasuk sel goblet. Kehilangan sel goblet

akan menurunkan jumlah mucin dan menimbulkan mata kering. Selain itu,

faktor lain yang dapat menginisiasi terjadinya mata kering yaitu adanya

autoimun yang menargetkan permukaan mata, misalnya pada sindrom Sjogren.

[DEWS]

2. Instabilitas selaput air mata

Ketidakstabilan ini dapat terjadi secara sekunder karena hiperosmolaritas atau

dapat merupakan kejadian yang berdiri sendiri, misalnya kelainan lapisan lipid

pada gangguan kelenjar meibom. Instabilitas selaput air mata merupakan akibat

dari meningkatnya evaporasi, yang berdampak pula pada hiperosmolaritas air


[PCD]
mata. Selain itu pada keadaan defisiensi vitamin A, stabilitas air mata

dapat terganggu akibat menurunya ekspresi musin pada permukaan bola mata

disertai hilangnya sel goblet. [DEWS]

II.3. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala yang dirasakan pada mata, yaitu: [DM, KCS, IND, HA, PCD]

1. Rasa terbakar

2. Sensasi kering atau adanya benda asing

3. Nyeri

4. Fotopobia

5. Penglihatan kabur

6. Gatal

15
7. Kemerahan

8. Mata lelah

9. Lebih sering berkedip

10. Air mata berlebihan

Hal-hal diatas dapat mengalami eksaserbasi pada kondisi lingkungan berangin,

kelembaban rendah, penggunaan daya visual yang lama dimana berhubungan

dengan menurunya laju kedipan mata seperti membaca atau menonton TV. [IND]

II.4. Faktor risiko

Karena mata kering merupakan penyakit multifaktorial, maka faktor risiko yang

berhubungan dengan mata kering juga sangat banyak. Faktor risiko yang paling
[PCD]
besar diketahui adalah usia tua dan jenis kelamin perempuan. Beberapa

penelitian tentang prevalensi membuktikan bahwa usia >50 tahun dan jenis

kelamin perempuan mempunyai faktor risiko paling tinggi untuk mendapat

penyakit mata kering, terutama tekah mengalami fase menopause.[CU, KCS] Faktor

risiko lain yang berpengaruh yaitu:

1. Kondisi lingkungan

Kelembaban rendah, temperatur yang tinggi, lingkungan berangin atau

kecepatan angin yang tinggi dapat meningkatkan evaporasi air mata. Kualitas

udara yang buruk atau polusi dapat menyebabkan iritasi dan memperparah

gejala mata kering. [PCD, CU, DM, KCS]

16
2. Faktor pekerjaan

Pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan atensi visual seperti bekerja dengan

komputer atau mikroskop, dapat berdampak pada menurunya laju berkedip

dan meningkatkan evaporasi. [PCD, DEWS]

3. Faktor nutrisi

Diet rendah omega-3, asam lemak dan vitamin A dapat menjadi predisposisi

penyakit mata kering. [PCD, KCS]

4. Status hormonal

Beberapa penelitian membuktikan bahwa hormon androgen mengatur fungsi

kelenjar meibom dan defisiensi androgen dapat menimbulkan disfungsi

kelenjar meibom dan mata kering tipe ADDE. Menurunya androgen

berkontribusi untuk faktor risiko mata kering dan berhubungan dengan

pertambahan usia (perempuan maupun laki-laki) dan menopause. Terapi sulih


[PCD,
hormon postmenopause juga meningkatkan risiko penyakit mata kering.
CU, IND, DM, KCS]

5. Pengobatan sistemik

Obat-obatan yang berhubungan dengan mata kering yaitu jenis antikolinergik

seperti antihistamin, antispasmodik, atau antidepresan. Selain itu beta-blocker,

diuretik, amiodaron, estrogen, dan antiandrogen juga termasukdi dalamnya.


[PCD, CU, IND, DM, KCS]

6. Pengobatan mata topikal

Penggunaan eye drops dengan frekuensi > 4-5 kali perhari berkontribusi

dalam penyakit mata kering. [PCD]

17
7. Penggunaan lensa kontak
[PCD,
Dapat menurunkan sensitifitas kornea dan menurrunkan refleks berkedip.
CU]
Sekitar 50-70% pengguna lensa kontak mengalami ketidaknyamanan

akibat mata kering. [KCS]

8. Operasi refraktif

Pembedahan pada mata seperti operasi LASIK (Laser-assisted insitu

keratomileus) atau fotorefraktif keratoplasty karena dapat mengganggu

inervasi korneal dan menyebabkan defisiensi aquous. [PCD,CU, KCS]

9. Penyakit Parkinson

Menurunnya laju berkedip merupakan bagian dari penyakit ini, dan berujung

pada meningkatnya evaporasi. [PCD]

10. Diabetes mellitus, penyakit autoimun, hepatitis C, infeksi HIV, terapi radiasi

dan transplantasi sum-sum tulang juga dapat meningkatkan risiko terjadinya

penyakit mata kering. [PCD,IND,DM, KCS]

II.5. Diagnosis

Hingga saat ini, belum ada ktiteria standar untuk mendiagnosis penyakit mata

kering. [KCS, CAN] Pada berbagai kasus, sangat sulit untuk mendiagnosa mata kering

karena korelasi yang tidak konsisten antara gejala yang dikeluhkan dengan tanda-

tanda klinis.[KCS] Gejala yang dirasakan pasien menjadi hal yang peting untuk

dapat mendiagnosis sindroma mata kering. [CAN,

Beberapa tes yang dapat dilakukan untuk menunjang pemeriksaan mata kering

yaitu:

18
1. Kuisioner

Beberapa kuisioner digunakan dalam memeriksa gejala-gejala pada pasien

mata kering, diantaranya OSDI (Ocular Surface Disease Index), DEQ-5 (5-

item Dry Eye Questionnaire), Mc-Monnies, dan SPEED (Standard Patient

Evaluation of Eye Dryness). [CAN]

Salah satu yang telah divalidasi dan dapat dipercaya adalah OSDI, dimana

kiusioner ini terdiri atas 12 pertanyaan dan terbagi menjadi 3 bagian mengenai

gejala, bagaimana gejala tersebut berdampak pada kegiatan-kegiatan yang

berhubungan dengan penglihatan, serta pengaruh lingkungan yang memicu


[CAN,HA]
gejala tersebut. Penilaian pada poin-poin tersebut berubungan dengan

bagaimana persisnya durasi gejala-gejala tersebut dirasakan, mulai dari 0-4.

Penilaian pada 3 bagian tersebut akan digabungkan untuk menjadi nilai OSDI

akhir yang berjarak dari 0-100. Semakin tinggi nilai akhirnya, semakin tinggi
[CAN, HA]
pula tingkat keparahan mata kering yang dialami responden.

Sensitifitas OSDI adalah 80% sedangkan spesifitasnya adalah 79% untuk

membedakan pasien dengan dan tanpa mata kering. Kuisioner OSDI lebih

baik lagi digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan tingkat keparahan

yang tinggi, dimana sensitifitasnya 87% dan spesifisitasnya 96%. [CAN]

Gambar : Skala tingkat keparahan mata kering OSDI [CAN]

19
2. TBUT (Tear Break Up Time)

Tes ini dilakukan untuk menguji stabilitas selaput air mata (tear film). Waktu

yang dibutuhkan selaput air mata untuk pecah dan diikuti sebuah kedipan
[CARE]
normalnya 15-20 detik. Tes ini dilakukan dengan menggunakan strip

kertas fluoresens yang diaplikasikan pada konjungtiva tarsal inferior. Nilai


[CARE,DEWS,
TBUT <10 detik mengindikasikan abnormalitas selaput air mata.
IND]
Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk mengobservasi mata kering ADDE
[IND]
dan kelainan kelenjar meibom. Karena kontaminasi lipid pada lapisan

mucin dapat menurunkan tekanan permukaan dan mengeliminasi porsi aquous

pada area tersebut, amka penurunan TBUT dapat juga diindikasikan seabgai

defisiensi mucin. [CARE]

3. Schirmer tes

Terdapat 2 macam Schirmer tes, yaitu dengan menggunakan anastesi topikal

dan tanpa anastesi (Schirmer I). Tes ini diguakan untuk mengevaluasi
[CARE,DEWS,IND]
kuantitas lapisan aquous pada selaput air mata. Pemeriksaan ini

dilakukan dengan cara meletakkan strip kertas penyaring (Whatmann filter

paper no.41) pada fornix bagian bawah. Hasilnya terlihat melalui panjangnya

basahan pada strip yang digunakan selama 5 menit. Belum ada batasan yang

pasti untuk menilai abnormalitas melaui tes ini, namun Schirmer tes tanpa

anastesi mengindikasikan abnormalitas bila <10 mm basahan strip dalam5

menit pemeriksaan. [IND]


Beberapa jurnal mengatakan ≤5 mm dalam 5 menit.
[DEWS]

20
4. Osmolaritas air mata

Pemeriksaan ini pernah dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai “gold

standard” dalam mendiagnosis mata kering. Pengukurannya menggunakan

alat komersial yang berteknologi. Masih belum didapatkan batasan

rekomendasi pasti untuk osmolaritas air mata, namun ada yang mengatakan

nilai batasan osmolaritas air mata yaitu 316mOsm/l sudah sianggap valid.
[DEWS]

5. Pewarnaan permukaan mata

Beberapa pewarnaan seperti pewarnaan flouresceins, rose Bengal, dan

Lissamine green dapat dipakai untuk memeriksa kerusakan permukaan

mata.[IND] Pewarnaan flouresceins diaplikasikan dengan mewarnai area kornea

dan epitel konjungtiva, kemudian diobservasi dengan menggunakan

mikroskop slit lamp. Rose Bengal dan Lissamine green memiliki prosedur

yang hampir sama, dimana strip dilembabkan dengan saline dan mewarnai

permukaan mata. Kedua pewarnaan ini dapat menyebabkan iritasi pada mata,

terutama dengan rose Bengal. [IND.CARE]

21
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

pendekatan cross sectional.

Ket : berikan penjelasan tentang kroseksional

B. Waktu dan Tempat Pengumpulan data

1. Waktu Pengumpulan data

Pengumpulan data dilaksanakan selama ……. bulan mulai dari bulan …….

sampai bulan……. 2016.

2. Tempat Pengumpulan data

Pengumpulan data dilaksanakan di Poliklinik Mata RSUD dr. M. Haulussy

Ambon.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah semua mahasiswa program studi S1

pendidikan dokter umum universitas pattimura angkatan 2012-2015

2. Sampel Penilitian

Penelitian ini akan megambil sebagian dari populasi sebagai sampel dengan

tekhnik pengmbilan sampel proportional random sampling

22
Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung

dengan menggunakan rumus:

𝑍𝛼 2 x 𝑃 x 𝑄
𝑛=
𝑑2

Dimana, Z = deviat baku alfa, pada α = 5% (0,05)

= 1,96

P = proporsi kategori variable yang diteliti (sindroma mata

kering). Proporsi sindroma mata kering sebesar 0,5

Q=1–P

= 1 – 0,5

= 0,5

d = presisi, yang digunakan sebesar 10% (0,1)

Berdasarkan komponen-komponen tersebut, maka perhitungan jumlah

sampel minimal adalah sebagai berikut:

1,962 x 0,5 x 0,5


𝑛=
0,12

0,9604
=
0,01

= 96,04 (dibulatkan menjadi 97 pasien)

Untuk mengantisipasi kemungkinan banyaknya subjek yang memenuhi

kriteria inklusi namun harus diekslusi, maka perlu dilakukan koreksi

terhadap jumlah sampel minimal dengan nilai koreksi sebesar 10% (10

pasien). [SUD]

23
Dengan demikian, jumlah sampel minimal yang dibutuhkan pada penelitian

ini sebesar 107 responden.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian pada populasi.

( ref : sudigdo). Kriteria inklusi dalam penelitian ini meliputi :

o Mahasiswa program studi S1 pendidikan dokter umum universitas

pattimura angkatan 2012-2015

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi

yang harus dikeluarkan dari penelitian karena beberapa sebab. (Ref

:sudigdo. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini meliputi:

o Tidak bersedia berpartisipasi

o Tidak dapat ditelusuri keberadaannya.

E. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah:

a. Variabel utama:

Sindroma mata kering

24
b. Variabel tambahan:

1. Jenis kelamin

2. Angkatan mahasiswa

3. Lama penggunaan komputer

4. Jarak penggunaan computer

5. Lama penggunaan handpone

6. Lama penggunaan TV

7. Jarak penggunaan TV

F. Defenisi Operasional

No. Variabel Definisi Alat ukur Kategori Skala


1. Sindroma penyakit multifaktorial pada Kuisioner 1. Ya Nominal
mata kering air mata dan permukaan OSDI 2. Tidak
mata yang menimbulkan
gejala ketidaknyamanan,
gangguan penglihatan, dan
ketidakstabilan lapisan air
mata dengan potensi
kerusakan pada permukaan
mata dibarengi dengan
meningkatnya osmolaritas
lapisan air mata serta
inflamasi pada permukaan
mata. [DEWS]
2. Jenis kelamin Kuisioner 1. Perempuan Nominal
2. Laki-laki
3 Angkatan Kuisioner Ordinal
4. Lama Rata-rata lama penggunaan Kuisioner Ordinal
penggunaan komputer dalamsehari yang
komputer dapat diingat oleh reponden
5. Jarak 1. < 50 cm Ordinal
penggunaan 2. 50-100 cm

25
komputer 3. >100 cm
6. Lama Rata-rata lama penggunaan Kuisioner Ordinal
penggunaan handpone dalamsehari yang
handpone dapat diingat oleh reponden
7. Lama Rata-rata lama penggunaan Kuisioner Ordinal
penggunaan Televisi dalamsehari yang
TV dapat diingat oleh reponden
8. Jarak 1. < 50 cm Ordinal
penggunaan 2. 50-100 cm
TV 3. >100 cm

G. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer berupa data

hasil pemeriksaan klinis sindroma mata kering dengan menggunakan

kuisioner Ocular Surface Disease Index (OSDI) pada pasien-pasien di

Poliklinik Mata RSUD dr. M. Haulussy Ambon.

H. Pengolahan Data

Langkah-langkah yag dilakukan untuk mengolah data penelitian sebagai

berikut:

1. Editing

Merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh

atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data

atau setelah data terkumpul.

2. Coding

Merupakan kegiatan pemberiankode numeric(angka) terhadap data yang

terdiri atas kategori yang sesuai dengan definisi operasional.

26
3. Entry data

Adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan ke dalam

komputer sesuai dengan kode masing-masing data.

4. Cleaning data

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukan,

apakah ada kesalahan atau tidak sehingga data siap sianalisa.

I. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara, data yang telah terkumpul akan diolah

dengan menggunakan Stastical Program for Social Science (SPSS). Data yang

telah diolah akan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel.

Informasi yang disajikan berupan jumlah (n) dan persentase.

J. Alur Penelitian

Alur penelitian dijelaskan pada skema berikut ini:

27
K. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Bulan
. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Pembuatan
Proposal
2 Seminar
Proposal
3 KKN
4 Pengumpulan
Data
5 Penyusunan
Skripsi

BAB IV

KESIMPULAN

28
DAFTAR PUSTAKA

1. DFJDK…..

29
30

Anda mungkin juga menyukai