Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SKRIPSI
Oleh:
SKRIPSI
Oleh :
Penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth
(STH) dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan
darah. Selain dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja,
dapat juga menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya. Hasil
survei pada anak Sekolah Dasar dari beberapa kabupaten di Sumatera Utara yang
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Sumatera Utara tahun 2005 didapatkan infeksi STH
tertinggi di Kabupaten Tapanuli Tengah (66,67%), Tapanuli Selatan (55%), Nias
(52,17%), Labuhan Batu (45,59%), Asahan (45,58%), Deli Serdang (39,56%) dan Padang
Sidempuan (34,23%). Hasil survei Depkes RI tahun 2009 di Sekolah Dasar di Indonesia
ditemukan prevalensi kecacingan 31,8%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan
infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada murid kelas IV, V dan VI SD Negeri
No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan.
Penelitian bersifat observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi adalah
semua murid kelas IV, V dan VI berjumlah 153 orang. Sampel adalah sebagian dari
populasi murid berjumlah 105 orang.
Hasil penelitian ditemukan prevalensi kecacingan 19%. Prevalensi Ascaris
lumbricoides 95%. Proporsi kelompok umur 11-13 tahun 54,3%, perempuan 52,4%,
kebersihan perorangan buruk 71,4%, sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat
kesehatan 73,3% dan kepemilikan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan 62,9%.
Hasil uji Chi-Square diperoleh tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan
infeksi STH (p=0,054), tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan
infeksi STH (p=0,794), ada hubungan yang bermakna antara kebersihan perorangan
dengan infeksi STH (p=0,041), tidak ada hubungan yang bermakna antara sumber air
bersih dengan infeksi STH (p=454) dan ada hubungan yang bermakna antara kepemilikan
jamban dengan infeksi STH (p=0,023).
Disarankan kepada pihak sekolah agar senantiasa memberikan pengetahuan
pentingnya personal higiene, penyediaan sarana air bersih dan jamban yang sesuai
dengan syarat kesehatan untuk mencegah terjadinya infeksi kecacingan. Kepada
Puskesmas Paranginan, supaya meningkatkan program pemeriksaan, pencegahan dan
penanggulangan kecacingan pada anak sekolah dasar.
Soil Transmitted Helminth (STH) can cause loss of nutrients like calories,
protein and blood loss. Besides being able to inhibit the development of physical,
intellectual and productivity, can also impacted in body resistance so easily affected by
other diseases. A survey results on elementary school children from several districts in
North Sumatra done by the Provincial Health of North Sumatera in 2005 found that the
highest STH infection in Central Tapanuli (66,67%), South Tapanuli (55%), Nias
(52,17%), Labuhan Batu (45,59%), Asahan (45,58%), Deli Serdang (39,56%) and
Padang Sidempuan (34,23%). A survey results on elementary school in Indonesia found
the prevalence STH was 31,8% in 2009.
This study was designed to determine the association of factors with the state of
STH among the student grade IV, V and VI at public elementary school No. 173327
Bahalimbalo Sub District of Paranginan, Dictrict Humbang Hasundutan. The study was
done by analytical observational using cross sectional study. The population consist of
153 children and sample is part of the student population consist of 105 children.
The results of the study showed that 19% of student were infected by worm. The
proportion of Ascaris lumbricoides was 95%. The proportion of infected children in the
age group of 11-13 years was 54,3%, females 52,4%, bad personal hygiene was 71,4%,
unhealth water 73,3% and unhealth toilets ownership was 62,9%
The result of the Chi-Square test showed that no significant association between
age, sexes and source of clean water with STH infections (p>0,005). There is a
significant association between personal hygiene and the toilets ownership with STH
infections (p<0,005).
Suggest to the school teacher to keep the personal hygiene of school children and
to provide clean water and toilets to avoid infection by STH. The Paranginan health
center should have to increase their programs to prevent worm infection.
Sumatera Utara
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan
yang Berhubungan dengan Infeksi Kecacingan yang Ditularkan melalui Tanah pada
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Medan.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,
baik secara moril maupun materil. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Skripsi I yang telah memberi kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah banyak
4. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku Dosen Penguji Skripsi I yang
7. Ibu Kepala SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo beserta guru-guru yang telah
8. Seluruh dosen dan staf/pegawai yang banyak membantu penulis dalam proses
9. Ayah dan ibu yang telah membesarkan dan mendidik penulis serta memberikan
10. Abangku (Ganda) dan adik-adikku (Atur, Raya dan Putra) serta saudara-saudaraku
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas semua doa dan dukungannya.
11. My beloved Richard yang telah banyak membantu memberikan dukungan dan
12. Agnes, Vince, Chindy, Dewi, Berlina, Eva, Ilza, dan rekan-rekan Epidemiologer
lainnya atas semua doa, bantuan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.
skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
untuk kesempurnaannya dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................... 4
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Khusus ............................................................... 4
1.3.2 Tujuan Umum ................................................................ 4
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................. 6
Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327
Bahalimbalo Kecamatan Paranginan berdasarkan Jenis Kelamin dan
Kelas Tahun 2011 ........................................................................... 35
Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Infeksi STH Pada Murid SD Negeri 173327
Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011 ............................ 36
Tabel 5.6 Tabulasi Silang Umur dengan Infeksi STH Pada Murid SD Negeri
173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011 ............... 40
Tabel 5.7 Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Infeksi STH Pada Murid SD
Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011 ... 41
Tabel 5.8 Tabulasi Silang Kebersihan Perorangan dengan Infeksi STH Pada
Murid SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun
2011 ................................................................................................ 42
Tabel 5.9 Tabulasi Silang Hasil Sumber Air Bersih dengan Infeksi STH Pada
Murid SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun
2011 ............................................................................................... 43
Tabel 5.10 Tabulasi Silang Hasil Kepemilikan Jamban dengan Infeksi STH Pada
Murid SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun
2011 ............................................................................................... 44
Gambat 2.1 Cacing Ascaris lumbricoides dewasa (A: betina dan B: jantan) ..... 8
Gambar 6.1 Diagram Pie Prevalensi Infeksi STH pada Murid SD Negeri No.
173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang
Hasundutan tahun 2011 ................................................................ 45
Gambar 6.2 Diagram Bar Proporsi Infeksi STH Berdasarkan Umur pada Murid
SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan
Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011 ............................... 48
Gambar 6.3 Diagram Bar Proporsi Infeksi STH Berdasarkan Jenis Kelamin pada
Murid SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan
Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011 ............................... 49
Gambar 6.5 Diagram Bar Proporsi Infeksi STH Berdasarkan Sumber Air Bersih
pada Murid SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan
Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011 ............ 54
Penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth
(STH) dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan
darah. Selain dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja,
dapat juga menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya. Hasil
survei pada anak Sekolah Dasar dari beberapa kabupaten di Sumatera Utara yang
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Sumatera Utara tahun 2005 didapatkan infeksi STH
tertinggi di Kabupaten Tapanuli Tengah (66,67%), Tapanuli Selatan (55%), Nias
(52,17%), Labuhan Batu (45,59%), Asahan (45,58%), Deli Serdang (39,56%) dan Padang
Sidempuan (34,23%). Hasil survei Depkes RI tahun 2009 di Sekolah Dasar di Indonesia
ditemukan prevalensi kecacingan 31,8%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan
infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada murid kelas IV, V dan VI SD Negeri
No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan.
Penelitian bersifat observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi adalah
semua murid kelas IV, V dan VI berjumlah 153 orang. Sampel adalah sebagian dari
populasi murid berjumlah 105 orang.
Hasil penelitian ditemukan prevalensi kecacingan 19%. Prevalensi Ascaris
lumbricoides 95%. Proporsi kelompok umur 11-13 tahun 54,3%, perempuan 52,4%,
kebersihan perorangan buruk 71,4%, sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat
kesehatan 73,3% dan kepemilikan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan 62,9%.
Hasil uji Chi-Square diperoleh tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan
infeksi STH (p=0,054), tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan
infeksi STH (p=0,794), ada hubungan yang bermakna antara kebersihan perorangan
dengan infeksi STH (p=0,041), tidak ada hubungan yang bermakna antara sumber air
bersih dengan infeksi STH (p=454) dan ada hubungan yang bermakna antara kepemilikan
jamban dengan infeksi STH (p=0,023).
Disarankan kepada pihak sekolah agar senantiasa memberikan pengetahuan
pentingnya personal higiene, penyediaan sarana air bersih dan jamban yang sesuai
dengan syarat kesehatan untuk mencegah terjadinya infeksi kecacingan. Kepada
Puskesmas Paranginan, supaya meningkatkan program pemeriksaan, pencegahan dan
penanggulangan kecacingan pada anak sekolah dasar.
Soil Transmitted Helminth (STH) can cause loss of nutrients like calories,
protein and blood loss. Besides being able to inhibit the development of physical,
intellectual and productivity, can also impacted in body resistance so easily affected by
other diseases. A survey results on elementary school children from several districts in
North Sumatra done by the Provincial Health of North Sumatera in 2005 found that the
highest STH infection in Central Tapanuli (66,67%), South Tapanuli (55%), Nias
(52,17%), Labuhan Batu (45,59%), Asahan (45,58%), Deli Serdang (39,56%) and
Padang Sidempuan (34,23%). A survey results on elementary school in Indonesia found
the prevalence STH was 31,8% in 2009.
This study was designed to determine the association of factors with the state of
STH among the student grade IV, V and VI at public elementary school No. 173327
Bahalimbalo Sub District of Paranginan, Dictrict Humbang Hasundutan. The study was
done by analytical observational using cross sectional study. The population consist of
153 children and sample is part of the student population consist of 105 children.
The results of the study showed that 19% of student were infected by worm. The
proportion of Ascaris lumbricoides was 95%. The proportion of infected children in the
age group of 11-13 years was 54,3%, females 52,4%, bad personal hygiene was 71,4%,
unhealth water 73,3% and unhealth toilets ownership was 62,9%
The result of the Chi-Square test showed that no significant association between
age, sexes and source of clean water with STH infections (p>0,005). There is a
significant association between personal hygiene and the toilets ownership with STH
infections (p<0,005).
Suggest to the school teacher to keep the personal hygiene of school children and
to provide clean water and toilets to avoid infection by STH. The Paranginan health
center should have to increase their programs to prevent worm infection.
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang
meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian, angka kesakitan dan status gizi
masyarakat.1
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian serta
penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, higiene keluarga dan
higiene pribadi.3
Manusia merupakan hospes defenitif beberapa nematoda usus (cacing perut), yang
dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat.3 Infeksi cacing dapat ditemukan
pada berbagai golongan umur, namun prevalensi tertinggi ditemukan pada anak balita dan
anak usia sekolah dasar, terutama kelompok anak yang mempunyai kebiasaan defekasi di
saluran air terbuka dan sekitar rumah, makan tanpa cuci tangan, bermain-main di tanah
yang tercemar telur cacing tanpa memakai alas kaki.4 Kurangnya pemakaian jamban
Di antara cacing perut terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah atau
biasa disebut Soil Transmitted Helminths (STH) yakni Ascaris lumbricoides, Trichuris
Penularan STH diantaranya melalui tangan kotor yang kemungkinan terselip telur
cacing yang akan tertelan ketika makan.6 Pada umumnya, cacing jarang menimbulkan
penyakit serius tetapi dapat menyebabkan gangguan kesehatan kronis yang berhubungan
menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah. Selain
dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja, dapat juga
Sampai saat ini infeksi STH masih tetap merupakan suatu masalah karena dilihat
dari kondisi sosial dan ekonomi di beberapa bagian dunia.7 WHO tahun 2010, mengatakan
bahwa agen penyebab STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan
Hookworm. Kejadian tertinggi meliputi sub-Sahara Afrika, Amerika, China dan Asia
Timur.8 Prevalensi STH secara global tahun 2003 pada anak sekolah dasar adalah Ascaris
Prevelansi STH di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi yaitu sebesar 60%,
terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai resiko tinggi terjangkit
Data hasil survei prevalensi infeksi STH oleh Depkes pada anak sekolah dasar di 27
propinsi di Indonesia menurut jenis cacing tahun 2002 – 2006 didapatkan bahwa pada
tahun 2002 prevalensi Ascaris lumbricoides 22,0%, Trichuris trichiura 19,9% dan
Hookworm 2,4%. Tahun 2003 prevalensi Ascaris lumbricoides 21,7%, Trichuris trichiura
21,0% dan Hookworm 0,6%. Tahun 2004 prevalensi Ascaris lumbricoides 16,1%, Trichuris
trichiura 17,2% dan Hookworm 5,1%. Tahun 2005 prevalensi Ascaris lumbricoides 12,5%,
Trichuris trichiura 20,2% dan Hookworm 1,6% dan pada tahun 2006 prevalensi Ascaris
Hasil survei pada anak Sekolah Dasar dari beberapa kabupaten di Sumatera Utara
yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Sumatera Utara tahun 2005 didapatkan infeksi
STH tertinggi di Kabupaten Tapanuli Tengah (66,67%), Tapanuli Selatan (55%), Nias
(52,17%), Labuhan Batu (45,59%), Asahan (45,58%), Deli Serdang (39,56%) dan Padang
Sidempuan (34,23%).12
yang beresiko terkena infeksi STH. Hal ini dikarenakan melihat dari kebersihan perorangan
murid baik di rumah dan di sekolah masih buruk. Murid di sekolah tersebut mayoritas
bekerja ke ladang untuk membantu orang tua sehabis pulang sekolah di mana ketika di
ladang, mereka akan lebih banyak kontak dengan tanah dan lebih sering tidak
faktor yang berhubungan dengan infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada
murid kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan
ditularkan melalui tanah pada murid kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327
ditularkan melalui tanah pada murid kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327
a. Untuk mengetahui prevalensi infeksi STH pada murid kelas IV, V dan VI SD
b. Untuk mengetahui distribusi proporsi infeksi STH berdasarkan jenis cacing (Ascaris
kelamin dan kebersihan perorangan) pada murid kelas IV, V dan VI SD Negeri No.
tahun 2011.
(sumber air bersih dan kepemilikan jamban) pada murid kelas IV, V dan VI SD
kebersihan perorangan) dengan infeksi STH pada murid kelas IV, V dan VI SD
f. Untuk mengetahui hubungan sanitasi dasar lingkungan rumah (sumber air bersih
dan kepemilikan jamban) dengan infeksi STH pada murid kelas IV, V dan VI SD
g. Untuk mengetahui Ratio Prevalence (RP) infeksi STH pada murid kelas IV, V dan
VI berdasarkan umur, jenis kelamin, kebersihan perorangan, sumber air bersih dan
a. Sebagai informasi bagi staf pengajar di Sekolah Dasar agar dapat memberikan
Hasundutan.
c. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin melaksanakan penelitian lebih
parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan tubuh
manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat.7 Infeksi
kecacingan yang disebabkan oleh nematoda usus yang ditularkan melalui tanah atau disebut
“soil transmitted helminths” yang terpenting bagi manusia yakni Ascaris lumbricoides,
hidup sebagai parasit. Cacing ini berbeda-beda dalam habitat, daur hidup dan hubungan
Nematoda usus di Indonesia lebih sering disebut sebagai cacing perut. Sebagian
penularannya terjadi melalui tanah, maka mereka digolongkan dalam kelompok cacing
Kelainan patologik akibat infeksi cacing usus dapat ditimbulkan oleh cacing dewasa
maupun oleh larvanya, tergantung siklus hidup cacing dan dipengaruhi oleh lokasi stadium
cacing usus di dalam tubuh manusia. Cacing dewasa dapat menimbulkan gangguan
pencernaan, perdarahan, anemia, alergi, obstruksi usus, iritasi usus, dan perforasi usus
tergantung cara hidup cacing dewasa, sedangkan larvanya dapat menimbulkan reaksi
Ascaris Lumbricoides jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan yang betina 22-35 cm.
Stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Ascaris Lumbricoides betina dapat bertelur
sebanyak 100.000-200.000 butir sehari; terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak
dibuahi.5
Telur yang dibuahi, besar kurang lebih 60 x 45 mikron dan yang tidak dibuahi 90 x
40 mikron. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk
ventral, mempunyai banyak papil kecil dan juga terdapat 2 buah spikulum yang
Gambar 2.1 Cacing Ascaris lumbricoides dewasa (A: betina dan B: jantan)14
Telur yang dibuahi berbentuk avoid dan berukuran 60-70 x 30-50 . Bila baru
dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi membran vitelin
yang tipis. Di sekitar membran ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi lagi oleh
dilepaskan oleh zat kimia dan menghasilkan telur tanpa kulit (decorticated). Di dalam
rongga usus, telur memperoleh warna kecokelatan dari pigmen empedu. Telur yang tidak
dibuahi berukuran 88-94 x 40-44 dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan
isi nya tidak teratur. Larva Ascaris lumbricoides dapat terlihat di dalam paru-paru yang
kena infeksi dan panjangnya dapat sampai 2 mm dengan diameter 75 . Larva mempunyai
usus di bagian tengah, sepasang saluran ekskresi dan ala yang nyata.15
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk
infektif dalam waktu kurang lebih 3 (tiga) minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan oleh
manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh
darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke
paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk
Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada
faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esophagus,
lalu menuju usus halus. Di usus halus berubah manjadi cacing dewasa. Sejak telur matang
tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 (dua) bulan.5
Gejala yang timbul pada penderita Ascariasis dapat disebabkan oleh cacing dewasa
dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada di paru. Pada orang yang
rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang
disertai dengan batuk, demam, eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat. Pada kasus ini
sering terjadi kekeliruan diagnosis karena mirip dengan gambaran TBC, namun infiltrat ini
menghilang dalam waktu 3 (tiga) minggu, setelah diberikan obat cacing pada penderita.
Keadaan ini disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa
biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti
cemeti atau cambuk, karena tubuhnya menyerupai cemeti dengan bagian depan yang tipis
dan bagian belakangnya yang jauh lebih tebal. Cacing ini pada umumnya hidup di sekum
Trichuris trichiura jauh lebih kecil dari Ascaris lumbricoides, anterior panjang dan
sangat halus, posterior lebih tebal. Betina panjangnya 35-50 mm, dan jantan panjangnya
30-45 mm. Telur berukuran 50-54 x 32 mikron, bentuk seperti tempayan/tong, di kedua
ujung ada operkulum (mukus yang jernih) berwarna kuning tengguli, bagian dalam jernih,
semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna
Telur yang keluar bersama tinja penderita belum mengandung larva, oleh karena itu
belum infektif. Jika telur jatuh di tanah yang sesuai, dalam waktu 3-4 minggu telur
berkembang menjadi infektif. Bila telur yang infektif termakan manusia, di dalam usus
halus dinding telur pecah dan larva cacing keluar menuju sekum untuk selanjutnya tumbuh
tubuhnya ke dalam mukosa usus hospes. Satu bulan sejak masuknya telur ke dalam mulut,
cacing dewasa telah mulai mampu bertelur. Cacing ini dapat hidup beberapa tahun lamanya
Cacing Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat
juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing ini
tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang
mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini
memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan
iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan.
Di samping itu rupanya cacing ini mengisap darah hospesnya, sehingga dapat
menyebabkan anemia.13
Gejala klinik hanya timbul jika terdapat infeksi yang berat. Penderita mengalami
anemia yang berat dengan hemoglobin di bawah 3 %, diare disertai oleh tinja yang
berdarah, nyeri perut dan muntah-muntah serta mual. Berat badan penderita akan menurun.
Kadang-kadang pada anak dan bayi terjadi prolaps dari rektum dengan cacing tampak
Hospes parasit ini adalah manusia; cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan
ankilostomiasis.5
belakang. Cacing jantan lebih kecil dari pada yang betina. Spesies Hookworm dapat
dibedakan terutama karena rongga mulutnya dan susunan rusuk-rusuk pada bursa.15
kulit yang jernih dan berukuran 74-76 x 36-40 . Bila baru dikeluarkan di dalam usus,
telurnya mengandung satu sel, tetapi bila dikeluarkan bersama tinja, sering sudah
mengandung 4-8 sel, dan dalam beberapa jam tumbuh menjadi stadium morula dan
Infeksi pada manusia di dapat melalui penetrasi larva filaform yang terdapat di
tanah ke dalam kulit. Setelah masuk ke dalam kulit, pertama-tama larva dibawa aliran
darah vena ke jantung bagian kanan dan kemudian ke paru-paru. Larva menembus
alveoli, bermigrasi melalui bronki ke trakea dan faring, kemudian tertelan sampai ke
usus kecil dan hidup di situ. Mereka melekat di mukosa, mempergunakan struktur mulut
Gejala klinik Hookworm dapat ditimbulkan oleh cacing dewasa maupun oleh
larvanya. Larva yang masuk ke dalam kulit akan menimbulkan gatal-gatal yang disebut
ground-itch, sedang larva yang mengadakan migrasi paru (Lung migration) hanya
darah sampai 0,1 cc sehari, sedangkan Ancylostoma duodenale sampai 0,34 cc sehari.
Akibat terjadi anemia, maka penderita akan mengalami gangguan perut, penurunan
keasaman lambung, sembelit dan steatore. Penderita tampak pucat, perut buncit, rambut
Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Parasit ini dapat menyebabkan
strongiloidiasis.5
Strongyloides stercoralis betina berukuran 2,2 x 0,04 mm, tak berwarna, semi
transparan dengan kutikula yang bergaris-garis. Cacing ini mempunyai rongga mulut yang
pendek dan esofagus ramping, panjang dan silindris. Cacing betina badannya licin, lubang
kelamin terletak diperbatasan antara 2/3 badan. Betina yang hidup bebas lebih kecil dari
yang betina parasitik. Strongyloides stercoralis jantan mempunyai ekor yang melengkung.
i. Siklus langsung
Sesudah 2 sampai 3 hari di tanah, larva rhabditiform yang berukuran kira-kira 225 x
16 mikron berubah menjadi larva filariform dengan bentuk langsing dan merupakan bentuk
yang infektif, panjangnya kira-kira 700 mikron. Bila larva filariform menembus kulit
manusia, larva tumbuh, masuk ke dalam peredaran darah vena dan kemudian melalui
jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang mulai menjadi dewasa menembus
perasit tertelan kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing
Pada siklus tidak langsung, larva rhabditiform di tanah berubah menjadi cacing
jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk-bentuk bebas ini lebih gemuk dari bentuk
parasitik. Cacing yang betina berukuran 1mm x 0,06 mm, yang jantan berukuran 0,75 mm
x 0,04 mm, mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah spikulum. Sesudah pembuahan
cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rhabditiform dan selama
beberapa hari menjadi larva filariform yang infektif dan masuk dalam hospes baru atau
larva rhabditiform dapat mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung ini terjadi
bilamana keadaan lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang
iii. Autoinfeksi
anus, misalnya pada pasien yang menderita obstipasi lama sehingga bentuk rhabditiform
sempat berubah menjadi filariform di dalam usus, pada penderita diare menahun dimana
kebersihan kurang diperhatikan, bentuk rhabditiform akan menjadi filariform pada tinja
Kelainan patologik dapat ditimbulkan oleh larva pada waktu menembus kulit,
sehingga terjadi dermatitis disertai dengan pruritis dan urtikaria. Selain itu jika larva
filaform yang menembus kulit banyak jumlahnya, maka akibat migrasi paru yang berat
dapat menimbulkan kelainan pada paru penderita, misalnya pneumonia dan batuk berdarah.
Cacing dewasa yang menembus mukosa usus dapat menimbulkan diare yang berdarah dan
berlendir. Seperti halnya infeksi dengan cacing yang disertai dengan siklus migrasi paru,
maka penderita pada pemeriksaan darah menunjukkan adanya eosinofili dan lekositosis.
a. Menurut orang
beberapa propinsi pada tahun 1986-1991 menunjukkan prevalensi sekitar 60% - 80%,
sedangkan untuk semua umur berkisar antara 40% - 60%.2 Hasil survei kecacingan 2009 di
Anak-anak lebih mudah terserang dari pada orang dewasa. Infeksi berat terjadi pada
anak-anak yang suka bermain di tanah, karena mendapat kontaminasi dari pekarangan yang
kotor.16
Pinggir Kabupaten Bengkalis bahwa prevalensi infeksi kecacingan yang ditularkan melalui
tanah terbanyak pada kelompok umur 6-9 tahun sebesar 67,1% dan yang paling sedikit
ditularkan melalui tanah menurut jenis kelamin responden laki-laki sebanyak 116 (57,4%)
b. Menurut tempat
infeksi tinggi, tetapi intensitas infeksi (jumlah cacing dalam perut) berbeda. Hasil survei
Infeksi banyak terdapat di daerah curah hujan tinggi, iklim sub-tropis, dan di
tempat yang banyak populasi tanah.16 Trichuris trichiura menyebar lebih sering di
yang cukup tinggi yaitu antara 2,7% - 60,7%. Prevalensi terendah di Sulut (2,7%) dan
yang ditularkan melalui tanah pada anak SD terdapat 63 orang yang terkena terinfeksi
STH di mana proporsi tertinggi bertempat tinggal di P. Sidamanik (S. Buntu) sebesar
65,08%, yang kedua adalah Afdeling yaitu 28,57% dan sedangkan di Parmahanan dari 2
Cacing tambang terdapat di daerah tropis dan sub tropis kecuali Ancylostoma
di separuh belahan bumi sebelah barat, Afrika Tengah dan Selatan, Asia Selatan,
Amerika Selatan terdapat di Peru Utara yakni di Kolombia dan di Asia terdapat di Iran.
Sebaliknya di Asia Timur dan Eropa Selatan hanya terdapat sedikit sekali serangan
parasit ini.16
umumnya prevalensi Ascaris lumbricoides 70% atau lebih. Prevalensi tinggi sebesar 78,5%
dan 72,6% masih ditemukan pada tahun 1998 pada sejumlah murid dua sekolah dasar di
Lombok. Di Jakarta sudah dilakukan pemberantasan secara sistematis terhadap cacing yang
lumbricoides sebesar 16,8% di beberapa sekolah di Jakarta Timur pada tahun 1994 turun
Indonesia adalah sekitar 50%. Pada survei-survei yang dilakukan Departemen Kesehatan di
sedangkan prevalensi sebesar 6,7% didapatkan pada pemeriksaan 2478 anak di sekolah
dasar di Sumatera Utara. Pada tahun 1996 di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan infeksi
Trichuris trichiura ditemukan sebanyak 60% di antara 365 anak sekolah dasar.5
2.3.2 Determinan
Kebersihan diri yang buruk merupakan cerminan dari kondisi lingkungan dan
perilaku individu yang tidak sehat. Pengetahuan penduduk yang masih rendah dan
kebersihan yang kurang baik mempunyai kemungkinan lebih besar terkena infeksi cacing.23
Tembalang kota Semarang bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan mencuci
air bersih tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian infeksi
kecacingan.24
b. Faktor Lingkungan
dikembangkan dalam masyarakat yang mempunyai keadaan sosio ekonomi rendah. dengan
keadaan sebagai berikut: rumah-rumah berhimpitan di daerah kumuh (slum area) di kota-
kota besar yang mempunyai sanitasi lingkungan buruk, khususnya tempat anak balita
tumbuh, di daerah pedesaan anak berdefekasi dekat rumah dan orang dewasa di pinggir
kali, di ladang dan perkebunan tempat ia bekerja, penggunaan tinja yang mengandung telur
hidup untuk pupuk di kebun sayuran, dan pengolah tanah pertanian/perkebunan dan
adalah
i. Sumber air
Air merupakan sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan manusia akan
air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci (bermacam-macam
cucian) dan sebagainya. Supaya air tetap sehat dan terhindar dari kuman maka air yang
ii. Jamban
Jamban adalah salah satu sarana dari pembuang tinja manusia yang penting, karena
air, tangan, lalat, tanah, makanan dan minuman sehingga menyebakan penyakit. Jadi bila
pengolahan tinja tidak baik, jelas penyakit akan mudah tersebar. Beberapa penyakit yang
dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: tipus, kolera dan bermacam-macam cacing.
Maka untuk menghindari penyebaran penyakit lewat tinja ini setiap orang diharapkan
meliputi kebersihan lingkungan, kebersihan pribadi, penyediaan air bersih yang cukup,
semenisasi lantai rumah, pembuatan dan penggunaan jamban yang memadai, menjaga
kebersihan makanan, pendidikan kesehatan di sekolah baik untuk guru dan murid.3
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah pengobatan. Prinsip pengobatan ini adalah
membunuh cacing yang ada dalam tubuh manusia yaitu dengan menggunakan obat yang
aman berspektrum luas, efektif untuk jenis cacing yang ditularkan melalui tanah. Menurut
Pencegahan yang dapat dilakukan ketika seseorang telah sembuh dari penyakit ini
adalah dengan pemberian makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya.
Karakteristik Murid
Umur
Jenis Kelamin
Kebersihan Perorangan
Penyakit
STH
Sanitasi Dasar
Lingkungan Rumah
3.2.1 Infeksi STH adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing kelas nematode usus
khususnya yang penularan melalui tanah, yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
1. Positif, bila ditemukan satu jenis atau lebih telur cacing dalam tinja
2. Negatif, bila tidak ditemukan telur cacing dalam tinja
1. Ascaris lumbricoides
2. Trichuris trichiura
3. Hookworms
4. Strongyloides stercoralis
3.2.3 Umur adalah umur responden dihitung sejak ia lahir sampai penelitian ini dilakukan
yang berada di antara 8-13 tahun dan dikelompokkan berdasarkan mediannya yakni
10 tahun menjadi :
1. 8 - 10 tahun
2. 11 - 13 tahun
3.2.2 Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden berdasarkan data di SD dan
dikelompokkan menjadi:
1. Laki-laki
2. Perempuan
3.2.3 Kebersihan perorangan adalah tindakan kesehatan anak terhadap penyakit cacingan
Jawaban benar diberi skor 1 dan salah diberi skor 0. Penilaian kategori yakni:
Jenis penelitian ini adalah penelitian bersifat observasional analitik dengan desain
Lokasi penelitian ini adalah Sekolah Dasar Negeri No. 173327 Bahalimbalo
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid kelas IV, V dan VI SD Negeri
No. 173327 Bahalimbalo yang terdaftar pada tahun ajaran 2011/2012 sebanyak 153 orang.
4.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi murid SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo
a. Besar Sampel
n : Besar sampel
G : Galat pendugaan (5 %)
Sehingga,
~ 105
Keterangan :
simple random sampling yaitu pengambilan secara acak pada masing-masing kelas.27
Data primer yang diperoleh berupa karakteristik murid SD (umur, jenis kelamin,
Observasi sanitasi dasar lingkungan rumah melalui panduan daftar pertanyaan dengan
Humbang Hasundutan.
Data sekunder diperoleh dari pihak sekolah yaitu Sekolah Dasar Negeri No. 173327
diperoleh adalah data-data berupa jumlah siswa/siswi yang terdaftar pada tahun ajaran
i. Kebersihan perorangan
terhadap pertanyaan dalam kuesioner dengan kriteria penilaiannya adalah jawaban benar
1. Buruk, apabila skor yang diperoleh < 70% dari skor jawaban tertinggi
Penilaian sanitasi dasar lingkungan rumah meliputi : Sumber air bersih dan Jamban,
yang telah dibuat dengan kriteria penilaiannya adalah hasil observasi sesuai dengan syarat
kesehatan diberi nilai 1 dan hasil observasi tidak sesuai dengan syarat kesehatan diberi nilai
0.
Setelah selesai wawancara, pot-pot plastik dibagikan kepada siswa/i sehari sebelum
pemeriksaan. Besok pagi, pot-pot plastik yang sudah terisi tinja dikumpulkan, dimasukkan
Pemeriksaan dilakukan oleh petugas laboratorium yakni Dokter ahli patologi dan ahli
a. Tabung reaksi
c. Deck glass
e. Mikroskop
f. Objek gelas
g. Spatula
h. Tinja
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan tinja adalah metode konsentrasi dengan
cara flotasi.
c. Tambahkan larutan NaCl jenuh sampai 1/3 volume tabung, lalu aduklah pelan-
d. Setelah bersih, tambahkan larutan NaCl jenuh ke dalam tabung sampai 2/3 tabung
e. Taruhlah tabung reaksi tersebut pada rak tabung reaksi, tambahkan larutan NaCl
g. Setelah cukup waktu, angkatlah deck glass secara hati-hati lalu tempelkan pada
objek gelas
terhadap data primer dengan menggunakan perhitungan statistik dan hasil penelitian
masing variabel yang meliputi karakteristik anak (umur, jenis kelamin dan kebersihan
variabel independen yang meliputi karakteristik murid (umur, jenis kelamin dan kebersihan
Strongyloides stercoralis), dan sanitasi dasar lingkungan rumah (kepemilikan jamban dan
sumber air bersih) dengan variabel dependen (penyakit kecacingan). Teknik analisis yang
digunakan adalah uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% (P < 0,05).
Hasundutan. Sekolah ini didirikan pada tahun 1946 dengan luas lokasi sekolah ± 4.800 m2.
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, sekolah ini memiliki 13 orang tenaga
pengajar dengan fasilitas 1 buah ruangan kepala sekolah, 1 buah ruangan guru, 14 buah
ruangan belajar, 1 buah gudang dan 6 buah wc di mana 2 buah wc untuk guru dan 4 buah
wc untuk murid.
Paranginan berdasarkan jenis kelamin dan kelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327
Bahalimbalo Kecamatan Paranginan berdasarkan Jenis Kelamin dan
Kelas Tahun 2011
Kelas Jenis kelamin Total
Laki-laki Perempuan
f % F % f %
IV 25 46,3 29 53,7 54 35,3
V 31 50 31 50 62 40,5
VI 23 62,2 14 37,8 37 24,2
Total 79 51,6 74 48,4 153 100
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat jumlah murid kelas IV, V, dan VI SD secara
keseluruhan 153 orang yang terdiri dari 54 orang (35,3%) kelas IV, 62 orang (40,5%) kelas
laki-laki 79 orang (51,6%) dan yang berjenis kelamin perempuan 74 orang (48,4%).
Prevalensi infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada murid Kelas IV,
V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Infeksi STH Pada Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri
173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011
Infeksi STH f %
Positif (+) 20 19
Negatif (-) 85 81
Total 105 100
Hasil pemeriksaan tinja yang dilakukan dapat diketahui responden yang positif
terinfeksi kecacingan sebesar 19% (20 orang) dan yang negatif terinfeksi kecacingan
sebesar 81% (85 orang). Maka prevalensi infeksi kecacingan pada murid SD Negeri
Proporsi responden berdasarkan jenis cacing yang menginfeksi tubuh pada murid
Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan tahun 2011
Tabel 5.3 Distribusi Proporsi Infeksi STH berdasarkan Jenis Cacing Pada Murid
Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Kelas IV, V, dan VI Bahalimbalo
Kecamatan Paranginan Tahun 2011
Jenis Cacing f %
Ascaris lumbricoides 19 95
Trichuris trichiura 1 5
Total 20 100
Ascaris lumbricoides 95% (19 orang) dan Trichuris trichiura 5% (1 orang) sedangkan
173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 5.4 Distribusi Proporsi Karakteristik Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri
173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011
Karakteristik Jumlah
f %
Umur (tahun)
8 – 10 48 45,7
11-13 57 54,3
Total 105 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 50 47,6
Perempuan 55 52,4
Total 105 100
Kebersihan Perorangan
Buruk 75 71,4
Baik 30 28,6
Total 105 100
umur terbanyak adalah kelompok umur 11-13 tahun sebesar 54,3% (57 orang) dan yang
paling sedikit pada umur 8-10 tahun sebesar 45,7% (48 orang).
perempuan sebesar 52,4% (55 orang) dan yang paling sedikit adalah responden laki-laki
sebesar 71,4% (75 orang) dan yang paling sedikit adalah baik sebesar 28,6% (30 orang).
pada Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan
Tabel 5.5 Distribusi Proporsi Kondisi Sarana Sanitasi Dasar Lingkungan Pada
Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan
Paranginan Tahun 2011
Kondisi Lingkungan f %
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat kondisi sarana sanitasi dasar lingkungan
berdasarkan sumber air bersih yang terbanyak adalah sumber air bersih yang tidak
memenuhi syarat kesehatan sebesar 73,3% (77 orang) dan yang paling sedikit adalah
sumber air bersih yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 26,7% (28 orang).
yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 59% (62 orang) dan yang paling sedikit
bebas dengan variabel terikat infeksi STH dengan uji Chi- Square pada taraf nyata α = 0,05
Tabulasi silang umur dengan infeksi STH pada murid Kelas IV, V, dan VI SD
Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 5.6 Tabulasi Silang Umur dengan Infeksi STH Pada Murid Kelas IV, V, dan
VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011
responden yang berumur 8-10 tahun dengan infeksi STH positif 13 orang (27,1%) dan yang
negatif 35 orang (72,9%). Dari 57 orang responden yang berumur 11-13 tahun dengan
infeksi STH positif 7 orang (12,3%) dan yang negatif 50 orang (87,7%).
Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji Chi-Square diperoleh p > 0,05 yang
berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan infeksi STH. Ratio
Prevalence infeksi STH pada umur 8-10 tahun dengan umur 11-13 tahun adalah 2,205
Tabulasi silang jenis kelamin dengan infeksi STH pada murid Kelas IV, V, dan VI
SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel
di bawah ini :
Tabel 5.7 Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Infeksi STH Pada Murid Kelas IV,
V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun
2011
Jenis Infeksi STH Total RP
Kelamin Positif (+) Negatif (-) χ 2/p (CI =95%)
f % f %
Laki-laki 9 18,0 41 82,0 50 100 0,068/0,794 0,900
Perempuan 11 20,0 44 80,0 55 100 (0,407-1,990)
responden laki-laki dengan infeksi STH positif 9 orang (18,0%) dan yang negatif 41 orang
(82,0%). Dari 55 orang responden perempuan dengan infeksi STH positif 11 orang (20,0%)
Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji Chi-Square diperoleh p > 0,05 yang
berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan infeksi STH. Ratio
Prevalence infeksi STH pada laki dengan perempuan adalah 0,900 dengan Confidence
Tabulasi silang kebersihan perorangan dengan infeksi STH pada murid Kelas IV, V,
dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan tahun 2011 dapat dilihat
responden yang memiliki kebersihan perorangan buruk dengan infeksi STH positif 18
orang (24,0%) dan yang negatif 57 orang (76,0%). Dari 30 orang responden yang memiliki
kebersihan perorangan baik dengan infeksi STH positif 2 orang (6,7%) dan yang negatif 28
orang (93,3%).
Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji Chi-Square diperoleh p < 0,05 yang
berarti ada hubungan yang bermakna antara kebersihan perorangan dengan infeksi STH.
Ratio Prevalence infeksi STH pada kebersihan perorangan buruk dengan baik adalah 3,600
Tabulasi silang sumber air bersih dengan infeksi STH pada murid Kelas IV, V, dan
VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan tahun 2011 dapat dilihat pada
responden yang memiliki sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan dengan
infeksi STH positif 16 orang (20,8%) dan yang negatif 61 orang (79,2%). Dari 28 orang
responden yang memiliki sumber air bersih yang memenuhi syarat kesehatan dengan
infeksi STH positif 4 orang (14,3%) dan yang negatif 24 orang (85,7%).
Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji Chi-Square diperoleh p > 0,05 yang
berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara sumber air bersih dengan infeksi STH.
Ratio Prevalence infeksi STH pada sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dengan yang memenuhi syarat kesehatan adalah 1,455 dengan Confidence
Tabulasi silang kepemilikan jamban dengan infeksi STH pada murid Kelas IV, V,
dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan tahun 2011 dapat dilihat
responden yang memiliki jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan dengan infeksi
STH positif 21,0% (17 orang) dan yang negatif 74,2% (49). Dari 39 orang responden yang
memiliki jamban yang memenuhi syarat kesehatan dengan infeksi STH positif 7,7% (3
Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji Chi-Square diperoleh p < 0,05 yang
berarti ada hubungan yang bermakna antara kepemilikan jamban dengan infeksi STH. Ratio
Prevalence infeksi STH pada kepemilikan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan
dengan yang memenuhi syarat kesehatan adalah 3,348 dengan Confidence Interval (CI)
1,408-10,701.
Prevalensi infeksi STH yang ditularkan melalui tanah pada murid kelas IV, V, dan
VI SD Negeri No. 173327 tahun 2011 dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
19%
Negatif (-)
Positif (+)
81%
Gambar 6.1 Diagram Pie Prevalensi Infeksi STH pada Murid Kelas IV, V, dan VI
SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten
Humbang Hasundutan tahun 2011
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat hasil pemeriksaan feses yang dilakukan
Proporsi infeksi berdasarkan jenis cacing yaitu Ascaris lumbricoides 95% dan
ditemukan
buruk (71,4%), sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan masih tinggi
(73,3%) dan kepemilikan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan masih tinggi
(59%).
Dari hasil penelitian di atas sebesar 19% dapat disimpulkan bahwa bila
dibandingkan dengan Angka Nasional Infeksi Kecacingan yaitu <10% (Depkes, 2004),
maka angka ini masih cukup tinggi, hal ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan infeksi
di Indonesia pada tahun 2006 sebesar 32,6%, tahun 2008 sebesar 24,1% dan 2009 sebesar
31,8%.2
Hasil penelitian Purba (2005) pada siswa SD 106160 Tanjung Rejo Kecamatan
Hasil penelitian Yulianto (2007) dengan desain cross sectional pada siswa SD
Negeri Rowosari 01 Kecamatan Tembalang kota Semarang bahwa prevalensi STH sebesar
20%.24
Hasil penelitian Tumanggor (2008) dengan desain cross sectional pada siswa SD
Negeri 030375 Di Desa Juma Teguh Kecamatan Siempat Nempu Kabupaten Dairi bahwa
mengenai distribusi prevalensi cacingan menurut jenis cacing bahwa Ascaris lumbricoides
sebesar 13,9%, Trichuris trichiura sebesar 14,5% dan Hookworm sebesar 3,6%.2
diri dan lingkungan. Di antara ke empat macam cacing tersebut, Ascaris lumbricoides
adalah yang tertinggi prevalensinya dan umumnya penderita menderita infeksi ganda.30
Tanah liat, teduh dan kelembaban tinggi merupakan hal-hal yang sangat baik untuk
berkembangnya telur Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura menjadi bentuk infektif
sementara yang baik untuk pertumbuhan larva Hookworm dan Strongyloides stercoralis
adalah tanah pasir yang gembur, tercampur humus, dan terlindung dari sinar matahari
langsung..5
i. Hubungan antara umur dengan infeksi STH dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
100,0%
87,7%
90,0%
Distribusi Proporsi Infeksi STH
80,0% 72,9%
70,0%
60,0%
50,0%
40,0% Positif (+)
27,1%
30,0% Negatif (-)
20,0% 12,3%
10,0%
0,0%
8 - 10 11 - 13
Umur (tahun)
Gambar 6.2 Diagram Bar Proporsi Infeksi STH Berdasarkan Umur pada Murid
Kelas IV, V, dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan
Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat proporsi infeksi STH positif pada
responden berumur 8-10 tahun sebesar 27,1% dan infeksi STH negatif 72,9%.
Prevalensi kejadian infeksi STH positif pada responden berumur 11-13 tahun sebesar
12,3% dan infeksi STH negatif 87,7%. Infestasi infeksi STH pada penelitian ini
ditemukan mengenai murid dengan umur yang lebih muda. Semua umur dapat terinfeksi
(p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan kejadian infeksi
STH.
tahun adalah 2,205 dengan Confidence Interval (CI) 0,957-5,082. Hal ini menunjukkan
bahwa umur belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian infeksi STH pada
murid kelas IV, V, dan VI SD Negeri no. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan
Murid SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo pada umur 8-13 tahun sering bermain
maupun bekerja di ladang untuk membantu orang tua. Berdasarkan observasi peneliti,
murid di SD ini memainkan permainan yang kontak dengan tanah sewaktu jam istirahat
di sekolah.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Alemina (2002) pada anak
murid SD di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah dengan desain cross sectional di mana
tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan infeksi STH (p=0,811).31
bawah ini:
Gambar 6.3 Diagram Bar Proporsi Infeksi STH Berdasarkan Jenis Kelamin pada
Murid SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan
Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011
Berdasarkan gambar 6.3 dapat dilihat prevalensi infeksi STH positif pada responden
berjenis kelamin laki-laki sebesar 18% dan infeksi STH negatif 82%. Prevalensi kejadian
infeksi STH positif pada responden berjenis kelamin perempuan sebesar 20% dan infeksi
(p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian
infeksi STH.
Ratio Prevalence infeksi STH pada laki dengan perempuan adalah 0,900 dengan
Confidence Interval (CI) 0,407-1,990. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin belum
dapat disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian infeksi STH pada murid kelas IV, V, dan
Murid SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo baik laki-laki maupun perempuan sama-
sama melakukan kegiatan sehari-hari yang banyak kontak dengan tanah yakni bekerja di
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Damanik (2005) pada anak murid
desain cross sectional di mana tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin
100,0% 93,3%
90,0%
Distribusi Proporsi Infeksi STH
80,0% 76,0%
70,0%
60,0%
50,0%
40,0% Positif (+)
30,0% 24,0% Negatif (-)
20,0%
6,7%
10,0%
0,0%
buruk baik
Kebersihan Perorangan
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat prevalensi infeksi STH positif pada
responden dengan kebersihan perorangan buruk sebesar 24% dan infeksi STH negatif 76%.
Prevalensi kejadian infeksi STH positif pada responden dengan kebersihan perorangan baik
sebesar 6,7% dan infeksi STH negatif 93,3%. Dari data di atas dapat kita lihat responden
yang baik.
(p<0,05) yang berarti ada hubungan bermakna antara kebersihan perorangan dengan
kejadian infeksi STH. Kebersihan perorangan buruk kemungkinan terinfeksi STH tinggi
adalah 3,600 dengan Confidence Interval (CI) 0,899-14,572. Hal ini menunjukkan bahwa
kebersihan perorangan belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian infeksi STH
pada murid kelas IV, V, dan VI SD Negeri no. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan
Kebersihan perorangan yang buruk di SD ini paling tinggi dari kebiasaan mencuci
tangan tetapi tidak memakai sabun sebelum makan (66,3%), setelah BAB (60,2%), setelah
bermain dengan tanah (62,1%), tidak menggunakan alas kaki ketika keluar rumah (59%),
kuku kotor (50,5%) dan tidak menggunting kuku seminggu sekali (54,3%),
Hal ini sesuai dengan penelitian Dachi (2005) pada anak SD No. 174593 Hatoguan
Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir di mana ada hubungan antara tindakan anak sekolah
i. Hubungan antara sumber air bersih dengan infeksi STH dapat dilihat pada gambar
di bawah ini:
90,0% 85,7%
79,2%
Distribusi Proporsi Infeksi STH
80,0%
70,0%
60,0%
50,0%
40,0%
30,0% positif (+)
20,8%
20,0% 14,3% negatif (-)
10,0%
0,0%
Tidak memenuhi syarat Memenuhi syarat
kesehatan kesehatan
Kebersihan Perorangan
Gambar 6.5 Diagram Bar Proporsi Infeksi STH Berdasarkan Sumber Air Bersih
pada Murid Kelas V, V, dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo
Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat prevalensi infeksi STH positif pada
responden dengan sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 20,8%
dan infeksi STH negatif 79,2%. Prevalensi kejadian infeksi STH positif pada responden
dengan sumber air bersih yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 14,3% dan infeksi STH
negatif 85,7%.
(p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara sumber air bersih dengan
kesehatan dengan yang memenuhi syarat kesehatan adalah 1,455 dengan Confidence
Interval (CI) 0,532-3,980. Hal ini menunjukkan bahwa sumber air bersih belum dapat
disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian infeksi STH pada murid kelas IV, V, dan VI SD
tahun 2011.
Berdasarkan hasil observasi, 46% murid menggunakan sumur bor dan 50% murid
menggunakan sumur gali sebagai sumber air bersihnya. Hampir semua murid yang
menggunakan sumur bor maupun sumur gali, airnya bersih, tidak berwarna, tidak berasa
Pedoman untuk membuat sumur bor maupun sumur gali yang berhubungan dalam
pencegahan infeksi STH adalah pemilihan lokasi sumur yang akan di bor/di gali, sebaiknya
tidak berdekatan dengan septick tank, kedalaman sumur bor biasanya > 15 m karena lebih
aman dari pencemaran bakteri, cacing dan kontaminasi lainnya, kedalaman sumur gali
biasanya < 15 m, sekitar 3-6 m dimana pada bagian dinding sedalam 3 m diberi tembok
agar tidak terjadi rembesan air dari permukaan tanah yang akan mencemari sumur.
Hal ini sesuai dengan penelitian Yulianto (2007) pada siswa Sekolah Dasar Negeri
100,0% 92,3%
Distribusi Proporsi infeksi STH 90,0%
80,0% 74,2%
70,0%
60,0%
50,0%
40,0%
30,0% 25,8% Positif (+)
20,0% Negatif (-)
7,7%
10,0%
0,0%
Jamban yang tidak Jamban yang memenuhi
memenuhi syarat syarat kesehatan
kesehatan
Kepemilikan Jamban
Gambar 6.6 Diagram Bar Proporsi Infeksi STH Berdasarkan Kepemilikan Jamban
pada Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo
Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat prevalensi infeksi STH positif pada
responden dengan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 25,8% dan
infeksi STH negatif 74,2%. Prevalensi kejadian infeksi STH positif pada responden dengan
jamban yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 7,7% dan infeksi STH negatif 92,3%.
Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji Chi-Square diperoleh p= 0,023 yang
berarti ada hubungan bermakna antara kepemilikan jamban dengan kejadian infeksi STH.
Ratio Prevalence infeksi STH pada kepemilikan jamban yang tidak memenuhi
syarat kesehatan dengan yang memenuhi syarat kesehatan adalah 3,348 dengan Confidence
Interval (CI) 1,408-10,701. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan jamban merupakan
faktor risiko kejadian infeksi STH pada murid kelas IV, V, dan VI SD Negeri no. 173327
Artinya, kepemilikan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan beresiko infeksi STH
3,2 kali lebih besar dibandingkan kepemilikan jamban yang memenuhi syarat kesehatan.
Murid SD N No. 173327 Bahalimbalo paling banyak memiliki jamban leher angsa
yakni 53% dibandingkan yang cemplung. Tetapi penyediaan jamban dan penggunaannya
masih tidak memenuhi syarat kesehatan. Jamban yang tersedia kurang memadai untuk
semua anggota keluarga dan tidak ada persediaan sabun utnuk mencuci tangan sehabis
BAB.
Hal ini sesuai penelitian Yulianto (2007) pada siswa Sekolah Dasar Negeri
Menurut Entjang (2001) Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dalam
kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak saniter dari tinja manusia dapat
menyebabkan terjadinya kontaminasi terhadap tanah dan sumber air. Kondisi ini
manusia untuk menjaga kebersihan sanitasi jamban merupakan hal yang harus
diperhatikan.23
Ada 7 syarat dalam membuat jamban sehat menurut Kementerian Kesehatan yakni
tidak mencemari air, tidak mencemari tanah permukaan, bebas dari serangga, tidak
menimbulkan bau dan nyaman digunakan, aman digunakan oleh pemakainya, mudah
dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya dan tidak menimbulkan
ii.1 Tidak mencemari air dengan kriteria saat menggali tanah untuk lubang kotoran,
usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum., jika
keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau
kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak
merembes dan mencemari sumur, tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke
ii.2 Tidak mencemari tanah permukaan dengan kriteria tidak buang besar di sembarang
tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan, jamban
yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau dikuras, kemudian
7.1 Kesimpulan
7.1.1 Prevalensi infeksi STH pada murid SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan
7.1.2 Proporsi infeksi STH berdasarkan jenis cacing yaitu Ascaris lumbricoides 18% dan
7.1.3 Proporsi karakteristik pada kelompok umur 11-13 tahun sebesar 54,3%, jenis
kelamin perempuan sebesar 52,4% dan kebersihan perorangan buruk sebesar 71,4%.
7.1.4 Proporsi sarana sanitasi dasar lingkungan rumah pada murid dengan sumber air
bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 73,3% dan jamban yang tidak
7.1.5 Tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan kejadian infeksi STH, antara
jenis kelamin dengan kejadian infeksi STH dan antara sumber air bersih dengan
7.1.6 Ada hubungan bermakna antara kebersihan perorangan dengan kejadian infeksi
7.2.1 Untuk pihak SD Negeri No. 173327 agar memberikan pengetahuan kepada murid-
murid tentang kebersihan perorangan seperti mencuci tangan dengan sabun sesudah
buang air besar, memakai alas kaki bila bermain dan keluar rumah, memotong kuku
7.2.2 Untuk Puskesmas Paranginan, dengan kejadian infeksi STH sebesar 19% maka
12. Dinkes Prov. Sumut, 2006. Laporan Hasil Kegiatan Program Cacingan Tahun
2005. Dinkes Prop. Sumut. Medan
15. Rukmono, B., dkk, 1988. Buku Penuntun Parasitologi Kedokteran. Binacipta.
Bandung
17. Muslim, H., 2009. Parasitologi untuk Keperawatan. Cetakan I EGC, Jakarta
18. Bruckner, D,. dan Lynne S. Garcia, 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran.
Cetakan I EGC, Jakarta
23. Entjang, I., 2001. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Citra Aditya Bakti, Bandung
24. Yulianto, E., 2007. Hubungan Higiene Sanitasi dengan Kejadian Penyakit
Cacingan pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Rowosari 01 Kecamatan
Tembalang Kota Semarang Tahun Ajaran 2006/2007. Skripsi Fakultas
Ilmu Keolahragaan UNNES Semarang
26. Gasperz, V., 1991. Teknik Pengambilan Contoh Untuk Penelitian. Tarsito, Bandung
27. Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta
28. Purba, J., 2005. Pemeriksaan Telur Cacing pada Kotoran Kuku dan Hygiene
Siswa Sekolah Dasar Negeri 106160 Tanjung Rejo Kecamatan Percut
Sei Tuan. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan
29. Tumanggor, A., 2008. Hubungan Perilaku dan Higiene Siswa SD Negeri 030375
dengan Infeksi Kecacingan di Desa Juma Teguh Kecamatan Siempat
Nempu Kabupaten Dairi. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
Medan
32. Dachi, R., 2005. Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar No. 174593 Hatoguan
terhadap Infeksi Cacing Perut di Kecamatan Palipi Kabupaten
Samosir Tahun 2005. Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia
2. Jika ya, dengan apakah adik mencuci tangan sewaktu mau makan?
a. Air dan sabun
b. Air saja
3. Apakah setelah buang air besar (berak) adik mencuci tangan?
a. Ya
b. Tidak
4. Jika ya, dengan apakah adik mencuci tangan setelah buang air besar (berak)?
a. Air dan sabun
b. Air saja
5. Apakah adik sering bermain dengan tanah?
a. Ya
b. Tidak
Jika tidak, pindah ke pertanyaan no. 9
6. Apakah adik pernah makan sambil bermain dengan tanah?
a. Ya
b. Tidak
Jika ya, pindah ke pertanyaan no. 9
7. Apakah setelah bermain dengan tanah adik mencuci tangan?
a. Ya
b. Tidak
9. Apakah adik menggunakan alas kaki (sepatu, sandal) setiap keluar rumah?
a. Tidak
b. Ya
10. Pada waktu istrahat sekolah apakah adik bermain sambil membuka sepatu?
a. Tidak
b. Ya
11. Apakah adik memotong kuku sekali seminggu?
a. Tidak
b. Ya
12. Apakah adik sering menggigit kuku ketika sedang bermain?
a. Ya
b. Tidak
13. Apakah kuku anak panjang? (observasi)
a. Ya
b. Tidak
14. Apakah kuku anak bersih (observasi)
a. Ya
b. Tidak
No. Sex umur Umurk kebper Kebperk sab sabk kepjam kepjamk asc hook tri strong infsth
1. 1 9 1 9 1 6 1 5 2 2 2 2 2 2
2. 1 9 1 11 2 6 1 5 2 2 2 2 2 2
3. 2 9 1 8 1 6 1 4 1 1 2 2 2 1
4. 2 9 1 12 2 6 1 6 2 2 2 2 2 2
5. 1 8 1 12 2 7 2 7 2 2 2 2 2 2
6. 2 9 1 13 2 8 2 6 2 2 2 2 2 2
7. 2 9 1 7 1 5 1 0 1 1 2 2 2 1
8. 2 10 1 3 1 7 2 3 1 2 2 2 2 2
9. 1 9 1 7 1 6 1 3 1 2 2 1 2 1
10. 1 10 1 7 1 7 2 3 1 2 2 2 2 2
11. 2 9 1 11 2 7 2 0 1 2 2 2 2 2
12. 1 10 1 9 1 6 1 4 1 1 2 2 2 1
13. 1 9 1 9 1 7 2 6 2 2 2 2 2 2
14. 1 9 1 5 1 8 2 0 1 2 2 2 2 2
15. 1 10 1 13 2 6 1 6 2 2 2 2 2 2
16. 1 9 1 5 1 6 1 4 1 1 2 2 2 1
17. 2 9 1 8 1 7 2 5 2 2 2 2 2 2
18. 2 9 1 10 2 6 1 6 2 2 2 2 2 2
19. 2 9 1 10 2 6 1 0 1 2 2 2 2 2
20. 1 9 1 9 1 6 1 4 1 1 2 2 2 1
21. 1 10 1 8 1 5 1 3 1 1 2 2 2 1
22. 2 9 1 10 2 5 1 0 1 2 2 2 2 2
23. 2 11 2 10 2 6 1 0 1 2 2 2 2 2
24. 2 10 1 10 2 6 1 6 2 2 2 2 2 2
25. 2 9 1 8 1 6 1 2 1 2 2 2 2 2
26. 1 9 1 6 1 5 1 7 2 2 2 2 2 2
27. 1 9 1 3 1 6 1 5 2 2 2 2 2 2
28. 1 9 1 6 1 7 2 6 2 2 2 2 2 2
29. 2 10 1 4 1 6 1 0 1 2 2 2 2 2
30. 2 10 1 11 2 7 2 5 2 2 2 2 2 2
31. 2 9 1 10 2 7 2 4 1 2 2 2 2 2
32. 1 10 1 4 1 7 2 5 2 2 2 2 2 2
33. 1 10 1 4 1 6 1 0 1 2 2 2 2 2
34. 2 11 2 3 1 6 1 0 1 2 2 2 2 2
35. 2 9 1 6 1 4 1 0 1 1 2 2 2 1
36. 1 9 1 3 1 0 1 0 1 2 2 2 2 2
37. 2 10 1 8 1 0 1 0 1 2 2 2 2 2
38. 2 11 2 12 2 6 1 5 2 2 2 2 2 2
39. 2 10 1 9 1 3 1 3 1 2 2 2 2 2
40. 2 12 2 7 1 6 1 5 2 2 2 2 2 2
41. 2 11 2 9 1 5 1 2 1 2 2 2 2 2
42. 2 10 1 9 1 5 1 0 1 1 2 2 2 1
43. 2 10 1 5 1 7 2 6 2 2 2 2 2 2
44. 1 11 2 4 1 0 1 0 1 2 2 2 2 2
45. 1 12 2 5 1 5 1 0 1 2 2 2 2 2
Statistics
Jenis
Ascaris Trichuris Strongyloides Umur Kelamin Kebersihan Sumber Kepemilikan
Infeksi STH lumbricoides Hookworm triciura stercoralis Responden Responden perorangan air bersih jamban
N Valid 105 105 105 105 105 105 105 105 105 105
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Frequency Table
Infeksi STH
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid positif 20 19.0 19.0 19.0
negatif 85 81.0 81.0 100.0
Total 105 100.0 100.0
Ascaris lumbricoides
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid positif 19 18.1 18.1 18.1
negatif 86 81.9 81.9 100.0
Total 105 100.0 100.0
Hookworm
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid negatif 105 100.0 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid positif 1 1.0 1.0 1.0
negatif 104 99.0 99.0 100.0
Total 105 100.0 100.0
Strongyloides stercoralis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid negatif 105 100.0 100.0 100.0
Umur Responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 8-10 tahun 48 45.7 45.7 45.7
11-13 tahun 57 54.3 54.3 100.0
Total 105 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 50 47.6 47.6 47.6
Perempuan 55 52.4 52.4 100.0
Total 105 100.0 100.0
Kebersihan perorangan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid buruk 75 71.4 71.4 71.4
baik 30 28.6 28.6 100.0
Total 105 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak memenuhi
77 73.3 73.3 73.3
syarat kesehatan
Memenuhi syarat
28 26.7 26.7 100.0
kesehatan
Total 105 100.0 100.0
Kepemilikan jamban
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak memenuhi
62 59.0 59.0 59.0
syarat kesehatan
Memenuhi syarat
43 41.0 41.0 100.0
kesehatan
Total 105 100.0 100.0
Crosstabs Bivariat
Umur Responden * Infeksi Kecacingan
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Umur Responden
105 100.0% 0 .0% 105 100.0%
* Infeks i STH
Infeksi STH
positif negatif Total
Umur Responden 8-10 tahun Count 13 35 48
Expected Count 9.1 38.9 48.0
% within Umur
27.1% 72.9% 100.0%
Responden
% within Infeksi STH 65.0% 41.2% 45.7%
% of Total 12.4% 33.3% 45.7%
11-13 tahun Count 7 50 57
Expected Count 10.9 46.1 57.0
% within Umur
12.3% 87.7% 100.0%
Responden
% within Infeksi STH 35.0% 58.8% 54.3%
% of Total 6.7% 47.6% 54.3%
Total Count 20 85 105
Expected Count 20.0 85.0 105.0
% within Umur
19.0% 81.0% 100.0%
Responden
% within Infeksi STH 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 19.0% 81.0% 100.0%
Chi-Square Tests
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Umur
Responden (8-10 2.653 .961 7.323
tahun / 11-13 tahun)
For cohort Infeks i
2.205 .957 5.082
STH = positif
For cohort Infeks i
.831 .682 1.013
STH = negatif
N of Valid Cases 105
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jenis Kelamin
105 100.0% 0 .0% 105 100.0%
Responden * Infeks i STH
Infeksi STH
positif negatif Total
Jenis Kelamin Laki-laki Count 9 41 50
Responden Expected Count 9.5 40.5 50.0
% within Jenis
18.0% 82.0% 100.0%
Kelamin Responden
% within Infeksi STH 45.0% 48.2% 47.6%
% of Total 8.6% 39.0% 47.6%
Perempuan Count 11 44 55
Expected Count 10.5 44.5 55.0
% within Jenis
20.0% 80.0% 100.0%
Kelamin Responden
% within Infeksi STH 55.0% 51.8% 52.4%
% of Total 10.5% 41.9% 52.4%
Total Count 20 85 105
Expected Count 20.0 85.0 105.0
% within Jenis
19.0% 81.0% 100.0%
Kelamin Responden
% within Infeksi STH 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 19.0% 81.0% 100.0%
Chi-Square Tests
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Jenis
Kelamin Responden .878 .330 2.336
(Laki-laki / Perempuan)
For cohort Infeks i STH =
.900 .407 1.990
positif
For cohort Infeks i STH =
1.025 .852 1.234
negatif
N of Valid Cases 105
Cases
Valid Mis sing Total
N Percent N Percent N Percent
Kebers ihan perorangan
105 100.0% 0 .0% 105 100.0%
* Infeks i STH
Infeksi STH
positif negatif Total
Kebers ihan buruk Count 18 57 75
perorangan Expected Count 14.3 60.7 75.0
% within Kebers ihan
24.0% 76.0% 100.0%
perorangan
% within Infeksi STH 90.0% 67.1% 71.4%
% of Total 17.1% 54.3% 71.4%
baik Count 2 28 30
Expected Count 5.7 24.3 30.0
% within Kebers ihan
6.7% 93.3% 100.0%
perorangan
% within Infeksi STH 10.0% 32.9% 28.6%
% of Total 1.9% 26.7% 28.6%
Total Count 20 85 105
Expected Count 20.0 85.0 105.0
% within Kebers ihan
19.0% 81.0% 100.0%
perorangan
% within Infeksi STH 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 19.0% 81.0% 100.0%
Chi-Square Tests
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Kebers ihan perorangan 4.421 .958 20.403
(buruk / baik)
For cohort Infeks i STH =
3.600 .889 14.572
positif
For cohort Infeks i STH =
.814 .694 .955
negatif
N of Valid Cases 105
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sumber air bers ih
105 100.0% 0 .0% 105 100.0%
* Infeks i STH
Infeksi STH
positif negatif Total
Sumber Tidak memenuhi Count 16 61 77
air bers ih syarat kesehatan Expected Count 14.7 62.3 77.0
% within Sumber air
20.8% 79.2% 100.0%
bersih
% within Infeksi STH 80.0% 71.8% 73.3%
% of Total 15.2% 58.1% 73.3%
Memenuhi syarat Count 4 24 28
kesehatan Expected Count 5.3 22.7 28.0
% within Sumber air
14.3% 85.7% 100.0%
bersih
% within Infeksi STH 20.0% 28.2% 26.7%
% of Total 3.8% 22.9% 26.7%
Total Count 20 85 105
Expected Count 20.0 85.0 105.0
% within Sumber air
19.0% 81.0% 100.0%
bersih
% within Infeksi STH 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 19.0% 81.0% 100.0%
Chi-Square Tests
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Sumber
air bers ih (Tidak
memenuhi syarat 1.574 .477 5.189
kesehatan / Memenuhi
syarat kesehatan)
For cohort Infeksi STH
1.455 .532 3.980
= positif
For cohort Infeksi STH
.924 .765 1.117
= negatif
N of Valid Cases 105
Cases
Valid Mis sing Total
N Percent N Percent N Percent
Kepemilikan jamban
105 100.0% 0 .0% 105 100.0%
* Infeks i STH
Infeksi STH
positif negatif Total
Kepemilikan Tidak memenuhi Count 17 49 66
jamban syarat kesehatan Expected Count 12.6 53.4 66.0
% within
25.8% 74.2% 100.0%
Kepemilikan jamban
% within Infeksi STH 85.0% 57.6% 62.9%
% of Total 16.2% 46.7% 62.9%
Memenuhi syarat Count 3 36 39
kesehatan Expected Count 7.4 31.6 39.0
% within
7.7% 92.3% 100.0%
Kepemilikan jamban
% within Infeksi STH 15.0% 42.4% 37.1%
% of Total 2.9% 34.3% 37.1%
Total Count 20 85 105
Expected Count 20.0 85.0 105.0
% within
19.0% 81.0% 100.0%
Kepemilikan jamban
% within Infeksi STH 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 19.0% 81.0% 100.0%
Chi-Square Tests
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Kepemilikan jamban
(Tidak memenuhi syarat 4.163 1.134 15.285
kesehatan / Memenuhi
syarat kesehatan)
For cohort Infeks i STH =
3.348 1.048 10.701
positif
For cohort Infeks i STH =
.804 .680 .952
negatif
N of Valid Cases 105