Anda di halaman 1dari 10

METODE CARA BERFIKIR FILSAFAT

TENTANG ROKOK DARI SEGI KESEHATAN

Bagi sebagian besar orang, rokok telah menjadi kebutuhan yang bahkan

disamakan dengan kebutuhan untuk makan dan minum. Kebutuhan akan rokok

sudah menjadi kebutuhan yang sangat sentral. Mereka disebut sebagai perokok

berat. Bahkan ada yang mengatakan bahwa rokok telah menjadi “istri” kedua

mereka. Dengan demikian bisa kita katakan bahwa kebutuhan akan rokok selalu

menuntut seorang perokok untuk mencari dan menghisapnya. Tentu banyak faktor

yang harus kita lihat dalam membicarakan masalah ini. Namun dalam pembahasan

ini, kita akan melihat bagaimana kebutuhan akan merokok dikritisi atau ditinjau dari

sisi filsafat.

Paper ini berjudul “Rokok: Kebutuhan Tubuh yang Memenjarakan Jiwa

Ditinjau Dari Filsafat Plato Tentang Tubuh dan Jiwa”. Masalah yang ingin dibahas

dalam paper ini adalah melihat bagiamana kebutuhan tubuh akan rokok jika ditinjau

dari sisi filsafat? Kemudian mengkaitkan dengan tema ketidak bebasan macam apa

yang ada dibalik fenomena rokok, yang tentunya juga dilihat dari sisi filsafat. Latar

belakang pengambilan tema rokok dan kebebasan sebagai bahan penelitian

awalnya karena terinspirasi dari mulai maraknya perdebatan tentang rokok,

khususnya jika melihat ramainya perdebatan pro-kontra mengenai keputusan

dikeluarkannya peraturan daerah tentang larangan merokok. Berdasarkan

penjelasan di atas, menjadi jelas bahwa rokok yang sudah menjadi sebuah
kebutuhan manusia akhirnya harus berbenturan dengan kewajiban sebagai anggota

sebuah masyarakat.

Saya mengeluarkan sebuah argumen guna menuntun alur pembahasan yang

ada dalam papar ini. Argumen saya adalah bahwa dengan merokok, manusia tidak

bebas. Saya akan membagi pembahasan paper ini dalam tiga bagian. Pertama , kita

akan melihat bagaimana ajaran Plato tentang tubuh dan jiwa. Pada bagian pertama

ini kita akan melihat secara detail teori Plato tentang tubuh dan jiwa dari beberapa

sumber acuan. Kedua, analisis dengan mengacu pada teori Plato tentang tubuh dan

jiwa dengan kaitannya dalam kebutuhan manusia akan (me)rokok. Dengan kata lain

kita akan langsung mensintesakan teori Plato tentang tubuh dan jiwa pada bagian

pertama tadi dengan analisis gejalah yang terjadi ketika orang mengkonsumsi rokok.

Kemudian pada bagian terakhir nantinya adalah sebuah kesimpulan, bahwa rokok

merupakan kebutuhan tubuh yang memenjarakan jiwa manusia.

A. Teori Plato tentang Tubuh dan Jiwa Manusia

Plato (429-437), seorang filsuf terbesar dalam sejarah filsafat Yunani Kuno,

lahir dalam sebuah keluarga terkemuka di Athena. Ayahnya bernama Ariston dan

ibunya bernama Periktione. [1] Ia adalah salah seorang teman diskusi Sokrates.

Plato menjadi salah seorang filsuf terbesar sepanjang sejarah filsafat, karena ia

membuka tema-tema pembicaraan abadi dalam filsafat. Bahkan sampai muncul

sebuah argumen bahwa filsafat selanjutnya hanyalah catatan kaki dari filsafat Plato.

Semasa hidupnya ia sangat produktif dalam hal menulis. Semua tulisannya

selalu berbentuk dialog. Hal ini karena mungkin dipengaruhi oleh Sokrates yang
terkenal sangat membenci tulisan. Sehingga akhirnya Plato pun akhirnya mencoba

membuat sebuah sintesis antara tulisan dan lisan. Beberapa karya utamanya dalam

filsafat mencakup Protagoras, Gorgias, Meno, Apology, Phaedo, Crito, Republic,

Parmenides, Theatetus, Sophist, dan, laws.

Ajaran filsafat Plato yang terkenal adalah mengenai ide-ide dan tentang

dualisme dari manusia. Bagi Plato kenyataan sesungguhnya hanya ada dalam

dunia. Sedangkan realitas yang ada di dunia hanyalah sekedar bayangan dari ide-

ide. [4] Ajaran Plato mengenai ide-ide juga diterapkan dalam ajarannya mengenai

dualisme manusia.

Dualisme Plato memandang bahwa manusia terdiri dari dua hakikat yang

berlainan, tubuh dan jiwa. Tubuh mempunyai sifat yang rapuh, mudah berubah, dan

tidak tetap. Hal ini nantinya sejalan dengan perbandingan antara ide-ide abadi

dengan realitas di dunia yang selalu berubah. Sedangkan jiwa adalah sesuatu yang

kasat mata, tetap dan abadi. Plato berargumen karena jiwa mampu mengenali ide-

ide, maka jiwapun mempunyai sifat-sifat yang sama dengan ide-ide. Jiwa selalu

mempunyai kerinduan untuk mencapai kearifan dan kebijaksanaan.Bagi Plato tubuh

adalah kuburan bagi jiwa(soma-sema) . Dalam artian, jiwa sudah ada di suatu

tempat yang penuh dengan kearifan sebelum dilahirkan. Dunia inilah tempat

kediaman jiwa yang sesungguhnya. Pada suatu ketika jiwa mengalami inkarnasi dan

masuk ke dalam tubuh. Jadi dunia yang sekarang ditempati jiwa ketika masuk ke

dalam tubuh bukanlah tempat tinggal jiwa. Hal inilah yang menjadi penegas dari

dualime Plato.

Tubuh yang mempunyai sifat rapuh, tidak tetap, dan selalu berubah menjadi

penghalang bagi jiwa untuk mencapai kearifan dan kebijaksanaan. Karena sifatnya
yang tidak tetap dan selalu berubah itu lah muncul argumen dari Plato bahwa tubuh

akan “membingungkan” manusia dalam usaha mencari kebenaran. [6]

Kerinduan jiwa adalah terbebas dan pulang kembali memasuki dunia ide-ide

Menurut Plato berfilsafat berkaitan hanya dengan pikiran atau jiwa. Untuk hal

tersebut manusia harus berusaha sebisa mungkin melepaskan diri dari belenggu

tubuh yang memenjarakannya. Memenjarakan artinya menuntut manusia untuk

selalu memenuhi kebutuhan tubuh, bersenang-senang dan “memuja” tubuh.

Dalam bukunya yang berjudul Phaedo, Plato menambahkan bahwa yang

diperluakan untuk memasuki kawasan entitas ide-ide hanya lah jiwa. Sedangkan

jiwa bernalar paling indah, ketika tidak satu pun dari hal-hal yang ragawi, seperti

pendengaran, peglihatan, duka cita ataupun kesenangan, menghalanginya untuk

mencapai kebenaran. Dengan meninggalkan tubuhnya manusia akan mampu

menemukan hakikat segala sesuatu. Seperti sudah kita tahun bahwa tubuh

mempunyai sifat mengarahkan seseorang untuk mencari kesenangan, misalnya

makan dan minum. Manusia yang terlalu terpengaruh oleh tubuh akan menjadi

pemuja tubuh. Inilah yang sungguh menjadi penghambat bagi jiwa untuk mampu

bernalar hingga mencapai kearifan dan kebijaksanaan.

Berikut sebuah kutipan dari salah satu karya Plato yang berjudul Phaedo,

yang menyatakan secara jelas bagaimana Plato menyangkali peran konstruktif

apapun dari tubuh manusia dalam usaha mencapai kebenaran yang hakiki:“Selama

kita memiliki tubuh yang menemani argumen yang kita kembangkan dalam

penyelidikan kita, dan jiwa kita tercampur dengan hal jahat semacam ini, kita tidak

akan pernah mendapatkan apa yang kita inginkan”


Kita bisa mengambil sebuah contoh yang kiranya dapat membantu kita untuk lebih

mudah memahami ajaran Plato tentang tubuh dan jiwa, khususnya berkaitan dengan

tubuh sebagai penghalang jiwa mncapai kebijaksanaan. Suatu ketika seorang

mahasiswa mengalami sakit panas yang memaksanya harus beristirahat untuk

beberapa minggu. Padahal ia harus belajar dan memahami materi ujian yang akan

dia hadapi. Dengan demikian nampak secara langsung bahwa tubuh menghalangi

jiwa untuk bernalar dan mencapai kebijaksanaan.

B. Analisis

Pada bagian ini kita akan mengulas lebih dalam mengenai kebutuhan akan

merokok dengan kebebasan. Dimana letak hubungan antara rokok dan tubuh

sehingga dikatakan menjadikan tidak bebas?

Jelaslah bahwa rokok adalah kebutuhan tubuh. Tubuhlah -yang karena efek

nikotin- membuat manusia ketagihan untuk mengkonsumsinya. Jika tidak merokok

dalam waktu lama, tubuh akan mengalami kesemutan di lengan dan kaki,

berkeringat dan gemetar, gelisah, susah konsentrasi, sulit tidur, lelah atau pusing.

Bahkan terkena resiko-resiko penyakit seperti penyakit jantung, kanker paru-paru,

osteoporosis, katarak, dan masih banyak lagi. [9] Dengan bahasa lain kita bisa

mengatakan, bahwa seorang pecandu rokok harus menghisap rokok secara rutin.

Rokok adalah kebutuhan tubuh.

Tubuh yang sudah mulai kecanduan rokok selalu menuntut pemilik tubuh

tersebut untuk selalu menghisapnya. Orang menjadi tidak bebas lagi untuk

menguasai tubuhnya. Entah tiap jam atau menit tubuh memerlukan rokok untuk

“menstabilkan” kondisinya. Artinya menjadi semacam sebuah pelarian sementara

untuk menenangkan diri bagi mereka yang sudah kecanduan rokok. [10] Jika mau
dilihat dari sisi psikologis, maka mungkin dari sini juga bisa disimpulkan orang

menjadi tidak bebas lagi.

Setelah kita melihat teori Plato tentang tubuh dan jiwa, lalu membuat

pendasaran di atasnya. Kemudian melihat hasil analisis tentang hubungan antara

rokok dan tubuh. Akhirnya kita bisa membayangkan apa yang akan dikatakan Plato,

jika ia masih hidup saat ini. Dengan lantang Plato akan berkata bahwa rokok adalah

“kuburan” bagi jiwa manusia. Argumen tersebut secara langsung dapat dijelaskan

lebih detail ketika melihat logika pemikiran yang ada di dalamnya. Logikannya

demikian: karena rokok adalah kebutuhan tubuh, sedangkan tubuh sendiri adalah

penjara bagi jiwa. Maka rokokpun adalah sebuah penjara atau kuburan bagi jiwa

manusia.

Penarikan logika di atas mampu dengan jelas menjadi pembuktian bahwa

kebutuhan tubuh akan rokok membuat jiwa tidak bebas. Rokok menhalangi manusia

untuk mencapai pengetahuan, kearifan atau kebijaksanaan yang sempurna, sesuai

dengan apa yang dikatakan Plato dalam teorinya. Dengan kata lain juga semakin

menghalangi cita-cita jiwa, kembali kedalam kerajaan ide-ide. Kebutuhan akan rokok

menjadi penjara atau penghambat manusia untuk mencapai kebenaran, karena

manusia menjadi “hamba” dari tubuh. Kebutuhan tubuh akan rokok menuntut

manusia untuk selalu mendahulukannya, setelah itu terpenuhi baru memenuhi

kebutuhan yang jiwa akan pencarian kebenaran dan kebijaksanaan.

Penegasan singkat mengenai letak ketidakbebasan: Berdasarkan penjelasan

paragraf sebelumnya, kita bisa menemukan dimana letak ketidakbebasan yang

muncul dari hubungan antara rokok dan tubuh. Secara logis, ketidakbebasan

tersebut pun terdapat dan dikenakan pada jiwa. Rokok membuat jiwa tidak bebas.
Kita bisa mengambil contoh. Suatu ketika seseorang pecandu rokok yang berprofesi

sebagi dosen harus memberikan kuliah kepada mahasiswanya namun kebutuhan

akan merokoknya belum terpenuhi sebelumnya. Kita bisa mengkira-kira apa yang

terjadi pada dosen tersebut? Tidak tenang, sulit berkonsentrasi, dsb.

Contoh lain lagi ketika seorang bapak rumah tangga, yang juga seorang

pecandu rokok. Pada suatu ketika dihadapkan pada dua pilihan yang berbeda.

Pilihan pertama bahwa anaknya memerlukan susu bayi. Pilihan kedua kebutuhan

untuk mengkonsumsi rokok. Akhirnya ia memilih untuk mendahulukan kebutuhannya

untuk membeli rokok. Dari contoh tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa betapa

rokok sebagai kebutuhan tubuh sungguh memenjarakan jiwa yang lebih mencari

kebijaksanaan dan kearifan.

C. Kesimpulan Dan Tanggapan

Bagian terakhir ini sekedar untuk lebih menegaskan kembali argumen awal,

bahwa (me)rokok adalah kebutuhan yang memenjarakan manusia, terutama ditinjau

dari teori Plato tentang tubuh dan jiwa. Rokok adalah kebutuhan tubuh, karena

berkaitan dengan tubuh yang juga menjadi penjara jiwa untuk mencapai

kebijaksanaan maka bisa kita simpulkan bahwa rokokpun menjadi penjara atau

kuburan bagi manusia.

Sebagai tanggapan kritis, saya ingin mengkriktik teori Plato mengenai tubuh

dan jiwa. Secara tegas saya tidak setuju dengan argument Plato yang mengatakan

tubuh hanya menjadi penggangu manusia untuk mencapai kebenaran atau

kebijaksanaan. Saya melihat adanya kontradiksi dalam teori tersebut. Bagaimana


Plato dengan tegas menolak peran tubuh dalam keberadaan manusia sedangkan di

sisi lain dalam mengenali ide-ide abadi, Plato tidak bisa mengingkari bahwa dengan

begitu dia pun membutuhkan tubuh untuk mengenali ide-ide. Bagaimana jiwa bisa

mengenali ide-ide abadi jika tidak dibantu oleh tubuh untuk menangkap realitas yang

ada di dunia, yang kemudian membantunya untuk ingat kembali akan ide-ide abadi

yang pernah dilihatnya sebelum masuk kedalam tubuh.

Relevansi yang bisa kita ambil dari semua pembahasan di atas adalah; mari

kita mengkritisi kembali keputusan kita yang memilih untuk “dijajah” oleh rokok.

Rokok yang sebenarnya justru memperbudak kita, sehingga tidak dapat mencapai

kebaikan. Mari kita tanamkan hidup sehat dan bijaksana tanpa rokok!!!.
DAFTAR ACUAN

1. B. Woodhouse, Mark. Filsafat: Sebuah Langkah Awal . Yogyakarta: Kanisius.

2002.

2. Bertens, K. Sejarah Filsafat Yunani Kuno . Yogyakarta: Kanisius. 1999.

3. Diktat Mata Kuliah Sejarah Filsafat Yunani Kuno: Pengantar ke dalam Dialog

Plato Pertemua ke-8 Sejarah Filsafat Yunani Kuno: Pengantar ke dalam

Dialog Plato.

4. L. Tjahjadi, Simon Petrus. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius.

2004.

5. Rakhmat, Ioanes. Sokrates Dalam Tetralogi Plato: Sebuah Pengantar dan

Terjemahan Teks, Jakarta: Gramedia. 2009.

6. Snijders, Adelbert. Manusia dan Kebenaran. Yogyakarta: Kanisius. 2006


Tugas individu: Filsafat ilmu kesehatan masyarakat

Metode Cara Berfikir Filsafat


Tentang Rokok Dari Segi Kesehatan

Oleh :

HASNA

M201601024

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA
( STIKES – MW KENDARI )
KENDARI
2016

Anda mungkin juga menyukai