Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

UNIT DAN OPERASI PROSES I


KONDUKSI

Disusun Oleh:

Kelompok 5 Rabu

Atan Tuahta 1206226341

Muhammad Fatah Karyadi 1206263370

Paramita Dona Fitria 1206263383

Syafarudin 1306482035

Asisten Laboratorium : Achmad Fathony

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2014


Kelompok 5R Konduksi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 3


1.1 Tujuan Percobaan ..................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 4
2.1 Pengertian Konduksi ................................................................................................ 4
2.2 Hukum Fourier ......................................................................................................... 5
2.3 Konduktivitas Termal ............................................................................................... 6
2.4 Konduksi Tunak ....................................................................................................... 8
2.5 Konduksi Tak Tunak ................................................................................................ 10
2.6 Tahanan Kontak Termal ........................................................................................... 11

2.7 Koefisien Perpidahan Kalor Menyeluruh ................................................................. 12

BAB III PERCOBAAN ..................................................................................................... 15


3.1 Prosedur Percobaan .................................................................................................. 15
3.2 Hasil Pengamatan ..................................................................................................... 15
3.2.1 Percobaan 1 ...................................................................................................... 15
3.2.2 Percobaan 2 ...................................................................................................... 16

BAB IV PENGOLAHAN DATA ..................................................................................... 17


4.1 Percobaan 1 .............................................................................................................. 17
4.2 Percobaan 2 .............................................................................................................. 21

BAB V ANALISIS ............................................................................................................. 26


5.1 Analisis Percobaan ................................................................................................... 26
5.1.1 Percobaan 1 ...................................................................................................... 26
5.1.2 Percobaan 2 ...................................................................................................... 28
5.2 Analisis Hasil ............................................................................................................ 31
5.2.1 Percobaan 1 ....................................................................................................... 31
5.2.2 Percobaan 2 ....................................................................................................... 34
5.3 Analisis Kesalahan ................................................................................................... 35
2
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 38

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan

 Menghitung koefisien perpindahan panas logam dan pengaruh suhu terhadap k, dengan
menganalisa mekanisme perpindahan panas konduksi steady dan un-steady.

 Menghitung koefisien kontak

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Konduksi


Konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana panas mengalir dari tempat yang
suhunya tinggi ke tempat yang suhunya lebih rendah, tetapi medianya tetap. Perpindahan
kalor secara konduksi tidak hanya terjadi pada padatan saja tetapi bisa juga terjadi pada cairan
ataupun gas, hanya saja konduktivitas terbesar pada padatan.
Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan
pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat
meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Konduksi terjadi
melalui getaran dan gerakan elektron bebas. Berdasarkan perubahan suhu menurut waktu,
konduksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu konduksi tunak dan konduksi tidak tunak.
Pada zat padat, energi kalor tersebut dipindahkan hanya akibat adanya vibrasi dari
atom-atom zat padat yang saling berdekatan. Hal ini disebabkan karena zat padat merupakan
zat dengan gaya intermolekular yang sangat kuat, sehingga atom-atomnya tidak dapat bebas
bergerak, oleh sebab itu perpindahan kalor hanya dapt terjadi melalui proses vibrasi.
Sedangkan proses konduksi pada fluida disebabkan karena pengaruh secara langsung karena
atom-atomnya dapat lebih bebas bergerak dibandingkan dengan zat padat.
Konduksi merupakan suatu proses perpindahan kalor secara spontan tanpa disertai
perpindahan partikel media karena adanya perbedaan suhu, yaitu dari suhu yang tinggi ke
suhu yang rendah.
Konduksi atau hantaran kalor pada banyak materi dapat digambarkan sebagai hasil
tumbukan molekul-molekul. Sementara satu ujung benda dipanaskan, molekul-molekul di
tempat itu bergerak lebih cepat. Sementara itu, tumbukan dengan molekul-molekul yang
langsung berdekatan lebih lambat, mereka mentransfer sebagian energi ke molekul-molekul
lain, yang lajunya kemudian bertambah. Molekul-molekul ini kemudian juga mentransfer
sebagian energi mereka dengan molekul-molekul lain sepanjang benda tersebut. Dengan
demikian, energi gerak termal ditransfer oleh tumbukan molekul sepanjang benda. Hal inilah
yang mengakibatkan terjadinya konduksi.
4
Konduksi atau hantaran kalor hanya terjadi bila ada perbedaan suhu. Berdasarkan
eksperimen, menunjukkan bahwa kecepatan hantaran kalor melalui benda yang sebanding
dengan perbedaan suhu antara ujung-ujungnya.Kecepatan hantaran kalor juga bergantung

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

pada ukuran dan bentuk benda. Untuk mengetahui secara kuantitatif, perhatikan hantaran
kalor melalui sebuah benda uniform tampak seperti pada gambar berikut.
Konduksi dapat dibagi menjadi dua berdasarkan berubah atau tidaknya suhu terhadap

Gambar 1. Mekanisme konduksi


(sumber: faculty.petra.ac.id/herisw/Fisika1/13-kalor.doc)

waktu, yaitu konduksi tunak (steady) dan konduksi tak tunak (unsteady). Konduksi tunak
dapat dijelaskan sebagai konduksi ketika suhu yang dihantarkan tidak berubah atau distribusi
suhu konstan terhadap waktu. Sebaliknya, konduksi tak tunak jika suhu berubah terhadap
waktu.
Perpindahan kalor secara konduksi dibedakan menjadi dua, yaitu konduksi tunak dan
konduksi tak-tunak. Aplikasi dari konduksi tunak ini ialah pada proses insulasi. Zaman ini,
sistem insulasi digunakan pada banyak kasus. Salah satu penerapan sistem insulasi yang
dikenal ialah sistem insulasi perpipaan. Fluida yang dialirkan dalam pipa memiliki kondisi
yang perlu dipertahankan sehingga membutuhkan sistem insulasi yang baik. contoh lain ialah
sistem insulasi pada oven dan kulkas. Oleh karena, hal tersebut diatas maka perlu dipelajari
dengan baik sistem perpipaan, diantaranya ialah tebal kritis insulasi, tahanan kalor tergabung,
dan konduktivitas termal.
Perpindahan kalor konduksi tak-tunak memiliki perbedaan dengan konduksi tunak
dimana pada konduksi tak-tunak terjadi perubahan pada energi internal.contoh dari konduksi
tak-tunak ialah proses pemanasan dan pendinginan makanan. Pada proses ini terjadi aliran
kalor yang tidak langsung setimbang secara termal. Aplikasi dari hukum fourier ini
membahas aliran kapasitas kalor tergabung, aliran kalor transien pada benda semi-infinite,
batasan-batasan konveksi, dan angka biot, angka fourier, serta bagan heisler.

2.2. Hukum Fourier

5
Besar fluks kalor yang berpindah berbanding lurus dengan gradien temperatur pada
benda tersebut. Secara matematis dinyatakan sebagai berikut:

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

q T
 (2.1)
A x
Dengan memasukkan konstanta kesetaraan yang disebut konduktivitas termal,
didapatkan persamaan yang disebut Hukum Fourier tentang Konduksi Kalor.
Hukum Fourier merupakan hukum dari konduksi panas yang menyatakan bahwa
kecepatan perpindahan kalor melalui sebuah material sebanding dengan gradien negatif suhu
ke area sudut kanannya. Hukum tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:

q kA T (2.2)
x

Di mana:
q = energi panas atau laju perpindahan kalor konduksi (W)
A = luas cross section (m2)
k = konduktivitas material (Wm-1K-1) (konstanta proporsionalitas)
= gradien temperatur ke arah normal terhadap luas A

T = suhu (K)
x = jarak (m)

2.3. Konduktivitas Termal

Konduktivitas termal (k) merupakan suatu konstanta yang dipengaruhi oleh suhu yang
nilainya akan bertambah jika suhu meningkat. Selain memiliki karakteristik yang dipengaruhi
oleh suhu, nilai k juga merupakan suatu besaran yang dapat mengidentifikasi sifat penghantar
suatu benda. Bahan yang memiliki konduktivitas termal yang besar biasanya dikategorikan
sebagai penghantar panas yang baik, dan sebaliknya. Umumnya, nilai k logam lebih besar
daripada nonlogam, dan k pada gas sangat kecil. Unit konduktivitas termal biasanya
dinyatakan dalam Watt/moC atau BTU/jam.ft.oF. Nilai konduktivitas termal dapat diperoleh
dari persamaan umum konduksi, yaitu

H  Q  k.A. T  k  Q . x (2.3)
t x A.t T
6

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

dimana ΔT adalah perbedaan suhu dan x adalah ketebalan permukaan media yang
memisahkan dua suhu Bila perubahan konduktivitas termal (k) merupakan fungsi liner
terhadap perubahan suhu, maka hubungan tersebut dapat dituliskan sebagai,

k  k0 1  T  (2.4)

Pada zat padat, energi kalor dihantarkan dengan cara getaran kisi bahan. Selain itu,
menurut hukum Wiedemann-Franz, konduktivitas termal zat padat mengikuti konduktivitas
elektrik, dimana pergerakan elektron bebas yang terdapat pada kisi tidak hanya menghasilkan
arus elektrik tapi juga energi panas. Hal ini adalah salah satu penyebab tingginya nilai
konduktivitas termal beberapa jenis zat padat, terutama logam.

Untuk kebanyakan gas pada tekanan sedang konduktivitas termal merupakan fungsi
suhu. Pada gas ringan, seperti hidrogen dan helium memiliki konduktivitas termal yang
tinggi. Gas padat seperti xenon memiliki konduktivitas kecil, sedangkan sulfur hexafluorida,
yang berupa gas padat, memiliki konduktivitas termal yang tinggi berdasar tingginya
kapasitas panas gas ini.

Konduksi energi kalor dalam zat cair, secara kualitatif, tidak berbeda dari gas. Namun,
karena molekul-molekulnya lebih berdekatan satu sama lain, medan gaya molekul (molecule
force field) lebih besar pengaruhnya pada pertukaran energi dalam proses tubrukan molekul.
Tabel 1. Konduktivitas Berbagai Jenis Zat
(sumber: ittelkom.ac.id)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

2.4. Konduksi Tunak

Pada konduksi tunak, terjadi perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi ke bagian
bersuhu rendah, dimana suhu tidak berubah terhadap fungsi waktu. Berdasarkan arah
pergerakan laju perpindahan kalor, konduksi tunak dibagi atas konduksi tunak dimensi satu
dan konduksi tunak dimensi rangkap.

2.4.1. Konduksi Tunak Satu Dimensi

 Sistem Tanpa Sumber Kalor


Pada aliran kalor satu dimensi dalam keadaan tunak, dimana tidak terdapat
pembangkitan kalor, persamaan umum yang berlaku adalah

(2.5)

Dalam koordinat silindris persamaan ini menjadi

(2.6)

Dengan mengaplikasikan persamaan Fourier, pada dinding datar berlaku persamaan


q 
k0 A
 T2  T1   T2 2  T1 2  (2.7)
x  2 

Jika dalam sistem teradapat lebih dari satu macam bahan (komposit), aliran kalor dapat
ditulis

T1  T4
q  x A xB xC (2.8)
 
k A A k B A kC A

Untuk geometri lainnya, penurunan persamaannya dapat dilihat pada tabel 1 di bagian
lampiran.

 Sistem dengan Sumber Kalor


8
Pada beberapa proses perpindahan kalor, misalnya pada reaktor nuklir, konduktor
listrik, maupun sistem reaksi kimia, terdapat situasi di mana kalor dibangkitkan dari

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

dalam. Untuk sistem tunak yang disertai adanya kalor yang dibangkitkan, maka
digunakan persamaan umum,

(2.9)

Pada dinding datar dengan sumber kalor berlaku persamaan

2
T  qL  T (2.10)
0 w
2k

Untuk geometri lainnya, persamaan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1 lampiran.

2.4.2. Konduksi Tunak Dua Dimensi

Perpindahan kalor konduksi keadaan tunak dua dimensi, kalor mengalir dalam arah
kordinat ruang x dan y yang tidak saling bergantungan satu sama lain. Untuk keadaan
tunak berlaku persamaan Laplace

2T 2T
 0
x 2 y 2 (2.11)

Dengan menganggap konduktivitas termal tetap. Persamaan ini dapat diselesaikan


dengan metode analitik, numerik atau grafik. Penyelesaian persamaan di atas akan
memberikan suhu dalam benda dua dimensi sebagai fungsi dari dua kordinat ruang x
dan y. aliran kalor pada arah x dan y dapat dihitung dari persamaan Fourier:

q kA T
x x x (2.12)

q kA T
y y y (2.13)

Besaran-besaran aliran kalor tersebut masing-masing mempunyai arah x atau y. aliran


kalor total pada setiap titik dalam bahan itu adalah resultan dari qx dan qy di titik itu.
Jadi, vektor aliran kalor total mempunyai arah sedemikian rupa sehingga tegak lurus
9 terhadap garis-garis suhu tetap.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

2.5. Konduksi Tak Tunak


Pada konduksi tak tunak, temperatur merupakan fungsi dari waktu dan jarak. Atau
dengan kata lain, perpindahan kalor konduksi tunak terjadi jika suhu tidak berubah terhadap
waktu dan konduksi tunak terjadi jika suhunya berubah terhadap waktu, sehingga pada
persamaan perpindahan kalor konduksi tak tunak terdapat suku T / t . Persamaan
perpindahan kalor konduksi tak tunak dapat dituliskan secara umum

2T 2T 2T 1 T


  
2T  x2 y2 z 2  t (2.14)
dimana α merupakan difusifitas termal.

Untuk keadaan tidak tunak atau terdapat sumber kalor di dalam benda, maka perlu dibuat
neraca energi.

Energi di muka kiri q kA T


x
x
Energi yang dibangkitkan di dalam unsur qAdx
Perubahan energi dalam  T 
cA dx
 t 
Energi keluar dari muka kanan T   T  T  
q
xdx kA  Ak  k dx
x  xdx  x x  x  

Sehingga persamaan konduksi tak tunak satu dimensi menjadi

 T  T
k   q  c (2.15)
x  x  t

Untuk yang alirannya lebih dari 1 dimensi, kita hanya perlu memperhatikan kalor yang
dihantarkan ke dalam dan keluar satuan volume itu dalam ketiga arah koordinat. Neraca
energi di sini menghasilkan

q q q dE
qx  qy  qz  qgen xdx ydy zdz  dt (2.16)
10

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

2.6. Tahanan Kontak Termal


Suatu daerah di mana analogi resistansi elektrik yang terabaikan tiba-tiba menjadi
begitu berpengaruh adalah pada interfasa dari dua media penghantar. Tidak ada dua
permukaan padatan yang selamanya memberikan kontak termal sempurna ketika keduanya
disambungkan. Adanya faktor kekasaran permukaan, menyebabkan terbentuknya celah udara
yang sempit seperti yang terlihat pada gambar 2.2(a). Konduksi melalui kontak bagian
padatan ke padatan sangat efektif, tetapi konduksi yang melalui celah udara yang memiliki
nilai konduktivitas termal yang kecil sangat tidak menguntungkan, ditambah lagi dengan
kemungkinan terjadinya radiasi termal pada celah tersebut.

Konduktansi interfasial, hc, ditempatkan pada permukaan kontak secara seri dengan
material penghantar pada sisi-sisinya. Koefisien hc ini analog dengan koefisien perpindahan
kalor. Jika T adalah perubahan suhu yang terjadi pada daerah interfasa, maka Q = Ahc T, di
mana pada tahanan kontak Q = T/ Rt, dan Rt = 1/(hcA)

Gambar 4. a) Transfer kalor melalui permukaan kontak antara 2 permukaan padatan, (b) Konduksi
melalui 2 unit daerah dengan tahanan kontak

Pada gambar 4(b), dengan menerapkan neraca energi pada kedua bahan (bahan pertama A,
bahan kedua B) diperoleh
T T
q  k A A T 1T2 A  2A
 k B A T 2 BT3
2B

xA 1 hc A xB (2.17)

T1  T3
q  x k A 1 h A x k A
A A 2 B B (2.18)
11
dengan memberi tanda Ac untuk bidang kontak termal dan Av untuk celah, serta memberi Lg
untuk tebal celah dan kf untuk konduktivitas termal fluida yang mengisi celah. Luas
penampang total batangan adalah A, maka dapat ditulis
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA
Kelompok 5R Konduksi
T T T T T T
q 2A 2B
k A 2A 2B
 2A 2B

Lg 2k A Ac  Lg 2kB A c fv
Lg 1 hc A (2.19)

1  A 2k A k B A 
h   c
 v
k  (2.20)
c  f 

L
 A k A  kB
g A 
Tabel 2 berikut menampilkan sejumlah nilai hc untuk beberapa bahan.

Tabel 2 Beberapa Nilai Konduktansi Interfasial pada Kisaran Tekanan 1-10 atm
sumber: Lienhard, 3rd ed, page 66

Meskipun belum ada teori yang dapat meramalkan konsep tahanan kontak ini secara lengkap,
beberapa hipotesis dapat diambil:

 Tahanan kontak meningkat jika tekanan gas sekitar diturunkan hingga di bawah nilai
terbesar mean free path karena konduktivitas termal efektif akan menurun pada
keadaan ini.

 Tahanan kontak menurun jika tekanan sambungan ditingkatkan karena akan
memperluas deformasi kontak.

2.7. Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh


Panas dapat ditransfer melalui tahanan yang komposit, seperti pada gambar 2.3, di
mana pada satu sisi terdapat fluida panas A dan pada sisi lainnya fluida B yang lebih dingin.
Untuk kasus gabungan seperti ini dapat digunakan koefisien perpindahan kalor menyeluruh,
12 U, yang diformulasikan,

Q  UAT
menyeluruh
(2.21)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

Pada gambar 2.2 perpindahan kalor dinyatakan oleh

q  h AT  T  kA T  T   h AT  T 


1 A 1
x 12 22 B
(2.22)

(a)

(b)

Gambar 5 (a) Perpindahan Kalor


menyeluruh melalui dinding datar,
(b) jaringan tahanan analog (a)

Perpindahan kalor menyeluruh, yang terjadi secara konveksi dan konduksi, dihitung
dengan jalan membagi beda suhu menyeluruh dengan jumlah tahanan termal,

TA  TB
q  1 h A x kA 1 h A
1 2 (2.23)

Sesuai persamaan 2.22, koefisien perpindahan kalor menyeluruh adalah,

1
U 1 h x k 1 h
1 2 (2.24)

Pada silinder bolong (gambar 6) yang terkena lingkungan konveksi di permukaan bagian

13 dalam dan luarnya, luas bidang konveksi tidak sama untuk kedua fluida karena tergantung
diameter dalam tabung dan tebal dinding.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

Gambar 6 Analogi tahanan untuk silinder


bolong dengan kondisi batas konveksi

Perpindahan kalor menyeluruh dinyatakan dengan,

TA  TB
q 1 lnr r 1
 o
 i

hA 2kL hA
i i o o (2.25)

Besaran Ai dan Ao merupakan luas permukaan dalam dan luar tabung dalam. Koefisien
perpindahan kalor menyeluruh dapat didasarkan atas bidang dalam atau luar tabung, sehingga

1
U
i  1  Ai lnro ri   Ai 1
h 2kL A h
i o o (2.26)

1
U
o  Ao 1  Ao lnro ri   1
A h 2kL h
i i o (2.27)

Beberapa nilai koefisien perpindahan kalor menyeluruh diberikan pada tabel 2 (lampiran).
Nilai-nilai yang tertera pada tabel tidak sepenuhnya cocok untuk kondisi-kondisi khusus,
yang perlu diperhatikan adalah

h
 Fluida dengan konduktivitas termal yang rendah biasanya memiliki nilai yang
rendah. Ketika fluida tertentu mengalir ke suatu sisi heat exchanger, nilai U umumnya
menjadi kecil.

 Kondensasi dan pendidihan merupakan proses transfer kalor yang sangat efektif.

h
Keduanya meningkatkan U namun nilai yang begitu kecil tidak bisa
dikesampingkan seperti halnya exchanger.

14 Fakta yang sering terjadi adalah:


 Untuk nilai U yang besar, semua resistansi pada exchanger pasti bernilai kecil.

h
 Konduktor cairan, seperti air dan logam cair, memilki nilai dan U yang tinggi.
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA
Kelompok 5R Konduksi

BAB III

PERCOBAAN

3.1 Prosedur Percobaan

1. Memeriksa jaringan air pendingin masuk dan keluar peralatan konduksi, memeriksa
apakah air pendingin mengalir kedalam alat, dengan membuka kran pengontrol.
2. Mengalirkan air pendingin dengan laju cukup kecil.
3. Menghubungkan kabel ke sumber listrik.
4. Memasang milliVolt meter (memerhatikan kutub + dan -), mengeset mV meter pada
penunjuk mV, DC.
5. Menyalakan saklar utama dan unit 1 / 2 dan 3 / 4.
6. Mengeset heater unit 1 / 2 pada angka 5 ddan unit 3 / 4 pada angka 400.
7. Mengamati suhu tiap node 1 s/d 10 setiap 5 menit untuk unit 2 dan 3.
8. Mengamati suhu air keluar untuk unit 2 dan 3.
9. Menghentikan pengamatan apabila node 10 telah tidak berubah suhunya pada 3 kali
pengamatan .

3.2. Hasil Pengamatan


3.2.1. Unit 2
Tabel 1. Data Unit 2

Node dx (m) T1 (mV) T2 (mV) T air (ºC) T air (ºC)

1 0,183 3,847 3,916 30 30


2 0,025 2,369 2,39 30 30
3 0,057 1,189 1,2 30 30
4 0,045 1,07 1,079 29 30
5 0,045 0,949 0,956 30 29
6 0,045 0,841 0,846 29 30
7 0,035 0,625 0,627 30 30
8 0,027 0,514 0,517 30 29

15 9 0,045 0,4 0,401 29 30


10 0,045 0,287 0,283 30 30
Trata-rata 29,7 29,8

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

3.2.2. Unit 3

Waktu saat menghitung volume air keluar = 5 detik

Waktu perhitungan antar node = 30 detik

Node Temperatur air keluar (oC) Tegangan (mV) Volume air keluar (ml)

Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 1 Percobaan 2

1 34.5 35 3.516 3.520 21 22


2 35 35 3.141 3.162 21 22
3 35 35 2.756 2.758 22 22
4 35 35 2.397 2.396 22 21
5 35 35 2.090 2.090 21 21
6 35 35 1.834 1.830 21 21
7 35 35 1.575 1.577 21 21
8 35 35 1.360 1.352 21 22
9 35 35 1.178 1.177 22 21
10 35 35 1.007 1.006 22 21

16

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

BAB IV

PENGOLAHAN DATA

4.1 Unit 2

1. Konversi nilai T1 dan T2 dari mV menjadi oC dengan persamaan sebagai berikut:

Data-data setelah dikonversi adalah sebagai berikut :

Node dx (m) T1 (mV) T2 T1 (ºC) T2 (ºC) T avg (ºC) T air T air


(mV) (ºC) (ºC)
1 0.183 3.847 3.916 125.22254 126.93512 126.07883 30 30
2 0.025 2.369 2.39 88.53858 89.0598 88.79919 30 30
3 0.057 1.189 1.2 59.25098 59.524 59.38749 30 30
4 0.045 1.07 1.079 56.2974 56.52078 56.40909 29 30
5 0.045 0.949 0.956 53.29418 53.46792 53.38105 30 29
6 0.045 0.841 0.846 50.61362 50.73772 50.67567 29 30
7 0.035 0.625 0.627 45.2525 45.30214 45.27732 30 30
8 0.027 0.514 0.517 42.49748 42.57194 42.53471 30 29
9 0.045 0.4 0.401 39.668 39.69282 39.68041 29 30
10 0.045 0.287 0.283 36.86334 36.76406 36.8137 30 30
Trata-rata 29.7 29.8

2. Menghitung nilai k untuk masing-masing node.

Dengan menggunakan asas black, persamaan untuk mendapatkan nilai k adalah sebagai
berikut :

dimana : m = 0,00654 kg/s


C = 4200 J/kg s
To w = suhu keluaran air di tiap node

Ti w = 25 oC

17 A = 0.00079 m2

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

Nilai k untuk stainless steel diperoleh dari node 1 dan 2, aluminium dari node 3 sampai 6,
dan magnesium dari node 7 sampai 10, maka diperoleh :

Selang dx (m) dT1 (ºC) dT2 (ºC) dT avg T node avg k k avg
node (ºC) (ºC)
1-2 0.025 36.68396 37.87532 37.27964 107.43901 109.6390531 109.6391
3-4 0.045 2.95358 3.00322 2.9784 57.89829 2470.167867
4-5 0.045 3.00322 3.05286 3.02804 54.89507 2429.673312 2539.764
5-6 0.045 2.68056 2.7302 2.70538 52.02836 2719.450863
7-8 0.027 2.75502 2.7302 2.74261 43.906015 1609.521144
8-9 0.045 2.82948 2.87912 2.8543 41.10756 2577.56647 2251.165
9-10 0.045 2.80466 2.92876 2.86671 38.247055 2566.408173

3. Menghitung kesalahan relatif k

Diketahui k literatur Stainless Steel, Aluminium, dan Magnesium berturut-turut adalah 73,
202, dan 158. Maka dengan menggunakan persamaan,

diperoleh kesalahan relatif untuk stainless steel, aluminium dan magnesium berturut-turut
adalah 50,19%; 1157,31% dan 1322.627%

4. Menghitung nilai , , dan dengan menggunakan rumus berikut:

Berikut adalah hasil perhitungannya:

Tabel 9. Hasil Pengolahan Data Q

Unit 2
18
Node Q air Q bahan Q loss
1-2 129,0996 247,8403 118,7407

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

3-6 129,0996 3,4326 -125,6669


7-9 129.0996 7.99 -121.1096

4. Menghitung nilai hc

Asumsi : fluida yang terperangkap di dalam ruang kosong adalah udara, sehingga harga kf
sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai kA dan kB. Dengan demikian nilai hc dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

dimana : Lg = tebal ruang kosong antara A dan B (5.10-6 m)

kf = konduktivitas fluida dalam ruang kosong


A = luas penampang total batang
Ac = luas penampang batang yang kontak (Ac = 0,5 A)
Av = luas penampang batang yang tidak kontak

Didapatkan hasil sebagai berikut (dalam m2.oC/Watt) :

hc percobaan stainless steel dan alumunium


21020381,9

hc percobaan alumunium dan magnesium 238677225

hc literatur stainless steel dan alumunium 10724363,6

hc literatur alumunium dan baja magnesium 17746213,6

Dengan kesalahan literatur :

% KL hc stainless steel-alumunium = 96,01 %

% KL hc alumunium-magnesium = 1244.95 %

19

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

5. Menghitung nilai β

 dihitung dengan membuat grafik k vs. T node avg (metode least square) dengan
menggunakan data k dan T nodeavg dari aluminium dan magnesium berdasarkan rumus :

Dihasilkan grafik sebagai berikut :

grafik T node avg vs k


3000
y = -42.024x + 4848.6
2500 R² = 0.6179

2000
y = -168.45x + 9172.4
1500
k

Alumunium
1000
Magnesium
500

0
0 20 40 60 80
T node avg (oC)


Alumunium y = -42,024x + 4848,6

Magnesium y = -168.45x + 9172.4
Dengan demikian nilai  untuk aluminium dan magnesium adalah

Alumunium (Al)

20

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

Magnesium (Al)

4.2 Unit 3

Data-data yang diperoleh dari unit 3 diolah dengan:

1. Mengkonversi nilai TI dan TII yang bersatuan mV menjadi bersatuan

o
C. Persamaan yang digunakan untuk mengkonversi TI dan TII adalah

Node Temperatur air keluar Tegangan (mV) Volume air keluar Temperatur (oC) Temperat
(oC) (ml)
Percobaan Percobaan Percobaan Percobaan Percobaan Percobaan 1 2 Rata-rata
1 2 1 2 1 2 (oC)
1 34.5 35 3.516 3.520 21 22 117.00712 117.1064 117.056
2 35 35 3.141 3.162 21 22 107.69962 108.22084 107.960
3 35 35 2.756 2.758 22 22 98.14392 98.19356 98.168
4 35 35 2.397 2.396 22 21 89.23354 89.20872 89.221
5 35 35 2.090 2.090 21 21 81.6138 81.6138 81.61
6 35 35 1.834 1.830 21 21 75.25988 75.1606 75.210
7 35 35 1.575 1.577 21 21 68.8315 68.88114 68.856
8 35 35 1.360 1.352 21 22 63.4952 63.29664 63.395
9 35 35 1.178 1.177 22 21 58.97796 58.95314 58.965
10 21
35 35 1.007 1.006 22 21 54.73374 54.70892 54.721

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

2. Menghitung laju alir massa

Laju alir massa dapat diperoleh dengan mengolah data dari volume air keluar yang diukur

selama 5 detik:

dimana :
Q = laju alir volume
V = volume
T = waktu
Kemudian, persamaan yang digunakan untuk mencari laju alir massa adalah:

dimana :
Q = laju alir volume
= laju alir massa
ρ = massa jenis
Dengan menggunakan nilai ρ = 1000 kg/m3 dan t = 5s maka laju alir massa dapat
diperoleh dengan hasil sebagai berikut:

Volume air keluar (ml) Volume Q (ml/s) Q (m3/s) (kg/s)


Percobaan 1 Percobaan 2 Rata-rata

21 22 21.5 4.3 0.0000043 0.0043


21 22 21.5 4.3 0.0000043 0.0043
22 22 22 4.4 0.0000044 0.0044
22 21 21.5 4.3 0.0000043 0.0043
21 21 21 4.2 0.0000042 0.0042
21 21 21 4.2 0.0000042 0.0042
21 21 21 4.2 0.0000042 0.0042
21 22 21.5 4.3 0.0000043 0.0043
22 21 21.5 4.3 0.0000043 0.0043
22
22 21 21.5 4.3 0.0000043 0.0043
0.00428

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai laju alir massa yang diperoleh adalah sebesar:
0.00428 kg/s.

3. Menghitung luas setiap node


Pada unit 3, terjadi pengurangan besar jari-jari node, karena jarak antar node sama, maka
diasumsikan terjadi penurunan besar jari-jari yang konstan di setiap node. Diameter awal
yaitu 5.04 cm, sehingga jari-jari awalnya yaitu 0.0252 m serta diameter akhir diketahui
sebesar 2.55 cm, sehingga jari-jari akhirnya sebesar 0.01275 m. Jarak antar node diketahui
sebesar 2.5 cm. Dengan demikian, penurunan besar jari-jari node dapat dituliskan sebagai
berikut:

Besar jari-jari dan luas dari setiap node kemudian dapat dituliskan sebagai berikut :

Node dx dr (m) r (m) A (m2)

1 0.025 0.00113 0.014814 0.000689

2 0.025 0.00113 0.015945 0.000798

3 0.025 0.00113 0.017077 0.000916

4 0.025 0.00113 0.018209 0.001041

5 0.025 0.00113 0.019341 0.001175

6 0.025 0.00113 0.020473 0.001316

7 0.025 0.00113 0.021605 0.001466

8 0.025 0.00113 0.022736 0.001623

9 0.025 0.00113 0.023868 0.001789

10 0.025 0.00113 0.025 0.001963

23

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

4. Menghitung nilai k

Nilai k didapatkan dari penurunan azas Black:

Dengan menggunakan , Cp = 4200 J/kg, dan luas penampang batang (A)


didapat dari perhitungan sebelumnya, maka k pun dapat dihitung antara setiap node:

Node dT1 dT2 dT avg A avg k

node 1-2 9.3075 8.88556 9.09653 0.000744 13222.982

node 2-3 9.5557 10.02728 9.79149 0.000857 10657.529


node 3-4 8.91038 8.98484 8.94761 0.000979 10214.527
node 4-5 7.61974 7.59492 7.60733 0.001108 10609.969
node 5-6 6.35392 6.4532 6.40356 0.001246 11212.977
node 6-7 6.42838 6.27946 6.35392 0.001391 10118.526
node 7-8 5.3363 5.5845 5.4604 0.001545 10604.099
node 8-9 4.51724 4.3435 4.43037 0.001706 11832.244
node 9-10 4.24422 4.24422 4.24422 0.001876 11231.957

Sehingga diperoleh nilai untuk tembaga (Cu) sebesar k = 11078.312 W/m.oC

5. Menghitung persentase kesalahan relatif (% KR) dengan rumus sebagai berikut:

KR kavg tembaga (k literatur = 385)

24

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

6. Menghitung nilai dan dari grafik dengan metode Least Square menggunakan
data nilai dan dari Tembaga (Cu). Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Diperoleh grafik sebagai berikut ini :

Grafik T node rata-rata vs k


14000

12000

10000
k

y = 12.912x + 9987.3
8000 R² = 0.0724

6000
0 20 40 60 80 100 120 140
T node (rata-rata)

Dari grafik diperoleh persamaan: y = 12.912x + 9987.3


Sehingga, nilai dan dari tembaga adalah:

25

Maka nilai

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

BAB V

ANALISIS

5.1 Analisis Percobaan

Percobaan konduksi ini merupakan bentuk aplikasi dari pembelajaran dan pendalaman
materi perpindahan kalor (heat transfer). Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan nilai
koefisien perpindahan panas logam (k) dan pengaruh suhu terhadap nilai k itu sendiri
(melibatkan dengan nilai β). Dalam hal ini, percobaan dilakukan dengan menganalisa,
mekanisme perpindahan panas konduksi baik untuk kondisi steady maupun untuk kondisi
non-steady. Selain itu, percobaan ini juga bertujuan untuk menghitung nilai koefisien kontak
yang terjadi antara dua logam. Untuk memenuhi tujuan ini, dilakukan percobaan dengan
menggunakan unit 2 dan unit 3 yang masing-masing unit memiliki spesifikasi tertentu terkait
perpindahan panas konduksi. Unit 2 merupakan terdiri atas gabungan 3 logam yang saling
dihubungkan (Stainless Steel, Fe – Alumunium, Al – Magnesium, Mg), dimana ujung yang
satu (Fe) dihubungkan dengan suatu pemanas yang bersumber dari listrik

Percobaan pertama dilakukan pada unit 2. Unit 2 tersusun dari material yang berbeda
yaitu baja, alumunium, dan magnesium. Pada percobaan unit 2 ini dilakukan pengamatan
tentang kemampuan masing-masing dari ketiga logam tersebut dalam menghantarkan panas
secara konduksi. Energi kalor antar logam dan melintasi node-node seperti pada skema di
bawah ini.

heater 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Baja Al Mg

Pada setiap node dipasang sebuah termokopel yang berfungsi sebagai sensor suhu pada titik
tersebut. Termokopel ini dihubungkan dengan konektor dan voltmeter sehingga pada titik
tersebut dapat dilakukan pembacaan suhu. Karena yang digunakan adalah voltmeter, suhu
yang terbaca ditransformasikan menjadi besaran tegangan atau potensial listrik dengan satuan
mV. Data suhu dapat diperoleh dengan cara mengkonversikan data potensial listrik. Switch
pada voltmeter digunakan untuk mengubah pembacaan suhu dari satu node ke node lainnya di
sepanjang batang.
26 Pada percobaan unit 2 akan dipelajari bagaimana cara menentukan koefisien kontak
dan pengaruhnya terhadap perpindahan panas konduksi. Prinsipnya adalah adanya driving force
berupa gradien suhu di antara gabungan logam tersebut. Di sepanjang gabungan logam

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

akan terjadi suatu profil temperatur yang cenderung turun dari arah Fe menuju Mg. Dari profil
ini, kita bisa menentukan nilai tahanan termal konduksi dari masing-masing logam dan juga
tahanan kontak termal yang terjadi di antara pertemuan antara 2 logam (Fe-Al dan Al-Mg).
Penurunan ini disebabkan fluks kalor yang melewati dua jenis bahan yang berbeda akan
terhambat karena adanya tahanan kontak termal yang akan menyebabkan penurunan suhu
yang tiba-tiba pada bidang logam yang kedua. Penurunan suhu juga terjadi karena faktor
kekasaran antara dua permukaan benda tersebut akan menyebabkan terbentuknya celah udara
yang sempit yang menimbulkan tahanan kontak termal. Ini akan memicu penurunan suhu di
antara sambungan logam. Panas dialirkan dari pemanas menuju stainless steel, yang akan
menyebabkan peningkatan suhu dari logam tersebut. Molekul-molekul yang bergerak lebih
cepat karena dipanaskan kemudian juga mentransfer sebagian energi mereka dengan molekul-
molekul lain sepanjang benda tersebut. Dengan demikian, energi gerak termal ditransfer oleh
tumbukan molekul sepanjang benda.

Pada unit 2 ini, dilakukan pengambilan data suhu keluaran air dan suhu yg dibaca di
voltmeter untuk sepuluh node. Pengambilan data untuk setiap node, dilakukan tiap selang
waktu 1 menit. Hal ini bertujuan agar suhu yang dibaca sudah stabil. Pembacaan suhu di
voltmeter dan suhu air keluaran dilakukan pada waktu yang sama. Pengambilan data
dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada menit ke 1 setelah perubahan node dan 30 detik
setelahnya. Hal ini bertujuan untuk melihat pengaruh waktu terhadap konduksi. Dalam
perhitungan, data yang digunakan adalah rata-rata dari nilai suhu yang diperoleh dari dua data
tersebut.
Konduktivitas thermal dipengaruhi oleh jenis material dan temperatur. Semakin besar
konduktivitas thermalnya, material tersebut akan semakin mudah menghantarkan kalor.
Dengan asumsi bahwa fluks kalor tetap, pada material batang yang sama, suhu batang akan
semakin menurun seiring bertambahnya jarak dari sumber kalor. Pada material batang yang
berbeda, besarnya gradient suhu akan berbanding terbalik dengan konduktivitas thermal
batang kedua. Semakin besar konduktivitasnya, gradient suhu akan semakin kecil.
Hubungan dari satu batang ke batang lainnya tidak benar-benar rapat. Hal ini dilakukan
agar suatu batang tidak menjadi heat sink bagi batang lainnya. Ada dua unsur pokok yang

27 menentukan perpindahan kalor pada sambungan. Yang pertama adalah konduksi antara zat
padat dengan zat padat pada titik singgung. Yang kedua adalah konduksi melalui gas yang
terkurung pada ruang-ruang kosong yang terbentuk karena persambungan tersebut.Ruang-

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

ruang kosong di persambungan logam ini akan diisi oleh fluida (biasanya udara) yang
memiliki konduktivitas thermal lebih kecil dibandingkan dengan konduktivitas logam.
Selain itu, pada percobaan ini, dilakukan pengukuran terhadap suhu yang
direpresentasikan pada tegangan yang terukur pada masing-masing node yang terpasang pada
ketiga logam (node 1-2 : Fe, 3-6 : Al, 7-10 : Mg). Pada setiap node dipasang sebuah
termokopel yang berfungsi sebagai sensor suhu pada titik tersebut Termokopel ini
dihubungkan dengan konektor dan voltmeter sehingga pada titik tersebut dapat dilakukan
pembacaan suhu dengan satuan mV karena digunakan voltmeter. Kita akan menghitung
koefisien β dari data yang diperoleh ; nilai ini selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung
nilai konduktivitas bahan (nilai k).
Perbedaan konduktivitas thermal yang cukup besar ini memberikan suatu tahanan
terhadap perpindahan kalor yang terjadi. Tahanan ini disebut sebagai tahanan kontak thermal
(thermal contact resistance). Akibatnya pada bagian tersebut akan terjadi penurunan suhu
yang cukup drastis. Kuantifikasi dari besarnya tahanan kontak dinyatakan sebagai koefisien
kontak, hc. Berdasarkan skema alat percobaan, tahanan kontak thermal terhadap perpindahan
kalor akan terjadi di antara node 2-3 (persambungan baja – alumunium) dan antara node 6
dan 7 (persambungan alumunium – magnesium).

Gambar III.1. Tahanan kontak thermal

Percobaan konduksi selanjutnya adalah dengan menggunakan unit 3. Percobaan


dengan unit 3 ini bertujuan untuk menjelaskan tentang karakteristik dari konduktivitas termal
(k) yang memiliki hubungan sebanding dengan perubahan temperatur. Selain itu, dapat
terlihat juga pengaruh dari luas permukaan bidang kontak terhadap kemampuan logam

28 tembaga (Cu) dalam menghantarkan panas secara konduksi. Unit 3 ini merupakan suatu
sistem dari logam tembaga (Cu) yang dihubungkan dengan plat pemanas yang berdiri secara
vertikal dengan luas penampang yang mengkerucut menjadi kecil atas ke bawah. Perubahan

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

nilai perubahan konduktivitas termal yang terjadi sepanjang logam dapat dideteksi dengan
menggunakan profil temperatur tertentu. Variabel yang berpengaruh terhadap perpindahan
kalor pada unit 3 adalah jarak antara node dengan sumber kalor dan luas penampang.

Gambar XX. Skema alat pada unit 3

Di dalam sistem unit 3 ini digunakan air pendingin yang dialirkan dengan laju yang
kecil sehingga perubahan temperatur pada tiap node dapat diamati dengan mudah sesuai
dengan Azas Black dan mencegah terjadinya rugi kalor akibat dari perpindahan panas secara
koveksi. Selain itu, air pendingin ini juga berguna untuk merepresentasikan daya panas yang
mengalir sepanjang sistem dan juga mempertahankan kondisi steady dari sistem.
Laju alir yang dibutuhkan dalam sistem ini adalah laju alir yang kecil, karena apabila
air dialirkan dengan laju yang terlalu besar maka kalor yang akan diserap semakin besar pula
sehingga tidak mudah untuk dapat mengamati distribusi temperatur pada tiap-tiap node.
Dalam percobaan unit 3 ini, perlu diperhatikan beberapa komponen yang ada yaitu: 1.
Memilih unit yang akan dicari temperaturnya yaitu unit 2 dan unit 3. Kemudian,
thermocouple selector yang menunjukkan node-node dari node 1 sampai node 10 dan
kemudian divariasikan nodenya sehingga temperatur tiap node pada suatu unit dapat dibaca
dengan menggunakan temperature recorder. Kemudian, terdapat tombol untuk mengatur
29 voltmeter yang digunakan untuk mengubah pembacaan temperatur dari satu node ke node
lainnya. Selanjutnya, air keliaran akan diukur suhu nya dengan menggunakan termometer
dengan cara menampung air keluaran dari selang unit yang telah dipilih sebelumnya (apakah

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

selang yang berasal dari unit 2 atau unit 3) dalam gelas beaker dan menunggu selama 1 menit.
Pengambilan data dilakukan dengan menunggu selama 1 menit ini bertujuan agar suhu air
yang keluar selang sesudahnya sudah stabil dan data yang diperoleh akan lebih akurat, serta
distribusi temperatur pada tiap node sudah merata.

5.2 Analisis Hasil

Data hasil yang diperoleh dari percobaan secara laboratorium yang ditunjukkan pada
Bab 4 menunjukkan bahwa ada nya pengaruh node dan temperature, dimana dengan semakin
besarnya node, maka temperature akan semakin rendah, phenomena ini ditunjukkan pada unit
percobaan 2 dan 3. Adapun penyebab nya dikarenakan jarak antar node dengan heater.
Dimana, heater yang berfungsi sebagai pemanas terlebih dahulu akan mengalirkan panas ke
node 1, lalu dialirkan ke node 2 dan seterus nya hingga node ke 10. Aliran panas ini
bergantung pada nilai koefisien konduksi logam masing-masing node, yang disimbolkan
dengan sebagai k.
Nilai k, merupakan konstanta perpindahan laju kalor konduksi pada suatu bahan
material,dimana dalam percobaan yang kami lakukan adalah bahan material logam pada unit
2 dan 3 adalah bahan Aluminum, Stainless Steel dan Magnesium serta tembaga untuk unit 3.
Untuk memperoleh nilai k, kami melakukan perhitungan dengan menggunakan metode Asas
Black dimana kalor yang diterima air untuk menaikkan suhunya dianggap sama dengan kalor
dilepas logam yang terjadi akibat dari adanya perbedaan suhu kontak antar dua permukaan
(yakni air dan logam).

30 Menghitung Konstanta Kontak Permukaan Unit 2

Konstanta kontak permukaan sangat berpengaruh terhadap laju perpindahan kalor yang
terjadi. Pada percobaan ini dihitung dengan:

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

Dimana nilai k yang digunakan adalah nilai k dari hasil perhitungan sebelumnya untuk tiap-
tiap logam. Nilai kf merupakan konduktifitas fluida dalam ruang fluida sebagai akibat ketidak
sempurnaan kontak dapat kita abaikan karena nilai kf ini dianggap terlalu kecil dibandingkan
konstanta logam A dan konstanta logam B yakni kA dan kB. untuk pengolahan data ini, kami
melakukan asumsi terhadap nilai Ac dan Lg. dimana Lg merupakan tebal ruang kosong antara
A dan B bernilai 5.10-6 m sedangkan Ac merupakan luas penampang batang kontak bernilai
0.5 A. Untuk nilai A adalah luas penampang batang total dan Av merupakan luas penampang
batang tidak kontak.
Nilai hc yang kami peroleh cukup jauh dari nilai hc secara literature , sehingga kami
memiliki kesalahan listeratur yang cukup besar. Hal ini akan dibahas pada analisa kesalahan.
Adapun relative kesalahan yang kami peroleh adalah; 84.4% untuk hc bahan Aluminum
Stainless Steel dan Aluminum. Sedangkan relative kesalahan untuk hc bahan Aluminum –
Magnesium adalah 74.358%.

Perhitungan Nilai  pada Unit 2 Dan Unit 3

Tujuan kami melakukan perhitungan nilai  adalah untuk mengetahui hubungan nilai
konduktifitas kalor (k) terhadap suhu. Nilai koefisien  untuk setiap bahan percobaan dapat
diperoleh dari plot data ke grafik antara nilai k dan Tnode average dengan metode least
square, persamaan yang digunakan yaitu;

Persamaan yang diatas dapat diturunkan dari persamaan regresi grafik yang telah
diplot sebelum nya, dimana nilai k sebagai sb.y , ko sebagai intersept sedangkan Ko. sebagai
slope. Sehingga kita akan memperoleh nilai koefisien B pada bahan material logam adalah;

 Aluminum= -0.00559

 Tembaga = 0.051

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

Pada unit dua terdapat tiga jenis logam yaitu stainless steel, aluminium, dan magnesium.
Pada perhitungan diperoleh harga kavg stainless steel yaitu sebesar 109,6391 J/msoC, kavg
alumunium sebesar 2539,764 J/msoC, dan kavg magnesium sebesar 2251.165. Sedangkan nilai
k literature untuk stainless steel, alumunium, dan magnesium secara berurutan yaitu 73
J/msoC, 202 J/msoC, dan 158 J/msoC.
Nilai k menunjukkan kemampuan suatu benda dalam menghantarkan panas secara
konduksi, semakin besar nilai k maka benda tersebut semakin mudah dalam menghantarkan
panas dan jumlah kalor yang dipindahkan juga akan semakin banyak. Berdasarkan literatur,
logam alumunium mempunyai nilai k yang paling besar dibanding stainless steel dan
magnesium sehingga alumunium juga paling mudah menghantarkan panas secara konduksi
dibanding kedua logam lain. Kesalahan literatur k percobaan unit 2 untuk logam stainless
steel, alumunium, dan magnesium secara berurutan adalah 50,1905%, 1157,309% dan
1322.627%.
Dari data hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai dari konduktivitas termal
yang didapatkan mempunyai kesalahan literatur yang cukup besar. Hal ini kemungkinan dapat
disebabkan oleh kesalahan dalam mengambil data atau pada unit 2 terdapat Heat Loss yang
besar dan tidak dilibatkan dalam perhitungan untuk mencari nilai k. Selain itu dari hasil diatas
dapat disimpulkan bahwa nilai konduktivitas termal terbesar adalah nilai konduktivitas termal
dari Magnesium, lebih tinggi dari stainless steal dan juga alumunium. Artinya Magnesium
sangat baik dalam mengantarkan panas. Hal ini terbutkti dengan data literatur maupun data
yang didapatkan pada percobaan
Nilai hc yang dihasilkan pada percobaan pada logam stainless steel-alumunium dan
alumunium-magnesium secara berurutan yaitu 21020381,9 m20C/Watt dan 238677225
m20C/Watt. Sedangkan berdasarkan literatur pada logam stainless steel-alumunium dan
alumunium-magnesium secara berurutan yaitu 10724363.6 m20C/Watt 17746213.6
m20C/Watt. Kesalahan literatur untuk logam stainless steel-alumunium dan alumunium-
magnesium secara berurutan yaitu 96,00587% dan 1244.947%. Nilai Koefisien kontak (hc)
yang besar menunjukan luas penampang node yang besar. Namun nilai hc yang didapatkan
pada percobaan masih terlalu kecil dari literatur hal ini dapat disebabkan oleh permukaan
kontak sudah tidak sebesar sebelum-belumnya ketika alat masih baru dan sebagainya.

32 Berdasarkan perhitungan, untuk mendapatkan nilai β, dilakukan pembuatan grafik antara T


node avg dan k sehingga diperoleh persamaan garis untuk menentukan nilai β. Pada hasil
perhitungan diperoleh nilai β untuk logam alumunium dan magnesium secara berurutan yaitu

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

-0,00867 dan -0.001836. Nilai β akan berpengaruh terhadap nilai k yang terpengaruh oleh
suhu. Apabila nilai β makin besar maka nilai k yang terpengaruh oleh suhu juga akan besar.
Nilai β yang negatif menunjukkan bahwa nilai k pada suhu tertentu lebih kecil daripada k
pada suhu standar. Hal ini sesuai dengan persamaan:

k = k0 (1+ βT)

Nilai β yang negatif menandakan telah terjadi penyusutan luas penampang logam. Hal ini
dapat terjadi karena telah terjadi korosi pada logam tersebut sehingga logam menjadi keropos
dan dapat disebabkan pula terdapat pengotor-pengotor pada logam tersebut.
Pada analisis ini akan dijelaskan mengenai grafik yang telah didapatkan pada pengolahan
data. Berikut ini adalah grafik yang didapatkan:

Grafik T node rata-rata vs k


3000
y = -42.024x + 4848.6
2500 R² = 0.6179

2000
y = -168.45x + 9172.4
1500
k

Alumunium
1000
Magnesium
500

0
0 20 40 60 80
T node avg (oC)

Pada grafik diatas (Unit 2) terlihat bahwa nilai k akan semakin turun seiring dengan
kenaikan suhu dimana hal tersebut bertentangan dengan teori dimana nilai semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya suhu (T). Penurunan grafik atau nilai k dapat menunjukan
bahwa terjadinya kontak termal terhadap logam magnesium karena perpindahan panas hanya
dalam arah aksial sehingga terjadi penurunan suhu tiba-tiba.
Pada grafik alumunium juga mengalami hal yang sama, yaitu akibat adanya tahanan
kontak termal yang cukup besar. tahanan Tahanan kontak termal ini terjadi karena adanya
ketidaksempurnaan kontak antara alumunium dan magnesium sehingga terdapat fluida yang

33 terperangkap di dalam ruangan yang kosong antara kedua logam sehingga penghantaran
panas antar logam terdapat gangguan.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

Selanjutnya adalah percobaan pada Unit 3. Pada unit ini hanya terdapat satu bahan
penyusun node yaitu tembaga (Cu). Berikut ini adalah hasil pengolahan data unit 3:

Unit 3
Bahan Node k avg (W/m oC) k literature (W/m oC) Kesalahan
Relatif
Stainless Steel 11078.312 385 2777.48 % 0.00129

Dari hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa nilai kesalahan relatif sangatlah besar.
Hal ini menunjukkan bahwa ketidak-idealan sistem konduksi yang terjadi tinggi sehingga data
yang diperoleh oleh praktikuan kurang akurat sehingga menyebabkan besarnya nilai
kesalahan literatur.

Berdasarkan teori, dapat diketahui bahwa semakin besar nilai konduktivitas termal (k),
makin baik pula kemampuan material tersebut untuk menghantarkan panas baik dalam bentuk
melepaskan maupun menerima kalor. Berdasarkan pada nilai k hasil percobaan dan nilai k
literatur, dimana nilai k tembaga termasuk besar, maka barang tentu kemampuan logam
tembaga dalam menghantarkan panas sangat baik. Pada unit 3 tidak terdapat koefisien kontak
(hc) dikarenakan hanya terdapat satu bahan.

Selain k, data yang diperoleh dari percobaan unit 3 ini adalah yang diperoleh sebesar
0.00129. Pada perhitungan β diperoleh nilai yang positif yang menunjukkan tidak adanya
korosi pada logam tembaga sebagai bahan node. Tetapi hal ini bisa dikatakan kurang akurat,
karena pada umumnya nilai β bernilai negatif, karena logam selalu mengalami korosi bahkan
korosi karena air.
Pada percobaan ini, diperoleh nilai kesalahan relatif yang sangat besar yang dapat
disebabkan oleh indikasi alat percobaan yang digunakan gagal memberikan insulasi yang baik
untuk mencegah adanya heat loss. Kenyataannya, heat loss yang terjadi sangat besar
sedemikian hingga nilai perhitungan k menjadi tidak akurat.
Rumus berikut:
34 m. Cp air. T air = k. A. T / x

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

adalah rumus yang berlaku bilamana heat loss yang dialami oleh sistem adalah 0 atau paling
tidak sangat kecil hingga dapat diabaikan. Kenyataan yang terjadi adalah bahwa heat loss
yang terjadi pada alat percobaan konduksi terlalu besar, sehingga rumus di atas harus
dikoreksi/diperbaiki menjadi :
heat loss + m. Cp air. T air = k. A. T / x
Jika heat loss pada sistem dapat diukur, maka tentu nilai k yang akan kami peroleh
tidak akan jauh beda dengan apa yang ditunjukkan oleh literatur. Hal ini juga berlaku pada
perhitungan-perhitungan lain termasuk dan lain-lain.

5.3 Analisis Kesalahan


Persen kesalahan percobaan terhadap literatur yang cukup besar disebabkan oleh beberapa
kesalahan yang dilakukan baik. Hal-hal tersebut antara lain
1. Waktu pemanasan alat yang kurang (tidak sesuai dengan lama pemanasan
seharusnya), sehingga diperkirakan alat belum siap untuk digunakan.
2. Tidak tepatnya mengukur laju alir keluar karena tidak ada alat khusus yang digunakan
untuk mengukur laju alir, sehingga dapat mempengaruhi hasil perhitungan.
3. Adanya kemungkinan kesalahan pada alat termokopel yang digunakan, sehingga data
yang diperoleh kurang akurat.
4. Suhu yang digunakan pada percobaan kurang tinggi, sehingga sulit melihat perubahan
yang terjadi dengan menggunakan termometer, sehingga bisa saja beberapa data tidak
tepat.
5. Tidak bisa mengukur suhu aliran masuk secara langsung, sehingga hanya
mengasumsikan suhu masuk sama dengan suhu ruang.
6. Rentang waktu yang cukup singkat saat perubahan node dapat mengakibatkan suhu
node belum stabil.
7. Asumsi yang digunakan kurang tepat, misalnya untuk nilai Av, Ac, dan Lg pada
perhitungan koefisien kontak (hc).
8. Tidak mengecek apakah thermometer berfungsi dengan baik sebelum melakukan
percobaan, sehingga bisa saja menyebabkan kesalahan saat pengukuran suhu.
35

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.KESIMPULAN

Kesimpulan dari percobaan konduksi antara lain :

1. Perpindahan panas secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana panas
mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat yang suhunya lebih rendah, tetapi
medianya tetap. Perpindahan kalor secara konduksi tidak hanya terjadi pada padatan
saja tetapi bisa juga terjadi pada cairan ataupun gas, hanya saja konduktivitas terbesar
pada padatan.
2. Rumus umum untuk perpindahan panas secara konduksi adalah

Faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan panas konduksi ialah: koefisien


konduksi / konduktivitas termal (k), luas area perpindahan panas (A), perbedaan suhu
(dT), dan panjang bahan (L atau dx).
3. Pada bagian batas antara dua benda padat bersentuhan, terjadi tahanan kontak termal
yang menyebabkan penurunan suhu secara tiba-tiba. Tahanan kontak termal muncul
akibat adanya ketidaksempurnaan pada bidang pertemuan kedua benda, sehingga
kekosongan yang ada diisi oleh fluida (gas/udara) yang akan memberikan tahanan
baru terhadap perpindahan panas konduksi pada sistem tersebut. Rumus umum bagi
tahanan kontak termal :

4. Perubahan suhu dapat mempengaruhi konduktivitas termal. Umumnya untuk semua


jenis zat, semakin besar suhu, maka semakin besar konduktivitas termalnya:

dengan k0 adalah konduktivitas termal pada saat T = 0 °C dan β adalah koefisien muai
termal untuk dua dimensi (luas).
36
5. Pada proses konduksi yang diamati, sangat besar kemungkinan terjadinya suatu
penyimpangan akibat adanya interaksi lingkungan dengan sistem, dimana sistem akan

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

melepaskan panas ke lingkungan dengan laju tertentu, yang disebut dengan heat loss.
Heat loss dirumuskan sebagai selisih antara qteoritis dan qeksperimen.
6. Pada percobaan ini diperoleh hasil:
7. Unit 2
Untuk perhitungan nilai konduktivitas termal:
k aluminium = W/m.oC dengan KR = 1157.31 % k magnesium =
W/m.oC dengan KR = 1322.627%

hc stainless steel – alumunium = 21020381.9


hc alumunium – magnesium = 238677225

β alumunium = -0.008667
β magnesium = -0.01836
8. Unit 3
k tembaga = W/m.oC dengan KR = 2777.48 %
β tembaga =

6.2. SARAN

1. Lamanya waktu pemanasan alat percobaan sebelum digunakan sebaiknya sesuai


dengan yang seharusnya karena akan mempengaruhi temperatur keluaran.
2. Pada saat praktikum berlangsung, cuaca nya hujan gerimis sehingga
mempengaruhi temperatur air pendingin. Oleh karena itu, sebaiknya praktikum
dilaksanakan sewaktu cuacanya cerah.
3. Tombol yang terdapat pada termokopel lebih baik untuk diperbaiki mengingat
tombol tersebut posisinya tidak tepat dan juga sulit untuk diputar.

37

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA


Kelompok 5R Konduksi

DAFTAR PUSTAKA

Kreith, Frank. 1997. Prinsip-prinsip Perpindahan Panas Edisi 3. Jakarta: Erlangga.

J.P. Holman. 1997. Perpindahan Kalor, ed. 6, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Tim Penyusun. Buku Panduan Praktikum POT 1. 1989. Depok : Jurusan Teknik Gas &

Petrokimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Coulson & Richardson. 1996. Chemical Engineering, Vol1, 5e.

De Nevers, Noel. 1951. Fluid Mechanics Chemical Engineering. New York : McGraw-Hill

Inc.

38

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai