Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sungai mempunyai manfaat atau nilai kegunaan yang sangat besar,

sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengairan air

mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya sera

sepanjang pengairannya oleh garis sempadan (Peraturan Pemerintah RI No. 35

Tahun 1991). Manfaat pembangunan antara lain: pengendalian banjir 50

tahunan di sungai utama yang mengurangi luas genangan sekuas 80.000 ha;

irigasi untuk sawah seluas 345.000 ha dimana 83.000 ha berupa irigasi teknis

langsung dari sungai induk (2,5 miliar m³ per-tahun), energi listrik 1.000 giga-

W-jam per-tahun, suplai air. Sungai juga dapat digunakan sebagai pegangan

dalam pengelolaan, pengusahaan, pemeliharaan dan pengamanan, agar

manfaat sungai tetap terjaga kelestariannya ( Peraturan Pemerintah RI No. 35

Tahun 1991)

Namun akhir-akhir ini penambangan pasir mekanis sungai kian marak

keberadaannya. Ada belasan titik penambangan pasir secara mekanis dan

masih banyak lagi keberadaannya. Penambangan ini semakin tidak terkendali

dan semakin banyak keberadaannya. Hampir di setiap pinggiran sepanjang

aliran sungai terdapat atau dijumpai penambang pasir secara mekanis. Banyak

dampak yang ditimbulkan akibat dari penambangan pasir secara mekanis di

sungai baik dampak yang sudah terjadi maupun dampak yang akan terjadi.

1
Dampak yang ditimbulkan akan semakin parah apabila masalah ini

tidak segera diatasi. Dan tentu meresahkan waga sekitar atau pemukiman yang

berada di sepanjang aliran sungai. Masalah ini harus segera diatasi untuk

mencegah dampak kerusakan yang parah. Apabila tidak segara diatasi,

masalah ini akan menjadi masalah yang kompleks bagi kehidupan masyarakat

yang tinggal tidak jauh dari aliran sungai. Banyak pihak yang harusnya terlibat

untuk mengatasi masalah ini sehingga sangat riskan dan menyebabkan

dampak yang berujung penurunan tingkat kualitas lingkungan hidup1.

Sungai Brantas adalah sebuah sungai di Jawa Timur yang merupakan

sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo.Sungai Brantas

bermata air di Desa Sumber Brantas (Kota Batu) yang berasal dari simpanan

air Gunung Arjuno, lalu mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri,

Jombang, Mojokerto. Di Kabupaten Mojokerto sungai ini bercabang dua

manjadi Kali Mas(ke arah Surabaya) dan Kali Porong (ke arah Porong,

Kabupaten Sidoarjo).Kali Brantas mempunyai DAS seluas 11.800 km² atau ¼

dari luas Provinsi Jatim.Panjang sungai utama 320 km mengalir melingkari

sebuah gunung berapi yang masih aktif yaitu Gunung Kelud.Curah hujan rata-

rata mencapai 2.000 mm per-tahun dan dari jumlah tersebut sekitar 85% jatuh

pada musim hujan.Potensi air permukaan pertahun rata-rata 12 miliar m³.

Potensi yang termanfaatkan sebesar 2,6-3,0 miliar m³ per-tahun2

Upaya pelestarian ekosistem lingkungan tidak kurang-kurangnya

didengungkan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat yang peduli terhadap


1
Marsono, D. 2004. Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. PT. Bayu Grafika dan
Bigraf Publising bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan (STTL) Yogyakarta
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Brantas

2
kelestarian lingkungan.Berbagai peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah

maupun himbauan dari masyarakat melalui poster-poster maupun berupa iklan

layanan masyarakat merupakan beberapa usaha untuk mengajak kepada

semuanya dalam upaya pelestarian lingkungan. Pelestarian lingkungan

merupakan tanggung jawab kita semua sebagai umat manusia, yang mana

manfaatnya juga akan kembali kepada kita semuanya yang memerlukan dan

menggunakan lingkungan sebagai sarana dalam kehidupan (Undang-Undang

No. 23 tahun 1997).

Namun, usaha positif apa pun yang telah diupayakan selalu ada yang

tidak mengikutinya, bahkan malah melanggarnya. Salah satunya yang terjadi

di wilayah Kota Kediri, yakni penambangan pasir mekanis. Meski

penambangan pasir sudah dinyatakan dilarang dan bagi pelaku penambangan

dijerat dengan pidana, ternyata hingga saat ini masih saja marak.Ironisnya,

para penegak hukum sepertinya tidak bertindak adil dalam menangani masalah

ini. Ada beberapa penambang yang nampak tenang-tenang saja dan terus

melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan pengerukan pasir3.

Aktifitas penambangan pasir mekanis berlangsung di sepanjang

daerah aliran sungai (DAS) Brantas wilayah Kabupaten Kediri, mulai

Kecamatan Kras hingga Kecamatan Purwoasri.Selain di Kabupaten Kediri,

penambangan pasir mekanis di aliran Sungai Brantas, ternyata juga

berlangsung di wilayah Kota Kediri.Setidaknya penambangan serupa

berlangsung di Kel Manisrenggo, Banjarmlati, Semampir dan Mrican.

3
Hasil wawancara kepada Bapak Abdul warga desa Ngadiluwih

3
Penambangan pasir mekanis semakin tidak terkendali dan terus bertambah

jumlahnya sepanjang tahun. Awalnya, penambangan pasir berlangsung secara

tradisional, dengan menggunakan serok, para penambangan pasir tradisional

mendulang pasir Sungai Brantas. Namun, akhir-akhir ini penambangan pasir

tradisional tidak lagi diminati. Perkembangan teknologi membuat

carapenambangan pasir bergeser, tidak lagi menggunakan alat-alat tradisional,

akan tetapi beralih menggunakan mesin diesel.

Dalam satu hari, dari satu titik penambangan pasir dihasilkan 7 truk

pasir dengan harga jualnya berkisar antara Rp 200 ribu – 350 ribu per

truk.Nilai ini sangat besar, jika dibandingkan dengan modal yang harus

dikeluarkan untuk menjalankan bisnis tersebut. Salah satu pemilik diesel

penyedot pasir di Desa Jongbiru Kecamatan Gampengrejo, untuk menjalankan

usaha tersebut, hanya mengeluarkan modal sebesar Rp 12 juta untuk menyewa

galangan mesin atau konfiyer yang digunakan untuk mengeruk pasir. Satu atau

dua bulan modal itu sudah bisa balik. Dengan kondisi seperti itu, tidaklah

mengherankan bila penambangan pasir mekanis di Sungai Brantas dibidik

menjadi salah satu bisnis yang menggiurkan.Banyak pihak berlomba-lomba

menjalankan usaha tersebut.Hal ini terlihat dari banyaknya titik penambangan

pasir mekanis4

Dibalik menggiurkannya bisnis penambangan pasir mekanis, terselip

ancaman bencana, terutama gangguan pada kelestarian ekosistem lingkungan

dan keberadaan bangunan di sekitarnya. Salah satunya berupa penurunan

4
Hasil wawancara kepada Bapak Joko selaku Kepala Desa Ngadiluwih

4
dasar Sungai Brantas. Pengerukan pasir yang dilakukan secara terus menerus

dalam jangka waktu lama membuat tumpukan pasir sungai Brantas terus

berkurang, sehingga dasar sungai pun semakin dalam.

Perum Jasa Tirta Kediri sebagai pengelola Sungai Brantas di wilayah

Kediri mencatat, penurunan dasar Sungai Brantas berlangsung sejak tahun

2004 dan semakin parah hingga tahun 2009. Jika tahun 2004 dasar sungai

Brantas turun antara 3 – 4 meter, maka tahun 2006 sudah mencapai 8 meter.

Bahkan tahun 2009, penurunan dasar sungai Brantas sudah mencapai 12

meter. Penurunan dasar sungai Brantas ini, tentunya berpengaruh pada

keberadaan bangunan, baik kawasan pemukiman maupun fasilitas

umum.Bangunan-bangunan tersebut pondasinya menjadi menggantung akibat

penurunan dasar sungai5

Sedikitnya ada 67 titik fasilitas umum yang kondisinya rusak akibat

penurunan dasar sungai Brantas sebagai dampak penambangan pasir

mekanis.Fasilitas umum tersebut kebanyakan berupa jembatan, bendungan,

tanggul dan sarana pengairan.Beberapa diantaranya bahkan dalam kondisi

kritis dan rawan ambruk terutama jika memasuki musim penghujan. (Perum

Jasa Tirta, 2012) Sejumlah fasilitas umum yang rusak misalnya Bendung

Gerak Waruturi Kec Gampengrejo.Paku bangunan bendungan tersebut sudah

menggantung 4 meter dari lokasi serupa. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan

mengingat fungsi bendungan ini sangat vital, yaitu menyuplai pengairan untuk

wilayah Kediri, Jombang dan Nganjuk.

5
https://id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Brantas

5
Selama ini, sejumlah peraturan perundangan dibuat untuk

menghadang laju maraknya penambangan pasir mekanis. Diantaranya

Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 1 tahun 2005 tentang

pengendalian usaha pertambangan bahan galian golongan C pada wilayah

sungai. (Biro hukum kesekertariat daerah provinsi jawa timur, 2011) Di

tingkat nasional, pemerintah juga telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor

4 Tahun 2009 tentang mineral dan pertambangan. (Tambang News, 2012)

Namun hal itu, tetap saja tidak berdaya, membendung terus bergulirnya aksi

penambangan pasir mekanis.Sanksi tegas berupa hukuman penjara hingga 10

tahun dan denda Rp 10 miliar tidak menjadi penghalang bagi pelaku

penambangan pasir untuk tetap beroperasi.6

Sebagai upaya dalam kelestarian ekosistem lingkungan, maka

pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32

Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,

dimana Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa Lingkungan hidup adalah kesatuan

ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk

manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan

perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Upaya

untuk pengelolaan lingkungan hidup ditunjukkan pada ayat 2 yang

menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah

upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi

lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan

6
Muslan Abdurrahman,2009. Sosiologi Dan MetodePenelitian Hukum, Malang:UMM
Press,hal.103

6
lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,

pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau

UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan (Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 32

tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) barang

siapa yang melanggar dapat dikenai pidana sebagaimana diatur dalam

ketentuan Pasal 109 ayat (1) UU Nomor 32 tahun 2009 bahwa: "Setiap orang

yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana

penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda

paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak

Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)". Undang-undang tersebut

memberikan dukungan dalam upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Dalam UUPPLH 2009 terdiri dari 17 bab dan 127 pasal yang mengatur

secara lebih menyeluruh tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup. Perbedaan mendasar antara UUPLH 1997 dengan UUPPLH 2009

adalah adanya penguatan yang terdapat dalam UUPPLH 2009 tentang prinsip-

prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada

tata kelola pemerintahan yang baik (goodgovernance) karena dalam setiap

proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum

mewajibkan pengintegrasian prinsip-prinsip good governance. Prinsip-prinsip

tersebut adalah partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi hukum,

7
transparansi, peduli pada stakeholder, berorientasi pada konsensus, kesetaraan,

efektivitas dan efisiensi, akuntabilitas, dan visi strategis.

Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa

Timur nomor 1 tahun 2005 tentang pengendalian usaha pertambangan bahan

galian golongan C pada wilayah sungai. Di tingkat nasional, pemerintah juga

telah mengeluarkan undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan

pertambangan. Peraturan perundangan tersebut adalah sebagai bentuk

pencegahan agar para pelaku jera dan tidak melakukannya lagi, meskipun hal

itu sangat sulit ( Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penambangan pasir di Kecamatan Ngadiluwih yang

menimbulkan dampak kerusakan terhadap fasilitas umum ditinjau dari

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009?

2. Bagaimanakah peran pemerintah Kabupaten Kediri untuk menanggulangi

penambangan pasir tersebut?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dan menganalisis penambangan pasir di Kecamatan

Ngadiluwih yang menimbulkan dampak kerusakan terhadap fasilitas

umum ditinjau dari Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis peran pemerintah Kabupaten Kediri

untuk menanggulangi penambangan pasir.

8
D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritik

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat

untuk mengembangkan Ilmu Hukum secara Umum dan Khususnya

pemahaman teoritis tentang penambangan pasir dan batu di aliran sungai

akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh masyarakat.

2. Secara praktis

a. Bagi penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam rangka

menunjang pengembangan ilmu bagi penulis pada khususnya dan

mahasiswa fakultas hukum pada umumnya.

b. Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta

sumbangan pemikiran serta konstribusi bagi pemerintah yang

berkaitan.

c. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap

masyarakat mengenai dampak apa yang di timbulkan akibat

menambang pasir secara ilegal dan sangsi apa yang akan di berikan

kepada penambang pasir ilegal.

9
F.Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis

sosiologis, yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan nyata

masyarakat atau lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk

menemukan fakta (fact-finding), yang kemudian menuju pada identifikasi

(problem-identification) dan pada akhirnya menuju kepada penyelesaian

masalah (problem- solution)7. Jenis penelitian ini yaitu penelitian kualitatif

yaitu penelitian dengan menggunakan bentuk uraian non angka untuk

mendukung kesimpulan hasil penelitian.

2. Lokasi Penelitian

Sebab berdasarkan survey yang penulis lakukan sebelumnya di

aliran sungai Brantas Kabupaten Kediri terdapat para penambangan pasir

dan batu di aliran sungai di Kabupaten Kediri baik secara individu atau

kelompok yang menjadi salah satu pemicu terjadinya kerusakan

lingkungan. Lokasi penelitian yang dilakukan yaitu di Kecamatan

Ngadiluwih yang memiliki potensi kerusakan paling parah yaitu terdapat

di Desa Badal Pandean, Wonorejo dan Seketi dengan totak jumlah

penambang yaitu sebanyak 9 penambang.

3. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Data sekunder ini diperoleh dari suatu kearsipan dan dokumen atau

7
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1982, hlm. 10

10
data yang di peroleh dari bahan-bahan pustaka, yaitu dengan jalan membaca

literatur, perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Data dalam peneltiian ini yaitu meliputi bahan-bahan hukum.8

a. Data Primer

Data primer diperoleh adalah hasil dari penelitian dilapangan yang

diperoleh dari wawancara/interview dengan pihak yang berkompeten

yaitu Dinas terkait dan warga sekitar. Data primer juga diperoleh dari

dokumen-dokumen yang diperoleh dari instansi.

b. Data Sekunder

Data yang berasal dari bahan pustaka yang berhubungan dengan obyek

penelitian antara lain berupa buku-buku,dokumen dan publikasi yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu mengenai penambangan

pasir dan batu di aliran sungai.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan sekunder, terdiri dari:kamus hukum,Kamus

besar Bahasa Indonesia.9

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data diperoleh dengan cara”

a. Teknik Wawancara

yaitu suatu cara yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh

data-data yang diperlukan dengan melalui tanya jawab secara

8
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Fakultas Hukum dan Pengetahuan
Kemasyarakatan, Universitas Diponegoro,1993,Semarang,hal.46
9
Koesnadi: Hukum Perlindungan Lingkungan Konsefasi Sumberdaya alam Hayati dan Ekosistem,
Gadjah Mada University Press,yogyakarta,1992

11
langsung dengan penambang pasir dan batu mengenai penambangan

pasir secara ilegal. Wawancara dilakukan kepada pihak desa dan

pemerintah Kabupaten Kediri. Responden yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu Bapak Kepala Desa yaitu mengenai dampak dari

terjadinya penambangan liar dan Jasa Tirta untuk mengetahui dampak

terjadinya penambangan.

b. Dokumentasi

Dokumentasi juga digunakan untuk pengumpulan data sekunder yaitu

diperoleh dari dokumentasi dari instansi yang mendukung penelitian

yang dilakukan

c. Kepustakaan

yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan bahan-

bahan yang berupa buku-buku dan bahan pustaka lainnya yang ada

hubungannya dengan masalah yang diteliti. Metode pengumpulan data

ini berguna untuk mendapatkan landasan teori yang berupa pendapat

para ahli mengenai hal yang menjadi obyek penelitian seperti

peraturan perundangan yang berlaku dan berkaitan dengan hal-hal

yang sedang diteliti, surat kabar dan majalah-majalah.10

5. Teknik Analisis Data

Pengolahan data merupakan data yang konkrit untuk membuat

data itu berbicara mengenai yang di kaji, sebab besarnya jumlah dan

tingginya nilai data yang di kumpulkan, apabila tidak disusun dan diolah

menurut sistemmatika yang baik maka data tersebut tidak bersangkutan.

10
Mohammad Nasir.1998. Metode Penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia.hal.21

12
Apabila data sekunder yang diperoleh dan penelitian telah terkumpul,maka

data tersebut akan diteliti kembali melalui proses editing. Editing adalah

memeriksa atau meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah

dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan kenyataan. Dalam proses

editing dilakukan pembetulan data yang hilang dan melengkapi data yang

belum lengkap.11 Setelah mendapat berbagai data, maka data tersebut

penulis sajikan dalam bentuk data secara deskriptif kualitatif, yaitu dalam

bentuk uraian-uraian tentang pelaksanaan tenambangan pasir dan batu

apabila terjadi pelanggaran hukum.

Penulis menggunakan analisa deskriptif. Setiap informasi yang

terkumpul data primer maupun sekunder langsung dianalisis secara

deskriptif. Dalam hal ini penulis memberikan gambaran dan penjelasan

dan penjelasan mengenai pokok permasalahan yang bersangkutan dengan

menggunakan teori tentang hukum ketenagakerjaan yang membahas

tentang penambangan pasir dan batuan,prestasi dan wanprestasi serta

pengaturan hukumnya, yang pada akhirnya dapat digunakan menjawab

semua permasalahan yang ada.

F. Rencana Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembaca dalam memahami isi dari penulisan skripsi

ini penulis menyusun rangkaian sebagai berikut:

1. BAB 1 : Pendahuluan yang berisi latar belakang,rumusan masalah,tujuan

penulisan,manfaat penelitian,kegunaan penelitian, rujukan/kerangka

teori,rencana jadwal penelitian,rencana sistematika penulisan,daftar pustaka.

11
Soemitro, Op.,cit.,hal.64

13
2. BAB 2 : Dalam bab ini berisi tentang penerapan tempat parkir di pusat

kota yang kurang efektif bagi pengguna jalan lainnya.

3. BAB 3: Dalam bab ini akan di jabarkan data-data hasil analisis penulisan

berkenaan dengan permasalahan yang di maksud.

4. BAB 4 : Merupakan bab terakir atau penutup dalam penulisan skripsi yang

berisi kesimpulan dan saran-saran yang berhubungan dengan hal-hal yang

diuraikan bab-bab sebelumnya.

14

Anda mungkin juga menyukai