Anda di halaman 1dari 41

INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA ELEKTRONIK TERHADAP KEJADIAN

SINDROMA MATA KERING DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


PATTIMURA PERIODE 2016.

PROPOSAL PENELITIAN

Untuk Penyusunan Skripsi Sebagai Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Saribah Latupono
2011-83-041

FAKULTAS KDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Perkembangan sarana komunikasi dan teknologi komunikasi elektronik saat ini memang

begitu pesat dan canggih, di berbagi kalangan masyarakat perkotaan hingga pedesaan dan di

negara maju maupun terbelakang telah tersentuh kemajuan dunia komunikasi ini.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini memudahkan seseorang dalam

mencapai keinginannya, salah satu kemajuan dibidang teknologi tersebut ditandai dengan

munculnya seperangkat komputer 1,2,4,5

Hadirnya kemajuan telepon menjadi handphone, komputer menjadi laptop, televisi

dengan ukuran besar sekarang telah hadir TV yang dapat di tempelkan di dinding hingga

hadirnya teknologi elektronik yang sering disebut gedget sangat merata di belahan dunia ini.

Kejadian yang terjadi di belahan dunia dapat diketahui oleh masyarakat dunia hanya dalam

hitungan detik, hal ini menjadi salah satu nilai positif yang dapat dipetik dari perkembangan

teknologi saat ini. Seiring dengan itu, nilai negatif tentunya juga berjalan beriringan dengan

adanya penyalahgunaan media-media elektronik bahkan kemajuan perkembangan teknologi.

Media elektronik memang sangat bermanfaat bagi kehidupan, apalagi di zaman

sekarang, segala hal bisa dilakukan dengan media elektronik.salah satunya media elektronik

contohnya Pemakaian komputer saat ini sudah semakin luas, hampir setiap kegiatan manusia

tidak terlepas dari pemakaian komputer. Manusia seolah-olah sudah sangat tergantung pada

kemampuan komputer yang memang diciptakan untuk membantu aktivitas manusia.

Komputer banyak digunakan di kantor, di lembaga penelitian, bidang pendidikan seperti di

perguruan tinggi atau sekolahan serta perusahaan. 2


Pekerja kantoran sangat membutuhkan media ini untuk mengerjakan tugas-tugas di

kantornya, sedangkan bagi pelajar, mereka menggunakan media tersebut untuk mengerjakan

tugas sekolahnya Di negara kita ini sudah mulai banyak sekolah-sekolah yang

memamfaatkan internet sebagai sarana penting dalam kegiatan pembelajaran. Contohnya

tugas-tugas sekolah dapat di kirim melalui email bahkan pendaftaran untuk masuk sekolah

maupun masuk universitas sekarang melalui seleksi, pendaftaran maupun menjalankan tes

melalui online atau internet. 1

Teknologi internet saat ini telah menjadi besar dan sangat berkembang pesat sebagai

alat informasi dan komunikasi yang tidak dapat lagi diabaikan. Dimana internet memiliki

tingkat kecepatan dan interaksi yang dapat dinikmati penggunanya untuk menyiarkan

pesannya tanpa harus terlebih dahulu memikirkan jarak geografis yang jauh. Hal-hal tersebut

dapat terlihat dari semakin banyaknya orang yang lebih memilih mengirim surat atau laporan

melalui email, orang-orang yang lebih memilih belanja online daripada datang langsung

ketoko. Dalam dunia pendidikan pula, teknologi internet hadir sebagai media yang sangat

multifungsi. Berbagai peranan internet antara lain sebagai akses kesumber informasi, alat

bantu pembelajaran, fasilitas pembelajaran dan sebagai infrastruktur system informasi dalam

institusi lembaga pendidikan. Berbagai peranan ini dinilai sangat penting karena dapat

meningkatkan arus informasi dengan sangat cepat dan menjadi poin utama bagi

perkembangan pendidikan di Indonesia di era global saat ini. Yang semua kecanggihan itu

dipermudah dengan hadirnya alat-alat elektronik yang menunjang pengaksesannya

dimanapun kita berada.

Pada satu sisi, perkembangan dunia iptek telah membawa manfaat bagi kemajuan

masyarakat. Dalam dunia bisnis iptek sangat berpengaruh yang sebelumnya menuntut

kemampuan fisik yang cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-

mesin otomatis, Demikian juga ditemukannya formulasi-formulasi baru kapasitas komputer,


seolah sudah mampu menggeser posisi kemampuan otak manusia dalam berbagai bidang

ilmu dan aktifitas manusia. Iptek yang telah kita capai sekarang benar-benar telah diakui dan

dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia.1

Alat elektronik yang digunakan tentu saja mempunyai dampat negatif jika intensitas

penggunaannya lebih dari normalnya. Dampak yang dapat memicu terjadinya mata menjadi

kering yakni melaui radiasi yang berasal dari monitor komputer, laptop maupun tablet

komputer ( gedget ). Adapun gelombang gelombang radiasi yang dihasilkan oleh sebuah

monitor diantaranya : Sinar X, Sinar ultraviolet dan gelombang mikro. Karena begitu

kecilnya partikel yang yang di pancarkan oleh radiasi komputer maka di anjurkan agar ketika

penggunaan komputer PC ( Personal Computer) disarankan menggunakan pelindung layar.

Karena dengan menggunakan itu minimal memperkecil radiasi yang di pancarkan komputer

terhadap mata.3

Efek dari radiasi komputer adalah mata menjadi minus (pengeliatan jarak jauh

berkurang), katarak, mata kering dan deminitis, dll. Studi yang dilakukan American

Optometric Association (AOA) mencetuskan bahwa radiasi komputer dapat menyebabkan

kelelahan mata dan gangguan mata lainnya. Kebanyakan gejala yang dikeluhkan responden

adalah soal kelelahan mata, pandangan menjadi kabur dan mata kering.3

Menurut Australian health institute mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya

volume radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh hp, laptop, gedget maupun elektronik

lainnya, maka mengakibatkan kepada hampir sepertiga jumlah penduduk dunia akan

mengalami gangguan pada mata , telinga maupun otak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penggunaan internet di dunia ini lebih dari 1 milyar orang. Beberapa gejala pada mata akibat

penggunaan komputer telah ditemukan dan penyebab utamanya adalah radiasi dari monitor

komputer itu sendiri. 90 % kasus yang dilaporkan WHO bahwa dampak dari penggunaan
media elektronik adalah : mata kering, sakit kepala, kabur melihat dekat secara periodik,

kadang-kadang kabur melihat jauh, mata merah, rasa panas, silau dan sebagainya.7

Mata kering menggambarkan suatu keadaan defisiensi air mata baik secara kualitas

maupun kuantitas, terjadi akibat penguapan air mata yang berlebihan. Gejala mata kering

bervariasi pada tiap orang seperti perasaan tidak enak dimata, rasa benda asing, mata merah,

rasa terbakar dan air mata berlebihan. Dr. Stephen Foster, Professor of Ophthalmology,

Harvard Medical School mengatakan bahwa frekuensi penyakit ini adalah 10-30%. Pada

pemakai komputer cenderung untuk mengurangi kedipan sekitar 7 kali permenit, sedangkan

normalnya 22 kali per menit, ini akan meningkatkan evaporasi air mata. Survey yang

dilakukan oleh America Optometrist Associatiom (AOA) menunjukkan bahwa lebih dari 10

juta pemeriksaan mata pertahun di Amerika Serikat dilakukan untuk masalah penglihatan

oleh penggunaan perangkat elektronik.6

Menurut American Optometric Association, Sekarang ini di Amerika serikat lebih

100 juta orang menggunakan komputer, lebih 50 persen pengguna komputer yang rata-rata

lebih dari 2 jam per hari mengeluhkan mengalami gejala dari mata kering.7 hal yang sama

juga didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Reddy15et al di student university

Malasya didapatkan bahwa 134 orang (80,7 % ) dari 166 responden yang menggunakan

contact lensa dan bekerja menggunakan komputer lebih dari 2 jam per hari mengeluhkan

mengalami gejala dari sindroma mata kering.15

Selain lama penggunaan komputer untuk bekerja dan sebagainya, Jarak mata terhadap

monitor juga merupakan hal yang perlu diperhatian karena turut menentukan kenyamanan

pandang mata pekerja, terutama untuk melihat jarak dekat dalam waktu yang cukup lama.

Menurut OSHA disebutkan bahwa jarak mata terhadap layar monitor dengan menggunakan

komputer sekurang-kurangnya adalah 20-40 inch atau 50-100 cm.8 Sedangkan jarak nonton

televisi yang dianjurkan adalah 6 veet atau setara dengan 1,5 meter. Hal ini sesuai dengan
alasan atau penyebab utama terjadinya sindroma mata kering yaitu jarak mata yang terlalu

dekat dengan monitor, atau televisi sehingga mata dipaksa bekerja untuk melihat dari jarak

yang cukup dekat dalam jangka waktu yang cukup lama sedangkan fungsi mata sendiri

sebenarnya tidak dikhususkan untuk melihat dari jarak dekat. Diperberat dengan refleks

berkedip yang kurang sehingga menyebabkan mata menjadi kering.

Fakultas kedokteran adalah fakultas yang terbaik dari universitas pattimura.

Mahasiswa di Fakultas kedokteran dituntut untuk bukan saja kuat dalam teori namun praktik

dan implementasinya ke masyarakat juga harus baik. Berbagai kegiatan dilakukan, dan

semuanya akan dipertanggung jawabkan melalui laporan yang dibuat. Bukan itu saja, jadwal

kuliah yang padat dan mengharuskan proses pembelajaran yang menggunakan laptop sebagai

sarana penunjang dalam proses belajar-mengajar. Dan intensivitasnya lebih dari 2 jam

lamanya penggunaan laptop tersebut. Belum lagi tugas-tugas baik tugas individu maupun

kelompok seperti pembuatan laporan PBL, CSL maupun tugas mandiri lainnya yang

memerlukan peran serta dari media elektronik baik dalam proses penyusunan tugasnya

maupun proses memperoleh informasi.

Referensi dari tugas yang di buat bukan saja di ambil melalui buku-buku di

perpustakaan namun juga dari data terbaru dan dapat diperoleh dari mengakses media sosial

yakni melalui internet atau situs resmi dan valid. Proses pembuatan tugas dan laporan yang

dibuat menggunakan alat bantu dan penunjang yakni alat elektronik baik handpone, gadget,

laptop/komputer untuk menjadi sarana informasi serta penunjang untuk pembuatan tugas

tersebut.
Tak sedikit dari mahasiswa yang dalam proses pembelajarannya memanfaatkan

kecanggihan teknologi sekarang ini. Dan banyak yang menggunakan komputer, handpone

maupun gadget berjam - jam demi memperoleh informasi dan mengakses data terkini untuk

membuat serta menyelesaikan tugas-tugas mereka. Berdasarkan uraian di atas, maka

dianggap perlu untuk dilakukan penelitian mengenai intensitas penggunaan media elektronik

terhadap kejadian sindroma mata kering di fakultas kedokteran universitas pattimura periode

2016.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis merumuskan masalah

penelitian sebagai berikut:

Apakah tingginya intensitas penggunaan media elektronik yang berhubungan dengan

visual merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi angka kejadian timbulnya sindroma

mata kering pada mahasiswa fakultas kedokteran unpatti ?

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum :

Mengetahui gambaran kejadian Sindroma Mata Kering pada Mahasiswa

2. Tujuan khusus :

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Mengetahui angka kejadian sindroma mata kering.

b. Mengetahui distribusi kejadian sindroma mata kering berdasarkan jenis kelamin.

c. Mengetahui distribusi kejadian sindroma mata kering berdasarkan angkatan

mahasiswa
d. Mengetahui distribusi kejadian sindroma mata kering berdasarkan Lama

penggunaan komputer

e. Mengetahui distribusi kejadian sindroma mata kering berdasarkan Jarak

penggunaan komputer

f. Mengetahui distribusi kejadian sindroma mata kering berdasarkan Lama

penggunaan handpone

g. Mengetahui distribusi kejadian sindroma mata kering berdasarkan Lama

penggunaan TV

h. Mengetahui distribusi kejadian sindroma mata kering berdasarkan Jarak

penggunaan TV

D. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1) Bagi masyarakat umum, khususnya pengguna komputer

Penelitian ini dapat menjadi sebagai sumbangan informasi bagi pengguna komputer

akan Sindroma Mata Kering yang dapat timbul akibat lama menatap monitor

komputer. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam pengaturan

waktu istirahat dan mengontrol jam penggunaan komputer agar tidak menganggu

kesehatan mata dan produktivitas kerja.

2) Di bidang akademik/ilmiah

Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan memperkokoh landasan teoritis ilmu

kedokteran di bidang oftalmologi, khususnya tentang hubungan lama penggunaan

media elektronik terhadap kejadian Sindroma Mata Kering. Selain itu, penelitian ini

juga dapat digunakan sebagai bahan acuan penelitian lebih lanjut dan memberikan
tambahan kepustakaan karya tulis ilmiah yang bermanfaat bagi institusi dan

mahasiswa.

3) Di bidang pengembangan penelitian

Memberikan masukan data bagi peneliti lain yang ingin menggali dan memperdalam

lebih jauh topik-topik tentang Sindroma Mata Kering.

4) Untuk peneliti

Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang penelitian.

5) Untuk pengguna media elektronik lainnya

Dengan adanya penelitian ini dapat meambah pengetahuan pengguna media

elektronik terutama yang berhubungan dengan penglihatan diantaranya:

handpone,gadget, televisi, laptop dan lainnya bahwasanya media elektronik dapat

mempunyai efek pada penglihatan jika dipergunakan melebihi intensitas yang

diharuskan. Salah satunya dapat terjadi sindroma mata kering.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi sistem lakrimal

Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan drainase

air mata, apparatus lakrimalis terdiri dari 2 bagian (Vaughan, 2004):

1. Komponen sekresi, yang terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur

pembentuk cairan air mata, yang disebarkan di atas permukaan mata oleh kedipan mata.

2. Komponen ekskresi, yang mengalirkan sekret ke dalam hidung, terdiri dari kanalikuli,

sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.

Gambar 1: Apparatus Lakrimalis (Sumber: Netter’s Atlas of Human Anatomy


Gambar 2: Apparatus Lakrimalis (Sumber: Netter’s Atlas of Human Anatomy)

Sistem Sekresi Air Mata

1. Kelenjar Lakrimalis

Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak di fossa

glandulae lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Duktus kelenjar ini mempunyai

panjang berkisar 6-12 mm, berjalan pendek menyamping di bawah konjungtiva

Kelenjar yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi:

a) Lobus orbita yang berbentuk kenari dan lebih besar, terletak di dalam fossa glandulae

lakrimalis di segmen temporal atas anterior orbita yang dipisahkan dari bagian

palpebra oleh kornu lateralis muskulus levator palpebrae. Untuk mencapai bagian

kelenjar ini dengan pembedahan, harus diiris kulit, muskulus orbikularis okuli, dan

septum orbita.
b) Lobus palpebra yang lebih muara ke forniks temporal superior. Bagian palpebra yang

lebih kecil terletak tepat di atas segmen temporal forniks konjungtiva superior.

Duktus sekretorius lakrimal, yang bermuara pada sekitar 10 lubang kecil, yang

menghubungkan bagian orbita dan bagian palpebra kelenjar lakrimal dengan forniks

konjungtiva superior. Pengangkatan bagian palpebra kelenjar akan memutus semua

saluran penghubung dan mencegah seluruh kelenjar bersekresi. Lobus palpebra

kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebra superior. Persarafan

kelenjar-utama datang dari nucleus lakrimalis di pons melalui nervus intermedius dan

menempuh suatu jaras rumit cabang maxillaris nervus trigeminus. Denervasi adalah

konsekuensi yang sering terjadi pada neuroma akustik dan tumor-tumor lain di sudut

cerebellopontin.

2. Kelenjar Lakrimal Aksesorius

Meskipun hanya sepersepuluh dari massa kelenjar utama, kelenjar lakrimal

aksesorius mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan Wolfring identik

dengan kelenjar utama, tetapi tidak memiliki ductulus. Kelenjar - kelenjar ini terletak di

dalam konjungtiva, terutama di forniks superior Sel-sel goblet uniseluler, yang juga

tersebar di konjungtiva, mensekresi glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi

kelenjar sebasea Meibom dan Zeis di tepian palpebra memberi lipid pada air mata.

Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film air

mata.13 Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air

mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epifora). Kelenjar lakrimal

aksesorius dikenal sebagai “pensekresi dasar". Sekret yang dihasilkan normalnya cukup

untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel goblet berakibat mengeringnya

kornea meskipun banyak air mata dari kelenjar lakrimal.14


Sistem Ekskresi Air Mata

Sistem ekskresi terdiri atas punctum, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus

nasolakrimalis.14

1. Punctum Lakrimalis

Ukuran punctum lakrimalis dengan diameter 0,3 mm terletak di sebelah medial

bagian superior dan inferior dari kelopak mata. Punctum relatif avaskular dari jaringan

sekitarnya, selain itu warna pucat dari punctum ini sangat membantu jika ditemukan

adanya sumbatan. Punctum lakrimalis biasanya tidak terlihat kecuali jika kelopak mata

dibalik sedikit. Jarak superior dan inferior punctum 0,5 mm, sedangkan jarak masing-

masing ke kantus medial kira-kira 6,5 mm dan 6,0 mm. Air mata dari kantus medial

masuk ke punctum lalu masuk ke canalis lakrimalis.

2. Kanalikuli Lakrimalis

Lacrimal ducts (lacrimal canals), berawal pada orifisium yang sangat kecil,

bernama puncta lacrimalia, pada puncak papilla lacrimales, terlihat pada tepi ekstremitas

lateral lakrimalis. Duktus superior, yang lebih kecil dan lebih pendek, awalnya berjalan

naik, dan kemudian berbelok dengan sudut yang tajam, dan berjalan ke arah medial dan

ke bawah menuju lacrimal sac. Duktus inferior awalnya berjalan turun, dan kemudian

hampir horizontal menuju lacrimal sac. Pada sudutnya, duktus mengalami dilatasi dan

disebut ampulla. Pada setiap lacrimal papilla serat otot tersusun melingkar dan

membentuk sejenis sfingter.

3. Sakus Lakrimalis (Kantung Lakrimal)

Merupakan ujung bagian atas yang dilatasi dari duktus nasolakrimal, dan terletak

dalam cekungan (groove) dalam yang dibentuk oleh tulang lakrimal dan prosesus
frontalis maksila. Bentuk sakus lakrimalis oval dan ukuran panjangnya sekitar 12-15 mm;

bagian ujungnya membulat, bagian bawahnya berlanjut menjadi duktus nasolakrimal.

4. Duktus Naso Lakrimalis

Kanal membranosa, panjangnya sekitar 18 mm, yang memanjang dari bagian

bawah lacrimal sac menuju meatus inferior hidung, dimana saluran ini berakhir dengan

suatu orifisium, dengan katup yang tidak sempurna, plica lakrimalis (Hasneri), dibentuk

oleh lipatan membran mukosa. Duktus nasolakrimal terdapat pada kanal osseus, yang

terbentuk dari maksila, tulang lakrimal, dan konka nasal inferior. Setiap kali berkedip,

palpebra menutup seperti ritsleting, mulai dari lateral, menyebarkan air mata secara

merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi pada aspek medial

palpebra. Pada kondisi normal, air mata dihasilkan dengan kecepatan yang kira-kira

sesuai dengan kecepatan penguapannya.

Dengan demikian, hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi. Bila sudah

memenuhi sakus konjungtivalis, air mata akan memasuki puncta sebagian karena sedotan

kapiler. Dengan menutup mata, bagian khusus orbicularis pratarsal yang mengelilingi

ampula akan mengencang untuk mencegahnya keluar. Bersamaan dengan itu, palpebra

ditarik ke arah crista lakrimalis posterior, dan traksi fascia yang mengelilingi sakus

lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif di

dalam sakus. Kerja pompa dinamik ini menarik air mata ke dalam sakus, yang kemudian

berjalan melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas

jaringan, ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan serupa katup milik epitel

pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik udara dan air mata. Yang paling

berkembang di antara lipatan ini adalah “katup” Hasner di ujung distal duktus

nasolakrimalis. Struktur ini penting karena bila tidak berlubang pada bayi, menjadi

penyebab obstruksi kongenital dan dakriosistitis menahun.


Gambar 3: Anatomi Sistem Drainase Lakrimal (Sumber: Kanski Clinical Ophthalmology)

Gambar : pejalanan sekresi air mata


Gambar 4: Fisiologi Sistem Drainase Lakrimal (Sumber: Kanski Clinical Ophthalmology)

Air Mata

Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 um Yang menutupi epitel kornea dan

konjungtiva. Fungsi lapisan ultra-tipis ini adalah:14,28

Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan

ketidakteraturan minimal di permukaan epitel

Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva yang lembut

Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik dan efek

antimikroba

Menyediakan kornea berbagai substansi nutrien yang diperlukan.

Lapisan-Lapisan Film Air Mata

Permukaan bola mata dilindungi oleh lapisan air mata yang berfungi untuk

menyediakan permukaan refraktif dalam menjaga tajam penglihatan. Air mata mengandung
protein spesifik seperti lysozym, lactoferin, lipocalin, imunoglobulin A sekretarius dan

fosfolipase A2 yang berperan sehingga dapat melindungi permukaan bola mata. Lapisan air

mata juga berfungsi menyediakan nutrisi dan oksigen untuk kornea yang avaskular. Lapisan

ini membuat lingkungan lembab bagi sel epitel, melicinkan permukaan bola mata sekaligus

melarutkan stimulus yang mengganggu. Ketebalan lapisan air mata sekitar 8-9 μm27,28

Film air mata terdiri atas tiga lapisan .Film air mata ( tebal 10 um ) meutupi permukaan mata

eksterna dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :

a) Lapisan superfisial adalah film lipid monomolekular yang berasal dari kelenjar

meibom tarsal dan dibawa ke tepi kelopak mata. Diduga lapisan ini menghambat

penguapan dan tnembentuk sawar kedap-air saat palpebra ditutup. Ketebalan lapisan

ini sekitar 0,1-0,2 μm.27

b) Lapisan aqueous dihasilkan oleh kelenjar lakrimal utama yang terletak dalam orbita

maupun kelenjar lakrimal tambahan seperti kelenjar Krause dan Wolfring pada

konjungtiva. Lapisan ini berfungsi sebagai pelarut nutrisi, penyedia oksigen,

antibakterial dan antiviral, serta menjaga regularitas kornea. yang dihasilkan oleh

kelenjar lakrimal mayor dan minor; mengandung substansi larut-air (garam dan

protein). Ketebalannya yaitu 7-8 μm. 27

c) Lapisan musinosa dalam terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel epitel kornea

dan konjungtiva. Lapisan ini berhubungan dengan permukaan okular dan diproduksi

terutama oleh sel goblet konjungtiva. Ketebalannya 1 μm Membran sel epitel terdiri

atas lipoprotein dan karenanya relatif hidrofobik. Permukaan yang demikian tidak

dapat dibasahi dengan larutan berair saja. Musin diabsorpsi sebagian pada membran

sel epitel kornea dan oleh mikrovili ditambatkan pada sel-sel epitel permukaan. Ini
menghasilkan permukaan hidrofilik baru bagi lapisan akuosa untuk menyebar secara

merata ke bagian yang dibasahinya dengan cara menurunkan tegangan permukaan.27

Gambar 5: Tiga Lapisan Film Air Mata yang Melapisi Lapisan Epitel Superfisial di Kornea

(Sumber: Vaughan’s General Ophthalmology)

Lapisan air mata :

Gambar komponen air mata disertai fungsinya

Sumber : http//www.pvamarillo.com
a) Lapisan lipid (atas), diproduksi oleh glandula meibom. Yang mempunyai fungsi

sebagai berikut :

 Memperlambat menguapan air mata

 Mempertahankan barier hidrofobik

 Mempertahankan tear meniskus

b) Lapaisan akuous (tengah), diproduksi oleh kelejar Krause Wolfring yang mempunyai

fungsi :27

 Suplai oksigen

 Antimikroba

 Meratakan permukaan kornea

 Membersihkan kotoran

 Mengatur fungsi sel-sel epitel kornea

c) Lapisan mucin (bawah), diproduksi oleh sel-sel goblet. Funsinya yaitu :

 Mengubah sifat hibrofobik ke hidrofilik epitel kornea

 Menyediakan lubikasi untuk palpebr

Fungsi dari film air mata adalah :

 Merupakan titik perbatasan udara/ air mata yang halus untuk distorsi refraksi bebas

cahaya pada kornea

 Memberikan oksigen di anterior pada kornea yang avaskuler

 Menghilangkan debris dan partikel asing dari permukaan okular melalui aliran air

mata

 Memiliki sifat antibakteri melalui kerja lisozim, laktoferin dan imunoglobulin

terutama IgA sekretori.


Komposisi Air Mata

Volume air mata normal diperkirakan 7 ± 2 µL di setiap mata. Albumin mencakup

60% dari protein total air rnata; sisanya globulin dan lisozim yang berjumlah sama banyak.

Terdapat imunoglohulin IgA, IgG, dan IgE. Yang paling banyak adalah IgA, yang berbeda

dari IgA serum karena bukan berasal dari transudat serum saja; IgA juga di produksi sel-sel

plasma di dalam kelenjar lakrimal. Pada keadaan alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal,

kosentrasi IgE dalam cairan air mata meningkat. Lisozim air mata menvusun 21-25% protein

total, bekerja secara sinergis dengan gamma globulin dan faktor anti bakteri non-lisozim lain,

membentuk mekanisme pertahanan penting terhadap infeksi. Enzim air mata lain juga bisa

berperan dalam diagnosis berbagai kondisi klinis tertentu, misalnya, hexoseaminidase untuk

diagnosis penyakit Tay-Sachs.K+, Na+, dan CI- terdapat dalam kadar yang lebih tinggi di air

mata daripada di plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea

(0,04mg/dL). Perubahan kadar dalam darah sebanding dengan perubahan kadar glukosa dan

urea dalam air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35, meskipun ada variasi normal yang

besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, air mata bersifat isotonik. Osmolalitas film air

mata bervariasi dari 295 sampai 309 mosm/L.14

Refleks berkedip

Setiap 8 detik tanpa di sadari mata kita akan bekedip. Pada saat berkedip maka komposisi

dari tear film akan di keluarkan yakni lipid, aquous dan mucus dikeluarkan yang gunanya

sebagai pelumas bola mata. 3 lapisan cairan terseut keluar dan membasahi kornea

(permukaan dari pada bola mata). Refleks berkedip akan berkurang pada saat kita serius

mengerjakan sesuatu. Contohnya pada saat bermain hp, mengerjakan tugas atau laporan
menggunakan laptop atau komputer berjam-jam, nonton TV. Kondisi-kondisi itulah yang

menyebabkan kita sering kali lupa untuk berkedip sehingga dapat menimbukan mata kering.

Defenisi

Sindroma mata kering atau keratoconjungtivitis sicca ( KCS ) adalah penyakit mata dimana
16
jumlah atau kualitas produksi air mata berkurang atau penguapan air mata film meningkat.

terjemahan dari keratoconjungtivitis sicca dari bahasa latin adalah kekeringan kornea dan

konjungtiva.

Etiologi

Banyak diantara penyebab sindroma mata kering mempengaruhi dari 1 komponen film air

mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang secara sekunder menyebabkan film air

mata menjadi tidak stabil. Ciri histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada

kornea dan epitel konjungtiva. Pembentukan filamen hilangnya sel goblet konjungtiva.

Pembesaran abnormal sel epitel non goblet peningkatan stratifikasi sel. Dan penambahan

keratinasi. 16,17

A. Kondisi ditandai hipofungsi kelenjar lacrimal.

1. Kongenital

a) dysautonomia familier ( sindrom riley-day )

b) aplasia kelenjar lacrimal ( alacrimal kongenital )

c) aplasia nervus trigeminus.

d) Dysplasia ektodermal.

2. Di dapat

a) Penyakit sistemik

1. Sindrom sjorgen

2. Sklerosis sistemik progresif


3. Sarcoidosis

4. Leukemia limfoma

5. Amiloidosis

6. Hemokromatosis

b) Infeksi

1. Trachoma

2. Parotitis epidemika

c) Cedera

1. Pengangkatan kelenjar lacrimal

2. Iradiasi

3. Luka bakar kimiawi

d) Medicasi

1. Anti-histamin

2. Antimuscarinik: atropin, scopolamin

3. Anestetika umum : halotem, nitrous oxide

4. Beta adrenergik blocker : timolol, practolol

e) Neurogenic-neuroparalisis ( fascial nerve palsy )

B. Kondisi di tandai defisiensi musin

1. Avitaminosis A

2. Sindrom steven – johnson

3. Pemfigoid okuler

4. Konjungtivitis menahun

5. Luka bakar kimiawi


6. Medicasi-antihistamin, Agen muscari, Agen beta-adregenic blocker

C. Kondisi di tandai defisiensi lipid

1. Parut tepian palpebra

2. Blepharitis

D. Penyebaran defektif film air mata disebabkan :

1. Kelainan palpebra

a. Defek coloboma

b. Ektropion atau entropion

c. Keratinase tepian palpebra

d. Berkedip berkurang atau tidak ada.

1. Gangguan neurologik

2. Hipertiroid

3. Lensa kontak

4. Obat

5. Keratitis herpesimpleks

6. Lepra

E. Lagophtalmus

1. Lagophtalmus nokturna

2. Hipertiroid

3. Lepra

2. Kelainan konjungtiva

a. Pterygium

b. Symblepharon
3. Proptosis 16,17

Epidemiologi

Mata kering merupakan salah satu gangguan yang sering pada mata. Presentase insidensinya

sekitar 10-30 % dari populasi. Terutama pada orang yang usianya lebih dari 40 tahun dan 90

% terjadi pada wanita. Frekuensi insidensia sindrom mata kering lebih banyak terjadi pada

ras hispanic dan asi dibendingkan dengan ras kaukasius.

Manifestasi klinis

Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal atau herpasir ( benda

asing). Gejala umum lainnya adalah: gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak mampu

menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosentivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakan

palpebra.17 Pada kebanyakan pasien, ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah

terputus atau tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukus

kental kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix konjungtivae inferior. Pada

konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal, edema dan

hiperemik.16

gambar : mata kering, merah dan nyeri

sumber : medicastore.com http//body-disease.com


Pemeriksaannya

1. Tes schimer

Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukan strip schimer (

kertas saring Whatman no 41) ke dalam cul de sac konjungtiva unferior pada batas 1/3

tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur 5

menit setelah dimasukan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa anestesi di

anggap abnormal

Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar lakrimal utama, yang

aktifitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring itu. Tes schimer yang telah

dilakukan setelah anestesi topikal ( tetracain 0,5 % ) mengukur fungsi kelenjar

lacrimal tambahan ( pensekresi basah ). Kurang dari 5 mm dalam 5menit adalah

abnormal. Tes schimer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata. Dijumpai

hasil false positif dan false negative. Hasil rendah kadang-kadang dijumpai pada

orang normal, dan tes normal dijumpai pada mata kering terutama yang sekunder

terhadap defisiensi musin.16,20

Gambar : Pasien yang sedang melakukan tes schimer

Sumber : http//www. Sumber healt.com


2. Tear film break-up time

Pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna untuk

memperkirakan kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan musin mungkin

tidak mempengaruhi tes schimer namun dapat berakibat tidak stabilnya film air mata.

Ini yang menyebabkan lapisan itu mudah pecah, bintik-bintik kering terbentuk dalam

film air mata, sehingga memaparkan epitel kornea atau konjungtiva . proses ini pada

akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas dengan bengal rose. Sel-sel epitel

yang rusak dilepaskan kornea,meninggalkan daerah-daerah kecil yang dapat dipulas,

bila permukaan kornea dibasahi flourescein .

Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakan secarik kertas

berflourecein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien berkedip. Film air mata

kemudian diperiksa dengan bentuan saringan cobalt pada slitlamp, sementara pasien

diminta agar tidak berkedip. Waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama

dalam lapisan flourescein kornea adalah tear film break-up time. Biasanya waktu ini

lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata oleh anestesia lokal, memanipulasi

mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap terbuka. Waktu ini lebih pendek pada

mata dengan defisiensi air pada air mata dan selalu lebih pendek dari normalnya pada

mata dengan defisiensi musin.16,20

Tes ini berfungsi untuk mengukur kualitas kestabilan air mata. Dikatakan

normal apabila pasien diminta berkedip kemudian kedipan ditahan. Apabila lapisan

air mata tidak mengalami perubahan antara 20-30 detik maka mata dikatakan normal.

3. Tes ferning mata

Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mucus konjungtiva dilakukan

dengan mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca obyek bersih. Arborisasi (

ferning ) mikroskopik terlihat pada mata normal. Pada pasien konjungtivitis yang
meninggalkan parut ( pemfigoid mata , sindrom steven johnson, parut konjungtiva

difus ), arborisasi berkurang atau hilang. 16,20

4. Desitologi impresi

Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada permukaan

konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di kuadran infra-

nasal. Hilangnya sel goblet ditemukan pada kasus keratokonjungtivitis sicca,

trachoma, pemphigoid mata sicatrik, sindrom steven johnson, dan avitaminosis A16,20,

5. Pemulasan bengal rose

Bengal rose lebih sensitif dari flourescein. Pewarna ini akan memulas semua sel epitel

non-vital yang mengering dari kornea konjungtiva 16,20

Penguji kadar lisozim air mata

Penurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya terjadi pada awal perjalanan sindrom

sjorgen dan berguna untuk mendiagnosis penyakit ini. Air mata ditampung pada kertas

schirmer dan di uji kadarnya. Cara paling umum adalah pengujian secara spektrofotometri
16,20

Osmolalitas air mata

Hiperosmolitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sicca dan pemakaian

kontak lens dan diduga sebagai akibat berkurangnya sensitivitas kornea. Laporan-laporan

menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes paling spesifik bagi keratukonjungtivitis

sicca. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada pasien dengan schirmer normal dan

pemulasan dengan ros normal.16,20

1. lactoferin
lactoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi kelenjar

lakrimal. Kotak penguji dapat dibeli di pasaran.16,20

Terapi

Pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah keadaan menahun dan pemulihan total sukar

terjadi, kecuali pada kasus ringan, saat perubahan epitel pada kornea dan konjungtiva masih

reversibel.16

air mata buatan adalah terapi yang kini diberikan kepada pasien dengan kasus sindroma mata

kering. Salep berguna sebagai pelumas jangka panjang, terutama saat tidur. Bantuan

tambahan diperoleh dengan memakai pelembap, kacamata pelembap bilik, atau kacamata

berenang.17

Fungsi utama pengobatan ini adalah penggantian cairan. Pemulihan musian adalah tugas yang

lebih berat. Tahun-tahun belakangan ini, ditambahkan polimer larut air dengan berat molekul
tinggi pada air mata buatan sebagai usaha memperbaiki dan memperpanjang lama

pelembaban permukaan agen mukomimetik lain termasuk Na-hialuronat dan larutan dari

serum pasien sendiri sebagai tetesan mata. Jika mukus itu kental seperti pada sindrom

sjorgen, agen mukolitik ( acetylcystein 10%) dapat menolong.

 Topikal Cyclosporin A

 Topikal kortikosteroid

 Topikal atau sistemik omega 3 fatty acis : omega 3 fatty acid menghambat sintesis

dari mediator lemak dan memblok produksi dari II – I and TNF –alpha. Pasien dengan

kelebihan lipid dalam air mata memerlukan intruksi spesifik untuk menghilangkan

lipid dari tepian palpebra. Mungin diperlukan antibiotik topikal atau sistemik. Vitamin

A topikal mungkin berguna untuk memulihkan metaplasia permukaan mata.

Semua pengawet kimiawi dalam air mata buatan akan menginduksi sejumlah

toksisitas kornea. Benzalkonium chlorida adalah preparat umum yang paling merusak.

Pasien yang memerlukan beberapa kali penetesan sebaiknya memakai larutan tanpa bahan

pengawet. Bahan pengawet dapat pula menimbulkan reaksi idiosinkrasi. Ini paling serius

dengan timerosal.16

Pasien dengan mata kering oleh sembarang penyebab lebih besar kemingkinan

terkena infeksi. Blepharitis menahun sering terdapat dan harus diobati dengan

memperhatikan higenitas dan memakai antibiotik topikal. Acne rosasea sering terdapat

bersamaan dengan keratokonjungtivitis sicca dan pengobatan dengan tetrasiclin sistemik

ada manfaatnya. 16,17

tindakan bedah pada mata kering adalah pemasangan sumbatan pada punctum yang

bersifat temporer ( kolagen ) atau untuk waktu lebih lama ( silikon ), untuk menahan

secret air mata. Penutupan puncta dan canaliculi secara permanen dapat dilakukan dengan
terapi thermal ( panas ), kauter listrik atau dengan laser.16,17,21 pemasangan sumbat (

punctal plug ) pada lubang saluran pembuangan air mata di sudut kelopak mata.

Tujuannya adalah untuk mengurangi pengaliran ke luar air mata sehingga memperbaiki

lubrikasi permukaan bola mata dengan air mata yang ada. Pada kasus dry eye yang berat

dapat digunakan sumbat permanen.

Sumber : http//hasrulbintang.files.wordpresscom

prognosis

secara umum prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan sindroma mata kering

baik.16

komplikasi

pada awal perjalanan keratokonjungtivitis sicca, penglihatan sedikit terganggu. Dengan

membruknya keadaan, ketidaknyamanan sangat mengganggu. Pada kasus lanjut, dapat

timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan perforasi dan kadang-kadang terjadi infeksi

bakteri sekunder, dan berakibat parut dan vaskularisasi pad kornea yang sangat

menurunkan penglihan. Tetapi dini dapat mencegah komplikasi-komplikasi ini. 16,17,20


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan desain penelitiannya yaitu

pendekatan cross sectional. Artinya penelitian ini meneliti tentang variabel-variabel distribusi

proporsi sindroma mata kering yang dilakukan hanya satu kali, dan pada satu saat.

B. Waktu dan Tempat Pengumpulan data

1. Waktu Pengumpulan data

Pengumpulan data dilaksanakan mulai dari bulan juli sampai bulan september 2016.

2. Tempat Pengumpulan data

Pengumpulan data dilaksanakan di ruang kuliah fakultas kedokteran universitas

pattimura ambon.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah semua mahasiswa program studi S1 pendidikan

dokter umum universitas pattimura angkatan 2012 sampai 2015

2. Sampel Penilitian

a. Besaran sampel

Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung dengan

menggunakan rumus11:

𝑍𝛼 2 x 𝑃 x 𝑄
𝑛=
𝑑2
Dimana, Z = deviat baku alfa, pada α = 5% (0,05)

= 1,96

P = proporsi kategori variable yang diteliti (sindroma mata kering). Proporsi

sindroma mata kering sebesar 0,5

Q=1–P

= 1 – 0,5

= 0,5

d = presisi, yang digunakan sebesar 10% (0,1)

Berdasarkan komponen-komponen tersebut, maka perhitungan jumlah sampel minimal

adalah sebagai berikut:

1,962 x 0,5 x 0,5


𝑛=
0,12

0,9604
=
0,01

= 96,04 (dibulatkan menjadi 97 pasien)

Untuk mengantisipasi kemungkinan banyaknya subjek yang memenuhi kriteria inklusi

namun harus diekslusi, maka perlu dilakukan koreksi terhadap jumlah sampel minimal

dengan nilai koreksi sebesar 10% (10 pasien). 11

Dengan demikian, jumlah sampel minimal yang dibutuhkan pada penelitian ini sebesar

107 responden.

b. Tekhnik pengambilan sampel

Cara pengambilan sampel yang dipakai pada penelitin ini adalah stratified
random sampling secara proportional karena dilihat dari masing-masing angkatan

mempunyai jumlah dan karakteristik yang berbeda. Langkah-langkah propotional

stratified random yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut :

1. Menentukan jumlah sampel dari masing-masing angkatan mahasiswa yakni angkatan

dari 2012,2013,2014 dan 2015 berdasarkan populasi total (jumlah seluruh mahasiswa

fakultas kedokteran universitas pattimura tahun ajaran SMP Negeri1 Masohi tahun

ajaran 2014/2015).

Angkatan 2012 : 234/670 x 107 sampel = 38 sampel

Angkatan 2013 :

Angkatan 2014 :

Angkatan 2015 :

Ket : 2012 56 orang, 2013 61 orang, 2014  64 orang, 2015  66 orang.

2. Melakukan randomisasi (pemilihan secara acak) dari jumlah sampel yang sudah

didapat dari masing-masing angkatan yakni 2012, 2013, 2014, 2015 sehingga

didapatlah subyek yang terpilih untuk sampel penelitian.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian pada populasi.11 Kriteria

inklusi dalam penelitian ini meliputi :

o Semua Mahasiswa program studi S1 pendidikan dokter umum universitas

pattimura angkatan 2012-2015

o Bersedia menjadi responden


2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi yang harus

dikeluarkan dari penelitian karena beberapa sebab.11 Kriteria eksklusi dalam

penelitian ini meliputi:

o Tidak bersedia berpartisipasi

o Tidak dapat ditelusuri keberadaannya.

o Tidak kooperatif dalam mengisi kuisioner yang diberikan.

E. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah:

a. Variabel utama:

Sindroma mata kering

b. Variabel tambahan:

1. Jenis kelamin

2. Angkatan

3. Lama penggunaan computer

4. Lama penggunaan handpone

5. Lama penggunaan alat elektronik lainnya


F. Kerangka konsep
Jenis kelamin

Angkatan

Lama penggunaan
Sindroma mata komputer
kering
Jarak penggunaan
komputer

Lama penggunaan
Keterangan: handpone

= Variabel terikat ha
= Variabel bebas
Lama penggunaan
TV

Jarak penggunan TV

Gambar. Bagan Kerangka Konsep


G. Defenisi Operasional

No. Variabel Definisi Alat ukur Kategori Skala


1. Sindroma penyakit multifaktorial Kuisioner 1. Ya Nominal
mata kering pada air mata dan OSDI 2. Tidak
permukaan mata yang
menimbulkan gejala
ketidaknyamanan,
gangguan penglihatan,
dan ketidakstabilan
lapisan air mata dengan
potensi kerusakan pada
permukaan mata dibarengi
dengan meningkatnya
osmolaritas lapisan air
mata serta inflamasi pada
permukaan mata.
2. Jenis Kuisioner 1. Perempuan Nominal
kelamin 2. Laki-laki
3 Angkatan Kuisioner Ordinal
4. Lama Rata-rata lama Kuisioner Ordinal
penggunaan penggunaan komputer
komputer dalamsehari yang dapat
diingat oleh reponden
5. Jarak 1. < 50 cm Ordinal
penggunaan 2. 50-100
komputer cm
3. >100 cm
6. Lama Rata-rata lama Kuisioner Ordinal
penggunaan penggunaan handpone
handpone dalamsehari yang dapat
diingat oleh reponden
7. Lama Rata-rata lama Kuisioner Ordinal
penggunaan penggunaan Televisi
TV dalamsehari yang dapat
diingat oleh reponden
8. Jarak 1. < 50 cm Ordinal
penggunaan 2. 50-100
TV cm
3. >100 cm
H. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer berupa data hasil

pemeriksaan klinis sindroma mata kering dengan menggunakan kuisioner yang di isi oleh

mahasiswa yang bersedia menjadi responden.

I. Pengolahan Data

Langkah-langkah yag dilakukan untuk mengolah data penelitian sebagai berikut:

1. Editing

Merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau

dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data

terkumpul.

2. Coding

Merupakan kegiatan pemberiankode numeric(angka) terhadap data yang terdiri atas

kategori yang sesuai dengan definisi operasional.

3. Entry data

Adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan ke dalam komputer sesuai

dengan kode masing-masing data.

4. Cleaning data

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukan, apakah ada

kesalahan atau tidak sehingga data siap sianalisa.

J. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara, data yang telah terkumpul akan diolah dengan

menggunakan Stastical Program for Social Science (SPSS). Data yang telah diolah akan

dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel. Informasi yang disajikan

berupan jumlah (n) dan persentase.


K. Alur Penelitian

Berikut adalah alur jalannya penelitian yang akan dilaksanakan :

Penentuan populasi

Pengambilan sampel secara


acak

Penentuan sampel berdasarkan


kriteria inklusi dan esklusi

Melakukan Informed consent

Pembagian kuisioner kepada


reponden

Pengumpulan kuisioner yang


telah di bagikan

Analisis data dan penyusunan


laporan penelitian

Gambar . Kerangka Alur Penelitian


L. Etik Penelitian

Setiap penelitian yang menggunakan subjek manusia harus mengikuti aturan etik dalam

hal ini adalah adanya persetujuan. Etika pada penelitian antara lain: Lembar persetujuan

(Informed Consent) yang merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian. Informed Consent tersebut diberikan sebelum penelitian, dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden sebagai subjek penelitian.

Informed Consent diberikan setelah peneliti memberikan informasi tentang penelitian

yang akan dilakukan. Peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada alat ukur

dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian baik

informasi atau masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan

dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan

pada hasil penelitian.

Jadwal pelaksanaan penelitian

waktu penelitian
kegiatan
2016
April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
KKN
Seminar proposal
Perbaikan proposal
Penelitian
Penyusunan skripsi
Ujian skripsi
DAFTAR PUSTAKA

1. Indra Fahmi R. Jurnal Pengaruh Media Elektronik Bagi Kehidupan Manusia.


2. Nurmaya rachmawati, vitri widyaningsih, sumardiyono. Skripsi tentang Hubungan
intensitas penerangan dan lama paparn cahaya layar monitor,dengan kelelahan mata
pekerja komputer di kelurahan X. Perpustakaan uns.ac.id.2011
3. Adien,dkk..Pengaruh Radiasi Komputer Terhadap Kesehatan Mata. Bantul oktober
2012
4. Pangemanan, Jurisna Maria. Hubungan lamanya waktu penggunaan tablet komputer
dengan keluhan penglihatan pada anak sekolah di SMP Kr. Eben Haezer 2 Manado.
Juli 2014
5. Kurmasela Grace P. Hubungan Waktu Penggunaan Laptop Dengan Keluhan
Penglihatan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jurnal
e-biomedik (eBM) Maret 2013, nomor 1,volume 1: hlm 291-299
6. N. Lindbergh Blvd. St. Louis American Optometric Association. The Effects of
Computer Use on Eye Health and Vision (314) 991-4100
7. Sadri,Irsyad. Uji Schirmer I Sebelum Dan Sesudah 2 Jam Menggunakan Komputer
8. Rohmah yuyun Mawaddatur. Pengaruh radiasi komputer pada kesehatan mata
9. Zubaidah H.S.T. pengaruh lama terpapar dan jarak monitor komputer terhadap gejala
computer vision syndrome pada pegawai negri sipil di kantor pemerintahan kota
Medan. Thesis, medan : USU; 2012
10. Tsubota & Gipson et al., 2008; American Academy of Ophthalmology, 2011-2012
11. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian kinis. Edisi 4. Jakarta:
Sagung Seto; 2011. P.361
12. James bruce, Chew chris, Bron anthony. Lecture notes Oftamologi. Edisi 9. Penerbit
Erlangga. 2005.
13. Khurana AK, et al. Sistem ekskesi air mata. 2007
14. Vaughan. Kelenjar lacrimal aksesorius. 2004
15. Sagili Chandrasekhara Reddy et al. A Survey of Dry Eye Symptoms in Contact Lens
Wearers and Non-Contact Lens Wearers among University Students in Malaysia.
Journal of clinical & experimental ophtalmology 2016. issue1. volume 7: hlm 3.
16. Vaugan D.G oftalmologi umum. Jakarta: widya medica.2009; 91-98

17. Ilyas Sidarta. Ilmu penyakit mata edisi ketiga. Jakarta: balai penerbit FK UI. 2009
18. Wijana N. Ilmu penyakit mata. Jakarta : abadi tegal. 1993

19. Moss S. Klein R.klein B. Prevalence and risk factor for dry eye syndrome. American

medical association. 2000

20. Sastrawan D,dkk. Standar pelayanan medis mata. Departemen ilmu kesehatan mata

RSUP M. Hoesin.palembang.2007 dkk

21. Ac. Guyton 1991. Fisiologi kedokteran edisi II. Jakarta.EGC. buku kedokteran
22. OSHA. 1997. Working Safely with Video Display Terminals. U.S. Department of
Labor Occupational Safety and Health Administration. Available from
http://www.osha.gov/publications/osha3092.pdf
23. American Academy of Ophthalmology Staff. 2011-2012c. Orbit, Eyelid and Lacrimal
System. United State of America: American Academy of Ophthalmology. p. 243-246
24. Bhatnagar, K.R., Sapovadia, A., Gupta, D., Kumar, P., Jasani, H. 2014. Dry Eye
Syndrome : A rising occupational hazard in tropical countries. Medical Journal of Dr
D.Y. Patil University;7(1):13-18.
25. Lemp, M.A. 2008. Perspective Advances in Understanding and Managing Dry Eye
Disease. American Journal of Ophthalmology, 146(3): 350-356.
26. Gipson et al., 2003; Tsubota et al., 2008; American Academy of Ophthalmology,
2011-2012a).
27. Tsubota, K. Tseng, S.C., and Nordlund, M.L. 2008 Anatomy and Physiology of the
Ocular Surface. In Holland, E.J., Mannis, M.J.3rd.Ocular Surface Disease : Medical
and Surgical Management. Newyork, Springer, chap 1,p 9-12
28. Ni Made Ayu Surasmiati. Thesis Hba1c yang tinggi sebagai faktor risiko rendahnya
sekresi air mata pasien diabetes melitus pasca fakoemulsifikasi. Maret 2014
29. New zealand Association of Optometricsts.
Search

Anda mungkin juga menyukai