Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Askep Penyakit jantung koroner

2.2.1 Pengkajian

Riwayat keperawatan

a. Keluhan

Serangan nyeri dada seperti rasa tertekan, berat, atau seperti

diremas yang timbul mendadak atau hilang timbul. Nyeri anterior,

prekordial, atau substernal yang menjalar ke lengan, wajah,

rahang, leher, punggung, dan epigastrium.

Nyeri tidak berkurang walaupun klien istirahat, mengubah posisi

atau menarik napas dalam (mengatur napas). Kadang tidak terasa

nyeri atau nyeri tidak hebat yang disertai pingsan tiba-tiba pada

klien dengan diabetes melitus tak terkontrol, disertai gejala

penyakit lain seperti gagal jantung atau CHF, trombosis otak dan

syok yang tidak diketahui penyebabnya.

b. Dapatkan tanda-tanda distrimia, hipotensi, syok, mual, muntah,

atau gagal jantung

c. Klien menunjukkan gejala dan tanda lain seperti fever, dispnea,

pucat, diaforesis
d. Klien tidur memakai bantal lebih dari satu buah

e. Keadaan lain yang memberikan gambaran adanya faktor

presipitasi atau nyeri hebat oleh karena penyakit non jantung

yang juga menimbulkan nyeri dada

f. Pekerjaan guna mendapatkan gambaran tentang tingkat stres baik

fisikmaupun psikis klien terutama aktivitas yang berlebihan

g. Catat aktivitas-aktivitas atau hobi klien yang dapat mengurangi

ketegangan

h. Asupan makanan atau minuman: lemak jenuh, gula, garam,

kafein, alkohol, cairan

i. Pola eliminasi: oliguria mengindikasi retensi cairan atau

konstipasi

j. Kebiasaan merokok: cara, jumlah dan jangka waktu merokok

k. Keluhan nyeri verbal dan non verbal: cemas, gemetar, tampak

lelah, serta posisi tubuh

l. Riwayat penyakit sebelumnya yang menunjang: hipertensi,

angina, distrimia, kerusakan katup jantung

m. Riwayat medikasi: toleransi, ketergantungan, alergi, dan jenis

obat yang didapat saat ini

n. Riwayat insomnia, kecemasan, kegelisahan, rasa takut kronis, dan

tipe kepribadian

o. Riwayat penyakit keluarga: hipertensi, stroke, diabetes melitus,

penyakit jantung, dan penyakit vaskular


2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Tidak efektifnya perfusi jaringan kardiopulmoner, otak, ginjal, dan

perifer berhubungan dengan penurunan curah jantung.

2. Kecemasan atau takut berhubungan dengan keadaan fisik yang

tidak dapat diperkirakan/ tidak diketahui, lingkungan yang tidak

familiar, dan ancaman kematian akibat proses penyakit

3. Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemia dan injuri miokard

4. Kecemasan atau takut berhubungan dengan keadaan fisik yang

tidak dapat diperkirakan/ tidak diketahui, lingkungan yang tidak

familiar, dan ancaman kematian akibat proses penyakit

5. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan

dalam alveoli sekunder kegagalan fungsi jantung kiri

6. Perubahan pola istirahat tidur berhubungan dengan nyeri dada,

sesak napas, dan lingkungan rumah sakit yang asing bagi klien

7. Risiko terhadap konstipasi kolonik berhubungan dengan penurunan

peristaltik sekunder efek pengobatan, penurunan aktivitas fisik, dan

pengobatan diet
2.2.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1: Tidak efektifnya perfusi jaringan kardiopulmoner, otak,

ginjal, dan perifer berhubungan dengan penurunan curah jantung.

Intervensi keperawatan

Intervensi Rasional

1. Kaji tanda vital setap 1-4 1-6 data tentang perubahan kondisi

jam, ukur tekanan fisik klien bermanfaat dalam

hemodinamik dan curah diagnosis gagal jantung kiri.

jantung sesuai program Penurunan curah jantung

terapi mengakibatkan penurunan tekanan

darah dan perfusi jaringan/ organ.

2. Monitor tanda dan gejala Peningkatan denyut jantung sebagai

penurunan perfusi mekanisme kompensasi untuk

kardiopulmoner (nyeri mempertahankan curah jantung

dada, distrimia, takikardia,

takipnea, hipotensi,

penurunan curah jantung)

3. Palpasi denyut nadi perifer

guna mengkaji adanya

denyutan prematur

Observasi tanda dan gejala

penurunan curah jantung


(pusing, sakit kepala, pucat,

diaforesis, pingsan, akral

dingin)

4. Monitor tanda dan gejala

yang menunjukkan

penurunan perfusi jaringan

(kulit dingin, pucat,

lembab, berkeringat,

sianosis, denyut nadi lemah,

edema perifer)

5. Monitor tanda dan gejala

yang menunjukkan perfusi

otak (gelisah, bingung,

apatis, somnolen)

6. Observasi reaksi atau efek Efek samping obat yang dapat

terapi, efek samping, membahayakan kondisi klien harus

toksisitas. dikaji dan dilaporkan

7. Hindari respons valsava Respons valsava menurunkan

yang merugikan (saat kontraktilitas

BAB). Atur diet yang

diberikan
Diagnosa 2: Kecemasan atau takut berhubungan dengan keadaan fisik

yang tidak dapat diperkirakan/ tidak diketahui, lingkungan yang tidak

familiar, dan ancaman kematian akibat proses penyakit

Intervensi Rasional

1. Berikan penjelasan singkat Penjelasan tentang prosedur

tentang tujuan, hasil yang membantu klien menjadi kooperatif

diharapkan dari setiap

prosedur serta efek

sampingnya.

2. Berikan kesempatan kepada Lingkungan fisik dan psikologis

klien untuk mengenal yang nyaman membantu klien rileks

lingkungannya dan tim dan tenang

keperawatan

3. Berikan waktu secukupnya 3-5 kecemasan meningkatkan

bagi klien untuk berbicara konsumsi oksigen, dukungan orang

dengan orang terdekat terdekat, konseling dapat

(keluarga atau teman) menurunkan tingkat kecemasan dan

4. Observasi efek yang terjadi memberikan kenyamanan psikologis

setelah klien mendapat

kunjungan dari orang

terdekat dan batasi jam

berkunjung agar klien dapat


beristirahat

5. Berikan dukungan untuk

mengekspresikan perasaan,

mendengarkan keluhan klien

serta menjawab

pertanyaannya secara jujur

dan penuh perhatian

6. Diskusikan kondisi klien dan 6-7 perubahan pola hidup dalam

perubahan pola hidup yang masa pemulihan dapat mencegah

harus dijalani setelah oulang serangan ulang. Rehabilitasi kardio

dari rumah sakit terprogram dapat menurunkan

kecemasan dan kemampuan adaptasi

7. Anjurkan berpartisipasi aktif

dalam program rahabilitas

kardio
2.2 Konsep Kecemasan

2.2.1 Defenisi

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan

menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak

berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Cemas

dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal.

Cemas berbeda dengan rasa takut. Cemas adalah respon emosional

terhadap penilaian intelektual akan bahaya. Kapasitas untuk menjadi

cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat cemas yang

berat tidak sejalan dengan kehidupan.

Kecemasan adalah sebuah emosi dan pengalaman subjektif dari

seseorang. Pengertian lain cemas adalah suatu keadaan yang membuat

seseorang tidak nyaman dan terbagi dalam beberapa tingkatan. Jadi, cemas

berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya (hartono,

2012)

Respon yang timbul kecemasan yaitu khawatir, gelisah, tidak

tenang dan dapat disertai dengan keluhan fisik. Kondisi diamalami secara

subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Kecemasan

bebeda dengan rasa takut yang merupakan penilaian intelektual terhadap

sesuatu yang berbahaya. Kecemasan adalah responemosional terhadap

penilaian tersebut yang penyebabnya tidak diketahui. Sedangkan rasa takut

mempunyai penyebab yang jelas dan dapat di pahami (Purwanto, 2009 )


Kecemasan adalah suatu keresahan, perasaan ketidaknyamanan

yang tidak mudah atau dread yang disertai dengan respon autonomis,

sumbernya sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu. Ini

merupakan tanda bahaya yang memperingatkan bahaya yang akn terjadi

dan memamoukan individu untuk membuat pengukuran untuk mengatasi

ancaman (wilkinson, 2012)

Kecemasan merupakan kecemasan yang berlebihan seperti

kecemasan akan harga diri, kecemasan akan masa depan, dan sebagainya.

Gangguan ini adalah normal bila kita memiliki perasaan khawatir dan

merasa tegang atau takut bila berada di bawah tekanan atau stres dalam

menghadapi situasi (Abdul nasir, 2011)

2.2.2 Tingkat Kecemasan

Klasifikasi tingkat kecemasan menurut Stuart (2006), adalah sebagai berikut

a. Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari hari. Kecemasan pada tingkat ini menyebabkan seseorang menjadi

waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ini dapat

memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

b. Kecemasan sedang memungkinkan seseorang memusatkan pada hal

yang penting dengan mengesampingkan yang lain perhatian selektif dan

mampu melakukan sesuatu yang lebih terarah.

c. Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.

Individu cenderung untuk berfokus pada sesuatu yang terinci dan spesifik
serta tidak dapat berfikir tentang yang lain. Semua prilaku ditujukan untuk

mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak pengarahan

untuk dapat berfokus pada suatu area lain.

d. Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah,

ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang

mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan

pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian dan terjadi

peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan

dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran

yang rasional

2.2.3 Rentang Respons

Rentang respon kecemasan berfluktuasi antara respon adaptif dan

maladaptif seperti terlihat pada gambar 2.2

Respon adaptif Respon

maldaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 2.2 Rentang Respons kecemasan

Sumber : Hartono, 2012


2.2.4 Mekanisme Koping Untuk Mengatasi Kecemasan

Ada dua sistem koping yang digunakan pada seseorang yang mengalami

kecemasan menurut hartono (2012) adalah:

a. Task oriented reaction: individu menilai secara objektif

b. Ego oriented reaction: melindungi diri sendiri, tidak menggunakan

realitas

2.2.5 Tingkat Kecemasan State Anxiety Inventory (S-AI) form Y

Status kecemasan menggunakan State Anxiety Inventory (SAI) form Y

yang dikembangkan oleh

Spielbeger pernyataan positif

Nilai 0= Tidak sama

sekali

Nilai 1 = kurang

Nilai 2 = cukup

Pernyataan Negatif

Nilai 0 = sangat

merasakan
Nilai 1 = cukup

Nilai 2 = kurang

Nilai 3 = tidak sama

sekali

2.2.6 Penyebab Terjadinya Kecemasan

a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan

yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam

kehidupan tersebut berupa :

1. Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan

berkaitan dengan krisis perkembangan atau situasional.

2. Konflik emosional yang dialami individu dan terselesaikan

dengan baik. Konflik antara Id dan super ego atau keinginan dan

kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.

3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan

individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan

kecemasan.

4. Frustasi akan menimbulkan ketidakberdayaan untuk

mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego


5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan

ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi

konsep diri individu.

6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani

stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap

konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu

banyak dipelajari dalam keluarga.

7.Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi

respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi

kecemasan.

8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah

pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodizepin

dapat menekan neurotransmiten gamma amino butyfik acid

b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang

dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Faktor presipitasi

kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:

1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang

mengancam integritas fisik meliputi: Sumber internal meliputi

kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh,

perubahan fisiologis normal. Sumber eksternal meliputi paparan


terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan,

kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.

2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan

eksternal, yaitu: Sumber internal yaitu kesulitan dalam berhubungan

dengan interpersonal di rumah dan tempat kerja. Penyesuaian

terhadap peran baru, berbagai ancaman terhadap integritas

fisik juga dapat mengancam harga diri. Sumber eksternal yaitu

kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status

pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya ( Suliswati, 2009 ) .

2.2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan

Faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien antara lain:

a. Faktor-faktor intrinsik, antara lain:

Pengalaman pasien menjalani pengobatan: Pengalaman

awal pasien dalam pengobatan merupakan pengalaman-

pengalaman yang Konsep diri dan peran: Konsep diri adalah semua

ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu

terhadap dirinya dan mempengaruhi individu berhubungan dengan

orang lain. Banyak faktor yang mempengaruhi peran seperti

kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran,

konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran, kesesuaian

dan keseimbangan antara peran yang dijalaninya. Juga keselarasan

budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.


Disamping itu pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak

sesuaian perilaku peran, jadi setiap orang disibukkan oleh beberapa

peran yang berhubungan dengan posisinya pada setiap waktu.

Pasien yang mempunyai peran ganda baik di dalam keluarga atau

di masyarakat ada kecenderungan mengalami kecemasan yang

berlebih disebabkan konsentrasi terganggu (Stuart & Sunden, 2005)

b. Faktor-faktor ekstrinsik, antara lain

Kondisi medis (diagnosis penyakit) Terjadinya gejala

kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis sering

ditemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi untuk masing-

masing kondisi medis, misalnya: pada pasien sesuai hasil

pemeriksaan akan mendapatkan diagnosa pembedahan, hal ini akan

mempengaruhi tingkat kecemasan klien. Sebaliknya pada pasien

yang dengan diagnosa baik tidak terlalu mempengaruhi tingkat

kecemasan.
2.3 Konsep Jantung Koroner

2 . 3 . 1 Defenisi

Jantung adalah sebuah otot yang memompa darah ke seluruh

tubuh. Dalam suatu serangan jantung (myocardial infarction), bagian

dari otot jantung mati sewaktu tidak mendapatkan darah. Untuk tetap

sehat, jantung membutuhkan oksigen dan zat-zat gizi lain yang

dibawa oleh darah. Ini didapatkan melalui arteri (pembuluh darah)

koroner, yang membungkus bagian luar jantung (Soemantri, 2012).

Penyakit-penyakit dapat mempengaruhi bagian manapun dari

jantung. Tetapi, penyakit yang paling umum adalah penyakit

kronis pada arteri koroner yang disebut aterosklerosis. Karena itu,

sakit jantung yang umum dikenal dan paling banyak diderita adalah

penyakit jantung koroner atau penyakit arteri koroner. Penyakit ini

paling sering menyebabkan serangan jantung pada seseorang yang

bisa menyebabkan kematian (Soemantri, 2012).

Penyakit arteri koroner atau penyakit jantung koroner

(Coronary Artery Disease) adalah penyempitan atau penyumbatan di

dinding koroner karena adanya endapan lemak dan kolesterol

sehingga mengakibatkan suplai darah ke jantung menjadi terganggu.

Perubahan pola hidup, pola makanan dan stres juga dapat

mengakibatkan terjadinya penyakit jantung koroner. Penyakit jantung

koroner terjadi bila pembuluh arteri koroner tersebut tersumbat atau


menyempit karena endapan lemak, yang secara bertahap menumpuk

di dinding arteri. Proses penumpukan itu disebut aterosklerosis, dan

bisa terjadi di pembuluh arteri lainnya, tidak hanya pada arteri

koroner (Kasron, 2012).

Penyakit jantung koroner ditandai dengan adanya endapan

lemak yang berkumpul di dalam sel yang melapisi dinding suatu

arteri koroner dan menyumbat aliran darah. Endapan lemak

(ateroma atau plak) terbentuk secara bertahap, ateroma bisa

menonjol ke dalam arteri dan menyebabkan arteri menjadi sempit.

Jika ateroma terus membesar, bagian dari ateroma bisa pecah dan

masuk ke dalam aliran darah atau bisa terbentuk bekuan darah di

permukaan ateroma tersebut. Supaya bisa berkontraksi dan

memompa secara normal, otot jantung (miokardium) memerlukan

pasokan darah yang kaya akan oksigen dari arteri koroner. Jika

penyumbatan arteri koroner semakin memburuk, bisa terjadi iskemia

(berkurangnya pasokan darah) pada otot jantung, menyebabkan

kerusakan jantung (Soemantri, 2012).

Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang terjadi akibat

pembuluh darah koroner yang mensuplai darah ke jantung mengalami

hambatan akibat pengerasan dan penyempitan. Penyempitan terutama

oleh penimbunan lemak pada dinding pembuluh darah melalui proses

aterosklerosis. Saat aliran darah ke jantung berkurang di atas 50%


atau terhenti akibat penyempitan itu, seketika itu jantung akan

kekurangan oksigen (Muttaqin,2009)

Penyakit jantung koroner adalah penyakit penyempitan

pembuluh darah arteri koronaria yang memberi pasokan nutrisi dan

oksigen ke otot-otot jantung, terutama ventrikel kiri memompa darah

ke seluruh tubuh. Penyempitan dan penyumbatan menyebabkan

terhentinya aliran darah ke otot jantung. Sehingga dalam kondisi

lebih parah, jantung tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh,

sehingga sistem kontrol irama jantung akan terganggu dan

selanjutnya dapat menyebabkan kematian (ratna dewi, 2013)

2.3.2 Etiologi

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab

penyakit arteri koronaria yang paling sering ditemukan.

Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa

dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit

lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka retensi

terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran

darah miokardium (Brunner & Suddarth, 2011).

Rangkaian penyebab terjadinya penyakit jantung bersifat

multifaktorial. Arteriosklerosis diyakini sebagai rangkaian pertama

penyebab penyakit jantung. Aterosklerosis bermula ketika sel darah

putih yang disebut monosit, pindah dari aliran darah ke dalam


dinding arteri dan diubah menjadi sel-sel yang mengumpulkan bahan-

bahan lemak. Monosit yang terisi lemak ini akan terkumpul dan

menyebabkan bercak penebalan di lapisan dalam arteri. Setiap daerah

penebalan (plak aterosklerotik atau ateroma) akan terisi dengan

sejumlah bahan lemak, terutama kolesterol, sel-sel otot polos

dan sel-sel jaringan ikat. Arteri yang terkena aterosklerosis akan

kehilangan kelenturannya dan karena ateroma terus tumbuh,

maka arteri akan menyempit. Lama-lama ateroma mengumpulkan

endapan kalsium, sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah. Darah

bisa masuk ke dalam ateroma yang pecah, sehingga ateroma menjadi

lebih besar dan lebih mempersempit arteri. Ateroma yang pecah juga

bisa menumpahkan kandungan lemaknya dan memicu pembentukan

bekuan darah (trombus). Selanjutnya bekuan ini akan

mempersempit bahkan menyumbat arteri, atau bekuan akan

terlepas dan mengalir bersama aliran darah dan menyebabkan

sumbatan (Anonim, 2010).

2.3.3 Patofisiologi

Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun

di intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak

akan mengganggu absorbsi nutrien oleh sel-sel endotel yang

menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat

aliran darah karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh

darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami


nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi

semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang

menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadi pembekuan

darah. Pembentukan trombus pada permukaan plak, konsolidasi

trombus akibat efek fibrin, perdarahan ke dalam plak dan

penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak

pecah, maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan

menyumbat arteri dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah

(Brunner & Suddarth, 2011).

2.3.4 Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner

1. Hipertensi

Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya

penyakit jantung koroner. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi

esensial biasanya akibat perubahan struktur arteri dan arterial

sistemik, terutama terjadi pada kasus yang tidak diobati. Mula-mula

akan terjadi hipertropi dari tunika media diikuti dengan hialisasi

setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya

akan terjadi penyempitan pembuluh darah.

2. Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup penting

karena termasuk faktor resiko utama penyakit jantung

koroner. Kadar kolesterol darah dipengaruhi oleh susunan makanan


sehari-hari yang masuk dalam tubuh (diet). Hiperkolesterolemi

merupakan masalah yang cukup penting karena termasuk salah satu

faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler di samping hipertensi

dan merokok. Di Amerika pada saat ini 50% orang dewasa

didapatkan kadar kolesterolnya >200 mg/dl dan ± 25% dari orang

dewasa umur >20 tahun dengan kadar kolesterol >240 mg/dl,

sehingga risiko terhadap penyakit kardiovaskuler akan meningkat.

Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan

penebalan dinding pembuluh darah arteri, sehingga lumen

dari pembuluh darah tersebut menyempit dan proses ini disebut

aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan

aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran

darah pada pembuluh darah koroner yang fungsinya memberi

oksigen ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya oksigen akan

menyebabkan otot jantung menjadi lemah, sakit dada, serangan

jantung bahkan kematian

3. Merokok

Orang yang merokok > 20 batang perhari dapat mempengeruhi

atau memperkuat efek dua faktor utama resiko lainnya. Efek rokok

adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan

oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi

karbondioksida atau takikardia (Kasron, 2012).


Faktor resiko lainnya

1. Umur

Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-

44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol

pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada

laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun.

2. Jenis kelamin

Di Amerika Serikat gejala penyakit jantung koroner sebelum

umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17

wanita. Ini berarti bahwa laki- laki mempunyai resiko Penyakit Jantung

Koroner 2-3 x lebih besar dari perempuan.

3. Diet

Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah

lemak di dalam susunan makanan sehari-hari (diet).

4. Obesitas

Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19% pada laki-

laki dan > 21% pada perempuan. Obesitas sering didapatkan

bersama-sama dengan hipertensi, Diabetes Mellitus. Obesitas juga dapat

meningkatkan kadar kolesterol dan LDL (Low Density Lipoprotein)

kolesterol. Resiko penyakit jantung koroner akan jelas meningkat bila


berat badan mulai melebihi 20% dari berat badan ideal. Penderita yang

gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi dapat menurunkan

kolesterolnya dengan mengurangi berat badan melalui diet ataupun

menambah exercise.

5. Diabetes

Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai

predisposisi penyakit pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-

laki yang menderita Diabetes Mellitus resiko penyakit jantung koroner

lima puluh persen (50%) lebih tinggi dari pada orang normal,

sedangkan pada perempuan resikonya menjadi dua kali lipat.

6. Exercise

Dapat meningkatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein)

kolesterol dan memperbaiki kolaterol koroner sehingga resiko penyakit

jantung koroner dapat dikurangi. Exercise bermanfaat karena

memperbaiki fungsi paru dan pemberian oksigen ke miokard,

menurunkan berat badan sehingga lemak tubuh yang berlebihan

berkurang bersama-sama dengan menurunkan LDL (Low Density

Lipoprotein) kolesterol, membantu menurunkan tekanan darah, dan

meningkatkan kesegaran jasmani.


7. Perubahan keadaan sosial dan stress

Korban serangan jantung terutama terjadi pada pusat kesibukan

yang banyak mendapat stress. Penelitian Supargo dkk (1981-1985) di

FKUI menunjukkan orang yang stress satu setengah kali lebih besar

mendapatkan resiko penyakit jantung koroner stress disamping dapat

menaikkan tekanan darah dan juga dapat meningkatkan kadar

kolesterol darah.

2.3.5 Manifestasi Klinis

Aterosklerosis koroner menimbulkan gejala dan komplikasi

sebagai akibat penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran

darah ke jantung. Sumbatan aliran darah berlangsung progresif, dan

suplai darah yang tidak adekuat (iskemia) yang ditimbulkannya

akan membuat sel-sel otot kekurangan komponen darah yang

dibutuhkan untuk hidup. Kerusakan sel akibat iskemia terjadi dalam

berbagai tingkat. Manifestasi utama iskemia miokardium adalah

nyeri dada. Angina pektoris adalah nyeri dada yang hilang timbul,

tidak disertai kerusakan irreversibel sel-sel jantung. Iskemia yang

lebih berat, disertai kerusakan sel dinamakan infark miokardium.

Jantung yang mengalami kerusakan irreversibel akan mengalami

degenerasi dan menjadi jaringan parut. Bila kerusakan jantung sangat

luas, jantung akan mengalami kegagalan, artinya, ia tidak mampu lagi

memenuhi kebutuhan tubuh akan darah dengan memberikan


curah jantung yang adekuat. Manifestasi klinis lain penyakit

arteri koroner dapat berupa perubahan pola elektrokardiogram

(EKG), aneurisma ventrikel, disritmia, dan kematian mendadak

(Brunner & Suddarth, 2011)

Gejala-gejala Penyakit jantung koroner

a. nyeri dada

gejala nyeri dada dirasakan oleh sekitar 1/3 penderita pjk. Nyeri

dirasakan dibagian tengah dan menyebar ke leher, lengan, dagu.

Perasaan nyeri sering disertai rasa seperti diremas atau

dicengkeram, dan hal ini disebabkan karena jantung kekurangan

darah dan oksigen

b. Berdebar-debar (palpitasi)

Keluhan lain, yaitu debaran jantung tidak seperti biasanya.

Debaran jantung lebih keras dari pada biasa atau irama jantung

yang tidak teratur (aritmia). Kadang rasa berdebar-debar juga

diikuti dengan keluhan lain seperti keringat dingin, sakit dada, dan

sesak napas

c. Sesak napas

Sesak anpas berhubungan dengan kesulitan bernapas yang disadari

dan dirasakan perlu usaha tambhan untuk mengatasi kekurangan

udara. Bila jantung tidak dapat memompa sebagaiman mestinya,

cairan cenderung dapat berkumpul di jaringan dan paru, sehingga

menyebabkan kesulitan bernapas waktu berbaring (ratna, 2013)


2.3.6 Tahapan Terjadinya PJK

Proses terjadinya penyakit jantung koroner yaitu:

a. Angina pektoris

Angina pektoris menyebabkan keluhan nyeri dada yang khas,

yaitu rasa tertekan atau berat di dada yang menjalar ke lengan kiri

b. Angina pektoris yang tidak stabil

Pada serangan menimbulkan rasa sakit, baik pada saat istirahat,

waktu tidur, dan aktivitas ringan. Sakitnya jauh lebih lama dari

sakit biasa, frekuensi serangan jauh lebih sering.

c. Serangan jantung

Serangan jantung disebut infark miokard akut, yaitu jaringan otot

jantung yang mati karena kekurangan oksigen dan darah dalam

beberapa waktu. Akan merasakan keluhan nyeri dada, seperti

tertekan, tampak pucat berkeringat dan dingin, mual, muntah,

sesak pusing, serta pingsan. (Ratna Dewi, 2013)


2.4 Kateterisasi jantung

2.4.1 Defenisi

Kateterisasi jantung adalah istilah umum yang digunakan

untuk rangkaian prosedur pencitraan untuk memasukkan kateter ke

dalam bilik atau pembuluh darah jantung. Kateterisasi jantung adalah

suatu pemeriksaan jantung dengan memasukkan kateter ke dalam

sistem kardiovaskuler untuk memeriksa keadaan anatomi dan fungsi

jantung. Pemeriksaan ini dilakukan apabila diduga terdapat penyakit

jantung tertentu. Sesuai lokasi lesi yang dicurigai dan derajat

disfungsi miokardium maka dilakukan pemeriksaan selektif antara

lain, pengukuran besar tekanan pembuluh darah dalam ruang- ruang

jantung, analisis bentuk gelombang tekanan yang dicatat,

pengambilan sampel kandungan oksigen pada daerah-daerah tertentu

dan penentuan besarnya curah jantung (Price, 2012).

Kateterisasi jantung digunakan untuk mengukur tekanan dan

pemeriksaan angiografi dengan kontras, tekanan sisi kanan biasanya

diukur denganmenyisipkan kateter lewat vena femoralis, brakialis

atau jugularis, sedangkan tekanan sisi kiri diukur lewat arteri

brakialis atau femoralis (Tao,2012).

Kateterisasi jantung adalah prosedur diagnostik invasif

dimana satu atau lebih kateter dimasukkan ke jantung dan pembuluh

darah tertentu untuk mengukur tekanan darah berbagai kamar dan


untuk menentukan saturasi oksigen dalam darah. Sejauh ini

kateter jantung paling sering digunakan untuk mengkaji potensi

arteri koronaria pasien dan untuk menentukan terapi yang diperlukan.

Selama kateterisasi jantung elektrokardiogram pasien dipantau.

Karena pemasukan kateter ke dalam jantung dapat mengakibatkan

disritmia fatal, maka peralatan resusitasi harus siap tersedia bila

prosedur ini dijalankan (Brunner & Suddarth, 2011).

Kateterisasi jantung dianjurkan untuk memastikan keadaan

yang dicurigai secara klinis, menetapkan seberapa berat gangguan

fisiologik dan anatomiknya, serta menentukan apakah ada kondisi

penting lain yang menyertai. Kebutuhan ini paling sering muncul

ketika pasien mengalami gejala yang bermakna atau peningkatan

gejala gangguan fungsi jantung (Harrison, 2013).

2.4.2 Prosedur tindakan kateterisasi jantung

Kateterisasi jantung dilakukan di suatu laboratorium

khusus yang disebut laboratorium kateterisasi (Catheter

Laboratorium) yang menyerupai ruang operasi. Istilah kateterisasi

jantung mungkin masih terdengar asing bagi sebagian besar

masyarakat. Katerisasi jantung atau arteriografi koroner merupakan

suatu prosedur medis yang dilaksanakan dengan tujuan mendeteksi,

mencari atau mengobati penyakit jantung. Pada arteriogarfi koroner,

kateter radiopaque dimasukkan ke arteri brakial kanan atau kiri atau


arteri femoralis dan didorong ke aorta asendens selanjutnya

diarahkan ke arteri koronia yang dituju dengan bantuan fluoroskopi.

Arteri koroner digunakan untuk mengevaluasi daerah aterosklerosis

dan untuk menentukan cara penaganannya. Juga digunakan untuk

mempelajari adanya kecurigaan anomali kongenital dan arteri

koronaria (Brunner dan Suddart, 2011)

Bila hanya satu ruang jantung atau pembuluh darah tertentu

yang diperiksa, maka prosedur ini dinamakan angiografi selektif.

Angiografi menggunakan sineangiogram, satu seri film atau gambar

hidup pada layar fluoroskopi yang diperkuat yang mencatat

perjalanan media kontras melalui berbagai tempat pembuluh darah.

Pencatatan informasi tersebut memberikan perbandingan berbagai

informasi dari waktu ke waktu. Empat tempat yang paling sering

digunakan untuk angiografi selektif adalah aorta, arteri koronaria

kanan dan kiri serta jantung kiri (Brunner & Suddarth, 2011).

Pada angiografi koroner, dalam prosedur yang umum ini

dilakukan penyuntikan bahan kontras radiografik secara selektif ke

dalam arteri koroner. Penempatan ujung kateter ke dalam arteri

koroner kanan dan kiri dilakukan dengan tuntutan fluoroskopi, dan

bahan kontras disuntikkan dengan menggunakan tangan selama

dilakukan perekaman pencitraan radiografi. Setiap arteri koroner

biasanya diperlihatkan dalam beberapa proyeksi untuk menilai

beratnya stenosis dan untuk memperkecil tumpang tindih pembuluh


darah yang bersebelahan, mendeteksi kelainan sirkulasi koroner

kongenital (Harrison, 2013).

2.4.3 Tanggung jawab perawat tindakan kateterisasi jantung

Langkah-langkah observasi tindakan kateterisasi jantung :

1. Persiapan pasien untuk prosedur kateterisasi jantung

Mempersiapkan pasien bahwa ia akan mengalami bermacam rasa

selama kateterisasi jantung. Dengan mengetahui apa yang dirasakan

dapat membantu pasien untuk menghadapi hal yang akan terjadi.

2. Menginstruksikan pasien untuk berpuasa selama 3-4 jam.

Mempersiapkan pasien sesuai dengan perkiraan lamanya prosedur,

pasien akan berbaring dimeja kurang lebih dua jam lamanya.

3. Dukungan pasien untuk mengekspresikan kecemasannya, berikan

pendidikan dan dukungan untuk mengurangi kecemasannya. Terapinya

ialah berikan kondisi nyaman, aman dan tenang, dan juga bisa berikan

reflex mendengarkan musik (Brunner & Suddarth, 2011).


2.4.4 Langkah-langkah persiapan pasien pre kateterisasi jantung

Pasien yang akan menjalani kateterisasi jantung berhak

mendapat informasi mengenai tindakan yang akan dijalaninya,

termasuk resiko yang ditimbulkan dan kewajiban yang harus

dilakukan sebelum tindakan dimulai. Seperti pada banyak pemeriksaan

medis lainnya, ada beberapa resiko yang dapat terjadi, tetapi masalah

yang serius jarang dijumpai, kebanyakan pasien tidak mempunyai

masalah dan jika dokter dapat merekomendasikan pemeriksaan ini

berarti manfaat yang akan didapat jauh lebih melampaui resiko yang

mungkin terjadi.

Masalah yang dapat terjadi adalah memar kecil disekitar

tempat penusukan abokat kateterisasi jantung yang biasanya hilang

dalam beberapa hari, benjolan di arteri tempat pemasukan atau iritasi

serabut saraf sekitarnya (dapat menyebabkan mati rasa atau

kesemutan lokal yang bersifat sementara). Masalah lain yang juga

jarang di jumpai adalah reaksi alergi terhadap zat kontras. Masalah

yang lebih serius dapat terjadi pada pasien dengan resiko tinggi dan

hal ini dapat didiskusikan dengan dokter yang bersangkutan.


Hal-hal yang harus dilakukan sebelum pasien dilakukan

tindakan :

1. Dianjurkan pasien datang ke rumah sakit dan dirawat untuk satu

malam berikutnya, pasien akan diminta puasa (tidak boleh makan dan

minum) sampai 4 jam sebelum pemasangan kateterisasi jantung.

2. Pasien mendapatkan penjelasan dari perawat tentang tindakan yang

akan dilakukan.

3. Melakukan pemeriksaan darah lengkap (terutama masa bekuan

darah, fungsi ginjal dan kadar gula darah), Elektrokardiogram (EKG),

uji latih beban jantung (treadmild) dan lakukan pemeriksaan foto

thorak.

4. Pada bagian yang akan dilakukan kateterisasi seperti pada Arteri

Brahialis pada lipatan siku lengan kanan maupun kiri dibersihkan dan

di cukur, semua perhiasan akan dilepas kemudian mengenakan

pakaian khusus, selama tindakan ini berjalan keadaan pasien tetap

sadar (Brunner & Suddarth, 2011).

Anda mungkin juga menyukai