Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pendahuluan Tensor

Pergerakan benda tegar dapat digambarkan dengan menggunakan dua


sistem koordinat, sistem koordinat inersia dan sistem koordinat benda, yaitu sistem
koordinat tetap terhadap benda. Selanjutnya, untuk menentukan posisi, koordinat
harus ditentukan. Tiga dari ini biasanya diambil sebagai koordinat pusat massa
benda dan tiga koordinat lain yang diambil untuk menjadi sudut yang
menggambarkan orientasi benda sumbu-sumbu koordinat sehubungan dengan
inersia sumbu koordinat. Sudut independen yang umum digunakan adalah sudut
Euler, seperti yang akan dijelaskan dalam bab ini.
Maka pada bab ini kita akan membahas mengenai:
1. Momentum Sudut dan Energi Kinetik
2. Tensor Inersia

2.2. Momentum Sudut dan Energi Kinetik


Mari kita mempertimbangkan benda kaku B seperti ditunjukkan pada
Gambar 8.1. Benda tersebut berputar pada sumbu melewati titik 0 tetap, sedangkan
sistem koordinat 0XYZ tetap pada benda dari titik asalnya 0.

Gambar 8.1 Benda kaku B berotasi pada velositas sudut 𝜔(𝜔𝑥, 𝜔𝑦, 𝜔𝑧) di sekitar
sumbu melewati titik tetap 0.

1
Kecepatan translasi vi dari partikel P dari massa mi yang berada pada jarak ri dari
titik asal 0, adalah
𝑣𝑖 = 𝜔 × 𝑟𝑖 (8.1)
di mana 𝜔 adalah kecepatan sudut benda dengan komponennya 𝜔𝑥, 𝜔𝑦, 𝜔𝑧
seperti yang ditunjukkan. Momentum sudut L relatif terhadap titik 0, karena sistem
partikel mi dapat didefinisikan dengan
𝐿 = ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 𝑟𝑖 × 𝑣𝑖 (8.2)
Substitusikan ke vi persamaan (8.1)
𝐿 = ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 𝑟𝑖 × (𝜔 × 𝑟𝑖 ) (8.3)
Menggunakan aturan identitas pada ketiga hasil silang
𝑨 × (𝑩 × 𝑨) = 𝑨𝟐 𝑩 − 𝑨(𝑨 ∙ 𝑩) (8.4)
Sehingga diperoleh
𝑟𝑖 × (𝜔 × 𝑟𝑖 ) = 𝑟𝑖 2 𝜔 − 𝑟𝑖 (𝑟𝑖 ∙ 𝜔)
= (𝑥𝑖 2 + 𝑦𝑖 2 + 𝑧𝑖 2 )(𝑖̂𝜔𝑥 + 𝑗̂𝜔𝑦 + 𝑘̂ 𝜔𝑧 ) − (𝑖̂𝑥𝑖 + 𝑗̂𝑦𝑖 + 𝑘̂ 𝑧𝑖 )(𝑥𝑖 𝜔𝑥 + 𝑦𝑖 𝜔𝑦 + 𝑧𝑖 𝜔𝑧 ) (8.5)
Kombinasikan hasil ini dengan persamaan (8.3) dan susun kembali
𝐿 = 𝑖̂𝐿𝑥 + 𝑗̂𝐿𝑦 + 𝑘̂𝐿𝑧
= 𝒊̂[𝜔𝑥 ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 (𝑦𝑖 2 + 𝑧𝑖 2 ) − 𝜔𝑦 ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 𝑥𝑖 𝑦𝑖 − 𝜔𝑧 ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 𝑥𝑖 𝑧𝑖 ] + 𝒋̂[−𝜔𝑥 ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 𝑥𝑖 𝑦𝑖 +
̂ [−𝜔𝑥 ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 𝑥𝑖 𝑦𝑖 + 𝜔𝑦 ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 𝑦𝑖 𝑧𝑖 −
𝜔𝑦 ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 (𝑦𝑖 2 + 𝑧𝑖 2 ) + 𝜔𝑧 ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 𝑦𝑖 𝑧𝑖 ] + 𝒌

𝜔𝑧 ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 (𝑦𝑖 2 + 𝑦𝑖 2 )] (8.6)


Sehingga kita dapatkan hasil yang sama dengan menggunakan pengembangan
matriks
𝒊 𝒋 𝒌
𝑟𝑖 × (𝜔 × 𝑟𝑖 ) = | 𝑥𝑖 𝑦𝑖 𝑧𝑖 | (8.7)
(𝜔𝑦 𝑧𝑖 − 𝜔𝑧 𝑦𝑖 ) (𝜔𝑧 𝑥𝑖 − 𝜔𝑥 𝑧𝑖 ) (𝜔𝑥 𝑦𝑖 − 𝜔𝑦 𝑥𝑖 )
Yang jika disederhanakan dan digabung dengan persamaan (8.3) memeberikan
hasil persamaan (8.6), yaitu
𝐿 = 𝑖̂𝐿𝑥 + 𝑗̂𝐿𝑦 + 𝑘̂𝐿𝑧
̂ [−𝜔𝑥 𝐼𝑧𝑥 − 𝜔𝑦 𝐼𝑧𝑦 − 𝜔𝑧 𝐼𝑧𝑧 ] (8.8)
= 𝒊̂[𝜔𝑥 𝐼𝑥𝑥 − 𝜔𝑦 𝐼𝑥𝑦 − 𝜔𝑧 𝐼𝑥𝑧 ] + 𝒋̂[−𝜔𝑥 𝐼𝑦𝑥 + 𝜔𝑦 𝐼𝑦𝑦 − 𝜔𝑧 𝐼𝑦𝑧 ] + 𝒌

di mana kuantitas Ixx, Iyy, dan Izz menggunakan jumlah kuadrat dari
koordinat dan disebut dengan momentum inersia dari benda di sekitar sumbu
koordinat; yakni penjumlahan yang diperoleh dari 1 = 1 ke n)

2
𝐼𝑥𝑥 = ∑ 𝑚𝑖 (𝑦𝑖 2 + 𝑧𝑖 2 ) = ∑ 𝑚𝑖 (𝑟𝑖 2 − 𝑥𝑖 2 ) = momen inersia di sekitar sumbu x
𝐼𝑦𝑦 = ∑ 𝑚𝑖 (𝑥𝑖 2 + 𝑧𝑖 2 ) = ∑ 𝑚𝑖 (𝑟𝑖 2 − 𝑦𝑖 2 ) = momen inersia di sekitar sumbu y
𝐼𝑧𝑧 = ∑ 𝑚𝑖 (𝑥𝑖 2 + 𝑦𝑖 2 ) = ∑ 𝑚𝑖 (𝑟𝑖 2 − 𝑧𝑖 2 ) = momen inersia di sekitar sumbu z
Kuantitas Ixy, Ixz, ... menggunakan jumlah produk y dari koordinat dan disebut
produk inersia yaitu
𝐼𝑥𝑦 = 𝐼𝑦𝑧 = ∑ 𝑚𝑖 𝑥𝑖 𝑦𝑖 , 𝑥𝑦 produk inersia
𝐼𝑦𝑧 = 𝐼𝑧𝑦 = ∑ 𝑚𝑖 𝑦𝑖 𝑧𝑖 , 𝑥𝑧 produk inersia
𝐼𝑧𝑥 = 𝐼𝑥𝑧 = ∑ 𝑚𝑖 𝑧𝑖 𝑥𝑖 , 𝑧𝑥 produk inersia
Dari persamaan (8.8) bahwa L tidak harus memiliki arah yang sama seperti
sumbu, sementara rotasi L tidak selalu memiliki arah yang sama dengan 𝜔.
Contohnya, jika sumbu z merupakan arah rotasi, 𝜔 = (0,0, 𝜔); 𝑦𝑎𝑖𝑡𝑢 𝜔𝑥 = 𝜔𝑦 =
0 𝑑𝑎𝑛 𝜔𝑧 = 𝜔, 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 (8.8)
𝐿𝑥 = −𝐼𝑥𝑧 𝜔, 𝐿𝑦 = −𝐼𝑦𝑧 𝜔, 𝐿𝑧 = +𝐼𝑧𝑧 𝜔 (8.9)
Artinya, L memiliki komponen 𝐿𝑧 = 𝐼𝑧𝑧 𝜔 pada arah rotasi, tetapi juga
memiliki dua komponen lainnya dengan arah tegak lurus dengan arah rotasi. Jadi L
dan 𝜔 tidak berada pada arah yang sama. Hal ini selanjutnya digambarkan dalam
contoh 8.1. Komponen L diketahui pada persamaan (8.8) sehingga dapat ditulis
dalam bentuk
𝐿𝑘 = ∑3𝑖=1 𝜔𝐿 𝐼𝑘𝑙 (8.10)
di mana k = 1, 2, 3 dan L = 1, 2, 3; yaitu x, y, dan z digantikan dengan 1, 2 dan 3.
Mari kita menghitung energi kinetik benda kaku yang berputar pada sumbu
melewati titik tetap dengan kecepatan sudut 𝜔. Sebuah partikel massa m1 pada jarak
ri memiliki kecepatan vi.
𝑣𝑖 = 𝜔 × 𝑟𝑖 (8.11)
Sehingga energi kinetik dari seluruh benda diketahui dengan
1 1 1
𝑇 = ∑𝑛𝑖=1 2 𝑚𝑖 𝑣𝑖 2 = ∑𝑛𝑖=1 2 𝑚𝑖 𝑣𝑖 ∙ 𝑣𝑖 = 2 ∑𝑛𝑖−1[(𝜔 × 𝑟𝑖 ) ∙ (𝑚𝑖 𝑣𝑖 )] (8.12)

Tetapi dalam tiga produk skalar, titik dan kali dapat saling dipertukarkan, yakni
(𝑨 × 𝑩) ∙ 𝑪 = 𝑨 ∙ (𝑩 × 𝑪) (8.13)
(𝜔 × 𝑟𝑖 ) ∙ 𝑚𝑖 𝑣𝑖 = 𝜔 ∙ (𝑟𝑖 × 𝑚𝑖 𝑣𝑖 ) (8.14)
Karena energi kinetik adalah T, maka persamaan (8.12) menjadi

3
1
𝑇 = 2 ∑𝑛𝑖=1 𝜔 ∙ (𝑟𝑖 × 𝑚𝑖 𝑣𝑖 ) (8.15a)

Karena 𝜔 sama terhadap semua partikel, dan dari definisi momentum sudut
diketahui dari persamaan (8.2), maka
1
𝑇 = 2 𝜔 ∙ [∑𝑛𝑖=1(𝑟𝑖 × 𝑚𝑖 𝑣𝑖 )] (8.15b)

Atau
1
𝑇 = 2𝜔 ∙ 𝐿 (8.16)

Dari persamaan ini diketahui bahwatidak seperti L, yang merupakan sebuah


vektor dan memiliki tiga komponen, energi kinetik rotasional T merupakan skalar
1
(hasil titik dari 2 𝜔 dan L). Juga persamaan untuk T ini analog terhadap persamaan

energi kinetik translasional Ttran yang diketahui dengan rumus


1
𝑇𝑡𝑟𝑎𝑛 = 2 𝑣𝑐 ∙ 𝑝𝑐 (8.17)

Di mana 𝑣𝑐 merupakan velositas pusat massa, dan 𝑝𝑐 adalah momentum linier dari
sistem. Gunakan persamaan:
𝜔 = 𝑖̂𝜔𝑥 + 𝑗̂𝜔𝑦 + 𝑘̂𝜔𝑧 (8.18)
Dan Persamaan (8.8) untuk L dalam persamaan (8.16), sehingga diperoleh
1 1 1 1
𝑇 = 2 𝜔 ∙ 𝐿 = 2 𝜔𝑥 𝐿𝑥 + 2 𝜔𝑦 𝐿𝑦 + 2 𝜔𝑧 𝐿𝑧
1 1 1
= 2 𝜔𝑥 𝐼𝑥𝑥 + 2 𝜔𝑦 𝐼𝑦𝑦 + 2 𝜔𝑧 𝐼𝑧𝑧 − 𝜔𝑥 𝜔𝑦 𝐼𝑥𝑦 − 𝜔𝑦 𝜔𝑧 𝐼𝑦𝑧 − 𝜔𝑧 𝜔𝑥 𝐼𝑧𝑥 (8.19)

Dari pada menggunakan (x,y,z), kita dapat menggunakan k = 1, 2, 3 dan L


= 1, 2, 3 dan T dalam bentuk yang padat sehingga menjadi
3 1 1
𝑇 = 2 ∑𝐾=1 𝜔𝑘 𝜔𝑙 𝐼𝑘𝑙 = 2 𝜔 ∙ 𝐿 (8.20)
𝐿=1

Dalam prakteknya, benda baku terdiri dari massa kontinu dengan kepadatan
𝜌, yang mungkin tidak konstan. Dalam kasus demikian, penjumlahan harus
digantikan dengan integrasi volume. Sehingga, momentum inersia dan produk
inersia menjadi
𝐼𝑥𝑥 = ∫𝑣 𝜌(𝑦 2 + 𝑧 2 )𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑧
𝐼𝑦𝑦 = ∫𝑣 𝜌(𝑥 2 + 𝑧 2 )𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑧
𝐼𝑧𝑧 = ∫𝑣 𝜌(𝑥 2 + 𝑦 2 )𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑧 (8.21a)

4
𝐼𝑥𝑦 = ∫𝑣 𝜌𝑥𝑦 𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑧
𝐼𝑦𝑧 = ∫𝑣 𝜌𝑦𝑧 𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑧
𝐼𝑧𝑥 = ∫𝑣 𝜌𝑧𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑧 (8.21b)
Contoh 8.1
Dua titik massa m yang sma dihubungkan oleh sebuah batang kaku tak
bermassa dengan panjang 2𝑎 membentuk halter. Halter tersebut dibatasi untuk
berotasi dengan kecepatan konstan 𝜔 di sekita sumbu yang membentuk sudut 𝜙
pada batang. Hitung besar dan arah momentum sudut dan torsi yang terjadi pada
sistem tersebut.
Penyelesaian
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.1(a), misalkan halter berotasi pada
kecepatan sudut di sekitar sumbu A0A’ melewati 0 dan berada pada sistem
koordinat inersia. (A0A’ juga merupakan arah dari poros dan bantalan pada titik 0),
maka titik 0 merupakan titik awal dari sistem terhadap kedua massa adalah
𝐿 = 𝐿1 + 𝐿2 = 𝑚𝑟1 × (𝜔 × 𝑟1 ) + 𝑚𝑟2 × (𝜔 × 𝑟2 ) (i)
Perhatikan bahwa titik L1 dan L2 terdapat pada arah yang sama seperti L,
seperti yang ditunjukkan pada Contoh 8.1(a), maka jelaslah bahwa L tidak memiliki
arah yang sama dengan 𝜔. Seperti yang ditunjukkan pada bagian (b), jika L dipecah
ke dalam duakomponen, maks hanya LII yang searah dengan 𝜔, 𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝐿𝐿 ,
meskipun berada pada bidang sudut kanan 𝜔 adalah nol. Maka besarnya momentum
sudut adalah
𝐿 = 𝑚𝑎2 𝜔 sin 𝜙 + 𝑚𝑎2 𝜔 sin 𝜙 = 2𝑚𝑎2 𝜔 sin 𝜙 = 𝐼 𝜔 sin 𝜙 (ii)
Di mana I merupakan momen inersia dari halter di sekitar sumbu tegak lurus
terhadap panjang penghubung batang.

5
Gambar contoh 8.1
Selanjutnya, momentum sudut vektor L terus mengalami perubahan arah
karena berputar di sekitar 𝜔, sehingga L tidak konstan, dan perlu menggunakan
torsi T untuk mempertahankan gerakannya. Sehingga
𝑑𝐿
𝜏= = 𝐿̇ (iii)
𝑑𝑡

Di mana L merupakan vektor yang searah di mana ujung (kepala) vektor L


bergerak. Dalam analogi terhadap hubungan 𝑟 = 𝜔 × 𝑟, maka dapat ditulis dengan
𝐿̇ = 𝜔 × 𝐿 (iv)
Sehingga besar torsi yang digunakan menjadi [substitusikan ke L dari persamaan
(ii)]
|𝜏| = |𝐿̇| = 𝜔𝐿 sin(89° − 𝜙) = 2𝑚𝑎2 𝜔2 sin 𝜙 cos 𝜙 (v)
Dan arah torsi, dari persamaan (iv) tegak lurus terhadap bidang L dan 𝜔 setiap saat.
Jika misalnya tidak memiliki satu halter seperti pada Gambar Contoh 8.1 (a), ada
dua halter bergerak simetris, dengan menggambar diagram sederhana kita dapat
menunjukkan L dan 𝜔yang berada pada arah yang sama.
(Bukit dan Ginting, 2015)

2.3. Tensor Inersia

Mari kita lanjutkan dengan menuliskan persamaan terhadap energi kinetik


dan momentum sudut dalam notasi tensor. Sekali lagi, kita menganggap bahwa
benda kaku berputar pada sumbunya melewati titik yang tetap yang terletak di

6
dalam atau di luar benda. Kita akan menggunakan i, j untuk menjalankan indeks
mengacu pada partikel, sementara k, l dan s digunakan untuk mewakili sumbu
koordinat. Maka persamaan rotasi energi kinetik adalah
1
𝑇 = 𝑇𝑟𝑜𝑡 = 2 ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 (𝜔 × 𝑟𝑖 )2 (8.22)

Gunakan identitas vektor


(𝑨 × 𝑩)𝟐 = (𝑨 × 𝑩) ∙ (𝑨 × 𝑩) = 𝑨𝟐 𝑩𝟐 − (𝑨 ∙ 𝑩)𝟐 (8.23)
Pada persamaan (8.22), dapat kita peroleh
1
𝑇 = 𝑇𝑟𝑜𝑡 = 2 ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 [𝜔2 × 𝑟𝑖 2 − (𝜔 × 𝑟𝑖 )2 ] (8.24)

Vektor r1 memiliki komponen xis, yakni (xi1, xi2, xi3), dan 𝜔 memiliki komponen
𝜔𝑘 (𝜔1 , 𝜔2 , 𝜔3 ) sehingga

1 (∑3𝑘=1 𝜔𝑘 2 ) (∑3𝑠=1 𝑥𝑖𝑠 2 )


𝑇 = 2 ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 [ ] (8.25)
−(∑3𝑘=1 𝜔𝑘 𝑥𝑖𝑘 ) (∑3𝑖=1 𝑚𝑙 𝑥𝑖𝑙 )

Gunakan relasi

𝜔𝑘 = ∑ 𝜔𝑙 𝛿𝑘𝑙
𝑙

Dimana dari persamaan menjadi 𝛿𝑘𝑙 = 1 jika 𝑘 = 𝑙 dan 𝛿𝑘𝑙 = 0 jika 𝑘 ≠


𝑙, sehingga Persamaan (8.25) menjadi

1 3
𝑇= ∑ ∑ 𝑚𝑖 [𝜔𝑘 𝜔𝑙 𝛿𝑘𝑙 (∑ ∑ 𝑥𝑖𝑠 2 ) − 𝜔𝑘 𝜔𝑙 𝑥𝑖𝑘 𝑥𝑖𝑙 ]
2 𝑖 𝑘,𝑙 𝑠 𝑠=1

Karena seluruh titik pada benda kaku memiliki velositas sudut yang sama, maka
kita dapat memfaktorkannya sehingga kita peroleh

1
𝑇 = 2 ∑𝑘,𝑙 𝜔𝑘 𝜔𝑖 ∑𝑖 𝑚𝑖 [𝛿𝑘𝑙 ∑𝑠 𝑥𝑖𝑠 2 − 𝑥𝑖𝑘 𝑥𝑖𝑙 ] (8.26)

Jika kita menetapkan 𝐼𝑘𝑙 sebagai elemen 𝑘𝑙 dari penjumlahan 𝐼, maka

𝐼𝑘𝑙 = ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 [𝛿𝑘𝑙 ∑𝑠 𝑥𝑖𝑠 2 − 𝑥𝑖𝑘 𝑥𝑖𝑙 ] (8.27a)

Atau, perhatikan bahwa 𝑥𝑖1 2 + 𝑥𝑖2 2 + 𝑥𝑖3 2 = 𝑟𝑖 2 , sehingga diperoleh

7
𝐼𝑘𝑙 = ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 [𝛿𝑘𝑙 𝑟𝑖 2 − 𝑥𝑖𝑘 𝑥𝑖𝑙 ] (8.27b)

Kemudian, Persamaan (8.26) untuk energi kinetik rotasional menjadi

1
𝑇 = 2 ∑𝑘,𝑙 𝐼𝑘𝑙 𝜔𝑘 𝜔𝑙 (8.28)

𝐼𝑘𝑙 yang diperoleh dari persamaan (8.27) memiliki sembilan komponen dan
merupakan elemen kuantitas I, yang disebut momen tensor inersia atau disebut
tensor inersia dari benda kaku yang relatif terhadap sistem koordinat benda. I sama
bentuknya dengan matriks 3 x 3, dan kita akan lihat bahwa ini merupakan faktor
yang secara proporsional antara L dan ω dan juga antara T dan ω (kuantitas yang
disebut dyadic yang dibahas pada bagian 8.7). Dimensi I merupakan (massa) X,
(panjang)2. Elemen I dapat diperoleh dari persamaan (8.27) dan dapat ditulis dalam
susunan 3 x 3.

∑𝑖 𝑚𝑖 (𝑥𝑖2 2 + 𝑥𝑖3 2 ) − ∑𝑖 𝑚𝑖 𝑥𝑖1 𝑥𝑖2 − ∑𝑖 𝑚𝑖 𝑥𝑖1 𝑥𝑖3


𝐼 = ( − ∑𝑖 𝑚𝑖 𝑥𝑖2 𝑥𝑖1 ∑𝑖 𝑚𝑖 (𝑥𝑖1 2 + 𝑥𝑖3 2 ) − ∑𝑖 𝑚𝑖 𝑥𝑖2 𝑥𝑖3 )
− ∑𝑖 𝑚𝑖 𝑥𝑖3 𝑥𝑖1 − ∑𝑖 𝑚𝑖 𝑥𝑖3 𝑥𝑖2 ∑𝑖 𝑚𝑖 (𝑥𝑖1 2 + 𝑥𝑖2 2 )
(8.29)

Dimana untuk satu titik massa m diturunkan menjadi

𝑥2 2 + 𝑥3 2 −𝑥1 𝑥2 −𝑥1 𝑥3
𝐼 = 𝑚 ( −𝑥2 𝑥1 𝑥1 2 + 𝑥3 2 −𝑥2 𝑥3 ) (8.30)
−𝑥3 𝑥1 −𝑥3 𝑥2 𝑥1 2 + 𝑥2 2

Atau, secara umum

𝐼11 𝐼12 𝐼13


𝐼 = 𝐼𝑘𝑙 (𝐼21 𝐼22 𝐼23 ) (8.31)
𝐼31 𝐼32 𝐼33

Elemen diagonal 𝐼11 , 𝐼22 , dan 𝐼33 , menjadi

𝐼𝑘𝑘 = ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 (𝑟𝑖 2 − 𝑥𝑖𝑘 2 ) (8.32)

8
Yang disebut dengan momen inersia disekitar sumbu k. Elemen diagonal diperoleh
dengan

𝐼𝑘𝑙 = 𝐼𝑙𝑘 = − ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 𝑥𝑖𝑘 𝑥𝑖𝑙 (8.33)

Disebut produk inersia. Karena elemen diagonal simetris 𝐼𝑘𝑙 = 𝐼𝑙𝑘 , tensor
inersia merupakan tensor simetris. Dengan demikian hanya enam elemen dari I
yang terikat. Selanjutnya, tensor I memiliki bentuk positif.

Mari kita perhatikan elemen 𝐼11 , yakni

𝐼11 = ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 (𝑟𝑖 2 − 𝑥𝑖1 2 ) = ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 (𝑥𝑖1 2 + 𝑥𝑖2 2 + 𝑥𝑖3 2 − 𝑥𝑖1 2 )

= ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 (𝑥𝑖2 2 + 𝑥𝑖3 2 ) (8.34)

𝑥𝑖2 2 + 𝑥𝑖3 2 merupakan kuadrat dari jarang titik massa ke-i terhadap sumbu
𝑋𝑖 ; sehingga 𝐼11 selalu positif atau nol. Biasanya, kita dapat menyimpulkan bahwa
elemen diagonal 𝐼𝑘𝑘 selalu positif atau nol. 𝐼𝑘𝑘 adalah nol jika seluruh massa berada
pada sumbu ke-k. Disisi lain, elemen diagonal 𝐼𝑘𝑙 bisa positif, negatif, atau nol.
Sifat lain dari tensor inersia adalah sifat elemen yang dapat ditambah.
Artinya, tensor inersia pada benda dapat dianggap sebagai jumlah dari tensor untuk
berbagai bagian benda. Sehingga untuk distribusi kontinu, dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan (8.27).
𝐼𝑘𝑙 = ∬𝑣 ∫ 𝜌(𝑟) = [𝛿𝑘𝑙 ∑𝑠 𝑥𝑠 2 − 𝑥𝑘 𝑥𝑙 ] 𝑑𝑉

= ∬𝑣 ∫ 𝜌(𝑟) = [𝛿𝑘𝑙 𝑟 2 − 𝑥𝑘 𝑥𝑙 ] 𝑑𝑉 (8.35)

Dimana volume elemen 𝑑𝑉 = 𝑑𝑥1 𝑑𝑥2 𝑑𝑥3 , 𝜌(𝑟) merupakan densitas, dan
inegrasi yang dipeoleh atas seluruh volume. Perhatikan bahwa indeks untuk massa
paryikel tidak dibutuhkan.

Sehingga kita tiba pada persamaan yang sama dengan tensor inersia dengan
menulis persamaan momentum sudut. Yakni dengan menetapkan

𝐿 = ∑𝑖 𝑚𝑖 𝑟𝑖 × 𝑣𝑖 = ∑𝑖 𝑚𝑖 𝑟𝑖 × (𝜔 × 𝑟𝑖 ) (8.36)

9
Gunakan identitas vektor

𝑨 × (𝑩 × 𝑨) = 𝑨𝟐 𝑩 × 𝑨(𝑨 ∙ 𝑩) (8.37)

Sehingga kita peroleh

𝐿 = ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 [𝑟𝑖 2 𝜔 − 𝑟𝑖 (𝑟𝑖 ∙ 𝜔)] (8.38)

Tidak seperti T, momentum sudut merupakan kuantitas vektor, dengan


demikian untuk komponen ke-k, maka kita dapat tulis:

𝐿𝑘 = ∑𝑖 𝑚𝑖 [𝜔𝑘 ∑𝑠 𝑥𝑖𝑠 2 − 𝑥𝑖𝑘 ∑𝑙 𝑥𝑖𝑙 𝜔𝑙 ]

= ∑𝑖 𝑚𝑖 ∑𝑙[𝜔𝑙 𝛿𝑘𝑙 ∑𝑠 𝑥𝑖𝑠 2 − 𝜔𝑙 𝑥𝑖𝑘 𝑥𝑖𝑙 ]

= ∑𝑖 𝜔𝑙 ∑𝑙 𝑚𝑖 [𝛿𝑘𝑙 ∑𝑠 𝑥𝑖𝑠 2 − 𝑥𝑖𝑘 𝑥𝑖𝑙 ] (8.39)

Seperti sebelumnya, 𝐼𝑘𝑙 diketahui dengan

𝐼𝑘𝑙 = ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 [𝛿𝑘𝑙 ∑𝑠 𝑥𝑖𝑠 2 − 𝑥𝑖𝑘 𝑥𝑖𝑙 ] (8.27a)

Sehingga kita peroleh

𝐿𝑘 = ∑𝑙 𝐼𝑘𝑙 𝜔𝑙 (8.40)

Atau dalam notasi tensor

𝐿 =𝐼∙𝜔 (8.41)

Seperti yang disebutkan sebelumnya dan ditunjukkan pada contoh 8.1, L dan
ω tidak memiliki arah yang sama.

Sehingga hubungan antara L dan T tampak seperti di bawah ini. Kalikan


1
kedua sisi dari persamaan (8.40) dengan 2 𝜔 dan 𝑘.

1 1
∑ 𝜔𝑘 𝐿𝑘 = ∑ 𝐼𝑘𝑙 𝜔𝑘 𝜔𝑙 = 𝑇
2 𝑘 2 𝑘,𝑙

Atau

10
1 1
𝑇 = 2 ∑𝑘 𝜔𝑘 𝐿𝑘 = 2 𝜔 ∙ 𝐿 (8.42)

Substitusikan L dari persamaan (8.41),

1 1
𝑇 = 2𝜔 ∙ 𝐿 = 2𝜔 ∙ 𝐼 ∙ 𝜔 (8.43)

Dari persamaan (8.41), dapat kita simpulkan bahwa hasil dari satu tensor dan satu
vektor adalah satu vektor; sementara dari persamaan (8.43) dapat kita simpulkan
hasil dari dua vektor dan satu tensor adalah skalar.

Contoh 8.2

Hitunglah komponendari momen tensor inersia dari konfigurasi berikut ini. Massa
titik dari unit 1,2,3 dan 4 berada pada (1,0,0), (1,1,0), (1,1,1), dan (1,1,-1).

Penyelesaian:

n = 4, jumlah massa titik

mi = massa dari partikel ke-i

r = jarak dari partikel ke – i dari awal

Xi1, Xi2 dan Xi3 adalah koordinat untuk partikel I = 1,2,3,4. Seluruh kuantitas
berada pada unit yang bebas. Massa dan koordinat partikel ditunjukan pada kolom
metrik berikut.

𝑛≔4 𝑖 ≔. . 𝑛 𝑘 ≔ 13 𝑗 ≔ 1. .3

𝑚𝑖 ≔ 𝑥𝑖,1 ≔ 𝑥𝑖,2 ≔ 𝑥𝑖,3 ≔


1 1 1
1
2 2 2
2
3 3 3
3
4 4 4
4

11
Hitunglah jarak r dari awal dan tetapkan fungsi 𝛿 ki

ri = √(𝑥𝑖, 1)2 + (𝑥𝑖, 2)2 + (𝑥𝑖, 3)² 𝛿 ki := jika (k = j, 1,0)

ri (ri)2

1 1
1 0 0
1.414 2
𝛿 = (0 1 0)
1.732 3
0 0 1
1.732 4

Dengan menggunakan persamaan (8.27b), kita dapat menulis momen tensor inersia
seperti yang ditunjukan dibawah ini.

16 −9 1
Ik,j := ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 [𝛿 k,j (ri)2 xi,k. xi,j] I =(−9 17 1 )
1 1 19

Contoh 8.3

perhatikan kubus homogen dengan densitas 𝜌, massa M, dan sisi L. Untuk salah
satu sudut di titik asal 0 dan sumbuh di arahkan sepanjang tepi seperti yang
ditunjukan pada gambar 8.3. hitunglah item tensor inersianya.
Penyelesaian
Hitunglah elemen tensor inersia dengan menggunakan persamaan (8.35)
Ik,l= ∭ 𝜌(𝑟)[𝛿 k,l∑ 𝑖(xi)2 - xkxl]dx dy dz

Karena kubus homogen, maka 𝜌 adalah konstanta

𝛿 k,l= jika (k = l, 1.0) M = 𝜌. 𝐿3

Elemen diagonal dari tensor inersia seluruhnya sama dan di hitung seperti yang di
tunjukkan berikut ini, (masukkan dan kemudian subtitusikan ke 𝜌)

𝐿 𝐿 𝐿
I11 = 𝜌 ∫0 ∫0 ∫0 (y2+ 22) dx dy dz

2 2
I11 = 3.𝜌. L5 = 3. M . L2

12
Karena simetris, maka seluruh elemen diagonal sama dan di hitung sebagai berikut
:

𝐿 𝐿 𝐿
I12 = 𝜌 ∫0 ∫0 ∫0 𝑥. 𝑦 dx dy dz

1 1
I12 = 4.𝜌. L5 = 4. M . L2

Seluruh diagonal elemen = I11, seluruh elemen diagonal luar = I12

k:= 1..3 I:= 1..3.M := 1 L:= 1

𝜌 := 1 m:=1..3 n= 1..3

Dengan menggunakan nilai yang berbeda, kita dapat menghitung momen tensor
inersia. Perhatikan bahwa masing-masing elemen harus dikalikan y

1
I11 = . M . L2 I12 = 4 .M . L2

Im,n:= jika (m = n, I11, I12)

0.667 −0,25 −0,25


I=(−0.25 0.667 −,25 )
−0.25 −0,25 0.667

0.667 −0,25 −0,25


I=(−0.25 0.667 −,25 ) . 𝛾 𝛾 = M.L2
−0.25 −0,25 0.667

13
2.4. Aplikasi Tensor dalam Kehidupan Sehari-hari

 Raket Bulutangkis
Sistem benda yang bergerak ketika alat ukur diputar terdiri atas meja putar dan benda
yang akan ditentukan tensor inersianya. Energi kinetik rotasi meja putar dan benda uji
ketika beban bergerak ke bawah.

14
BAB III
KESIMPULAN

3.1. KESIMPULAN
1. Dalam fisika semua besaran adalah tensor. Tensor mempunyai range. Range
pada tensor akan menunjukkan jumlah komponennya.
2. Momentum sudut L relatif terhadap titik 0, karena sistem partikel mi dapat
didefinisikan dengan 𝐿 = ∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 𝑟𝑖 × 𝑣𝑖 .
3. Benda kaku berputar pada sumbunya melewati titik yang tetap yang terletak
di dalam atau di luar benda.
4. Aplikasi tensor dapat kita temukan pada raket bulutangkis.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aby Sarojo, Ganijanti. 2002. Seri Fisika Dasar Mekanika. Jakarta: Salemba
Teknika.

Bukit, N., Ginting, E.M. 2015. Mekanika. Medan: UNIMED PRESS.

Halliday, D., Resnick, R. 1995. FISIKA JILID 1 EDISI KETIGA. Jakarta: Erlangga.

Musback, Mussadiq. 1995. Fisika Mekanika Dan Panas. Jakarta: Depdikbud.

Tipler, P.A. 1998. FISIKA Untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga.

iii

Anda mungkin juga menyukai