KEL. 5 LABIOPALATOSKIZIS
DISUSUN OLEH
A. PENDAHULUAN
Kasus bibir sumbing dan celah langit-langit merupakan cacat bawaan yang
masih menjadi masalah di tengah masyarakat. Antara Februari - Mei 1992, IKABI
cabang Padang mengadakan pengabdian masyarakat di dua Kabupaten 50 Kota
dan Solok berbentuk operasi bibir sumbing secara gratis. Dilakukan penelitian
pada 126 penderita yang dilakukan operasi. Hardjowasito dengan kawan-kawan di
propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987
melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada
bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk.
Pada dasarnya kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut, yang biasa disebut
labiopalatoskisis. Kelainan ini diduga terjadi akibat infeksi virus yang diderita ibu
pada kehamilan trimester 1. jika hanya terjadi sumbing pada bibir, bayi tidak akan
mengalami banyak gangguan karena masih dapat diberi minum dengan dot biasa.
Bayi dapat mengisap dot dengan baik asal dotnya diletakan dibagian bibir yang
tidak sumbing.
Kelainan bibir ini dapat segera diperbaiki dengan pembedahan. Bila sumbing
mencakup pula palatum mole atau palatum durum, bayi akan mengalami kesukaran
minum, walaupun bayi dapat menghisap naun bahaya terdesak mengancam. Bayi
dengan kelainan bawaan ini akan mengalami gangguan pertumbuhan karena sering
menderita infeksi saluran pernafasan akibat aspirasi.keadaan umu yang kurang
baik juga akan menunda tindakan untuk meperbaiki kelainan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
B. Klasifikasi
1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di
belahan foramen insisivum.
2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior
terhadap foramen.
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan
palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya
utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
Klasifikasi dari kelainan ini diantaranya berdasarkan akan dua hal yaitu :
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang
berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
Unilateral Incomplete yaitu jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung.
Unilateral Complete yaitu jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu
sisi sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
Bilateral Complete yaitu Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan
memnajang hingga ke hidung.
C. Etiologi
1. Herediter
a) Mutasi gen
b) Kelainan Kromosom
2. Faktor lingkungan
a) Faktor usia ibu
Dengan bertambahnya usia ibu waktu hamil daya pembentukan embrio pun
akan menurun. Dengan bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah
pula resiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan
bayi dengan kehamilan trisomi. Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet
dan tidak memproduksi gamet-gamet baru selama hidupnya. Jika seorang wanita
umur 35 tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35 tahun. Resiko mengandung
anak dengan cacat bawaan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya usia ibu.
b) Obat-obatan
c) Nutrisi
Contohnya defisiensi Zn, B6, Vitamin C, kekurangan asam folat pada waktu
hamil. Insidensi kasus celah bibir dan celah langit-langit lebih tinggi pada
masyarakat golongan ekonomi kebawah penyebabnya diduga adalah kekurangan
nutrisi.
Celah bibir sering ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang
mempunyai jumlah anak yang banyak.
e) Penyakit infeksi
f) Radiasi
Efek teratogenik sinar pengion jelas bahwa merupakan salah satu faktor
lingkungan dimana dapat menyebabkan efek genetik yang nantinya bisa
menimbulkan mutasi gen. Mutasi gen adalah faktor herediter.
g) Stress Emosional
Celah bibir bukan hanya menyebabkan gangguan estetika wajah, tetapi juga
dapat menyebabkan kesukaran dalam berbicara, menelan, pendengaran dan
gangguan psikologis penderita beserta orang tuanya. Permasalahan terutama
terletak pada pemberian minum, pengawasan gizi dan infeksi. Salah satu penyebab
trauma adalah kecelakaan atau benturan pada saat hamil minggu kelima. Bila
terdapat gangguan pada waktu pertumbuhan dan perkembangan wajah serta mulut
embrio, akan timbul kelainan bawaan. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-
langit. Kelainan wajah ini terjadi karena ada gangguan pada organogenesis antara
minggu keempat sampai minggu kedelapan masa embrio.
D. Patofisiologi
F. Komplikasi
a. Gangguan bicara
b. Terjadinya atitis media
c. Aspirasi
d. Distress pernafasan
e. Resiko infeksi saluran nafas
f. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
g. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris
sekunder akibat disfungsi tuba eustachius.
h. Masalah gigi
i. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan
jaringan paruh
j. Kesulitan makan
G. Penatalaksanaan
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini
dilakukansetelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan
bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku
dikatakan juga untuk melakukanoperasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (
rules of Ten) yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan
usianya minimal 10 minggu dan kadar leukositminimal 10.000/ui.
1) Perawatan
a. Menyusu ibu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi
dengan bibir sumbing tidak menghambat pengahisapan susu ibu. Ibu dapat
mencoba sedikit menekan payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga
mnggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan memberikannya
kepada bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak
menyusu sampai 6 minggu.
b.Menggunakan alat khusus
2.Pengobatan
b. Respirasi
▬ Kegawatan pernapasan disertai aspirasi
▬ Kemungkinan dispnea
c. Muskuloskeletal
▬ Gagal bertumbuh
d. Gastrointestinal
▬ Kesulitan pemberian makan
e. Psikososial
▬ Gangguan ikatan antara orang tua-bayi
▬ Gangguan citra tubuh
2. DIAGNOSA KEPERWATAN
a. Prabedah
1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
gangguan dalam pemberian makan
2) Risiko infeksi yang berhubungan dengan kelainan
3) Risiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan stres akibat
hospitalisasi
4) Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan pembedahan
b. Post-bedah
1) Ketidakefektifan jalan napas yang berhubungan dengan efek anestesia, edema
pascaoperasi, serta produksi lendir yang berlebihan
2) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
teknik pemberian makan yang baru dan perubahan diet pascaoperasi
3) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan insisi bedah
4) Nyeri yang berhubungan dengan pembedahan
5) Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan di rumah
1. INTERVENSI
Pra-Bedah
No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Dx hasil
1 Setelah diberikan · Tempatkan dot botol di · Meletakkan dot botol
asuhan keperawatan dalam mulut bayi, pada sisi dengan cara ini dapat
selama ...x24 jam berlawanan dari celah, ke menstimulasi tindakan ”
diharapkan berat arah belakang lidah. stripping” bayi (menekan dot
badan seimbang botol melawan lidah dan atap
dengan kriteria hasil : mulut untuk mengeluarkan susu).
· Bayi · Posisikan bayi tegak atau · Posisi ini mencegah
mempertahankan semi-Fowler, namun tetap tersedak dan regurgitasi per
status nutrisi yang rileks selama pemberian nasal.
ditandai oleh kenaikan makan.
berat badan bulanan · Serdawakan bayi setelah
(1/2 hingga 1 kg) setiap pemberian 15 hingga · Bayi perlu disendawakan
30 ml susu, tetapi jangan dengan frekuansi yang sering
pindahkan dot botol terlalu karena kelainan tersebut dapat
sering selama pemberian menyebabkan menelan udara
makan. lebih banyak sehingga
menimbulkan rasa tidak nyaman.
Melepas dot botol terlalu sering
dapat melelahkan, atau membuat
bayi frustasi sehingga
menyebabkan pemberian makan
tidak komplet.
· Coba untuk memberi · Pemberian makan yang
makan selama kira-kira 45 lebih lama dapat melelahkan bayi
menit atau kurang untuk sehingga dapat menyebabkan
setiap kali makan. pencapaian berat badan yang
sangat kurang.
· Posisi tegak mengurangi
· Apabila bayi tidak risiko aspirasi; menggunakan
makan tanpa tersedak atau sebuah spuit dan slang karet
teraspirasi, letakkan dalam lunak yang mampu menampung
posisi tegak, dan beri makan cairan di bagian belakang mulut
dengan menggunakan spuit bayi dapat mengurangi aspirasi
serta slang karet lunak. melalui celah.
Post-bedah
NO Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Dx Hasil
1 Setelah diberikan · Kaji status · Tanda distres
asuhan keperawatan pernapasan bayi atau pernapasan ini dapat
selama ...x24 jam anak setiap 4 jam untuk mengindikasikan
diharapkan jalan mendeteksi suara napas pneumonia, yang
nafas efektif dengan yang abnormal, sianosis, membutuhkan terapi
kriteria hasil : retraksi, mendengkur, antibiotik.
· Bayi atau anak atau pernapasan cuping
tetap bebas dari hidung.
komplikasi · Atur ulang posisi bayi · Pengaturan-
pernapasan yang atau anak setiap 2 jam. kembali posisi dapat
ditandai oleh Setelah pembedahan meningkatkan drainase
memepertahankan celah bibir, bayi atau sekresi paru.
pernapasan lancar, anak dapat diletakkan
serta frekuensi dengan baik di ayunan
teratur bayi atau dalam posisi
terlentang atau miring
dengan kepala
ditinggikan. · Udara yang
· Tempatkan bayi atau sejuk dan yang
anak dalam tenda lembap, dilembapkan
sesuai program. membantu mencairkan
Pertahankan bayi sekresi sehingga dapat
diselimuti dan ganti sprei membantu bayi atau
dengan teratur. anak bernapas dengan
lebih mudah. Menutupi
tubuh dengan selimut
dapat mencegah anak
dari menggigil.
· Posisi tegak
mengurangi risiko
tersedak dan aspirasi.
· Pertahankan bayi atau
anak dalam posisi tegak
selama pemberian makan.
· Pasang restrain
lengan, sesuai program. · Restrain lengan
Evaluasi sirkulasi dan mencegah bayi atau
latihan pergerakan sendi anak menggaruk alur
(ROM) setiap 2 jam. jahitan atau meletakkan
objek dalam mulutnya
sampai insisi memulih.
Evaluasi memastikan
sirkulasi yang adekuat,
dan latihan ROM
mencegah kekakuan
dan kontraktur otot.
· Duduk di tempat
· Setelah pembedahan duduk bayi atau
celah bibir, posisikan berbaring miring atau
bayi atau anak dengan telentang setelah
baik, berbaring miring pembedahan celah
atau telentang-bukan bibir, mencegah anak
posisi telungkup- menggesekkan
pertahankan kepala bibirnya pada linen
tempat tidur ditinggikan. tempat tidur,
mengurangi risiko
ruptur.
· Menangis
· Antisipasi perlunya menyebabkan tegangan
anak mengurangi pada alur jahitan, yang
menangis. dapat menyebabkan
ruptur.
Doenges, E., Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta.
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.
Noer Sjaifullah H. M, 1999, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba
Medika.
Wilkinson, J.M, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC. EGC: Jakarta.