Hukum Komersial
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan kita nikmat, baik
itu nikmat islam maupun nikmat iman. Kedua kalinya tak lupa kita ucapkan salawat serta salam
kepada junjungan Nabi besar Muhamamad SAW.Yang telah menunjukkan kita jalan yang
menuju kebenaran, seperti yang kita rasakan pada saat ini.
Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada dosen yang telah memberi tugas dan
membimbing kami dalam menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum Jaminan dan
Pembiayaan” kami sadar bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman yang bersifat membangun untuk
dijadikan pelajaran ke depannya.
Akhir kata kami sebagai penyusun mengucapkan, Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita
semua.
COVER………………………………………………………………...……………..i
KATA PENGANTAR………………………………......………….....……………...ii
DAFTAR ISI……………………………………………......………….....…………..iii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………….…………………………........1
1.1. Latar Belakang…………...……………………………………..………………1
1.2. Rumusa Masalah…………...……………………...………….….…….....……1
1.3. Tujuan.............…………...…………………………………….………………1
DAFTAR PUSTAKA…………………………………....…....…………………….27
BAB I
PENDAHULUAN
.
1.3 Tujuan
Dengan tulisan ini diharapkan semua pihak khususnya pembaca dapat memahami tentang
hukum jaminan dan pembiayaan di Indonesia.
Walaupun tulisan ini masih sangat jauh dari apa yang diharapkan oleh pembaca pada
umumnya karena keterbatasan ilmu dan wawasan penulis, mudah-mudahan sedikit dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan sebuah referensi, bahan bacaan untuk
memperkaya khasanah kepustakaan yang telah dimiliki serta dapat memacu penulis untuk lebih
banyak menggali wawasan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. LEASING
Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam
bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka
waktu tertentu.Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barangmodal dengan
jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan,
triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.Bagi perusahaan yang modalnya kurang
atau menengah, dengan melakukan perjanjian leasing akan dapat membantu perusahaan dalam
menjalankan roda kegiatannya. Setelah jangka leasing selesai, perusahaan dapat membeli barang
modal yang bersangkutan.
Pengertian leasing menurut surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri
Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor
32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan
pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh
suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara
berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal
yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah
disepakati bersama”.
Equipment Leasing Association di London memberikan definisi leasing sebagai berikut:
“Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee untuk menyewa sesuatu atas barang modal
tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak pemilikan barang modal tersebut ada pada
lessor sedangkan lessee hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran
uang sewa yang telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka pada prinsipnya pengertian leasing terdiri
dari beberapa elemen di bawah ini:
1. Pembiayaan perusahaan.
2. Penyediaan barang-barang modal.
3. Jangka waktu tertentu.
4. Pembayaran secara berkala.
5. Adanya hak pilih (option right).
6. Adanya nilai sisa yang disepakati bersama
7. Adanya pihak lessor
8. Adanya pihak lessee
Dalam usaha leasing ini banyak faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum suatu
perjanjian leasing ditanda tangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Hal ini berarti baik lessee
maupun lessor harus berhati-hati dalam menyusun suatu kontrak lease, adanya sedikit
kekhilafan akan menimbulkan perselisihan yang merugikan bagi kedua belah pihak dikemudian
hari. Jadi dalam membuat perjanjian leasing diharapkan lessee mempelajari dahulu sebaik-
baiknya rencana investasi yang akan dibiayai oleh finansial lease tersebut, dilain pihak lessor pun
harus mempelajari bagaimana kondisi lessee dan bagaimana prospeknya di masa yang akan
datang serta resiko-resiko apa yang harus dihadapi.
Permasalahan:
1. Bagaimana perlindungan hukum Lessor apabila lessee melakukan wansprestasi dalam
pembayaran harga sewa barang modal ?
2. Bagaimana cara penyelesaian yang diberikan Lessor yang menderita kerugian akibat
Lessee melakukan wansprestasi ?
Ketentuan-ketentuan:
Kepres /No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dimana dalam ketentuan pasal
2 ayat 1 disebutkan bahwa Lembaga Pembiayaan melakukan kegiatan yang meliputi
antara lain bidang usaha :
a) Sewa Guna Usaha;
b) ModalVentura;
Adapun wanprestasi ini umumnya sering dilakukan oleh lessee dalam suatu perjanjian leasing,
antara lain :
1. Lessee tidak mampu atau tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya untuk membayar
angsuran terhadap barang yang dileasenya., dikarenakan lessee secara sengaja dengan
itikad tidak baik tidak membayar angsuran yang sudah jatuh tempo pembayarannya.
2. Lessee terlambat membayar angsuran yang sudah jatuh tempo pembayarannya atau
menunda-nunda pembayaran angsuran yang seharusnya sudah dibayar.
3. Lessee melakukan perbuatan hukum yang melanggar hak pemilikan, ini merupakan
perbuatan dimana lessee tanpa seizin lessor secara tertulis melakukan pengalihan
pemakaian barang yang dileassenya kepada pihak lain atau menjadikan barang itu
sebagai jaminan hutangnya atau menjual barang tersebut dengan tujuan antara lain
melepaskan diri dari pembayaran angsuran yang ditanggungnya.
Wansprestasi yang dilakukan oleh lessee dalam perjanjian leasing ini dapat bersifat
sementara dalam arti menunggak dan kemudian dapat dibayar, atau bersifat tetap sehingga
persoalan ini harus diselesaikan melalui proses hukum.
Dari kemungkinan-kemungkinan untuk dapat terjadinya perselisihan dalam perjanjian
leasing yang sering menjadi perselisihan adalah masalah pembayaran harga sewa barang modal
yang menjadi obyek perjanjian, dilain pihak lessor juga sering menemukan adanya beberapa
wansprestasi yang dilakukan lessee yang menyangkut kewajibannya terhadap lessor misalnya
memindahkan objek leasing.
Dalam praktek jika lessee memenuhi prestasinya dalam membayar harga sewa barang
kepada lessor berjalan lancar, kecil kemungkinan lessor untuk datang melihat barang sewa
tersebut, tetapi apabila ada hambatan mengenai pembayaran harga sewa oleh lessee baik
tertunda maupun ada keterlambatan barulah lessor akan mendatangi dan melihat ketempat
dimana barang tersebut berada. Hal ini dilakukan oleh lessor dengan asumsi bahwa apabila
kewajiban lessee dalam pembayaran harga sewa diabaikan maka tidak mustahil kewajiban lessee
yang lainnya akan diabaikan pula, misalnya tentang perawatan terhadap barang tidak dilakukan
secara baik, barang yang rusak tidak diperbaiki dan lain-lain kelalaian yang mungkin terjadi.
Apabila sengketa sampai ke proses pengadilan, selama proses pengadilan tersebut belum
selesai biasanya lessee menguasai barang sewa tersebut dan tetap mendapat keuntungan dari
hasil produksi pengoperasian barang obyek lease tersebut. Walaupun sebenarnya menurut
perjanjian yang telah disepakati bersama oleh Lessor dan Lessee dimana jika lessee melakukan
wansprestasi dalam perjanjian leasing tersebut, maka lessor akan mengambil kembali barang
sewa tersebut dari kekuasaan lessee dengan biaya yang ditanggung lessee. Namun dalam
praktek, pelaksanaan tersebut sering mendapat hambatan dan kesulitan dari pihak lessee.
Perlindungan hukum yang dimiliki oleh pihak lessor adalah jika pembeli tidak membayar
harga pembelian, itu merupakan suatu wansprestasi yang memberikan alasan kepada penjual
untuk menuntut ganti rugi atau pembatalan pembelian menurut ketentuan yang berlaku di dalam
pasal 1266 -1267 KUHPerdata yaitu :
Pasal 1266 KUHPerdata menyatakan syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam
persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi
kewajibannya. Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi
pembatalan harus dimintakan kepada Hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan,
meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan didalam
perjanjian. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, Hakim adalah leluasa
untuk, menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu
untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun itu tidak boleh
lebih dari satu bulan.
Pasal 1267 KUHPerdata menyebutkan bahwa Pihak terhadap siapa perikatan
tidakdipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan
memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut
pembatalan perjanjian, disertai biaya, kerugian dan bunga.
Dari pasal-pasal tersebut dapatlah kita lihat bahwa ganti rugi dibatasi hanya meliputi kerugian
yang diduga merupakan akibat langsung dari wansprestasi. Menurut yuris-prudensi, persyaratan
dapat diduga itu meliputi besarnya kerugian, jadi kerugian yang jumlahnya melampoi batas yang
dapat diduga tidak boleh dilimpahkan kepada lessee untuk membayarnya, kecuali jika ia nyata-
nyata telah berbuat secara licik melakukan tipu daya sebagaimana dimaksudkan dalam pasal
1247 KUHPerdata, dan dalam batas-batas yang terletak dalam persyaratan akibat langsung yang
ditentukan pasal 1248 KUHPerdata.
Dengan demikian pihak lessee yang melakukan wansprestasi masih dilindungi oleh
undang-undang terhadap tindakan yang sewenang-wenang dari pihak lessor.
Wansprestasi mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, oleh karena itu dalam perjanjian
leasing biasanya lessor sudah menetapkan cara-cara tertentu untuk menghadapi wansprestasi
tersebut.
Dengan adanya cara-cara dimaksud lessor dalam menyelesaikan masalah wansprestasi
tidak langsung menempuh jalur hukum yaitu dengan mengajukan gugatan ke pengadilan akan
tetapi mencoba dahulu dengan cara upaya pendekatan kepada lessee dengan harapan dapat
dengan cepat perselisihan tersebut diselesaikan, sehingga lessor dapat menghemat waktu, tenaga
dan biaya jika dibandingkan bila sengketa harus disele-saikan dengan melalui proses pengadilan.
Pendekatan ini dilaksanakan dengan cara mempertemukan kedua belah pihak untuk
merundingkan apakah pembeli bersedia mem-bayar tunggakan kepada pihak lessor. Dalam
pendekatan ini agar lessee mau dan bisa memenuhi kewajibannya diambil kebijakan misalnya
terhadap lessee diberi keringanan untuk mencicil pembayaran uang angsuran dengan atau tanpa
bunga, kebijakan ini diambil biasanya untuk lessee yang masih memperlihatkan itikad baiknya
untuk membayar angsuran.
Apabila pendekatan ini benar-benar tidak dapat diusahakan sama sekali, maka jalan
terakhir yang akan ditempuh adalah melalui jalur hukum. Dalam hal ini bisa diberlakukan
ketentuan pasal 1238 KUHPerdata yaitu dengan cara memberi peringatan kepada debitur agar ia
dapat dikata-kan lalai yang bunyinya :
“ Si Berutang adalah lalai, bila ia dengan surat perintah atau dengan suatu akta sejenis itu
dinyatakan lalai atau demi perikatannya sendiri menetapkan bahwa si berutang harus
dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang telah ditetapkan.”.
Dalam perjanjian leasing wansprestasi pada pihak lessee ini harus dinyatakan secara
resmi yaitu dengan memperingati kepada pihak lessee bahwa perusahaan leasing menghendaki
pembayaran dalam jangka waktu tertentu dan hutang ini harus ditagih terlebih dahulu.
Apabila lessee tidak mau membayar angsuran, lessor dapat menarik kembali obyek lease yang
berada dalam kekuasaan lessee. Apabila pengambilan barang-barang itu tidak dihambat oleh
lessee maka tidak akan terjadi masalah, akan tetapi persoalan akan timbul apabila lessee secara
tanpa hak mencegah atau menghambat pengambilan kembali barang-barang obyek lease yang
menjadi milik lessor.
Untuk menghadapi kesulitan itu dikemudian hari pada saat perjanjian leasing dibuat,
dicantumkan klausula-klausula yang tidak dapat dicabut kembali yang menentukan bahwa pihak
lessee mengizinkan pihak lessor untuk memasuki pekarangan tempat dimana barang sewa berada
dan mengambil barang-barang yang menjadi obyek perjanjian dengan atau tanpa bantuan pihak
kepolisian.
Tindakan polisi dalam memberikan bantuan kepada Lessor untuk mengambil barang-
barang tersebut tidak boleh melampui batas kekuasaan yang diperolehnya dari lessor, hal ini
dikarenakan alasan-alasan sebagai berikut :
1. Pihak kepolisian tugasnya hanya mendampingi lessor untuk mengambil barang-barang
yang menjadi obyek perjanjian leasing dan mencegah kemungkinan terjadinya tindakan-
tindakan dari pihak lessee yang dapat mengganggu ketertiban umum.
2. Barang-barang yang hendak diambil adalah milik lessor sendiri, hanya karena adanya
perjanjian leasing maka barang-barang tersebut berada dalam kekuasaan lessee.
3. Lessor berhak untuk mengambil barang-barang tersebut dari kekuasaan lessee jika terjadi
wansprestasi yang tentunya dengan bukti-bukti dan alasan-alasan yang kuat.
Akibat dari wansprestasi yang dilakukan oleh lesse, pihak lessor dapat melakukan tindakan :
1. Memohon kepada Pengadilan agar diletakkan sita Revindikator dan menarik kembali
barng-barang milik lessor yang berada di dalam kekuasaan lessee untuk kemudian
diserahkan kepada lessor.
2. Lessor dapat menuntut lessee ganti rugi akibat tindakan wansprestasi atau perbuatan
melanggar hukum yang telah dilakukan oleh lessee yaitu berupa :
a. Uang angsuran yang tertunggak;
b. Denda yang tertunggak ditambah bunganya;
c. Seluruh uang sewa yang berjalan hingga angsuran berakhir;
d. Biaya penagihan termasuk biaya perdata dan honor pengacara;
e. Mohon pengadilan meletakkan sita jaminan atas harta milik lessee untuk
menjamin pembayaran ganti rugi;
f. Menghukum lessee untuk membayar ongkos perkara;
g. Mengalihkan segala resiko kepada lessee.
Dalam penuntutan ganti rugi oleh lessor, undang-undang memberikan ketentuan yang
merupakan pembatas dari apa yang boleh dituntut sebagai ganti rugi tersebut. Suatu pembatasan
lain yaitu dalam peraturan mengenai bunga moratoar. Apabila prestasi itu berupa pembayaran
sejumlah uang, maka kerugian yang diderita oleh lessor kalu pembayaran itu terlambat adalah
berupa interest, rente atau bunga. Jadi bunga moratoar berarti bunga yang harus dibayar sebagai
ganti rugi atau hukuman karena lessee alpa atau lalai membayar hutangnya, menurut pasal 1250
KUHPerdata bunga yang dapat dituntut itu boleh melebihi prosenan yang ditetapkan oleh
undang-undang.
Untuk mencegah terjadinya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh pihak Lessee
kepada perusahaan leasing dilakukan usaha-usaha sebagai berikut :
1. Perjanjian Leasing harus dibuat dalam akta yang berisifat notariil. Hal ini dilakukan
dengan tujuan agar perusahaan leasing mempunyai bukti yang kuat, jika ternyata
dikemudian hari terjadi peristiwa yang harus diselesaikan melalui pengadilan. Namun
demikian hal ini bukan berarti perjanjian leasing yang dibuat dengan akta di bawah
tangan tidak sah melainkan akta di bawah tangan tidak mempunyai nilai pembuktian
yang kuat.
2. Perusahaan Leasing mengadakan pengontrolan yang secara kontinyu pada perusahaan
lessee dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan perusahaan lessee
sampai periode lease atau jangka waktu leasing berakhir.dengan demikian pihak lessor
akan mendapat gambaran yang jelas tentang barang yang dileasekan.
Dari uraian diatas ditinjau dari masing-masing pihak tindakan yang saling merugikan
adalah sangat tidak dikehendaki oleh kedua belah pihak.
Untuk menanggulangi peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan sebagaimana dikemukakan
diatas pihak lessor dapat mengambil langkah-langkah pencegahan berupa :
1. Penggunaan Security Deposit yang menurut semula dapat dijadikan biaya untuk
pembelian barang-barang di akhir periode lease yang tujuannya untuk menutup
tunggakan-tunggakan pembayaran uang sewa yang telah jatuh tempo.
2. Lessee harus membayar bunga untuk setiap keterlambatan membayar angsuran yang
besarnya telah ditentukan yaitu sebesar 3 % untuk setiap bulannya terhitung sejak tanggal
jatuh tempo waktu pembayaran angsuran.
3. Menarik dan menguasai kembali barang-barang yang dileasekan dengan biaya yang harus
ditanggung oleh pihak lessee termasuk biaya pembongkaran dan pemindahan dari tempat
barang berada ke tempat lessor.
Dalam Buku III KUH Perdata tidak terdapat ketentuan yang khusus mengatur perihal
Perjanjian Kredit. Namun dengan berdasarkan asas kebebasan berkontrak, para pihak bebas
untuk menentukan isi dari perjanjian kredit sepanjang tidak bertentangan dengan undang-
undang, ketertiban umum, kesusilaan, dan kepatutan. Dengan disepakati dan ditandatanganinya
perjanjian kredit tersebut oleh para pihak, maka sejak detik itu perjanjian lahir dan mengikat para
pihak yang membuatnya sebagai undang-undang.
1. Perjanjian Kredit Di bawah tangan, yaitu perjanjian kredit yang dibuat oleh dan antara
para pihak yang terlibat dalam perjanjian kredit tersebut tanpa melibatkan pihak pejabat yang
berwenang/Notaris.
Perjanjian Kredit Di bawah tangan ini terdiri dari:
Perjanjian Kredit Di bawah tangan biasa;
Perjanjian Kredit Di bawah tangan yang dicatatkan di Kantor Notaris (Waarmerking);
Perjanjian Kredit Di bawah tangan yang ditandatangani di hadapan Notaris namun bukan
merupakan akta notarial (legalisasi).
2. Perjanjian Kredit Notariil yaitu perjanjian yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak
di hadapan Notaris.Perjanjian Notariil merupakan akta yang bersifat otentik (dibuat oleh dan
di hadapan pejabat yang berwenang/Notaris)
Klausula ini dicantumkan sebagai dasar dari hak Bank untuk melakukan pendebetan dari
rekening-rekening Debitur yang ada di Bank.
Tujuan penggunaan fasilitas kredit yang diberikan oleh Bank kepada Debitur.
Klausula Jaminan
Untuk menjamin pembayaran dari pinjaman yang diberikan, Debitur diminta
untuk menyerahkan jaminan kepada Bank dimana jaminan tersebut akan diikat
sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Untuk Nasabah yang mendapatkan beberapa fasilitas (pinjaman tidak dalam satu
perjanjian) dimana masing masing fasilitas dijamin oleh jaminan yang berbeda sebaiknya
dicantumkan pula ketentuan mengenai Cross Collateral. Penggunaan klausula cross
collateral memberikan keuntungan tambahan dimana jaminan-jaminan yang ada.
Klausula Kompensasi
Pasal mengenai Kompensasi ini diatur berkaitan dengan adanya pasal 1425
sampai dengan 1429 KUH Perdata mengenai kompensasi hutang. Klausula Kompensasi
ini berisikan persetujuan dari Debitur untuk melepaskan hak-haknya yang diatur dalam
pasal tersebut, sehingga Debitur tidak dapat mengkompensasikan piutang piutang dagang
yang ia miliki kepada Bank (bila ada) dengan hutangnya kepada Bank.
Klausula Pengalihan Hak
Maksud dari pencantuman klausula pengalihan hak ini Debitur telah memberikan
persetujuan kepada Bank untuk mengalihkan pinjaman kepada Pihak ketiga dengan tanpa
merubah kondisi yang telah disetujui sebelumnya. Sedangkan Debitur tidak dapat
mengalihkan pinjamannya kepada pihak lain tanpa adanya persetujuan dari Bank.
Klausula Kelalaian