Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya

terutama melalui hubungan seksual. Sejak tahun 1998, istilah STD (Sexually

Transmitted Diseases) mulai berubah menjadi STI (Sexually Transmitted

Infection), tujuannya agar dapat menjangkau penderita asimtomatik atau

tanpa gejala, terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan

parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling

sering ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis,

trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, infeksi Human

Immunodeficiency Virus (HIV) dan hepatitis B.1


Prevalensi PMS di negara berkembang jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan di negara maju. Pada perempuan hamil di dunia, angka kejadian

gonore 10 – 15 kali lebih tinggi, infeksi klamidia 2 – 3 kali lebih tinggi, dan

sifilis 10 – 100 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kejadiannya

pada perempuan hamil di negara industri.2


Di Indonesia, berdasarkan Laporan Survei Terpadu dan Biologis

Perilaku (STBP) oleh Kementrian Kesehatan RI (2011), prevalensi penyakit

menular seksual (PMS) pada tahun 2011 dimana infeksi gonore dan klamidia

sebesar 179 % dan sifilis sebesar 44 %. Pada kasus Human immunodeficiency

virus (HIV) dan Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) selama

delapan tahun terakhir mulai dari tahun 2005 – 2012 menunjukkan adanya

peningkatan. Kasus baru infeksi HIV meningkat dari 859 kasus pada 2005
menjadi 21.511 kasus di tahun 2012. Sedangkan kasus baru AIDS meningkat

dari 2.639 kasus pada tahun 2005 menjadi 5.686 kasus pada tahun 2012.3
Kasus PMS di Jawa Barat pada tahun 2001 – 2011 sebanyak 19.769

kasus, dimana diantaranya diketahui bahwa kasus gonore (GO) dan sifilis

sebanyak 2.189 orang dan kasus HIV/AIDS 14.934 kasus. Di kabupaten

Ciamis, Jumlah penderita HIV tahun 2016 sebanyak 9 orang, sedangkan

jumlah penderita AIDS sebanyak 30 orang dan yang meninggal karena AIDS

sebanyak 1 orang.3
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh

penyebab pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda

laki-laki dan penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di

negara berkembang. Dewasa dan remaja (15-24 tahun) merupakan 25% dari

semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi

hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang didapat.1


Tingginya angka kejadian penyakit menular seksual di kalangan remaja

terutama wanita, merupakan bukti bahwa masih rendahnya pengetahuan

remaja akan penyakit menular seksual. Wanita dalam hal ini sering menjadi

korban dari penyakit menular seksual. Masa remaja merupakan periode

terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik,

psikologis maupun intelektual.4


Sifat khas remaja mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai

petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Apabila

keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka akan

jatuh ke dalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat

jangka pendek dan jangka panjang dalam berbagai masalah kesehatan fisik
dan psikososial. Sifat dan perilaku berisiko pada remaja tersebut memerlukan

ketersediaan pelayanan kesehatan peduli remaja yang dapat memenuhi

kebutuhan kesehatan remaja termasuk pelayanan untuk kesehatan

reproduksi.4
Permasalahan utama yang dialami oleh remaja Indonesia yaitu

ketidaktahuan terhadap tindakan yang harus dilakukan sehubungan dengan

perkembangan yang sedang dialami, khususnya masalah kesehatan

reproduksi remaja. Hal tersebut ditunjukkan dengan masih rendahnya

pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi. Remaja perempuan dan

remaja laki-laki yang mengetahui resiko kehamilan jika melakukan hubungan

seksual untuk pertama kali masing-masing baru mencapai 49,5% dan 45,5%.

Remaja perempuan dan remaja laki-laki usia 14-19 tahun yang mengaku

mempunyai teman pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah

masing-masing mencapai 34,7% dan 30,9% sedangkan remaja perempuan

dan laki-laki usia 20-24 tahun yang mengaku mempunyai teman pernah

melakukan hubungan seksual sebelum menikah masing-masing sebanyak

48,6% dan 46,5%.5


Bahwa memang di sekolah ada pelajaran tentang kesehatan reproduksi

tetapi masih diajarkan di ekstrakulikuler atau UKS, belum secara terfokus di

dalam kurikulum belajar.


Untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

termasuk didalamnya seperti penyakit infeksi menular seksual, kehamilan

diluar nikah, seks bebas, dan lain sebagainya memang sudah ada di sekolah

khususnya pada ekstrakulikuler atau UKS, tetapi hal tersebut melihat dari

data diatas bahwa tidak berpengaruh terhadap siswa.


Oleh karena itu kelompok kami ingin melakukan penelitian tentang

“Perlukah pendidikan kesehatan reproduksi bagi pelajar sekolah menengah

atas di wilayah Puskesmas Banjarsari, Kabupaten Ciamis tahun 2017?”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk

meneliti tentang “Perlukah pendidikan kesehatan reproduksi bagi pelajar

sekolah menengah atas di wilayah Puskesmas Banjarsari, Kabupaten Ciamis

tahun 2017?”.

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi bagi

pelajar sekolah menengah atas di wilayah Puskesmas Banjarsari.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1. Bagi Peneliti
Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan

ilmu yang didapat selama pendidikan serta menambah pengetahuan dan

pengalaman dalam membuat penelitian ilmiah dan menambah pengetahuan

tentang pendidikan kesehatan reproduksi pelajar sekolah menengah atas.

1.4.2. Bagi Tempat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan informasi

mengenai pendidikan kesehatan reproduksi pelajar sekolah menengah atas

sehingga dapat mengurangi angka kejadian penyakit menular seksual di

wilayah puskesmas Banjarsari, Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat.

1.4.3. Bagi Institusi Pendidikan


Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan mengenai

pendidikan kesehatan reproduksi bagi pelajar sekolah menengah atas.

1.4.4. Bagi Penelitian Selanjutnya


Diharapkan melalui hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai

referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya mengenai kesehatan

reproduksi bagi pelajar sekolah menengah atas.

Anda mungkin juga menyukai