PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Hidung
Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung
dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan
jaringan ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang
yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum). Rongga
hidung mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring (filter)
kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung
terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan
lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran
pernapasan. Kita dapat mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat
reseptor. Reseptor bau terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung
dari saraf kranial I (Nervous Olfactorius).
2
Gambar 2. Rongga Hidung
3
rongga hidung, dan pelembaban dilakukan oleh konka, yaitu suatu area
penonjolan tulang yang dilapisi oleh mukosa.
b. Epithellium olfactory pada bagian meial rongga hidung memiliki fungsi
dalam penerimaan sensasi bau.
c. Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukkan suara-suara fenotik
dimana ia berfungsi sebagai ruang resonansi.
b. Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala.
Dinamakan sesuai dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus
ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxillaris. Sinus berfungsi untuk:
1. Membantu menghangatkan dan humidifikasi
2. Meringankan berat tulang tengkorak
3. Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.
c. Faring
Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang
menghubungkan nasal dan rongga mulut kepada larynx pada dasar tengkorak.
Faring meluas dari dasar cranium sampai tepi bawah cartilago cricoidea di
sebelah anterior dan sampai tepi bawah vertebra cervicalis VI di sebelah
posterior. Dinding faring terutama dibentuk oleh dua lapis otot-otot faring.
Lapisan otot sirkular di sebelah luar terdiri dari tiga otot konstriktor. Lapisan
4
otot internal yang terutama teratur longitudinal, terdiri dari muskulus
palatopharyngeus, musculus stylopharingeus, dan musculus
salphingopharingeus. Otot-otot ini mengangkat faring dan laring sewaktu
menelan dan berbicara.
Fungsi Faring
Bagian Faring Fungsi Faring
Nasofaring Terdapat saluran penghubung antara nasofaring
dengan telinga bagian tengah, yaitu Tuba Eustachius
dan Tuba Auditory
Terdapat Phariyngeal tonsil (adenoids), terletak pada
bagian posterior nasofaring, merupakan bagian dari
jaringan Lymphatic pada permukaan posterior lidah
Mempunyai fungsi respiratorik.
Orofaring Merupakan bagian tengah faring antara palatum lunak
dan tulang hyoid. Refleks menelan berawal dari
orofaring menimbulkan dua perubahan, makanan
terdorong masuk ke saluran pencernaan (oesephagus)
dan secara simultan katup menutup laring untuk
mencegah makanan masuk ke dalam saluran
pernapasan
Mempunyai fungsi pencernaan makanan
Laringofaring Merupakan posisi terendah dari faring. Pada bagian
bawahnya, sistem respirasi menjadi terpisah dari
sistem digestil. Makanan masuk ke bagian belakang,
oesephagus dan udara masuk ke arah depan masuk ke
laring.
5
Ketiga muskulus konstriktor faring dipersyarafi oleh plexus pharyngealis
(nervus glossopharyngeus) yang terletak pada dinding lateral faring, terutama
pada muskulus konstriktor faringealis medius. Susunan secara bertumpang
tindih muskulus konstriktor menyisakan empat celah pada otot-otot tersebut
untuk struktur yang memasuki faring.
d. Laring
Laring sering disebut dengan ‘voice box’ dibentuk oleh struktur epiteliumlined
yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trakhea (di bawah). Laring
terletak di anterior tulang belakang (vertebrae) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari
esofagus berada di posterior laring. Fungsi utama laring adalah untuk
pembentukan suara, sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan
untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk.
Gambar 4. Laring
Pembagian Laring
Bagian Laring Deskripsi
Epiglotis Daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring
selama menelan
Glotis Ostium antara pita suara dalam laring
Kartilago Thyroid Kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini
membentuk jakun (Adam’s Apple)
6
Kartilago Krikoid Satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring
(terletak di bawah kartilago thyroid)
Kartilago Aritenoid Digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago thyroid
Pita suara Ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan
bunyi suara; pita suara melekat pada lumen laring.
7
Etiologi Penyakit
Kelainan Kongenital 1. atresia koana
2. stenosis supraglotis,glottis dan infraglotis
3. kista duktus tireoglosus
4. kista bronkiegen yang besar
5. laringokel yang besar
Radang 1. laringotrakeitis
2. epiglotitis
3. hipertrofi adenotonsiler
4. angina Ludwig
5. abses parafaring atau retrofaring
Trauma 1. ingesti kaustik
2. patah tulang wajah atau mandibular
3. cedera laringotrakeal
4. intubasi lama: udem/stenosis
5. dislokasi krikoaritenoid
6. paralysis n. laringeus rekurens bilateral
Tumor 1. Hemangioma
2. higroma kistik
3. papiloma laring rekuren
4. limfoma
5. tumor ganas tiroid
6. karsinoma sel skuamosa laring, faring atau
oesofagus
Lain-lain 1. benda asing
2. edema angioneurotik
a. Kelainan Kongenital
i. Atresia Koana
Koane dapat menyumbat total atau sebagian, di satu atau dua sisi, akibat
kegagalan absorpsi membran bukofaringeal. Obstruksi mungkin berupa
membran atau tulang. Gejalanya ialah kesulitan bernapas dan keluar sekret
hidung terus menerus. Diagnosis mudah dibuat dengan timbulnya sianosis
8
pada waktu diam yang menghilang pada waktu menangis, dan melihat
sumbatan di belakang rongga hidung.
9
Gambar 6. Stenosis Subglotik
b. Radang
i. Angina Ludwig
Angina Ludwig ialah selulitis di dasar mulut dan leher akut yang invasif,
menyebabkan udem hebat di leher bagian atas yang dapat menyumbat jalan
napas. Kuman penyebab biasanya streptokokus atau stafilokokus. Infeksi
biasanya berasal dari lesi di mulut seperti abses alveolar gigi atau infeksi
sekunder pada karsinoma dasar mulut. Kelainan ini cepat meluas melalui
ruang fasia tertutup dan dapat menyebabkan udem glotis yang dapat
mengancam jiwa karena obstruksi jalan napas. Karena radang dasar mulut
ini lidah terdorong ke palatum dan ke dorsal, ke arah dinding dorsal faring
sehingga menutup jalan napas.
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan dibantu dengan pemeriksaan
biakan dan uji kepekaan kuman dari nanah.
Bila dapat dibuat diagnosis dini maka pemberian antibiotik kadang-kadang
memberikan hasil yang memuaskan. Bila pembengkakan leher dan dasar
mulut tidak segera berkurang maka dilakukan dekompresi terhadap ruang
10
fasia yang tertutup di dasar mulut dan leher, selanjutnya dipasang pipa
penyalir.
c. Trauma
i. Menelan Bahan Kaustik
Larutan asam kuat seperti asam sulfat, nitrat dan hidroklorid atau basa kuat
seperti soda kaustik, potassium kaustik dan amonium bila tertelan dapat
mengakibatkan terbakarnya mukosa saluran cerna. Pada penderita yang
tidak sengaja minum bahan tersebut, kemungkinan besar luka bakar hanya
pada mulut dan faring, karena bahan tersebut tidak ditelan dan hanya sedikit
saja masuk ke dalam lambung. Pada mereka yang mencoba bunuh diri akan
terjadi luka bakar yang luas pada esofagus bagian tengah dan distal karena
11
larutan tersebut berada agak lama sebelum memasuki kardiak lambung.
Diagnostik berdasarkan riwayat menelan zat kaustik dan adanya luka bakar
di sekitar dan dalam mulut.
12
Gambar 7. Hemangioma
Gejalanya ialah terdapat hemoptisis dan bila tumor itu besar, terdapat juga
sumbatan laring. Terapinya ialah dengan bedah laser, kortikosteroid atau
dengan obat-obat skleroting.
13
Gambar 8. Papiloma Laring
14
Gejala lain berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk,
hemoptisis dan penurunan berat badan. Nyeri tekan laring adalah gejala
lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang
kartilago tiroid dan perikondrium.
e. Benda Asing
i. Benda Asing di Hidung
Benda asing di hidung sering terjadi pada anak, dan pada anak sering luput
dari perhatian, gejala yang sering ditimbul yaitu hidung tersumbat, rinore
unilateral dengan cairan kental dan berbau, kadang – kadang demam, nyeri,
epitaksisi dan bersin. Hasil pemeriksaan tampak edem dengan inflamasi
mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi ulserasi.
15
Cara mengeluarkan benda asing dari dalam hidung ialah dengan memakai
pengait (haak) yang dimasukkan ke dalam hidung bagian atas, menyusuri
atap kavum nasi sampai menyentuh nasofaring. Setelah itu pengeit
diturunkan sedikit dan ditarik ke depan, dengan cara ini menda asing ikut
terbawa keluar. Dapat pula menggunakan cunam Nortman atau “wire
loop”. Pemberian antibiotik sistemik selama 5 – 7 hari hanya jika kasus
benda asing hidung yang telah menimbulkan infeksi.
16
Gambar 10. Laringoskopi Direk
17
dengan posisi Trendelenburg, kepala lebih rendah dari badan, supaya benda
asing tidak turun ke trakea.
f. Edema Angioneurotik
Udem angiopneurotik mukosa laring adalah salah satu penyebab obstruksi
laring yang disebabkan oleh alergi. Gejala berupa suara parau yang progresif
setelah kontak dengan menghirup atau menelan alergen tanpa tanda infeksi.
Kadang diperlukan trakeotomi untuk menyelamatkan jiwa.
18
Stadium IV :
Retraksi bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak sangat ketakutan dan
sianosis, jika keadaan ini berlangsung terus maka penderita akan kehabisan
tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pada keadaan ini
penderita tampaknya tenang dan tertidur, akhirnya penderita meninggal karena
asfiksia.
19
Teknik intubasi endotrakeal
Intubasi endotrakeal merupakan tindakan penyelamat (life saving
procedure) yang dapat dilakukan tanpa atau dengan analgetika topikal
dengan xylocain 10%. Posisi pasien tidur terlentang, leher sedikit fleksi dan
kepala ekstensi. Laringoskop dengan spatel bengkok dipegang dengan
tangan kiri, dimasukan melalui mulut sebelah kanan, sehingga lidah
terdorong kekiri. Spatel diarahkan menelusuri pangkal lidah ke valekula,
lalu laringoskop diangkat keatas, sehingga pita suara dapat terlihat, dengan
tangan kanan pipa endotrakea dimasukan melalui mulut terus melalui celah
antara kedua pita suara kedalam trakea.
Pipa endotrakea dapat juga dimasukan melalui salah satu lubang hidung
sampai rongga mulut dan dengan cunan magili ujung pipa endotrakea
dimasukan kedalam celah antara kedua pita suara sampai ke trakea.
Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik.
Apabila menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka pasien yang
tidur terlentang itu, pundaknya harus diganjang dengan bantal pasir
sehingga kepala mudah diekstensikan maksimal.
Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan
dimasukan mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat
horizontal ke atas bersama-sama sehingga laring jelas terlihat.
Pipa endotrakea dipegang dengan tangan kanan dan dimasukan melalui
celah pita suara sampai ditrakea. Kemudian balon diisi udara dan pipa
endotrakea di fiksasi dengan plester. Memasukan pipa endotrakea harus
hati-hati karena dapat menyebabkan trauma pita suara, laserasi pita suara
timbul granuloma dan stenosis laring atau trakea.
II.4.2 Krikotirodotomi
Krikotiroidotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan
gawat napas. Dengan cara membelah membrane krikotiroid untuk dipasang
kanul. Membrane ini terletak dekat kulit, tidak terlalu kaya darah sehingga
lebih mudah dicapai. Tindakan ini harus dikerjakan cepat walaupun
persiapannya darurat.
20
Klasifikasi
Krikotiroidotomi dibagi menjadi 2 macam yaitu needle cricothyroidotomy
dan surgical cricothyroidotomy.
a. Needle cricothyroidotomy
Pada needle cricothyroidotomy, sebuah semprit dengan jarum
digunakan untuk melubangi melewati membran krikoid yang berada
sepanjang trakea. Setelah jarum menjangkau trakea, kateter
dilepaskan dari jarumnya dan dimasukkan ke tenggorokan dan
dilekatkan pada sebuah kantung berkatup.
Teknik Krikotirodotomi
Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasio atlanto
oksipitalis.Puncak tulang rawan tiroid (Adam’s apple) mudah diidentifikasi
difiksasi dengan jari tangan kiri.Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan
tiroid diraba ke bawah sampai ditemukan kartilago krikoid.Membrane
krikotiroid terdapat diantara kedua tulang rawan ini.Daerah ini diinfiltrasi
dengan anestetikum kemudian dibuat sayatan horizontal pada kulit.Jaringan
dibawah sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah.Setelah tepi bawah
kartilago tiroid terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah.Kemudian,
21
masukkan kanul bila tersedia.Jika tidak, dapat dipakai pipa plastic untuk
sementara.
Krikotirodotomi merupakan kontraindikasi pada anak dibawah 12 tahun,
demikian juga pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat
laryngitis. Stenosis subglotik akan timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama
karena kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi jaringan-jaringan disekitar
subglotis, sehingga terbentuk jaringan granulasi dan sebaiknya segera diganti
dengan trakeostomi dalam waktu 48 jam.
Kontraindikasi
Kontraindikasi absolut:
Tidak ada kontraindikasi absolute untuk dilakukan krikotiroidotomi
Kontraindikasi relatif :
- Transeksi trakea dengan retraksi trakea ke mediastinum
- Fraktur laring atau trauma pada kartilago krikoid
- Tumor laring
- Anak usia < 8 tahun karena anatomi kecil dan jaringannya sangat lembut
- Gangguan perdarahan
- Edema leher yang massif
- Inflamasi laring yang berat (laringotrakeitis, difteri, inflamasi kimia,
TB).
22
Komplikasi
- Gagal napas
- Perdarahan lokal dan hematoma
- Emfisema subkutis
- Infeksi
- Trauma pita suara
- Trauma laring
- Trauma kelenjar tiroid
II.4.3 Trakeostomi
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan/anterior
trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru
dan memintas jalan nafas bagian atas. Menurut letak stoma, trakeostomi
dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah
cincin trakea ketiga. Sedangkan menurut waktu dilakukan tindakan maka
trakeostomi dibagi dalam:
1. Trakeostomi darurat (dalam waktu yang segera dan persiapan sarana sangat
kurang)
2. Trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan
secara baik.
23
Indikasi trakeostomi
Indikasi trakeostomi termasuk sumbatan mekanis pada jalan nafas dan
gangguan non obstruksi yang mengubah ventilasi dan pasien dengan
critical illness yang memerlukan intubasi cukup lama (7-21 hari).
Gangguan yang mengindikasikan perlunya trakeostomi;
1. Mengatasi obstruksi laring yang menghambat jalan nafas.
2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) disaluran nafas atas seperti
daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma
maka seluruh oksigen yang masuk kedalam paru, tidak ada yang
tertinggal diruang rugi itu. Hal ini berguna pada pasien dengan
kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.
3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak
dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien
dalam keadaan koma.
4. Untuk memasang alat bantu nafas (respirator)
5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai
fasilitas untuk bronkoskopi.
6. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig),
epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul
melalui mekanisme serupa
24
keadaan seperti ini dapat dianjurkan untuk SST.Pembuluh darah yang
tampak di bawah kulit, inflamasi, dan/ atau ruam pada lokasi operasi juga
merupakan kontra indikasi PDT.
Kesulitan untuk mengoptimalkan regangan leher pasien akibat trauma
servical atau arthritis, adanya leher yang pendek atau akibat kifosis yang
berat adalah kontra indikasi PDT.PDT harus ditunda jika hemodinamik
pasien tidak stabil.Untuk melakukan PDT pada pasien yang telah diketahui
mengalami gangguan jalan nafas bergantung pada opini dan pengalaman
operator.
Pendarahan diathesis yang tidak teratasi merupakan risiko mutlak yang
dapat menimbulkan pendarahan yang tidak dapat dikontrol selama
prosedur.
25
Keuntungan trakeostomi:
- Dapat dipakai dalam waktu lama.
- Trauma saluran napas tidak ada.
- Penderita masih dapat berbicara sehingga kelumpuhan otot laring dapat
dihindari.
- Penderita merasa enak dan perawatan lebih mudah
- Penderita dapat makan seperti biasa.
- Menghindari aspirasi, menghisap sekret bronkus.
- Jalan napas lancar, meringankan kerja paru.
Kerugian trakeostomi:
- Tindakan lama.
- Cacat dengan adanya jaringan sikatrik.
Teknik Trakeostomi:
1. Penderita tidur telentang dengan kaki lebih rendah 30˚ untuk
menurunkan tekanan vena di daerah leher. Punggung diberi ganjalan
sehingga terjadi ekstensi. Leher harus lurus, tidak boleh laterofleksi atau
rotasi.
2. Dilakukan desinfektan daerah operasi dengan betadin atau alkohol.
26
3. Anestesi lokal subkutan, prokain 2% atau silokain dicampur dengan
epinefrin atau adrenalin 1/100.000. Anestesi lokal atau infiltrasi ini tetap
diberikan meskipun trakeostomi dilakukan secara anestesi umum
4. Dilakukan insisi.
- Insisi vertikal: dimulai dari batas bawah krikoid sampai fossa
suprasternum, insisi ini lebih mudah dan alir sekret lebih mudah
- Insisi horizontal: dilakukan setinggi pertengahan krikoid dan fossa
sternum, membentang antara kedua tepi depan dan medial
m.sternokleidomastoid, panjang irisan 4-5 cm.
5. Irisan mulai dari kulit, subkutis, platisma sampai fasia colli superfisial
secara tumpul. Bila tampak ismus, maka ismus disisikan ke atas atau ke
bawah. Bila mengalami kesukaran dan tidak memungkinkan, potong
saja.
6. Bila sudah tampak trakea maka difiksasi dengan kain tajam. Kemudian
suntikkan anestesi lokal kedalam trakea sehingga tidak timbul batuk
pada waktu memasang kanul.
7. Stoma dibuat pada cincin trakea 2-3 bagian depan, setelah dipastikan
trakea yaitu dengan menusukkan jarum suntik dan letakkan benang
kapas tersebut. Kemudian kanul dimasukkan dengan bantuan dilator.
8. Kanul difksasi dengan pita melingkar leher, jahitan kulit sebaiknya
jahitan longgar agar udara ekspirasi tidak masuk ke jaringan dibawah
kulit.
27
Bila kanul harus dipasang dalam jangka waktu lama, maka kanul harus
dibersihkan dua minggu sekali. Kain basah di bawah kanul harus diganti
untuk menghindari timbulnya dermatitis. Gunakan kompres hangat untuk
mengurangi rasa nyeri pada daerah insisi.
28
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Obstruksi saluran napas atas adalah sumbatan pada saluran napas atas
(laring) yang disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor dan
kelumpuhan nervus rekuren bilateral sehingga ventilasi pada saluran pernapasan
terganggu.
Obstruksi saluran napas atas dapat disebabkan oleh radang akut dan radang
kronis, benda asing, trauma akibat kecelakaan, perkelahian, percobaan bunuh diri
dengan senjata tajam dan trauma akibat tindakan medik yang dilakukan dengan
gerakan tangan yang kasar, tumor pada laring baik berupa tumor jinak maupun
tumor ganas, serta kelumpuhan nervus rekuren bilateral.
Penanggulangan pada obstruksi saluran napas atas diusahakan supaya jalan
napas lancar kembali. Tindakan konservatif berupa pemberian antiinflamasi,
antialergi, antibiotika serta pemberian oksigen intermitten, yang dilakukan pada
sumbatan laring stadium I yang disebabkan oleh peradangan. Tindakan operatif
atau resusitasi dengan memasukkan pipa endotrakeal melalui mulut (intubasi
orotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea), membuat trakeostoma yang
dilakukan pada sumbatan laring stadium II dan III, atau melakukan krikotirotomi
yang dilakukan pada sumbatan laring stadium IV.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Seeley, Stephens, Tate. Anatomy and Physiology, sixth edition. The McGraw – Hill. New
York. 2004; 228-240
2. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B. Saunders Company.
2006 ; 384-392
3. Lucky O, Oparaodu U. Upper Airway Obstruction in a Resource Poor Country: An
Etiological Profile and Management Outcome. Global Journal of Otalaryngology. 2017.
Diunduh pada tanggal 22 Agustus 2017 di https://juniperpublishers.com/gjo/pdf/
4. Soepardi EA, Iskandar N. Editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok.
Edisi 5. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2005; 55-62
5. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Editor. Kepala dan Leher dalam: Buku ajar ilmu bedah.
Edisi revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997 ; 276-284
6. Perkasa, Fadjar. Penanganan Meningosil dan Atresia Koana Bilateral. 2013. Diunduh pada
tanggal 19 Agustus 2017 di http://www.orli.or.id/index.php
7. Adams GL, Boies LR, Jr. Highler PA. Boies Buku Ajar THT. Edisi 6. Effendi H. Santoso
RAK. Editor. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005; 122-128
8. Snow, J. B. Ballenger, J. J. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 16th
ed. USA: BC Decker. 2003; 87-91
9. Hermani B, Abdurrachman. Penanggulangan Sumbatan Laring. Dalam: S.A.Efiaty,
I.Nurbaiti, B.Jenny, R.D.Ratna (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Edisi VI. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:
2015 : 243 - 253.
30