PERANG
PERANG
Disusun oleh
Steven
XIA1 - 25
PERANG
Perang Berkepanjangan, Sudan Selatan Dilanda Kelaparan
Riva Dessthania Suastha , CNN Indonesia | Selasa, 21/02/2017 01:43 WIB
Bagikan :
Akibat inflasi dan krisis pangan di Sudan Selatan yang dipicu perang saudara sejak
2013 lalu, 4,5 juta warga negara di Afrika utara ini terancam kelaparan.
(Reuters/Siegfried Modola)
Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang pejabat pemerintah Sudan Selatan menuturkan,
sebagian wilayah negaranya yang tengah didera perang saudara kini menghadapi
krisis kelaparan.
Akibat konflik sipil yang terjadi sejak Desember 2013 lalu ini, sejumlah aktivitas
panen petani terhenti. Sementara itu, inflasi mencapai 800 persen pada tahun lalu,
menyebabkan harga impor pangan tak terjangkau.
Menurut Aruai, dampak perang sipil dan inflasi yang terus meningkat membuat
setidaknya 4,9 juta warga Sudan Selatan berisiko terjangkit kelaparan antara
Februari hingga April. Jumlah ini akan menaingkat menjadi 5,5 juta pada Juli
mendatang.
PBB menilai, suatu wilayah dapat dikategorikan terancam wabah kelaparan ketika
setidaknya 20 persen rumah tangga mengalami kekurangan pangan ekstrem.
Selain itu, jika sekitar 30 persen warga kekurangan gizi akut dan dua orang
meninggal di antara 10 ribu yang kritis setiap hari, juga dapat mencirikan suatu
negara tengah didera krisis kelaparan.
"Kelaparan telah menjadi kenyataan tragis dan ketakutan bagi warga di Sudan
Selatan yang telah kami sadari," ujar perwakilan organisasi pangan dan pertanian
PBB (FAO), Serge Tissot.
Meski negara di Afrika utara ini kaya akan minyak bumi, perang saudara
menyengsarakan warganya. Konflik sipil dimulai ketika Presiden Salva Kii memecat
wakilnya.
Sejak itu, pertempuran kian memecah belah warga Sudan Selatan berdasarkan
etnis, yang dikhawatirkan PBB bisa memicu potensi genosida.
Dalam laporan PBB yang dirilis awal pekan ini, situasi Sudan Selatan seperti ini bisa
memperpanjang krisis pangan di negara itu hingga 2018.
Selain itu, banyak wilayah yang masih sulit dijangkau transportasi. Enam tahun usai
memerdekakan diri dari Sudan, Sudan Selatan dengan luas wilayah sebesar Texas,
hanya memiliki setidaknya 200 kilometer jalan beraspal.
Komentar :
KOLKATA – India merupakan salah satu negara yang kini tengah tumbuh
perekonomiannya. Namun, kemiskinan masih menjadi permasalahan utama negeri
tersebut.
Seperti dilansir Daily Mail, Rabu (27/5/2015), Badan Pusat Statistik India mencatat
sebanyak 360 juta rakyat di negeri tersebut masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Salah satunya yang terjadi Kota Kolkata.
Perkampungan warga miskin berada di pinggir rel kereta api di Kota Kolkata, banyak
anak yang bermain di pinggiran rel yang sangat berbahaya bagi mereka khususnya
ketika ada kereta lewat.
Diperkirakan ada 1.000 warga yang tinggal di perkampungan kumuh di pinggir rel,
padahal rel tersebut merupakan jalur sibuk karena ada kereta lewat setiap 20 menit.
Warga di perkampungan tersebut mengakui jika tinggal di pinggiran rel kereta
sangat berbahaya bagi jiwa mereka. Namun, ini merupakan salah satu tempat
terbaik yang ada di Kolkata.
Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi di atas empat persen membuat India kini
menjadi salah satu negara yang diperhitungkan dalam perekonomian global. Namun,
negeri ini masih harus bekerja keras agar pertumbuhan ekonomi dapat merata ke
semua rakyatnya.
Komentar :
Kemiskinan di India ini tidak sedikit, tetapi sangat banyak dan mereka
dipisahkan dari orang lain yang tidak miskin dengan sistem kasta yang masih
berlaku di India, seperti di 1 Yohanes 3:17 “Barangsiapa mempunyai harta duniawi
dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya
terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?”
Kita sebagai manusia itu harusnya tidak boleh hanya mementingkan diri sendiri, dan
harus peduli juga terhadap sesama, hal kecil pun bisa menjadi berarti bagi mereka
orang miskin seperti memberikan sumbangan uang.
KETIDAKADILAN SOSIAL
Zimbabwe – Pertanian Kulit Putih
Dirampas Pribumi Kulit Hitam, Diserahkan
Kepada Imigran China
Terungkap, pertanian yang dibangun dan diwujudkan oleh kulit putih di Zimbabwe—
dan dirampas oleh pemerintah kulit hitam dalam hiruk-pikuk rasis anti-kulit putih—
sedang diserahkan kepada “imigran” China.
Menurut laporan dalam suratkabar Telegraph Inggris, pertanian “di utara Harare
belum ditanami di tengah rusaknya pagar, kebakaran ladang, dan kelangkaan ternak.
Ada beberapa pohon asli yang bertahan sementara kebanyakan ditebang oleh
petani baru yang tak mampu membeli batu arang untuk mengawetkan (curing)
tembakau mereka.”
Para petani China, kata koran ini, sedang mengambilalih “bekas pertanian milik kulit
putih di Zimbabwe untuk memanfaatkan panen tembakau”. Tembakau—beserta
banyak bahan makanan—tumbuh dengan mudah di iklim hangat dan tanah subur
negara tersebut, tapi rupanya tak mampu dikelola oleh orang Afrika.
Telegraph memberitakan bahwa para petani China sedang berinvestasi jutaan dolar
pada produksi tembakau di pertanian-pertanian “yang dikelola dengan buruk selama
hampir 20 tahun, pasca perampasan tanah milik kulit putih secara besar-besaran
oleh Robert Mugabe…dengan harapan menuai hasil besar.”
Sejauh ini, sekurangnya lima pertanian telah menarik investasi China di wilayah
Mashonaland Central, terletak di baratlaut ibukota Harare.
China “mengucurkan uang untuk permesinan dan sedang meminta nasehat dari
pakar internasional”, dan telah menjadi “investor terbesar di Zimbabwe, yang
ekonominya masih terhuyung-huyung akibat perampasan tanah tahun 2000 dan
hiperinflasi,” sambung koran ini.
Saat ini, tingkat pengangguran di Zimbabwe berkisar pada 90%, dan saking
kekurangan uang, pemerintah tidak sanggup menggaji guru atau pegawai sipil.
Telegraph menambahkan, “para pakar percaya kelima pertanian China itu akan,
terlepas dari minimnya pengalaman, berkembang dan mengawetkan sekitar 1.500
akre tembakau tahun ini. Mereka bilang, prasarana baru, termasuk peralatan yang
diproduksi perusahaan AS Valley Irrigation, berbiaya sekurangnya £7 juta.”
Uang China dirancang untuk mengalahkan “proses Lima” milik Dana Moneter
Internasional—disebut demikian karena diputuskan dalam sebuah pertemuan di
Lima, Peru—yang bertujuan menyediakan bantuan US$2 miliar bagi Zimbabwe
untuk “melunasi para kreditornya”.
Komentar :
Sistem apartheid yang dulu merupakan diskriminasi ras kulit hitam oleh kulit
putih yang telah dihapuskan malah kembali lagi dengan diskriminasi yang berbeda,
di dalam konflik ini, orang kulit putih yang bertani di tanah Zimbabwe dirampas
tanahnya padahal mereka lahir di Zimbabwe dan merupakan Warga Negara
Zimbabwe sendiri. Kita semua di mata Tuhan adalah sama walaupun ras, agama,
bahasa, suku, warna kulit kita bisa berbeda. Sehingga kita harus melihat satu sama
lain sebagai sederajat dengan kemampuan yang unik.
PERUSAKAN LINGKUNGAN
Kerusakan hutan Amazon makin parah
Citra satelit terbaru yang dirilis Institut riset Angkasa Luar Brasil menunjukkan
penggundulan hutan meningkat dari 103 km persegi di Maret dan April 2010 menjadi
593 km persegi dalam perrode sama 2011.
Sebagian besar kerusakan hutan itu terjadi di Negara Bagian Mato Grosso, pusat
pertanian kedelai di Brasil.
Kabar buruk ini muncul tak lama sebelum digelarnya pemungutan suara di kongres
atas undang-undang perlindungan hutan yang baru.
Menteri Lingkungan Brasil Izabella Texeira mengatakan segera merespon kabar tak
menyenangkan ini.
"Tujuan kami adalah mengurangi penggundulan hutan pada bulan Juli," kata Texeira
dalam sebuah jumpa pers.
Sehingga, para pengamat menduga, angka baru ini membuat pemerintah terkejut.
Perubahan hukum
Data terbaru ini muncul di saat terjadi perdebatan di majelis rendah kongres tentang
apakah undang-undang perlindungan hutan yang ada saat ini perlu dilonggarkan.
Aturan yang ada saat ini mengharuskan 80% hutan harus tetap terjaga di kawasan
Amazon namun kenyataannya di beberapa lokasi hutan yang tersisa hanya 20%
saja.
Namun, para aktivis lingkungan khawatir rencana perubahan ini berujung pada
perusakan hutan besar-besaran.
Usulan perubahan undang-undang ini diajukan Ketua Partai Komunis Brasil Aldo
Rebelo dan didukung sekelompok politisi kongres yang menginginkan Brasil
mengembangkan sektor pertaniannya.
Komentar :
Dalam risetnya, McClure melakukan studi terhadap 1.700 orang dewasa yang
berpartisipasi pada Baylor Religion Survey di tahun 2010. Pertanyaannya meliputi
seberapa sering mereka mengikuti kegiatan keagamaan, berapa lama mereka
berselancar di internet, dan seberapa setuju mereka dengan pernyataan, ‘semua
agama di dunia sama-sama benar’.
Hasil jawaban ini kemudian dianalisis untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara waktu yang kita habiskan untuk berselancar di internet dengan waktu untuk
beribadah. Analisisnya juga menggunakan variabel lainnya, seperti umur, etnis,
tempat tinggal, dan politik.
Yang mengejutkan McClure dari data penelitiannya adalah salah satu variabel
menunjukkan orang yang menghabiskan banyak waktu dengan internet cenderung
tidak memilih agama apapun. Mereka juga lebih sering melewatkan waktu untuk
beribadah dan memiliki pandangan lebih pluralis, serta tidak percaya ada agama
‘yang paling benar’.
Komentar :
Perkembangan IPTEK seharusnya menjadi hal yang positif bagi manusia, dan
bukan merupakan jalan bagi manusia untuk “memuliakan” teknologi yang telah
manusia buat, melainkan kita harus menganggapnya sebagai pemberian Tuhan
yang telah membuat kehidupan kita manusia lebih baik. Internet juga bisa
disalahgunakan untuk menyebarkan atheisme yang meningkat, kita harus
menguatkan iman masing – masing agar tidak mudah terpengaruh.